STIMULASI TUNAS PISANG BARANGAN (Musa acuminata L.) SECARA IN VITRO DENGAN BERBAGAI KONSENTRASI IBA (Indole-3-butyric acid) DAN BA (Benzyladenin) In vitro Shoot Stimulation of banana Barangan (Musa acuminta L.) with various concentrations of IBA (Indole-3

BioLink Vol. 3 (1) Agustus 2016

p-ISSN: 2356-458x e-ISSN:2597-5269

BioLink
Jurnal Biologi Lingkungan, Industri, Kesehatan
Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/biolink

STIMULASI TUNAS PISANG BARANGAN (Musa acuminata L.) SECARA
IN VITRO DENGAN BERBAGAI KONSENTRASI
IBA (Indole-3-butyric acid) DAN BA (Benzyladenin)
In vitro Shoot Stimulation of banana Barangan (Musa acuminta L.)
with various concentrations of IBA (Indole-3-butyric acid) and BA
(Benzyladenin)
Saipul Sihotang1, E. Harso Kardhinata2, Riyanto3
1&3)Fakultas
2)Fakultas

Biologi Universitas Medan Area
Pertanian Universitas Sumatera Utara


*Corresponding author: E-mail: riyanto@londonsumatra.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kombinasi media terbaik IBA dan BA dalam menstimulasi
pembentukan tunas pisang Barangan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan 2 faktor. Faktor pertama dengan pemberian IBA, terdiri dari 3 konsentrasi yaitu 0,0 mg/l, 0,5
mg/l, dan 1,0 mg/l. Faktor kedua pemberian BA, terdiri dari 4 konsentrasi yaitu 0,0 mg/l, 1,5 mg/l, 3,0
mg/l, dan 4,5 mg/l. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi IBA 0,0 mg/l dan BA 1,5 mg/l
merupakan media terbaik untuk multiplikasi tunas pisang Barangan dengan rata-rata 4,00 tunas per
eksplan. Konsentrasi IBA tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap jumlah tunas, akan tetapi
konsentrasi IBA memengaruhi jumlah akar per eksplan.
Kata Kunci : medias, multiplikasi, eksplan, stimulasi, tunas

Abstract
The research aim was get the best medium combination of IBA dan BA to stimulated formation number of
shoots of banana Barangan. The study used factorial experiment aranged in Completely Randomized
Desigh (CRD). The treatment consisted of 2 factors. The frist factor was the IBA concentration, consisted of
three levels 0,0 mg/l, 0,5 mg/l, and 1,0 mg/l. The second factor was BA concentration consisted of four
level, 0,0 mg/l, 1,5 mg/l, 3,0 mg/l, and 4,5 mg/l. The result showed that combinations of IBA 0,0 mg/l and
BA 0,5 mg/l was the best medium to induce shoot multiplication with 4,00 shoots explant. IBA

concentrations had no significant effect on number of shoots. However, the IBA concentation affected the
number of root explant.
Keywords : combination, multiplication, explant, stimulation, shoot

How to Cite: Sihotang, S. Kardhinata, E.H., Riyanto, (2016), Stimulasi Tunas Pisang Barangan (Musa acuminata L)
Secara In Vitro dengan Berbagai Konsentrasi IBA ( Indole-3-butyric Acid) dan BA (Benzyladenin) , BioLink, Vol. 3 (1),
Hal: 18-30

18

BioLink Vol. 3 (1) Agustus 2016: 18-30

vegetatif pisang barangan melalui teknik
in vitro memberikan peluang dalam
menunjang kegiatan perbanyakan bibit
pisang barangan secara massal .
Penggunaan komposisi media dan
zat pengatur tumbuh (ZPT) dalam kultur
in vitro sangatlah penting. Menurut
Widiyana (2013) bahwa hasil yang lebih

baik akan dapat kita peroleh bila ke
dalam media ditambahkan vitaminvitamin, asam amino, dan zat pengatur
tumbuh (ZPT). Media dasar Murashige
dan Skoog (MS) merupakan media yang
mempunyai kandungan hara yang lebih
tinggi dibandingkan dengan media dasar
lain terutama KNO3 dan NH4NO3 sebagai
sumber nitrogen. Nitrogen merupakan
faktor utama dalam memengaruhi
morfogenesis, inisiasi dan perkembangan
(Ammirato, 1983) dan diferensiasi sel (
Adkinds et al., 2002). Zat pengatur
tumbuh yang sering digunakan dalam
mengatur
pertumbuhan
dan
perkembangan eksplan secara in vitro
ialah auksin dan sitokinin. Menurut
Zhang (2003) sitokinin berpengaruh
dalam pembelahan sel, proliferasi kalus,

pembentukan
tunas,
morfogenesis,
organogenesis
dan
embriogenesis
sedangkan auksin dapat menginisiasi
akar, pemanjangan sel dan pembentukan
organ. Salah satu jenis sitokinin yang
sering digunakan dalam teknik in vitro
adalah BA (Benzyladenin) dan jenis
auksin yang sering digunakan adalah IBA
(Indole-3-butyricacid) karena lebih stabil,
mudah tersedia, tidak mahal dan efektif
(Wattimena, 1988).
Perbanyakan
tanaman
pisang
baranagn secara vegetatif menggunakan
teknik in vitro belum banyak dilaporkan

demikian pula perbanyak tunas sebagai
tahap awal dalam penyediaan bibit
menjadi penting untuk dilakukan.

