Prosedur Pemilihan Kepala Desa Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 (Studi Desa Kutambaru Kecamatan Munthe Kabupaten Karo)

BAB II PEMERINTAHAN DESA BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 72 TAHUN 2005 D. Pemerintahan Desa Desa merupakan cikal bakal terbentuknya masyarakat politik dan

  pemerintahan di Indonesia jauh sebelum negara ini terbentuk. Struktur sosial sejenis desa, masyarakat adat dan lain sebagainya telah menjadi institusi sosial yang mempunyai posisi yang penting. Dengan tingkat keragaman yang tinggi,

   membuat desa merupakan wujud bangsa yang paling konkret.

  Pengaturan mengenai desa di Indonesia telah ada sejak zaman kolonial.Inlandshe Gemeente Ordonantie (IGO) diberlakukan untuk Jawa dan Madura serta Inlandshe Gemeente Ordonantie voor Buitengewesten (IGOB) untuk daerah-daerah di luar Jawa dan Madura.Pemerintah desa di Pulau Jawa pada waktu itu terdiri dari lurah, bahoe, lebe, kabayan dan kamitua.Mereka adalah golongan pendiri desa yang dikepalai oleh lurah.Lapisan ini mendapat keistimewaan dalam penguasaan tanah.Tanah-tanah ini biasanya disebut bebau atau bengkok (tanah jabatan) yang didapat selama mereka menduduki jabatan- jabatan tersebut.Mereka juga mendapat hak-hak istimewa dari pemerintah kolonial karena tanah perkebunan yang dipakai pemerintah kolonial berasal dari lapisan pemerintah desa ini, selain itu pemerintah desa juga menjadi andalan bagi perekrutan tenaga kerja perkebunan.Hak istimewa yang diperoleh pemerintah desa 20 HAW. Widjaja. Otonomi Desa: Merupakan Otonomi yang Asli, Bulat dan Utuh. misalnya seperti tanah yang dikuasainya terbebas dari cultuurdienst (bekerja untuk menanam tanaman ekspor). Untuk menghasilkan uang, para pamong desa tersebut mempekerjakan penduduk desanya untuk mengolah tanah bengkok

  

  miliknya atau dapat juga menyewakan tanah bengkok kepada orang lain Pola penguasaan tanah pada masa penjajahan kolonial ini sesungguhnya berbeda dengan pranata tradisional sebelum Belanda menjejakkan kaki di

  Indonesia.Kala itu, raja adalah penguasa mutlak atas tanah.Tanah bengkok pada masa itu merupakan tanah gaji yang diberikan raja untuk dikelola oleh pejabat.Dari hasil bumi tanah tersebut, sebagian hasilnya diberikan kepada kas kerajaan.Pejabat kemudian menyuruh orang untuk mengelola tanah bengkok.Pengelola tanah bengkok ini disebut bêkêl.

  Pengaturan IGO dan IGOB ini milik pemerintah kolonial ini bertahan cukup lama dan baru diganti dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang Desa Praja. Kesamaan antara IGO dan IGOB dengan Undang- Undang Nomor 19 Tahun 1965 yakni sama-sama memandang desa sebagai sebuah kesatuan masyarakat hukum (volkgemeenschappen) memiliki hak ada istiadat dan asal usul sehingga nama dan bentuk desa tidak diseragamkan.

  Pada masa pemerintahan Orde Baru, peraturan perundang- undanganmengenai desa diubah dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 mengadakan penyeragaman bentuk dan susunan pemerintahan desa dengan corak nasional.Selain itu, administrasi desa dipisahkan dari hak adat istiadat dan hak 21 asal usul. Desa diharuskan mengikuti pola yang baku dan seragam sedangkan hak otonomi untuk mengatur diri sendiri ditiadakan. Saat itu, Presiden Soeharto sendiri telah berjanji bahwa pembangunan masyarakat miskin yang umumnya tinggal di pedesaan akan mendapat perhatian utama pemerintah. Akan tetapi, pada kenyataannya masih terdapat permasalahan dalam pembangunan pedesaan.

