Faktor – faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Pemberian Imunisasi Hepatitis B pada Bayi Baru Lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan Tahun 2014

(1)

FAKTOR- FAKTOR YANG MEMENGARUHI BIDAN DALAM PEMBERIAN IMUNISASI HEPATITIS B PADA BAYI

BARU LAHIR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PIJORKOLING KOTA PADANGSIDIMPUAN

TAHUN 2014

TESIS

Oleh ROSMAINUN 127032044/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2014

THE FACTORS WHICH INFLUENCE MIDWIVES IN GIVING HEPATITIS B IMMUNIZATION TO THEIR NEWBORN BABIES IN THE

WORKING AREA OF PIJORKOLING PUSKESMAS PADANGSIDIMPUAN


(2)

THESIS

By

ROSMAINUN 107032233/IKM

MAGISTRATE IN PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

2014

FAKTOR- FAKTOR YANG MEMENGARUHI BIDAN DALAM PEMBERIAN IMUNISASI HEPATITIS B PADA BAYI

BARU LAHIR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PIJORKOLING KOTA PADANGSIDIMPUAN


(3)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh ROSMAINUN 127032044/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2014

Judul Tesis : FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMENGARUHI BIDAN DALAM PEMBERIAN IMUNISASI HEPATITIS B PADA BAYI BARU LAHIR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PIJORKOLING KOTA PADANGSIDIMPUAN TAHUN 2014 Nama Mahasiswa : Rosmainun

Nomor Induk Mahasiswa : 127032044

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi


(4)

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, M.Si) (Drs. Abdul Jalil. A.A, M.Kes)

Ketua Anggota

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

Tanggal Lulus : 3 Juli 2014 Telah Diuji


(5)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Evawany Yunita Aritonang, M.Si Anggota : 1. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes

2. dr. Rahayu Lubis, M.Si, Ph.D 3. Sri Rahayu Sanusi, S.K.M, M.Kes

PERNYATAAN

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMENGARUHI BIDAN DALAM PEMBERIAN IMUNISASI HEPATITIS B PADA BAYI BARU LAHIR

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PIJORKOLING KOTA PADANGSIDIMPUAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.


(6)

Medan, Juli 2014

Rosmainun 127032044/IKM

ABSTRAK

Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis B (VHB), suatu anggota family Hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan hati yang menahun dan dapat berlanjut menjadi sirosis hati. Prevalensi Hepatitis B di Indonesia masih tinggi disebabkan karena penularan penyakit hepatitis B dari ibu melahirkan ke bayi. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi bidan dalam pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi baru lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan.

Jenis penelitian adalah survei dengan metode pengukuran data cross sectional. Populasi adalah seluruh ibu bersalin yang berada di wilayah kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan pada periode Januari sampai Maret tahun 2014 yang ditolong oleh bidan sebanyak 102 orang, seluruh populasi dijadikan sampel. Analisis data dilakukan dengan uji univariat, Chi Square dan regresi logistik berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi (p=0,046; 95%CI 1,016-5,882), kemampuan (p=0,019; 95%CI 1,195-7,034) dan persepsi bidan (p=0,044; 95%CI 1,025-5,949) berpengaruh terhadap pemberian imunisasi Hepatitis B. Variabel yang paling besar pengaruhnya adalah kemampuan dengan nilai Exp B= 2,899 artinya bidan yang memiliki kemampuan baik mempunyai peluang untuk memberikan imunisasi hepatitis B 2,899 kali lebih besar dibandingkan dengan bidan yang kemampuannya tidak baik. Rendahnya cakupan imunisasi ini disebabkan sekitar 64,7% ibu menyatakan bidan tidak menjelaskan kepada ibu bahwa semua bayi baru lahir itu harus diberikan imunisasi hepatitis B ini, 59,2% ibu menyatakan tidak mendapatkan penjelasan dari bidan tentang manfaat imunisasi hepatitis B pada bayi, dan 59,8% ibu menyatakan tidak tahu bahwa pemberian imunisasi hepatitis B pertama pada bayi tidak boleh lewat dari tujuh


(7)

hari setelah bayi dilahirkan sehingga mereka menganggap imunisasi hepatitis B ini bisa diberikan saat bayi telah berusia lebih dari 1 bulan.

Disarankan kepada Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan untuk lebih meningkatkan cakupan pemberian imunisasi hepatitis B dengan peningkatan peran serta ibu untuk membawa anaknya imunisasi, dan melakukan pelatihan bagi seluruh petugas kesehatan. Memberikan penghargaan bagi bidan agar lebih memotivasi dirinya dalam melaksanakan tugasnya.

Kata kunci : Motivasi, Kemampuan, Persepsi, Pemberian Imunisasi Hepatitis B

ABSTRACT

Hepatitis B is a liver disease which is caused by Hepatitis B virus (VHB), a member of Hepadnavirus family which can cause liver inflammation or chronic, and it can possibly cause cirrhosis of the liver. Prevalence of Hepatitis B in Indonesia is still high due to the transmission of hepatitis B from mothers giving birth to babies. The objective of the research was to find out some factors which influenced midwives in giving Hepatitis B immunization to newborn babies in the working area of Pijorkoling Puskesmas, Padangsidempuan.

The type of the research was a survey with cross sectional design. The population was 102 childbirth mothers aided by midwives in the working area of Pijorkoling Puskesmas, Padangsidempuan, from January to March, 2014, and all of them were used as the samples. The data were analyzed by using univatriat, Chi square, and multiple logistic regression tests.

The results showed that motivation (p = 0.046, 95% CI 1.016 to 5.882), ability (p = 0.019, 95% CI 1.195 to 7.034) and the perception of midwives (p = 0.044, 95% CI 1.025 to 5.949) effect on immunization hepatitis B. the variables that most influence is the capability to value Exp B = 2.899 means a midwife who has a good capability to have the opportunity to provide hepatitis B immunization 2,899 times greater than the capability of midwives who are not good. The low coverage of immunization is due approximately 64.7% of mothers stated midwife did not explain to the mother that all newborn infants should be given hepatitis B immunization, 59.2% of mothers stated midwife did not get an explanation of the benefits of hepatitis B immunization in infants, and 59.8% of mothers claimed not to know that the first hepatitis B immunization in infants should not be later than seven days after the baby is born so that they assume the hepatitis B immunization can be given when the baby is older than 1 month.

It is recommended that the management of Pijorkoling Puskesmas, Padangsidempuan, increase the coverage of giving Hepatitis B immunization by motivating mothers to have their babies immunized. Besides that, health care


(8)

providers should be trained and midwives should be given reward so that they are motivated to do their job well.

Keywords: Motivation, Capability, Perception, Giving Hepatitis B Immunization

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur ke Khadirat Allah SWT, yang telah memberi rahmat dan hidayah-Nya sehingga dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Faktor – faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Pemberian Imunisasi Hepatitis B pada Bayi Baru Lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan Tahun 2014“.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc (CTM).,Sp.A.,(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara atas kesempatan penulis menjadi mahasiswa


(9)

Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, serta selaku Ketua Komisi Pembimbing atas segala ketulusannya dalam menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan, dorongan, saran dan perhatian selama proses proposal hingga penulisan tesis ini selesai..

4. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes, selaku anggota komisi pembimbing atas segala ketulusannya dalam menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan, dorongan, saran dan perhatian selama proses proposal hingga penulisan tesis ini selesai.

5. dr. Rahayu Lubis, M. Si. Ph.D dan ibu Sri Rahayu Sanusi, S.K.M, M.Kes, selaku tim penguji yang telah banyak memberikan saran, bimbingan dan perhatian selama proses penulisan tesis ini.

6. Kepala Puskesmas dan Bidan Desa di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan kepada penulis dalam rangka menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas sumatera Utara

7. Para Dosen, staf dan semua pihak yang terkait di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara


(10)

8. Ucapan terima kasih yang tulus saya tujukan kepada ayahanda Alm. Drs. H. Parsaulian Harahap dan Ibunda Murniati Panggabean, S.Ag serta keluarga besar yang telah memberikan dukungan moril serta doa dan motivasi selama penulis menjalani pendidikan

9. Ucapan terima kasih yang tulus saya tujukan kepada dan Ibu Hj. Arniaty Riana Harahap serta keluarga besar yang telah memberikan dukungan moril serta doa dan motivasi selama penulis menjalani pendidikan

10. Teristimewa buat suami tercinta Ardiansyah Siregar dan ananda Nabilah Raihana serta Nadiyah Raihana berkat merekalah penulis termotivasi untuk menyelesaikan studi ini

11. Teman-teman seperjuangan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, atas bantuannya dalam penyusunan tesis ini.

Akhirnya saya menyadari segala keterbatasan yang ada. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Juli 2014 Penulis

Rosmainun 127032044/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Rosmainun, lahir pada tanggal 25 Pebruari 1988 di Kota Padangsidimpuan Provinsi Sumatera Utara, beragama Islam, anak kedua dari lima bersaudara dari pasangan Ayahanda Alm. Drs. H. Parsaulian Harahap dan Ibunda Murniati Panggabean, S. Ag dan bertempat tinggal di Padangsidimpuan.

Penulis mulai melaksanakan pendidikan dasar di SDN 12 Kota Padangsidimpuan tamat pada tahun 2000, penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMPN 1 Padangsidimpuan tamat pada tahun 2003, dan melanjutkan sekolah menengah atas di SMAN 2 Padangsidimpuan tamat tahun 2006. Dan pada tahun 2006 penulis melanjutkan pendidikan D-III Kebidanan di Akademi Kebidanan Sentral Padangsidimpuan, dan tamat pada tahun 2009.

Penulis menikah pada tanggal 23 Juni 2010 dengan Ardiansyah Siregar, anak dari Bapak (alm) Ahmad Syarif Siregar dan Ibu Arniaty Riana Harahap. Kemudian dikaruniai dua orang putri. Penulis bekerja sebagai Staf Akademik di Akademi Kebidanan Sentral Padangsidimpuan mulai pada tahun 2009 sampai sekarang.

