Faktor – faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Pemberian Imunisasi Hepatitis B pada Bayi Baru Lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan Tahun 2014

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Imunisasi

2.1.1. Pengertian

  Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen (Ranuh, 2011).

  Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukan kuman atau produk kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan. Memasukan kuman atau bibit penyakit tersebut diharapkan tubuh dapat menghasilkan Eat Anti yang pada akhirnya nanti digunakan tubuh untuk melawan kuman atau bibit penyakit yang menyerang tubuh (Marimbi, 2010).

2.1.2. Tujuan

  Pemberian imunisasi bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang serta menghilangkan penyakit tertentu pada suatu populasi. Untuk memberikan kekebalan kepada bayi agar dapat mencegah penyakit dan mengurangi kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering terjangkit.

  Program imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Kematian bayi yang disebabkan karena tetanus neonatorum (TN) di Indonesia cukup tinggi yaitu (67%) dalam upaya mencegah tetanus neonatorum maka imunisasi diarahkan kepada pemberian perlindungan bayi baru lahir dalam minggu-minggu pertama melalui ibu

  12 (Marimbi, 2010). Jenis-jenis imunisasi sesuai dengan jenis vaksin yang saat ini dipakai dalam program imunisasi rutin di Indonesia, jenis-jenis imunisasi tesebut adalah imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerine), indikasinya untuk pemberian kekebalan aktif untuk Tuberkulosis. Imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) indikasi untuk pemberian secara simultan terhadap Difteri, Pertusis, Tetanus, imunisasi polio untuk mencegah terjadinya lumpu layu pada anak dan imunisasi campak sebagai pencegahan penyakit campak (Wahab,2002).

  Vaksin yang akan digunakan harus betul-betul efektif. Efektivitas semua vaksin ditinjau kembali secara terus menerus. Vaksin yang efektif harus memiliki hal-hal seperti berikut : a.

  Merangsang timbulnya imunitas yang tepat b. Stabil dalam penyimpanan c.

  Mempunyai imunogenesitas yang cukup Keamanan vaksin sangat penting untuk diperhatikan karena vaksin diberikan kepada orang yang tidak sakit. Beberapa komplikasi yang serius dapat berasal dari vaksin atau dari pasien (Wahab, 2002).

2.2. Hepatitis B

  Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis B (VHB), suatu anggota family Hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan hati atau menahun yang sebagai kasus dapat berlanjut menjadi sirosis hati (Wong, 2009).

  Hepatitis B merupakan penyakit peradangan hati yang disebabkan olehVHB. Hepatitis B yang berlangsung kurang dari 6 bulan disebut hepatitis B akut manakala hepatitis yang berlangsung lebih dari 6 bulan disebut sebagai hepatitis B kronis. Sebagian besar virus hepatitis B pada anak-anak didapat dalam usia perinatal. Bayi baru lahir menghadapi resiko terkena hepatitis jika ibunya terinfeksi virus hepatitis B atau merupakan karier virus hepatitis B selama kehamilannya. Kemungkinan jalur penularan maternal-fetal meliput i : a.

  Kebocoran virus lewat plasenta yang terjadi pada akhir kehamilan atau pada saat persalinan.

  b.

  Terminumnya cairan ketuban atau darah ibu. c.

  Pemberian ASI, khususnya jika ibu memiliki puting susu yang pecah pecah atau lecet (Wong, 2009).

  2.2.2. Epidemiologi

  Masa inkubasi bagi virus hepatitis B adalah 30-180 hari dan rata-rata sekitar 60-90 hari. VHB biasanya menyerang dewasa muda (kebanyakkannya disebabkan oleh penyakit menular seksual dan secara prekutan),bayi dan juga anak-anak. Viremia berlangsung selama beberapa minggu sampaibulan setelah infeksi akut. Sebanyak 1-5% dewasa, 90% neonates dan 50% persenbayi akan berkembang menjadi hepatitis kronik dan viremia yang persisten. Virus hepatitis B ditemukan dalam darah dan berbagai sekret tubuh seperti saliva, keringat, urin, sekret nasofaring, sperma, air susu ibu dan feses, dengan demikian penularan dapat berlangsung secara parenteral dan non parenteral. Penularan VHB melalui tinja jarang ditemukan, berbeda dengan virus hepatitis A. Hepatitis B penularannya cenderung secara parenteral, melalui darahkarena luka, suntikan, gigitan, infus, transfusi dan lain-lain (Ranuh, 2011).

