LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA PERCOBAAN V

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA
PERCOBAAN V
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI DARI DAUN SEREH
(Cymbopogon winterianus)
A. TUJUAN PRAKTIKUM
Dapat memahami prinsip isolasi minyak atsiri dan dapat mengerjakan isolasi
beserta identifikasinya dengan kromatografi lapis tipis.
B. DASAR TEORI
Tanaman serai yang diusahakan di Indonesia terdiri dari dua jenis yaitu
Cympogon nardus (lenabatu) dan Cympogon winterianus (mahapengiri). Jenis
mahapengiri mempunyai ciri-ciri daunnya lebih lebar dan pendek, disamping
itu menghasilkan minyak dengan kadar sitronellal 30-45% dan geraniol 6590%. Sedangkan jenis lenabatu menghasilkan minyak dengan kadar sitronellal
7-15% dan geraniol 55-65% (Wijoyo, 2009). Serai umumnya tumbuh sebagai
tanaman liar di tepi jalan atau kebun, tetapi dapat ditanam dalam berbagai
kondisi di daerah tropis yang lembab, cukup sinar matahari, dan bercurah
hujan relatif tinggi.
Kedudukan taksonomi tanaman serai menurut Santoso (2007) :
Kingdom

: Plantae


Subkingdom : Trachebionta
Divisi

: Spermatophyta

Sub Divisi

: Angiospermae

Kelas

: Monocotyledonae

Sub Kelas

: Commelinidae

Ordo

: Poales


Famili

: Graminae/Poaceae

Genus

: Cymbopogon

Species

: Cymbopogon nardus L. Rendle

Senyawa utama penyusun minyak sereh adalah sitronelal, sitronelol,
dan geraniol (Wijesekara, 1973). Gabungan ketiga komponen utama minyak
sereh dikenal sebagai total senyawa yang dapat diasetilasi. Ketiga komponen
ini menentukan intensitas bau harum, nilai dan harga minyak sereh. Menurut
standar pasar internasional, kandungan sitronelal dan jumlah total alkohol
masing-masing harus lebih tinggi dari 35% (Wijesekara, 1973). Penelitian lain
pada daun ditemukan minyak atsiri 1% dengan komponen utama yaitu

sitronelol, geranial (lebih kurang 35% dan 20%), disamping it terdapat pula
geranil butirat, sitral, limonen, eugenol, dan metileugenol (Schneider, 1985).
Manfaat serai yaitu dari daunnya mengandung 0,4% minyak atsiri dengan tiga
komponen penting seperti sitronela, geraniol (20%), dan sitronelol (66-85%).
Ketiga komponen tersebut bersifat antiseptik sehingga dapat dimanfaatkan
sebagai bahan desinfektan (Agusta, 2002).
Destilasi adalah metode yang paling populer, banyak digunakan dan
hemat biaya untuk memproduksi minyak atsiri di seluruh dunia. Penguapan
dan isolasi menggunakan destilasi tanaman aromatik dari membran sel
tanaman dengan adanya kelembaban dilakukan dengan cara pemanasan suhu
tinggi, kemudian pendinginan campuran uap untuk memisahkan minyak dari
air atas dasar immiscibility (tidak campur) dan densitas antara minyak dan air.
Pemilihan proses ekstraksi minyak atsiri pada umumnya mempertimbangkan
hal berikut:
a. Sensitivitas minyak atsiri terhadap panas dan air
b. Volatilitas minyak atsiri
c. Kelarutan minyak atsiri dalam air
Minyak atsiri dengan kelarutan tinggi dalam air dan yang rentan
terhadap panas tidak dapat didestilasi. Selain itu, minyak atsiri harus mudah
menguap pada destilasi uap. Sebagian besar minyak atsiri dalam perdagangan

bersifat mudah menguap, cukup stabil terhadap panas dan praktis tidak larut
dalam air; sehingga cocok untuk diproses oleh destilasi uap.
Minyak atsiri adalah minyak mudah menguap atau minyak terbang,
merupakan campuran dari senyawa yang berwujud cairan yang diperoleh dari