Tahun 2010 penulis melanjutkan pendidikan S-1 Kesehatan Masyarakatan di STIKes Helvetia Medan, dan tamat tahun 2012, kemudian pada tahun 2012 penulis melanjutkan pendidikan Pascasarjana Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 10

1.3. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Hipotesis ... 10

1.5. Manfaat Penelitian ... 10

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1. Imunisasi ... 12

2.1.1. Pengertian ... 12

2.1.2. Tujuan ... 12

2.2. Hepatitis B ... 14

2.3. Bidan ... 18

2.4. Imunisasi Hepatitis B ... 19

2.4.1. Jadwal Pemberian Imunisasi ... 20

2.4.2. Usia Pemberian ... 20

2.4.3. Lokasi Penyuntikan ... 21

2.4.4. Efek Samping ... 21

2.4.5. Tanda Keberhasilan ... 21

2.4.6. Efektivitas ... 21

2.5. Pemberian Imunisasi HB pada Bayi Baru Lahir ... 22

2.6. Kinerja ... 23

2.7. Faktor-faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Pemberian Imunisasi Hepatitis B ... 23

2.8. Landasan Teori ... 28

2.9. Kerangka Konsep ... 34

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 35

3.1. Jenis Penelitian ... 35

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35

3.3. Populasi dan Sampel ... 35

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 35

3.4.1. Data Primer ... 35

3.4.2. Data Sekunder ... 36


(13)

3.6. Variabel dan Defenisi Operasional ... 38

3.6.1. Variabel ... 38

3.6.2. Defenisi Operasional ... 38

3.7. Metode Pengukuran ... 40

3.8. Metode Analisa Data ... 40

3.8.1. Analisis Univariat... 40

3.8.2. Analisis Bivariat ... 41

3.8.3. Analisis Multivariat ... 41

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 42

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 42

4.1.1 Letak Geografis ... 42

4.1.2 Demografi ... 43

4.2. Analisis Univariat ... 43

4.2.1. Motivasi Pemberian Imunisasi Hepatitis B ... 43

4.2.2. Kemampuan Bidan pada Pemberian Imunisasi Hepatitis B ... 45

4.2.3. Persepsi Bidan pada Pemberian Imunisasi Hepatitis B ... 48

4.2.4. Pemberian Imunisasi Hepatitis B ... 50

4.3. Analisis Bivariat ... 51

4.3.1 Hubungan Motivasi dengan Pemberian Imunisasi Hepatitis B ... 51

4.3.2 Hubungan Kemampuan dengan Pemberian Imunisasi Hepatitis B ... 52

4.3.3 Hubungan Persepsi dengan Pemberian Imunisasi Hepatitis B ... 53

4.4. Analisis Multivariat ... 53

4.4.1. Pengaruh Motivasi, Kemampuan, dan Persepsi Bidan terhadap Pemberian Imunisasi Hepatitis B... 54

BAB 5. PEMBAHASAN ... 57

5.1 Pemberian Imunisasi Hepatitis B ... 57

5.2 Pengaruh Motivasi Bidan terhadap Pemberian Imunisasi Hepatitis B-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan ... 59

5.3 Pengaruh Kemampuan Bidan terhadap Pemberian Imunisasi Hepatitis B pada Bayi Baru Lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan... 61

5.4 Pengaruh Persepsi Bidan terhadap Pemberian Imunisasi Hepatitis B pada Bayi Baru Lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan ... 63

5.5. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pemberian Imunisasi Hepatitis B pada Bayi Baru Lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan ... 66

5.6. Keterbatasan Penelitian... 68


(14)

6.1 Kesimpulan ... 69 6.2 Saran ... 70 DAFTAR PUSTKA ... 71 LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1. Metode Pengukuran Variabel Independen dan Variabel

Dependen ... 35 4.1. Distribusi Motivasi Pemberian Imunisasi Hepatitis B di Wilayah

Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan ... 44 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Motivasi Pemberian

Imunisasi Hepatitis B di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling


(15)

4.3. Distribusi Kemampuan Bidan pada Pemberian Imunisasi Hepatitis B di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota

Padangsidimpuan ... 46 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kemampuan Bidan

pada Pemberian Imunisasi Hepatitis B di Wilayah Kerja

Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan ... 47 4.5. Distribusi Persepsi Bidan pada Pemberian Imunisasi Hepatitis B

di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan ... 49 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Persepsi Bidan pada

Pemberian Imunisasi Hepatitis B di Wilayah Kerja Puskesmas

Pijorkoling Kota Padangsidimpuan ... 50 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pemberian Imunisasi

Hepatitis B di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota

Padangsidimpuan ... 51 4.8. Hubungan Motivasi dengan Pemberian Imunisasi Hepatitis B di

Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan ... 52 4.9. Hubungan Kemampuan dengan Pemberian Imunisasi Hepatitis B

di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan ... 52 4.10. Hubungan Persepsi dengan Pemberian Imunisasi Hepatitis B di

Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan ... 53 4.11. Pengaruh Motivasi, Kemampuan, dan Persepsi Bidan terhadap

Pemberian Imunisasi Hepatitis B ... 54 DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Kerangka Teori Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja

Menurut Gibson (1987) ... 33 2.2. Kerangka Konsep Faktor-faktor yang Memengaruhi Bidan dalam


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 75

2. Uji Validitas dan Reliabilitas... 78

3. Master Data Uji Validitas dan Reliabilitas ... 81

4. Master Data Penelitian ... 82

5. Hasil Uji Statistik ... 85


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Imunisasi dalam Sistem Kesehatan Nasional merupakan salah satu bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Dasar utama pelayanan kesehatan bidang preventif merupakan prioritas utama dengan melakukan imunisasi terhadap seorang bayi, balita dan anak, tidak hanya memberikan perlindungan kepada anak tersebut tetapi berdampak juga kepada anak lainnya, karena adanya pemberian imunisasi secara umum akan mengurangi penyebab infeksi (Ranuh, 2011).

Saat ini terdapat 350 juta penderita kronis di seluruh dunia dengan 4 juta kasus baru per tahun. Infeksi pada anak umumya asimtomatis tetapi 80-95% akan menjadi kronis dan akan berakhir dengan sirosis dan atau karsinoma hepatoselular


(18)

Medan, Juli 2014

Rosmainun 127032044/IKM

ABSTRAK

Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis B (VHB), suatu anggota family Hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan hati yang menahun dan dapat berlanjut menjadi sirosis hati. Prevalensi Hepatitis B di Indonesia masih tinggi disebabkan karena penularan penyakit hepatitis B dari ibu melahirkan ke bayi. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi bidan dalam pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi baru lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan.

Jenis penelitian adalah survei dengan metode pengukuran data cross sectional. Populasi adalah seluruh ibu bersalin yang berada di wilayah kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan pada periode Januari sampai Maret tahun 2014 yang ditolong oleh bidan sebanyak 102 orang, seluruh populasi dijadikan sampel. Analisis data dilakukan dengan uji univariat, Chi Square dan regresi logistik berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi (p=0,046; 95%CI 1,016-5,882), kemampuan (p=0,019; 95%CI 1,195-7,034) dan persepsi bidan (p=0,044; 95%CI 1,025-5,949) berpengaruh terhadap pemberian imunisasi Hepatitis B. Variabel yang paling besar pengaruhnya adalah kemampuan dengan nilai Exp B= 2,899 artinya bidan yang memiliki kemampuan baik mempunyai peluang untuk memberikan imunisasi hepatitis B 2,899 kali lebih besar dibandingkan dengan bidan yang kemampuannya tidak baik. Rendahnya cakupan imunisasi ini disebabkan sekitar 64,7% ibu menyatakan bidan tidak menjelaskan kepada ibu bahwa semua bayi baru lahir itu harus diberikan imunisasi hepatitis B ini, 59,2% ibu menyatakan tidak mendapatkan penjelasan dari bidan tentang manfaat imunisasi hepatitis B pada bayi, dan 59,8% ibu menyatakan tidak tahu bahwa pemberian imunisasi hepatitis B pertama pada bayi tidak boleh lewat dari tujuh


(19)

hari setelah bayi dilahirkan sehingga mereka menganggap imunisasi hepatitis B ini bisa diberikan saat bayi telah berusia lebih dari 1 bulan.

Disarankan kepada Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan untuk lebih meningkatkan cakupan pemberian imunisasi hepatitis B dengan peningkatan peran serta ibu untuk membawa anaknya imunisasi, dan melakukan pelatihan bagi seluruh petugas kesehatan. Memberikan penghargaan bagi bidan agar lebih memotivasi dirinya dalam melaksanakan tugasnya.

Kata kunci : Motivasi, Kemampuan, Persepsi, Pemberian Imunisasi Hepatitis B

ABSTRACT

Hepatitis B is a liver disease which is caused by Hepatitis B virus (VHB), a member of Hepadnavirus family which can cause liver inflammation or chronic, and it can possibly cause cirrhosis of the liver. Prevalence of Hepatitis B in Indonesia is still high due to the transmission of hepatitis B from mothers giving birth to babies. The objective of the research was to find out some factors which influenced midwives in giving Hepatitis B immunization to newborn babies in the working area of Pijorkoling Puskesmas, Padangsidempuan.

The type of the research was a survey with cross sectional design. The population was 102 childbirth mothers aided by midwives in the working area of Pijorkoling Puskesmas, Padangsidempuan, from January to March, 2014, and all of them were used as the samples. The data were analyzed by using univatriat, Chi square, and multiple logistic regression tests.

The results showed that motivation (p = 0.046, 95% CI 1.016 to 5.882), ability (p = 0.019, 95% CI 1.195 to 7.034) and the perception of midwives (p = 0.044, 95% CI 1.025 to 5.949) effect on immunization hepatitis B. the variables that most influence is the capability to value Exp B = 2.899 means a midwife who has a good capability to have the opportunity to provide hepatitis B immunization 2,899 times greater than the capability of midwives who are not good. The low coverage of immunization is due approximately 64.7% of mothers stated midwife did not explain to the mother that all newborn infants should be given hepatitis B immunization, 59.2% of mothers stated midwife did not get an explanation of the benefits of hepatitis B immunization in infants, and 59.8% of mothers claimed not to know that the first hepatitis B immunization in infants should not be later than seven days after the baby is born so that they assume the hepatitis B immunization can be given when the baby is older than 1 month.

It is recommended that the management of Pijorkoling Puskesmas, Padangsidempuan, increase the coverage of giving Hepatitis B immunization by motivating mothers to have their babies immunized. Besides that, health care


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Imunisasi dalam Sistem Kesehatan Nasional merupakan salah satu bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Dasar utama pelayanan kesehatan bidang preventif merupakan prioritas utama dengan melakukan imunisasi terhadap seorang bayi, balita dan anak, tidak hanya memberikan perlindungan kepada anak tersebut tetapi berdampak juga kepada anak lainnya, karena adanya pemberian imunisasi secara umum akan mengurangi penyebab infeksi (Ranuh, 2011).

Saat ini terdapat 350 juta penderita kronis di seluruh dunia dengan 4 juta kasus baru per tahun. Infeksi pada anak umumya asimtomatis tetapi 80-95% akan menjadi kronis dan akan berakhir dengan sirosis dan atau karsinoma hepatoselular


(21)

(KHS). Di negara endemis 80% KHS disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB), dan risiko KHS ini sangat tinggi bila infeksi terjadi sejak dini. Infeksi VHB menyebabkan sedikitnya satu juta kematian per tahun (Ranuh, 2011).

Berdasarkan tingginya prevalensi infeksi VHB, World Health Organization (WHO) membagi menjadi 3 macam daerah endemis yaitu : Tinggi (10-15%), sedang (8%) Dan rendah (5%). Sedangkan prevalensi VHB di Negara-negara berkembang Indonesia (10%), Malaysia (5,3%), Brunei (6,1%), Thailand (8-10%) ,dan Philipina (3-7%) (Sifa, 2013).

Indonesia termasuk daerah endemis tinggi infeksi VHB, dan menjadi Negara dengan penderita Hepatitis B ketiga setelah China dan India dengan jumlah penderita 13 juta orang, sementara di Jakarta diperkirakan 1 dari 20 penduduk menderita penyakit Hepatitis B. sebagian besar terinfeksi Virus Hepatitis B (VHB) sejak usia kanak-kanak (Sulaiman, 2010).

Prevalensi Hepatitis B di Indonesia disebabkan karena keterlambatan dalam pemberian imunisasi. Masih banyaknya kasus penularan hepatitis B dari ibu melahirkan ke bayi menjadi penyebab utama. Tingginya trasmisi penularan vertikal dari ibu ke bayi ini di akibatkan oleh keterlambatan waktu pemberian vaksinasi Hepatitis B pada bayi mereka (Sifa, 2013).