  2.2.3. Patogenesis

  Setelah terinfeksi dengan VHB, VHB yang terdapat di dalam darah akan dibawa ke hepar. Di hepar, VHB akan menyerang sel-sel hepar dan akan terjadi proses replikasi virus. Infeksi VHB merupakan self-limiting karena kebanyakan pasien mempunyai sistem pertahanan tubuh yang efektif. Namun, hampir 6 - 10% daripada individu yang terinfeksi dengan VHB tidak mampu mengeradikasi virus tersebut dan akhirnya menjadi karier VHB yang kronis (Ranuh, 2011).

  Apabila seseorang terinfeksi virus hepatitis B akut maka tubuh akan memberikan tanggapan kekebalan (immune response). Ada 3 kemungkinan tanggapan kekebalan yang diberikan oleh tubuh terhadap virus hepatitis B pascaperiode akut. Kemungkinan pertama, jika tanggapan kekebalan tubuh adekuat maka akan terjadi pembersihan virus, pasien sembuh. Kedua, jika tanggapan kekebalan tubuh lemah maka pasien tersebut akan menjadi carrier inaktif. Ke tiga, jika tanggapan tubuh bersifat intermediate (antara dua hal di atas) maka penyakit terus berkembang menjadi hepatitis B kronis (Wong, 2009).

  Pada kemungkinan pertama, tubuh mampu memberikan tanggapan adekuat terhadap virus hepatitis B (VHB), akan terjadi 4 stadium siklus HBV, yaitu fase replikasi (stadium 1 dan 2) dan fase integratif (stadium 3 dan 4). Pada fase replikasi, kadar HBsAg (hepatitis B surface antigen), VHB DNA, HBeAg (hepatitis B antigen), AST (aspartate aminotransferase) dan ALT (alanineaminotransferase) serum akan meningkat, sedangkan kadar anti-HBs dan anti HBe masih negatif. Pada fase integratif (khususnya stadium 4) keadaan sebaliknya terjadi, HBsAg, VHB DNA, HBeAg dan ALT/AST menjadi negatif/normal, sedangkan antibodi terhadap antigen yaitu : anti HBs dan antiHBe menjadi positif (serokonversi). Keadaan demikian banyak ditemukan pada penderita hepatitis B yang terinfeksi pada usia dewasa di mana sekitar 95-97% infeksi hepatitis B akut akan sembuh karena imunitas tubuh dapat memberikan tanggapan adekuat. Sebaliknya 3-5% penderita dewasa dan 95% neonatus dengan system imunitas imatur serta 30% anak usia kurang dari 6 tahun masuk ke kemungkinan ke dua dan ke tiga akan gagal memberikan tanggapan imun yang adekuat sehingga terjadi infeksi hepatitis B persisten, dapat bersifat carrier inaktif atau menjadi hepatitis B kronis. Tanggapan imun yang tidak atau kurang adekuat mengakibatkan terjadinya proses inflamasi jejas (injury), fibrotik akibat peningkatan turnover sel dan stres oksidatf. Efek virus secara langsung, seperti mutagenesis dan insersi suatu protein x dari virus hepatitis B menyebabkan hilangnya kendali pertumbuhan sel hati dan memicu transformasi malignitas, sehingga berakhir sebagai karsinoma hepa-toseluler (Marimbi, 2010).

2.2.4. Diagnosis

  Dibandingkan virus HIV, virus Hepatitis B (HBV) seratus kali lebih ganas (infectious), dan sepuluh kali lebih banyak (sering) menularkan. Kebanyakan gejala Hepatitis B tidak nyata.

  Hepatitis B kronis merupakan penyakit nekroinflamasi kronis hati yang disebabkan oleh infeksi virus Hepatitis B persisten. Hepatitis B kronis ditandai dengan HBsAg positif (> 6 bulan) di dalam serum, tingginya kadar HBV DNA dan berlangsungnya proses nekroinflamasi kronis hati. Carrier HBsAg inaktif diartikan sebagai infeksi HBV persisten hati tanpa nekroinflamasi. Sedangkan diagnosis infeksi Hepatitis B kronis didasarkan pada pemeriksaan serologi, virologi, biokimiawi dan(Wahab, 2002).

  Pada umumnya, gejala penyakit Hepatit is B ringan. Gejala tersebut dapat

  berupa selera makan hilang, rasa tidak enak di perut, mual sampai muntah, demam

ringan, kadang-kadang disertai nyeri sendi dan bengkak pada perut kanan atas.

  

Setelah satu minggu akan timbul gejala utama seperti bagian putih pada mata

tampak kuning, kulit seluruh tubuh tampak kuning dan air seni berwarna seperti teh.

  Ada 3 kemungkinan tanggapan kekebalan yang diberikan oleh tubuh

terhadap virus Hepatitis B pasca periode akut. Kemungkinan pertama, jika

  

tanggapan kekebalan tubuh adekuat maka akan terjadi pembersihan virus, pasien

sembuh. Kedua, jika tanggapan kekebalan tubuh lemah maka pasien tersebut akan menjadi carrier inaktif. Ketiga, jika tanggapan tubuh bersifat intermediate (antara dua hal di atas) makaterus berkembang menjadi hepatitis B kronis ( Zuckerman, 1996).