bagian tanaman, akar, kulit, batang, daun, buah, biji, maupun dari bunga
dengan cara penyulingan (Hardjono, 2004). Minyak atsiri disebut minyak
essensial karena pada suhu biasa (suhu kamar) mudah menguap di udara
terbuka. Istilah essensial dipakai karena minyak atsiri mewakili bau dari
tanaman asalnya. Minyak atsiri umumnya tidak berwarna, namun pada
penyimpanan lama minyak atsiri dapat teroksidasi dan membentuk resin serta
warnanya berubah menjadi lebih tua (Gunawan dan Mulyani, 2004).
Minyak atsiri adalah minyak yang dihasilkan dari jaringan tanaman
tertentu, seperti akar, batang, kulit, bunga, daun, biji dan rimpang. Minyak ini
bersifat mudah menguap pada suhu kamar (250C) tanpa mengalami
dekomposisi dan berbau wangi sesuai dengan tanaman penghasilnya, serta
umumnya larut dalam pelarut organik tetapi tidak larut dalam air (Gunther,
1990).
Minyak atsiri dapat digunakan sebagai bahan pewangi, penyedap
(flavoring), antiseptic internal, bahan analgesic, sedative serta stimulan. Terus

berkembangnya penggunaan minyak atsiri di dunia maka minyak atsiri di
Indonesia merupakan penyumbang devisa negara yang cukup signifikan
setelah Cina (Sastrohamidjoyo, 2004).
Terpenoid merupakan salah satu jenis metabolit sekunder, dengan
kerangka karbon yang terdiri dari dua atau lebih unit C5 yang disebut unit
isoprena (Sjamsul, 1986:3). Oleh karena itu terpenoid disebut juga isoprenoid.
Pada definisi yang lebih modern, terpenoid merupakan hidrokarbon dari
tanaman dengan rumus umum (C5H8)n, termasuk juga derivat lainnya yang
teroksigenasi, terhidrogenasi, dan terdehidrogenasi.
Terpenoid

merupakan

komponen-komponen

tumbuhan

yang

mempunyai bau dan dapat diisolasi dari bahan nabati dengan penyulingan

disebut sebagai minyak atsiri. Minyak atsiri yang awalnya berasal dari bunga
pada awalnya dikenal dari penentuan struktur secara sederhana yaitu dengan
perbandingan atom hidrogen dan atom karbon dari suatu senyawa terpenoid
yaitu 8:5 dan dengan perbandingan tersebut dapat dikatakan bahwa senyawa
tersebut adalah golongan terpenoid (Lenny, 2006).

Sifat fisika dari terpenoid adalah :
1. Dalam keadaan segar merupakan cairan tidak berwarna, tetapi jika
teroksidasi warna akan berubah menjadi gelap
2. Mempunyai bau yang khas
3. Indeks bias tinggi
4. Kebanyakan optik aktif
5. Kerapatan lebih kecil dari air
6. Larut dalam pelarut organik: eter dan alcohol
Sifat Kimia
1. Senyawa tidak jenuh (rantai terbuka ataupun siklik)
2. Isoprenoid kebanyakan bentuknya khiral dan terjadi dalam dua bentuk
enantiomer.
Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan untuk teknik
pemisahan tertentu. Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua

fase yaitu fasa tetap (stationary) dan fasa gerak (mobile), pemisahan
tergantung pada gerakan relatif dari dua fasa tersebut.
Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat-sifat
dari fasa tetap, yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fasa tetap berupa
zat padat maka cara tersebut dikenal sebagai kromatografi serapan, jika zat
cair dikenal sebagai kromatografi partisi. Karena fasa bergerak dapat berupa
zat cair atau gas maka semua ada empat macam sistem kromatografi yaitu
kromatografi serapan yang terdiri dari kromatografi lapis tipis dan
kromatografi penukar ion, kromatografi padat, kromatografi partisi dan
kromatografi gas-cair serta kromatografi kolom kapiler (Hostettmann, K.,
dkk., 1995).