Berdasarkan sejumlah riset yang dilakukan Conelius (2012) dalam Wahyu Sifa (2013) , ibu hamil yang mengidap hepatitis B sebanyak 50% akan beresiko tinggi menularkan penyakit tersebut pada bayi mereka. Mayoritas transmisi virus pada bayi terjadi pada proses persalinan. Bayi yang telah tertular virus hepatitis B sejak bayi 90% akan menjadi hepatitis kronis, sehingga penyakit tersebut akan ada


(22)

ditubuh mereka sepanjang hidupnya dan hanya sekitar 10% dari kelompok ini yang bisa disembuhkan.

Resiko terjadinya hepatitis B kronis jauh lebih besar bila infeksi terjadi pada awal kehidupan dibandingkan dengan infeksi yang terjadi pada usia dewasa. Sementara infeksi pada masa dewasa muda biasanya menimbulkan hepatitis yang akut secara klinis tetapi resiko menjadi kronik hanya 1-2% (Kusumawati, 2007).

Bayi yang terinfeksi virus Hepatitis B beresiko mengalami penyakit hati kronis. Penularan virus ini dapat dicegah dengan imunisasi vaksin segera maksimal 12 jam atau 0-7 hari setelah bayi dilahirkan (Permanasari, 2012). Imunisasi hepatitis B sangat penting untuk mencegah meluasnya penyebaran penyakit hepatitis B di Indonesia, melalui imunisasi hepatitis B terhadap semua bayi yang baru lahir sedini mungkin (0-7 hari) setelah kelahirannya. Pemberian vaksinasi hepatitis B ini berguna untuk mencegah virus Hepatitis B yang dapat menyerang dan merusak hati dan bila hal itu terus terjadi sampai si anak dewasa akan bisa menyebabkan timbulnya penyakit kanker hati (Selly, 2011).

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Tahun 2011 menyebutkan hasil uji coba di Nusa Tenggara Barat pada tahun 2005 dengan memberikan vaksinasi hepatitis B pada bayi umur 0-7 hari terbukti dapat menurunkan prevalensi Hepatitis B dari 6,25% menjadi 1,4%. Selain itu lebih dari 3,9% dari populasi ibu hamil di Indonesia mengidap Hepatitis B dengan resiko menularkan kepada bayinya sebesar 45%.

Hasil penelitian Yuwono tahun 2008 tentang Dampak Imunisasi Hepatitis B terhadap penularan vertikal virus hepatitis B pada bayi diketahui besarnya transmisi vertikal VHB di kota Bandung, yaitu sebesar 5,9%. Imunisasi Hepatitis


(23)

B rekombinan bayi memberikan dampak terjadinya penurunan prevalensi HBsAg dari 5,9% imuno menjadi 1,97% atau sebesar 66,7%. Sedangkan hasil penelitian Wahyu tahun 2013 faktor yang berhubungan dengan pemberian imunisasi hepatitis B pada bayi baru lahir adalah pengetahuan dan sikap dari ibu.

Menurut Laila dalam penelitiannya tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian Imunisasi Hepatiti B 0-7 hari di Bantul, diperoleh hasil bahwa pemberian imunisasi HB pada usia 0 hari sangat rendah (22,3%), sangatlah memprihatinkan bila dibandingkan dengan persentase penolong persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan (89,7%). Seharusnya dengan tersedianya prefilled injection device HB atau Uniject HB yang praktis semua bayi yang ditolong oleh petugas kesehatan sudah mendapatkan imunisasi HB 1 pada usia 0 hari (Kusumawati, 2007).

Sesuai dengan indikator Nasional SPM (Standar Pelayanan Minimal) desa UCI ((Universal Child Imunization) 100%, untuk target imunisasi secara nasional yaitu di atas 90% (Dinkes Provinsi Sumut, 2011). Pencapaian desa dengan UCI di Provinsi Sumatera Utara tahun 2010 hanya 65,78% Kabupaten/Kota yang desanya telah mencapai UCI 100% yaitu kota Medan, Binjai, Tebing Tinggi dan Toba Samosir, sedangkan pencapaian UCI kurang 80% sebanyak 9 Kab/Kota yakni Labuhan Batu, Simalungun, Karo, Deli Serdang, Langkat, Humbang Hasundutan, Batubara, Labuhan Utara Selatan dan kota Pematang Siantar, cakupan desa UCI masih dibawah 80% terdapat 11 kab/kota, cakupan UCI dibawah 50% yakni Nias, Nias Utara Barat, Mandailing Natal, Padangsidimpuan, Sibolga, Tanjung Balai, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Gunung Sitoli (Dinkes Provinsi Sumut, 2011).


(24)

Berdasarkan data yang diperoleh di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara hingga Desember 2011, pencapaian imunisasi Hepatitis B masih rendah. Dari 33 kabupaten/kota, hanya empat kabupaten/kota pencapaian imunisasi Hepatitis B di atas 80% yaitu kota Medan, Binjai, Tebing Tinggi dan Toba Samosir. Sedangkan sisanya masih di bawah 80%.

Ibu memang memiliki peranan penting dalam kesehatan anaknya, selain harus menjaga kondisi fisik yang sehat, serta kondisi lingkungan yang bersih, pemberian imunisasi pada anak harus diperhatikan. Hal ini memang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pengetahuan dan sikap si ibu. Pengetahuan diperlukan sebagai dorongan sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan stimulus terhadap tindakan seseorang. Tindakan seseorang terhadap sesuatu dapat ditunjukkan dengan sikap. Sikap merupakan suatu reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu (Notoatmodjo, 2007).

Selain faktor ibu, bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang memiliki posisi penting dan strategi terutama dalam menurunkan angka kematian bayi. Salah satu faktor penting dalam upaya penurunan angka kematian bayi adalah penyediaan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan pencegahan timbulnya permasalahan dengan mengatasinya lebih dini, dan penyediaan pelayanan maternal dan neonatal yang berkualitas, setiap persalinan di tolong oleh bidan terlatih atau tenaga kesehatan terlatih, sehingga komplikasi neonatal mendapat pelayanan yang adekuat. Oleh sebab itu, bidan harus terampil dengan


(25)

didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai (Ikatan Bidan Indonesia, 2006).

Kinerja bidan merupakan kesuksesan bidan dalam melaksanakan pekerjaaannya sebagai petugas kesehatan sesuai dengan apa yang telah diketahuinya. Dalam pemberian imunisasi hepatitis B, bidan sebagai penolong persalinan merupakan kunci penting. Hal ini sesuai dengan penelitian Ngadarodjatun menunjukkan bahwa motivasi tinggi dengan tercapainya kinerja lebih besar dibandingkan dengan motivasi rendah dengan tercapainya kinerja yaitu sebanyak 91,7%. Dari hasil uji statistik dengan uji Chi-Square

memperlihatkan bahwa terdapat pengaruh antara motivasi dengan tercapainya kinerja petugas dengan nilai p = 0,001 (p < 0,05).

Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menunjukkan peranan bidan dalam meningkatkan derajat kesehatan perempuan di Indonesia sangat penting. Profesi ini berkontribusi terhadap 50,2% dari pelayanan kontrasepsi dan 62% dari proses persalinan. Bidan juga mengambil porsi yang cukup besar dalam program pemberian imunisasi. Tercapainya cakupan imunisasi oleh bidan sangat dipengaruhi oleh motivasi dan kemampuan bidan dalam melaksanakan program tersebut, semakin tinggi motivasi dan kemampuan bidan semakin baik juga cakupan imunisasi yang didapat.

Persepsi bidan tentang pelaksanaan imunisasi juga berbeda, beberapa bidan berpendapat imunisasi hanya diberikan pada bayi yang dilahirkan ibu dengan infeksi virus hepatitis B positif, dan karena banyak penolakan dari ibu dan keluarga akan program imunisasi hepatitis B ini membuat bidan tidak menawarkan lagi kepada para ibu agar bayinya diberi imunisasi hepatitis. Dari


(26)

ilmu yang didapat selama pendidikan seharusnya bidan paham pentingnya imunisasi hepatitis B ini pada bayi. Konseling bidan kepada para ibu dan keluarga seharusnya lebih intensif, sehingga masyarakat bisa menerima anaknya untuk diimunisasi karena tahu besarnya manfaat imunisasi tersebut.

Kinerja tenaga kesehatan menjadi unsur yang sangat penting dalam upaya memelihara dan meningkatkan pembangunan nasional bidang kesehatan. Kajian tentang kinerja memberikan kejelasan bahwa beberapa faktor yang sangat menunjang bagi individu dalam mencapai prestasi kerja, seperti motivasi, imbalan, persepsi, kemampuan, keterampilan dan keetersediaan sumber daya lain yang mendukung kinerja bidan.

Penilaian kinerja bidan tidak hanya dapat dinilai dari si bidan sendiri, akan tetapi dapat juga dilihat dari sudut pandang si ibu yang telah menerima asuhan dari bidan. Ibu yang merasakan langsung bagaimana tindakan yang diberikan bidan juga tahu bidan itu mampu bekerja atau tidak. Komunikasi dari bidan pada setiap melakukan tindakan akan membuat ibu merasa nyaman dan dihargai, dan dengan komunikasi serta penyampaian informasi yang tepat seharusnya tidak ada lagi alasan para bidan yang berasumsi bahwa para ibu menolak bayinya diberi imunisasi hepatitis B setelah lahir.

Pada penelitian yang dilakukan Muazaroh pada tahun 2009 tentang implementasi pelaksanaan Imunisasi oleh bidan menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara faktor komunikasi, sumber daya, persepsi, struktur birokrasi dengan keberhasilan program imunisasi di Kabupaten Demak.

Praktek bidan merupakan salah satu elemen yang menentukan keberhasilan pencapaian tujuan pelaksanaan program imunisasi karena


(27)

mempermudah akses masyarakat terhadap pelayanan oleh tenaga kesehatan, khususnya bagi masyarakat yang bertempat tinggal jauh dari puskesmas atau rumah sakit. Para ibu bersalin pun seharusnya bisa dengan mudah mendapatkan pelayanan yang baik walaupun bersalin di rumah sendiri.

Dari data cakupan imunisasi Hepatitis B-0 pada tahun 2013 di Puskesmas Pijorkoling menunjukkan bahwa jumlah bayi baru lahir sebanyak 542 bayi, kunjungan neonatal dini (KN-1) sebanyak 342 bayi (63%), dan yang diberikan imunisasi Hepatitis B-0 umur 0–7 hari sebanyak 120 bayi maka terdapat 222 bayi yang tidak mendapat imunisasi Hepatitis B-0 tepat pada waktunya.

Data yang didapatkan dari petugas puskesmas bahwa banyak hambatan dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan imunisasi Hepatitis B-0 pada bayi ≤ 7 hari. Dilihat dari kualitas petugas, dari 37 bidan, hanya 4 bidan yang sudah mengikuti pelatihan imunisasi HB uniject, tidak tersedia dana pengganti transport untuk melakukan kunjungan neonatal, informasi dari bidan bahwa sebagian masyarakat tidak memperbolehkan bayinya diimunisasi karena berpendapat bahwa bayinya akan sehat tanpa imunisasi, masih merasa kasihan kepada bayi untuk diimunisasi dini, dan belum tahu manfaat imunisasi Hepatitis B-0. Hal ini disebabkan kurangnya komunikasi oleh bidan kepada masyarakat khususnya para ibu usia subur dalam bentuk sosialisasi tentang imunisasi Hepatitis B-0.