  Sebagaimana diungkapkan Mike Coppin dalam Rural Society Journal:

  

There are a number of internal problems involved in making development

programs work in Indonesia. One is the sheer number and accessibility of

Indonesia's tens of thousands of villages. AMD (ABRI Masuk Desa), a rural

development program run by the armed forces, which mainly supports

infrastructure services and vocational training, has yet to reach more than two

thirds of the villages. Another problem is ensuring that projects are locally

appropriate; the new rule that villages can choose their areas of development for

use of Inpres funds should assist in achieving that goal. A major problem is

corruption a recent survey rated Indonesia the worst country in Asia for graft

  (Ada sejumlah masalah internal dalam pembuatan program kerja pembangunan di Indonesia. Salah satunya adalah banyaknya desa di Indonesia yang mencapai puluhan ribu. AMD (ABRI Masuk Desa), sebuah program pembangunan pedesaan yang dijalankan oleh angkatan bersenjata yang mendukung layanan infrastruktur dan pelatihan kejuruan, bahkan belum mencapai lebih dari dua pertiga jumlah desa. Masalah lain adalah memastikan sudah sesuaikah proyek- proyek dengan kondisi setempat; aturan baru bagi desa dimana dapat memilih area untuk pembangunan desa mereka dengan danaInpres harus membantu dalam mencapai tujuan tersebut. Masalah utama adalah korupsi survei terbaru,

   Indonesiaadalah negara terburuk di Asia untuk korupsi)

  Setelah terjadi reformasi, pengaturan mengenai desa diubah dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang secara nyata mengakui otonomi desa dimana otonomi yang dimiliki oleh desa adalah berdasarkan asal-usul dan adat istiadatnya bukan berdasarkan penyerahan wewenang dari Pemerintah. Selain itu, terjadi perubahan dalam aspek pemerintahan desa.Pemerintahan Desa terdiri dari Pemerintah Desa sebagai unsur eksekutif dan Badan Perwakilan Desa (BPD) sebagai unsur Legislatif.Pengaturan inilah yang tidak dikenal dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979.Dalam pelaksanaan tugasnya, Kepala Desa bertanggungjawab kepada rakyat melalui BPD.

  Pengaturan mengenai desa kembali mengalami perubahan dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

  Pengaturan mengenai desa di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 kemudian ditindaklanjuti oleh Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Dalam hal kewenangan secara prinsipil tidak ada perubahan yang mendasar dalam pengaturan mengenai kewenangan desa. Sama halnya dengan peraturan sebelumnya, baik dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 maupun Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 mendefinisikan desa atau yang disebut dengan nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan 22 Mike Coppin. “NGOs and Rural Development in Indonesia”. Rural Society masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam system Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  Perubahan mendasar tampak dalam aspek sistem pemerintahan baik pemerintahan desa maupun terkait hubungannya dengan hierarkhis pemerintahan diatasnya. Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Pemerintahan Desa terdiri dari Pemerintah Desa dan BPD. Kepala Desa mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada Bupati/Walikota, memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada BPD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat. Untuk meningkatkan pelayanan di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 ditegaskan bahwa sekretaris desa akan diisi oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS).

  Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal-usul desa dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Pembentukan desa harus memenuhi beberapa syarat, diantaranya jumlah penduduk, luas wilayah, bagian wilayah kerja, perangkat, serta sarana dan prasarana pemerintahan.Pembentukan desa dapat berupa penggabungan beberapa desa, atau bagian desa yang bersandingan, atau pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih, atau pembentukan desa di luar desa yang telah ada.Desa yang kondisi masyarakat dan wilayahnya tidak lagi memenuhi persyaratan dapat dihapus atau digabung. Sementara itu, disisi lain desa juga dapat diubah statusnya menjadi kelurahan berdasarkan prakarsa Pemerintah Desa bersama BPD dengan memperhatikan saran dan pendapat masyarakat setempat.

