SEJARAH SUKU ANAK DALAM dan rokok

SEJARAH SUKU ANAK DALAM

Sejarah lisan orang rimba selalu di turunkan pada leluhur.
tengganai ngembar (80), pemangku adat sekaligus warga tertua SAD yang tinggal di Taman
Nasional Bukit Duabelas (TNBD) Jambi, ada dua versi cerita mengenai sejarah Orang Rimba
dari para terdahulu.
ia memperkirakan dua versi ini punya keterkaitan.
Pertama, leluhur mereka adalah orang Maalau Sesat, yang meninggalakan keluarga dan lari ke
rimba di sekitar Air Hitam, TNBD. Mereka kemudian di namakan Moyang Segayo.
Kedua, Penghuni rimba adalah masyarakat Pagaruyung, mereka pun menetap di hutan itu.
versi kedua ini lebih banyak di kuatkan dari segi bahasa, karena terdapat kesamaan antara bahasa
rimba dan minang. Orang Rimba juga menganut system Matrilineal, sama dengan budaya
minang. dan yang lebih mengejutkan Orang Rimba mengenal Pucuk Undang Nan Delapan,
terdiri atas hukum empat ke atas dan empat ke bawah, yang juga di kenal di Ranah Minang.
Di kabupaten Tanah Datar sebagai pusat kerajaan pagaruyung sendiri,terdapat sebuah
daerah,yaitu Kubu Kandang. Merekalah yang di perkirakan bermigrasi ke beberapa wilayah di
Jambi bagian barat.
Mereka hidup seminomaden , karena kebiasaanya berpindah dari satu tempat ke tempat lainya.
Mereka pindah ketika ada warga meninggal,menghindari musuh,dan membuka ladang baru.
Orang rimba tinggal di pondok pondok yang di sebut Sesudungon, Bangunan kayu hutan,
berdinding kulit kayu, dan beratap daun.

Hasil survey Kelompok Konservasi Indonesia tahun 2004 menyatakan , Jumlah keseluruhan
orang Rimba di TNBD ada 1.542 jiwa. Mereka menempati hutan yang kemudian yang di
nyatakan kawasan TNBD , Terletak di perbatasan empat kabupaten yaitu Batanghari, Tebo,
Merangin, dan sarolangun.

INTERAKSI SUKU ANAK DALAM

Masyarakat Suku anak dalam hidup secara berkelompok,mereka bebas untuk tinggal bersama
dengan kelompok lain. Namun mereka tidak dengan mudah berganti ganti kelompok karena
terdapat hukum adat yang mengaturnya.
susunan organisasi social pada masyarakat Suku Anak Dalam terdiri dari:
1. Kepala Adat
2. Wakil kepala adat, jika kepala adat berhalangan
3. Menti, menyidang orang secara adat atau Hakim.
Kehidupan Suku Anak Dalam
Makanan
mereka sudah banyak menggunakan beras sebagai makanan pokok sehari hari. makanan pokok
mereka waktu dulu adalah segala jenis umbi umbian yang tumbuh di hutan, seperti keladi, ubi
kayu, ubi jalar, ubi silung dan binatang buruan seperti babi hutan,rusa,kancil,dll.
Pakaian

Mereka umumnya hanya menggunakan cawat untuk penutup kemaluanya.
Dahulu aslinya mereka menggunakan cawat dari kulit kayu,namun karena cawat dari kulit kayu
sering menimbulkan rasa sakit akibat kutu kayu yang masuk ke dalam kulit, sehingga mereka
meninggalkanya dan beralih dengan kain yang mereka beli di masyarakat umum.
tingkat kemampuan intelektual suku anak dalam dapat di sebut masih rendah dan tempramen
mereka pada umumnya keras dan pemalu. Walaupun masih terbatas , tetapi sudah terjadi
interaksi sosialdengan masyarakat luar semakin tampak.
Sebagai orang yang memiliki harta benda minimal, termasuk barang seni dan alat
teknologi,menurut kosmologi orang rimba mereka tidak tergoda memiliki harta benda. Ada
kerajinan yang di buat dari bambuo, daun,rotan, rumput, kayu, dan kulit. Sebagai tikar untuk
membungkus barang atau sebagai tempat tidur, dan wadah untuk tempat menyimpan, untuk
membawa barang dan untuk melengkapi sistem adat , atau sebagai alat tukar menukar dalam adat
perkawinan.
Pada umumnya,saat mereka pergi ke pasar mingguan atau keluar hutan untuk pergi ke dusun,
laki-laki sering memakai celana dan perempuan menutupi badanya agar mereka tidak merasa
malu demi menghormati budaya dusun serta agar di terima dengan baik.

TEKANAN YANG DI ALAMI SUKU ANAK DALAM

Suku Anak Dalam,komunitas terasing di provinsi Jambi terkesan kurang perhatian dari

