Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Psikoterapi
“EXPRESSIVE WRITING THERAPY”
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Psikoterapi
Oleh:
STEFANUS TAA
15010110110081
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013
Expressive therapy: Writing therapy
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Era sekarang ini memberikan banyak kemudahan dan kebebasan kepada kita untuk
mengekspresi sesuatu, berpendapat, serta melakukan hal apapun sesuka kita. Dengan
didukung oleh teknologi modern saat ini kitapun makin dimanjakan. Salah satu cara yang
dapat kita lakukan adalah menulis. Iya, dengan menulis kita dapat menyalurkan minat
sebagai penulis. Menulis dapat juga membuat diri kita lebih rileks, plong karena segala
keluh kesah, masalah dan keinginan kita dapat kita tuangkan atau ekspresikan melalui
sebuah tulisan, atau lebih tepatnya segala kemauan kita perlahan menjadi nyata dengan
di awali dari menulis cita-cita atau keinginan terbesar kita. Menulis juga membuat
pikiran kita tidak terasa penuh atau berat yang apabila di biarkan terus menerus dapat
berkibat frustasi hingga stress. Seperti diungkapkan oleh Albert Einstein
“Aku
melakukannya untuk memenuhi kebutuhan berpikir”. Hal inilah yang membuat
Menulis juga digunakan oleh para psikolog sebagai salah satu teknik ekspresif terapi
pada klien.
Orang kadang tidak bisa merasakan ada masalah yang muncul sampai dengan
adanya hal destruktif (merusak), yang membuat kehidupan seseorang itu tidak stabil.
Diperlukan sebuah kepekaan atau kesadaran diri, agar kita dapat merasakan hal-hal yang
kiranya membuat kita tidak nyaman, serta membuat sebuah masalah baru yang sering
kali tidak kita sadari.
Menulis diari ini merupakan kegiatan yang sangat populer bagi sebagian orang,
mulai dari anak kecil sampai orang dewasa. Dan, yang membuat hal ini menarik, diari
merupakan hal yang tidak asing dalam kehidupan sehari-hari. Sedari kecil kita
dibiasakan oleh orang tua kita untuk menulis diari. Hal yang ditulis biasanya merupakan
kejadian sehari-hari yang berkesan bagi kita.
Pada waktu remaja pun, diari digunakan sebagai teman berbagi, sahabat, dan ajang
untuk sharing semua peristiwa yang terjadi. Baik hal yang menyenangkan maupun saatsaat di mana seorang remaja mengalami rasa putus asa. Pada waktu dewasa, diari
digunakan sebagi teman untuk menyelesaikan masalah, sebagai bahan pertimbangan
dalam mengambil keputusan, dsb. Sebagian orang menganggap, manfaat menulis diari
Expressive therapy: Writing therapy
2
adalah untuk menuliskan peristiwa unik dan berkesan agar dapat dikenang dikemudian
hari. Sebenarnya, ini bukan pendapat yang salah. Namun, ada satu hal yang tidak kita
sadari ketika menulis diari, yaitu sebagai terapi diri yang efektif.
Mengapa dikatakan menulis sebagai terapi? Sebab, banyak manfaat menulis diari,
yang dapat kita jadikan terapi diri secara berkala, yang berguna bagi pengembangan diri
kita. Sebenarnya, ini bukan hal yang aneh lagi, karena dengan menulis diari kita bisa
memetik banyak manfaat, antara lain: Menghilangkan stres , sebagai media
merencanakan target yang ingin dicapai, Untuk menuliskan komitmen, Sebagai
pengontrol target, Alat memformulasikan ide baru, Sebagai gudang inspirasi, Alat
penyimpan memori, Alat memudahkan penyelesaian masalah, dan sebagai media refleksi
dan kebijkasanaan.
Expressive therapy: Writing therapy
3
BAB II
TEORI
A. Terapi Ekspresif
Terapi ekspresif didefinisikan sebagai penggunaan seni, musik, tari/ gerakan,
drama, puisi/ menulis kreatif, bermain, dan sandtray dalam konteks psikoterapi,
konseling, rehabilitasi, atau perawatan kesehatan. Selain itu, terapi ekspresif kadangkadang disebut sebagai "pendekatan integratif" ketika secara sengaja digunakan dalam
kombinasi pengobatan. Salah satu bentu dari terapi ekspresif yaitu terapi menulis (
Writing Expressive Therapy)
Sejarah Singkat Terapi Ekspresif
McNiff (1981, 1992) mengusulkan bahwa seni secara konsisten menjadi
bagian kehidupan serta menyembuhkan sepanjang sejarah umat manusia. Sekarang,
terapi ekspresif memiliki peran yang semakin diakui dalam kesehatan jiwa,
rehabilitasi, dan obat-obatan. Namun menurut McNiff, terapi ini telah digunakan
sejak zaman kuno sebagai pencegahan dan bentuk pengobatan. Misalnya, Mesir
dilaporkan telah mendorong orang dengan penyakit mental untuk terlibat dalam
kegiatan seni (Fleshman & Fryrear, 1981), dan kisah Raja Saul dalam Alkitab
menggambarkan Musik yang menenangkan atribut.
Kemudian, di Eropa pada masa Renaissance, dokter dan penulis Robert Burton
berteori bahwa imajinasi memainkan peran dalam kesehatan dan kesejahteraan,
sementara filsuf Italiade Feltre mengusulkan bahwa tarian dan bermain sangat
penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak-anak (Coughlin, 1990).
Ide menggunakan seni sebagai tambahan untuk perawatan medis muncul pada
periode dari tahun 1800-an hingga 1900-an bersama Advent. Selama ini mulai
muncul gerakan untuk memberikan pengobatan secara lebih manusiawi untuk
penderita penyakit mental dan "terapi moral" termasuk keterlibatan pasien dengan
seni (Fleshman & Fryrear, 1981).
Joseph Moreno (1923), pendiri psikodrama, mengusulkan penggunaan
ditetapkan sebagai cara untuk memulihkan kesehatan mental.
Dia juga
menggambarkan penggunaan citra kreatif yang positif, pembalikan peran, dan
"Monodrama" (di mana peserta enacts semua bagian dari diri).
Pada saat yang sama, Florence Goodenough (1926) mempelajari lukisan anakanak sebagai langkah-langkah perkembangan kognitif, dan lain-lain, seperti Hans
Expressive therapy: Writing therapy
4
Prinzhorn, menjadi tertarik dalam seni pasien dengan penyakit mental yang berat
(Vick, 2003).
Akhirnya, bidang sandplay, terapi sandtray, dan dasar terapi bermain hadir di
Margaret Lowenfeld "Dunia Teknik" pada tahun 1920 (Lowenfeld, 1969).
Lowenfeld mulai pelatihannya sebagai seorang dokter anak dan kemudian mulai
melakukan pengamatan tentang bermain anak-anak, mengembangkan metode yang
menggunakan mainan untuk memahami aspek psikososial pada anak.