C. ALAT DAN BAHAN
ALAT
1. Seperangkat alatt destilasi
2. Seperangkat alat KLT
BAHAN
1. Daun sereh (Cymbopogon Winterianus)
2. Minyak citronella
3. Aquadest

4. N-heksan
5. Natrium sulfat
6. Etil asetat
D. CARA KERJA
1. ISOLASI
Timbang 1000 gram daun sereh segar yang dirajang dengan ukuran ± 1
cm, masukkan ke dalam labu destilasi stahl kemudian tambahkan air
sebanyak 300 ml dan batu didih. Hubungkan labu dengan pendigin dan
alat penampung berskala. Didihkan labu dengan pemanasan yang sesuai
selama 3 jam atau sampai minyak atsiri terdestilasi secara sempurna dan
tidak bertambah lagi dalam bagian penampung berskala. Minyak yang
diperoleh diukur untuk mengetahui rendemen, kemudian pisahkan minyak
atsiri dari air dengan bantuan natrium sulfat.
2. IDENTIFIKASI
Kromatografi lapis tipis:
a. Fase diam : Silika gel GF 254
b. Fase gerak : n-heksan : etil asetat (13:1, 7:3, 4:6)
c. Cuplikan : Minyak atsiri hasil destilasi dan minyak citronella
d. Deteksi
E. HASIL


: UV 254

Nama simplisia

: Daun Sereh (Cymbopogon winterianus)

Metode ekstraksi

: Destilasi Air

Jumlah pelarut yang digunakan : Aquadest 300 ml
Jumlah siklus

:-

Rendemen ekstrak

: tidak didhitung karena terlalu sedikit


Pemberian ekstrak
 Aroma

: khas aromatik

 Warna

: putih

 Bentuk/tekstur

: cairan

Hasil pengamatan dengan kromatografi
 Fase diam

: silika gel GF 254

 Fase gerak


: n – heksan : etil asetat (3:1, 7:3, 4:3)

 Cuplikan

: minyak atsiri hasil destilasi dan minyak citronella

 Deteksi

: UV 254

NO
1

GAMBAR

KETERANGAN
Daun sereh dipotong kecil-kecil kemudian
ditimbang sebanyak 100 gram

2

Setelah ditimbang dicuci kemudian daun
sereh yang telah dipotong dimasukan ke
dalam

labu

destilasi

ditambahkan

air

sebanyak 300 ml

3

Proses destilasi dengan pemansan selama ±
1 jam atau sampai minyak atsiri terekstraksi
sempurna

4

Pemisahan minyak atsiri dari aiir dengan
bantuan

natrium

corong pisah

sulfat

menggunakan

5

Setelah terlihat dua lapisan, minyak akan
berada

dilapisan

atas,

maka

airnya

dikeluarkan

6

Uji sinar tampak
Bagian kiri minyak atsiri hasil destilasi
Bagian kanan minyak citronella

F. PEMBAHASAN
Pengambilan minyak atsiri dari tanaman sereh pada penelitian kali ini
menggunakan metode destilasi air. Sampel yang digunakan yaitu daun sereh
segar sebanyak 100 gram dalam keadaan basah. Sampel yang dipotong-potong
menjadi ukuran yang lebih kecil dengan tujuan agar pori-porinya mudah
digunakan oleh air sehingga minyak atsiri akan lebih cepat keluar dari poripori sereh dan hasil minyak atsiri yang banyak. Kemudian tambahkan
aquadest sebanyak 300 ml sebagai pelarut, karena air memiliki sifat kepolaran
yang berbeda dengan minyak atsiri sehingga minyak atsiri akan mudah
dipisahkan dari destilat. Air dan minyak tidak saling melarut, selain itu titik
didih air lebih kecil dari minyak atsiri sehingga uap air akan mendorong
minyak sereh untuk lepas dari pori-pori sereh dan menghasilkan destilat.
Proses destilasi berjalan selama 3 jam atau sampai minyak atsiri terdistilasi
secara sempurna.
Secara umum dari 100 gram sereh mampu menghasilkan 1-1,5 ml
minyak atsiri murni, namun hasil minyak atsiri yang diperoleh dari penelitian

