Sejarah Perkembangan Studi Hadis pada ta (1)

MAKALAH

HADIS PADA TAHUN 656 H HINGGA TAHUN 911 H
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah : Sejarah Perkembangan Studi Hadis
Dosen Pengampu : Hasan Su’aidi, M.S.I

Disusun Oleh :
1. Shinta Nurani

(2031112002)

2. Samsuddin

(2031112006)

JURUSAN USHULUDDIN PRODI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2014

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini, kedudukan hadis sebagai sumber kedua dalam sumber
hukum Islam sudah tidak diragukan lagi dan terbukti keotentikannya.
Meskipun di lain pihak banyak juga yang mengkritik tentang keorisinilan dan
keotentikan hadis. Namun, kritik ini sudah selayaknya menjadi semangat
keilmiahan untuk lebih mengkaji dan meneliti lebih mendalam mengenai seluk
beluk hadis termasuk dari segi historis perkembangan hadis.
Dalam perkembangannya, hadis selalu dinamis berkembang namun tidak
selamanya berjalan mulus tanpa ada hambatan dan tantangan. Apalagi pada
tahun 656 H hingga 911 H umat Islam sedang mengalami kemunduran ilmu
pengetahuan dan kemujudan pemikiran. Walaupun demikian, perkembangan
hadis tahun 656 H hingga 911 H mengalami perkembangan dan sudah sampai
menerbitkan isi kitab-kitab hadis, menyaringnya serta menyusun kitab-kitab
takhrij.1
Berdasarkan dari uraian tersebut, maka kami akan membahas
perkembangan hadis pada periode tersebut dengan membuat makalah yang

berjudul Hadis pada Tahun 656 H hingga masa Imam al-Suyuthi (911 H).
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana perkembangan hadis pada tahun 656 H hingga 911 H?
2. Bagaimana pusat-pusat studi hadis pada tahun 656 H hingga 911 H?
3. Siapa sajakah tokoh-tokoh dalam kajian hadis pada tahun 656 H hingga 911
H?
4. Apa sajakah tantangan internal dan eksternal umat Islam pada tahun 656 H
hingga 911 H?
5. Bagaimanakah pengaruhnya terhadap kajian hadis pada tahun 656 H hingga
911 H?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini ialah:
1. Untuk mengetahui perkembangan hadis pada tahun 656 H hingga 911 H.
2. Untuk mengetahui pusat-pusat studi hadis pada tahun 656 H hingga 911 H.
3. Untuk mengetahui tokoh-tokoh dalam kajian hadis pada tahun 656 H hingga
911 H.
1 Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, (Semarang:
PT. Pustaka Rizki Putra, 1999), hlm. 105.


4. Untuk mengetahui tantangan internal dan eksternal umat Islam pada tahun
656 H hingga 911 H.
5. Untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kajian hadis pada tahun 656 H
hingga 911 H.
D. Metodologi Penulisan
Ada beberapa metode yang dilakukan dalam penyusunan makalah, yakni:
1. Metode literatur study
Tahapan pertama, penulis mengumpulkan dan membaca referensi yang
menjadi sumber rujukan utama dan penulis juga mengambil beberapa
sumber rujukan baik dari buku maupun dari literatur lain yang sesuai
dengan tema makalah.
2. Metode deskripsi
Selanjutnya, penulis berusaha untuk memberikan gambaran umum dan
menjelaskan secara komprehensif dari pembahasan makalah berdasarkan
referensi-referensi yang telah ada.
3. Metode interaksi/diskusi
Melalui data yang terkumpul, penulis melakukan diskusi dengan teman
tentang pembahasan dari makalah berdasarkan tema yang kemudian akan
dipaparkan kepada teman-teman.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Perkembangan Studi Hadis Tahun 656 H hingga 911 H
Periode ini merupakan periode sesudah meninggalnya khalifah
Abasiyyah ke XVII yaitu Al-Mu’tashim (w. 656 H). Periode ini dinamakan
Ahdu As-Sarhi Al-Jami’ wa At-Takhriji wa Al-Bahtsi, yaitu masa pensyarahan,
penghimpunan, pen-takhrij-an, dan pembahasan.
Usaha-usaha yang ditempuh oleh ulama-ulama dalam masa yang ketujuh
ini ialah menerbitkan isi kitab-kitab hadis, menyaringnya dan menyusun kitab-

