KONTRIBUSI PERSEPSI TERHADAP KEBISINGAN DAN
KONTRIBUSI PERSEPSI TERHADAP KEBISINGAN DAN MOTIVASI
KERJA TERHADAP STRES KERJA KARYAWAN
PT. INDOMOBIL SUZUKI INTERNASIONAL PLANT CAKUNG
Intaglia Harsanti
[email protected]
Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma
ABSTRACT
When someone decided to work, they must have motivation. Motivation on an
employ must be different from one to another which drove them to do their best.
On the other hand, job stress can occur in anytime and it caused by manythings
like job demand, workload, work environment such as noise, illumination, heat
and others. Its interesting for me to see there is a lot of negative impact caused by
noises. The aim of this study is to know the contribution of noise perception and
work motivation on employee work stress. Method being used on this study is
quantitative research. This research are held on PT. Indomobil Suzuki Plant
Cakung, Jakarta. Subjects are 60 employee that worked in the area with noise
level more than 80db. The result is there is significant contribution from noise
perception and work motivation to employee work stress. Noise perception gives a
contribution to employee work stress (R²) 0,239 (23%), work motivation is also
has contribution to work stress although its only a little amount, the contribution
is (R²) 0,089 (9%). Noice perception and work motivation together has
contribution to employee work stress,(R²) 0,231 (23%).
Keywords: noise perception, work motivation, work stress
ABSTRAK
Ketika seorang karyawan memutuskan untuk bekerja, ia tentunya memiliki
motivasi. Motivasi yang dimiliki oleh seorang karyawan tentu berbeda antara
satu dengan lainnya, yang mana hal tersebut merupakan pendorong untuk
melaksanakan pekerjaan sebaik-baiknya.Namun dilain pihak stres kerja mampu
muncul kapan saja.Stres kerja dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
tuntutan tugas, beban kerja, kebisingan, dan lainnya. Banyaknya akibat negatif
dari bising membuat peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang hal ini.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kontribusi persepsi terhadap
kebisingan dan motivasi kerja terhadap stres kerja karyawan. Metode yang
digunakan adalah penelitian kuantitatif. Penelitian dilaksanakan pada PT.
Indomobil Suzuki Plant Cakung, Jakarta. Subjek yang digunakan sebanyak 60
orang dan bekerja di area yang memiliki tingkat kebisingan diatas 80db. Hasil
penelitian ini adalah bahwa persepsi terhadap kebisingan memberikan kontribusi
yang signifikan terhadap stres kerja karyawan, (R²) sebesar 0,239 (23%).
Sedangkan motivasi meskipun kontribusi signifikan, namun nilainya hanya
sedikit sekali mempengaruhi stres, kontribusinya tidak setinggi persepsi terhadap
kebisingan, dengan besar kontribusi (R²) sebesar 0,089 (9%). Sedangkan persepsi
terhadap kebisingan dan motivasi kerja secara bersama-sama memberikan
kontribusi (R²) sebesar 0,231 (23%).
Kata kunci: persepsi terhadap kebisingan, motivasi kerja, stres kerja
Pendahuluan
Dalam
era
globalisasi
ini
setiap
perusahaan
dituntut
untuk
mempertahankan efektifitasnya. Hal ini ditujukan agar perusahaan tersebut dapat
bertahan menempuh segala tantangan ekonomi. Salah satu indikator dari
efektifitas perusahaan adalah produktivitas karyawan. Oleh sebab itu produktivitas
karyawan perlu mendapatkan perhatian khusus dari pihak manajemen perusahaan.
Sebagai karyawan, individu dihadapkan pada tanggung jawab dan
loyalitas terhadap perusahaan dimana ia bekerja, oleh karena itu individu
memupuk motivasi dalam dirinya agar menjaga produktivitas kerjanya. Namun
tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat hal-hal lain yang mempengaruhi hal
tersebut, seperti fasilitas kantor, lokasi perusahaan dan faktor-faktor lingkungan
yang spesifik antara lain penerangan (iluminasi), warna, kebisingan dan musik
(Munandar, 1994).
