A. Pendahuluan - BERKEADILAN YANG DILAKUKAN OLEH POLRI (Telaah Filsafat Hukum)
BERKEADILAN YANG DILAKUKAN OLEH POLRI (Telaah Filsafat Hukum)
Bonarsius Saragih Dosen DPK pada Sekolah Tinggi Hukum Bandung
Abstract
Law enforcement as facility to create the direction of law should be applied as effective as possible to create morality values in law. The failure of law is a very dangerous threat to the decrease of law itself. The law which does not have good implementation to morality values will be far and isolated from societies. The success of law enforcement will be a barometer of law legitimacy in the social reality. The law culture of law enforcement, especially Indonesian Republic State Police (POLRI) in performing their duties and their authorities as investigators still have violation culture; false arrest, incorrect procedure. Scrutinizing philosophy principle from process law (KUHAP), the function of law enforcement entrusted to Indonesian Republic State Police (POLRI) exists in the scope of performance of God's mandate. The must be courageous, and must have ability to scrutinize and understand the signal of consistent justice values with conception of God's justice values and human justice which is always created in every law enforcement. Law enforcement performed by Indonesian Republic State Police should perform good law enforcement by principles of: leaving non scientific investigation and always using examination pattern of scientific investigation; leaving incusator examination, but acusator way and also upholding presumption of innocence principle
Keywords: Justice Indonesian Police Legal Philosophy
penegak hukum, lingkungan penegakan Hukum dibuat untuk dilaksanakan.
A. Pendahuluan
hukum, dan budaya hukum serta tujuan Hukum tidak dapat disebut sebagai hukum,
akhir dari penegakan hukum yaitu apabila hukum tidak pernah dilaksanakan.
keadilan.
Hukum terutama dapat dilihat bentuknya Mengutip pendapat Soerjono melalui kaidah-kaidah yang dirumuskan
Soekanto, bahwa secara konsepsional, secara eksplisit. Di dalam kaidah-kaidah
maka inti dari penegakan hukum terletak atau peraturan-peraturan hukum
pada kegiatan menyerasikan hubungan terkandung tindakan-tindakan yang harus
nilai-nilai yang terjabarkan di dalam dilaksanakan, seperti penegakan hukum.
kaidah-kaidah yang mantap dan Oleh karena itu masalah pokok dalam
mengejawantah dan sikap tindak sebagai hukum selain masalah pembentukan
rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, hukum juga masalah penegakan hukum. Di
untuk menciptakan, memelihara, dan dalam masalah penegakan hukum ada
mempertahankan kedamaian pergaulan berbagai hal yang menjadi pusat perhatian, 1 hidup.
yaitu hukum yang ditegakkan, aparat Penegakan hukum sebagai sarana
1 Soerjono Soekanto, Faktorfaktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005. hlm. v.
Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010
B e r k a i t a n d e n ga n p e r s o a l a n sudah semestinya seluruh energi
p e n e g a k a n h u ku m p i d a n a ya n g dikerahkan agar hukum mampu bekerja
berkeadilan, yang akan ditelaah dan untuk mewujudkan nilai-nilai moral dalam
dianalisis secara filsafat hukum sampai hukum. Kegagalan hukum untuk
pada falsafah bangsa Indonesia yaitu mewujudkan nilai hukum tersebut
Pancasila. Oleh karena itu yang menjadi merupakan ancaman bahaya akan
masalah pokok dalam tulisan ini adalah: bangkrutnya hukum yang ada. Hukum
1. Apakah problematika penegakan yang miskin implementasinya terhadap
hukum pidana di Indonesia? nilai-nilai moral akan berjarak serta
2. Bagaimana mewujudkan penegakan terisolasi dari masyarakatnya.
hukum berkeadilan yang dilakukan Keberhasilan penegakan hukum akan
oleh Polri?
menentukan serta menjadikan barometer legitimasi hukum di tengah-tengah realitas
B. Pembahasan
sosialnya. 2
1. Problematika Penegakan Hukum
Begitu sentralnya penegakan hukum
Pidana di Indonesia
dan keadilan di dalam kehidupan
a. Pembaruan Hukum Pidana
masyarakat kita, dan yang lebih istimewa Bicara tentang pembaruan hukum, adalah penegakan hukum pidana.
tentu terlebih dahulu bicara tentang untuk Dikatakan demikian, karena adanya
apa diperlukan pembaruan hukum itu “mafia” dalam peradilan pidana, peradilan
sendiri. Pembaruan hukum diperlukan yang korup, peradilan yang pilih kasih,
untuk mengubah dasar-dasar filosofis dari peradilan yang tebang pilih. Selain itu
hukum yang akan berlaku, untuk sering terjadinya peradilan pidana yang
mengganti dasar-dasar filosofis hukum “sesat”, misalnya: masih terjadi salah
warisan penjajah menuju dasar-dasar tangkap, melakukan kekerasan dan
filosofis hukum nasional Indonesia. ancaman serta penyesatan dalam
Mochtar Kusumaatmadja, mendapatkan keterangan tersangka,
mengatakan pemikiran tentang hukum memidana yang tidak bersalah, mendakwa
dalam beberapa dasawarsa (dekade) dan menahan berdasarkan hukum baru
terakhir ini telah banyak berubah sebagai yang akan berlaku, dan masih banyak lagi.
akibat dari perubahan besar dalam Oleh karena itu, pada umumnya
masyarakat, teknologi dan tekanan- mengatakan bahwa penegakan hukum
tekanan (pressures) yang disebabkan (pidana) sangat belum memuaskan. 3 pertambahan penduduk. Di samping
Kinerja para penegak hukum mulai dari pelbagai negara di dunia, pemikiran Polisi, Jaksa, Hakim, dan Advokat dapat
tentang hukum dan peranannya dalam dikatakan jauh dari rasa keadilan.
m a s ya r a k a t t e r g a n t u n g k e p a d a
3 Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum, Suatu Tinjauan Sosiologis, Genta Publishing, Yogyakarta, 2009, hlm. viii. Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional, dalam Konsepkonsep Hukum dalam
Pembangunan, Kumpulan Karya Tulis Prof.Dr.Mochtar Kusumaatmadja, S.H.,LL.M., Pusat Studi Wawasan Nusantara, Hukum dan Pembangunan bekerjasama dengan Penerbit PT. Alumni, Bandung, 2006, hlm. 75.