kitab takhrij, serta membuat kitab-kitab jami’ yang umum, kitab-kitab yang
mengumpulkan hadis hukum, mentakhrijkan hadis-hadis yang terdapat dalam
beberapa kitab, mentakhrijkan hadis-hadis yang terkenal dalam masyarakat,
dan menyusun kitab Athraf.2
Pada periode ini disusun kitab-kitab Zawa’id yaitu usaha mengumpulkan
hadis yang terdapat dalam kitab yang sebelumnya ke dalam sebuah kitab
tertentu, diantaranya Kitab Zawa’id susunan Ibnu Majah, Kitab Zawa’id AsSunan Al-Kubra disusun oleh Al-Bushiry, dan masih banyak lagi kitab zawa’id
yang lain. Disamping itu, para ulama hadis periode ini mengumpulkan hadishadis yang terdapat dalam beberapa kitab ke dalam sebuah kitab tertentu, di
antaranya adalah kitab Jami’ Al-Masanid wa As-Sunan Al-Hadits li Aqwami

Sunan, karangan Al-Hafidz Ibnu Katsir dan Jami’ul Jawami’ susunan AlHafidz As-Suyuthi (911 H).3
Kegiatan ulama hadis pada masa ini berkenaan dengan upaya mensyarahi
kitab-kitab hadis yang sudah ada, menghimpun dan mengumpulkan hadis-hadis
dalam kitab-kitab yang sudah ada, mentakhrij hadis-hadis dalam kitab tertentu,
dan membahas kandungan kitab-kitab hadis. Hal ini misalnya, pengumpulan isi
kitab yang enam, seperti yang dilakukan oleh ‘Abd al-Haq ibn Abd al-Rahman
al-Asybili (terkenal dengan Ibn al-Kharrat, w. 583 H) ‘al-Fayir al-Zabadi, dan
Ibn al-Atsir al-Jaziri, juga penyusunan kitab-kitab hadis yang mengenai
hukum, di antaranya oleh al-Daruquthni, al-Bayhaqi, Ibn Daqiq al-‘Id, Ibn
Hajar al-Asqalani, dan Ibn Qudamah al-Maqdisi.
Mulai abad keempat Hijriyah terus berlangsung beberapa abad
berikutnya. Dengan demikian masa perkembangan hadis ini melewati dua fase
sejarah perkembangan Islam, yakni fase pertengahan dan modern. Pada masa
abad terakhir muncul penulis hadis seperti al-Laknawi, al-Qasimi, dan Al-Bani

2 Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, (Semarang:
PT. Pustaka Rizki Putra, 1999), hlm. 105.
3 Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis, cet-1 (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2009) hlm
47-48.


serta ulama lain yang menghimpun hadis-hadis berdasarkan kualitas atau topik
tertentu.4
B. Pusat-Pusat Studi Hadis
India dan Mesir memegang peranan penting dalam perkembangan hadis.
Mulai dari masa Baghdad dihancurkan oleh Hulagu Khan, berpindahlah
kegiatan perkembangan hadis ke Mesir dan India. Dalam masa ini banyaklah
kepala-kepala pemerintahan berkecimpung dalam bidang ilmu hadis seperti alBarquq.
Disamping itu tidak dapat dilupakan usaha-usaha ulama-ulama India
dalam mengembangkan kitab-kitab hadis. Banyak kitab-kitab hadis yang
berkembang dalam masyarakat Islam dengan usaha penerbitan yang dilakukan
oleh ulama-ulama India. Merekalah yanng menerbitkan kitab Ulumul hadis
karangan al-Hakim.
Pada masa akhir ini berpindah pula kegiatan itu ke daerah kerajaan Saudi
Arabia.5
C. Tokoh-Tokoh Hadis
Diantara ulama-ulama hadis yang terkenal dalam masa ini, ialah:6
1. Al-Hafidzh Abdul Ghani al-Maqdisi (W.600 H)
2. Ibnu al-Atsir (W. 606 H)
3. Adh-Dhiya’ al-Maqdisi (W.643 H)
4. Al-Hafidzh al-Mundziri (W. 656 H)