2.2.5. Transmisi

  VHB dapat ditularkan melalui cairan tubuh, penetrasi jaringan (perkutan) dan permukosa. Transmisi VHB yang sering terjadi adalah melalui perinatal misalnya dari ibu ke bayi (biasanya terjadi semasa proses kelahiran), hubungan seksual, penggunaan jarum suntik bersama, pekerja kesehatan atau pekerja yang terpapar dengan darah (Marimbi, 2010).

2.3. Bidan

  Bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan Program Pendidikan Bidan yang diakui oleh negara serta memperoleh kualifikasi dan di beri ijin untuk menjalankan praktek kebidanan di negeri itu. Harus mampu memberikan supervisi, asuhan dan memberikan nasehat yang dibutuhkan kepada wanita selama masa hamil, persalinan dan masa pasca persalinan (postpartum period), memimpin persalinan atas tanggung jawabnya sendiri serta asuhan pada bayi lahir dan anak (IBI, 2006).

  Bidan adalah seorang wanita yang telah secara teratur mengikuti suatu Program Pendidikan Kebidanan yang diakui Negara tempatprogram itu diselenggarakan, telah berhasil menyelesaikan serangkaian pendidikan kebidanan yang ditetapkan, dan telah memperoleh kualifikasi yang diperlukan untuk bisa didaftarkan dan atau secara hukum memperoleh izin untuk melakukan praktek kebidanan (Dwiana, 2009).

2.4. Imunisasi Hepatitis B

  Pelaksanaan vaksinasi terhadap virus hepatitis B pada manusia, pertama kali dilakukan oleh Krugman dan koleganya pada tahun 1971 yaitu dengan menggunakan sediaan serum yang diperoleh dari karier virus hepatitis B dan diinaktifasi menggunakan pabas. Hasilnya 20 dari 29 anak terlindung dari infeksi virus hepatitis B. Imunitas dijumpai pada anak-anak yang mempunyai antibody pembuatan vaksin hepatitis B lebih maju, terutama untuk produksi skala besar dari plasma karier.

  Lebih dari 100 negara memasukkan vaksinasi ini dalam program nasionalnya, terutama indonesia yang termasuk negara endemis tinggi penyakit hepatitis. Jika menyerang anak, penyakit yang disebabkan virus ini sulit disembuhkan. Bila sejak lahir telah terinfeksi Virus Hepatitis B ( VHB) dapat menyebabkan kelainan-kelainan yang dibawanya terus hingga dewasa. Sangat mungkin terjadi sirosis atau pengerutan hati (kerusakan sel hati yang berat).

  Bahkan yang lebih buruk bisa mengakibatkan kanker hati (Marimbi, 2010).

  Menurut Depkes (2005), Markum (1997), Ranuh (2001) dalam Harahap (2009), imunisasi hepatitis B adalah salah satu dari lima jenis imunisasi dasar yang telah diwajibkan oleh Pemerintah bagi seluruh bayi atau anak Indonesia.

  Sesuai dengan jadwal pemberiannya, maka imunisasi dasar ini seharusnya sudah lengkap diberikan pada bayi sebelum usia satu tahun. Imunisasi hepatitis B posyandu umumnya diberikan sebanyak 3kali (HB 1, HB 2 dan HB 3) dengan interval waktu pemberian satu bulan yaitu 0 bulan, 2 bulan dan 3 bulan.

  Upaya pencegahan adalah langkah terbaik. Jika ada salah satu anggota keluarga dicurigai terkena virus hepatitis B (VHB), biasanya dilakukan sceening terhadap anak-anaknya untuk mengetahui apakah membawa virus atau tidak. Pemeriksaan harus dilakukan kendati anak tak menunjukkan gejala sakit apapun, selain itu imunisasi merupakan langkah efektif untuk mencegah masuknya virus hepatitis B (VHB) (Marimbi, 2010).

  2.4.1. Jadwal Pemberian Imunisasi

  Imunisasi Hepatitis B 0-7 hari harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan pada umur 1 dan 6 bulan. Apabila status surface antigen

  Hepatitis B (HBsAg) ibu positif dalam waktu 12 jam setelah lahirdiberikan HBlg

  0,5 ml bersamaan dengan vaksin HB-1. Apabila semula status surface antigen

  hepatitis B (HBsAg) ibu tidak diketahui dan ternyata dalam perjalanan selanjutnya

  diketahui bahwa ibu surface antigen hepatitis B (HbsAg) positif maka masih dapat diberikan HBlg 0,5 ml sebelum bayi berumur 7 hari (Marimbi, 2010).