Bising selain dapat menimbulkan gangguan sementara atau tetap pada alat
pendengaran kita, juga dapat merupakan sumber dari stres yang menyebabkan
peningkatan dari kesiagaan yang dalam hal ini ditunjukkan dengan sikap yang
lebih agresif serta mudah cemas dan ketidakseimbangan psikologis kita yang
ditunjukkan dengan mudah jengkel dan lekas marah. Kerr (dalam Munandar
1994) menemukan korelasi antara tingkat bising rata-rata dengan jumlah
kecelakaan. Sedangkan menurut para pekerja pabrik itu sendiri bising dinilai
sebagai pembangkit stres yang membahayakan (Munandar 1994).
Namun demikian hasil-hasil penelitian itu menunjukkan bukti adakalanya
bising mempengaruhinya dan adakalanya tidak (McCormick, 1979). Konz (dalam
Veitch & arkkelin, 1995) juga menegaskan bahwa dalam merespon kebisingan
memang bisa berbeda antara satu individu dengan individu lainnya. Terdapat
individual differences dalam merespon kebisingan.
Seperti yang dikatakan oleh Bell (2001) bahwa bising merupakan artian
dari bunyi-bunyian yang tidak diinginkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
bunyi-bunyi yang tidak dikenal lebih mengganggu daripada bunyi-bunyi yang
telah dikenal. Bunyi menjadi kurang mengganggu jika merupakan bagian dari
pekerjaan yang dilakukan. Pekerja yang harus menggunakan gergaji listrik dalam
pekerjaannya tidak merasa terganggu oleh suara alat gergajinya dibandingkan
dengan para pekerja lain yang bekerja di dekatnya yang melakukan pekerjaan
yang lain (Munandar, 1994). Sejak tahun 1940-an banyak perusahaan di Amerika
Serikat mulai memperdengarkan musik yang mengiringi, sebagai latar belakang
para karyawan bekerja. Pada umumnya para tenaga kerja bekerja dengan rasa
yang senang, bekerja lebih keras, tidak banyak absen dan kurang merasa lelah
pada akhir hari kerja (Munandar, 1994).
Begitupula McCormick & Tiffin (1979) berpendapat bahwa nampaknya
bising mempengaruhi tingkat prestasi kerja pada tugas-tugas yang menuntut
kewaspadaan yang tinggi, tugas-tugas mental yang majemuk, tugas-tugas yang
memerlukan ketrampilan dan kecepatan serta tugas-tugas yang menuntut
kemampuan perseptual yang tinggi. Veitch & Arkkelin (1995) juga menyatakan
bahwa kebisingan pada tempat kerja dapat mempengaruhi produktifitas,
kenyamanan dan kesehatan.
Bell (2001) berpendapat bahwa bising yang berlebih (sekitar 80 desibel)
yang berulangkali didengar, untuk jangka waktu yang lama, dapat menimbulkan
stres. Banyaknya akibat negatif dari bising sebagaimana diuraikan di atas
menimbulkan anggapan bahwa bising juga akan mempengaruhi stabilitas emosi
karyawan. Namun kenyataannya pekerja di lingkungan bising masih mampu
melaksanakan tugas dan bekerja secara rutin dari hari kehari.
Setiap manusia tentu mempunyai dasar alasan, mengapa seseorang
bersedia melakukan jenis kegiatan atau pekerjaan tertentu, mengapa orang yang
satu bekerja lebih giat, sedangkan orang yang satunya lagi atau yang lainnya
bekerja biasa saja, tentulah semuanya ini ada dasar alasan yang mendorong yang
menyebabkan seseorang bersedia bekerja seperti itu, dengan kata lain mereka
memiliki motivasi (Anoraga&Suyati, 1995).
Motivasi merupakan masalah yang sangat penting dalam setiap usaha
kelompok orang yang bekerjasama dalam rangka pencapaian tujuan tertentu.