5. Izz bin Abdussalam (W.660 H)
6. Ad-Dimyaty (705 H)
7. Abu Abbas ibnu Taimiyah (W.728 H)
8. Ibnu Saiyidinas (734 H)
9. Alamuddin al-Barzali (W.739 H)
10. Al-Mizzy (742 H)
11. Syamsuddin adz-Dzahabi (W.748 H)
12. Ibnu al-Qayyim (W.751 H)
13. Al-A’la-y (761 H)
14. Az-Zaila’y (762 H)
15. Ibnu Katsir (774 H)
4 Idri, Studi Hadis, (Jakarta:Kencana 2010), hlm. 51-52.
5 Teungku Muhammad Hasby Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, cet-4
(Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 1999) hlm. 105
6 Ibid., hlm. 110.

16. Az-Zarkasyi (794 H)
17. Ibnu Rajab (795 H)
18. Ibnu Daqiqil ‘Ied
19. Ibnul Mulaqin (804 H)

20. Al-Bulqany (805 H)
21. Al-Iraqy (806 H)
22. Al-Haitsamy (807 H)
23. Abu Zur’ah (826 H)
24. Al-Asqalany (852 H)
25. Al-‘Ainy (855 H)
26. Mughlathai (862 H)
27. Izz Ibn Abdissalam
28. An-Nawawi
29. As-Suyuthy (911 H)
D. Tantangan Internal dan Eksternal
Dalam rentang waktu ini selama lebih kurang empat abad, kaum
muslimin diterpa cobaan dan tantangan yang beragam. Di antara cobaancobaan ini adalah sebagai berikut:
1. Tantangan Internal
Tantangan-tantangan internal yang terjadi pada tahun 656 H hingga
tahun 911 H, antara lain sebagai berikut:7
a. Kemunduran ilmu pengetahuan dan terjadinya kemujudan pemikiran
sebagaimana yang telah telah terjadi sejak awal abad kelima Hijriyah.
b. Musibah yang menimpa umat Islam ketika itu adalah pergolakan
internal antar sebagian para pemimpin Islam, dimana setiap amir kota

dan pelosok menyerang wilayah keamiran kecil disekitarnya. Sungguh
banyak wilayah-wilayah kecil didalam daulah Islam yang saling
berhadapan, khususnya pada negeri Syam dan Afrika utara, apalagi
kejadian yang sudah masyhur di Andalusia yang banyak terdapat daulahdaulah kecil yang saling berhadapan.
2. Tantangan Eksternal
Adapun tantangan yang datangnya dari luar dalam periode tahun 656
H hingga tahun 911 H yaitu sebagai berikut:8
a) Ekspedisi militer pasukan salib terhadap negeri kaum Muslimin, setelah
kekalahan mereka di peperangan Hithein 583 H dan pengusiran mereka
7 Muhammad bin Mathar az-Zahrani, Kitab-kitab Rujukan Hadis (terj. Tadwin As-Sunnah AnNabawiyyah oleh Muhammad Rum) cet- 1 (Jakarta: Darul Haq, 2011), hlm 209-210.
8 Ibid, hlm. 210-212.