32 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010 32 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010
bahwa dalam usaha demikian perlu sangat dikuasi oleh golongan yang eksklusif
diperhatikan nilai-nilai dan kenyataan cenderung menolak perubahan. Karena 6 yang hidup dalam masyarakat.
itu, akan cenderung pada pemikiran Di dalam dunia pemikiran (filsafat) tentang hukum konservatif. Negara-negara
hukum, sikap demikian diajukan oleh maju yang telah mencapai suatu
Eugen Ehrlich, pemuka dari aliran keseimbangan dalam kehidupan politik,
Sociological Jurisprudence. Yang menjadi ekonomi dan kemasyarakatan juga akan
konsepsi dasar dari pemikiran Ehrlich cenderung untuk konservatif dalam
tentang hukum, dan merupakan kunci bagi pemikirannya tentang hukum.
teorinya adalah apa yang dinamakan living Sunaryati Hartono mengatakan,
law. Hukum positif yang baik (dan politik hukum bermaksud melindungi
karenanya efektif) adalah hukum yang golongan pribumi secara efektif telah
sesuai dengan living law yang sebagai inner mengisolasikan golongan pribumi ini dari
order dari masyarakat mencerminkan hubungan dan perkembangan hukum
nilai-nilai yang hidup di dalamnnya. masa kini, sehingga mengakibatkan
Dengan demikian, pesan Eugen Ehrlich keterbelakangan dari golongan ini dalam
pada pembuat undang-undang, yang tidak situasi dimana golongan-golongan yang
ditentangnya secara a priori seperti yang berbeda itu harus bersaing misalnya dalam
dilakukan mazhab sejarah dan pengikut- perdagangan. 4 pengikutnya, adalah bahwa dalam
Sikap yang a priori menolak membuat undang-undang hendaklah perundang-undangan sebagai teknik
diperhatikan apa yang hidup dalam pembaruan hukum berbekas walaupun 7 masyarakat.
dalam bentuk yang lebih lunak, dalam Northrop dalam menerangkan teori suatu sikap yang kolot (konservatif)
Eugen Ehrlich ini dan penerapannya pada terhadap usaha-usaha pembaruan hukum.
suatu situasi konkrit yang dihadapi Pemikiran hukum tentang hukum di
mengatakan bahwa ....the best solution is Indonesia hingga belum lama berselang
that which shows the greatest sensitivity to menggambarkan keadaan yang dilukiskan 8 all factor in the problematic situation.
di atas. 5 Pikiran bahwa hukum itu harus peka Dalam beberapa tahun ini mulai
terhadap perkembangan masyarakat dan tampak perubahan berupa suatu sikap
bahwa hukum itu harus disesuaikan atau terhadap perundang-undangan yang
menyesuaikan diri dengan keadaan yang menampakkan suatu keseimbangan
telah berubah sesungguhnya telah antara keinginan untuk mengadakan
terdapat pula dalam alam pikiran bangsa pembaruan hukum melalui perundang-
Indonesia.
5 Sunaryati Hartono, dalam Ibid. 6 Sunaryati Hartono, dalam Ibid. 7 Mochtar Kusumaatmadja, 2006. Ibid., hlm 78. 8 Ibid., hlm. 79. Northrop dalam Ibid., hlm. 79.
Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010
Dari uraian di atas kiranya jelas bahwa hidup dalam masyarakat itu adalah Dewan baik menurut teori (ilmu) hukum di negara
Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai wakil Barat, maupun menurut pemikiran
rakyat dalam proses pembentukan tentang hakikat hukum yang terdapat
undang-undang.
dalam alam pikiran yang ada di Indonesia, Apabila pengungkapan kesadaran tidak perlu ada pertentangan antara
hukum masyarakat, rasa keadilan maksud untuk mengadakan pembaruan
masyarakat atau apapun namanya itu hukum melalui perundang-undangan dan
semata-mata merupakan suatu tindak penyaluran nilai-nilai atau aspirasi yang
perbuatan politik, maka jawabannya hidup dalam masyarakat.
terhadap pertannyaan tadi mungkin Sikap yang demikian yang kini dianut
positif bunyinya.
oleh pemerintahan dalam menjalankan Namun lepas dari pertanyaan apakah kebijaksanaannya di bidang hukum
suatu badan perwakilan rakyat itu selalu sebagaimana tercantum dalam TAP MPR
benar-benar menyuarakan kehendak No. IV/1973 tentang GBHN.
rakyat, pengungkapan kesadaran hukum Ditinjau dari sudut praktis, suatu
masyarakat bukan semata-mata suatu pertanyaan yang perlu dalam hubungan ini
proses perbuatan politik. Banyak pihak adalah: bagaimanakah kita mengetahui
dalam masyarakat yang menaruh minat apakah suatu ketentuan hukum yang
dan yang berkepentingan tidak akan hendak kita tetapkan itu sesuai dengan
berkesempatan memberikan saham kesadaran hukum masyarakat (atau
sumbangan pikiran dan isi hatinya perasaan keadilan masyarakat) dan
seandainya DPR merupakan satu-satunya siapakah yang dapat mengungkapkannya? 9 forum pembentukan hukum baru.
Masalah ini perlu memperoleh Di samping lembaga perwakilan jawaban sekalipun bukan jawaban yang
rakyat, kesadaran hukum masyarakat itu sepenuhnya memuaskan, karena dalam
dapat diungkapkan melalui penilaian teori hukum di sini pula letak kelemahan
hukum yang dilakukan oleh lembaga- dari ajaran mazhab sejarah dari Von
lembaga pendidikan dan penelitian Savigny maupun aliran sociologocal
maupun perorangan. Yurisprudensi jurisprudence, karena masing-masing tidak
merupakan sumber pengenal hukum yang dapat menerangkan secara memuaskan
hidup dalam masyarakat yang penting apa yang dimaksudkan volksgeist atau
pula, demikian pula pendapat para ahli dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat
sarjana hukum terutama yang terkemuka yang menurut mereka pada analisis 11 di suatu cabang ilmu hukum tertentu.
terakhir merupakan hakikat daripada Telah dikemukakan di atas, yang hukum dalam arti yang sebesar-besarnya. 10 mengemukakan suatu konsepsi yang erat
Dapat dikatakan bahwa yang dapat hubungannya dengan usaha pembaruan mengungkapkan kesadaran hukum yang
hukum yakni hukum sebagai alat
10 Mochtar Kusumaatmadja, Ibid., hlm. 80-81. 11 Ibid. Ibid.
34 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010 34 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010
kebijaksanaan) mirip dengan atau sedikit Pemikiran tentang hukum sebagai alat
banyak diilhami oleh teori tool of social pembaruan dalam masyarakat berasal dari
engineering, di manakah letak Roscoe Pound dalam bukunya yang
perbedaannya, apabila ada, dalam terkenal ”An Introduction to the Philosophy
p e r ke m b a n g a n nya ke m u d i a n d i of Law”. Diseuaikan dengan situasi dan 14 Indonesia?