Zainun (dalam Anoraga&Suyati,1995) memberikan pendapat bahwa motivasi
dapat dilihat sebagai bagian yang fundamental dari kegiatan manajemen, sehingga
sesuatunya dapat ditujukan
kepada pengarahan, potensi, dan daya manusia
dengan jalan menimbulkan, menghidupkan dan menumbuhkan tingkat keinginan
yang tinggi, kebersamaan dalam menjalankan tugas perorangan maupun
kelompok dalam organisasi.
Suatu organisasi digerakkan oleh motivasi dari para anggotanya, sama
seperti mesin yang digerakan oleh listrik. Secara internal, proses individual dapat
membentuk kekuatan motivasi dalam setiap gerak dan menjaga agar hal tersebut
dapat berjalan dengan baik, atau motivasi tersebut dapat dibentuk oleh pengaruh
eksternal seperti peringatan-peringatan dari penyelia (Miner, 1992).
Bila motivasi kerja karyawan rendah maka daya kerja yang dihasilkan
juga akan rendah. Motivasi merupakan suatu proses individual yang dapat
menstimulasi terjadinya perilaku dan mengarahkan pada tujuan, dalam hal ini
tujuan perusahaan yang akan dicapai bersama. Motivasi yang rendah
menyebabkan kinerja individu menjadi rendah pula sehingga tercapainya tujuan
perusahaan akan sulit untuk dicapai. Besarnya tuntutan perusahaan yang tidak
sebanding dengan daya kerja karyawan akan menimbulkan stres bagi para
karyawan tersebut.
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti mengajukan hipotesis bahwa
persepsi terhadap kebisingan dan motivasi kerja memiliki kontribusi yang
signifikan terhadap stres kerja karyawan.
Metode Penelitian
Partisipan
Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan terhadap 60 orang
pegawai dari PT. Indomobil Suzuki Internasional, Plant Cakung. Subyek diambil
dari beberapa bagian yang memiliki tingkat kebisingan kurang lebih 80 db. Yaitu
pada bagian Die Casting, Machining 2 wheel, Firing Test dan Painting, untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran. Tingkat kebisingan ini ditentukan
dengan pertimbangan bahwa pada ambang tersebut bila dihadapi terus menerus
dapat memberikan dampak negatif terhadap subjek.
Alat Ukur
Untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini digunakan dua
teknik yaitu pengamatan dan kuesioner, kuesioner tersebut adalah skala persepsi
terhadap kebisingan, skala stres kerja dan skala motivasi kerja.
1. Skala Persepsi terhadap Kebisingan
Penyusunan skala persepsi terhadap kebisingan yang digunakan adalah skala yang
sudah pernah digunakan sebelumnya oleh Bukhari (2003) sebagai alat pengumpul
data, skala tersebut berjumlah 35 item yang terdiri dari 20 item favorable dan 15
item unfavorable.
2. Skala Motivasi Kerja
Pengukuran motivasi kerja dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
skala motivasi kerja yang dikembangkan oleh Raharusun (2005), skala tersebut
berjumlah 42 item yang terdiri dari 25 item favorable dan 17 item unfavorable.
3. Skala Stres Kerja
Penyusunan skala stres kerja yang digunakan sebagai alat pengumpul data
berjumlah 49 item yang keseluruhannya merupakan item favorable. Adapun
bentuk skala persepsi terhadap kebisingan, skala motivasi kerja dan skala stres
kerja
dalam penelitian menggunakan Skala Likert atau teknik rating yang
dijumlahkan, yaitu subjek diminta untuk memberikan bobot penilaian mereka
terhadap pernyataan menurut kata sifat yang ada dalam skala.
Pada setiap angket tersedia 6 pilihan jawaban, yaitu SS (Sangat Setuju), S
(Setuju), AS (Agak Setuju), ATS (Agak Tidak Setuju), TS (Tidak Setuju) dan
STS (Sangat Tidak Setuju). Cara penilaian yang diberikan pada masing-masing
jawaban subjek dengan teknik skala likert bergerak dari 1 sampai 6, yaitu angka 1
berarti adanya arah sikap yang tidak favorable dan sebaliknya untuk item
favourable.