dari Baitul Maqdis oleh panglima perang al-Muzhaffar Shalahuddin alAyyubi, pendiri Daulah Ayyubiyah di Mesir dan Syam. Mereka masih
tetap eksis disebagian negeri Syam sekitar satu abad setelah kekalahan
mereka di perang Hithein, dimana perang terakhir yaitu perang Ukka
pada 690 H, sebagaimana disebutkan oleh al-Hafidz adz-Dzahabi tentang
kejadian-kejadian pada tahun tersebut dalam kitabnya Tarikh al-Islam,
dan menyebutkan bahwa ia sendiri menghadiri peristiwa itu, padahal
umurnya baru 17 tahun. Perang itu dipimpin oleh para ulama dari
kalangan fuqaha dan muhadis yang terpercaya dimana dahulu mereka

melempar menjanik (meriam pelempar batu) dengan tangan-tangan
mereka dalam keadaan membaca secara tartil ayat-ayat jihad dan
memohon doa.
b) Ujian dahsyat dan musibah yang amat pedih yang menerpa kaum
Muslimin disebabkan serangan tentara Tartar si penyembah berhala
hingga mencapai puncaknya, yang kemudian berakhir dengan jatuhnya
kota Baghdad di tangan Tartar pada 656 H. Peperangan mereka yang
sengit melawan kaum Muslimin terus berlangsung sampai Allah SWT
menghancurkan mereka sebanyak dua kali melalui tangan Muslimin.
Pertama, peperangan dibawah pimpinan al-Malik al-Muzhaffar alQuthuz pada perang Ain al-Jalut (nama kota di Palestina) pada 658 H.
Kedua, peperangan di bawah pimpinan Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah
dan para muridnya pada peperangan Syaqhab dekat kota Damaskus pada
702 H. Setelah peristiwa ini, Tartar tidak lagi kembali menyebrang kaum
Muslimin.
c) Ahli bid’ah dan para pengekor hawa nafsu dalam meguasai dan
memimpin umat Islam ketika itu, dan hal itu telah dimulai lebih kurang
sejak

pertengahan


Buwaihiyyun

abad

ar-Rafidzah

keempat
di

hijriyah

Baghdad

dan

dibawah

kekuasaan

dibawah

kekuasaan

Ubaidiyyun al-Bathiniyah di Afrika Utara, Mesir, dan Syam. Sebelum itu
kaum muslimin dikuasai oleh Qaramithah atheisme di Bahrain dan
sebagian daerah Irak dan Syam. Berakhir dengan penguasaan yang
dilakukan menteri Rafidzah Ibnu al-Alqami dan rekannya Nasir al-Kufr

ath-Thusi terhadap khalifah al-Abbasi di Baghdad. Ibnu al-Alqami
senantiasa menghasut khalifah untuk memberhentikan para tentara
perang yang pada awalnya jumlah mereka lebih dari 300.000 personil
sampai menjadi 10.000 personil ketika terjadi serangan Tartar atas
Baghdad.
3. Dukungan dari Tantangan
Namun terdapat juga dukungan-dukungan situasi yang terjadi,
diantaranya yaitu:9
Pertama, kesungguhan para ulama Ahlus Sunnah wa al Jamaah untuk
melawan kemunduran ilmu pengetahuan dan kebekuan pemikiran, di antara
mereka adalah al-Hafidzh abu Bakar al-Baihaqi, al-Khathib al-Baghdadi,
Muhammad bin Thahir yang dikenal dengan Ibnu al-Qaisarani, Muhyi asSunnah (penghidup sunnah) al-Baghawi, Abu Bakar al-Hazimi, Abu alWalid al-Baji,abu Abdullah al-Humaidi, Abdul Haq al-Isybili, Abu al-Abbas
al-Qurthubi, al-Qadhi Iyadh, Razin bin Muawiyah dan ulama-ulama Barat
lainnya.
Kemudian terbitlah cahaya ilmu pengetahuan baru di awal abad
ketujuh hijriyah di tangan ulama sunnah dari kalangan para ahli hadis dan
ahli fikih seperti al-Hafidzh Abdul Ghani al-Maqdisi (w.600 H), Ibnu alAtsir (w. 606 H), adh-Dhiya’ al-Maqdisi (w.643 H.), al-Hafidzh al-Mundziri
(w. 656 H), dan sultan al-Ulama (pemimpin ulama), al-Izz bin Abdussalam
(w.660 H), dan lain sebagainya.
Kebangkitan ilmu pengetahuan ini sampai puncaknya ketika berada
ditangan syaikhul Islam al-Hafidzh Abu Abbas ibnu Taimiyah (w.728 H)
dan para muridnya seperti al-Mizzi (w.742 H), Ibnu al-Qayyim (w.751 H),
Alamuddin al-Barzali (w.739 H), Syamsuddin adz-Dzahabi (w.748 H), dan
lain-lainnya.
Kedua, kesungguhan yang dilakukan oleh sebagian pemimpin ketika
itu dalam menghidupkan as-Sunnah dan menghancurkan bid’ah serta
menghidupkan kewajiban jihad melawan musuh-musuh Allah SWT dan
9 Ibid, hlm. 213-214.