  Secara eksternal, desa sejak lama berada dalam konteks formasi Negara

  

(state formation) yang hierarkhis-sentralistik.Perjalanan sejarah Indonesia

  mencatat, pemerintahan desa sebenarnya merupakan wujud konkret selfgoverning

  community (pemerintahan sendiri yang berbasis masyarakat) yang dibentuk secara

  

  mandiri .Jika dilihat dari definisi desa yang dipahami sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan mengatur dan mengurus kepentingannya sendiri, ini mengindikasikan bahwa desa itu mempunyai otonomi. Namun, menurut Hanif Nurcholis, otonomi desa bukan otonomi formal seperti yang dimiliki pemerintah kabupaten/kota maupun provinsi, tapi berdasarkan asal-

  

  usul dan adat istiadat Otonomi desa tumbuh dan berkembang dalam masyarakat yang diperoleh secara tradisional dan bersumber dari hukum adat.Otonomi desa merupakan otonomi yang asli, bulat, dan utuh serta bukan pemberian dari pemerintah sehingga pemerintah pusat berkewajiban menghormati otonomi asli yang dimiliki

   desa .

  Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sendiri sesungguhnya telah mengakui adanya otonomi desa sebab desa melalui pemerintah desa dapat diberikan penugasan maupun pendelegasian dari Pemerintah Pusat ataupun Pemerintah Daerah untuk melaksanankan urusan pemerintah tertentu. Sedangkan 23 Abdul Gaffar Karim. Kompleksitas Persoalan Otonomi Daerah Di

  Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003, hal 269 24 Hanif Nurcholis. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Jakarta: Grasindo, 2005, hal 136 25

  bagi desa yang berasal dari pemekaran, otonomi desa memberikan kesempatan

   untuk berkembang mengikuti pertumbuhan desa itu sendiri.

  Sebagai struktur pemerintahan terbawah yang memiliki otonomi sendiri, desa mempunyai beberapa kewenangan.

  Secara umum, kewenangan desa terbagi menjadi empat, diantaranya adalah: 1)

  Generik, yakni urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal- usul desa.

  2) Devolutif, yakni kewenangan yang melekat pada desa, seperti misalnya menyusun Peraturan Desa, menyelenggarakan Pemilihan Kepala Desa

  (Pilkades), dan pengelolaan Badan Usaha Milik Desa 3)

  Distributif, yakni urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa. Misalnya dalam hal pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) di jalan desa, atau mengelola pasar desa.

  4) Tugas Pembantuan dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan

  Pemerintah Kabupaten/Kota. Misalnya dalam hal Pemilihan Umum (Pemilu) atau pemungutan Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB).

  Disamping kewenangan secara umum tersebut, berdasarkan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa dibedakan menjadi :

  1) Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa 26 Titik Triwulan Tutik. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara. Jakarta: Prestasi Pustaka

  2) Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa

  3) Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota

  4) Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan kepada desa

  Pemerintahan desa menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, dijalankan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa: 1)

  Pemerintah Desa, terdiri atas:

  a) Kepala Desa

  Kepala Desa dipilih langsung melalui Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) oleh penduduk desa setempat.Kepala Desa bertugas menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Wewenang kepala desa antara lain: (1)

  Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama BPD (2)

  Mengajukan rancangan peraturan desa (3)

  Menetapkan Peraturan Desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD

  (4) Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai

  Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD Kepala Desa mempunyai kewajiban memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada

  Bupati/Walikota melalui Camat, memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada BPD, dan menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat.

  b) Perangkat Desa

  Perangkat Desa bertugas membantu Kepala Desa melaksanakan tugas dan wewenangnya. Perangkat Desa ini terdiri dari: (1)

  Sekretaris Desa Sekretaris desa adalah staf yang memimpin Sekretariat Desa dimana kedudukannya diisi dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan. Sekretaris desa bertugas membantu kepala desa di bidang pembinaan administrasi dan memberikan pelayanan teknis administrasi kepada seluruh perangkat pemerintah desa. Ia diangkat oleh Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota atas nama Bupati/Walikota.