  2.4.2. Usia Pemberian

  Bayi harus menerima vaksin virus hepatitis B dalam 12 jam setelah lahir dengan syarat kondisi bayi stabil, tiadk ada gangguan pada paru-paru dan jantung.

  Dilanjutkan pada usia 1 bulan dan usia antara 3 sampai 6 bulan. Khusus bayi yang lahir dari ibu pengidap virus hepatitis B (VHB) selain imunisasi yang dilakukan kurang dari 12 jam setelah lahir, juga diberikan munisasi tambahan dengan

  

Imunoglobulin anti hepatitis B dalam waktu sebelum berusia 24 jam (Tietjen,

2004).

  2.4.3. Lokasi Penyuntikan

  Pada anak dilengan dengan cara inframuskuler, sedangkan pada bayi disuntukkan di bagian paha lewat anterolateral ( antero = otot-otot di bagian depan, lateral = otot bagian luar). Penyuntikan dibokong tidak dianjurkan karena bisa mengurangi efektifitas vaksin (Marimbi,2010).

  2.4.4. Efek Samping

  Umumnya efek samping tidak terjadi, jika ada (kasusnya sangat jarang) berupa keluhan nyeri pada bekas suntikan yang disusul demam ringan dan pembengkakan. Namun reaksi ini akan menghilang dalam waktu 2 hari.

  2.4.5. Tanda Keberhasilan

  Tidak ada tanda klinis yang dapat dijadikan patokan, namun dapat dilakukan pengukuran keberhasilan melalui pemeriksaan darah dengan mengecek kadar Hepatitis B nya setelah anak berusia setahun. Bila kadarnya diatas 1000 berarti daya tahan nya 8 tahun, diatas 500 tahan 5 tahun, diatas 200 tahan 3 tahun.

  Tetapi jika angkanya hanya 100 maka dalam setahun akan hilang. Sementara bila angkanya nol berarti sibayi harus disuntik ulang 3 kali lagi (Marimbi, 2010).

  2.4.6. Efektivitas

  a) Merangsang timbulnya imunitas yang tepat yaitu antibodi untuk toksin dan

  

organisme ekstraseluler seperti streptococcus pneumoniae, imunitas seluler

untuk organisme intraseluler seperti basil tuberkulosis.

  b) Stabil dalam penyimpan yaitu hal ini saat penting untuk vaksin hidup yang biasanya perlu disimpan ditempat dingin atau memerlukan rantai pendingin

  (cold chain) yang sempurna dari pabrik ke klinik. c) Mempunyai imunogenesitas yang cukup yaitu imunogenesitas vaksin bahan mati sering perlu dinaikkan dengan ajuvan (Wahab, 2002).

  2.5. Pemberian Imunisasi Hepatitis B pada Bayi Baru Lahir

  Bayi baru lahir adalah bayi yang berusia 0 (baru lahir) sampai dengan usia 1 bulan sesudah lahir. Bayi baru lahir dibagi menjadi dua : bayi baru lahir dini usia 0 sampai 7 hari dan bayi baru lahir lanjut usia 7 sampai 28 hari (Zunera, 2006).

  Masa perinatal dan neonatal merupakan masa yang kritis bagi kehidupan 60% kematian bayi baru lahir terjadi dalam waktu 7 hari setelah lahir. Dengan pemantauan melekat dan asuhan pada ibu dan bayi masa nifas dapat mencegah angka kematian bayi. Faktor-faktor yang menyebabkan kematian perinatal adalah perdarahan, hipertensi, infeksi, kelahiran preterm atau bayi berat lahir rendah, asfiksia, dan hipotermi.

  Penanganan bayi baru lahir yang kurang baik dapat menyebabkan hipotermi, cold stress (stress dingin/hipotermi sedang), yang selanjutnya dapat menyebabkan hipoksemi, hipoglikemi dan mengakibatkan kerusakan otak. Akibat selanjutnya adalah perdarahan otak, syok dan keterlambatan tumbuh kembang (Soetjoningsih, 1995).

  2.6. Kinerja

  Kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang, sedangkan menurut Whitmore kinerja merupakan yang menunutut kebutuhan paling minim untuk berhasil. Oleh karena itu, whitmore mengemukakan pengertian kinerja yang dianggapnya representatif, maka pengertian tergambarnya tanggung jawab yang besar dari pekerjaan seseorang.

  Kinerja dapat disimpulkan sebagai perilaku seseorang yang membuahkan hasil kerja tertentu setelah memenuhi sejumlah persyaratan. Berhubung dengan konsep kinerja seperti yang telah dibahas di atas, selanjutnya akan dibahas persyaratan yang menetukan kinerja seseorang. Karena itu, evaluasi kinerja ini harus dipahami oleh karyawan maupun pemimpin, agar keduanya saling puas dalam rangka mewujudkan kinerja secara optimal (Hamzah, 2012).