Hasil
Untuk masing-masing skala uji validitas dengan menggunakan korelasi
product moment pearson setelah dilakukan pengujian kembali pada skala motivasi
kerja di dapatkan item sebanyak 28 item dengan angka korelasi berkisar pada
angka 0,3101 sampai dengan 0,6470. Sedangkan untuk skala stres kerja di dapat
37 item dengan nilai korelasi berkisar pada angka 0,3117 sampai dengan 0,6854.
Sementara validitas alat ukur persepsi terhadap kebisingan di dapat 23 item
dengan angka korelasi ( r ) dengan rentang 0,3257 sampai dengan 0,7166.
Untuk uji reliabilitas terhadap masing-masing alat ukur digunakan teknik
analisis alpha cronbach dan didapatkan hasil yaitu untuk skala persepsi terhadap
kebisingan memperoleh nilai koefisien reliabilitas sebesar 0,8340. Sementara
hasil uji reliabilitas terhadap skala stres kerja memperoleh koefisien reliabilitas
sebesar 0,9131 sedangkan untuk skala motivasi kerja diperoleh nilai koefisien
reliabilitas sebesar 0,8371. Untuk mengetahui kontribusi dari persepsi terhadap
kebisingan, motivasi kerja dan stres kerja dilakukan uji regresi linear dan didapat
hasil, sumbangan persepsi terhadap kebisingan terhadap stres kerja sebesar 0, 239
(24%) dan motivasi kerja menyumbangkan 0,089 (9%) untuk stres kerja.
Sedangkan sumbangan gabungan keduanya terhadap stres kerja adalah sebesar
0,231 (23%). Berdasarkan uji signifikansi regresi linear yang telah dilakukan
diperoleh dari uji linearitas, diketahui bahwa sumbangan dari persepsi terhadap
kebisingan terhadap stres kerja dan motivasi kerja terhadap stres kerja adalah
signifikan.
Sebagai analisis tambahan, untuk mengetahui besarnya korelasi antar
variabel, dilakukan teknik korelasi Product Moment dari Pearson. Dari hasil
pengujian, diperoleh koefisien korelasi ( r ) antara persepsi terhadap kebisingan
dengan stres kerja sebesar 0,502 dengan taraf signifikansi 0,012 (p
KERJA TERHADAP STRES KERJA KARYAWAN
PT. INDOMOBIL SUZUKI INTERNASIONAL PLANT CAKUNG
Intaglia Harsanti
[email protected]
Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma
ABSTRACT
When someone decided to work, they must have motivation. Motivation on an
employ must be different from one to another which drove them to do their best.
On the other hand, job stress can occur in anytime and it caused by manythings
like job demand, workload, work environment such as noise, illumination, heat
and others. Its interesting for me to see there is a lot of negative impact caused by
noises. The aim of this study is to know the contribution of noise perception and
work motivation on employee work stress. Method being used on this study is
quantitative research. This research are held on PT. Indomobil Suzuki Plant
Cakung, Jakarta. Subjects are 60 employee that worked in the area with noise
level more than 80db. The result is there is significant contribution from noise
perception and work motivation to employee work stress. Noise perception gives a
contribution to employee work stress (R²) 0,239 (23%), work motivation is also
has contribution to work stress although its only a little amount, the contribution
is (R²) 0,089 (9%). Noice perception and work motivation together has
contribution to employee work stress,(R²) 0,231 (23%).
Keywords: noise perception, work motivation, work stress
ABSTRAK
Ketika seorang karyawan memutuskan untuk bekerja, ia tentunya memiliki
motivasi. Motivasi yang dimiliki oleh seorang karyawan tentu berbeda antara
satu dengan lainnya, yang mana hal tersebut merupakan pendorong untuk
melaksanakan pekerjaan sebaik-baiknya.Namun dilain pihak stres kerja mampu
muncul kapan saja.Stres kerja dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
tuntutan tugas, beban kerja, kebisingan, dan lainnya. Banyaknya akibat negatif
dari bising membuat peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang hal ini.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kontribusi persepsi terhadap
kebisingan dan motivasi kerja terhadap stres kerja karyawan. Metode yang
digunakan adalah penelitian kuantitatif. Penelitian dilaksanakan pada PT.