  (2) Perangkat Desa lainnya

  (a) Sekretariat desa

  (b) Pelaksana teknis lapangan

  (c) Unsur kewilayahan

  2) Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

  Badan Permusyawaratan Desa merupakan lembaga perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.BPD berfungsi menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.BPD beranggotakan wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat.Anggota BPD terdiri dari Ketua Rukun Warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh masyarakat lainnya.Masa jabatan anggota BPD adalah 6 tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya.Pimpinan dan Anggota BPD tidak diperbolehkan merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan Perangkat Desa. Selain Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa, terdapat lembaga-lembaga lain yang dapat dibentuk di desa-desa, yaitu lembaga kemasyarakatan yang ditetapkan dengan peraturan desa, asalkan pembentukannya berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Lembaga kemasyarakatan dimaksud bertugas membantu pemerintah desa dan

   merupakan mitra dalam memberdayakan masyarakat desa.

  Lembaga kemasyarakatan ini ditetapkan dengan Peraturan Desa.Salah satu fungsi lembaga kemasyarakatan adalah sebagai penampungan dan penyaluran aspirasi masyarakat dalam pembangunan.Lembaga kemasyarakatan desa ini misalnya seperti Rukun Tetangga, Rukun Warga, PKK, Karang Taruna, dan lembaga pemberdayaan masyarakat.

  Pada saat reformasi bergulir tahun 1998 di Indonesia, penyelenggaraanpemerintahan di daerah juga menjadi salahsatu sasaran reformasi.

  Revisi UUNo 5 Tahun 1974 dan UU No 5 Tahun 1979 menjadi tidak terelakan lagi, maka lahirlah UU No22 Tahun 1999 tentanag Pemerintahan Daerah yang sekaligus mengatur Daerahotonom dan Desa dalam satu paket, yang kemudian dalam perjalananya direvisi kembali menjadi UU No 32 Tahun2004 serta di ubah kemabali menjadi UU No12 Tahun 2008. UU No12 Tahun 2008 tersebut tidak 27 Jimly Asshiddiqie. Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi. saja mengatur dan sekaligus membawaperubahan di daerah (provinsi, kabupaten dan kota), Namur juga memberikanlandasan bagi perubahan yang mendasar di desa. Salah satu perubahanmendasar dalam pengaturan mengenahi desa adalah munculnya BPD (BadanPermusyawaratan Desa) yang merupakan lembaga tersendiri dan memilikifungsi yang sangat luas seperti mengayomo adat sitiadat, membuat PeraturanDesa, menampung dan menyalurkan Aspirasi masyarakat serta melakukanpengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintaha Desa.

  Desa yang pada awalnya di definisikan sebagai statu wilayah yangditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasukdidalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasipemerintahan terendah langsung dibawah camat, berubah rumusanya menajdikesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur danmengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan

   adatistiadat setempat.

  Kajian hukum terhadap otonomi desa biasanya berkaitan denganbagaimana negara memperlakukan desa. Dilihat secara mendalam maknapengaturan sebagaimana tercantum dalam Pasal 18 UUD 1945 berikutpenjelasnya, maka dapat dikatakan bahwa esensi dari Pasal tersebutmencerminkan pengakuan negara terhadap apa yang disebut dengana otonomidesa dewasa ini. Lebih dari itu dengan menyebutkan desa sebagai susunan asliyang memiliki hak asal usul, maka menurut UUD 1945 hanya desa yangdipastikan memiliki otonomi.Adapun daerah-daerah besar dan kecil lainya, 28 semacam provinsi,kabupaten ataupun kota yang dikenal dalam sistem pemerintahan daerah saatini, dapat saja bersifat otonom karena pemberian pusat terhadap hak otonombagi daerah-daerah tersebut, inilah yang kita kenal dengan otonomi daerahsebagai konsekuensi diberlakukanya politik desentralisasi di indonesia.