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling, dari 7 ibu yang memiliku bayi hanya 1 ibu yang bayinya mendapatkan imunisasi hepatitis B, dan dari 9 bidan terdapat 7 bidan yang tidak memberikan Imunisasi Hepatitis B pada bayi baru lahir dengan alasan bahwa dari pihak ibu, ibu merasa keberatan karena bayinya disuntik, alasan lain yaitu


(28)

menurut bidan pemberian Imunisasi Hepatitis B pada bayi baru lahir tersebut hanya diberikan pada bayi yang bermasalah dan bayi yang memiliki imun yang kurang baik, padahal bidan tidak tahu mana bayi yang memiliki imun baik atau tidak jika tidak dilakukan pemeriksaan lebih lanjut pada si bayi, adapun beberapa permasalahan yang berkaitan dengan rendahnya kinerja bidan dalam memberikan pelayanan khususnya imunisasi diantaranya : 1) Kemampuan dan keahlian bidan, 2) Kualitas sumber daya kesehatan, 3)Motivasi terhadap pekerjaan Bidan, 4) Penghargaan. Sementara dari ibu menyatakan memang kurang mengetahui informasi tentang imunisasi hepatitis B dan manfaatnya terhadap bayi ibu.

Rendahnya cakupan imunisasi hepatitis B tersebut disebabkan kurangnya pengawasan pimpinan puskesmas terhadap para bidan dan petugas kesehatan ibu dan anak, serta pengawasan terhadap pelaksana program imunisasi di wilayah kerja Puskesmas tersebut, sedangkan program pemerintah telah jelas ditetapkan cakupan imunisasi diharapkan mencapai 100% dan desa UCI 80 %.

Berdasarkan latar belakang diatas, dan informasi yang didapat dari survei awal masih banyak bidan yang belum memahami tentang pentingnya pemberian Imunisasi Hepatitis B pada bayi baru lahir sehingga penulis tertarik untuk meneliti Faktor-faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Pemberian Imunisasi Hepatitis B Pada Bayi Baru Lahir Di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan Tahun 2014.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalah dalam penelitian ini adalah “Masih Rendahnya Cakupan Imunisasi Hepatitis B pada Bayi Baru Lahir Di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan Tahun 2013,


(29)

untuk itu dalam hal ini akan diteliti faktor-faktor apa saja yang memengaruhi bidan dalam pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi baru lahir”

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi bidan dalam pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi baru lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan.

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh faktor (motivasi, kemampuan, dan persepsi) yang memengaruhi bidan dalam pemberian Imunisasi Hepatitis B pada bayi baru lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan Tahun 2014.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat:

1. Memberi masukan kepada Puskesmas Pijorkoling tentang pemberian Imunisasi Hepatitis B pada bayi baru lahir, serta menjadi masukan dalam upaya mempercepat penurunan angka kematian bayi.

2. Memberi masukan kepada bidan yang ada di wilayah kerja Puskesmas Pijorkoling dalam memberikan Imunisasi Hepatitis B pada bayi baru lahir. 3. Memberi masukan pada calon ibu hamil dan ibu yang sedang hamil yang ada

di wilayah kerja Puskesmas Pijorkoling tentang pentingnya pemberian Imunisasi Hepatitis B pada bayi baru lahir


(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Imunisasi 2.1.1. Pengertian

Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen (Ranuh, 2011).

Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukan kuman atau produk kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan. Memasukan kuman atau bibit penyakit tersebut diharapkan tubuh dapat menghasilkan Eat Anti yang pada akhirnya nanti digunakan tubuh untuk melawan kuman atau bibit penyakit yang menyerang tubuh (Marimbi, 2010).


(31)

2.1.2. Tujuan

Pemberian imunisasi bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang serta menghilangkan penyakit tertentu pada suatu populasi. Untuk memberikan kekebalan kepada bayi agar dapat mencegah penyakit dan mengurangi kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering terjangkit.

Program imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Kematian bayi yang disebabkan karena tetanus neonatorum (TN) di Indonesia cukup tinggi yaitu (67%) dalam upaya mencegah tetanus neonatorum maka imunisasi diarahkan kepada pemberian perlindungan bayi baru lahir dalam minggu-minggu pertama melalui ibu (Marimbi, 2010).

Jenis-jenis imunisasi sesuai dengan jenis vaksin yang saat ini dipakai dalam program imunisasi rutin di Indonesia, jenis-jenis imunisasi tesebut adalah imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerine), indikasinya untuk pemberian kekebalan aktif untuk Tuberkulosis. Imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) indikasi untuk pemberian secara simultan terhadap Difteri, Pertusis, Tetanus, imunisasi polio untuk mencegah terjadinya lumpu layu pada anak dan imunisasi campak sebagai pencegahan penyakit campak (Wahab,2002).

Vaksin yang akan digunakan harus betul-betul efektif. Efektivitas semua vaksin ditinjau kembali secara terus menerus. Vaksin yang efektif harus memiliki hal-hal seperti berikut :

a. Merangsang timbulnya imunitas yang tepat b. Stabil dalam penyimpanan


(32)

c. Mempunyai imunogenesitas yang cukup

Keamanan vaksin sangat penting untuk diperhatikan karena vaksin diberikan kepada orang yang tidak sakit. Beberapa komplikasi yang serius dapat berasal dari vaksin atau dari pasien (Wahab, 2002).

2.2.Hepatitis B 2.2.1. Pengertian

Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis B (VHB), suatu anggota family Hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan hati atau menahun yang sebagai kasus dapat berlanjut menjadi sirosis hati (Wong, 2009).

Hepatitis B merupakan penyakit peradangan hati yang disebabkan olehVHB. Hepatitis B yang berlangsung kurang dari 6 bulan disebut hepatitis B akut manakala hepatitis yang berlangsung lebih dari 6 bulan disebut sebagai hepatitis B kronis. Sebagian besar virus hepatitis B pada anak-anak didapat dalam usia perinatal. Bayi baru lahir menghadapi resiko terkena hepatitis jika ibunya terinfeksi virus hepatitis B atau merupakan karier virus hepatitis B selama kehamilannya. Kemungkinan jalur penularan maternal-fetal meliput i :

a. Kebocoran virus lewat plasenta yang terjadi pada akhir kehamilan atau pada saat persalinan.


(33)

c. Pemberian ASI, khususnya jika ibu memiliki puting susu yang pecah pecah atau lecet (Wong, 2009).

2.2.2. Epidemiologi

Masa inkubasi bagi virus hepatitis B adalah 30-180 hari dan rata-rata sekitar 60-90 hari. VHB biasanya menyerang dewasa muda (kebanyakkannya disebabkan oleh penyakit menular seksual dan secara prekutan),bayi dan juga anak-anak. Viremia berlangsung selama beberapa minggu sampaibulan setelah infeksi akut. Sebanyak 1-5% dewasa, 90% neonates dan 50% persenbayi akan berkembang menjadi hepatitis kronik dan viremia yang persisten. Virus hepatitis B ditemukan dalam darah dan berbagai sekret tubuh seperti saliva, keringat, urin, sekret nasofaring, sperma, air susu ibu dan feses, dengan demikian penularan dapat berlangsung secara parenteral dan non parenteral. Penularan VHB melalui tinja jarang ditemukan, berbeda dengan virus hepatitis A. Hepatitis B penularannya cenderung secara parenteral, melalui darahkarena luka, suntikan, gigitan, infus, transfusi dan lain-lain (Ranuh, 2011).

2.2.3. Patogenesis

Setelah terinfeksi dengan VHB, VHB yang terdapat di dalam darah akan dibawa ke hepar. Di hepar, VHB akan menyerang sel-sel hepar dan akan terjadi proses replikasi virus. Infeksi VHB merupakan self-limiting karena kebanyakan pasien mempunyai sistem pertahanan tubuh yang efektif. Namun, hampir 6 - 10% daripada individu yang terinfeksi dengan VHB tidak mampu mengeradikasi virus tersebut dan akhirnya menjadi karier VHB yang kronis (Ranuh, 2011).

Apabila seseorang terinfeksi virus hepatitis B akut maka tubuh akan memberikan tanggapan kekebalan (immune response). Ada 3 kemungkinan


(34)

tanggapan kekebalan yang diberikan oleh tubuh terhadap virus hepatitis B pascaperiode akut. Kemungkinan pertama, jika tanggapan kekebalan tubuh adekuat

maka akan terjadi pembersihan virus, pasien sembuh. Kedua, jika tanggapan kekebalan tubuh lemah maka pasien tersebut akan menjadi carrier inaktif. Ke tiga, jika tanggapan tubuh bersifat intermediate (antara dua hal di atas) maka penyakit terus berkembang menjadi hepatitis B kronis (Wong, 2009).

Pada kemungkinan pertama, tubuh mampu memberikan tanggapan adekuat terhadap virus hepatitis B (VHB), akan terjadi 4 stadium siklus HBV, yaitu fase replikasi (stadium 1 dan 2) dan fase integratif (stadium 3 dan 4). Pada fase replikasi, kadar HBsAg (hepatitis B surface antigen), VHB DNA, HBeAg (hepatitis B antigen), AST (aspartate aminotransferase) dan ALT (alanineaminotransferase) serum akan meningkat, sedangkan kadar anti-HBs dan anti HBe masih negatif. Pada fase integratif (khususnya stadium 4) keadaan sebaliknya terjadi, HBsAg, VHB DNA, HBeAg dan ALT/AST menjadi negatif/normal, sedangkan antibodi terhadap antigen yaitu : anti HBs dan antiHBe menjadi positif (serokonversi). Keadaan demikian banyak ditemukan pada penderita hepatitis B yang terinfeksi pada usia dewasa di mana sekitar 95-97% infeksi hepatitis B akut akan sembuh karena imunitas tubuh dapat memberikan tanggapan adekuat. Sebaliknya 3-5% penderita dewasa dan 95% neonatus dengan system imunitas imatur serta 30% anak usia kurang dari 6 tahun masuk ke kemungkinan ke dua dan ke tiga akan gagal memberikan tanggapan imun yang adekuat sehingga terjadi infeksi hepatitis B persisten, dapat bersifat carrier inaktif atau menjadi hepatitis B kronis. Tanggapan imun yang tidak atau kurang adekuat


(35)

mengakibatkan terjadinya proses inflamasi jejas (injury), fibrotik akibat peningkatan turnover sel dan stres oksidatf. Efek virus secara langsung, seperti mutagenesis dan insersi suatu protein x dari virus hepatitis B menyebabkan hilangnya kendali pertumbuhan sel hati dan memicu transformasi malignitas, sehingga berakhir sebagai karsinoma hepa-toseluler (Marimbi, 2010).

2.2.4. Diagnosis

Dibandingkan virus HIV, virus Hepatitis B (HBV) seratus kali lebih ganas (infectious), dan sepuluh kali lebih banyak (sering) menularkan. Kebanyakan gejala Hepatitis B tidak nyata.