rasul-Nya, baik itu dari kalangan orang-orang kafir maupun munafik ahli
kebatinan. Adapun para penguasa tersebut adalah :
Sebagaimana Kmctekin bin Daneshmend (w. 499 H) berhasil
menggagalkan kemenangan pertama tentara salib, kemudian Imaduddin
Zanki (w.540 H) dan anaknya, Nuruddin Mahmud asy-Syahid bin Zanki (w.
569 H). Nuruddin ini mempunyai andil besar dalam menghidupkan sunnah
dan menyebarkan keadilan sesama manusia, mempunyai andil dalam
mendekati para ulama, dan menghormati orang-orang shalih. Diantara bukti
kesungguhannya adalah munculnya panglima perang Shalahuddi al-Ayubi
(w. 589 H) yang mana Allah SWT meluluh lantakan kekuatan tentara salib
melalui tangannya pada perang Hithein, dan dia menaklukan kembali Baitul
Maqdis dengan tangannya sendiri, sebagaimana dia menghilangkan Daulah
Bathiniyyun dan Ubaidiyyun. Dia menghapus madzhab Rafidzah alBathiniyah yang mana mereka berusaha menyebarkannya kepada kaum
Muslimin melalui perguruan tinggi al-Azhar yang mereka bangun untuk
tujuan ini, setelah masuknya kaum Rafidhah ke kota Mesir setelah
pertengahan abad keempat Hijriyah.
Demikian juga al-Malik al-Muzhaffar Quthuz bin Abdullah (w.658 H.)
yang meluluhlantakkan Tartar pada peperangan ain al-Jalut pada 658 H dan
para sultan daulah Ayyubiyah Mamalik lainnya.
Ketiga, sesuatu yang terjadi pada ahl al-Halli wa al-Aqli (semacam
DPR, dan MPR) yang berasal dari Ahlu sunah wa al-Jamaah Ulama dan
Umara’ berupa saling menguatkan, memberikan nasihat, saling berwasiat
dalam kebenaran dan kesabaran, serta para penguasa yang berjalan sesuai
dengan manhaj Ahlus sunnah wa al-Jamaah. Berlawanan dengan apa yang
dilakukan oleh pemerintah yang berasal dari para hawa nafsu dan bid’ah,
berupa tindakan memerangi ulama dan menyempitkan ruang gerak mereka
menyampaikan ajaran-ajaran mereka. Hal tersebut karena mereka
mengetahui bahwa tidak akan mungkin menembus keinginan mereka dan

keinginan para pentolan dari musuh-musuh kaum muslimin kecuali dengan
menyebarkan kebodohan dan ummiyah (buta huruf) di tengah masyarakat.
Dengan demikian, umat akan berkembang menjadi bodoh terhadap
ajaran agamanya dan ajaran Rasulullah dalam kehidupan ini, tenggelam
hawa nafsunya dan sibuk dengan mencari nafkah sehari-harinya, sehingga
umat ini sibuk dengan semua yang telah di atur dan direncanakan
sedemikian rupa oleh penguasa dan pimpinan ahli bid’ah.
Sebagaimana pula para ulama mengetahui hak-hak para penguasa dan
pemimpin yang baik dan yang jahat diantara mereka, berupa mendengar dan
mematuhi perintah mereka, memberikan nasihat dan menjelaskan kebenaran
kepada mereka, mempersatukan mereka, dan tidak boleh keluar dari
kepemimpinan mereka selama mereka tidak melakukan kekafiran terangterangan disisi mereka dan mereka didalamnya mendapatkan petunjuk dari
Allah SWT.
E. Pengaruh terhadap Studi Hadis
Setelah abad kelima hijriyah para ulama telah menempuh dalam medan
pengabdian terhadap sunnah yang suci dan ilmunya beragam cara dalam karya
tulis mereka tentang hadis. Selain itu, dengan adanya berbagai tantangan dan
dukungan akhirnya berpengaruh terhadap studi hadis. Hal tersebut nampak dari
sela-sela amal berikut ini:10
1. Mereka sangat memperhatikan