PENDAHULUAN
Pisang barangan (Musa acuminata
L.) merupakan salah satu komoditas buah
unggulan
Sumatera
Utara
yang
mempunyai prospek ekspor yang cukup
tinggi. Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik (BPS) Sumatera Utara (2015),
ekspor buah-buahan Sumatera Utara
sudah mencapai 92.874 juta dolar AS
pada kuartal I tahun 2015 menyusul
naiknya tingkat permintaan. Dilihat dari
nilai kotor produksi dunia, pisang
menempati urutan ke-empat untuk

bahan pangan dunia yang paling penting
untuk diperhatikan setelah beras,
gandum, dan jagung (Arias et al., 2003;
Purwadaria, 2006). Pada tahun 2011
produktivitas buah pisang Sumatera
Utara sebesar 429.628 ton dan menurun
pada tahun 2013 menjadi 342.297 ton
(Sumatera Utara dalam Angka 2014).
Kabupaten Simalungun, Deli Serdang,
Tapanuli Utara dan Nias merupakan
sentra penghasil pisang barangan
terbesar di Sumatera Utara (Dinas
Pertanian Sumatera Utara, 2014).
Permasalahan utama yang dihadapi
dalam pengembangan agroindustri buah
seperti pisang barangan salah satu
diantaranya adalah ketersediaan bibit
yang berkualitas dan sehat serta
ketersediaan bahan baku secara kontinu
sehingga dapat menjamin keberlanjutan

industri pengolahannya. Strategi untuk
mengatasi permasalahan tersebut adalah
peningkatan
produktivitas
pisang
barangan dengan tahap awal yang
dilakukan yaitu penyediaan bibit pisang
yang berkualitas menggunakan teknologi
modren sehingga ketersediaan bibit
pisang berkualitas dan sehat dalam
jumlah banyak dapat dihasilkan dalam
waktu yang singkat. Perbanyakan
19

Sihotang, S., dkk., Stimulasi Tunas Pisang Barangan (Musa acuminata L.) Secara in vitro

sehingga terdapat unit percobaan
sebanyak 64 unit. Apabila hasil sidik
ragam menunjukkan pengaruh nyata
pada taraf 5%, pengujian dilanjutkan

dengan Duncan Multiple Range Test
(DMRT) pada taraf 5%.
Eksplan berupa anakan pisang
barangan yang diambil dari lapangan
disterilisasi di dalam laminar air flow
(LAF). Sterilisasi permukaan anakan
pisang Barangan dengan melakukan
perendaman dengan alkohol 70% selama
20-30 detik, selanjutnya direndam ke
dalam 40% clorox dan penambahan 2
tetes Tween 20 selama 20 menit. Tahap
terakhir perendaman eksplan dengan
aquades steril selama 3x15 menit. Tunas
yang telah disterilisasi dikulturkan pada
media perlakuan. Botol berisi eksplan
steril diinkubasikan pada ruang kultur
dengan suhu 20-220C dan pencahayaan
selama 24 jam.
Pengamatan pertumbuhan eksplan
dimulai 1 minggu setelah tanam (MST)

sampai eksplan berumur 8 minggu
setelah
tanam
(MST).
Beberapa
parameter yang diamati meliputi
persentasi eksplan bertunas (%),
persentasi eksplan terkontaminasi (%),
persentasi eksplan browning (%),
persentasi eksplan mati (%), persentasi
eksplan tidak bertunas (%) dan jumlah
tunas. Data hasil pengamatan dianalisis
dengan ANOVA, dilanjutkan dengan
DMRT pada taraf 5%.

Berdasarkan hasil penelitian Hapsari dan
Astutik (2009) bahwa kombinasi IAA
(Indole-3-acetic acid) 0,3 mg/l dan BA
(Benzyladenin)
5,0

mg/l
mampu
menstimulasi pembelahan sel dalam
pembentukan tunas pisang. Selanjutnya
menurut Lestari (2011) pemberian BA
1,5 mg/l dan 2,4-D 0,3 mg/l mampu
merangsang pembentukan tunas adventif
tanaman Inggu. Menurut Wijayanti
(1995) pemberian 10 mg/l BAP dan 5,0
mg/l IBA mampu menstimulasi tunas
pisang Ambon dengan rata-rata 4,4 tunas
per eksplan. berdasarkan hal tersebut
perlu dilakukan penelitian tentang
stimulasi tunas pisang barangan secara in
vitro dengan berbagai konsentrasi IBA
dan BA.
METODE PENELITIAN
Penelitian
dilakukan
di

Laboratorium UPT BBI (Balai Benih
Induk) Jl. Jendral Besar Dr. Abdul Haris
Nasution Gedung Johor Medan Sumatera
Utara pada bulan Februari 2016 sampai
April 2016. Eksplan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah anakan
pisang barangan. Media dasar yang
digunakan adalah media dasar MS dan
penambahan zat pengatur tumbuh (ZPT)
berupa IBA dan BA.
Percobaan disusun berdasarkan
rancangan acak lengkap (RAL) faktorial
dua faktor. Faktor pertama adalah
konsentrasi
IBA,
terdiri
dari
3
konsentrasi yaitu 0,0 mg/l, 0,5 mg/l, dan
1,0 mg/l. Faktor kedua adalah
konsentrasi BA, terdiri dari 4 konsentrasi
yaitu 0,0 mg/l, 1,5 mg/l, 3,0 mg/l, dan 4,5
mg/l. Kombinasi perlakuan terdiri atas
16 unit percobaan dengan masingmasing 4 ulangan. Setiap unit percobaan
terdiri atas satu eksplan per botol,

HASIL DAN PEMBAHASAN
Persentase
Eksplan
Bertunas,
Browning, Kontaminasi, Mati, dan
Tidak Bertunas
Pemberian zat pengatur tumbuh
(ZPT) yang ditambahkan pada media
dasar MS menunjukkan respon yang
20