Hepatitis B kronis merupakan penyakit nekroinflamasi kronis hati yang disebabkan oleh infeksi virus Hepatitis B persisten. Hepatitis B kronis ditandai dengan HBsAg positif (> 6 bulan) di dalam serum, tingginya kadar HBV DNA dan berlangsungnya proses nekroinflamasi kronis hati. Carrier HBsAg inaktif diartikan sebagai infeksi HBV persisten hati tanpa nekroinflamasi. Sedangkan diagnosis infeksi Hepatitis B kronis didasarkan pada pemeriksaan serologi, virologi, biokimiawi dan

Pada umumnya, gejala penyakit Hepatitis B ringan. Gejala tersebut dapat berupa selera makan hilang, rasa tidak enak di perut, mual sampai muntah, demam ringan, kadang-kadang disertai nyeri sendi dan bengkak pada perut kanan atas. Setelah satu minggu akan timbul gejala utama seperti bagian putih pada mata tampak

kuning, kulit seluruh tubuh tampak kuning dan air seni berwarna seperti teh.

Ada 3 kemungkinan tanggapan kekebalan yang diberikan oleh tubuh terhadap virus Hepatitis B pasca periode akut. Kemungkinan pertama, jika


(36)

tanggapan kekebalan tubuh adekuat maka akan terjadi pembersihan virus, pasien sembuh. Kedua, jika tanggapan kekebalan tubuh lemah maka pasien tersebut akan menjadi carrier inaktif. Ketiga, jika tanggapan tubuh bersifat intermediate (antara dua hal di atas) maka berkembang menjadi hepatitis B kronis (Zuckerman, 1996).

2.2.5. Transmisi

VHB dapat ditularkan melalui cairan tubuh, penetrasi jaringan (perkutan) dan permukosa. Transmisi VHB yang sering terjadi adalah melalui perinatal misalnya dari ibu ke bayi (biasanya terjadi semasa proses kelahiran), hubungan seksual, penggunaan jarum suntik bersama, pekerja kesehatan atau pekerja yang terpapar dengan darah (Marimbi, 2010).

2.3.Bidan

Bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan Program Pendidikan Bidan

yang diakui oleh negara serta memperoleh kualifikasi dan di beri ijin untuk menjalankan praktek kebidanan di negeri itu. Harus mampu memberikan supervisi, asuhan dan memberikan nasehat yang dibutuhkan kepada wanita selama masa hamil, persalinan dan masa pasca persalinan (postpartum period), memimpin persalinan atas tanggung jawabnya sendiri serta asuhan pada bayi lahir dan anak (IBI, 2006).

Bidan adalah seorang wanita yang telah secara teratur mengikuti suatu Program Pendidikan Kebidanan yang diakui Negara tempatprogram itu diselenggarakan, telah berhasil menyelesaikan serangkaian pendidikan kebidanan yang ditetapkan, dan telah memperoleh kualifikasi yang diperlukan untuk bisa


(37)

didaftarkan dan atau secara hukum memperoleh izin untuk melakukan praktek kebidanan (Dwiana, 2009).

2.4.Imunisasi Hepatitis B

Pelaksanaan vaksinasi terhadap virus hepatitis B pada manusia, pertama kali dilakukan oleh Krugman dan koleganya pada tahun 1971 yaitu dengan menggunakan sediaan serum yang diperoleh dari karier virus hepatitis B dan diinaktifasi menggunakan pabas. Hasilnya 20 dari 29 anak terlindung dari infeksi virus hepatitis B. Imunitas dijumpai pada anak-anak yang mempunyai antibody terhadap Hepatitis B Surface Antigen (HBsAg). Hasil ini memacu perkembangan pembuatan vaksin hepatitis B lebih maju, terutama untuk produksi skala besar dari plasma karier.

Lebih dari 100 negara memasukkan vaksinasi ini dalam program nasionalnya, terutama indonesia yang termasuk negara endemis tinggi penyakit hepatitis. Jika menyerang anak, penyakit yang disebabkan virus ini sulit disembuhkan. Bila sejak lahir telah terinfeksi Virus Hepatitis B ( VHB) dapat menyebabkan kelainan-kelainan yang dibawanya terus hingga dewasa. Sangat mungkin terjadi sirosis atau pengerutan hati (kerusakan sel hati yang berat). Bahkan yang lebih buruk bisa mengakibatkan kanker hati (Marimbi, 2010).

Menurut Depkes (2005), Markum (1997), Ranuh (2001) dalam Harahap (2009), imunisasi hepatitis B adalah salah satu dari lima jenis imunisasi dasar yang telah diwajibkan oleh Pemerintah bagi seluruh bayi atau anak Indonesia. Sesuai dengan jadwal pemberiannya, maka imunisasi dasar ini seharusnya sudah lengkap diberikan pada bayi sebelum usia satu tahun. Imunisasi hepatitis B


(38)

posyandu umumnya diberikan sebanyak 3kali (HB 1, HB 2 dan HB 3) dengan interval waktu pemberian satu bulan yaitu 0 bulan, 2 bulan dan 3 bulan.

Upaya pencegahan adalah langkah terbaik. Jika ada salah satu anggota keluarga dicurigai terkena virus hepatitis B (VHB), biasanya dilakukan sceening

terhadap anak-anaknya untuk mengetahui apakah membawa virus atau tidak. Pemeriksaan harus dilakukan kendati anak tak menunjukkan gejala sakit apapun, selain itu imunisasi merupakan langkah efektif untuk mencegah masuknya virus hepatitis B (VHB) (Marimbi, 2010).

2.4.1. Jadwal Pemberian Imunisasi

Imunisasi Hepatitis B 0-7 hari harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan pada umur 1 dan 6 bulan. Apabila status surface antigen Hepatitis B (HBsAg) ibu positif dalam waktu 12 jam setelah lahirdiberikan HBlg

0,5 ml bersamaan dengan vaksin HB-1. Apabila semula status surface antigen hepatitis B (HBsAg) ibu tidak diketahui dan ternyata dalam perjalanan selanjutnya diketahui bahwa ibu surface antigen hepatitis B (HbsAg) positif maka masih dapat diberikan HBlg 0,5 ml sebelum bayi berumur 7 hari (Marimbi, 2010).

2.4.2. Usia Pemberian

Bayi harus menerima vaksin virus hepatitis B dalam 12 jam setelah lahir dengan syarat kondisi bayi stabil, tiadk ada gangguan pada paru-paru dan jantung. Dilanjutkan pada usia 1 bulan dan usia antara 3 sampai 6 bulan. Khusus bayi yang lahir dari ibu pengidap virus hepatitis B (VHB) selain imunisasi yang dilakukan kurang dari 12 jam setelah lahir, juga diberikan munisasi tambahan dengan

Imunoglobulin anti hepatitis B dalam waktu sebelum berusia 24 jam (Tietjen, 2004).


(39)

2.4.3. Lokasi Penyuntikan

Pada anak dilengan dengan cara inframuskuler, sedangkan pada bayi disuntukkan di bagian paha lewat anterolateral ( antero = otot-otot di bagian depan, lateral = otot bagian luar). Penyuntikan dibokong tidak dianjurkan karena bisa mengurangi efektifitas vaksin (Marimbi,2010).

2.4.4. Efek Samping

Umumnya efek samping tidak terjadi, jika ada (kasusnya sangat jarang) berupa keluhan nyeri pada bekas suntikan yang disusul demam ringan dan pembengkakan. Namun reaksi ini akan menghilang dalam waktu 2 hari.

2.4.5. Tanda Keberhasilan

Tidak ada tanda klinis yang dapat dijadikan patokan, namun dapat dilakukan pengukuran keberhasilan melalui pemeriksaan darah dengan mengecek kadar Hepatitis B nya setelah anak berusia setahun. Bila kadarnya diatas 1000 berarti daya tahan nya 8 tahun, diatas 500 tahan 5 tahun, diatas 200 tahan 3 tahun. Tetapi jika angkanya hanya 100 maka dalam setahun akan hilang. Sementara bila angkanya nol berarti sibayi harus disuntik ulang 3 kali lagi (Marimbi, 2010). 2.4.6. Efektivitas

a) Merangsang timbulnya imunitas yang tepat yaitu antibodi untuk toksin dan

organisme ekstraseluler seperti streptococcus pneumoniae, imunitas seluler untuk organisme intraseluler seperti basil tuberkulosis.

b) Stabil dalam penyimpan yaitu hal ini saat penting untuk vaksin hidup yang biasanya perlu disimpan ditempat dingin atau memerlukan rantai pendingin (cold chain) yang sempurna dari pabrik ke klinik.


(40)

c) Mempunyai imunogenesitas yang cukup yaitu imunogenesitas vaksin bahan mati sering perlu dinaikkan dengan ajuvan (Wahab, 2002).

2.5.Pemberian Imunisasi Hepatitis B pada Bayi Baru Lahir

Bayi baru lahir adalah bayi yang berusia 0 (baru lahir) sampai dengan usia 1 bulan sesudah lahir. Bayi baru lahir dibagi menjadi dua : bayi baru lahir dini usia 0 sampai 7 hari dan bayi baru lahir lanjut usia 7 sampai 28 hari (Zunera, 2006).

Masa perinatal dan neonatal merupakan masa yang kritis bagi kehidupan bayi. Dua per tiga kematian bayi terjadi dalam 4 minggu setelah persalinan, dan 60% kematian bayi baru lahir terjadi dalam waktu 7 hari setelah lahir. Dengan pemantauan melekat dan asuhan pada ibu dan bayi masa nifas dapat mencegah angka kematian bayi. Faktor-faktor yang menyebabkan kematian perinatal adalah perdarahan, hipertensi, infeksi, kelahiran preterm atau bayi berat lahir rendah, asfiksia, dan hipotermi.

Penanganan bayi baru lahir yang kurang baik dapat menyebabkan hipotermi, cold stress (stress dingin/hipotermi sedang), yang selanjutnya dapat menyebabkan hipoksemi, hipoglikemi dan mengakibatkan kerusakan otak. Akibat selanjutnya adalah perdarahan otak, syok dan keterlambatan tumbuh kembang (Soetjoningsih, 1995).

2.6.Kinerja

Kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang, sedangkan menurut Whitmore kinerja merupakan yang menunutut kebutuhan paling minim untuk berhasil. Oleh karena itu, whitmore mengemukakan


(41)

pengertian kinerja yang dianggapnya representatif, maka pengertian tergambarnya tanggung jawab yang besar dari pekerjaan seseorang.

Kinerja dapat disimpulkan sebagai perilaku seseorang yang membuahkan hasil kerja tertentu setelah memenuhi sejumlah persyaratan. Berhubung dengan konsep kinerja seperti yang telah dibahas di atas, selanjutnya akan dibahas persyaratan yang menetukan kinerja seseorang. Karena itu, evaluasi kinerja ini harus dipahami oleh karyawan maupun pemimpin, agar keduanya saling puas dalam rangka mewujudkan kinerja secara optimal (Hamzah, 2012).

2.7. Faktor-faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Pemberian Imunisasi Hepatitis B

Berdasarkan dari berbagai penelitian di atas dapat dikaitkan dengan teori Gibson (1987), dimana terdapat faktor yang memengaruhi seseorang dalam melakukan tugas ataupun kinerja seseorang. Faktor-faktor yang memengaruhi kinerja seseorang yakni motivasi, kemampuan, dan persepsi.