kitab-kitab

salaf,

baik

dalam

hal

periwayatan, dirayah, syarah, dan penulisan biografi para perawi hadisnya.
2. Memperhatikan ilmu-ilmu hadis, baik dari penyusunan, pengurutan, dan
peringkasannya sehingga banyak ditemukan di abad ini kitab-kitab
musthalahah hadis yang ditulis secara sistematis dan ringkas, baik
matannya maupun syarahnya.
3. Penemuan metode baru dalam karya tulis dan adanya perhatianya lebih
terhadap penyusunannya, dimana muncul berbagai karya baru, di antaranya
yaitu:

10 Ibid, hlm. 212.

a. Menyusun kembali kitab-kitab ulama terdahulu, baik dalam matan
ataupun perawinya agar mudah dipelajari.
b. Kitab-kitab yang memperhatikan pengumpulan hadis-hadis tematik,
misalnya Kitab al-Maudhu’at (hadis-hadis palsu), Kitab al-Ahkam
(tentang hukum), dan lain-lainnya.
c. Kitab-kitab yang berhidmat kepada kitab-kitab lain atau mencakup
tematik umum dan universal, misalnya kitab takhrij al-Hadis, kitab
Zawa’id, dan lainnya.
F. Kitab-Kitab Hadis pada Tahun 656 H sampai 911 H
Diantara kitab-kitab yang disusun dalam periode ini, ialah sebagai
berikut:
1. Kitab-kitab Zawaid
Dalam periode ini ulama mengumpulkan hadis-hadis yang tak terdapat
dalam kitab-kitab yang sebelumnya kedalam sebuah kitab yang tertentu.
Kitab-kitab itu mereka namai Kitab Zawaid. Diantara kitab Zawaid yang
terkenal, ialah:
a. Kitab Zawaid sunan Ibnu majah yakni hadis-hadis yang diriwayatkan
oleh Ibnu Majah yang tiada terdapat dalam kitab-kitab yang lain.
b. Kitab Ith-Thaful Maharah bi zawaidil Masanidil ‘Asyrah.
c. Kitab Zawaid As-Sunanil Kubra, yaitu hadis-hadis yang tak terdapat
dalam kitab enam. Ketiga kitab ini disusun oleh Al-Bushiry (840 H).
d. Kitab Al-Muthalibul ‘Aliyah fi Zawaidil Masanadits Tsamaniyah,
susunan Al-Hafidh Ibnu Ibnu Hajar (852 H).
e. Majma’uz Zawaid, susunan Al-Hafidh Nuruddin Abul Husain AlHaitsamy (807 H), dan banyak lagi kitab-kitab Zawaid yang lain.
2. Kitab-kitab jawami yang umum.
Ulama-ulama hadis dalam periode ini mengumpulkan pula hadis-hadis
yang terdapat dalam beberapa kitab, kedalam sebuah kitab yang tertentu. Di
antara kitab yang merupakan jawami’ yang umum, ialah:
a. Kitab Jami’ul Masanaid was Sunan Al-Hadi li Aqwami Sunan, karangan
Al-Hafidh Ibnu Katsir (9774 H). Dalam kitab ini dikumpulkan hadis-

