Peran Dokter Umum dalam Pencegahan Kanke

Editorial

Peran Dokter Umum dalam Pencegahan
Kanker Serviks di Indonesia

Dwiana Ocviyanti, Yohanes Handoko
Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Kanker serviks merupakan salah satu kanker yang paling sering diderita oleh perempuan di seluruh dunia. Di Indonesia, kanker serviks menempati peringkat kedua dari segi
jumlah penderita kanker pada perempuan namun sebagai
penyebab kematian masih menempati peringkat pertama.1,2
Berdasarkan data WHO (World Health Organization) pada
tahun 2008 diperkirakan setiap harinya ada 38 kasus baru
kanker serviks dan 21 orang perempuan yang meninggal
karena kanker serviks di Indonesia. Pada tahun 2025 diperkirakan kasus baru kanker serviks di Indonesia akan meningkat sebesar 74%, sementara secara keseluruhan prevalensinya akan meningkat sebesar 49%.2 Pada tahun 2008,
terdapat 530 202 kasus baru kanker serviks di seluruh dunia.
Dengan jumlah itu berarti diperkirakan akan didapatkan
sekitar 1 kasus baru kanker serviks setiap menitnya di
dunia.1,2 Secara keseluruhan diperkirakan insidensi kanker
serviks di seluruh dunia adalah sebesar 16,2 per 100 000

penduduk.3
Saat ini sudah diketahui bahwa kanker serviks disebabkan infeksi virus human papilloma (HPV) yang
onkogenik. Jenis HPV yang onkogenik adalah tipe 16, 18, 45,
31, 33, 52, 58, 35, 59, 56, 51, 39, 68, 73, dan 82.4 Di antara tipetipe tersebut, HPV tipe 16 dan 18 merupakan penyebab utama

J Indon Med Assoc, Volum: 63, Nomor: 1, Januari 2013

(70%) dari kanker serviks.5 Virus ini menginfeksi serviks melalui
kontak seksual. Infeksi HPV umumnya tidak menimbulkan
gejala apapun pada penderitanya, bahkan ketika infeksi
tersebut sudah menyebabkan lesi prakanker, yaitu perubahan
sel pada lapisan epitel serviks yang berpotensi untuk
berlanjut menjadi kanker serviks. Lesi prakanker sudah sejak
lama dapat dideteksi melalui pemeriksaan tes Pap (papsmear).
Saat ini, infeksi HPV yang onkogenik pada serviks juga sudah
dapat dideteksi dengan tes HPV (hybrid capture HPV test)
maupun beberapa jenis tes lain yang dapat mengidentifikasi
jenis HPV yang ditemukan.
Banyak negara sudah berhasil melakukan upaya
pencegahan kanker serviks dengan menjalankan program

deteksi dini menggunakan tes Pap.6-9 Untuk negara berkembang dengan sarana pelayanan kesehatan yang terbatas
sehingga tidak mungkin menjalankan program pencegahan
kanker serviks dengan tes Pap, sudah dilakukan penelitian
tentang penggunaan tes IVA (inspeksi visual dengan aplikasi
asam asetat). Penelitian tersebut menemukan bahwa ternyata
tes IVA cukup akurat dalam mendeteksi lesi prakanker serviks.
Bila lesi prakanker dapat diidentifikasi, maka perubahan lesi
prakanker menjadi kanker dapat dicegah melalui terapi
sederhana, seperti bedah krio (cryosurgery), diatermi, dan

1

Peran Dokter Umum dalam Pencegahan Kanker Serviks di Indonesia
terapi laser.10,11 Terapi pada fase lesi prakanker ternyata dapat
mencegah kejadian kanker kanker serviks dengan keberhasilan mendekati 100%.
Pada tahun 2007, ditemukan vaksin HPV yang dapat
mencegah kanker serviks dengan cara mencegah terjadinya
infeksi HPV pada epitel serviks, sehingga lebih lanjut dapat
mencegah terjadinya lesi prakanker. Sebagai vaksin
pencegahan terhadap kanker serviks, vaksin yang ada saat