BioLink Vol. 3 (1) Agustus 2016: 18-30

berbeda-beda terhadap ekplan pisang
Barangan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa persentase kehidupan ekplan 2
MSD (minggu setelah dikultur) mencapai
100% akan tetapi pada umur 4 MSD
terjadi penurunan terhadap persentase
hidup eksplan. Eksplan mulai mengalami
browning, dan kontaminasi dan akhirnya
mati. Menurut Fitriani (2003) dalam Nisa
dan Rodima (2005), browning ini terjadi
dikarenakan adanya sintesis fenolik.
Dalam penelitian ini tanaman mengalami
cekaman akibat dari pelukaan yang

terjadi pada jaringan dan dari cekaman
media yang digunakan. Sintesis senyawa
fenolik dipacu oleh cekaman ataupun
gangguan dari sel tanaman (Vickery and
Vickery, 1980 dalam Nisa dan Rodima,
2005). Pemanasan fruktosa di dalam
medium berinteraksi dengan senyawa
lain, misalnya saja MgSO4- yang dapat
membentuk senyawa menjadi toksik
sehingga dapat merangsang terjadinya
pencoklatan/browning (Suprapto, 1979
dalam Ambarwati, 1987).

Tabel 1. Persentase Eksplan Bertunas, Browning, Kontaminasi, Mati, dan Tidak Bertunas
Persentase
Perlakuan
Tidak
Bertunas Browning Kontaminasi
Mati
Bertunas
I0B0
2,00
0,00
1,00
0,00
1,00
I0B1
4,00
0,00
0,00
0,00
0,00
I0B2
4,00
0,00
0,00
0,00
0,00
I0B3
4,00
0,00
0,00
0,00
0,00
I1B0
3,00
0,00
1,00
0,00
0,00
I1B1
3,00
0,00
1,00
0,00
0,00
I1B2
3,00
1,00
0,00
0,00
0,00
I1B3
3,00
0,00
0,00
1,00
0,00
I2B0
4,00
0,00
0,00
0,00
0,00
I2B1
3,00
1,00
0,00
0,00
0,00
I2B2
4,00
0,00
0,00
0,00
0,00
I2B3
3,00
1,00
0,00
0,00
0,00
I3B0
2,00
0,00
0,00
1,00
1,00
I3B1
1,00
1,00
2,00
0,00
0,00
I3B2
2,00
1,00
0,00
0,00
1,00
I3B3
4,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Total
49,00
5,00
5,00
2,00
3,00
%
76,56
7,81
7,81
3,13
4,69
Total
100,00
Pencoklatan
merupakan
suatu
terjadi pada sistem biologis tanaman
karakter munculnya warna coklat atau
sebagai respon terhadap pengaruh fisik
hitam yang mengakibatkan
tidak
atau biokimia seperti pengupasan,
terjadinya
pertumbuhan
dan
memar, pemotongan, serangan penyakit,
perkembangan eksplan (Santoso dan
dan kondisi yang tidak normal. Respon
Nursandi, 2003). Peristiwa ini dapat
yang terjadi pada umumnya adalah
21

Sihotang, S., dkk., Stimulasi Tunas Pisang Barangan (Musa acuminata L.) Secara in vitro

pembentukan senyawa golongan fenol
oleh tanaman. Senyawa fenolik sering
terkumpul sekitar jaringan tumbuhan
yang luka atau rusak. Dalam tumbuhan
senyawa fenol dapat menghambat
pembelahan sel, pemanjangan sel,
perkembangan jaringan dan organ
(Prawiranata
dkk,
1995
dalam
Khairunisa, 2009). Menurut Denish
(2007) apabila pencoklatan dibiarkan
terus menerus maka penyerapan unsur
hara oleh eksplan akan terhambat,
sehingga pertumbuhan eksplan juga
terhambat, bahkan dapat menyebakan
kematian
pada
eksplan
akibat
terserapnya senyawa fenolik yang

terakumulasi pada media oleh tanaman
kultur
(Gambar
1a).
Sedangkan
munculnya kontaminasi diduga terjadi
akibat proses sterilisasi kurang optimal
yang disebabkan oleh eksplan yang
digunakan, jenis dan konsentrasi sterilan,
keberhasilan pada saat proses sterilisasi
serta
faktor
internal
penanaman
(Khairunisa, 2009). Faktor internal
penanaman seperti kelelahan yang
menyebabkan kurang terjaga kesterilan
kondisi
lingkungan
kerja
saat
penanaman, sehingga jamur dan bakteri
mudah masuk ke dalam botol kultur
jaringan (Gambar 1b&c).

Gambar 1 (a. Browning; b. Bakteri; c. Jamur)

Gambar 1 (a. Browning; b. Bakteri; c. Jamur)
kematian sebesar 3,13%, dan tidak
Hasil
penelitian
persentase
bertunas 4,69%.
kehidupan pada akhir pengamatan yaitu
8 MSD sebesar 76,56%, persentase ini
Jumlah Tunas
menunjukkan eksplan pisang barangan
Pemberian zat pengatur tumbuh
memberikan
respon
yang
cukup
(ZPT)
pada
media
dasar
MS
maksimal. Hal ini diduga eksplan pisang
menunjukkan respon yang berdeda-beda
barangan mampu merubah zpt yang
pada
pembentukan
tunas
pisang
diberikan menjadi berfungsi. Menurut
Barangan. Berdasarkan data yang
Wattimena (1992), tanaman memiliki
diperoleh sampai akhir pengamatan
kemampuan untuk merubah zpt menjadi
kultur eksplan pisang barangan tumbuh
lebih aktif atau kurang aktif serta
dengan
tingkat
keberhasilannya
kemampuan metabolisme tanaman itu
mencapai
76,56%.
Pertumbuhan
sendiri. Tidak mencapainya hasil 100%
merupakan proses kehidupan tanaman
kehidupan eksplan disebabkan karena
yang
mengakibatkan
pertambahan
eksplan mengalami browning sebesar
ukuran tanaman secara keseluruhan yang
7,81%, kontaminasi sebesar 7,81%,
dikendalikan oleh sifat alami tanaman
22

BioLink Vol. 3 (1) Agustus 2016: 18-30

(genetik) di bawah pengaruh faktor
lingkungan (Sitompul dan Gurito, 1995).
Pertumbuhan
disebabkan
oleh
penambahan sel dan diferensiasi sel.