Terapi seni kreatif menjadi lebih dikenal secara luas selama 1930-an dan 1940an ketika psikoterapis dan seniman mulai menyadari bahwa ekspresi diri melalui
metode nonverbal seperti melukis, membuat musik, atau gerakan mungkin bisa
membantu untuk orang dengan penyakit mental yang berat. Karena ada banyak
pasien yang mengatakan "obat berbicara" adalah tidak praktis, terapi seni secara
bertahap mulai menemukan tempat dalam pengobatan.
Asosiasi profesi bagi para praktisi seni, musik, dan terapi ekspresif lainnya
telah didirikan dan program universitas dalam pelatihan praktisi sebagai modalitas
ini berkembang pesat. Selama beberapa dekade terakhir, terapi bermain dan terapi
sandplay juga telah menjadi bagian dari latihan terapi ekspresif dan telah
mengembangkan dasar teoritis tertentu, metodologi, pelatihan, dan asosiasi profesi.
Apalagi baru-baru ini, terapi ekspresif telah dimasukkan ke dalam menangani
berbagai kesehatan mental, rehabilitatif, dan pengaturan medis, baik sebagai bentuk
primer maupun bentuk tambahan pengobatan. Sebagai contoh terapi musik dan
imagery sekarang digunakan secara rutin kepada pasien yang dirawat di rumah sakit
untuk mengurangi nyeri, relaksasi, dan melahirkan. Seni dan bermain terbukti
menjadi penting sebagai pembekalan trauma, resolusi dan pemulihan kepada anakanak (Malchiodi, 2001), dan terapi menulis digunakan untuk memperbaiki gejala
penyakit seperti asma dan radang sendi serta mengurangi stres pasca trauma pada
individu yang memiliki krisis berpengalaman atau loss (Pennebaker, 1997).
Pendidikan, Kompetensi, dan Standar Pelaksanaan
Para praktisi yang menggabungkan terapi ekspresif ke dalam praktek
psikoterapi, sebelumnya telah mengikuti pelatihan dan memiliki sertifikat atau
lisensi dalam terapi ekspresif tertentu yang spesifik. Menurut Knill, dkk (1995) para
terapis ekspresif tidak perlu menguasai semua bentuk terapi ekspresif, yang
terpenting adalah mereka memahami bahwa semua bentuk terapi ekspresif berfokus
Expressive therapy: Writing therapy
5
pada imajinasi manusia. Mereka juga berpendapat bahwa penggunakan lebih dari
satu macam metode terapi akan lebih manjur dalam menyelesaikan suatu
permasalahan. Beberapa praktisi juga percaya bahwa agar terapi dapat berjalan
efektif maka terapis ekspresif harus memiliki pengalaman yang signifikan dalam
seni menggambar, musik, tari, drama, puisi, bermain, ataupun sandtray sehingga
dapat secara kompeten menggunakan terapi tersebut.
Terapi ekspresif dapat digunakan sebagai bentuk utama dalam suatu terapi,
dengan catatan bahwa terapis memiliki pemahaman yang mendalam tentang
bagaimana modalitas dalam terapi ekspresif dapat diterapkan dalam menangani
berbagai gangguan. Namun banyak teknik terapi ekspresif juga digunakan untuk
melengkapi berbagai teori psikoterapi dan konseling, seperti psikoanalitik,
humanistic, transpersonal, dan lain-lain.
Terdapat standar dalam penggunaan dan penerapan terapi ekspresif bagi para
praktisi yang diatur oleh asosiasi-asosiasi seperti The American Art Therapy
Association (AATA), the American Music Therapy Association (AMTA), the
American Dance Therapy Association (ADTA), the National Drama Therapy
Association (NADT), the National Poetry Therapy Association (NAPT), and the
Association of Play Therapy (APT). National Coalition of Creative Arts Therapies
Associations
(NCCATA)
juga
menawarkan
informasi
mengenai
standar
pelaksanaan, kesempatan pelatihan, serta hal lain yang diperlukan untuk para
praktisi. Setiap asosiasi masing-masing juga memiliki standar etika yang harus
diperhatikan para terapis yang menggunakan terapi ekspresif dalam treatment
maupun asesmen yang dilakukannya.
Karakteristik Terapi Ekspresif
Terapi Ekspresif menambahkan dimensi yang unik untuk psikoterapi dan
konseling karena mereka memiliki karakteristik yang spesifik, tidak selalu
ditemukan dalam terapi verbal, namun tidak terbatas pada, (1) self ekspresi, (2)
partisipasi aktif, (3) imajinasi, dan (4) pikiran-tubuh koneksi.
Self-Expression
Sifat dan tujuan dari semua terapi adalah mendorong individu untuk terlibat
dalam eksplorasi diri. Terapi Ekspresif mendorong tidak hanya eksplorasi diri, tetapi
juga menggunakan ekspresi diri melalui satu atau lebih modalitas sebagai bagian
Expressive therapy: Writing therapy
6
sentral dari proses terapi. Gladding (1992) menambahkan bahwa melalui bentukbentuk ekspresi diri, individu mampu "menunjukkan dan mempraktekkan perilaku
yang adaptif".
Ekspresi diri melalui lukisan, gerakan, atau puisi dapat menunjukkan
pengalaman masa lalu dan bahkan menjadi katarsis bagi sebagian orang. Ekspresi
diri digunakan sebagai wadah untuk perasaan dan persepsi yang dapat memperdalam
pemahaman yang lebih besar dalam diri atau dapat diubah, menyebabkan perbaikan
emosional, resolusi konflik, dan rasa kesejahteraan.
Partisipasi aktif
Terapi Ekspresif dalam psikologi didefinisikan sebagai "terapi tindakan"
(Weiner, 1999) karena metodenya berorientasi pada tindakan, dimana klien diberi
kesempatan untuk dapat mengeksplorasi masalah dan mengkomunikasikan pikiran
dan perasaan mereka. Pembuatan seni dan musik, tari dan drama, penulisan kreatif,
dan segala bentuk permainan memerlukan partisipasi klien dan investasi energi di
dalamnya. Semua terapi ekspresif berfokus untuk mendorong klien menjadi peserta
aktif dalam proses terapi. Pengalaman melakukan, membuat, dan menciptakan dapat
mengerahkan energi individu, mengarahkan perhatian dan fokus, serta mengurangi
stres emosional, yang memungkinkan klien untuk sepenuhnya berkonsentrasi pada
isu-isu, tujuan, dan perilaku.
Imajinasi
Dalam terapi ekspresif, pemikiran imajinatif digunakan untuk menghasilkan
ekspresi diri. Imajinasi sangat membantu individu dalam mengarahkan dirinya untuk
bergerak di luar prasangka mereka melalui eksperimen dengan cara-cara yang baru.
Berpikir imajinatif dalam pembuatan seni juga memungkinkan klien untuk mencoba
solusi-solusi yang kreatif. Sehingga penggunaan terapi seni, bermain, ataupun
sandtray dapat meningkatkan produksi imajinasi serta dapat membantu individu
dalam menemukan dan mengembangkan solusi perbaikan menuju perubahan.