ini baru ditujukan untuk mencegah infeksi HPV onkogenik
tipe 16 dan 18. Karena HPV tipe 16 dan 18 ditemukan pada
sekitar 70% penderita kanker serviks, maka diharapkan
pemberian vaksinasi yang dapat mencegah infeksi kedua
tipe HPV tersebut akan dapat menurunkan angka kejadian
lesi prakanker dan kanker serviks hingga 70%-nya.12-14
Walaupun pencegahan sekunder dengan tes Pap masih
dibutuhkan karena vaksin HPV belum dapat mencegah lesi
prakanker dan kanker yang disebabkan oleh HPV onkogenik
selain tipe 16 dan 18, ternyata penggunaan vaksin HPVdapat
menurunkan angka kejadian lesi prakanker serviks beserta
seluruh beban biaya akibat terjadinya lesi prakanker tersebut.
Selain vaksin HPV yang hanya ditujukan untuk mencegah
dua tipe HPV yaitu tipe 16 dan 18 (vaksin bivalen), ada pula
vaksin HPV yang dapat digunakan untuk mencegah HPV
tipe 6 dan 11 selain tipe 16 dan 18 (vaksin kuadrivalen). Vaksin
kuadrivalen memiliki keuntungan tambahan karena dapat
mencegah HPV tipe 6 dan 11 yang menjadi penyebab kutil
kelamin (condyloma accuminata). Kutil kelamin merupakan
salah satu penyakit infeksi menular seksual yang paling

umum ditemukan tidak hanya di Indonesia tetapi juga di
seluruh dunia dan pengobatannya ternyata cukup sulit
karena kerap terjadinya kekambuhan setelah pemberian
terapi. Pencegahan kutil kelamin merupakan salah satu
keuntungan tambahan dari pemberian vaksin kuadrivalen.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa vaksinasi
kuadrivalen selain dapat menurunkan angka kejadian lesi
non-onkogenik seperti kutil kelamin dan papiloma laring,
ternyata juga mempunyai potensi untuk menurunkan angka
kejadian kanker vagina, vulva, anal, dan orofaring.15-17
Pemahaman dokter umum terhadap program pencegahan kanker serviks akan sangat membantu dalam upaya
pencegahan kanker serviks. Dokter umum sebagai tenaga
kesehatan utama dalam layanan kesehatan primer akan dapat
berperan sebagai pemberi edukasi langsung kepada
masyarakat agar mau berpartisipasi dalam upaya pencegahan
kanker serviks dengan mengikuti program pencegahan
sekunder (tes Pap, tes IVA, tes HPV), atau pencegahan primer
dengan mengikuti program vaksinasi HPV. 18,19 Sesuai
penelitian yang dilakukan, populasi yang menjadi sasaran
utama pemberian vaksin HPV adalah perempuan usia antara

9 hingga 26 tahun yang belum pernah melakukan kontak
seksual. 6,20 Pemberian vaksin pada kelompok ini akan
menurunkan secara bermakna angka kejadian kanker serviks.
Meski demikian vaksin HPV masih dapat diberikan dan
memberikan hasil yang cukup baik pada kelompok yang
2

sudah melakukan kontak seksual hingga usia 45 tahun. Program vaksinasi HPV pada perempuan usia 10-12 tahun saat
ini sudah diterima dan dijalankan di banyak negara diantaranya Amerika Serikat, Belanda, Inggris, Jerman, Australia
serta beberapa negara lain seperti Peru dan Malaysia.3,7,9,21
Di Indonesia seharusnya sudah melakukan telaah dan
upaya penyusunan program pencegahan kanker serviks
dengan melibatkan para ahli dari profesi terkait dan bekerja
sama dengan pemerintah pusat maupun daerah sehingga
angka kejadian kanker serviks di Indonesia yang masih tinggi
dapat diturunkan. Upaya ini tentu saja memerlukan berbagai
masukan baik dari segi analisis biaya, analisis sosial,
demografi, budaya, disamping berbagai pertimbangan lain
terkait masalah teknis dan medis. Secara langsung setiap
dokter khususnya dokter umum harus didukung untuk

segera mulai melakukan edukasi dan pemberian pelayanan
pencegahan kanker serviks, baik pencegahan primer dengan
vaksinasi HPV maupun pencegahan sekunder dengan tes
Pap, tes IVA, maupun tes HPV. Para dokter harus mempunyai
akses untuk menambah pengetahuan terkait berbagai upaya
pencegahan kanker serviks termasuk masalah teknis
medisnya, sehingga bila diperlukan dokter akan mampu
menjelaskan berbagai hal terkait pencegahan kanker serviks
dengan tepat dan dengan bahasa yang mudah dimengerti
oleh masyarakat awam termasuk bila pada kondisi tertentu
harus melakukan rujukan terkait temuan yang didapatkannya.
Daftar Pustaka
1.