Pertumbuhan terus bertambah sejalan
dengan
bertambahnya
waktu
pengamatan hingga akhir pengamatan (8
MSD).

Tabel 2. Rekapitulasi sidik ragam pemberian IBA dan BA dengan berbagai konsentrasi
yang berbeda pada ekspan pisang barangan (Musa acuminata L.)
Minggu ke (MSD)
SK
1
2
3
4
5
6
7
8
I
tn
tn
*
*
*
*
**
**
B
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
IxB
tn
tn
*
tn
tn
*
*
*
Keterangan:

tn : Tidak berpengaruh nyata
* : Berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95 %
** : Berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 99 %

Berdasarkan analisis sidik ragam
pada tabel di atas, ternyata F hitung lebih
besar dari F tabel, sehingga H0 ditolak
dan Ha diterima. Artinya bahwa
pemberian IBA dan BA berpengaruh

nyata terhadap pembentukan tunas
pisang barangan. Selanjutnya untuk
mengetahui konsentrasi terbaik maka
dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda
Duncan (DMRT).

Tabel 3. Pengaruh IBA dan BA terhadap Tunas yang Terbentuk 3 MSD
I
B
I0
I1
I2
I3
B0
0,00b
0,25b
0,25b
0,25b
B1
1,75a
0,25b
0,00b
0,00b
B2
0,25b
0,00b
0,00b
0,00b
B3
0,50b
0,25b
0,25b
0,00b
Rataan
0,63
0,19
0,13
0,06

Rataan
0,19
0,50
0,06
0,25

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada taraf α = 0.05 (huruf kecil) pada Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT)

tunas pada setiap perlakuan bervariasi,
pada penelitian ini tunas mulai terlihat
pada umur 3 MSD (17 hari) yaitu pada
pemberian BA 3,0 mg/l dan IBA 0,0 mg/l
dengan jumlah tunas sebanyak 2 tunas.
Pada umur 3 MSD sebagian besar
perlakuan belum memberikan respon
dalam pembentukan tunas pisang
barangan. Hal ini disebakan karena
adanya proses adaptasi media (nutrisi).

Berdasarkan tabel di atas bahwa
IBA dan BA memberikan respon yang
nyata dalam pembentukan tunas pisang
barangan.
Hasil
pengamatan
menunjukkan jumlah tunas terbanyak
terdapat pada perlakuan I0B1 yaitu
pemberian IBA 0,0 mg/l dan BA 1,5 mg/l
dengan rerata jumlah tunas yang
terbentuk sebanyak 1,75 tunas/eksplan
(Gambar 2). Selanjutnya pembentukan

23

Sihotang, S., dkk., Stimulasi Tunas Pisang Barangan (Musa acuminata L.) Secara in vitro

Gambar 2. Tunas Pisang Barangan
Hal ini menunjukkan bahwa
sitokinin dengan auksin yang rendah
keberhasilan dalam penggunaan metode
ataupun
sitokinin
tanpa
auksin.
in vitro sangat bergantung pada media
Sedangkan pemberian konsentrasi zpt
dan zat pengatur tumbuh. Sesuai dengan
yang
tinggi
akan
menyebabkan
pendapat George dan Sherrington (1984)
pembentukan tunas dalam waktu yang
dan Marlin (2008) bahwa keberhasilan
sangat lama, hanya membentuk kalus,
pembentukan tunas memerlukan media
dan
menyebabkan
eksplan
tidak
dan zat pengatur tumbuhan berupa
berkembang (Rainiyanti et al.,2005).
Tabel 4. Pengaruh IBA dan BA terhadap Tunas yang Terbentuk 4 MSD
I
Rataan
B
I0
I1
I2
I3
B0
0,50b
0,25b
0,50b
0,25b
0,38
B1
2,00a
0,25b
0,25b
0,00b
0,63
B2
0,25b
0,00b
0,25b
0,00b
0,13
B3
0,50b
0,50b
0,25b
0,25b
0,38
Rataan
0,81
0,25
0,31
0,13
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada taraf α = 0.05 (huruf kecil) pada Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT)

Hasil pengamatan menunjukkan
bahwa jumlah tunas terbanyak umur 4
MSD didapat pada pemberian IBA 0,0
mg/l dan BA 1,5 mg/l dengan rata-rata
2,00 tunas/eksplan. Pada umur 4 MSD
hampir semua perlakuan menunjukkan
respon pembentukan tunas pisang
barangan, sedangkan untuk perlakuan
I1B2, I3B1, dan I3B2 belum menunjukkan
respon pembentukan tunas. Peningkatan
persentase pembentukan tunas pada
setiap perlakuan diduga eksplan mulai
mampu merespon atau merubah zpt
menjadi lebih aktif. Menurut Marlin

(2008), pembentukan jumlah tunas
pisang ambon curup disebabkan karena
tanaman mampu merubah zpt menjadi
lebih aktif atau kurang aktif. Selanjutnya
Gunawan (1998) dalam Marlin (2008)
juga menyatakan zpt yang diberikan saat
tanaman tidak peka maka zpt yang
diberikan tidak akan ada respon.