Koneksi Pikiran-Tubuh
The National Center for Complementary and Alternative Medicine (NCCAM)
menyebutkan bahwa intervensi pikiran-tubuh sebagai desain yang menangani
kemampuan pikiran dalam mempengaruhi fungsi tubuh. Banyak terapi ekspresif
Expressive therapy: Writing therapy
7
dianggap oleh NCCAM sebagai intervensi pikiran-tubuh karena memanfaatkan
penggunaan indera untuk melakukan perubahan. Misalnya terapi seni, drama, dan
bermain dapat menjanjikan perbaikan bagi stres pasca trauma. Dalam hal ini musik,
seni, dan tari/gerakan dapat membantu menekan respon relaksasi tubuh, keadaan
tenang, yang diyakini berkaitan dengan persepsi kesehatan, kesehatan, dan
kebahagiaan (Benson, 1996). Terapi Ekspresif, khususnya tari, seni, dan terapi
bermain, juga mungkin berguna dalam membangun kembali dan mendorong
attachment yang sehat melalui pengalaman sensorik, interaksi, dan gerakan.
Keterbatasan Terapi Ekspresif
Sama halnya terapi lainnya, ada keterbatasan untuk terapi ekspresif dalam hal
pengobatan dan intervensi. Pertama, beberapa individu, seringkali orang dewasa,
mungkin ragu-ragu untuk terlibat dalam suatu modalitas ekspresif dalam terapi
karena mereka merasa bahwa mereka tidak "kreatif" atau tidak dapat menghasilkan
sesuatu yang artistic. Selain itu, orang-orang dengan pengalaman yang luas dalam
lukisan, musik, atau tari mungkin tidak dapat melepaskan aturan belajar tentang
ekspresi diri yang dapat menghambat dalam spontanitas mereka dalam terapi ketika
diminta untuk mengekspresikan diri dalam medium khusus mereka.
Bagi terapis yang tidak memiliki pelatihan ekstensif dalam terapi ekspresif,
mungkin ada kecenderungan untuk ingin menafsirkan apa yang klien mereka
lakukan dalam modalitas tertentu. Hal ini terutama berlaku untuk gambar yang
dibuat klien dan ekspresi seni lainnya, praktisi mungkin tergoda untuk
memproyeksikan kesimpulan mereka sendiri tentang konten, makna klien yang
kadang-kadang hilang tidak seperti yang mereka dimaksudkan.
B. Katarsis dalam Menulis Ekspresif
Katarsis menurut sudut pandang psikoanalisa merupakan ekspresi dan pelepasan
emosi yang ditekan. Kadangkala disinonimkan dengan abreaksi yang didefinisikan
sebagai mengalami kembali pengalaman emosional yang menyakitkan dalam
psikoterapi, biasanya melibatkan kesadaran pada materi yang sebelumnya ditekan
(Corsini & Wedding, 1989). Dalam Studies in Hysteria (1895, 1982), yang ditulis
Sigmund Freud dengan rekannya Josef Breuer, Freud menganalisa kasus terkenal “Anna
O.” dan wanita-wanita lain yang menderita histeria (Halgin & Whitbourne, 1994). Freud
dan Breuer menggambarkan bagaimana Anna O., disembuhkan dari simtom-simtom
Expressive therapy: Writing therapy
8
histeria yang banyak dan bervariasi dengan menggunakan hipnosis. Sebagai tambahan,
bagaimanapun, Anna O. menurut Breuer, dibiarkan untuk ikut serta dalam
“membersihkan cerobong asap” yang juga disebut dengan “talking cure”. Ketika dia
berbicara tentang masalah-masalahnya, ia merasa lebih baik, dan simtom-simtomnya pun
menghilang. Freud dan Breuer menyebutnya dengan “cathartic method”, suatu
pembersihan konflik emosional di dalam diri melalui berbicara tentangnya. Metode
katarsis ini pelopor psikoterapi, tritmen perilaku abnormal melalui teknik psikologis.
Penemuan ini akhirnya membawa Freud untuk mengembangkan psikoanalisis, suatu
teori dan sistem praktis yang bersandar pada konsep unconsciuous mind, hambatan
impuls-impuls seksual, perkembangan awal, dan penggunaan teknik “free asociation”
dan analisa mimpi.
Tujuan utama tritmen psikoanalisa tradisional yang dikembangkan oleh Freud
adalah untuk membawa materi bawah sadar yang ditekan menuju kepada kesadaran.
Teori katarsis juga dikemukakan oleh Scheff (Greenberg, dkk, 1996) yang memberikan
pandangan alternatif pada proses-proses yang dapat memberikan keuntungan pada
kesehatan melalui penyingkapan emosional. Menurut Scheff, penyingkapan secara verbal
tidak terlalu penting dan tidak cukup untuk terapi, sedangkan pelepasan emosional
merupakan hal yang penting dan mencukupi dalam terapi. Scheff mengusulkan bahwa
penyembuhan dengan pelepasan emosional meliputi “jarak optimum” dari penekanan
emosi yang kemudian diekspresikan. Pada suatu keadaan jarak optimum, partisipan dapat
secara jelas mengalami emosi namun dalam suatu konteks “saat sekarang yang aman”.
Mereka dapat mengakhiri episode emosional sebelum menjadi berlebihan.
Oleh karena itu penyembuhan katarsis tidaklah sesederhana pembenaman ke dalam
tekanan emosional, akan tetapi meliputi persepsi untuk dapat mengontrol dan menguasai
perasaan-perasaan menekan saat ini. Beck (1985) mengemukakan bahwa hal yang
bermanfaat untuk memberikan pasien depresi pada suatu diskusi situasi tentang
kehidupan dan relasi yang mengganggu baginya. Ada kalanya, pasien terbantu dengan
membuat ia mampu untuk mengekspresikan masalah-masalah dan perasaan-perasaannya
pada orang yang membebaskan dan mengerti dirinya. Beberapa pasien terhambat dalam
mendiskusikan kesulitan mereka dengan keluarga atau teman dekat, karena ketakutan
bahwa akan dicela karena keluhan-keluhan yang disampaikan atau karena mereka
mengantisipasi rasa malu pada pengakuan bahwa mereka memiliki masalah emosional.
Mereka cenderung untuk menyamakan masalah emosional dengan kelemahan dan
karakter yang cacat. Beberapa pasien depresi mengalami kelegaan yang sangat setelah
Expressive therapy: Writing therapy
9
membeberkan perasaan dan keprihatinan mereka pada terapis. Pelepasan emosi
dihasilkan dengan menangis kadangkala menghasilkan suatu peringanan simtom-simtom
penting. Pasien depresi parah, bagaimanapun, dapat bereaksi merugikan pada
pembeberan emosi. Setelah suatu diskusi pada permasalahan mereka, mereka dapat tidak
hanya merasa lebih meluap-luap emosinya dan tidak berdaya, tetapi mungkin, sebagai
tambahan, merasa malu atas penyingkapan diri mereka sendiri (Beck, 1985).