  Hepatitis B

  Berdasarkan dari berbagai penelitian di atas dapat dikaitkan dengan teori Gibson (1987), dimana terdapat faktor yang memengaruhi seseorang dalam melakukan tugas ataupun kinerja seseorang. Faktor-faktor yang memengaruhi kinerja seseorang yakni motivasi, kemampuan, dan persepsi.

1. Motivasi

  Motif sering kali diartikan dengan istilah dorongan. Dorongan atau tenaga tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat. Jadi motif tersebut merupakan suatu driving force yang menggerakkan manusia untuk bertingkah laku, dan di dalam perbuatannya itu mempunyai tujuan tertentu. Menurut Moenir (2006) dalam Robbins (2007) motivasi adalah rangsangan dari luar dalam bentuk benda atau bukan benda yang dapat menumbuhkan dorongan pada orang untuk memiliki, menikmati, menguasai, atau mencapai benda/bukan benda tersebut. Motivasi merupakan konsep yang digunakan untuk menggambarkan dorongan- dorongan yang timbul pada atau di dalam seorang individu yang menggerakkan dan pengarahkan perilaku. Konsep motivasi digunakan untuk menjelaskan perbedaan-perbedaan dalam intensitas perilaku dan untuk menunjukkan arah tindakan.

  Motivasi diartikan suatu sikap (attitude) pimpinan dan karyawan terhadap situasi kerja (situation) di lingkungan organisasinya, mereka yang bersikap positif

  

(pro) terhadap situasi kerjanya akan menunjukan motivasi kerja tinggi, sebaliknya

  jika mereka bersikap negatif terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang rendah , situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja.

  Penelitian Ngadarodjatun menunjukkan bahwa motivasi tinggi dengan tercapainya kinerja lebih besar dibandingkan dengan motivasi rendah dengan tercapainya kinerja yaitu sebanyak 91,7%. Dari hasil uji statistik dengan uji Chi-

  

Square memperlihatkan bahwa terdapat pengaruh antara motivasi dengan

tercapainya kinerja petugas dengan nilai p = 0,001 (p < 0,05).

  Hasil penelitian Yunalis tahun 2009 tentang Pengaruh Komitmen Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Bidan, dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa komitmen dan motivasi bidan di desa secara umum kategori sedang.

  Kinerja tidak mencapai target pelayanan. Komitmen dan motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja bidan dengan nilai p<0,05.

2. Kemampuan

  Kemampuan memainkan peran penting dalam perilaku dan kinerja individu. Sebuah kemampuan adalah sebuah trait (bawaan atau dipelajari) yang mengijinkan seseorang mengerjakan sesuatu mental atau fisik.

  Seseorang dikatakan mampu apabila ia bisa atau sanggup melakukan sesuatu yang harus ia lakukan. Kemampuan adalah kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. Kemampuan adalah sebuah penilaian terkini atas apa yang dapat dilakukan seseorang. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah kapasitas kesanggupan atau kecakapan seorang individu dalam melakukan sesuatu hal atau beragam tugas dalam suatu pekerjaan tertentu.

  Hasil penelitian Dabi pada tahun 2011 tentang kemampuan, pengalaman dan beban kerja dengan kinerja bida dalam pelaksanaan program imunisasi di Kabupaten Sumba Barat Daya, dimana didapat ada hubungan kemampuan dengan kinerja bidan (p=0,002) dan pengalaman kerja dengan p=0,004.

  Kemampuan fisik diperlukan untuk melakukan tugas yang menuntut stamina koordinasi tubuh atau keseimbangan, kekuatan, kecepatan dan kelenturan atau fleksibilitas tubuh. Kemampuan fisik ini terutama penting pada pekerjaan- pekerjaan yang sifatnya rutin dan yang lebih terstandar di tingkat bawah dari hirarki perusahaan. Manajemen harus lebih mampu mengidentifikasi kemampuan fisik yang mana yang sesuai dengan jenis pekerjaannya, karena masingmasing karyawan memiliki perbedaan dalam jenis kemampuan fisik tersebut.

  Jenis-jenis pekerjaan tersebut memiliki tuntutan dan kemampuan yang berbeda terhadap karyawan. Prestasi kerja akan meningkat apabila ada kesesuaian antara kemampuan dan jenis pekerjaannya, oleh karena itu kebutuhan akan kemampuan khusus karyawan, intelektual, maupun fisik secara jelas harus dirincikan dalam persyaratan kemampuan kerja yang diperlukan sehingga mereka dapat menyelesaikan kemampuan kerja sesuai yang diharapkan.