24

BioLink Vol. 3 (1) Agustus 2016: 18-30

Tabel 5. Pengaruh IBA dan BA terhadap Tunas yang Terbentuk 5 MSD
I
B
I0
I1
I2
I3
B0
0,50b
0,50b
0,75b
0,50b
B1
3,00a
0,50b
0,50b
0,25b
B2
0,50b
0,50b
0,50b
0,25b
B3
1,00b
0,50b
0,25b
0,25b
Rataan
1,25
0,50
0,50
0,31

Rataan
0,56
1,06
0,44
0,50

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada taraf α = 0.05 (huruf kecil) pada Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT)

Hasil pengamatan jumlah tunas 5
MSD menunjukkan bahwa pemberian IBA
dan BA memberikan respon yang
bervariasi dalam pembentukan tunas
pada setiap perlakuan. Pada tabel di atas,
perlakuan I0B1 dengan pemberian IBA
0,0 mg/l dan BA 1,5 mg/l menunjukkan
perlakuan terbaik dalam pembentukan
tunas pisang barangan dengan jumlah
tunas sebanyak 3,00 tunas/eksplan,
diikuti perlakuan I0B3 (IBA 0,0 mg/l dan
BA 4,5 mg/l) dengan jumlah tunas
sebanyak 1,00 tunas. Namun perlakuan
I0B1 berbeda nyata pada semua
perlakuan. Menurut Hapsari (2008) dan
Marlin
(2008)
bahwa
untuk
pembentukan tunas dipengaruhi oleh
media dan zpt yang kita beri. George dan
Sherrington (1984) bahwa untuk

pembentukan
tunas
membutuhkan
sitokinin dengan auksin yang rendah atau
tanpa auksin. Selanjutnya menurut
Pierick (1997) dalam Marlin (2008)
mengemukakan bahwa pembentukan
tunas pada perbanyakan tanaman in vitro
membutuhkan
auksin
dengan
konsentrasi rendah dan sitokinin dengan
konsentrasi tinggi. Menurut Hartono dkk
(2010), konsentrasi 0,5 ppm BA
meruapakan
konsentrasi
perlakuan
terbaik dalam penggandaan jumlah tunas
lateral pada lengkeng dataran rendah.
Selanjutnya menurut Butar-butar dkk
(2010), kombinasi 0,5 BA dan ½ MS
merupakan kombinasi terbaik dalam
menghasilkan jumlah tunas terbanyak
pada anggrek dendrobium.

Tabel 6. Pengaruh IBA dan BA terhadap Tunas yang Terbentuk 6 MSD
I
B
I0
I1
I2
I3
B0
0,50b
0,75b
1,00b
0,75b
B1
3,25a
0,50b
1,00b
0,25b
B2
0,50b
0,50b
0,75b
0,50b
B3
1,50b
0,75b
0,50b
0,25b
Rataan
1,44
0,63
0,81
0,44

Rataan
0,75
1,25
0,56
0,75

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada taraf α = 0.05 (huruf kecil) pada Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT)

Hasil pengamatan menunjukkan
jumlah tunas terbanyak terdapat pada
perlakuan 0,0 mg/l IBA dan 1,5 mg/l BA
dengan rerata jumlah tunas yang

terbentuk adalah 3,25 tunas/eksplan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
BA sangat berperan dalam pembentukan
tunas. Menurut Wattimena (1992) peran
25

Sihotang, S., dkk., Stimulasi Tunas Pisang Barangan (Musa acuminata L.) Secara in vitro

fisiologis sitokinin seperi BAP dan BA
adalah mendorong pembelahan sel,
morfogenesis, pertunasan, pembentukan
kloroplas. Hal senada dikemukakan oleh
Zuyansa (1998) dalam Marlin (2008)

bahwa BA berpengaruh terhadap
pertumbuhan
eksplan
yaitu
menghilangkan dormansi apikal, dan
dapat menginduksi tunas secara in vitro.

Tabel 7. Pengaruh IBA dan BA terhadap Tunas yang Terbentuk 7 MSD
I
B
I0
I1
I2
I3
B0
0,50cd
0,75bcd
1,00abc
0,75bcd
B1
3,25a
0,75bcd
1,00bcd
0,25d
B2
1,25bcd
0,75bcd
0,75bcd
0,50cd
B3
2,00ab
0,75bcd
0,50cd
0,25bcd
Rataan
1,75
0,75
0,81
0,44

Rataan
0,75
1,31
0,81
0,88

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada taraf α = 0.05 (huruf kecil) pada Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT)

perlakuan terbaik dari semua perlakuan.
Sesuai dengan pendapat George dan
Sherrington (1984) dan Marlin (2008)
bahwa keberhasilan pembentukan tunas
memerlukan media dan zat pengatur
tumbuhan
berupa sitokinin dengan
auksin yang rendah ataupun sitokinin
tanpa auksin. Selanjutnya pada perlakuan
konsentrasi IBA yang lebih besar dari
konsentrasi BA seperti pada perlakuan
I3B0, I3B2, dan I3B3 memberikan respon
yang lebih dominan dalam pembentukan
akar. Pembentukan akar diduga karena
konsentrasi IBA yang tinggi dengan atau
tanpa BA.
Menurut Sandra (2012),
golongan auksin seperti NAA, 2,4-D, IBA,
NOA, dan 2,4,5-T mampu memengaruhi
fisiologis tanaman seperti menginduksi
terjadinya kalus, mendorong proses
morfologis kalus, membentuk akar,
mendorong proses embriogenesis, dan
memengaruhi
kestabilan
genetik
tanaman.