Pada saat ini, terapi psikoanalisa telah berkembang dalam berbagai bentuk terapi
dimana aspek utama tritmen berisi self-expression, pelepasan emosi, mengatasi
hambatan, dan mengeluarkan pikiran dalam kata-kata dan tingkah laku fantasi atau
impuls-impuls sebelumnya disembunyikan. Kebanyakan bentuk tritmen menampilkan
prinsip katarsis emosional yang Freud kembangkan pada studi awalnya mengenai
histeria. Pada masa itu, Freud berpikir bahwa pelepasan emosi yang tertahan dapat
menjadi suatu efek terapeutik yang menguntungkan (Corsini & Wedding, 1989).
Ekspresif emosional merupakan ekspresi natural dari emosi yang sebenarnya (Berry &
Pennebaker dalam Graf, 2004). Sedangkan penyingkapan emosi merupakan proses yang
melibatkan perasaan alamiah atau emosi yang sebenarnya dan mengubahnya menjadi
bahasa oral atau tertulis (Smyth & Pennebaker, dalam Graf, 2004). Smyth dan
Pennebaker mengatakan proses ini dipercaya untuk mengintegrasi proses kognitif dan
emosional, penyingkapan emosional memberikan kesempatan untuk meningkatkan
insight, self-reflection, dan organisasi perspektif seseorang terhadap masalah daripada
hanya sekedar mengeluarkan emosi. Penelitian-penelitian saat ini mengusulkan bahwa
keuntungan ekspresi emosi tidak dibatasi pada ekspresi emosi yang vokal, kesehatan
fisik dan psikologis dapat diperoleh melalui penulisan ekspresif tentang pengalaman
hidup yang signifikan (Graf, 2004). Penelitian yang dilakukan Graf (2004) menunjukkan
hasil bahwa klien pada kelompok written emotional disclosure memperlihatkan
penurunan yang signifikan pada simtom-simtom kecemasan dan depresi; sebaik
peningkatan fungsi kehidupan dan kepuasan yang lebih baik dengan tritmen ketika
dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Menulis merupakan suatu bentuk ekspresi katarsis dan self-help yang telah dipraktekkan
selama bertahun-tahun (Riordan, 1996). Menurut Riordan, Benjamin Rush yang seorang
dokter memberikan instruksi kepada pasiennya untuk menulis simtom yang mereka
alami dan menemukan bahwa proses menulis dapat menurunkan tegangan pada
pasiennya dan memberikan informasi yang lebih banyak tentang masalah mereka.
Expressive therapy: Writing therapy
10
Adanya penyingkapan emosi yang dialami pada menulis pengalaman emosional
dianggap sebagai faktor yang menghasilkan efek teraupetik. Sebaliknya, menulis hal-hal
yang tidak sampai melibatkan unsur emosi di dalamnya, seperti membuat deskripsi
mengenai kegiatan sehari-hari atau deskripsi suatu tempat misalnya, tidak menghasilkan
efek yang sama. Mekanisme proses terapeutik menulis pengalaman emosional
sebenarnya sama dengan mekanisme terapi-terapi yang lain. Mekanisme proses
terapeutiknya berpusat pada penyingkapan (disclosure) pengalaman-pengalaman
emosional. Pengakuan dan penyingkapan diri merupakan proses dasar yang muncul
dalam psikoterapi, dan secara alamiah muncul dalam interaksi sosial yang dianggap
membawa
manfaat
secara
psikologis
dan
bahkan
mungkin
secara
fisik
(Pennebaker,1997). Lebih lanjut Pennebaker (1997) menyatakan bahwa hampir dapat
dipastikan psikoterapi membutuhkan dalam derajat tertentu penyingkapan diri. Apakah
terapi tersebut adalah bersifat direktif atu evokatif, orientasi insight atau behavioral,
pasien dan terapis harus bekerja bersama untuk mendapatkan suatu cerita yang koheren
yang menjelaskan masalah dan secara langsung maupun tidak untuk menghasilkan suatu
penyembuhan. Penyingkapan masalah pribadi mungkin memiliki nilai terupetik yang
menakjubkan dalam dan pada dirinya sendiri.
Expressive therapy: Writing therapy
11
BAB III
PEMBAHASAN
Depresi ringan banyak dialami oleh orang dewasa muda, terutama dalam hal ini adalah
mahasiswa dimana mereka memiliki tuntutan peran dan tugas yang tidak mudah. Penelitian
ini bertujuan untuk melihat pengaruh katarsis dalam menulis ekspresif sebagai intervensi
depresi ringan pada mahasiswa. Sebagai partisipan penelitian adalah mahasiswa Fakultas
Psikologi Universitas Semarang. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah BDI
(Beck Depression Inventory) untuk melihat tingkat depresi pada partisipan penelitian.
Efektivitas atau pengaruh dari intervensi menulis ekspresif sebagai variabel bebas terhadap
depresi sebagai variabel terikat dilihat dari perbedaan antara pretest (O1) dengan postest
(O2). Analisis statistik yang digunakan adalah correlated data t-test / paired-sample t-test.
Hasil penelitian menunjukkan 84 mahasiswa yang terjaring sebagai subjek penelitian, 47
orang (55,95%) diantaranya mengalami depresi, dimana sebagia besar berada pada taraf
depresi ringan. Hasil analisis statistik memperoleh hasil t hitung = 6,384 dan taraf
signifikansi = 0,000. Berdasarkan hasil analisis data tersebut menunjukkan hipotesis
penelitian diterima, berarti katarsis dalam menulis ekspresif memiliki pengaruh yang sangat
signifikan terhadap depresi ringan pada mahasiswa.
Expressive therapy: Writing therapy
12
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Menulis bukan hanya sekedar kegiatan menyalurkan minat dan bakat, namun di
dalamnya juga terdapat unsur yang lebih bermanfaat diantaranya dapat digunakan sebagai
media pengekspresian keinginan dan permasalahan yang kita miliki. Menulis juga bermanfaat
sebagai Sarana untuk menghilangkan stress, media untuk merencanakan target yang ingin
dicapai, media untuk menuliskan komitmen, Sebagai media pengontrol target, juga sebagai
alat untuk memformulasikan ide-ide atau konsep baru, Selain itu juga sebagai gudang
inspirasi, Alat penyimpan memori, Alat untuk memudahkan penyelesaian masalah, dan
sebagai media refleksi dan kebijkasanaan.
Menulis ini juga efektif digunakan sebagai salah satu metode ekspresif terapi, yang
mana telah diadakan penelitian kepada mahasiswa fakultas psikologi Universitas Semarang
tentang pengaruh katarsis dalam menulis ekspresif sebagi intervensi depresi ringan terhadap
mahasiswa.