1. Motivasi

Motif sering kali diartikan dengan istilah dorongan. Dorongan atau tenaga tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat. Jadi motif tersebut merupakan suatu driving force yang menggerakkan manusia untuk bertingkah laku, dan di dalam perbuatannya itu mempunyai tujuan tertentu. Menurut Moenir (2006) dalam Robbins (2007) motivasi adalah rangsangan dari luar dalam bentuk benda atau bukan benda yang dapat menumbuhkan dorongan pada orang untuk memiliki, menikmati, menguasai, atau mencapai benda/bukan benda tersebut. Motivasi merupakan konsep yang digunakan untuk menggambarkan dorongan-dorongan yang timbul pada atau di dalam seorang individu yang menggerakkan


(42)

dan pengarahkan perilaku. Konsep motivasi digunakan untuk menjelaskan perbedaan-perbedaan dalam intensitas perilaku dan untuk menunjukkan arah tindakan.

Motivasi diartikan suatu sikap (attitude) pimpinan dan karyawan terhadap situasi kerja (situation) di lingkungan organisasinya, mereka yang bersikap positif

(pro) terhadap situasi kerjanya akan menunjukan motivasi kerja tinggi, sebaliknya jika mereka bersikap negatif terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang rendah , situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja.

Penelitian Ngadarodjatun menunjukkan bahwa motivasi tinggi dengan tercapainya kinerja lebih besar dibandingkan dengan motivasi rendah dengan tercapainya kinerja yaitu sebanyak 91,7%. Dari hasil uji statistik dengan uji Chi

-Square memperlihatkan bahwa terdapat pengaruh antara motivasi dengan tercapainya kinerja petugas dengan nilai p = 0,001 (p < 0,05).

Hasil penelitian Yunalis tahun 2009 tentang Pengaruh Komitmen Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Bidan, dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa komitmen dan motivasi bidan di desa secara umum kategori sedang. Kinerja tidak mencapai target pelayanan. Komitmen dan motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja bidan dengan nilai p<0,05. 2. Kemampuan

Kemampuan memainkan peran penting dalam perilaku dan kinerja individu. Sebuah kemampuan adalah sebuah trait (bawaan atau dipelajari) yang mengijinkan seseorang mengerjakan sesuatu mental atau fisik.


(43)

Seseorang dikatakan mampu apabila ia bisa atau sanggup melakukan sesuatu yang harus ia lakukan. Kemampuan adalah kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. Kemampuan adalah sebuah penilaian terkini atas apa yang dapat dilakukan seseorang. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah kapasitas kesanggupan atau kecakapan seorang individu dalam melakukan sesuatu hal atau beragam tugas dalam suatu pekerjaan tertentu.

Hasil penelitian Dabi pada tahun 2011 tentang kemampuan, pengalaman dan beban kerja dengan kinerja bida dalam pelaksanaan program imunisasi di Kabupaten Sumba Barat Daya, dimana didapat ada hubungan kemampuan dengan kinerja bidan (p=0,002) dan pengalaman kerja dengan p=0,004.

Kemampuan fisik diperlukan untuk melakukan tugas yang menuntut stamina koordinasi tubuh atau keseimbangan, kekuatan, kecepatan dan kelenturan atau fleksibilitas tubuh. Kemampuan fisik ini terutama penting pada pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya rutin dan yang lebih terstandar di tingkat bawah dari hirarki perusahaan.

Manajemen harus lebih mampu mengidentifikasi kemampuan fisik yang mana yang sesuai dengan jenis pekerjaannya, karena masingmasing karyawan memiliki perbedaan dalam jenis kemampuan fisik tersebut.

Jenis-jenis pekerjaan tersebut memiliki tuntutan dan kemampuan yang berbeda terhadap karyawan. Prestasi kerja akan meningkat apabila ada kesesuaian antara kemampuan dan jenis pekerjaannya, oleh karena itu kebutuhan akan kemampuan khusus karyawan, intelektual, maupun fisik secara jelas harus


(44)

dirincikan dalam persyaratan kemampuan kerja yang diperlukan sehingga mereka dapat menyelesaikan kemampuan kerja sesuai yang diharapkan.

Menurut Sugijati tahun 2011 dan sesuai hasil penelitiannya kemampuan bidan memiliki peranan penting dalam pelaksanaan peran dan tugasnya. Dimana faktor yang berhubungan dengan kinerja bidan delima adalah kemampuan (p = 0,001), pengalaman (p=0,001), motivasi (p=0,002), sikap (p=0,001), persepsi kepemimpinan (p=0,007), dan persepsi terhadap standar (p=0,001). Variabel yang berpengaruh terhadap kinerja adalah kemampuan, pengalaman, sikap dan pengaruh yang paling kuat adalah kemampuan.

3. Persepsi

Faktor ketiga persepsi adalah proses kognitif individu dalam memilih, mengatur, menyimpan, dan menginterpretasikan rangsangan menjadi gambaran dunia yang utuh dan berarti. Oleh karena setiap orang memberi arti dalam setiap rangsangan, individu berbeda dalam melihat hal yang sama dengan cara yang berbeda. Cara seorang pekerja dalam melihat keadaan sering kali mempunyai arti yang lebih banyak untuk mengerti perilaku daripada keadaan itu sendiri (Gibson, 2008).

Menurut Weber dalam Sarwono (2000), individu melakukan suatu tindakan berdasarkan atas pengalaman, persepsi, pemahaman, dan penafsirannya atas suatu objek rangsangan atau situasi tertentu. Persepsi merupakan suatu proses internal untuk menyaring dan mengorganisasikan stimulus serta terjadi proses seleksi sehingga didapatkan gambaran total tentang lingkungan yang diwakili oleh stimulus tersebut. Seorang individu tidak bereaksi atau berperilaku dengan cara


(45)

tertentu, tetapi berperilaku sesuai apa yang dilihatnya atau diyakininya tentang situasi tertentu.

Menurut Thoha (2008) dalam Mangunegara (2011), persepsi adalah proses kognitif yang kompleks dan menghasilkan suatu gambaran yang unik tentang kenyataan yang barangkali jauh dari kebenarannya. Hal ini berarti bahwa hasil dari persepsi setiap orang akan berbeda-beda dan tidak menjamin bahwa apa yang mereka tafsirkan, rasakan, alami dan sebagainya sesuai dengan kenyataan atau kebenaran.

Pada penelitian yang dilakukan Muazaroh pada tahun 2009 tentang implementasi pelaksanaan Imunisasi oleh bidan menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara faktor komunikasi, sumber daya, persepsi, struktur birokrasi dengan keberhasilan program imunisasi di Kabupaten Demak.

Penelitian tentang hubungan faktor-faktor terhadap ketepatan pelayanan imunisasi hepatitis B pada bayi oleh Sriana tahun 2010, dimana terdapat hubungan motivasi (p=0,001), persepsi (p=0,002) dan imbalan (p=0,001) terhadap pencapaian kinerja bidan.

Persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh proses pengindraan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh alat indra, lalu diteruskan ke otak, dan baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dipersepsikan. Menurut Rakhmat (2004) dalam Mangkunegara (2011) persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan melampirkan pesan.


(46)

Perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh mahluk hidup, baik yang diamati secara langsung atau tidak langsung perilaku manusia dapat dilihat dari 3 aspek yaitu: aspek fisik, psikis dan sosial yang secara terinci merupakan refleksi dari berbagai gejolak kejiwaan seperti pengetahuan, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya, yang ditentukan dan dipengaruhi oleh faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik dan sosial budaya masyarakat. Bahkan kegiatan internal seperti berpikir, berpersepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia.

Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Menurut Ivancevich 2007 dalam Mangkunegara Tahun 2011 kinerja merupakan hasil yang diinginkan dari perilaku.

Kinerja adalah penampilan hasil kerja personal baik secara kualitas dan kuantitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan hasil personal individu atau organisasi dan tidak terbatas kepada pemangku jabatan struktural ataupun fungsional semata. Kinerja adalah pernyataan yang menyajikan ukuran hasil yang sebenarnya dari beberapa kegiatan pribadi atau kesatuan periode yang sama.

Sedangkan Koetin dan Becker (1996) dalam Robbins (2007) dimana penelitiannya mendefinisikan kinerja berarti prestasi kerja, sedangkan prestasi kerja adalah hasil kerja, dengan demikian kinerja adalah merupakan prestasi yang dicapai oleh suatu organisasi atau entitas dalam periode tertentu.

Banyak faktor yang memengaruhi bidan dalam memeberikan pelayanan sesuai standar profesinya. Menurut Gibson, (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah faktor dari variabel individu yang terdiri dari


(47)

kemampuan dan keterampilan, latar belakang, dan demografis. Faktor yang mempengaruhi kinerja yang kedua adalah faktor dari variabel psikologi yang terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian, motivasi, kepuasan kerja dan stres kerja. Sedangkan faktor yang ketiga yang mempengaruhi kinerja adalah faktor organisasi yang terdiri dari kepemimpinan, kompensasi, konflik, kekuasaan, struktur organnisasi, desain pekerjaan, desain organisasi, dan karir.

Faktor individu yang pertama adalah kemampuan dan keterampilan memainkan peran penting dalam perilaku dan kinerja individu. Sebuah kemampuan adalah sebuah trait (bawaan atau dipelajari) yang mengijinkan seseorang mengerjakan sesuatu mental atau fisik. Keterampilan adalah kompetensi yang berhubungan dengan tugas seperti keterampilan mengoperasikan komputer atau keterampilan berkomunikasi dengan jelas untuk tujuan dan misi kelompok. Manajer harus mencocokkan setiap kemampuan dan keterampilan seseorang dengan persyaratan kerja agar dalam bekerja dapat mencapai kinerja (Gibson, 2008)

Faktor individu yang kedua adalah aspek demografi terdiri dari jenis kelamin, ras dan keragaman budaya. (Gibson, 2008). Penelitian menunjukkan bahwa pria dan wanita adalah sama dalam hal kemampuan belajar, daya ingat, kemampuan penalaran, kreativitas, dan kecerdasan. Meskipun hasil data riset cukup memastikan, beberapa peneliti masih percaya adanya perbedaan kreativitas, penalaran, dan kemampuan belajar diantara pria dan wanita. Masih terdapat perdebatan soal perbedaan pria dan wanita mengenai prestasi dalam pekerjaan, absensi, dan tingkat pergantian. Debat prestasi dalam pekerjaan tidak menghasilkan kesimpulan. Tidak ada data pendukung yang menyatakan bahwa


(48)

pria dan wanita adalah pekerja yang lebih baik. Hanya di bidang absensi sering ditemukan perbedaan. Wanita memiliki tingkat absensi yang lebih tinggi. Tetapi lebih memperhatikan pada anak-anak, orang tua, dan pasangan sakit di dominasi wanita. Tingkat absensi lebih tinggi dari wanita disebabkan peran mengasuh mereka (Gibson, 2008).

Faktor individu yang ketiga adalah latar belakang dengan keragaman adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menjelaskan variasi budaya, etnis, dan ras dalam suatu populasi. Untuk mengelola tenaga kerja dengan keragaman budaya yang semakin meningkat akan mensyaratkan kelenturan, pengenalan perbedaan individu, dan peningkatan kesadaran perbedaan latar belakang budaya (Gibson, 2008).