  Sejak Tahun 1955, sudah terbentuk sebuah lembaga di desa yangberfungsi merencanakan segala kebutuhan desa bersama-sama denganperangkat desa, dengan debutan Badan Perencanaan Pemerintah Desa (Bappensa), nama ini lalu berubah menjadi Badan Musyawarah Desa(Bamudes), dan berubah nama lagi menjadi Lembaga Musyawarah Desa (LMD)pada saat berlakunya UU No 5 Tahun 1979 sampai lahirnya UU No 22 Tahun 1999 yangmengintroduksi Badan Perwakilan Desa (BPD) yang kemudian di rubah dalamUU No32/2004 dan UU No 12 Tahun 2008 menjadi Badan Permusyawaratan Desa(BPD).Baik ditinjau dari aspek Yuridis formal maupaun fungsinya, memangada perbedaan yang cukup substancial antara LMD dan BPD.LMD memilikifungsi legislasi saja, sementara BPD selain berfungsi legislasi juga berfungsimengontrol pemerintahan desa, dan juga menampung dan menyalurkanaspirasi masyarakat.

  Desa berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang- Undang Nomor 12 tahun 2008 ini adalah Desa atau yang disebut dengan namalain, selanjutnya Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-bataswilayah yuridiksi, berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentinganmasyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yangdiakui dan/atau dibentuk dalam sistem pemerintahan nasional dan berada dikabupaten/kota. Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenahi desaadalah keanekaragaman, partisipasi, ekonomi, otonomi asli, demokratisasi danpemberdayaan masyarakat.

  Desa yang dimaksud menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004,termasuk antara lain Nagari di Sumatra barat, Gampong di Provinsi NAD,Lembang di Sulawesi Selatan, Kampung di Kalimantan Selatan dan Negeri diMaluku. Dalam Undang-undang ini mengakui juga otonomi oleh Desa ataupundengan sebutan lainnya dan kepala desa melalui pemerintahan desa dapatdiberikan penugasan ataupun pendelegasian dari pemerintah ataupunpemerintah daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah yang bersifatadministrative, seperti desa yang dibentuk karena pemekaran desa ataupunkarena transmigrasi, ataupun karena alasan lain yang warganya pluralistis,majemuk ataupun heterogen maka otonomi desa akan diberikan kesempatanuntuk tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan dari desa itu sendiri.Sebagai perwujudan demokrasi, dalam penyelenggaraan pemerintahandesa, dibentuk Badan Permusyawaratan Desa (BPD) ataupun sebutan lain yangsesuai dengan budaya yang berkembang di desa bersangkutan, yang berfungsisebagaia lembaga pengaturan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa,seperti pembuatan dan pelaksanaan peraturan desa, anggaran pendapatan danbelanja desa, keputusan kepala desa. Didesa dibentuk lembaga kemsyarakatanyang berkedudukan sebagai mitra kerja pemerintahan desa dalammemberdayakan masyarakat desa.

  Kepala desa pada dasarnya bertanggung jawab kepada rakyat desa,yang dalam tata cara dan prosedur pertanggung jawabanya disampaikankepada Bupati atau Walikota, melalui camat. Kepada BPD, kepala desa wajibmemberikan keterangan laporan pertanggungjawabanya dan kepada rakyatmenyampaikan informasi pokok-pokok pertanggungjawabanya, namun tetapharus memberi peluang kepada masyarakat melalui BPD untuk menanyakandan/atau meminta keterangan lebih lanjut terhadap hal-hal yang bertaliandengan pertanggungjawaban yang dimaksud.

  Pemerintah Desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa lainya.Kepala desa dipilih langsung oleh dan dari penduduk desa WNRI.Pemilihankepala desa dipilih langsung oleh dan dari penduduk desa WNRI.Pemilihankepala desa dalam kesatuan masyarakat hukum adat beserta haktradisionalnya sepanjang masih hidup dan yang diakui keberadaanya berlakuketentuan hukum adat setempat.Jabatan kepala adesa adalah enam tahun dandapat dipilih kembali hanya satu kali masa jabatan berikutnya.Sangatlah jelas berdasar ketentuan mengenai desa diatas, yaitu desa diera reformasi sekarang mempunyai kewenangan dan diakui sebagai salah satudaerah yang memiliki “kekuatan” dengan nama otonomi desa. Dengan adanya“kekuatan” ini desa memperoleh kekuasaan dalam menentukan kebijakandalam berprakarsa dan berinisiatif sesuai dengan potensi yang dimiliki, baiksumber daya manusia dan sumber daya alamnya untuk berkembang sesuaidengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Mengenai halitu dapat diperoleh penjelasan terkait kewenangan desa.