Expressive therapy: Writing therapy
13
DAFTAR PUSTAKA
Malchiodi, C. A. (2005). Expressive Therapies. London: The Guilford Press
Expressive therapy: Writing therapy
14
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Psikoterapi
Oleh:
STEFANUS TAA
15010110110081
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013
Expressive therapy: Writing therapy
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Era sekarang ini memberikan banyak kemudahan dan kebebasan kepada kita untuk
mengekspresi sesuatu, berpendapat, serta melakukan hal apapun sesuka kita. Dengan
didukung oleh teknologi modern saat ini kitapun makin dimanjakan. Salah satu cara yang
dapat kita lakukan adalah menulis. Iya, dengan menulis kita dapat menyalurkan minat
sebagai penulis. Menulis dapat juga membuat diri kita lebih rileks, plong karena segala
keluh kesah, masalah dan keinginan kita dapat kita tuangkan atau ekspresikan melalui
sebuah tulisan, atau lebih tepatnya segala kemauan kita perlahan menjadi nyata dengan
di awali dari menulis cita-cita atau keinginan terbesar kita. Menulis juga membuat
pikiran kita tidak terasa penuh atau berat yang apabila di biarkan terus menerus dapat
berkibat frustasi hingga stress. Seperti diungkapkan oleh Albert Einstein
“Aku
melakukannya untuk memenuhi kebutuhan berpikir”. Hal inilah yang membuat
Menulis juga digunakan oleh para psikolog sebagai salah satu teknik ekspresif terapi
pada klien.
Orang kadang tidak bisa merasakan ada masalah yang muncul sampai dengan
adanya hal destruktif (merusak), yang membuat kehidupan seseorang itu tidak stabil.
Diperlukan sebuah kepekaan atau kesadaran diri, agar kita dapat merasakan hal-hal yang
kiranya membuat kita tidak nyaman, serta membuat sebuah masalah baru yang sering
kali tidak kita sadari.
Menulis diari ini merupakan kegiatan yang sangat populer bagi sebagian orang,
mulai dari anak kecil sampai orang dewasa. Dan, yang membuat hal ini menarik, diari
merupakan hal yang tidak asing dalam kehidupan sehari-hari. Sedari kecil kita
dibiasakan oleh orang tua kita untuk menulis diari. Hal yang ditulis biasanya merupakan
kejadian sehari-hari yang berkesan bagi kita.
Pada waktu remaja pun, diari digunakan sebagai teman berbagi, sahabat, dan ajang
untuk sharing semua peristiwa yang terjadi. Baik hal yang menyenangkan maupun saatsaat di mana seorang remaja mengalami rasa putus asa. Pada waktu dewasa, diari
digunakan sebagi teman untuk menyelesaikan masalah, sebagai bahan pertimbangan
dalam mengambil keputusan, dsb. Sebagian orang menganggap, manfaat menulis diari
Expressive therapy: Writing therapy
2
adalah untuk menuliskan peristiwa unik dan berkesan agar dapat dikenang dikemudian
hari. Sebenarnya, ini bukan pendapat yang salah. Namun, ada satu hal yang tidak kita
sadari ketika menulis diari, yaitu sebagai terapi diri yang efektif.
Mengapa dikatakan menulis sebagai terapi? Sebab, banyak manfaat menulis diari,
yang dapat kita jadikan terapi diri secara berkala, yang berguna bagi pengembangan diri
kita. Sebenarnya, ini bukan hal yang aneh lagi, karena dengan menulis diari kita bisa
memetik banyak manfaat, antara lain: Menghilangkan stres , sebagai media
merencanakan target yang ingin dicapai, Untuk menuliskan komitmen, Sebagai
pengontrol target, Alat memformulasikan ide baru, Sebagai gudang inspirasi, Alat
penyimpan memori, Alat memudahkan penyelesaian masalah, dan sebagai media refleksi
dan kebijkasanaan.
Expressive therapy: Writing therapy
3
BAB II
TEORI
A. Terapi Ekspresif
Terapi ekspresif didefinisikan sebagai penggunaan seni, musik, tari/ gerakan,
drama, puisi/ menulis kreatif, bermain, dan sandtray dalam konteks psikoterapi,
konseling, rehabilitasi, atau perawatan kesehatan. Selain itu, terapi ekspresif kadangkadang disebut sebagai "pendekatan integratif" ketika secara sengaja digunakan dalam
kombinasi pengobatan. Salah satu bentu dari terapi ekspresif yaitu terapi menulis (
Writing Expressive Therapy)
Sejarah Singkat Terapi Ekspresif
McNiff (1981, 1992) mengusulkan bahwa seni secara konsisten menjadi
bagian kehidupan serta menyembuhkan sepanjang sejarah umat manusia. Sekarang,
terapi ekspresif memiliki peran yang semakin diakui dalam kesehatan jiwa,
rehabilitasi, dan obat-obatan. Namun menurut McNiff, terapi ini telah digunakan
sejak zaman kuno sebagai pencegahan dan bentuk pengobatan. Misalnya, Mesir
dilaporkan telah mendorong orang dengan penyakit mental untuk terlibat dalam
kegiatan seni (Fleshman & Fryrear, 1981), dan kisah Raja Saul dalam Alkitab
menggambarkan Musik yang menenangkan atribut.
Kemudian, di Eropa pada masa Renaissance, dokter dan penulis Robert Burton
berteori bahwa imajinasi memainkan peran dalam kesehatan dan kesejahteraan,
sementara filsuf Italiade Feltre mengusulkan bahwa tarian dan bermain sangat
penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak-anak (Coughlin, 1990).
Ide menggunakan seni sebagai tambahan untuk perawatan medis muncul pada
periode dari tahun 1800-an hingga 1900-an bersama Advent. Selama ini mulai
muncul gerakan untuk memberikan pengobatan secara lebih manusiawi untuk
penderita penyakit mental dan "terapi moral" termasuk keterlibatan pasien dengan
seni (Fleshman & Fryrear, 1981).
Joseph Moreno (1923), pendiri psikodrama, mengusulkan penggunaan
ditetapkan sebagai cara untuk memulihkan kesehatan mental.
Dia juga
menggambarkan penggunaan citra kreatif yang positif, pembalikan peran, dan
"Monodrama" (di mana peserta enacts semua bagian dari diri).
Pada saat yang sama, Florence Goodenough (1926) mempelajari lukisan anakanak sebagai langkah-langkah perkembangan kognitif, dan lain-lain, seperti Hans
Expressive therapy: Writing therapy
4
Prinzhorn, menjadi tertarik dalam seni pasien dengan penyakit mental yang berat
(Vick, 2003).
Akhirnya, bidang sandplay, terapi sandtray, dan dasar terapi bermain hadir di
Margaret Lowenfeld "Dunia Teknik" pada tahun 1920 (Lowenfeld, 1969).
Lowenfeld mulai pelatihannya sebagai seorang dokter anak dan kemudian mulai
melakukan pengamatan tentang bermain anak-anak, mengembangkan metode yang
menggunakan mainan untuk memahami aspek psikososial pada anak.