Hasil pengamatan menunjukkan
jumlah tunas pisang barangan terbanyak
pada perlakuan I0B1 yaitu sebanyak 3,25
tunas/eksplan. Data tersebut tidak
berbeda pada umur 6 MSD. Selanjutnya
perlakuan I0B1 tidak berbeda nyata pada
perlakuan I0B3 dan I2B0, namun
ketiganya berbeda nyata dengan I2B2,
I0B2, I1B3, I2B1, I3B0, I1B2, I3B3, I1B1,
dan I1B0, dan sangat berbeda nyata
dengan I2B3, I3B3, I0B0, dan I3B1. Tidak
adanya perbedaan terhadap rerata
jumlah tunas pada perlakuan I0B1 pada
umur 6 dan 7 MSD disebabkan karena
dalam proses fisiologisnya tanaman
melakukan pertumbuhan terhadap tunas
seperti
respon
mengarah
ke
pembentukan daun, dan akar. Selain itu
faktor nutrisi atau unsur hara yang mulai
berkurang, mengingat media yang dibuat
sekitar 25 ml/botol. Dan zpt eksogen
yang
diberi
dalam
merangsang
pembentukan tunas mulai berkurang,
karena eksplan mampu menggunakan
atau merubah zpt menjadi lebih aktif.
Perlakuan I0B1 yaitu pemberian 0,0 mg/l
IBA dan 1,5 mg/l BA merupakan
26

BioLink Vol. 3 (1) Agustus 2016: 18-30

Tabel 8. Pengaruh IBA dan BA terhadap Tunas yang Terbentuk 8 MSD
I
B
I0
I1
I2
I3
B0
0,50bc
0,75bc
1,50bc
1,25bc
B1
4,00a
0,75bc
1,25bc
0,25d
B2
2,00ab
1,00bc
1,75bc
0,50bc
B3
2,25ab
0,75bc
0,75bc
0,75bc
Rataan
2,19
0,81
1,31
0,69

Rataan
1,00
1,56
1,31
1,13

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada taraf α = 0.05 (huruf kecil) pada Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT)

Hasil pengamatan menunjukkan
bahwa pemberian 0,0 mg/l IBA dan 1,5
mg/l BA merupakan perlakuan terbaik
dalam merangsang jumlah tunas pisang
barangan dengan jumlah tunas sebanyak
4,00
tunas/ekplan.
Selanjutnya
kombinasi IBA dengan konsentrasi 1,5
mg/l dan BA dengan konsentrasi 1,0 mg/l
dan tanpa BA lebih dominan dalam
induksi akar (Gambar 3). Menurut George
dan Sherrington (1984) dan Marlin
(2008) bahwa zpt yang kita tambahkan
pada media kultur memberikan respon
yang berbeda-beda. Berdasarkan tabel di
atas menunjukkn bahwa konsentrasi 1,5
mg/l BA tanpa IBA menghasilkan jumlah
tunas terbanyak. Menurut Ardian dan
Erwin (2009) konsentrasi 0,5 mg/l BA
merupakan konsentrasi media terbaik
merangsang tunas mikro ubikayu secara
in vitro. Selanjutnya hasil penelitian
Yelnititis (2014) bahwa konsentrasi 0,5
mg/l BA merupakan konsentrasi terbaik

dalam menginduksi tunas dari eksplan
batang saku buku Gyninops versteegii
Gild.
Domke.
Sedangkan
setiap
peningkatan konsentrasi IBA pada
tanaman pisang ambon curup secara in
vitro maka akan menginduksi akar
namun tergantung dengan tunas yang
terbentuk (Marlin, 2008). Hal ini
berhubungan dengan kandungan auksi
endogen yang ada pada tunas. Menurut
George dan Sherrington (1992) bahwa
sel-sel akar umunya mengandung auksin
yang cukup dalam pemebentukan dan
pemanjangan akar. Selanjutnya menurut
Wattimenaa (1998) dalam Marlin (2008)
auksi diproduksi tidak hanya di ujung
tunas tetapi auksin juga diproduksi di
ujung akar. Sehingga tanpa auksin dan
sitokinin secara eksogen, tanaman akan
tetap tumbuh dan berkembang dengan
adanya hormon endogen.

Gambar 3. Akar Pisang Barangan
27

Sihotang, S., dkk., Stimulasi Tunas Pisang Barangan (Musa acuminata L.) Secara in vitro

Bhojwani, S. S. (1980) dalam Zulkarnain. 2009. In
Vitro Propagation of Garlic by Shoot
Proliferation. Scientia Horticulturae 13.
Buddenhagen ZW & Elasser TA. 1962 dalam
Suswati. 2013. Peningkatan Ketahanan
Tanaman Pisang Barangan Terhadap
Blood Disease Bacterium (Bdb) Dengan
Aplikasi Fungi Mikoriza Arbuskular
Indigenus; Jurnal HPT Tropika.
Butar-butar, Ester Windhayanti dkk. 2010.
Penggunaan Media Tumbuh dan Benzyl
Adenin (BA) pada Multiplikasi Anggrek
Dendrobium Indonesia Raya secara In
Vitro.
Jurnal
Fakultas
Pertanian
Universitas Tribhuwana Tunggadewi.
Malang.
Denish, A. 2007. Percobaan Perbanyakan
Vegetatif Kemaitan (Lunasia amara
Blanco) melalui kultur jaringan (Skripsi).
Bogor. Fakultas Kehutanan. IPB.
Dewi dan Ishak. 1998. Regenerasi Mutan
Tanaman Pisang Ambon Kuning Dan
Barangan (Musa Spp) Berasal Dari Eksplan
Organ Betina Dan Pucuk; Jurnal Fenelitian
dan Pengembangan Aplikasi Isoiop dan
Radiasi.
Dinas Pertanian Sumatera Utara. 2014. Statistik
Sumatera Utara 20011-2014. Biro Pusat
Statistik.
Dinas Pertanian Sumatera Utara. 2015. Statistik
Sumatera Utara 20010-2015. Biro Pusat
Statistik.
Djaenuddin N; Zaenab M; Untung S. 2012. Reaksi
Pisang Barangan (Musa acuminata Colla)
Terenduksi Filtrat Fusarium oxysporum
f.sp. cubense Terhadap Penyakit Layu
Fusarium. Suara Perlindungan Tanaman.
2(2).
Dodds dan Roberts (1982) dalam Lestari 2011.
Peranan Zat Pengatur Tumbuh dalam
Perbanyakan Tanaman melalui Kultur
Jaringan. Jurnal Agroniogen: Bogor.
Flick et al., (1993) dalam Lestari. 2011. Peranan
Zat Pengatur Tumbuh dalam Perbanyakan
Tanaman melalui Kultur Jaringan. Jurnal
Agroniogen: Bogor.
Gaba (2005) dalam Lestari. 2011. Peranan Zat
Pengatur Tumbuh dalam Perbanyakan
Tanaman melalui Kultur Jaringan. Jurnal
Agroniogen: Bogor.
Gamborg, O.L. et al. 1976. dalam Zulkarnain.
2014. Kultur Jaringan Tanaman. Jambi:
Bumi Aksara.
George, E. F. dan P. D. Sherrington. 1986 dalam
Lestari. 2011. Peranan Zat Pengatur
Tumbuh dalam Perbanyakan Tanaman