ini hanya sebanyak kurang lebih 0,35 ml. Minyak atsiri yang dihasilkan
bercampur dengan air sehingga sulit untuk dipisahkan. Poses pengambilan
minyak atsiri dengan air menggunakan corong pisah dan ditampung.
Pemisahan

minyak

atsiri

dengan

air

menggunakan

natrium

sulfat.

Penambahan natrium sulfat bertujuan untuk mengikat air yang masih
bercampur dengan minyak atsiri sehingga diperoleh minyak atsiri murni.
Pada percobaan ini diperoleh minyak atsiri yang sangat sedikit.
Selanjutnya dilakukan uji sinar tampak dengan menotolkan minyak atsiri hasil
destilasi dan minyak atsiri citronella pada kertas saring. Pada hasil penotolan
bercak minyak yang diperoleh setelah destilasi sangat sedikit dibandingkan
dengan bercak pada penotolan dengan minyak citronella. Hal tersebut
menunjukan bahwa minyak atsiri hasil destilasi masih terdapat campuran air.
Sedikitnya minyak atsiri yang diperoleh dapat disebabkan karena beberapa hal
diantaranya pengaturan suhu destilasi yang kurang tepat. Minyak memiliki
titik didih yang lebih rendah dari pada air, sehingga jika suhu terlalu tinggi
maka kemungkinan yang akan lebih cepat menguap. Selain itu disebabkan
karena proses destilasi yang kurang lama.

G. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, diperoleh
kesimpulan bahwa minyak atsiri pada daun sereh segar dapat diisolasi dengan
menggunakan metode penyulingan atau destilasi air (water destilasi). Minyak
atsiri pada daun sereh segar 100 gram yang diisolasi dengan metode destilasi
air diperoleh sebanyak 0,35 ml/ pada pengambilan sinar tampak tidak terlibat
noda atau hanya terdapat sedikit noda karena pada saat penotolan kandungan
minyak atsiri terlalu sedikit sedangkat kandungan airnya terlalu banyak.

H. DAFTAR PUSTAKA
Agusta, A. 2002. Aromaterapi Cara Sehat dengan Wewangian Alami. Jakarta :
Penebar Swadaya.
Gunawan Dan Mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam. Bogor : Penebar Swadaya.
Gunther, E. 1990. The Essential Oil(Minyak Atsiri), Diterjemahkan Oleh s.
Ketaren. Jakarta : UI Press
Hardjono, S. 2004. Kimia Minyak Atsiri. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Hoatetmann, K., Dkk. 1995. Cara Kromatografi Preparatif. Penerbit ITB.
Bandung.
Lenny, S, 2006. Senyawa Terpenoid Dan Steroid. Karya Ilmiah. Medan :
Universitas Sumatera Utara.
Santoso, B.M. 2007. Sereh Wangi Bertanam dan Penyulingan, Cetakan ke 10.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Halaman 29-34.
Sastrohamidjoyo. 2004. Kimia Minyak Atsiri. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Schneider, G. 1985.Pharmazeutische Biologie, 2Aufl. BI-Wissenschafts-verlag
Mannheim.
Sjamsul A. 1986. Buku Materi Pokok Kimia Organik Bahan Alam. Universitas
Terbuka : Jakarta.
Wijesekara, R.O.B. 1973. “The Chemical Composition and Analysis of Citronella
Oils”, Journal of the National Science Council of Srilanka 1: 67-81
Wijoyo, P. M. 2009. 15 Ramuan Penyembuh Maag. Bee Media Indonesia. Jakarta