Indomobil Suzuki Plant Cakung, Jakarta. Subjek yang digunakan sebanyak 60
orang dan bekerja di area yang memiliki tingkat kebisingan diatas 80db. Hasil
penelitian ini adalah bahwa persepsi terhadap kebisingan memberikan kontribusi
yang signifikan terhadap stres kerja karyawan, (R²) sebesar 0,239 (23%).
Sedangkan motivasi meskipun kontribusi signifikan, namun nilainya hanya
sedikit sekali mempengaruhi stres, kontribusinya tidak setinggi persepsi terhadap
kebisingan, dengan besar kontribusi (R²) sebesar 0,089 (9%). Sedangkan persepsi
terhadap kebisingan dan motivasi kerja secara bersama-sama memberikan
kontribusi (R²) sebesar 0,231 (23%).
Kata kunci: persepsi terhadap kebisingan, motivasi kerja, stres kerja
Pendahuluan
Dalam
era
globalisasi
ini
setiap
perusahaan
dituntut
untuk
mempertahankan efektifitasnya. Hal ini ditujukan agar perusahaan tersebut dapat
bertahan menempuh segala tantangan ekonomi. Salah satu indikator dari
efektifitas perusahaan adalah produktivitas karyawan. Oleh sebab itu produktivitas
karyawan perlu mendapatkan perhatian khusus dari pihak manajemen perusahaan.
Sebagai karyawan, individu dihadapkan pada tanggung jawab dan
loyalitas terhadap perusahaan dimana ia bekerja, oleh karena itu individu
memupuk motivasi dalam dirinya agar menjaga produktivitas kerjanya. Namun
tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat hal-hal lain yang mempengaruhi hal
tersebut, seperti fasilitas kantor, lokasi perusahaan dan faktor-faktor lingkungan
yang spesifik antara lain penerangan (iluminasi), warna, kebisingan dan musik
(Munandar, 1994).
Bising selain dapat menimbulkan gangguan sementara atau tetap pada alat
pendengaran kita, juga dapat merupakan sumber dari stres yang menyebabkan
peningkatan dari kesiagaan yang dalam hal ini ditunjukkan dengan sikap yang
lebih agresif serta mudah cemas dan ketidakseimbangan psikologis kita yang
ditunjukkan dengan mudah jengkel dan lekas marah. Kerr (dalam Munandar
1994) menemukan korelasi antara tingkat bising rata-rata dengan jumlah
kecelakaan. Sedangkan menurut para pekerja pabrik itu sendiri bising dinilai
sebagai pembangkit stres yang membahayakan (Munandar 1994).
Namun demikian hasil-hasil penelitian itu menunjukkan bukti adakalanya
bising mempengaruhinya dan adakalanya tidak (McCormick, 1979). Konz (dalam
Veitch & arkkelin, 1995) juga menegaskan bahwa dalam merespon kebisingan
memang bisa berbeda antara satu individu dengan individu lainnya. Terdapat
individual differences dalam merespon kebisingan.
Seperti yang dikatakan oleh Bell (2001) bahwa bising merupakan artian
dari bunyi-bunyian yang tidak diinginkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
bunyi-bunyi yang tidak dikenal lebih mengganggu daripada bunyi-bunyi yang
telah dikenal. Bunyi menjadi kurang mengganggu jika merupakan bagian dari
pekerjaan yang dilakukan. Pekerja yang harus menggunakan gergaji listrik dalam
pekerjaannya tidak merasa terganggu oleh suara alat gergajinya dibandingkan
dengan para pekerja lain yang bekerja di dekatnya yang melakukan pekerjaan
yang lain (Munandar, 1994). Sejak tahun 1940-an banyak perusahaan di Amerika
Serikat mulai memperdengarkan musik yang mengiringi, sebagai latar belakang
para karyawan bekerja. Pada umumnya para tenaga kerja bekerja dengan rasa
yang senang, bekerja lebih keras, tidak banyak absen dan kurang merasa lelah
pada akhir hari kerja (Munandar, 1994).