Terapi seni kreatif menjadi lebih dikenal secara luas selama 1930-an dan 1940an ketika psikoterapis dan seniman mulai menyadari bahwa ekspresi diri melalui
metode nonverbal seperti melukis, membuat musik, atau gerakan mungkin bisa
membantu untuk orang dengan penyakit mental yang berat. Karena ada banyak
pasien yang mengatakan "obat berbicara" adalah tidak praktis, terapi seni secara
bertahap mulai menemukan tempat dalam pengobatan.
Asosiasi profesi bagi para praktisi seni, musik, dan terapi ekspresif lainnya
telah didirikan dan program universitas dalam pelatihan praktisi sebagai modalitas
ini berkembang pesat. Selama beberapa dekade terakhir, terapi bermain dan terapi
sandplay juga telah menjadi bagian dari latihan terapi ekspresif dan telah
mengembangkan dasar teoritis tertentu, metodologi, pelatihan, dan asosiasi profesi.
Apalagi baru-baru ini, terapi ekspresif telah dimasukkan ke dalam menangani
berbagai kesehatan mental, rehabilitatif, dan pengaturan medis, baik sebagai bentuk
primer maupun bentuk tambahan pengobatan. Sebagai contoh terapi musik dan
imagery sekarang digunakan secara rutin kepada pasien yang dirawat di rumah sakit
untuk mengurangi nyeri, relaksasi, dan melahirkan. Seni dan bermain terbukti
menjadi penting sebagai pembekalan trauma, resolusi dan pemulihan kepada anakanak (Malchiodi, 2001), dan terapi menulis digunakan untuk memperbaiki gejala
penyakit seperti asma dan radang sendi serta mengurangi stres pasca trauma pada
individu yang memiliki krisis berpengalaman atau loss (Pennebaker, 1997).
Pendidikan, Kompetensi, dan Standar Pelaksanaan
Para praktisi yang menggabungkan terapi ekspresif ke dalam praktek
psikoterapi, sebelumnya telah mengikuti pelatihan dan memiliki sertifikat atau
lisensi dalam terapi ekspresif tertentu yang spesifik. Menurut Knill, dkk (1995) para
terapis ekspresif tidak perlu menguasai semua bentuk terapi ekspresif, yang
terpenting adalah mereka memahami bahwa semua bentuk terapi ekspresif berfokus
Expressive therapy: Writing therapy
5
pada imajinasi manusia. Mereka juga berpendapat bahwa penggunakan lebih dari
satu macam metode terapi akan lebih manjur dalam menyelesaikan suatu
permasalahan. Beberapa praktisi juga percaya bahwa agar terapi dapat berjalan
efektif maka terapis ekspresif harus memiliki pengalaman yang signifikan dalam
seni menggambar, musik, tari, drama, puisi, bermain, ataupun sandtray sehingga
dapat secara kompeten menggunakan terapi tersebut.
Terapi ekspresif dapat digunakan sebagai bentuk utama dalam suatu terapi,
dengan catatan bahwa terapis memiliki pemahaman yang mendalam tentang
bagaimana modalitas dalam terapi ekspresif dapat diterapkan dalam menangani
berbagai gangguan. Namun banyak teknik terapi ekspresif juga digunakan untuk
melengkapi berbagai teori psikoterapi dan konseling, seperti psikoanalitik,
humanistic, transpersonal, dan lain-lain.
Terdapat standar dalam penggunaan dan penerapan terapi ekspresif bagi para
praktisi yang diatur oleh asosiasi-asosiasi seperti The American Art Therapy
Association (AATA), the American Music Therapy Association (AMTA), the
American Dance Therapy Association (ADTA), the National Drama Therapy
Association (NADT), the National Poetry Therapy Association (NAPT), and the
Association of Play Therapy (APT). National Coalition of Creative Arts Therapies
Associations
(NCCATA)
juga
menawarkan
informasi
mengenai
standar
pelaksanaan, kesempatan pelatihan, serta hal lain yang diperlukan untuk para
praktisi. Setiap asosiasi masing-masing juga memiliki standar etika yang harus
diperhatikan para terapis yang menggunakan terapi ekspresif dalam treatment
maupun asesmen yang dilakukannya.
Karakteristik Terapi Ekspresif
Terapi Ekspresif menambahkan dimensi yang unik untuk psikoterapi dan
konseling karena mereka memiliki karakteristik yang spesifik, tidak selalu
ditemukan dalam terapi verbal, namun tidak terbatas pada, (1) self ekspresi, (2)
partisipasi aktif, (3) imajinasi, dan (4) pikiran-tubuh koneksi.
Self-Expression
Sifat dan tujuan dari semua terapi adalah mendorong individu untuk terlibat
dalam eksplorasi diri. Terapi Ekspresif mendorong tidak hanya eksplorasi diri, tetapi
juga menggunakan ekspresi diri melalui satu atau lebih modalitas sebagai bagian
Expressive therapy: Writing therapy
6
sentral dari proses terapi. Gladding (1992) menambahkan bahwa melalui bentukbentuk ekspresi diri, individu mampu "menunjukkan dan mempraktekkan perilaku
yang adaptif".
Ekspresi diri melalui lukisan, gerakan, atau puisi dapat menunjukkan
pengalaman masa lalu dan bahkan menjadi katarsis bagi sebagian orang. Ekspresi
diri digunakan sebagai wadah untuk perasaan dan persepsi yang dapat memperdalam
pemahaman yang lebih besar dalam diri atau dapat diubah, menyebabkan perbaikan
emosional, resolusi konflik, dan rasa kesejahteraan.
Partisipasi aktif
Terapi Ekspresif dalam psikologi didefinisikan sebagai "terapi tindakan"
(Weiner, 1999) karena metodenya berorientasi pada tindakan, dimana klien diberi
kesempatan untuk dapat mengeksplorasi masalah dan mengkomunikasikan pikiran
dan perasaan mereka. Pembuatan seni dan musik, tari dan drama, penulisan kreatif,
dan segala bentuk permainan memerlukan partisipasi klien dan investasi energi di
dalamnya. Semua terapi ekspresif berfokus untuk mendorong klien menjadi peserta
aktif dalam proses terapi. Pengalaman melakukan, membuat, dan menciptakan dapat
mengerahkan energi individu, mengarahkan perhatian dan fokus, serta mengurangi
stres emosional, yang memungkinkan klien untuk sepenuhnya berkonsentrasi pada
isu-isu, tujuan, dan perilaku.
Imajinasi
Dalam terapi ekspresif, pemikiran imajinatif digunakan untuk menghasilkan
ekspresi diri. Imajinasi sangat membantu individu dalam mengarahkan dirinya untuk
bergerak di luar prasangka mereka melalui eksperimen dengan cara-cara yang baru.
Berpikir imajinatif dalam pembuatan seni juga memungkinkan klien untuk mencoba
solusi-solusi yang kreatif. Sehingga penggunaan terapi seni, bermain, ataupun
sandtray dapat meningkatkan produksi imajinasi serta dapat membantu individu
dalam menemukan dan mengembangkan solusi perbaikan menuju perubahan.