kondisi di Indonesia, konsepsi ”Law as a Pengembangan konsepsional dari tool of social engineering” yang merupakan
hukum sebagai sarana pembaruan inti pemikiran dari aliran Pragmatic Legal
masyarakat di Indonesia lebih luas Realism itu, oleh Mochter Kusumaatmadja,
jangkauan dan ruang lingkupnya dari kemudian dikembangkan di Indonesia
tempat kelahirannya sendiri karena melalui Fakultas Hukum Universitas
beberapa hal:
Padjadjaran. 12
a. Lebih menonjolnya perundang- Menurut Mochtar Kusumaatmadja,
undangan dalam proses konsepsi hukum sebagai ”sarana”
pembaruan hukum di Indonesia, pembaruan masyarakat Indonesia lebih
walaupun yurisprudensi juga luas jangkauannya dan ruang
memegang peranan, berlainan lingkungannya daripada di Amerika
dengan keadaan di Amerika Serikat Serikat. Alasannya oleh karena lebih
di mana teori Pound itu ditujukan menonjolnya perundang-undangan dalam
terutama pada peranan pembaruan proses pembaruan hukum di Indonesia
daripada keputusan-keputusan (walau yurisprudensi memegang peranan
pengadilan, khususnya keputusan pula) dan ditolaknya aplikasi mekanisme
Suprame Court sebagai mahkamah daripada konsepsi tersebut yang
tertinggi.
digambarkan akan mengakibatkan hasil
b. Sikap yang menunjukkan kepekaan yang sama daripada penerapan faham
terhadap masyarakat menolak legisme yang banyak ditentang di
aplikasi mechanistis dari konsepsi Indonesia. 13 law as a tool of social engineering.
Sifat mekanisme itu nampak dengan Aplikasi mekanistis demikian yang digunakannya istilah ”tool” oleh Roscoe
digambarkan dengan kata 'tool' Pound. Itulah sebabnya Mochtar
akan mengakibatkan hasil yang Kusumaatmadja cenderung menggunakan
tidak banyak berbeda dari istilah ”sarana” daripada ”alat”.
penerapan legisme yang dalam Apabila konsepsi hukum sebagai
sejarah hukum Indonesia (Hindia sarana pembangunan sebagai konsepsi
Belanda) telah ditentang dengan ilmu hukum (dus: konsepsi pemikiran atau
keras. Dalam pengembangannya di filsafat hukum, berbeda dari konsepsi
Indonesia, konsepsi (teoritis)
13 Lili Rasjidi, Dasardasar Filsafat dan Teori Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hlm. 79. 14 Ibid. Mochtar Kusumaatmadja, 2006. Op. Cit., hlm. 83.
Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010
kebijaksanaan hukum nasional tercantum oleh pendekatan-pendekatan
dalam TAP MPR No. IV/1973 tentang filsafat budaya dari Northrop dan
GBHN, mengenai garis-garis besar pendekatan-pendekatan policy
kebijaksanaan di bidang hukum antara lain oriented dari Laswell dan Mc.
mengatakan:
Dougal. ....”Pembinaan bidang hukum harus
c. Apabila dalam pengertian hukum mampu mengarahkan dan termasuk pula hukum
menampung kebutuhan-kebutuhan internasional kita di Indonesia
hukum sesuai dengan kesadaran sebenarnya sudah menjalankan
hukum rakyat yang berkembang ke asas hukum sebagai alat
arah moderenisasi menurut tingkat kemajuan pembangunan di segala
pembaruan jauh sebelum konsepsi bidang, sehingga tercapai ketertiban ini dirumuskan secara resmi
dan kepastian hukum sebagai sebagai landasan kebijaksanaan
prasarana yang harus ditunjukkan ke hukum. Dengan demikian,
arah peningkatan pembinaan perumusan resmi itu sesungguhnya
Kesatuan Bangsa sekaligus berfungsi merupakan perumusan
sebagai sarana menunjang perkembangan moderenisasi dan
pengalaman masyarakat dan pembangunan yang menyeluruh,
bangsa Indonesia menurut
dilakukan dengan:
sejarah. 15
a. m e n i n g k a t k a n d a n menyempurnakan pembinaan Hukum Nasional antara lain dengan
Dari uraian di atas, kiranya jelas bahwa mengadakan pembaruan, walupun secara teoritis konsepsi hukum
kodifikasi serta unifikasi hukum di yang melandasi kebijaksanaan hukum dan
bidang-bidang tertentu dengan perundang-undangan (rechts politik)
jalan memperhatikan Kesadaran sekarang bisa diterangkan menurut
Hukum dalam masyarakat; peristilahan atau konsepsi-konsepsi atau
b. menertibkan fungsi lembaga- lembaga hukum menurut
te o r i m a s a k i n i ( m o d e r n ) ya n g proporsinya masing-masing;
berkembang di Eropa dan di Amerika
c. meningkatkan kemampuan dan Serikat. Namun pada hakekatnya konsepsi
kewibawaan penegak-penegak tersebut lahir dari masyarakat Indonesia 17 hukum.
sendiri berdasarkan kebutuhan yang mendesak dan dipengaruhi faktor-faktor
Di samping itu, diharapkan hukum yang berakar dalam sejarah masyarakat
berperan sebagai sarana pembaruan dan bangsa Indonesia. 16
masyarakat serta membangun tatanan hukum nasional yang akan mampu
Adapun landasan pemikiran hukum menjalankan peranan tersebut. Untuk itu
sebagai sarana pembangunan, adalah Mochtar Kusumaatmadja mengajukan
16 Ibid., hlm. 83-84. 17 Ibid., hlm. 84-85. Ibid., hlm. 85-90.
36 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010 36 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010
lambang itu maka orang akan dapat yang mengatur kehidupan manusia dalam
mengerti dan memahami masyarakat melainkan meliputi pula
kemajemukan dari perilaku lembaga-lembaga (institutions) dan
manusia itu, dan dengan itu akan p ro s e s - p ro s e s ( p r o c e s s e s ) ya n g
dapat memberikan arti pada mewujudkan berlakuknya kaidah-kaidah
perilaku manusia, sehingga itu dalam kenyataan”. Dari konsep hukum
semuanya itu memungkinkan tersebut, tampak bahwa tatanan hukum itu
terjadinya interaksi antar-manusia sebagai suatu sistem yang tersusun atas
yang bermakna yang disebut tiga komponen (subsistem), yakni: a) asas-
komunikasi.