Begitupula McCormick & Tiffin (1979) berpendapat bahwa nampaknya
bising mempengaruhi tingkat prestasi kerja pada tugas-tugas yang menuntut
kewaspadaan yang tinggi, tugas-tugas mental yang majemuk, tugas-tugas yang
memerlukan ketrampilan dan kecepatan serta tugas-tugas yang menuntut
kemampuan perseptual yang tinggi. Veitch & Arkkelin (1995) juga menyatakan
bahwa kebisingan pada tempat kerja dapat mempengaruhi produktifitas,
kenyamanan dan kesehatan.
Bell (2001) berpendapat bahwa bising yang berlebih (sekitar 80 desibel)
yang berulangkali didengar, untuk jangka waktu yang lama, dapat menimbulkan
stres. Banyaknya akibat negatif dari bising sebagaimana diuraikan di atas
menimbulkan anggapan bahwa bising juga akan mempengaruhi stabilitas emosi
karyawan. Namun kenyataannya pekerja di lingkungan bising masih mampu
melaksanakan tugas dan bekerja secara rutin dari hari kehari.
Setiap manusia tentu mempunyai dasar alasan, mengapa seseorang
bersedia melakukan jenis kegiatan atau pekerjaan tertentu, mengapa orang yang
satu bekerja lebih giat, sedangkan orang yang satunya lagi atau yang lainnya
bekerja biasa saja, tentulah semuanya ini ada dasar alasan yang mendorong yang
menyebabkan seseorang bersedia bekerja seperti itu, dengan kata lain mereka
memiliki motivasi (Anoraga&Suyati, 1995).
Motivasi merupakan masalah yang sangat penting dalam setiap usaha
kelompok orang yang bekerjasama dalam rangka pencapaian tujuan tertentu.
Zainun (dalam Anoraga&Suyati,1995) memberikan pendapat bahwa motivasi
dapat dilihat sebagai bagian yang fundamental dari kegiatan manajemen, sehingga
sesuatunya dapat ditujukan
kepada pengarahan, potensi, dan daya manusia
dengan jalan menimbulkan, menghidupkan dan menumbuhkan tingkat keinginan
yang tinggi, kebersamaan dalam menjalankan tugas perorangan maupun
kelompok dalam organisasi.
Suatu organisasi digerakkan oleh motivasi dari para anggotanya, sama
seperti mesin yang digerakan oleh listrik. Secara internal, proses individual dapat
membentuk kekuatan motivasi dalam setiap gerak dan menjaga agar hal tersebut
dapat berjalan dengan baik, atau motivasi tersebut dapat dibentuk oleh pengaruh
eksternal seperti peringatan-peringatan dari penyelia (Miner, 1992).
Bila motivasi kerja karyawan rendah maka daya kerja yang dihasilkan
juga akan rendah. Motivasi merupakan suatu proses individual yang dapat
menstimulasi terjadinya perilaku dan mengarahkan pada tujuan, dalam hal ini
tujuan perusahaan yang akan dicapai bersama. Motivasi yang rendah
menyebabkan kinerja individu menjadi rendah pula sehingga tercapainya tujuan
perusahaan akan sulit untuk dicapai. Besarnya tuntutan perusahaan yang tidak
sebanding dengan daya kerja karyawan akan menimbulkan stres bagi para
karyawan tersebut.
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti mengajukan hipotesis bahwa
persepsi terhadap kebisingan dan motivasi kerja memiliki kontribusi yang
signifikan terhadap stres kerja karyawan.
Metode Penelitian
Partisipan
Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan terhadap 60 orang
pegawai dari PT. Indomobil Suzuki Internasional, Plant Cakung. Subyek diambil
dari beberapa bagian yang memiliki tingkat kebisingan kurang lebih 80 db. Yaitu
pada bagian Die Casting, Machining 2 wheel, Firing Test dan Painting, untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran. Tingkat kebisingan ini ditentukan
dengan pertimbangan bahwa pada ambang tersebut bila dihadapi terus menerus
dapat memberikan dampak negatif terhadap subjek.