Globocan 2008 Cancer Fact Street. Cervical cancer incidence and
mortality world wide in 2008 [Datribase on the Internet]. Lion
(France): IARC. C2010- [cited: 2011 Nov. 4]. Available from:
http://www.globocan.iarc-fr/factsheets/cancers/cervic.acp# INCIDENCE
2. WHO/ICO. Information centre on HPV and cervical cancer.
Human papilloma virus and related cancers in world. Summary

report update 2010 Lc 2010, [cited: 2012 Dec 20]. Available
from http://www.who.int/hpvcentre
3. Luciani S, Winkler JL. Cervical cancer prevention in Peru: lessons learned from the TATI demonstration project. Washington:
Pan American Health Organization (PAHO); 2006.
4. Howley P, Lowy D. Papillomaviruses and their replication. In:
Knipe D, Howley P, editors. Fields Virology 4th ed. Philadelphia
(PA): Lippincott-Raven; 2001. p. 2197–229.
5. Muñoz N, Bosch F, S de Sanjosé. Epidemiologic classification of
human papillomavirus types associated with cervical cancer. N
Engl J Med. 2003;348:518–27.
6. Soldan VAP. Who is getting pap smears in urban Peru? Int J Epid.
2008(37):862-9.
7. Behtash N, Mehrdad N. Cervical cancer: screening and prevention. Asian Pac J Cancer Prev. 2006;7(4):683-6. Epub 2007/01/
26.
8. Sasieni P, Castanon A, Snow J, Cuzick J. Effectiveness of cervical
screening with age: population based case-control study of prospectively recorded data. BMJ. 2009;339(b29268).
9. Habbema D, Kok Id, Brown M. Cervical cancer screening in the
United States and the Netherlands: a tale of two countries. Milbank
Q. 2012;90(1):5-37.
10. Loomis DM, Pastore PA, Rejman K, Gutierrez KL, Bethea B.

Cervical cytology in vulnerable pregnant women. Journal of the
American Academy of Nurse Practitioners. 2009;21(5):287-94.
Epub 2009/05/13.
J Indon Med Assoc, Volum: 63, Nomor: 1, Januari 2013

Peran Dokter Umum dalam Pencegahan Kanker Serviks di Indonesia
11. Lim FK. Management of premalignant lesions of the cervix. Ann
Acad Med. 2002;31:357-64; quiz 65. Epub 2002/06/14.
12. Shavit O, Raz R, Stein M, Chodick G, Schejter E, Ben-David Y, et
al. Evaluating the epidemiology and morbidity burden associated
with human papillomavirus in Israel: accounting for CIN1 and
genital warts in addition to CIN2/3 and cervical cancer. App Health
Econ Health Policy. 2012;10(2):87-97.
13. Kasap B, Yetimalar H, Keklik A, Yildiz A, Cukurova K, Soylu F.
Prevalence and risk factors for human papillomavirus DNA in
cervical cytology. Eur J Obst Gynecol Reprod Biol.
2011;159(1):168-71.
14. Protrka Z, Arsenijevic S, Dimitrijevic A, Mitrovic S, Stankovic V,
Milosavljevic M, et al. Co-overexpression of bcl-2 and c-myc in
uterine cervix carcinomas and premalignant lesions. Eur J

Histochem. 2011;55(1):e8. Epub 2011/05/11.
15. Pandhi D, Sonthalia S. Human papilloma virus vaccines: Current
scenario. Indian J Sex Transm Dis. 2011;32(2):75-85. Epub 2011/
10/25.
16. Mandic A. Primary prevention of cervical cancer: prophylactic
human papillomavirus vaccines. J BUON. official journal of the
Balkan Union of Oncology. 2012;17(3):422-7. Epub 2012/10/
04.

J Indon Med Assoc, Volum: 63, Nomor: 1, Januari 2013

17. Kane MA. Preventing cancer with vaccines: progress in the
global control of cancer. Cancer Prev Res. 2012;5(1):24-9. Epub
2012/01/06.
18. Lutringer-Magnin D, Kalecinski J, Cropet C, Barone G, Ronin V,
Regnier V, et al. Prevention of sexually transmitted infections
among girls and young women in relation to their HPV vaccination status. Eur J Public Health. 2013. Epub 2013/02/23.
19. Haesebaert J, Lutringer-Magnin D, Kalecinski J, Barone G, Jacquard AC, Regnier V, et al. French women’s knowledge of and
attitudes towards cervical cancer prevention and the acceptability of HPV vaccination among those with 14 - 18 year old
daughters: a quantitative-qualitative study. BMC public health.

2012;12:1034. Epub 2012/11/29.
20. Hakim AA, Dinh TA. Worldwide impact of the human
papillomavirus vaccine. Curr Treat Option Oncol. 2009;10(12):44-53. Epub 2009/04/24.
21. Noor MRM. Current status and future direction of cervical cancer prevention program in Malaysia [database on the Internet].
Nov 2008 [cited: 2012 Dec 20]. Available from: http://
www.mgcs.org.my/.

3