asas dan kaidah; b) kelembagaan hukum;
b. Unsur operasional yang mencakup dan c) proses perwujudan hukum. 18 keseluruhan organisasi, lembaga
Juga sosiolog hukum, Schuit dan pejabat. Unsur ini meliputi berpendapat bahwa sistem hukum itu
badan-badan eksekutif, legislatif dapat dipandang tersusun atas tiga
dan yudikatif dengan aparatnya komponen (subsistem), yang dengan
masing-masing, seperti birokrasi bahasa Sosiologi (Hukum) dipaparkan
pemerintah, pengadilan, kejaksaan, sebaga berikut:
kepolisan, advokat, konsultan,
a. U n s u r i d i i l ya n g m e l i p u t i notaris dan berbagai lembaga keseluruhan aturan, kaidah,
swadaya masyarakat (misalnya pranata dan asas hukum, yang
LBH, advokasi sosial). dalam peristilahan teori sistem
c. Unsur aktual yang mencakup dapat dicakup dengan istilah Sistem
keseluruhan keputusan dan Makna atau Sistem Lambang atau
tindakan (perilaku), baik para Sistem Refrensi. Sistem Makna pada
pejabat maupun para warga bidang hukum dapat disebut Sistem
masyarakat, sejauh keputusan dan Makna Yurdik. Aturan bukanlah
tindakan itu berkaitan dapat pencerminan sesuatu yang ada
ditempatkan dalam kerangka dalam kenyataan, melainkan
Sistem Makna Yuridik yang menyatakan gagasan tentang 19 dimaksud dalam butir (1) di atas.
bagaimana orang secara idialnya Tentang pembagian tiga komponen seyoganya berperilaku, seyogianya
sistem hukum yang dikemukakan di atas, harus berperilaku. Aturan adalah 20 dapat dikemukakan dua catatan.
lambang yang memberikan Pertama, tentang istilah sistem hukum itu ke s a t u a n d a n m a k n a p a d a
sendiri. Dalam bahasa Ilmu Hukum kenyataan majemuk dari perilaku
Dogmatik atau dikalangan yuris praktis,
18 Mochtar Kusumaatmadja dalam Bernard Arief Sidharta, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum, Sebuah Penelitian Tentang Fundasi Kefilsafatan dan Sifat Keilmuan Ilmu Hukum Sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Hukum Nasional,
19 Mandar Maju, Bandung, 1999, hlm. 7. 20 Schuit, dalam Ibid., hlm. 75. Bernarad Arief Sidharta, 1999, Ibid., hlm. 76.
37
Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010
istilah Sistem Hukum pada umumnya hanya ditujukan pada komponen yang disebut pertama oleh Muchtar Kusumaatmadja dan Schiut. Dalam pengetian yang lebih sempit, Sistem Hukum adalah keseluruhan asas-asas hukum, aturan-aturan hukum tertulis dan tidak tertulis, pranata-pranata hukum serta putusan-putusan hukum yang tersusun dan saling berkaitan sehingga mewujudkan suatu kesatuan yang relatif utuh. Kedua, berkenaan dengan pengertian budaya hukum yang kini sekarang sudah masuk dalam cakrawala pandang dan diskursus para yuris, sosiologi (hukum) dan pemerhati hukum di Indonesia. Secara umum, yang dimaksud dengan budaya hukum adalah keseluruhan nilai, sikap, perasaan dan perilaku para warga masyarakat termasuk pejabat pemerintah terhadap atau berkenaan dengan hukum. Budaya hukum termasuk juga cita-cita hukum dan kesadaran hukum.
Berdasarkan konsepsi dan sistem hukum yang dikemukakan di atas, selanjutnnya Muchtar Kusumaatmadja mengemukakan bahwa pembinaan hukum nasional di Indonesia harus didasarkan pada usaha-usaha terencana untuk:
1) memperbaharui aturan-aturan hukum termasuk penciptaan yang baru dengan menyesuaikan pada tuntutan perkembangan zaman tanpa mengabaikan kesadaran hukum dalam masyarakat.
2) menertibkan fungsi lembaga- lembaga hukum sesuai proporsinya masing-masing.
3) meningkatkan kemampuan dan
kewibawaan para penegak hukum.
4) membina kesadaran hukum dalam masyarakat dan membina sikap para penguasa dan para pejabat pemerintah ke arah penegakan hukum, keadilan serta perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, dan ketertiban serta kepastian hukum sesuai dengan undang-undang. 21
Usaha untuk mewujudkan pembinaan hukum pada faset-faset hukum di atas, harus dilaksanakan dalam masyarakat yang telah mengalami perubahan- perubahan yang luas dan mendasar. Demikian halnya dalam pembaruan hukum pidana, dilihat dari makna dan hakikatnya berkaitan erat dengan latar belakang dan urgensi diadakannya pembaruan hukum pidana itu sendiri.
Pembaruan hukum pidana, tidak bisa lepas dari pembaruan hukum nasional, Pembaruan Hukum Nasional tidak lepas dari Cita Hukum Pancasila. Oleh karena mengutip pendapat Bernard Arief Sidharta mengatakan Bangunan tata hukum nasional yang dikehendaki GBHN 1993 adalah bengunan Tata Hukum Nasional Indonesia yang tersusun secara hirarkhis dan berintikan Cita Hukum Pancasila, dan yang dioperasionalkan ke dalam kenyataan melalui perundang-undangan dan yurisprudensi. Asas-asas hukum nasional ini harus merupakan penjabaran dan mengacu pada Cita Hukum Pancasila. Asas-asas hukum nasional ini terdiri atas asas-asas hukum (yang berlaku atau diakui secara) universal, asas-asas hukum yang didistilasi dari Hukum Adat, asas-asas
21 Mochtar Kusumaatmadja dalam, Ibid., hlm. 8. Jurnal 38 Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010 21 Mochtar Kusumaatmadja dalam, Ibid., hlm. 8. Jurnal 38 Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010
kebijakan (“policyoreiented approach”) sektoral. Cita Hukum Pancasila dan Asas-
dan sekaligus pendekatan yang asas Hukum Nasional, dalam dinamika
berorientasi nilai (“valueoriented pembentukan hukum, berperan sebagai 24 approach”).
“guiding principles” dan batu-uji proses Memperhatikan uraian di atas, maka pembentukan perundang-undangan dan
makna dan hakikat pembaruan hukum pembentukan hukum lewat yurisprudensi
pidana dapat disimpulkan sebagai berikut: (dan praktek hukum). 22
a. Dilihat dari sudut pendekatan Latar belakang dan urgensi
kebijakan
diadakannya pembaruan hukum pidana
1) Sebagai bagian dari kebijakan dapat ditinjau dari aspek sosiopolitik,
sosial, pembaruan hukum sosiofilosofis, sosiokutural atau dari
pida na pa da ha keka t nya berbagai aspek kebijakan (khusus
merupakan bagian dari upaya kebijakan sosial, kebijakan kriminal dan
23 untuk mengatasi masalah- kebijakan penegakan hukum).