hadis Al-Bukhary, Muslim, Sunan An-Nasai’, Abu Daud, At-Turmidzi,
Ibnu Majah, Musnad Ahmad. Selain itu juga ada Al-Mu’jamul Kabir,
susunan Ath-Thabary.
b. Jami’ul Jawami’, susunan Al-Hafidh As-Suyuthi (911). Dalam kitab ini
dikumpulkan hadis-hadis kitab enam dan lain-lain. kitab ini mengandung
banyak hadis dha’if dan maudlu’. Alauddin Al-Hindy (975 H) telah
menerbitkan kitab-kitab ini dalam sebuah kitab yang dinamai Kanzul
Ummal fi Sunanil Aqwali wal Af’al. Kemudian diringkaskannya dalam
kitab

Muntakhabu

Kanzil

Ummal.

As-Suyuthi

sendiri

telah

mengikhtisarkan kitab itu. Mukhtasarnya dinamai Al-Jami’us Saghir fi
Hadisil Basyiri Nadzir.
3. Kitab-kitab yang mengumpulkan hadis-hadis hukum
Di antara kitab-kitab yang mengumpulkan hadis-hadis hukum yang
disusun dalam periode ini, ialah:
a. Kitab Al-Imam fi ahadisil Ahkam, susunan Ibnu Daqiqil ‘Id (702 H).
Kitab ini disyaratkan dalam sebuah kitab yang dinamai Al-Imam, sebuah
syarah yang sangat besar.
b. Kitab Taqribul Asanid wa Tartibul Masanid, susunan Zainuddin Al’Iraqi
(806 H). Di dalamnya beliau kumpulkan hadis-hadis hukum yang
diriwayatkan oleh imam-imam yang terkenal yang diberi julukan dengan
Assuhhul Asanid. Kitab ini disyarahkannya dalam sebuah kitab yang
dinamai Tharhut Tatsrib fi Syarhit Taqrib. Syarah ini disempurnakan
oleh putra beliau yang bernama Abu Zur’ah.
c. Kitab Bulughul Maram min Ahadisil Ahkam, oleh Al-Hafidh Ibnu Hajar
Al-Asqalani (852 H). Kitab ini mengandung 1400 buah hadis dan telah
disyarahkan oleh banyak ulama. Diantaranya, Al-Qadli Al-Husain
Muhammad ibn Isma’il As-San’ani (1182 H) dalam kitab yang bernama
Subulus Salam dan Siddiq Hasan khan (1307 H) dalam kitab yang
dinamai Fathul ‘Allam.
4. Kitab-kitab Takhrij

Banyak kitab dalam berbagai ilmu yang mengandung hadis-hadis
yang tidak disebut siapakah perawinya dan siapa pentakhrijnya dan tidak
pula diterangkan nilainya. Maka sebagian ulama berusaha menerangkan
tempat-tempat pengambilan hadis-hadis itu dan nilai-nilainya dalam sebuah
kitab yang tertentu. Diantara kitab-kitab takhrij ini, ialah:
a. Takhrij Ahadis Tafsir Al-Kasysyaf, karangan Al-Zaila’i (762 H). Akan
tetapi kitab ini tidak mentakhrijkan seluruh hadis yang disebut oleh
pengarang Al-Kasysyaf secara isyarat.
b. Al-Kafisi Syafi’ Takhriji Ahadisi Kasysyaf oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani.
Dalam kitab ini ditakhrijkan hadis-hadis yang lupa ditakhrijkan oleh AlZaila’i.
c. Takhrij Ahadisil Baidlawi, oleh Abdul Rauf Al-Manawi, dan lainnya.
5. Kitab-kitab takhrij hadis yang terkenal dalam masyarakat
Banyak hadis yang terkenal dan bernilai dalam masyarakat. Maka
ulama-ulama hadis mengumpulkan hadis-hadis itu dalam suatu kitab untuk
diterangkan nilai-nilai dan derajat-derajat hadis.
a. Al-Maqoshidu Khasanah, oleh asy-Syahoi. Kitab ini telah diikhtisharkan
oleh murid-murid beliau yaitu Abdurrahman ibnu ad-Dhaiba Asyaibani
dan dinamai Tamziyuth Thoyibi minal Khobis.
b. Tasilus Subul ila Kasyfilibas, oleh Izzuddin Muhammad ibnu Ahmad alKholili (1507 H).
c. Kasyful Khofa wa Mushilul Albas, oleh Khafidz al-Ajalu (1162 H).
6. Kitab-kitab Athraf
Sebagaimana dalam periode ke-6 H muncul kitab-kitab Athraf yang
disusun oleh tokoh-tokoh