Koneksi Pikiran-Tubuh
The National Center for Complementary and Alternative Medicine (NCCAM)
menyebutkan bahwa intervensi pikiran-tubuh sebagai desain yang menangani
kemampuan pikiran dalam mempengaruhi fungsi tubuh. Banyak terapi ekspresif
Expressive therapy: Writing therapy
7
dianggap oleh NCCAM sebagai intervensi pikiran-tubuh karena memanfaatkan
penggunaan indera untuk melakukan perubahan. Misalnya terapi seni, drama, dan
bermain dapat menjanjikan perbaikan bagi stres pasca trauma. Dalam hal ini musik,
seni, dan tari/gerakan dapat membantu menekan respon relaksasi tubuh, keadaan
tenang, yang diyakini berkaitan dengan persepsi kesehatan, kesehatan, dan
kebahagiaan (Benson, 1996). Terapi Ekspresif, khususnya tari, seni, dan terapi
bermain, juga mungkin berguna dalam membangun kembali dan mendorong
attachment yang sehat melalui pengalaman sensorik, interaksi, dan gerakan.
Keterbatasan Terapi Ekspresif
Sama halnya terapi lainnya, ada keterbatasan untuk terapi ekspresif dalam hal
pengobatan dan intervensi. Pertama, beberapa individu, seringkali orang dewasa,
mungkin ragu-ragu untuk terlibat dalam suatu modalitas ekspresif dalam terapi
karena mereka merasa bahwa mereka tidak "kreatif" atau tidak dapat menghasilkan
sesuatu yang artistic. Selain itu, orang-orang dengan pengalaman yang luas dalam
lukisan, musik, atau tari mungkin tidak dapat melepaskan aturan belajar tentang
ekspresi diri yang dapat menghambat dalam spontanitas mereka dalam terapi ketika
diminta untuk mengekspresikan diri dalam medium khusus mereka.
Bagi terapis yang tidak memiliki pelatihan ekstensif dalam terapi ekspresif,
mungkin ada kecenderungan untuk ingin menafsirkan apa yang klien mereka
lakukan dalam modalitas tertentu. Hal ini terutama berlaku untuk gambar yang
dibuat klien dan ekspresi seni lainnya, praktisi mungkin tergoda untuk
memproyeksikan kesimpulan mereka sendiri tentang konten, makna klien yang
kadang-kadang hilang tidak seperti yang mereka dimaksudkan.
B. Katarsis dalam Menulis Ekspresif
Katarsis menurut sudut pandang psikoanalisa merupakan ekspresi dan pelepasan
emosi yang ditekan. Kadangkala disinonimkan dengan abreaksi yang didefinisikan
sebagai mengalami kembali pengalaman emosional yang menyakitkan dalam
psikoterapi, biasanya melibatkan kesadaran pada materi yang sebelumnya ditekan
(Corsini & Wedding, 1989). Dalam Studies in Hysteria (1895, 1982), yang ditulis
Sigmund Freud dengan rekannya Josef Breuer, Freud menganalisa kasus terkenal “Anna
O.” dan wanita-wanita lain yang menderita histeria (Halgin & Whitbourne, 1994). Freud
dan Breuer menggambarkan bagaimana Anna O., disembuhkan dari simtom-simtom
Expressive therapy: Writing therapy
8
histeria yang banyak dan bervariasi dengan menggunakan hipnosis. Sebagai tambahan,
bagaimanapun, Anna O. menurut Breuer, dibiarkan untuk ikut serta dalam
“membersihkan cerobong asap” yang juga disebut dengan “talking cure”. Ketika dia
berbicara tentang masalah-masalahnya, ia merasa lebih baik, dan simtom-simtomnya pun
menghilang. Freud dan Breuer menyebutnya dengan “cathartic method”, suatu
pembersihan konflik emosional di dalam diri melalui berbicara tentangnya. Metode
katarsis ini pelopor psikoterapi, tritmen perilaku abnormal melalui teknik psikologis.
Penemuan ini akhirnya membawa Freud untuk mengembangkan psikoanalisis, suatu
teori dan sistem praktis yang bersandar pada konsep unconsciuous mind, hambatan
impuls-impuls seksual, perkembangan awal, dan penggunaan teknik “free asociation”
dan analisa mimpi.
Tujuan utama tritmen psikoanalisa tradisional yang dikembangkan oleh Freud
adalah untuk membawa materi bawah sadar yang ditekan menuju kepada kesadaran.
Teori katarsis juga dikemukakan oleh Scheff (Greenberg, dkk, 1996) yang memberikan
pandangan alternatif pada proses-proses yang dapat memberikan keuntungan pada
kesehatan melalui penyingkapan emosional. Menurut Scheff, penyingkapan secara verbal
tidak terlalu penting dan tidak cukup untuk terapi, sedangkan pelepasan emosional
merupakan hal yang penting dan mencukupi dalam terapi. Scheff mengusulkan bahwa
penyembuhan dengan pelepasan emosional meliputi “jarak optimum” dari penekanan
emosi yang kemudian diekspresikan. Pada suatu keadaan jarak optimum, partisipan dapat
secara jelas mengalami emosi namun dalam suatu konteks “saat sekarang yang aman”.
Mereka dapat mengakhiri episode emosional sebelum menjadi berlebihan.
Oleh karena itu penyembuhan katarsis tidaklah sesederhana pembenaman ke dalam
tekanan emosional, akan tetapi meliputi persepsi untuk dapat mengontrol dan menguasai
perasaan-perasaan menekan saat ini. Beck (1985) mengemukakan bahwa hal yang
bermanfaat untuk memberikan pasien depresi pada suatu diskusi situasi tentang
kehidupan dan relasi yang mengganggu baginya. Ada kalanya, pasien terbantu dengan
membuat ia mampu untuk mengekspresikan masalah-masalah dan perasaan-perasaannya
pada orang yang membebaskan dan mengerti dirinya. Beberapa pasien terhambat dalam
mendiskusikan kesulitan mereka dengan keluarga atau teman dekat, karena ketakutan
bahwa akan dicela karena keluhan-keluhan yang disampaikan atau karena mereka
mengantisipasi rasa malu pada pengakuan bahwa mereka memiliki masalah emosional.
Mereka cenderung untuk menyamakan masalah emosional dengan kelemahan dan
karakter yang cacat. Beberapa pasien depresi mengalami kelegaan yang sangat setelah
Expressive therapy: Writing therapy
9
membeberkan perasaan dan keprihatinan mereka pada terapis. Pelepasan emosi
dihasilkan dengan menangis kadangkala menghasilkan suatu peringanan simtom-simtom
penting. Pasien depresi parah, bagaimanapun, dapat bereaksi merugikan pada
pembeberan emosi. Setelah suatu diskusi pada permasalahan mereka, mereka dapat tidak
hanya merasa lebih meluap-luap emosinya dan tidak berdaya, tetapi mungkin, sebagai
tambahan, merasa malu atas penyingkapan diri mereka sendiri (Beck, 1985).