SIMPULAN
Pemberian IBA 0,0 mg/l dan BA 1,5
mg/l merupakan konsentrasi media
terbaik dalam pembentukan jumlah
tunas dengan rata-rata jumlah tunas yang
terbentuk diakhir pengamatan sebanyak
4,00
tunas/eksplan.
Selanjutnya
pemberian IBA dengan atau tanpa BA
yaitu I3B0, I3B2, dan I3B3 lebih dominan
membentuk akar.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z., 1985, Dasar-dasar Pengetahuan
tentang Zat Pengatur Tumbuh, Penerbit
Angkasa, Bandung, hal : 11 – 56.
Adkins, S. W. (2002) dalam Yelnititis. 2014. Shoot
Multipication of Gyrinops versteegii (Gilg.)
Domke. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan.
Vol. 8 No. 2, September 2014.
Agung, Surono dan Achmad Himawan. 2010.
Basic Science Seminar VII. FMIPA
Universitas Brawijaya Malang.
Ardian dan Erwin Yuliadi. 2009. Pertumbuhan
dan Perbanyakan Tunas Mikro Singkong
(Manihot esculenta CRANTZ) secara In
Vitro
Pada Berbagai Konsentrasi BA
(Benzyl adenin). Jurnal Agrotropika 14 (1):
19-22.
Ariana E. 2008. dalam Khairunisa, Rofadia. 2009.
Penggunaan Beberapa Jenis Sitokinin
Terhadap
Multiplikasi
Tunas
dan
Pertumbuhan
Binahong
(Anredera
cordifolia) secara In Vitro. Departemen
Konservasi
Sumerdaya
Hutan
dan
Ekowisata Fakultas Kehutanan. Institut
Pertanian Bogor.
Arias et al., 2003. dalam Wardhana, R.A.,
Nugroho, H., & Loekito, S. 2004. Uji
ketahanan beberapa tanaman pisang klon
Cavendish dan fluktuasi intensitas
serangan Fusarium oxysporum f.sp.
cubense (FOC) terhadap tanaman pisang
Cavendish klon GCTCV 119. Simp. Nas. I
tentang Fusarium. Purwokerto.
Badan Pusat Statistik Sumatera Utara. 2015.
Statistik Sumatera Utara 2008-2014. Biro
Pusat Statistik.
Balai Pertanian Sumatera Utara. 2015. Statistika
2008-2015. Biro Pusat Statistik.

28

BioLink Vol. 3 (1) Agustus 2016: 18-30
Nainggolan dkk. 2002. dalam Wardhana, R.A.,
Nugroho, H., & Loekito, S. 2004. Uji
ketahanan beberapa tanaman pisang klon
Cavendish dan fluktuasi intensitas
serangan Fusarium oxysporum f.sp.
cubense (FOC) terhadap tanaman pisang
Cavendish klon GCTCV 119. Simp. Nas. I
tentang Fusarium. Purwokerto.
Nuswaramarhaeni. 1992. dalam Wardhana, R.A.,
Nugroho, H., & Loekito, S. 2004. Uji
ketahanan beberapa tanaman pisang klon
Cavendish dan fluktuasi intensitas
serangan Fusarium oxysporum f.sp.
cubense (FOC) terhadap tanaman pisang
Cavendish klon GCTCV 119. Simp. Nas. I
tentang Fusarium. Purwokerto.
Pierick, R. L. M. 1997. In Vitro Culture of Higher
Plants. Kluwer Academic Publishers,
Dordrecht, The Netherlands.
Poonsapaya et al., (1989) dalam Lestari. 2011.
Peranan Zat Pengatur Tumbuh dalam
Perbanyakan Tanaman melalui Kultur
Jaringan. Jurnal Agroniogen: Bogor.
Purwadaria, H.K., (2006) ‘Issues and solutions of
fresh fruits export in Indonesia’,
Department of Agricultural Engineering,
Bogor Agricultural University, Indonesia
Rainiyanti et al., 2005. Perkembangan Pisang Raja
Nangka (Musa sp.)secara Kultur Jaringan
Dari Eksplan Anakan dan Meristem Bunga;
Jurnal Bioteknologi ISSN 1410-1939.
Van, Steenis C.G.G.J.. 2005. Flora. Jakarta: PT
Pradnya Paramita.
Satuhu dan Supriyadi dalam Wardhana, R.A.,
Nugroho, H., & Loekito, S. 2004. Uji
ketahanan beberapa tanaman pisang klon
Cavendish dan fluktuasi intensitas
serangan Fusarium oxysporum f.sp.
cubense (FOC) terhadap tanaman pisang
Cavendish klon GCTCV 119. Simp. Nas. I
tentang Fusarium. Purwokerto.
Sihombing, Endang. 2008. Kultur Biji Terung
Belanda (Solanum betaceum Cav.) yang
Diinduksi Sinar UV pada Media MS.
Departemen Biologi Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas
Negri Medan. Skripsi.
Suswati. 2011. Respon Fisiologis Tanaman Pisang
Dengan Introduksi Fungi Mikoriza
Arbiskular Indigenus Terhadap Penyakit
Darah Bakteri. Padang: Universitas
Andalas
Suswati dkk. 2013. Peningkatan Ketahanan
Tanaman Pisang Barangan Terhadap
Blood Disease Bacterium (Bdb) Dengan
Aplikasi Fungi Mikoriza Arbuskular
Indigenus; Jurnal HPT Tropika.