  Menurut Sugijati tahun 2011 dan sesuai hasil penelitiannya kemampuan bidan memiliki peranan penting dalam pelaksanaan peran dan tugasnya. Dimana faktor yang berhubungan dengan kinerja bidan delima adalah kemampuan (p = 0,001), pengalaman (p=0,001), motivasi (p=0,002), sikap (p=0,001), persepsi kepemimpinan (p=0,007), dan persepsi terhadap standar (p=0,001). Variabel yang berpengaruh terhadap kinerja adalah kemampuan, pengalaman, sikap dan pengaruh yang paling kuat adalah kemampuan.

3. Persepsi

  Faktor ketiga persepsi adalah proses kognitif individu dalam memilih, mengatur, menyimpan, dan menginterpretasikan rangsangan menjadi gambaran dunia yang utuh dan berarti. Oleh karena setiap orang memberi arti dalam setiap rangsangan, individu berbeda dalam melihat hal yang sama dengan cara yang berbeda. Cara seorang pekerja dalam melihat keadaan sering kali mempunyai arti yang lebih banyak untuk mengerti perilaku daripada keadaan itu sendiri (Gibson, 2008).

  Menurut Weber dalam Sarwono (2000), individu melakukan suatu tindakan berdasarkan atas pengalaman, persepsi, pemahaman, dan penafsirannya atas suatu objek rangsangan atau situasi tertentu. Persepsi merupakan suatu proses internal untuk menyaring dan mengorganisasikan stimulus serta terjadi proses seleksi sehingga didapatkan gambaran total tentang lingkungan yang diwakili oleh stimulus tersebut. Seorang individu tidak bereaksi atau berperilaku dengan cara tertentu, tetapi berperilaku sesuai apa yang dilihatnya atau diyakininya tentang situasi tertentu.

  Menurut Thoha (2008) dalam Mangunegara (2011), persepsi adalah proses kognitif yang kompleks dan menghasilkan suatu gambaran yang unik tentang kenyataan yang barangkali jauh dari kebenarannya. Hal ini berarti bahwa hasil dari persepsi setiap orang akan berbeda-beda dan tidak menjamin bahwa apa yang mereka tafsirkan, rasakan, alami dan sebagainya sesuai dengan kenyataan atau kebenaran.

  Pada penelitian yang dilakukan Muazaroh pada tahun 2009 tentang implementasi pelaksanaan Imunisasi oleh bidan menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara faktor komunikasi, sumber daya, persepsi, struktur birokrasi dengan keberhasilan program imunisasi di Kabupaten Demak.

  Penelitian tentang hubungan faktor-faktor terhadap ketepatan pelayanan imunisasi hepatitis B pada bayi oleh Sriana tahun 2010, dimana terdapat hubungan motivasi (p=0,001), persepsi (p=0,002) dan imbalan (p=0,001) terhadap pencapaian kinerja bidan.

  Persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh proses pengindraan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh alat indra, lalu diteruskan ke otak, dan baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dipersepsikan. Menurut Rakhmat (2004) dalam Mangkunegara (2011) persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan melampirkan pesan.

2.8. Landasan Teori

  Perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh mahluk hidup, baik yang diamati secara langsung atau tidak langsung perilaku manusia dapat dilihat dari 3 aspek yaitu: aspek fisik, psikis dan sosial yang secara terinci merupakan refleksi dari berbagai gejolak kejiwaan seperti pengetahuan, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya, yang ditentukan dan dipengaruhi oleh faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik dan sosial budaya masyarakat. Bahkan kegiatan internal seperti berpikir, berpersepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia.

  Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Menurut Ivancevich 2007 dalam Mangkunegara Tahun 2011 kinerja merupakan hasil yang diinginkan dari perilaku.

  Kinerja adalah penampilan hasil kerja personal baik secara kualitas dan kuantitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan hasil personal individu atau organisasi dan tidak terbatas kepada pemangku jabatan struktural ataupun fungsional semata. Kinerja adalah pernyataan yang menyajikan ukuran hasil yang sebenarnya dari beberapa kegiatan pribadi atau kesatuan periode yang sama.

  Sedangkan Koetin dan Becker (1996) dalam Robbins (2007) dimana penelitiannya mendefinisikan kinerja berarti prestasi kerja, sedangkan prestasi kerja adalah hasil kerja, dengan demikian kinerja adalah merupakan prestasi yang dicapai oleh suatu organisasi atau entitas dalam periode tertentu.