hadis, maka dalam periode ini bangun pula

beberapa ulama menyusun kitab-kitab Athraf itu, seperti:
a. It-hhaful Maharah Biathrafil ‘Asyarah oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani.
b. Athraful Musnad Al-Mu’tali bi Athrafi Musnadil Hanbali oleh Ibnu Hajar.
c. Athraful Musnadil Firdaus oleh Ibnu Hajar.
d. Athraful Sahih Ibnu Hibban oleh Al-‘Iraqi.
e. Athraful Masanidil Asyarah oleh Syihabuddin Al-Bushiri.

Inilah beberapa usaha penting oleh ulama-ulama untuk mengumpulkan
hadis, menertibkannya. Dan dalam periode inilah lahir kitab-kitab syarah hadis
yang besar-besar, seperti Fathul Bari, Umdatul Qari, Irsyadus Sari, dan lainlain.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Perkembangan hadis pada 656 H adalah masa sesudah meninggalnya
Khalifah Abasiyyah ke XVII Al-Mu’tashim (w. 656 H). Disamping itu, para
ulama hadis periode ini mengumpulkan hadis-hadis yang terdapat dalam
beberapa kitab ke dalam sebuah kitab tertentu, di antaranya adalah kitab Jami’
Al-Masanid wa As-Sunan Al-Hadi li Aqwami Sunan, karangan Al-Hafidz Ibnu
Katsir dan Jami’ul Jawami’ susunan Al-Hafidz As-Suyuthi (911 H).
Pada masa ini adalah masa bangkitnya kembali setelah Islam diserang
oleh tentara salib dan adanya seragan dari bangsa Tartar yang dapat menaklukan
Baghdad. Namun dari faktor internal Islamnya sendiri juga turut andil
mengancurkan kekuasaan Islam dengan saling mengambil kekuasaan di daerahdaerah Islam yang kecil. India dan Mesir memegang peranan penting dalam
perkembangan hadis.
Kemudian terbitlah cahaya ilmu pengetahuan baru di awal abad ketujuh
hijriyah di tangan ulama sunnah dari kalangan para ahli hadis dan ahli fikih
seperti al-Hafidzh Abdul Ghani al-Maqdisi (W.600 H), Ibnu al-Atsir (W. 606 H),
adh-Dhiya’ al-Maqdisi (W.643 H.), al-Hafidzh al-Mundziri (W. 656 H), dan
sultan al-Ulama (pemumpin ulama) al-Izz bin Abdussalam (W.660 H), dan lain
sebagainya.
Kebangkitan ilmu pengetahuan ini sampai puncaknya ketika berada
ditangan syaikhul Islam al-Hafidzh Abu Abbas ibnu Taimiyah (W.728 H) dan
para muridnya seperti; al-Mizzi(W.742 H), ibnu al-Qayyim (W.751 H),
Alamuddin al-Barzali (W.739 H), Syamsuddin adz-Dzahabi (W.748 H), dan
lain-lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasby. 1999. Sejarah dan Pengantar Ilmu
Hadis. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra.
Az-Zahrani, Muhammad bin Mathar. 2011. Kitab-kitab Rujukan Hadis terj.
Tadwin As-Sunnah An-Nabawiyyah oleh Muhammad Rum. Jakarta: Darul Haq.
Idri. 2010. Studi Hadis. Jakarta: Kencana.
Solahudin, Agus, dan Agus Suyadi. 2009. Ulumul Hadis. Bandung: CV. Pustaka
Setia.