BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Faktor – faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Pemberian Imunisasi Hepatitis B pada Bayi Baru Lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan Tahun 2014

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

  Imunisasi dalam Sistem Kesehatan Nasional merupakan salah satu bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Dasar utama pelayanan kesehatan bidang preventif merupakan prioritas utama dengan melakukan imunisasi terhadap seorang bayi, balita dan anak, tidak hanya memberikan perlindungan kepada anak tersebut tetapi berdampak juga kepada anak lainnya, karena adanya pemberian imunisasi secara umum akan mengurangi penyebab infeksi (Ranuh, 2011).

  Saat ini terdapat 350 juta penderita kronis di seluruh dunia dengan 4 juta kasus baru per tahun. Infeksi pada anak umumya asimtomatis tetapi 80-95% akan menjadi kronis dan akan berakhir dengan sirosis dan atau karsinoma hepatoselular

  (KHS). Di negara endemis 80% KHS disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB), dan risiko KHS ini sangat tinggi bila infeksi terjadi sejak dini. Infeksi VHB menyebabkan sedikitnya satu juta kematian per tahun (Ranuh, 2011).

  Berdasarkan tingginya prevalensi infeksi VHB, World Health

  

Organization (WHO) membagi menjadi 3 macam daerah endemis yaitu : Tinggi

  (10-15%), sedang (8%) Dan rendah (5%). Sedangkan prevalensi VHB di Negara- negara berkembang Indonesia (10%), Malaysia (5,3%), Brunei (6,1%), Thailand (8-10%) ,dan Philipina (3-7%) (Sifa, 2013).

  Indonesia termasuk daerah endemis tinggi infeksi VHB, dan menjadi Negara dengan penderita Hepatitis B ketiga setelah China dan India dengan jumlah penderita 13 juta orang, sementara di Jakarta diperkirakan 1 dari 20 penduduk menderita penyakit Hepatitis B. sebagian besar terinfeksi Virus Hepatitis B (VHB) sejak usia kanak-kanak (Sulaiman, 2010).

  Prevalensi Hepatitis B di Indonesia disebabkan karena keterlambatan dalam pemberian imunisasi. Masih banyaknya kasus penularan hepatitis B dari ibu melahirkan ke bayi menjadi penyebab utama. Tingginya trasmisi penularan vertikal dari ibu ke bayi ini di akibatkan oleh keterlambatan waktu pemberian vaksinasi Hepatitis B pada bayi mereka (Sifa, 2013).

  Berdasarkan sejumlah riset yang dilakukan Conelius (2012) dalam Wahyu Sifa (2013) , ibu hamil yang mengidap hepatitis B sebanyak 50% akan beresiko tinggi menularkan penyakit tersebut pada bayi mereka. Mayoritas transmisi virus pada bayi terjadi pada proses persalinan. Bayi yang telah tertular virus hepatitis B sejak bayi 90% akan menjadi hepatitis kronis, sehingga penyakit tersebut akan ada ditubuh mereka sepanjang hidupnya dan hanya sekitar 10% dari kelompok ini yang bisa disembuhkan.

  Resiko terjadinya hepatitis B kronis jauh lebih besar bila infeksi terjadi pada awal kehidupan dibandingkan dengan infeksi yang terjadi pada usia dewasa.

  Sementara infeksi pada masa dewasa muda biasanya menimbulkan hepatitis yang akut secara klinis tetapi resiko menjadi kronik hanya 1-2% (Kusumawati, 2007).

  Bayi yang terinfeksi virus Hepatitis B beresiko mengalami penyakit hati kronis. Penularan virus ini dapat dicegah dengan imunisasi vaksin segera maksimal 12 jam atau 0-7 hari setelah bayi dilahirkan (Permanasari, 2012). Imunisasi hepatitis B sangat penting untuk mencegah meluasnya penyebaran penyakit hepatitis B di Indonesia, melalui imunisasi hepatitis B terhadap semua bayi yang baru lahir sedini mungkin (0-7 hari) setelah kelahirannya. Pemberian vaksinasi hepatitis B ini berguna untuk mencegah virus Hepatitis B yang dapat menyerang dan merusak hati dan bila hal itu terus terjadi sampai si anak dewasa akan bisa menyebabkan timbulnya penyakit kanker hati (Selly, 2011).

  Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Tahun 2011 menyebutkan hasil uji coba di Nusa Tenggara Barat pada tahun 2005 dengan memberikan vaksinasi hepatitis B pada bayi umur 0-7 hari terbukti dapat menurunkan prevalensi Hepatitis B dari 6,25% menjadi 1,4%. Selain itu lebih dari 3,9% dari populasi ibu hamil di Indonesia mengidap Hepatitis B dengan resiko menularkan kepada bayinya sebesar 45%.