masalah sosial (termasuk Ini berarti, makna dan hakikat
masalah kemanusiaan) dalam pembaruan hukum pidana juga berkaitan rangka mencapai/menunjang erat dengan berbagai aspek itu. Artinya, tujuan nasional (kesejahteraan
pembaruan hukum pidana juga pada masyarakat dan sebagainya);
hakikatnya harus merupakan perwujudan dari perubahan dan pembaruan terhadap
2) Sebagai bagian dari kebijakan berbagai aspek dan kebijakan yang
kriminal, pembaruan hukum melatarbelakanginya itu. Dengan
pida na pa da ha keka t nya demikian, pembaruan hukum pidana pada
merupakan bagian dari upaya hakikatnya mengandung makna, suatu
perlindungan masyarakat upaya untuk melakukan reorientasi dan
(khususnya upaya reformasi hukum pidana yang sesuai
penanggulangan kejahatan); dengan nilai-nilai sentral sosiopolitik,
3) Sebagai bagian dari kebijakan sosiofilosofis, dan sosiokultural
penegakan hukum, pembaruan masyarakat Indonesia yang melandasi
hukum pidana pada hakekatnya kebijakan sosial, kebijakan kriminal dan
merupakan bagian dari upaya kebijakan penegakan hukum di Indonesia.
memperbaharui substansi Secara singkat dapatlah dikatakan, bahwa hukum (legal substance) dalam pembaruan hukum pidana pada rangka lebih mengefektifkan
hakikatnya harus ditempuh dengan penegakan hukum.
23 Ibid., hlm. 81. Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru, Kencana,
24 Jakarta, 2008, hlm. 25. Barda Nawawi Arief, Ibid., hlm. 25.
Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010
Pembaruan hukukum pidana pada masalah kriminalisasi, harus diperhatikan hakikatnya merupakan upaya melakukan
hal-hal yang pada intinya sebagai berikut: peninjauan dan penilaian kembali
a) Penggunaan hukum pidana harus (”reorientasi dan re-evaluasi”) nilai-nilai
memperhatikan tujuan sosiopolitik, sosiofilosofis dan
pembangunan nasional, yaitu sosiokultural yang melandasi dan
mewujudkan masyarakat yang adil memberi isi terhadap muatan normatif
dan makmur yang merata materil dan substantif hukum pidana, apabila
sprituil berdasarkan Pancasila; orientasi nilai dari hukum pidana yang
sehubungan dengan ini maka dicita-citakan (misalnya KUHP Baru) sama
(penggunaan) hukum pidana saja dengan orientasi nilai dari hukum
bertujuan untuk menanggulangi pidana lama warisan penjajah Belanda
kejahatan dan mengadakan (KUHP lama atau WvS).
pengugeran terhadap tindakan Pembaruan hukum pidana baik dalam
penanggulangan itu sendiri, demi pendekatan kebijakan dan pendekatan
kesejahteraan dan pengayoman nilai, harus berpedoman pada Cita Hukum
masyarakat.
Pancasila dan Asas-asas Hukum Nasional,
b) Perbuatan yang diusahakan untuk dalam dinamika pembentukan hukum. Cita
dicegah atau ditanggulangi dengan Hukum dan Asas-asas Hukum Nasional ini,
hukum pidana harus merupakan berperan sebagai “guiding principles” dan
perbuatan yang tidak dikehendaki, batu-uji proses pembentukan perundang-
yaitu perbuatan yang undangan dan pembentukan hukum lewat
mendatangkan kerugian (materil yurisprudensi.
dan atau spritual) atas warga Menyimak pendapat A. Mulder, bahwa
masyarakat.
kebijakan hukum pidana atau politik
c) Penggunaan hukum pidana harus hukum pidana (Strafrechtspolitiek), ialah
pula memperhitungkan prinsip garis kebijakan untuk menentukan: (1)
biaya dan hasil (cost and benefit seberapa jauh ketentuan-ketentuan
principle).
pidana yang berlaku perlu diubah atau
d) Penggunaan hukum pidana harus diperbarui; (2) apa yang dapat diperbuat
pula memperhatikan kapasitas untuk mencegah terjadinya tindak pidana;
atau kemampuan daya kerja dari dan (3) cara bagaimana penyidikan,
badan-badan penegak hukum, yaitu penuntutan, peradilan dan pelaksanaan
jangan sampai ada kelampauan
pidana harus dilaksanakan. 27 beban tugas (overbelasting). Bertolak dari pendekatan kebijakan
Pendekatan yang berorientasi pada itu, Sudarto berpendapat bahwa dalam
kebijakan sosial terlihat dalam Simposium
26 Ibid., hlm. 26. 27 A. Mulder dalam Ibid., hlm. 23. Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1986, hlm. 44.
40 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010
Pembaruan Hukum Pidana Nasional pada bagaimana penyidikan, penuntutan, bulan Agustus 1980 di Semarang. Dalam
peradilan dan pelaksanaan pidana harus salah satu laporannya dinyatakan antara
dilaksanakan. Selain itu juga harus lain, sebagai berikut:
memperhatikan kapasitas atau kemampuan daya kerja dari badan-badan
Masalah kriminalisasi dan penegak hukum, yaitu jangan sampai ada dekriminalisasi atas semua perbuatan
haruslah sesuai dengan politik kriminal kelampauan beban tugas (overbelasting). yang dianut oleh Bangsa Indonesia,
Untuk mewujudkan hukum pidana yaitu sejauh mana perbuatan tersebut
materil harus melalui hukum pidana bertentangan dengan nilainilai
formil (hukum proses) dan hukum fundamental yang berlaku dalam
pelaksanaan pidana, melalui para penegak masyarakat dan oleh masyarakat
dianggap patut atau tidak patut hukum mulai dari: Kepolisian, Kejaksaan,
dihukum dalam rangka Pengadilan, Lembaga Koreksi dan Advokat. menyelenggarakan kesejahteraan
Khusus pembaruan dalam proses masyarakat. 28
peradilan pidana, telah dimulai pada tahun 1981, dengan diundangkannya Undang-
Oleh karena itu, pembaruan hukum undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab pidana tidak dilakukan secara emosional,
Undang-undang Hukum Acara Pidana tetapi tetap dilakukan dalam kebijakan
(KUHAP), sebagai pengganti Herzine yang rasional dengan tetap
Inlands Reglemen (HIR) atau Reglemen memperhatikan nilai-nilai yang berlaku.
Hukum Acara Acara Pidana dan Perdata, Pembaruan hukum pidana tetap
yang berlaku berdasarkan Undang-undang memedomani dan memperhatikan nilai-
Darurat No. 1 tahun 1951 diubah dengan nilai bangsa Indonesia yaitu Cita Hukum
Undang-undang No. 11 Tahun 1955. Pancasila dan Asas-asas Hukum Nasional.