Alat Ukur
Untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini digunakan dua
teknik yaitu pengamatan dan kuesioner, kuesioner tersebut adalah skala persepsi
terhadap kebisingan, skala stres kerja dan skala motivasi kerja.
1. Skala Persepsi terhadap Kebisingan
Penyusunan skala persepsi terhadap kebisingan yang digunakan adalah skala yang
sudah pernah digunakan sebelumnya oleh Bukhari (2003) sebagai alat pengumpul
data, skala tersebut berjumlah 35 item yang terdiri dari 20 item favorable dan 15
item unfavorable.
2. Skala Motivasi Kerja
Pengukuran motivasi kerja dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
skala motivasi kerja yang dikembangkan oleh Raharusun (2005), skala tersebut
berjumlah 42 item yang terdiri dari 25 item favorable dan 17 item unfavorable.
3. Skala Stres Kerja
Penyusunan skala stres kerja yang digunakan sebagai alat pengumpul data
berjumlah 49 item yang keseluruhannya merupakan item favorable. Adapun
bentuk skala persepsi terhadap kebisingan, skala motivasi kerja dan skala stres
kerja
dalam penelitian menggunakan Skala Likert atau teknik rating yang
dijumlahkan, yaitu subjek diminta untuk memberikan bobot penilaian mereka
terhadap pernyataan menurut kata sifat yang ada dalam skala.
Pada setiap angket tersedia 6 pilihan jawaban, yaitu SS (Sangat Setuju), S
(Setuju), AS (Agak Setuju), ATS (Agak Tidak Setuju), TS (Tidak Setuju) dan
STS (Sangat Tidak Setuju). Cara penilaian yang diberikan pada masing-masing
jawaban subjek dengan teknik skala likert bergerak dari 1 sampai 6, yaitu angka 1
berarti adanya arah sikap yang tidak favorable dan sebaliknya untuk item
favourable.
Hasil
Untuk masing-masing skala uji validitas dengan menggunakan korelasi
product moment pearson setelah dilakukan pengujian kembali pada skala motivasi
kerja di dapatkan item sebanyak 28 item dengan angka korelasi berkisar pada
angka 0,3101 sampai dengan 0,6470. Sedangkan untuk skala stres kerja di dapat
37 item dengan nilai korelasi berkisar pada angka 0,3117 sampai dengan 0,6854.
Sementara validitas alat ukur persepsi terhadap kebisingan di dapat 23 item
dengan angka korelasi ( r ) dengan rentang 0,3257 sampai dengan 0,7166.
Untuk uji reliabilitas terhadap masing-masing alat ukur digunakan teknik
analisis alpha cronbach dan didapatkan hasil yaitu untuk skala persepsi terhadap
kebisingan memperoleh nilai koefisien reliabilitas sebesar 0,8340. Sementara
hasil uji reliabilitas terhadap skala stres kerja memperoleh koefisien reliabilitas
sebesar 0,9131 sedangkan untuk skala motivasi kerja diperoleh nilai koefisien
reliabilitas sebesar 0,8371. Untuk mengetahui kontribusi dari persepsi terhadap
kebisingan, motivasi kerja dan stres kerja dilakukan uji regresi linear dan didapat
hasil, sumbangan persepsi terhadap kebisingan terhadap stres kerja sebesar 0, 239
(24%) dan motivasi kerja menyumbangkan 0,089 (9%) untuk stres kerja.
Sedangkan sumbangan gabungan keduanya terhadap stres kerja adalah sebesar
0,231 (23%). Berdasarkan uji signifikansi regresi linear yang telah dilakukan
diperoleh dari uji linearitas, diketahui bahwa sumbangan dari persepsi terhadap
kebisingan terhadap stres kerja dan motivasi kerja terhadap stres kerja adalah
signifikan.
Sebagai analisis tambahan, untuk mengetahui besarnya korelasi antar
variabel, dilakukan teknik korelasi Product Moment dari Pearson. Dari hasil
pengujian, diperoleh koefisien korelasi ( r ) antara persepsi terhadap kebisingan
dengan stres kerja sebesar 0,502 dengan taraf signifikansi 0,012 (p