  Hasil penelitian Yuwono tahun 2008 tentang Dampak Imunisasi Hepatitis B terhadap penularan vertikal virus hepatitis B pada bayi diketahui besarnya transmisi vertikal VHB di kota Bandung, yaitu sebesar 5,9%. Imunisasi Hepatitis B rekombinan bayi memberikan dampak terjadinya penurunan prevalensi HBsAg dari 5,9% imuno menjadi 1,97% atau sebesar 66,7%. Sedangkan hasil penelitian Wahyu tahun 2013 faktor yang berhubungan dengan pemberian imunisasi hepatitis B pada bayi baru lahir adalah pengetahuan dan sikap dari ibu.

  Menurut Laila dalam penelitiannya tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian Imunisasi Hepatiti B 0-7 hari di Bantul, diperoleh hasil bahwa pemberian imunisasi HB pada usia 0 hari sangat rendah (22,3%), sangatlah memprihatinkan bila dibandingkan dengan persentase penolong persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan (89,7%). Seharusnya dengan tersedianya prefilled injection device HB atau Uniject HB yang praktis semua bayi yang ditolong oleh petugas kesehatan sudah mendapatkan imunisasi HB 1 pada usia 0 hari (Kusumawati, 2007).

  Sesuai dengan indikator Nasional SPM (Standar Pelayanan Minimal) desa UCI ((Universal Child Imunization) 100%, untuk target imunisasi secara nasional yaitu di atas 90% (Dinkes Provinsi Sumut, 2011). Pencapaian desa dengan UCI di Provinsi Sumatera Utara tahun 2010 hanya 65,78% Kabupaten/Kota yang desanya telah mencapai UCI 100% yaitu kota Medan, Binjai, Tebing Tinggi dan Toba Samosir, sedangkan pencapaian UCI kurang 80% sebanyak 9 Kab/Kota yakni Labuhan Batu, Simalungun, Karo, Deli Serdang, Langkat, Humbang Hasundutan, Batubara, Labuhan Utara Selatan dan kota Pematang Siantar, cakupan desa UCI masih dibawah 80% terdapat 11 kab/kota, cakupan UCI dibawah 50% yakni Nias, Nias Utara Barat, Mandailing Natal, Padangsidimpuan, Sibolga, Tanjung Balai, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Gunung Sitoli (Dinkes Provinsi Sumut, 2011).

  Berdasarkan data yang diperoleh di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara hingga Desember 2011, pencapaian imunisasi Hepatitis B masih rendah.

  Dari 33 kabupaten/kota, hanya empat kabupaten/kota pencapaian imunisasi Hepatitis B di atas 80% yaitu kota Medan, Binjai, Tebing Tinggi dan Toba Samosir. Sedangkan sisanya masih di bawah 80%.

  Ibu memang memiliki peranan penting dalam kesehatan anaknya, selain harus menjaga kondisi fisik yang sehat, serta kondisi lingkungan yang bersih, pemberian imunisasi pada anak harus diperhatikan. Hal ini memang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pengetahuan dan sikap si ibu. Pengetahuan diperlukan sebagai dorongan sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan stimulus terhadap tindakan seseorang. Tindakan seseorang terhadap sesuatu dapat ditunjukkan dengan sikap. Sikap merupakan suatu reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu (Notoatmodjo, 2007).

  Selain faktor ibu, bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang memiliki posisi penting dan strategi terutama dalam menurunkan angka kematian bayi. Salah satu faktor penting dalam upaya penurunan angka kematian bayi adalah penyediaan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan pencegahan timbulnya permasalahan dengan mengatasinya lebih dini, dan penyediaan pelayanan maternal dan neonatal yang berkualitas, setiap persalinan di tolong oleh bidan terlatih atau tenaga kesehatan terlatih, sehingga komplikasi neonatal mendapat pelayanan yang adekuat. Oleh sebab itu, bidan harus terampil dengan didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai (Ikatan Bidan Indonesia, 2006).

  Kinerja bidan merupakan kesuksesan bidan dalam melaksanakan pekerjaaannya sebagai petugas kesehatan sesuai dengan apa yang telah diketahuinya. Dalam pemberian imunisasi hepatitis B, bidan sebagai penolong persalinan merupakan kunci penting. Hal ini sesuai dengan penelitian Ngadarodjatun menunjukkan bahwa motivasi tinggi dengan tercapainya kinerja lebih besar dibandingkan dengan motivasi rendah dengan tercapainya kinerja yaitu sebanyak 91,7%. Dari hasil uji statistik dengan uji Chi-Square memperlihatkan bahwa terdapat pengaruh antara motivasi dengan tercapainya kinerja petugas dengan nilai p = 0,001 (p < 0,05).

  Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menunjukkan peranan bidan dalam meningkatkan derajat kesehatan perempuan di Indonesia sangat penting. Profesi ini berkontribusi terhadap 50,2% dari pelayanan kontrasepsi dan 62% dari proses persalinan. Bidan juga mengambil porsi yang cukup besar dalam program pemberian imunisasi. Tercapainya cakupan imunisasi oleh bidan sangat dipengaruhi oleh motivasi dan kemampuan bidan dalam melaksanakan program tersebut, semakin tinggi motivasi dan kemampuan bidan semakin baik juga cakupan imunisasi yang didapat.

  Persepsi bidan tentang pelaksanaan imunisasi juga berbeda, beberapa bidan berpendapat imunisasi hanya diberikan pada bayi yang dilahirkan ibu dengan infeksi virus hepatitis B positif, dan karena banyak penolakan dari ibu dan keluarga akan program imunisasi hepatitis B ini membuat bidan tidak menawarkan lagi kepada para ibu agar bayinya diberi imunisasi hepatitis. Dari ilmu yang didapat selama pendidikan seharusnya bidan paham pentingnya imunisasi hepatitis B ini pada bayi. Konseling bidan kepada para ibu dan keluarga seharusnya lebih intensif, sehingga masyarakat bisa menerima anaknya untuk diimunisasi karena tahu besarnya manfaat imunisasi tersebut.

  Kinerja tenaga kesehatan menjadi unsur yang sangat penting dalam upaya memelihara dan meningkatkan pembangunan nasional bidang kesehatan. Kajian tentang kinerja memberikan kejelasan bahwa beberapa faktor yang sangat menunjang bagi individu dalam mencapai prestasi kerja, seperti motivasi, imbalan, persepsi, kemampuan, keterampilan dan keetersediaan sumber daya lain yang mendukung kinerja bidan.

  Penilaian kinerja bidan tidak hanya dapat dinilai dari si bidan sendiri, akan tetapi dapat juga dilihat dari sudut pandang si ibu yang telah menerima asuhan dari bidan. Ibu yang merasakan langsung bagaimana tindakan yang diberikan bidan juga tahu bidan itu mampu bekerja atau tidak. Komunikasi dari bidan pada setiap melakukan tindakan akan membuat ibu merasa nyaman dan dihargai, dan dengan komunikasi serta penyampaian informasi yang tepat seharusnya tidak ada lagi alasan para bidan yang berasumsi bahwa para ibu menolak bayinya diberi imunisasi hepatitis B setelah lahir.

  Pada penelitian yang dilakukan Muazaroh pada tahun 2009 tentang implementasi pelaksanaan Imunisasi oleh bidan menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara faktor komunikasi, sumber daya, persepsi, struktur birokrasi dengan keberhasilan program imunisasi di Kabupaten Demak.

  Praktek bidan merupakan salah satu elemen yang menentukan keberhasilan pencapaian tujuan pelaksanaan program imunisasi karena mempermudah akses masyarakat terhadap pelayanan oleh tenaga kesehatan, khususnya bagi masyarakat yang bertempat tinggal jauh dari puskesmas atau rumah sakit. Para ibu bersalin pun seharusnya bisa dengan mudah mendapatkan pelayanan yang baik walaupun bersalin di rumah sendiri.

  Dari data cakupan imunisasi Hepatitis B-0 pada tahun 2013 di Puskesmas Pijorkoling menunjukkan bahwa jumlah bayi baru lahir sebanyak 542 bayi, kunjungan neonatal dini (KN-1) sebanyak 342 bayi (63%), dan yang diberikan imunisasi Hepatitis B-0 umur 0–7 hari sebanyak 120 bayi maka terdapat 222 bayi yang tidak mendapat imunisasi Hepatitis B-0 tepat pada waktunya.

  Data yang didapatkan dari petugas puskesmas bahwa banyak hambatan dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan imunisasi Hepatitis B-0 pada bayi ≤ 7 hari. Dilihat dari kualitas petugas, dari 37 bidan, hanya 4 bidan yang sudah mengikuti pelatihan imunisasi HB uniject, tidak tersedia dana pengganti transport untuk melakukan kunjungan neonatal, informasi dari bidan bahwa sebagian masyarakat tidak memperbolehkan bayinya diimunisasi karena berpendapat bahwa bayinya akan sehat tanpa imunisasi, masih merasa kasihan kepada bayi untuk diimunisasi dini, dan belum tahu manfaat imunisasi Hepatitis B-0. Hal ini disebabkan kurangnya komunikasi oleh bidan kepada masyarakat khususnya para ibu usia subur dalam bentuk sosialisasi tentang imunisasi Hepatitis B-0.

  Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling, dari 7 ibu yang memiliku bayi hanya 1 ibu yang bayinya mendapatkan imunisasi hepatitis B, dan dari 9 bidan terdapat 7 bidan yang tidak memberikan Imunisasi Hepatitis B pada bayi baru lahir dengan alasan bahwa dari pihak ibu, ibu merasa keberatan karena bayinya disuntik, alasan lain yaitu menurut bidan pemberian Imunisasi Hepatitis B pada bayi baru lahir tersebut hanya diberikan pada bayi yang bermasalah dan bayi yang memiliki imun yang kurang baik, padahal bidan tidak tahu mana bayi yang memiliki imun baik atau tidak jika tidak dilakukan pemeriksaan lebih lanjut pada si bayi, adapun beberapa permasalahan yang berkaitan dengan rendahnya kinerja bidan dalam memberikan pelayanan khususnya imunisasi diantaranya : 1) Kemampuan dan keahlian bidan, 2) Kualitas sumber daya kesehatan, 3)Motivasi terhadap pekerjaan Bidan, 4) Penghargaan. Sementara dari ibu menyatakan memang kurang mengetahui informasi tentang imunisasi hepatitis B dan manfaatnya terhadap bayi ibu.

  Rendahnya cakupan imunisasi hepatitis B tersebut disebabkan kurangnya pengawasan pimpinan puskesmas terhadap para bidan dan petugas kesehatan ibu dan anak, serta pengawasan terhadap pelaksana program imunisasi di wilayah kerja Puskesmas tersebut, sedangkan program pemerintah telah jelas ditetapkan cakupan imunisasi diharapkan mencapai 100% dan desa UCI 80 %.

  Berdasarkan latar belakang diatas, dan informasi yang didapat dari survei awal masih banyak bidan yang belum memahami tentang pentingnya pemberian Imunisasi Hepatitis B pada bayi baru lahir sehingga penulis tertarik untuk meneliti Faktor-faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Pemberian Imunisasi Hepatitis B Pada Bayi Baru Lahir Di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan Tahun 2014.

1.2. Permasalahan

  Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalah dalam penelitian ini adalah “Masih Rendahnya Cakupan Imunisasi Hepatitis B pada Bayi Baru Lahir Di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan Tahun 2013, untuk itu dalam hal ini akan diteliti faktor-faktor apa saja yang memengaruhi bidan dalam pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi baru lahir”

  1.3. Tujuan Penelitian

  Untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi bidan dalam pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi baru lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan.

  1.4. Hipotesis

  Ada pengaruh faktor (motivasi, kemampuan, dan persepsi) yang memengaruhi bidan dalam pemberian Imunisasi Hepatitis B pada bayi baru lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan Tahun 2014.

  1.5. Manfaat Penelitian

  Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat: 1. Memberi masukan kepada Puskesmas Pijorkoling tentang pemberian

  Imunisasi Hepatitis B pada bayi baru lahir, serta menjadi masukan dalam upaya mempercepat penurunan angka kematian bayi.

2. Memberi masukan kepada bidan yang ada di wilayah kerja Puskesmas Pijorkoling dalam memberikan Imunisasi Hepatitis B pada bayi baru lahir.

  3. Memberi masukan pada calon ibu hamil dan ibu yang sedang hamil yang ada di wilayah kerja Puskesmas Pijorkoling tentang pentingnya pemberian Imunisasi Hepatitis B pada bayi baru lahir

Dokumen yang terkait

Faktor-faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Pemberian Vitamin K1 pada Bayi Baru Lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Limun Medan Tahun 2013

2 86 98

Faktor – faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Pemberian Imunisasi Hepatitis B pada Bayi Baru Lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan Tahun 2014

2 75 115

Pemberian Imunisasi Hepatitis B pada Bayi Prematur

0 0 5

Faktor-faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Pemberian Vitamin K1 pada Bayi Baru Lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Limun Medan Tahun 2013

0 0 23

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Vitamin - Faktor-faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Pemberian Vitamin K1 pada Bayi Baru Lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Limun Medan Tahun 2013

0 0 16

Faktor-faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Pemberian Vitamin K1 pada Bayi Baru Lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Limun Medan Tahun 2013

0 0 16

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Faktor Predisposisi Terhadap Tindakan Imunisasi Tetanus Toksid pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Sambirejo Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat Tahun 2014

0 0 7

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Faktor yang Memengaruhi Kehamilan Usia Dini di Kecamatan Karang Baru Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013

0 0 7

II. Petunjuk Pengisian Isilah data dengan benar - Faktor – faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Pemberian Imunisasi Hepatitis B pada Bayi Baru Lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan Tahun 2014

0 0 27

Faktor – faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Pemberian Imunisasi Hepatitis B pada Bayi Baru Lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan Tahun 2014

0 0 22