Setelah 29 tahun berlakuku KUHAP Pembaruan hukum pidana diharapkan
tersebut, yang mengatur beberapa prinsip, tidak hanya menanggulangi kejahatan
khususnya dalam proses penyidikan, melalui hukum pidana, tetapi juga
penuntutan dan pengadilan, namun masih mewujudkan masyarakat yang adil dan
ada penyimpangan-penyimpangan yang makmur yang merata materil dan sprituil
dilakukan oleh para penegak hukum, berdasarkan Pancasila.
khususnya dalam penyidikan yang dilakukan oleh Polri.
b. Pembaruan Hukum Proses (Hukum
Barda Nawawi Arief mengatakan,
Acara Pidana)
penegakan hukum dan keadilan Pembaruan hukum pidana
merupakan serangkaian proses yang sebagaimana disebut di atas tidak hanya
cukup panjang dan dapat melibatkan dalam kebijakan kriminalisasi dan
berbagai kewenangan instansi/aparat dekriminalisasi, tetapi termasuk juga
penegak hukum lainnya (di bidang kebijakan untuk menentukan cara
penegakan hukum pidana melibatkan
28 Barda Nawawi Arief, 2008, Op. Cit., hlm. 28.
Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010
pencari keadilan. Walaupun telah terjadi pengadilan dan aparat pelaksana pidana).
reformasi kepolisian Indonesia, namun Keseluruhan sistem, struktur
masih kita jumpai adanya pelanggaran- kelembagaan dan kewenangan penegakan
pelanggaran hukum dan hak asasi si hukum itu tidak semuanya berada di
tersangka atau yang diduga melakukan bawah kendali dan kewenangan Menteri
tindak pidana.
Kehakiman (sekarang menjadi Menteri Pada waktu pembentukan KUHAP, Hukum dan Ham). Jadi untuk melakukan
yang dilandasi oleh landasan filosofisnya reformasi di bidang penegakan hukum dan
sebagaimana dapat dibaca pada huruf a keadilan, tidaklah mungkin hanya
konsideran, tiada lain dari pada Pancasila, dilakukan oleh Menkeh, tetapi perlu
dengan maksud memotifasi aparat dukungan berbagai pejabat dari instansi
penegak hukum untuk mengarahkan terkait lainnya (seperti Mahkamah Agung,
semangat dan dedikasi pengabdian Jaksa Agung, Kapolri, dan Menteri
penegak hukum untuk mewujudkan lainnya). 29 keseluruhan kebenaran dan keadilan.
Reformasi hukum tidak hanya berarti Dengan demikian setiap tindakan pembaruan undang-undang atau
penegakan hukum, harus sejajar dengan substansi hukum (legal substance reform),
cita yang terkandung dengan semangat tetapi juga pembaruan struktur hukum
dan keluhuran tujuan fisosofisnya, yaitu (legal structure reform) dan pembaruan
Cita Hukum Pancasila.
budaya hukum dan ilmu/pendidikan Sebagaimana disebut di atas, bahwa hukum (legal ethic and legal
landasan filosofis KUHAP adalah Pancasila, science/education reform). Bahkan dalam
terutama yang berhubungan erat dengan situasi krisis saat ini yang terpenting justru
sila Ketuhanan dan Kemanusiaan. Dengan pembaruan aspek immateriiel dari hukum,
landasan ini, diharapkan ada persepsi yang yaitu pembaruan budaya hukum,
sama antara para penegak hukum dan para etika/moral hukum dan ilmu/pendidikan
pelanggar hukum (tersangka, terdakwa hukum. 30 atau terpidana) adalah: (1) sama-sama
Budaya hukum para penegak hukum, manusia, yang tergantung pada kehendak k h u s u s nya ke p o l i s i a n d i d a l a m
Tuhan; (2) manusia sama-sama sebagai pelaksanaan tugas dan wewenangnya
ciptaan Tuhan, maka tidak ada perbedaan sebagai penyidik, masih sering terjadi
asasi di antara sesama manusia, setiap adanya budaya kekerasan, salah tangkap
manusia mempunyai hak kemanusiaan atau salah prosedur. Sehingga untuk
yang harus dilindungi tanpa kecuali. mewujudkan polisi sipil yang profesional
Menyimak landasan filosofis dari dan menjunjung hak asasi manusia,
Pembaruan Hukum Proses (KUHAP), maka
29 Barda Nawawi Arief, Reformasi Hukum dan Keadilan dalam Seminar Nasional Polisi Indonesia III, Pusat Studi Kepolisian (PSK) FH. UNDIP, Semarang, 22-23 Oktober 1998, dalam Masalah Penegakan Hukum Kebijakan Penanggulangan
30 Kejahatan, Program Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, hlm. 2-3. Ibid., hlm. 4.
42 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010 42 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010
Pertama, salah tangkap, sampai salah mengadili seperti kasus pembunuhan terhadap korban Muhamad Asrori di Perkebunan Tebu, Desa Braan, Bendar Kedung Mulyo, Jombang (Jawa Timur). Imam Hambali alias Kemat, Devid Eko Proyanto, dan Maman Sugianto didakwa telah membunuh korban, malahan 2 (dua) orang dari terdakwa telah dijatuhi pidana penjara masing-masing 17 tahun dan 12 tahun, sedangkan terhadap seorang terdakwa sedang diadili (sekarang ketiga orang tersebut telah dibebaskan). Tetapi setelah ada kasus mutilasi terhadap 11 (sebelas) orang yang dilakukan oleh Ryan, yang mengaku bahwa yang membunuh korban di atas adalah juga dia. Kasus menghukum orang yang tidak bersalah, selain menimbulkan ketidak adilan, di sini pun terjadi peradilan yang “sesat”. Peradilan “sesat” mulai terjadi pada tahap penyidikan yang dilakukan oleh Polisi. Di katakan demikian, karena Polisi sebagai penyidik adalah sebagai pintu gerbang dari sistem peradilan pidana itu sendiri.
Kedua, kasus pelecehan seksual yang
dilakukan oleh Oknum Polisi di lingkungan Polda Sulawesi Selatan. Oknum kepolisian tersebut, memperogoki seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian mereka diperiksa dan menuduh mereka sedang melakukan perbuatan “mesum”. Kedua orang ini tidak mau mengakui perbuataan yang dituduhkan, maka oknum polisi tadi menyuruh wanitanya membuka pakaiannya lalu merekam dengan kamera ponselnya, kemudian rekaman itu dipergunakan oleh oknum Polisi tersebut sebagai alat memeras. Oknum polisi tersebut tidak mendapatkan sesuai apa yang diinginkannya, maka mereka menyebar ke masyarakat foto bugil dari wanita tadi.
Ketiga, kasus Prita Mulyasari yang didakwa melakukan pencemaran nama baik para dokter dan RS. Omni Internasional. Kasus ini berawal dari email Prita kepada beberapa temannya, tentang pengalamannya berobat ke rumah sakit tersebut. Kemudian isi email tersebut menyebar dalam internet, maka RS. Omni Internasional melaporkan Prita kepada Polisi dan dilakukan penyidikan sampai pelimpahan perkaranya ke Kejaksaan. Namun pihak Kejaksaan meminta kepada penyidik, supaya tidak hanya menyangka ketentuan-ketentuan yang ada dalam KUHP, tetapi juga supaya memasukkan ketentuan Undang-undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pada akhirnya, penyidik dengan tanpa memahami undang-undang ini dan tanpa memeriksa kembali tersangka, penyidik langsung memasukan dalam berita acara penyidikan pasal-pasal yang diminta oleh Kejaksaan.