pemerintah setempat. Kawasan hutan alam terus di jarah, habitat pun berubah. Anak anak orang
rimba terancam kekurangan gizi. Badanya kurus, perunyat membuncit, tulang rusuknya
menonjol, dan matanya pun cekung. Angka kematian pun cukup tinggi. Hal ini karena hancurnya
kawasan hutan alam yang selama ini menjadi tumpuan hidup Suku Anak Dalam.
Dahulu di kawasan hutan dengan tutupan yang bagus Orang Rimba mampu mempertahankan
kesejahteraan mereka dengan mendapatkan kecukupan makanan (gizi,protein,dan karbohidrat)
dengan berlimpah. Selain makanan mereka juga memanfaatkan hutan untuk mendapatkan obatobatan.
Namun ketika hutan terbuka kondisi pun jauh berubah, tidak hanya kehilangan sumber pangan
dan obat, sumber air pun menjadi berubah,sungai menjadi keruh ketika musim hujan tiba.
sedangkan musim kemarau angin sungai pun surut.
Daya turun ekologis yang terus menurun membuat orang rimba berada dalam kerentanan.
Sumber makanan dari hutan yang kian menurun, interaksi dengan pihak luar yang kerap
merugikan mereka dan akses pelayanan kesehatan yang sulit membuat orang rimba berada dalam
tekanan yang hebat. tak heran jika anak-anak mereka dalam ancaman dan gizi yang buruk.
Banyaknya pembukaan lahan demi kepentingan ekonomi, air sungai di habitat orang rimba kini
tidak bisa langsung di konsumsi seperti dulu.

EKOSISTEM TAMAN NASIONAL BUKIT DUA BELAS
Taman Nasionan Bukit Duabelas merupakan salah satu kawasan hutan hujan tropis dataran


rendah di provinsi Jambi. Semula kawasan ini merupakan kawasan hutan produksi tetap, hutan
produksi terbatas dan areal penggunaan lain yang di gabung menjadi taman nasional.
Taman Nasional Bukit Dua Belas memiliki jenis tumbuhan yang ada antara lain Bulian
(Eusideroxylon zwageri), meranti (Shorea sp.), menggeris/kempas (Koompasia excelsa),
jelutung (Dyera costulata), jernang (Daemonorops draco), dammar (Agathin sp.), dan rotan
(Calamus sp.). terdapat kurang lebih 120 jenis tumbuhan termasuk cendawan yang dapat di
kembangkan sebagai tumbuhan obat.
Taman Nasional ini merupakan habitat dari satwa langka dan dilindungi seperti siamang
(Hylobates syndactylus syndactylus), beruk (Macaca Nemestrina), macan dahlan (Neofelis
nebulosa diardi), kancil (Tragulus Javanicus Kanchil).
Jumlah sungai dan anak sungai sangat banyak yang berasal dari kawasan ini, sehingga kawasan
ini merupakan daerah tangkapan air terpenting bagi daerah aliran sungai Batang Hari. Keadaan
topografi taman nasional ini datar sampai bergelombang sedang, dengan bukit/gunung seperti
bukit suban, sungai punai (± 164 m) Gunung Panggang (± 328 m), dan bukit kuran (± 438 m.)
Masyarakat asli Anak Dalam telah mendiami hutan Taman Nasional Dua Belas selama puluhan
tahun. Suku anak dalam menyebut hutan ini sebagai daerah pengembaraan, di mana mereka
berinteraksi dengan Alam, saling meberi, saling memelihara dan saling menghidupi. Untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, suku anak dalam melakukan kegiatab berburu babi,mencari
ikan,mencari madu, dan menyadap karet untuk dijual.
Bagian utara taman nasional ini terdiri dari hutan hujan primer, sementara sisanya merupakan

hutan sekunder,sebagai akibat dari penebangan hutan Taman Nasional Bukit Duabelas
dikembangkan dalam 6 sistem zonasi, yaitu zona inti, Zona Rimba, Zona pemanfaatan
tradisional, Zona pemanfaatan terbatas, Zona pemanfaatan Pariwisata Alam, dan Zona
rehabilitasi TNBD merupakan kawasan lindung yang mempunyai keunikan tersendiri, karena
keberadaanya tidak terlepas dengan kehidupan masyarakat tradisional suku kubu/orang rimba
yang terdapat di dalam dan sekitar taman nasionaluntuk mencari kehidupan sehari-hari seperti
rotan,dammar,kayu gaharu,dll.
Selain itu merupakan tempat tinggal sekaligus tempat kehidupan Suku Anak Dalam yang masih
menyimpan budaya dan adat istiadat secara tradisional. Pengelolaan kawasan TNBD sebagai
lokasi pariwisata alam di provinsi Jambi merupakan upaya meningkatkan kesejahteraan
masyarakat di sekitarnya. Pengelolaan tersebut berwawasan lingkungan , secara bijaksana serta
berbasis masyarakat dengan melibatkan seluruh pihak terkait..

KONFLIK KEHUTANAN
Pengelolaan hutan masih menganggap hutan sebagai Obyek dan Manusia sebagai subyek, dan
masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan di anggap sebagai subyek yang harus di
keluarkan dari wilayah hutan.
Seperti di beritakan oleh Mongabay.co.id (29 Juni 2012), saat ini masyarakat yang tinggal di
pulau Padang, kecamatan merbau, kabupaten kepulauan Meranti sangat resah terhadapnasip
masa depanya. Konflik Lahan antara pihak PT RAPP (APRIL Group) telah menyebabkan tidak

jelasnya mata pencarian masyarakat. Sebagai bagian dari rasa frustasi, 10 orang masyarakat
Pulau Padang siap membakar diri di depan istana Negara melanjutkan upaya untuk mencari
kebenaran.
Kawasan pulau Padang yang sejatinya pulau kecil berbentuk kubah gambut sangat rentan jika
ada aktivitas konversi hutan skala luas. Perkebunan sagu yang menjadi sektor andalan
masyarakat pulau Padang akan terganggu karena konversi hutan gambut dan akan membuat
hutan terlalu kering.
Kondisi lain di perparah makin tinggi pengikisan tanah di pesisir.Saat ini permukaan gambut
sendiri di laporkan telah turun 1 meter dari permukaan gambut semula.