Aspek dari variabel psikologi yang pertama adalah persepsi. Persepsi adalah proses kognitif individu dalam memilih, mengatur, menyimpan, dan menginterpretasikan rangsangan menjadi gambaran dunia yang utuh dan berarti. Oleh karena setiap orang memberi arti dalam setiap rangsangan, individu berbeda dalam melihat hal yang sama dengan cara yang berbeda. Cara seorang pekerja dalam melihat keadaan sering kali mempunyai arti yang lebih banyak untuk mengerti perilaku daripada keadaan itu sendiri (Gibson, 2008).

Aspek dari variabel psikologi yang kedua adalah Sikap. Sikap merupakan determinan perilaku sebab yang berkaitan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi. Sebuah sikap adalah perasaan positif atau negatif atau keadaan mental yang selalu disiapkan, dipelajari, dan diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh khusus pada respon seseorang terhadap orang, obyek-obyek dan keadaan (Gibson, 2008).


(49)

Aspek dari variabel psikologi yang ketiga adalah kepribadian. Kepribadian merupakan himpunan karakteristik dan kecendrungan yang stabil serta menentukan sifat umum dan perbedaan dalam perilaku seseorang. Kepribadian dipengaruhi oleh keturunan, budaya, dan faktor sosial. Kepribadian bukan faktor penting dalam perilaku di tempat kerja karena kepribadian dibentuk di luar organisasi. Perilaku seseorang tidak dapat dimengerti tanpa mempertimbangkan konsep kepribadian. Pada kenyataannya, kepribadian adalah juga saling berhubungan dengan persepsi, sikap, belajar, dan motivasi setiap usaha untuk mengerti perilaku menjadi tidak lengkap apabila kepribadian tidak diperhitungkan (Gibson, 2008)

Aspek dari variabel psikologi yang keempat adalah motivasi. Motivasi merupakan konsep yang digunakan untuk menggambarkan dorongan-dorongan yang timbul di dalam seorang individu yang menggerakkan dan pengarahkan perilaku. Konsep motivasi digunakan untuk menjelaskan perbedaan-perbedaan dalam intensitas perilaku dan untuk menunjukkan arah tindakan. Manajer lebih suka memotivasi karyawannya secara positif agar karyawan tersebut dapat menjalankan pekerjaannya dan karyawan yang termotivasi akan menghasilkan pekerjaan yang memiliki kualitas yang tinggi (Gibson, 2008).

Faktor psikologis selanjutnya adalah Kepuasan Kerja. Menurut Gibson (2008) kepuasan kerja merupakan suatu sikap yang dipunyai individu mengenai pekerjaannya. Hal ini dihasilkan dari persepsi mereka terhadap pekerjaannya, didasarkan pada faktor lingkungan kerja, seperti gaya penyelia, kebijakan dan prosedur, afiliasi kelompok kerja, kondisi kerja, dan tunjangan.


(50)

Faktor psikologis yang terakhir adalah Stres kerja. Menurut Gibson (2008), stres kerja merupakan suatu persepsi penyesuaian, diperantarai oleh perbedaan-perbedaan individu dan/atau proses psikologis yang merupakan suatu konsekuensi dari setiap tindakan dari luar (lingkungan), situasi, atau peristiwa yang menetapkan permintaan psikologis dan/atau fisik berlebihan kepada seseorang. Stres kerja dapat mempengaruhi kinerja dari seorang individu.

Selanjutnya faktor yang mempengaruhi kinerja adalah variabel organisasi. Variabel organisasi yang pertama adalah kompensasi. Menurut Werther dan Davis dalam Hasibuan (2009), kompensasi adalah apa yang seorang pekerja terima sebagai balasan dari pekerjaan yang diberikannya (baik upah per jam ataupun gaji periodik didesain dan dikelola oleh bagian personalia). Selain itu kompensasi atau imbalan merupakan total seluruh imbalan yang diterima karyawan sebagai pengganti jasa mereka.

Menurut Gibson (2008) sasaran utama program imbalan adalah menarik yang berkualifikasi untuk bergabung dalam organisasi, mempertahankan karyawan untuk tetap bekerja, dan memotivasi karyawan mencapai prestasi tinggi. Diharapkan bahwa setiap paket imbalan sebaiknya cukup memuaskan kebutuhan dasar (seperti makanan, tempat tinggal, pakaian), dipandang wajar, dan berorientasi pada individu.

Variabel organisasi yang kedua adalah kepemimpinan. Kepemimpinan (leadership) dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk memengaruhi suatu kelompok. Variabel ketiga dalam organisasi adalah ketersediaan sumber daya lain yang mendukung suatu petugas dalam melaksanakan kinerjanya agar lebih baik.

Faktor Individu : - Kemampuan - Latar Belakang - Pengalaman kerja - Faktor Demografi Faktor Psikologis:


(51)

Gambar 2.1. Kerangka Teori Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja Menurut Gibson (1987)

2.9. Kerangka Konsep

Mengacu kepada landasan teori yang telah diuraikan di atas, maka dapat disusun kerangka konsep sebagai berikut :

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Faktor-faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Pemberian Imunisasi Hepatitis B pada Bayi Baru Lahir Faktor-faktor :

- Motivasi Bidan - Kemampuan Bidan - Persepsi Bidan

Pemberian Imunisasi Hepatitis B


(52)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1.Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah survei dengan metode pengukuran data cross sectional, karena dalam penelitian ini variabel-variabel penelitian diukur secara bersamaan.

3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan. Waktu penelitian ini dimulai dengan pengusulan judul penelitian, penelusuran daftar pustaka, persiapan proposal penelitian sampai dengan laporan akhir yang dimulai dari bulan Januari 2014 dan diharapkan selesai pada bulan Juli 2014.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin yang berada di wilayah kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan pada periode Januari


(53)

sampai Maret tahun 2014 yang ditolong oleh bidan sebanyak 102 orang, dan seluruh populasi dijadikan sampel penelitian.

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dengan menyebar kuesioner kepada responden untuk diisi sendiri dengan terlebih dahulu menjelaskan cara pengisiannya. Instrumen wawancara terstruktur yang disusun dalam bentuk kuesioner yang telah disiapkan mencakup variabel yang memengaruhi bidan dalam pemberian Imunisasi Hepatitis B pada bayi baru lahir dimana terlebih dahulu akan dilakukan uji validitas dan reliabilitas.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari laporan data Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan, Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan, dan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara berupa data tentang pencapaian imunisasi Hepatitis B dan jumlah bayi baru lahir, serta jumlah ibu bersalin yang selanjutnya menjadi responden dalam penelitian ini.

3.5. Uji Validitas dan Reliabilitas Data

Kelayakan dalam menggunakan instrumen yang akan dipakai untuk penelitian diperlukan uji validitas dan realibilitas. Validitas berasal dari kata

validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kemaknaan suatu alat ukur (instrument) dalam mengukur suatu pertanyaan, bahwa instumen dikatakan valid, apabila instumen tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Demikian juga kuesioner sebagai alat ukur harus mengukur apa yang akan diukur.


(54)

Uji validitas suatu instumen (dalam kuesioner) dilakukan dengan cara melakukan korelasi antar skor variabel atau item dengan skor total variabel (Corrected Item Total Correlation), dengan ketentuan jika nilai corrected item total correlation > dari nilai r tabel bila (=0,361 pada taraf signifikansi 5%, df= 28) maka dinyatakan valid. Dan bila r hitung < r tabel maka dinyatakan tidak valid.

Uji reliabilitas dilakukan setelah semua data dinyatakan valid, analisis dilanjutkan dengan uji reliabilitas. Reliabilitas data merupakan indeks yang menunjukkan sejauhmana suatu alat ukur dapat dipercaya dengan tepat dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha dengan ketentuan jika nilai r- alpha > 0,60 maka pernyataan dikatakan reliabel.

Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Variabel Corrected Item

Total Correlation Status

Cronbach`s

Alpha Status

Motivasi bidan 1 0,687 Valid 0,846 Reliabel

Motivasi bidan 2 0,796 Valid

Motivasi bidan 3 0,447 Valid

Motivasi bidan 4 0,655 Valid

Motivasi bidan 5 0,571 Valid

Motivasi bidan 6 0,618 Valid

Kemampuan bidan 1 0,584 Valid 0,751 Reliabel

Kemampuan bidan 2 0,417 Valid

Kemampuan bidan 3 0,543 Valid

Kemampuan bidan 4 0,538 Valid

Kemampuan bidan 5 0,404 Valid

Kemampuan bidan 6 0,473 Valid

Persepsi bidan 1 0,838 Valid 0,923 Reliabel

Persepsi bidan 2 0,497 Valid

Persepsi bidan 3 0,812 Valid

Persepsi bidan 4 0,818 Valid

Persepsi bidan 5 0,700 Valid

Persepsi bidan 6 0,853 Valid

Persepsi bidan 7 0,853 Valid

Persepsi bidan 8 0,766 Valid

Uji validitas dan realibilitas terhadap kuesioner penelitian yang dilaksanakan di Puskesmas Padangmatinggi Kota Padangsidimpuan terhadap 30


(1)

107 HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Kemampuan Bidan

Kemampuan bidan dalam pemberian imunisasi hepatitis B, yaitu sebanyak 8 orang (7,8%) menyatakan bahwa bidan selalu memberikan penjelasan kepada ibu sebelum melakukan tindakan kepada bayi, sedangkan yang menyatakan tidak pernah sebanyak 17 orang (16,7%). Ada 11 orang (10,8%) menyatakan bahwa bidan selalu

memberitahu penyuntikkan imunisasi hepatitis B dilakukan di

paha bayi ibu, sedangkan yang menyatakan tidak pernah sebanyak 21 orang (20,6%). Sebanyak 7 orang (6,9%) menyatakan bahwa bidan selalu memberitahu ibu tentang manfaat imunisasi Hepatitis B untuk bayi ibu, sedangkan yang menyatakan tidak pernah sebanyak 18 orang (17,6%). Ada 9 orang (8,8 %) menyatakan bahwa bidan selalu memastikan kepada ibu bahwa vaksin imunisasi tidak kadaluarsa, sedangkan yang menyatakan tidak pernah sebanyak 11 orang (10,8%). Sebanyak 9 orang (8,8%) menyatakan bahwa bidan selalu terlebih dahulu membersihkan lokasi

tempat penyuntikan dengan kapas alkohol, sedangkan yang menyatakan tidak pernah sebanyak 16 orang (15,7%). Sebanyak 6 orang (5,9%) menyatakan bahwa bidan terlihat terampil saat menyuntikkan imunisasi hepatitis B kepada bayi ibu, sedangkan yang menyatakan tidak pernah sebanyak 20 orang (19,6%).