  Banyak faktor yang memengaruhi bidan dalam memeberikan pelayanan sesuai standar profesinya. Menurut Gibson, (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah faktor dari variabel individu yang terdiri dari kemampuan dan keterampilan, latar belakang, dan demografis. Faktor yang mempengaruhi kinerja yang kedua adalah faktor dari variabel psikologi yang terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian, motivasi, kepuasan kerja dan stres kerja. Sedangkan faktor yang ketiga yang mempengaruhi kinerja adalah faktor organisasi yang terdiri dari kepemimpinan, kompensasi, konflik, kekuasaan, struktur organnisasi, desain pekerjaan, desain organisasi, dan karir.

  Faktor individu yang pertama adalah kemampuan dan keterampilan memainkan peran penting dalam perilaku dan kinerja individu. Sebuah kemampuan adalah sebuah trait (bawaan atau dipelajari) yang mengijinkan seseorang mengerjakan sesuatu mental atau fisik. Keterampilan adalah kompetensi yang berhubungan dengan tugas seperti keterampilan mengoperasikan komputer atau keterampilan berkomunikasi dengan jelas untuk tujuan dan misi kelompok. Manajer harus mencocokkan setiap kemampuan dan keterampilan seseorang dengan persyaratan kerja agar dalam bekerja dapat mencapai kinerja (Gibson, 2008)

  Faktor individu yang kedua adalah aspek demografi terdiri dari jenis kelamin, ras dan keragaman budaya. (Gibson, 2008). Penelitian menunjukkan bahwa pria dan wanita adalah sama dalam hal kemampuan belajar, daya ingat, kemampuan penalaran, kreativitas, dan kecerdasan. Meskipun hasil data riset cukup memastikan, beberapa peneliti masih percaya adanya perbedaan kreativitas, penalaran, dan kemampuan belajar diantara pria dan wanita. Masih terdapat perdebatan soal perbedaan pria dan wanita mengenai prestasi dalam pekerjaan, absensi, dan tingkat pergantian. Debat prestasi dalam pekerjaan tidak menghasilkan kesimpulan. Tidak ada data pendukung yang menyatakan bahwa pria dan wanita adalah pekerja yang lebih baik. Hanya di bidang absensi sering ditemukan perbedaan. Wanita memiliki tingkat absensi yang lebih tinggi. Tetapi lebih memperhatikan pada anak-anak, orang tua, dan pasangan sakit di dominasi wanita. Tingkat absensi lebih tinggi dari wanita disebabkan peran mengasuh mereka (Gibson, 2008).

  Faktor individu yang ketiga adalah latar belakang dengan keragaman adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menjelaskan variasi budaya, etnis, dan ras dalam suatu populasi. Untuk mengelola tenaga kerja dengan keragaman budaya yang semakin meningkat akan mensyaratkan kelenturan, pengenalan perbedaan individu, dan peningkatan kesadaran perbedaan latar belakang budaya (Gibson, 2008).

  Aspek dari variabel psikologi yang pertama adalah persepsi. Persepsi adalah proses kognitif individu dalam memilih, mengatur, menyimpan, dan menginterpretasikan rangsangan menjadi gambaran dunia yang utuh dan berarti. Oleh karena setiap orang memberi arti dalam setiap rangsangan, individu berbeda dalam melihat hal yang sama dengan cara yang berbeda. Cara seorang pekerja dalam melihat keadaan sering kali mempunyai arti yang lebih banyak untuk mengerti perilaku daripada keadaan itu sendiri (Gibson, 2008).

  Aspek dari variabel psikologi yang kedua adalah Sikap. Sikap merupakan determinan perilaku sebab yang berkaitan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi. Sebuah sikap adalah perasaan positif atau negatif atau keadaan mental yang selalu disiapkan, dipelajari, dan diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh khusus pada respon seseorang terhadap orang, obyek- obyek dan keadaan (Gibson, 2008).

  Aspek dari variabel psikologi yang ketiga adalah kepribadian. Kepribadian merupakan himpunan karakteristik dan kecendrungan yang stabil serta menentukan sifat umum dan perbedaan dalam perilaku seseorang. Kepribadian dipengaruhi oleh keturunan, budaya, dan faktor sosial. Kepribadian bukan faktor penting dalam perilaku di tempat kerja karena kepribadian dibentuk di luar organisasi. Perilaku seseorang tidak dapat dimengerti tanpa mempertimbangkan konsep kepribadian. Pada kenyataannya, kepribadian adalah juga saling berhubungan dengan persepsi, sikap, belajar, dan motivasi setiap usaha untuk mengerti perilaku menjadi tidak lengkap apabila kepribadian tidak diperhitungkan (Gibson, 2008)

  Aspek dari variabel psikologi yang keempat adalah motivasi. Motivasi merupakan konsep yang digunakan untuk menggambarkan dorongan-dorongan yang timbul di dalam seorang individu yang menggerakkan dan pengarahkan perilaku. Konsep motivasi digunakan untuk menjelaskan perbedaan-perbedaan dalam intensitas perilaku dan untuk menunjukkan arah tindakan. Manajer lebih suka memotivasi karyawannya secara positif agar karyawan tersebut dapat menjalankan pekerjaannya dan karyawan yang termotivasi akan menghasilkan pekerjaan yang memiliki kualitas yang tinggi (Gibson, 2008).