Pada saat ini, terapi psikoanalisa telah berkembang dalam berbagai bentuk terapi
dimana aspek utama tritmen berisi self-expression, pelepasan emosi, mengatasi
hambatan, dan mengeluarkan pikiran dalam kata-kata dan tingkah laku fantasi atau
impuls-impuls sebelumnya disembunyikan. Kebanyakan bentuk tritmen menampilkan
prinsip katarsis emosional yang Freud kembangkan pada studi awalnya mengenai
histeria. Pada masa itu, Freud berpikir bahwa pelepasan emosi yang tertahan dapat
menjadi suatu efek terapeutik yang menguntungkan (Corsini & Wedding, 1989).
Ekspresif emosional merupakan ekspresi natural dari emosi yang sebenarnya (Berry &
Pennebaker dalam Graf, 2004). Sedangkan penyingkapan emosi merupakan proses yang
melibatkan perasaan alamiah atau emosi yang sebenarnya dan mengubahnya menjadi
bahasa oral atau tertulis (Smyth & Pennebaker, dalam Graf, 2004). Smyth dan
Pennebaker mengatakan proses ini dipercaya untuk mengintegrasi proses kognitif dan
emosional, penyingkapan emosional memberikan kesempatan untuk meningkatkan
insight, self-reflection, dan organisasi perspektif seseorang terhadap masalah daripada
hanya sekedar mengeluarkan emosi. Penelitian-penelitian saat ini mengusulkan bahwa
keuntungan ekspresi emosi tidak dibatasi pada ekspresi emosi yang vokal, kesehatan
fisik dan psikologis dapat diperoleh melalui penulisan ekspresif tentang pengalaman
hidup yang signifikan (Graf, 2004). Penelitian yang dilakukan Graf (2004) menunjukkan
hasil bahwa klien pada kelompok written emotional disclosure memperlihatkan
penurunan yang signifikan pada simtom-simtom kecemasan dan depresi; sebaik
peningkatan fungsi kehidupan dan kepuasan yang lebih baik dengan tritmen ketika
dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Menulis merupakan suatu bentuk ekspresi katarsis dan self-help yang telah dipraktekkan
selama bertahun-tahun (Riordan, 1996). Menurut Riordan, Benjamin Rush yang seorang
dokter memberikan instruksi kepada pasiennya untuk menulis simtom yang mereka
alami dan menemukan bahwa proses menulis dapat menurunkan tegangan pada
pasiennya dan memberikan informasi yang lebih banyak tentang masalah mereka.
Expressive therapy: Writing therapy
10
Adanya penyingkapan emosi yang dialami pada menulis pengalaman emosional
dianggap sebagai faktor yang menghasilkan efek teraupetik. Sebaliknya, menulis hal-hal
yang tidak sampai melibatkan unsur emosi di dalamnya, seperti membuat deskripsi
mengenai kegiatan sehari-hari atau deskripsi suatu tempat misalnya, tidak menghasilkan
efek yang sama. Mekanisme proses terapeutik menulis pengalaman emosional
sebenarnya sama dengan mekanisme terapi-terapi yang lain. Mekanisme proses
terapeutiknya berpusat pada penyingkapan (disclosure) pengalaman-pengalaman
emosional. Pengakuan dan penyingkapan diri merupakan proses dasar yang muncul
dalam psikoterapi, dan secara alamiah muncul dalam interaksi sosial yang dianggap
membawa
manfaat
secara
psikologis
dan
bahkan
mungkin
secara
fisik
(Pennebaker,1997). Lebih lanjut Pennebaker (1997) menyatakan bahwa hampir dapat
dipastikan psikoterapi membutuhkan dalam derajat tertentu penyingkapan diri. Apakah
terapi tersebut adalah bersifat direktif atu evokatif, orientasi insight atau behavioral,
pasien dan terapis harus bekerja bersama untuk mendapatkan suatu cerita yang koheren
yang menjelaskan masalah dan secara langsung maupun tidak untuk menghasilkan suatu
penyembuhan. Penyingkapan masalah pribadi mungkin memiliki nilai terupetik yang
menakjubkan dalam dan pada dirinya sendiri.
Expressive therapy: Writing therapy
11
BAB III
PEMBAHASAN
Depresi ringan banyak dialami oleh orang dewasa muda, terutama dalam hal ini adalah
mahasiswa dimana mereka memiliki tuntutan peran dan tugas yang tidak mudah. Penelitian
ini bertujuan untuk melihat pengaruh katarsis dalam menulis ekspresif sebagai intervensi
depresi ringan pada mahasiswa. Sebagai partisipan penelitian adalah mahasiswa Fakultas
Psikologi Universitas Semarang. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah BDI
(Beck Depression Inventory) untuk melihat tingkat depresi pada partisipan penelitian.
Efektivitas atau pengaruh dari intervensi menulis ekspresif sebagai variabel bebas terhadap
depresi sebagai variabel terikat dilihat dari perbedaan antara pretest (O1) dengan postest
(O2). Analisis statistik yang digunakan adalah correlated data t-test / paired-sample t-test.
Hasil penelitian menunjukkan 84 mahasiswa yang terjaring sebagai subjek penelitian, 47
orang (55,95%) diantaranya mengalami depresi, dimana sebagia besar berada pada taraf
depresi ringan. Hasil analisis statistik memperoleh hasil t hitung = 6,384 dan taraf
signifikansi = 0,000. Berdasarkan hasil analisis data tersebut menunjukkan hipotesis
penelitian diterima, berarti katarsis dalam menulis ekspresif memiliki pengaruh yang sangat
signifikan terhadap depresi ringan pada mahasiswa.
Expressive therapy: Writing therapy
12
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Menulis bukan hanya sekedar kegiatan menyalurkan minat dan bakat, namun di
dalamnya juga terdapat unsur yang lebih bermanfaat diantaranya dapat digunakan sebagai
media pengekspresian keinginan dan permasalahan yang kita miliki. Menulis juga bermanfaat
sebagai Sarana untuk menghilangkan stress, media untuk merencanakan target yang ingin
dicapai, media untuk menuliskan komitmen, Sebagai media pengontrol target, juga sebagai
alat untuk memformulasikan ide-ide atau konsep baru, Selain itu juga sebagai gudang
inspirasi, Alat penyimpan memori, Alat untuk memudahkan penyelesaian masalah, dan
sebagai media refleksi dan kebijkasanaan.
Menulis ini juga efektif digunakan sebagai salah satu metode ekspresif terapi, yang
mana telah diadakan penelitian kepada mahasiswa fakultas psikologi Universitas Semarang
tentang pengaruh katarsis dalam menulis ekspresif sebagi intervensi depresi ringan terhadap
mahasiswa.
Expressive therapy: Writing therapy
13
DAFTAR PUSTAKA
Malchiodi, C. A. (2005). Expressive Therapies. London: The Guilford Press
Expressive therapy: Writing therapy
14