Hasil penelitian univariat diperoleh variabel Variabel kemampuan bidan yaitu kemampuan baik sebanyak 49 orang (48%) dan kemampuan tidak baik sebanyak 53 orang (52%). Dan pemberian imunisasi hepatitis B diperoleh bidan yang memberikan hepatitis B sebanyak 37 orang (36,3%), sedangkan bidan yang tidak memberikan hepatitis B sebanyak 65 orang (63,7%). Hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini:

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Motivasi, Kemampuan, Persepsi dan Pemberian Imunisasi Hepatitis B di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota

Padangsidimpuan

No Variabel N %

I Variabel Independen 1 Kemampuan

Tidak Baik 53 52

Baik 49 48

II Variabel Dependen

3 Pemberian Imunisasi Hepatitis B

Tidak 65 63,7

Ya 37 36,3

2. Pengaruh Kemampuan dengan Pemberian Imunisasi Hepatitis B di Wilayah Kerja Puskesmas

Pijorkoling Kota Padangsidimpuan

Kemampuan adalah kapasitas kesanggupan atau kecakapan seorang


(2)

108 individu dalam melakukan sesuatu hal atau beragam tugas dalam suatu pekerjaan tertentu. Kemampuan bidan kepada ibu pada pemberian imunisasi hepatitis B di Puskesmas Pijorkoling lebih banyak kemampuannya tidak baik sebesar

52,0% dan sedikit yang

kemampuannya baik sebesar 48,0%. Hasil uji chi square diperoleh nilai p=0,031, dengan demikian terdapat hubungan antara kemampuan bidan dengan pemberian imunisasi hepatitis B, sejalan dengan penelitian Dabi pada tahun 2011 tentang kemampuan, pengalaman dan beban kerja dengan kinerja bidan dalam pelaksanaan program imunisasi hepatitis pada bayi di Kabupaten Sumba Barat Daya, dimana didapat ada hubungan kemampuan dengan kinerja bidan (p=0,002) dan pengalaman kerja dengan p=0,004.

Berdasarkan uji regresi logistik bahwa ada pengaruh kemampuan terhadap pemberian imunisasi hepatitis B diperoleh nilai probabilitas (p=0,019), dengan Prevalens Rate (PR) 2,899 artinya bidan yang memiliki kategori

kemampuan baik mempunyai peluang untuk memberikan imunisasi hepatitis B 2,899 kali lebih besar dibandingkan dengan bidan yang kemampuannya tidak baik.

Menurut Sugijati tahun 2011 dan sesuai hasil penelitiannya kemampuan bidan memiliki peranan penting dalam pelaksanaan peran dan tugasnya. Dimana faktor yang berhubungan dengan kinerja bidan delima adalah kemampuan (p = 0,001), pengalaman (p=0,001), motivasi (p=0,002), sikap (p=0,001), persepsi kepemimpinan (p=0,007), dan persepsi terhadap standar (p=0,001). Variabel yang berpengaruh terhadap kinerja adalah kemampuan, pengalaman, sikap dan pengaruh yang paling kuat adalah kemampuan.

Tabel 2 Pengaruh Kemampuan dengan Pemberian Imunisasi Hepatitis B di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan

Kemampuan

Pemberian Imunisasi

Hepatitis B Total

p

Tidak Ya

n % n % n %

Tidak baik 39 73,6 14 26,4 53 100

0,031

Baik 26 53,1 23 46,9 49 100

Tabel 3 Pengaruh Kemampuan Bidan terhadap Pemberian Imunisasi Hepatitis B di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota

Padangsidimpuan

Variabel B Sig. Exp B

Kemampuan 1,064 2,899 0,019


(3)

109

Constant -1,908 0,148 0,001


(4)

110 Pemberian Imunisasi Hepatitis B

Pemberian imunisasi hepatitis B di wilayah kerja Puskesmas Pijorkoling menunjukkah sebesar 36,3% yang melakukan pemberian imunisasi dan sebesar 63,7% tidak memberikan imunisasi hepatitis B. Rendahnya cakupan pemberian imunisasi hepatitis B pada penelitian ini yaitu karena pengetahuan ibu kurang mengenai pentingnya imunisasi hepatitis B-0, informasi yang masih kurang mengenai manfaat pemberian imunisasi hepatitis B pada bayi ibu dari petugas kesehatan khususnya bidan, motivasi serta kemampuan yang kurang dari bidan menjadi penyebab pencapaian pemberian imunisasi ini rendah.

Kenyataan di lapangan didapatkan bahwa persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatanpun belum tentu bayi yang dilahirkan mendapatkan imunisasi hepatitis B, karena terkadang petugas kesehatan lupa memberikan imunisasi hepatitis B jika tidak diminta, dan juga terkadang dari pihak keluarga sendiri melarang pemberian imunisasi hepatitis B sesaat setelah lahir, hal tersebut disebabkan rendahnya pengetahuan yang dimiliki ibu. Rendahnya cakupan pemberian imunisasi hepatitis B, penyebabnya tidak hanya dari petugas kesehatannya tapi juga lebih lagi pada masyarakat yang terkadang kurang perduli tentang kesehatan. Oleh karena itu upaya tidak cukup hanya dengan program pemberian imunisasi oleh tenaga kesehatan dari pemerintah yang terdidik dan terlatih serta fasilitas kesehatan yang memadai saja, tetapi sikap dan perilaku masyarakat juga penting. Perilaku sehat oleh keluarga terutama ibu dalam hal ini memberikan kontribusi yang besar terhadap status derajat kesehatan. Perilaku seseorang atau masyarakat termasuk perilaku pemberian imunisasi dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2010).

Pada penelitian ini bagaimana kinerja bidan dalam melaksanakan tugas khususnya pelaksanaan program imunisasi Hepatitis B memiliki peranan penting pada pencapaian cakupan imunisasi HB0. Penjelasan yang didapat dari ibu sebagian bidan memang menyampaikan perlunya imunisasi ini pada bayi, tetapi dalam kunjungan berikutnya ternyata bidan tidak membawa vaksin yang akan disuntikkan sehingga akhirnya terkadang usia bayi sudah lebih dari 7 hari dan biasanya ibu akan membawa bayinya ke puskesmas untuk imunisasi saat usia 1 bulan.

Pengaruh Kemampuan Bidan terhadap Pemberian Imunisasi Hepatitis B pada Bayi Baru Lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan

Hasil uji chi square diperoleh nilai p=0,031, dengan demikian terdapat hubungan antara kemampuan bidan dengan pemberian imunisasi hepatitis B, sejalan dengan penelitian Dabi pada tahun 2011 tentang kemampuan, pengalaman dan beban kerja dengan kinerja bidan dalam pelaksanaan program imunisasi hepatitis pada bayi di Kabupaten Sumba Barat Daya, dimana didapat ada hubungan kemampuan dengan kinerja bidan (p=0,002) dan pengalaman kerja dengan p=0,004.


(5)

111

Berdasarkan uji regresi logistik bahwa ada pengaruh kemampuan terhadap pemberian imunisasi hepatitis B diperoleh nilai probabilitas (p=0,019), dengan Prevalens Rate (PR) 2,899 artinya bidan yang memiliki kategori kemampuan baik mempunyai peluang untuk memberikan imunisasi hepatitis B 2,899 kali lebih besar dibandingkan dengan bidan yang kemampuannya tidak baik.

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN

1. Pada pemberian imunisasi hepatitis B masih banyak bidan yang tidak memberikan imunisasi hepatitis B sebesar 63,7%.

2. Terdapat pengaruh motivasi bidan terhadap pemberian imunisasi hepatitis B di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan yaitu bahwa bidan yang memiliki motivasi baik berpeluang untuk memberikan imunisasi hepatitis B 2 kali lebih besar dibandingkan dengan bidan yang motivasi tidak baik. Tindakan bidan hanya untuk melaksanakan program tanpa ada pemahaman tentang tujuan pelaksanaan imunisasi HB sedini mungkin.

3. Terdapat pengaruh kemampuan bidan terhadap pemberian imunisasi hepatitis B di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan yaitu bahwa bidan yang memiliki kemampuan baik berpeluang untuk memberikan imunisasi hepatitis B 3 kali lebih besar dibandingkan dengan bidan yang kemampuan tidak baik.

4. Terdapat pengaruh persepsi bidan terhadap pemberian imunisasi hepatitis B di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan yaitu bahwa bidan memiliki persepsi baik berpeluang untuk memberikan imunisasi hepatitis B 2 kali lebih besar dibandingkan dengan bidan yang persepsinya tidak baik. Rendahnya persepsi bidan karena terlalu banyak memberikan informasi dengan gaya merendahkan ibu terutama dari sosial ekonomi rendah.

SARAN

4. Diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan agar meningkatkan cakupan pemberian imunisasi hepatitis B dengan peningkatan peran serta ibu untuk membawa anaknya imunisasi, dan melakukan pelatihan bagi seluruh petugas kesehatan agar dapat memperoleh pengetahuan yang baik tentang perjalanan penyakit hepatitis B dan imunisasi hepatitis B segera setelah lahir. 5. Memberikan penghargaan bagi bidan agar lebih memotivasi dirinya dalam

melaksanakan tugasnya, melalui dukungan/sponsor dari Lembaga Swadaya Masyarakat sehingga mampu mengajak ibu-ibu untuk imunisasi hepatitis B. Serta menyadari tugas dan fungsinya sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan dan perpanjangan tangan dari Puskesmas dalam melayani masyarakat.

6. Bagi petugas kesehatan perlu meningkatkan pelayanan kesehatan terutama pemeriksaan antenatal care dan memberikan informasi kepada ibu mengenai


(6)

112

pentingnya imunisasi dasar lengkap terkhusus imunisasi hepatitis B dengan tujuan untuk meningkatkan kepatuhan ibu dalam pemberian imunisasi sesuai dengan jadwal pemberian imunisasi.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan R.I, 2004. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Imunisasi Hepatitis B. Jakarta : Ditjen PP & PL.

Dinkes, 2011. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. _____, 2012. Profil Kesehatan Kota Padangsidimpuan.

Ikatan Bidan Indonesia. 2006. Bidan Menyongsong Masa Depan. Jakarta : PP IBI Notoatmodjo, S., 2010. Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta:

Seagung Seto.

Selly, D. 2011. Pusat Informasi Pengobatan Heapatitis B. hepatitis.com/waspadai-bahaya-hepatitis-b/html/page


Dokumen yang terkait

Faktor-faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Pemberian Vitamin K1 pada Bayi Baru Lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Limun Medan Tahun 2013

2 86 98

Analisis Faktor Yang Memengaruhi Kelengkapan Status Imunisasi Dasar Pada Bayi Di Wilayah Kerja Puskesmas Jeulingke Kota Banda Aceh Tahun 2014

0 0 18

FAKTOR- FAKTOR YANG MEMENGARUHI BIDAN DALAM PEMBERIAN IMUNISASI HEPATITIS B PADA BAYI BARU LAHIR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANCUR BATU TAHUN 2015 Rani Gartika Silalahi

0 0 12

Faktor-faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Pemberian Vitamin K1 pada Bayi Baru Lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Limun Medan Tahun 2013

0 0 23

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Vitamin - Faktor-faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Pemberian Vitamin K1 pada Bayi Baru Lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Limun Medan Tahun 2013

0 0 16

Faktor-faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Pemberian Vitamin K1 pada Bayi Baru Lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Limun Medan Tahun 2013

0 0 16

II. Petunjuk Pengisian Isilah data dengan benar - Faktor – faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Pemberian Imunisasi Hepatitis B pada Bayi Baru Lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan Tahun 2014

0 0 27

Faktor – faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Pemberian Imunisasi Hepatitis B pada Bayi Baru Lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan Tahun 2014

0 0 22

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Faktor – faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Pemberian Imunisasi Hepatitis B pada Bayi Baru Lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan Tahun 2014

0 0 10

Faktor – faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Pemberian Imunisasi Hepatitis B pada Bayi Baru Lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan Tahun 2014

0 0 17