  Faktor psikologis selanjutnya adalah Kepuasan Kerja. Menurut Gibson (2008) kepuasan kerja merupakan suatu sikap yang dipunyai individu mengenai pekerjaannya. Hal ini dihasilkan dari persepsi mereka terhadap pekerjaannya, didasarkan pada faktor lingkungan kerja, seperti gaya penyelia, kebijakan dan prosedur, afiliasi kelompok kerja, kondisi kerja, dan tunjangan.

  Faktor psikologis yang terakhir adalah Stres kerja. Menurut Gibson (2008), stres kerja merupakan suatu persepsi penyesuaian, diperantarai oleh perbedaan-perbedaan individu dan/atau proses psikologis yang merupakan suatu konsekuensi dari setiap tindakan dari luar (lingkungan), situasi, atau peristiwa yang menetapkan permintaan psikologis dan/atau fisik berlebihan kepada seseorang. Stres kerja dapat mempengaruhi kinerja dari seorang individu.

  Selanjutnya faktor yang mempengaruhi kinerja adalah variabel organisasi. Variabel organisasi yang pertama adalah kompensasi. Menurut Werther dan Davis dalam Hasibuan (2009), kompensasi adalah apa yang seorang pekerja terima sebagai balasan dari pekerjaan yang diberikannya (baik upah per jam ataupun gaji periodik didesain dan dikelola oleh bagian personalia). Selain itu kompensasi atau imbalan merupakan total seluruh imbalan yang diterima karyawan sebagai pengganti jasa mereka.

  Menurut Gibson (2008) sasaran utama program imbalan adalah menarik yang berkualifikasi untuk bergabung dalam organisasi, mempertahankan karyawan untuk tetap bekerja, dan memotivasi karyawan mencapai prestasi tinggi. Diharapkan bahwa setiap paket imbalan sebaiknya cukup memuaskan kebutuhan dasar (seperti makanan, tempat tinggal, pakaian), dipandang wajar, dan berorientasi pada individu.

  Variabel organisasi yang kedua adalah kepemimpinan. Kepemimpinan (leadership) dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk memengaruhi suatu kelompok. Variabel ketiga dalam organisasi adalah ketersediaan sumber daya lain yang mendukung suatu petugas dalam melaksanakan kinerjanya agar lebih baik.

  Faktor Individu : Kemampuan

  • Latar Belakang -

  Pengalaman kerja

  • Faktor Demografi -

Gambar 2.1. Kerangka Teori Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja

2.9. Kerangka Konsep

  Mengacu kepada landasan teori yang telah diuraikan di atas, maka dapat disusun kerangka konsep sebagai berikut :

  • Motivasi Bidan -
  • Persepsi Bidan Pemberian Imunisasi Hepatitis B

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Faktor-faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Pemberian Imunisasi Hepatitis B pada Bayi Baru Lahir

  Faktor-faktor :

  Kemampuan Bidan

Dokumen yang terkait

Faktor-faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Pemberian Vitamin K1 pada Bayi Baru Lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Limun Medan Tahun 2013

2 86 98

Faktor – faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Pemberian Imunisasi Hepatitis B pada Bayi Baru Lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan Tahun 2014

2 75 115

Peran Bidan sebagai Pelaksana dalam Perawatan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Wilayah Kerja Puskesmas Sering Medan Tahun 2014

3 90 80

Pengaruh Persepsi Ibu tentang Peran Petugas Kesehatan terhadap Pemberian Imunisasi Hepatitis B Pada Bayi 0-7 Hari di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Belawan

14 108 112

Faktor Risiko Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Tahun 2012- 2014

1 25 164

Pemberian Imunisasi Hepatitis B pada Bayi Prematur

0 0 5

Faktor-faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Pemberian Vitamin K1 pada Bayi Baru Lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Limun Medan Tahun 2013

0 0 23

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Vitamin - Faktor-faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Pemberian Vitamin K1 pada Bayi Baru Lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Limun Medan Tahun 2013

0 0 16

Faktor-faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Pemberian Vitamin K1 pada Bayi Baru Lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Limun Medan Tahun 2013

0 0 16

II. Petunjuk Pengisian Isilah data dengan benar - Faktor – faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Pemberian Imunisasi Hepatitis B pada Bayi Baru Lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan Tahun 2014

0 0 27