Memperhatikan tiga kasus di atas, dan
Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010
berjudul Berhukum dengan Akal Sehat,
tetapi tidak mengabaikan makna tujuan mengatakan: Negara hukum tidak selesai
dari penegakan hukum itu sendiri. Oleh dibangun hanya dengan memasang papan
karena itu, Polri sebagai penegak hukum nama ”Negara Hukum”. Itu baru awal
d a l a m m e l a ks a n a ka n t u ga s d a n karena masih banyak yang harus
wewenangnya, harus berakal sehat dan dibereskan, misalnya kita masih perlu
hati nurani yang sehat sesuai dengan cita memikirkan bagaimana cara berhukum
hukum Pancasila.
yang ideal agar negara hukum benar-benar dapat menjadi rumah yang
2. Penegakan Hukum Berkeadilan
membahagiakan rakyatnya.
yang Dilakukan Oleh Polri (Telaah
Umumnya, cara berhukum di negeri
Filsafat Hukum)
kita masih lebih didominasi ”berhukum
a. Profesionalisme Polri Sebagai
dengan peraturan” daripada ”berhukum
Penegak Hukum
dengan akal sehat”. Berhukum dengan Reformasi hukum tidak hanya berarti peraturan adalah berhukum minimalis,
pembaruan undang-undang atau yaitu menjalankan hukum dengan cara
substansi hukum (legal substance reform), menerapkan apa yang tertulis dalam teks
tetapi juga pembaruan struktur hukum secara mentah-mentah. Ia berhenti pada
(legal structure reform) dan pembaruan mengeja undang-undang. Jiwa dan roh
budaya hukum dan ilmu/pendidikan (conscience) hukum tidak ikut dibawa-
hukum (legal ethic and legal bawa. Kiranya, bukan dengan cara seperti
science/education reform). Bahkan dalam ini, sebaiknya negara hukum dibangun dan
situasi krisis saat ini yang terpenting justru jalankan. Meminjam kata-kata Ronald
pembaruan aspek immateriiel dari hukum, Dworkin, kita perlu taking rights seriously
yaitu pembaruan budaya hukum, dan melakukan moral reading of the law.
etika/moral hukum dan ilmu/pendidikan Berhukum dengan teks baru merupakan
hukum.
awa l p e r j a l a n a n p a n j a n g u n t u k Budaya hukum para penegak hukum, mewujudkan tujuan agar negara hukum
k h u s u s nya ke p o l i s i a n d i d a l a m menjadi rumah yang membahagiakan
pelaksanaan tugas dan wewenangnya rakyat (Kompas, 19 Desember 2008).
sebagai penyidik, masih sering terjadi Pemaknaan hukum oleh para penegak
adanya budaya kekerasan, salah tangkap hukum, tentu tidak hanya menegakkan
atau salah prosedur, sebagaimana disebut hukum secara harfiah, tetapi harus juga
3 (tiga) contoh kasus di atas. Sehingga memahami betul bagaimana makna dari
untuk mewujudkan polisi sipil yang penegakan hukum itu sendiri. Para
profesional dan menjunjung hak asasi penegak hukum (Polri), tidak bekerja
manusia, ternyata belum dapat dirasakan sebagai “robot” tetapi dituntut dapat
oleh para pencari keadilan. memahami dan mewujudkan penegakan
Sementara dalam rangka reformasi hukum yang berkeadilan. Walaupun
Polri, Polri harus professional yang dituntut adanya peradilan yang cepat yang
memiliki kriteria dan ciri-ciri yang hampir
44 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010 44 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010
Konsep “polisi profesional” ini diharapkan sudah menghimpun dan mewadahi sekalian kualitas pemolisian yang mampu dihadapkan kepada perkembangan masyarakat. Sejarah profesionalisme polisi pada abad ke-20 berkembang seiring dengan penggunaan inovasi di bidang teknologi ke dalam pekerjaan polisi. Pengetahuan tentang metode kerja polisi berkembang sebagai suatu kelompok pengetahuan khusus yang harus dikuasai seseorang polisi. Sejalan 32 dengan itu polisi juga makin menegaskan identitasnya melalui pengorganisasian dan birokrasi. Ia (Polri) membangun struktur organisasi yang mampu melayani pekerjaannya, menentukan sendiri standar pemolisian dan mengatur sendiri rekrutmen anggota-anggotanya. Polisi merupakan lembaga mandiri dan sekalian
w e w e n a n g nya u n t u k m e n g a t u r, merencanakan dan membiayai dirinya sendiri, serta polisi (makin) menjadi otonom. Secara akademis dan dengan standar profesionalisme di atas saya (Satjipto Rahardjo) tidak dapat mengatakan, apakah Polri memang sudah berkembang ke arah ciri-ciri profesionalisme tersebut. 33
Menurut Affandi ada empat ciri-ciri yang bisa ditengerai sebagai petunjuk atau indikator untuk melihat tingkat profesionalitas seseorang: (1) penguasaan ilmu pengetahuan seseorang di bidang tertentu dan ketekunan mengikuti perkembangan ilmu yang dikuasai; (2) kemampuan seseorang dalam menerapkan ilmu yang dikuasai, khususnya yang berguna bagi kepentingan sesama; (3) ketaatan dalam melaksanakan dan menjunjung tinggi etika keilmuan serta kemampuannya untuk memahami dan menghormati nilai-nilai sosial yang berlaku di lingkungannya; dan (4) besarnya rasa tanggung jawab terhadap Tuhan, bangsa dan Negara, masyarakat, keluarga, serta diri sendiri atas segala tindak tanduk dan perilaku dalam mengemban tugas berkaitan dengan penugasan dan penerapan bidang ilmu yang dimiliki. 34
Sedangkan Maister mengemukakan bahwa ciri-ciri profesionalisme sejati yaitu: (1) bangga pada pekerjaan mereka, dan menunjukkan komitmen pribadi pada kualitas; (2) berusaha meraih tanggung jawab; (3) mengantisipasi dan tidak
31 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta. 2005. 32 Satjipto Rahardjo, Polisi Sipil dalam Perubahan Sosial di Indonesia, Kompas, Jakarta, 2002, hlm. 94. 33 Ibid. 34 Affandi dalam Sistem Rekrutmen Berbasis Kompetensi Dalam Rangka Peningkatan Profesionalisme PNS,http://www.bkn.go.id/penelitian/buku/penelitian/ sistem, rekrutmen.
Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010
kepentingan umum. dikerjakan untuk merampungkan tugas;
d. Keinginan untuk membantu, dapat (5) melibatkan diri secara aktif dan tidak
ditelusuri melalui: kejujuran; dan sekedar bertahan pada peran yang telah 36 keihlasan.
ditetapkan untuk mereka; (6) selalu Ciri-ciri pengertian profesional yang mencari cara untuk membuat berbagai hal
dikemukakan dari beberapa pendapat di menjadi lebih mudah bagi orang yang
atas tentu tidak jauh berbeda bila melihat mereka layani; (7) benar-benar
Polri yang profesinal. Adapun mendengarkan kebutuhan orang-orang
profesionalisme Kepolisian mempunyai yang lain; (8) belajar memahami dan
ciri-ciri sebagai berikut: berfikir seperti orang-orang yang mereka
a. Jujur, taat terhadap kewajiban dan layani sehingga bisa mewakili mereka
senantiasa menghormati hak-hak ketika orang-orang itu tidak ada di tempat;
orang lain.
(9) adalah pemain tim; (10) bisa dipercaya
b. Tekad di dalam jiwanya, setiap amal memegang rahasia; (11) jujur, bisa
perbuatan dilandasi oleh niat untuk dipercaya dan setia; (12) terbuka pada
b e r i b a d a h d a n m e r u p a ka n kritik-kritik yang membangun mengenai
pengabdian dirinya kepada dan cara peningkatan diri. 35 bagi kepentingan orang lain sebagai
Berdasarkan uraian di atas, dapat bukti adanya kepedulian terhadap disimpulkan bahwa konsep
lingkungan sekitarnya. profesionalisme Pegawai Negeri Sipil
c. Memiliki sifat, watak dan ahlak (PNS) harus memiliki ciri-ciri sebagai
serta kepribadian yang baik dengan berikut:
berlandaskan pada Taqwa dan
a. M e n g u a s i p e n g e t a h u a n beriman kepada Tuhan Yang Maha dibidangnya, dapat ditelusuri
Esa.
melalui: meningkatkan
d. Amal perbuatannya senantiasa pengetahuan; menguasai bidang
diawali dengan niat dan itikad baik tugas; dan efektifitas dalam
dan untuk mencapai tujuan melaksanakan tugas.
dilakukan dengan cara yang baik
b. Komitmen pada kualitas, dapat
dan benar.
ditelusuri melalui: memiliki
e. Tidak akan pernah berniat jelek kecakapan; kesanggupan dalam
terhadap tugas yang dipercayakan bekerja; dan selalu meningkatkan
kepadanya, oleh masyarakat dan mutu kerja.
Negara maupun bangsa
c. Dedikasi, dapat ditelusuri melalui: berdasarkan hukum yang berlaku. kebanggaan pada pekerjaan;
f. Memiliki kebanggaan pada tanggung jawab pada pekerjaan;
profesinya dengan mendahulukan
36 Maister dalam Ibid. Ibid.
46 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010 46 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010
Anton Tabah, mengatakan di dunia ini menjalankan tugas dengan baik. terdapat lima syarat yang harus dipenuhi
e. We l l f a r e , ya k n i d i b e r i k a n oleh instansi kepolisian agar profesional,
kesejahteraan kepada anggota yaitu :
polisi dengan baik, menyangkut
a. Well Motivated, yaitu seorang calon gaji, tunjangan dan penghasilan lain anggota polisi harus memiliki
yang sah yang cukup untuk motivasi yang baik ketika dia
menghidupi polisi dan anggota menjatuhkan pilihan untuk menjadi 38 keluarganya.
polisi. Motivasi tersebut ikut Selanjutnya Sadjijono, mengatakan memberikan warna pemolisian
didasarkan pada kondisi Polri yang seseorang anggota polisi dalam
dihadapkan pada kultur, idiologi bangsa mengembangkan kariernya. Weel
dan karakteristik masyarakat Indonesia Motivated dapat dipantau sejak
yang bersifat khusus, maka mutu awal, yakni ketika dilakukan
kepolisian yang idial di Indonesia meliputi rekrutmen di institusi kepolisian.
a. Motivasi dan moralitas yang baik mendapatkan polisi yang baik maka
b. Well Educated, yaitu untuk
dari calon anggota dan setiap harus dididik untuk menjadi polisi
anggota Polri, yang dapat ditelusuri yang baik. Hal ini menyangkut
sejak rekruitmen calon anggota sistem pendidikan, kurikulum dan
hingga memasuki masa dinas proses belajar mengajar yang cukup
kepolisian.
ketat, disiplin yang rumit di
b. Dasar pendidikan umum dan lembaga pendidikan kepolisian.
pendidikan kepolisian yang
c. Weel Trainned, yaitu perlu memadai, yakni dasar pendidikan dilakukan latihan secara terus
umum yang berorientasi pada menerus bagi anggota polisi melalui
relevansi kebutuhan tugas, proses managerial yang ketat agar
sedangkan pendidikan kepolisian pendidikan dan pelatihan yang
harus sesuai dengan kurikulum s i n k ro n m a m p u m e n j awa b
yang berorientasi pada tugas utama berbagai tantangan kepolisian
kepolisian dan tantangan tugas di aktual dan tantangan di masa
masa depan.
depan.
c. Melakukan pelatihan secara rutin
d. Weel Equipment, yakni menyangkut dan berkelanjutan. penyediaan saran dan prasarana
d. Memiliki keahlian dan mampu yang cukup bagi intitusi kepolisian,
menggunakan peralatan yang serta penyediaan sistem dan
memadai sesuai dengan kemajuan
37 Pudi Rahardi, Hukum Kepolisian (Profesionalisme dan Reformasi Polri), Laksbang Mediatama, Surabaya, 2007, hlm. 38 204-205.
Anton Tabah dalam Pudi Rahardi, Ibid., hlm. 210-211.
Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010
melakukan tindakan untuk:
a. M e n ga m a t i fe n o m e n a d i cukup berdasarkan kebutuhan
e. Pemberian kesejahteraan yang
sekelilingnya dengan cermat normal dalam masyarakat, yang
(observasi terhadap berbagai berorientasi pada gradasi golongan
gejala atau peristiwa), kepangkatan dan masa berdinas.
menemukan data yang
f. Pengorganisasian yang efektif yang bermanfaat bagi pemolisiannya; berorientasi pada tugas dan
b. M e n g a n a l i s a s e t i a p wewenang serta struktur
gejala/peristiwa/fenomena ketetanegaraan. Hal ini
yang terjadi secara kritis, dimaksudkan untuk mewujudkan
d i a l e k t i s , ko m p re h e n s i f , kepolisian yang benar-benar
maupun dealogis; mandiri.
c. Melihat, meramalkan atau