  Menurut ketentuan Pasal 206 UU No 32 tahun 2004 Juncto Pasal 4 PPNo

  72 Tahun 2005 Juncto Permendagri No 30 tahun 2006, urusan pemerintahanyang menjadi kewenangan desa mencakup:: a.

  Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usuldesa b. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kotayang diserahkan pengaturannya kepada desa c.

  Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi dan/ataupemerintah kabupaten/kota d.

  Urusan pemerintahan lainya yang oleh peraturan perundang- undangandiserahkan kepada desaTugas pembantuan yang berasal dari pemerintah, pemerintah provinsi,dan/atau pemerintah kabupaten/kota kepada desa, harus disertai denganpembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia sehinggatugas tersebut dapat terlaksana dengan baik. Di Desa dibentuk BPD yang berfungsi menetapkan Peraturan

  Desabersama Kepala Desa dengan masukan dari aspirasi masyarakat. Anggota BPDadalah wakil dari penduduk Desa bersangkutan yang ditetapkan dengan caramusyawarah dan mufakat, sedangkan pimpinan BPD dipilih dari dan olehanggota BPD yang masa jabatannya adalah enam tahun dan dapat dipilihkembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Di Desa dibentuk lembagakemasyarakatan yang ditetapkan dengan Peraturan Desa, yang bertugasmembantu Pemerintah Desa dan merupakan mitra dalam memberdayakanmasyarakat Desa. Yang dimaksud dengan kemasyyarakatan desa, sepertiRukun Tetangga, Rukun Warga, PKK, Karang Taruna dan LembagaPemberdaya Masyarakat.

  Keuangan Desa ialah semua hak dan kewajiban desa yang dapatdinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupabarang yang dapat dijadikan milik desa berhubung dengan pelaksanaan hakdan kewajiban.Keuangan desa tersebut diperoleh dari sumber pendapatandesa. Terdiri dari pendapatan asli desa, bagi hasil pajak daerah dan retribusidaerah Kabupaten/Kota, bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dandaerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota, serta bantuan lain dari pemerintah,peemrintah provinsi dan pemerintah Kabupaten/Kota, termasuk pula hibah dansumbangan dari pihak ketiga. Yang dimaksud dengan sumbangan dari pihakketiga, dapat berbentuk hadiah, donasi, wakaf dan/atau sumbangan lain sertapemberian sumbangan dimaksud tidak mengurangi kewajiban-kewajiban pihakpenyumbang.

  Belanja Desa digunakan untuk membiayai penyelenggaraanpemerintahan desa dan pemberdayaan masyarakat desa.

  Pengelolaankeuangan desa dilakukan oleh kepala desa yang dituangkan dalam peraturandesa tentang anggaran pendapatan dan belanja desa.Desa dapat mendirikan Badan usaha miliki desa, sesuai dengankebutuhan dan potensi desa.Disamping itu desa dapat mengadakan kerjasamauntuk kepentingan desa dan untuk kerjasama dengan pihak ketiga dapatdibentuk badan kerjasama desa. Dalam pembangunan kawasan perdesaanyang dilakukan oleh kabupaten/kota dan/atau pihak ketiga harusmengikutsertakan Pemerintah Desa dan BPD, dengan memerhatikankepentingan masyarakat desa, kewenangan desa, kelancaran, pelaksanaaninvestasi, kelestarian lingkungan hidup, keserasian kepentingana antar kawasandan kepentingan umum.