melalui
Kultur
Jaringan.
Jurnal
Agroniogen: Bogor.
Gunawan, L. W. 1987. Teknik Kultur Jaringan.
Pusat Antar Universitas Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Hapsari dan Astutik. 2009. Uji Konsentrasi IAA
(Indole Acetic Acid) dan BA (Benzyladenin
pada Multipikasi Pisang Varietas Barangan
Secara In Vitro. Jurnal Buana Sains Vol 9
No 1: 11-16.
Hartono, Tatries Bowo. 2010. Pembentukan Tunas
Lengkeng Dataran Rendah (Dimorcarpus
logan Lo ur) pada Berbagai Konsentrasi BA
dan Bahan Organik secara In Vitro.
Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas
Maret. Surakarta. Skripsi.
Heqris. 2011. 12 Jenis Pisang Komersil.

http://www.heqris.com/2011/09/12jenis-pisang-komersial.html. Diakses
tanggal 09 Desember 2015. Pukul 12.39
WIB.
Hendaryono, S.P. dan Wijayani, A. 1994. Teknik
Kultur Jaringan. Yogyakarta. Penerbit
Kanisius.
Hermanto et al., dalam Suswati. 2011. Respon
Fisiologis Tanaman Pisang Dengan
Introduksi Fungi Mikoriza Arbiskular
Indigenus Terhadap Penyakit Darah
Bakteri. Padang: Universitas Andalas.
Hwang, J. M. dan B. Y. Lee (1990) dalam
Zulkarnain. 2011. The effect of termperature
and Huminidity Conditions on Rooting and
Spouting of Garlic. Journal of the Korean
Society for Horticultural Science 31.
Kyte, L. 1983. dalam dalam Zulkarnain. 2014.
Kultur Jaringan Tanaman. Jambi: Bumi
Aksara.
Lestari, E. G. 2011. Peranan Zat Pengatur Tumbuh
dalam
Perbanyakan
Tanaman
melalui
Kultur
Jaringan.
Jurnal
Agroniogen: Bogor.
Marlin, H. Bustaman, dan M. Taufik. 2004.
Peningkatan Produksi Bibit Jahe Bebas
Penyakit
Layu
Bakteri
Dengan
Pembentukan Rimpang Mikro. Laporan
Penelitian Hibah Bersaing IX. Lembaga
Penelitian Universitas Bengkulu.
Marlin, dkk. 2012. Inisiasi Kalus embriogenik pada
kultur jantung pisang curup dengan
pemberian sukrosa, BAP dan 2,4-D. Jurnal
Agrivigor 11(2) ISSN 1412-2286.
Molina, A., M.D. Hunt, and J.A. Ryals. 1998.
Impaired fungicide activity in plants
blocked in disease resistance signal
transduction. Plant Cell 10: pp: 1903-1914.

29

Sihotang, S., dkk., Stimulasi Tunas Pisang Barangan (Musa acuminata L.) Secara in vitro
Tricoli D. M; C.A Maynard and A. P. Andrew.
1985 dalam Yelnitis. 2014. Perbanyakan
Tunas Gyrinops verstegii (Gilg.) Domke.
Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan Vol. 8
No. 2, september 2014 108-120
Wardhana, R.A., Nugroho, H., & Loekito, S.
2004. Uji ketahanan beberapa tanaman
pisang klon Cavendish dan fluktuasi
intensitas serangan Fusarium oxysporum
f.sp. cubense (FOC) terhadap tanaman
pisang Cavendish klon GCTCV 119. Simp.
Nas. I tentang Fusarium. Purwokerto.
Wattimena, G. A., L. W. Gunawan, N. A.
Mattijik, E. Sjamsudin, N. M. A. Wiendi
dan
Ernawati.
1992.
Bioteknologi
Tanaman. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Widiyana, tatik. 2013. Media Kultur Jaringan.

Diakses pada tanggal 09 Desember
2015 Pukul 13. 12 WIB
Wijayanti, N. 1995. Pengaruh Kombinasi BAP
dan 2-Ip terhadap Multipikasi Tunas
Pisang Ambon [Musa acuminata (AAA
Grup)] melalui Kultur In vitro. Skripsi
Sarjana. Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Yelnitis. 2014. Perbanyakan Tunas Gyrinops
verstegii (Gilg.) Domke. Jurnal Pemuliaan
Tanaman Hutan Vol. 8 No. 2, september
2014 108-120
Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman.
Jambi: Bumi Aksara.
Zuyansa. 1998. dalam Marlin, dkk. 2012. Inisiasi
Kalus embriogenik pada kultur jantung
pisang curup dengan pemberian sukrosa,
BAP dan 2,4-D. Jurnal Agrivigor 11(2) ISSN
1412-2286

Tatikwidiyana-blogspot.com/2013/04/media-kultur-jaringan.html

30