E. Badan Permusyawarakatan Desa (BPD)

  Badan Perwakilan Desa (BPD) yang ada selama ini berubah namanya menjadi BPD.BPD merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Desa. Dalam Pasal29 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Badan Permusyawaratan Desa berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa, serta Dalam

  Pasal 209 UU No 32 tahun 2004 Junto Pasal 209 UU No 12 Tahun 2008 Juncto Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 disebutkan bahwa fungsi dari Badan Permusyawaratan Desa ialah menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, oleh karenanya BPD sebagai Badan Permusyawaratan yang berasal dari masyarakat desa, disamping menjalankan fungsinya sebagai jembatan penghubung antara kepala desa dengan masyarakat desa, juga harus menjalankan fungsi utamanya, yakni fungsi representasi.

  Perubahan ini didasrkan pada kondisi faktual bahwa budaya politik lokal yang berbasis pada filosofi “musyawarah untuk mufakat”. Musyawarah berbicara tentang proses, sedangkan mufakat berbicara tentang hasil. Hasil yang baik diharapkan diperoleh dari proses yang baik. Melalui musyawarah untuk mufakat, berbagai konflik antara para elit politik dapat segera diselesaikan secara arif, sehingga tidak sampai menimbulkan goncangan-goncangan yang merugikan masyarakat luas.

  Keanggotaan BPD seperti yang disebutkan dalam Pasal 30 PP No 72 tahun 2005 adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah. Anggota BPD terdiri dari Ketua Rukun Warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya.Masa jabatan anggota BPD adalah 6 tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali untuk 1 kali masa jabatan berikutnya.Pimpinan dan Anggota BPD tidak diperbolehkan merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan Perangkat Desa.BPD berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.Adapun jumlah anggota BPD ditetapkan dengan jumlah ganjil, paling sedikit 5 (lima) orang dan paling banyak 11 (sebelas) orang, dengan memperhatikan luas wilayah, jumlah penduduk dan kemampuan keuangan Desa (Pasal 31 PP No. 72 tahun 2005). Dalam Pasal 35 PP No 72 Tahun 2005, dijelaskan BPD mempunyai wewenang: a)

  Membahas rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa

  b) Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa dan

  Peraturan Kepala Desa

  c) Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa

  d) Membentuk panitia pemilihan Kepala Desa

  e) Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan,dan menyalurkan aspirasi masyarakat dan menyusun tata tertib BPD.Dan dalam Pasal 37 PP No 72

  Tahun 2005, Anggota BPD mempunyai hak: 1)

  Mengajukan rancangan Peraturan Desa 2)

  Mengajukan pertanyaan

  3) Menyampaikan usul dan pendapat

  4) Memilih dan dipilih

  5) Memperoleh tunjangan

  Peraturan Desa ialah produk hukum tingkat desa yang ditetapkan oleh Kepala Desa bersama BPD dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa (Pasal 55 PP No 72 tahun 2005). Peraturan desa dibentuk dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa, dengan demikian maka pemerintahan desa harus merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan-peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi dan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi serta harus memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat desa setempat dalam upaya mencapai tujuan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat jangka panjang, menengah dan jangka pendek.

  Peran BPD dalam mendukung tata penyelenggaraan Pemerintahan Desa 1. Fungsi Penyerapan Aspirasi

  Aspirasi dari masyarakat yang diserap oleh BPD dilakukan melalui mekanisme atau cara ; a.

  Penyampaian langsung kepada BPD Penyampaian aspirasi oleh warga kepada BPD tidak jarang pula dilakukan baik secara individu maupun bersama-sama dengan menyampaikan langsung kepada anggota BPD yang ada di lingkungannya (RW).

  b.

  Penyampaian melalui forum wargaBPD memperhatikan aspirasi dari masyarakat melalui forum-forum yang diadakan wilayah. c.

  Penyampaian melalui pertemuan tingkat desaPenyampaian aspirasi melalui forum rembug desa atau rapat koordinasi yang diselenggarakan oleh Pemerintah Desa. Pada forum ini pemerintah mengundang perwakilan dari masyarakat yaitu ketua RT/RW, tokoh agama, adat, masyarakat serta mengikut sertakan BPD guna membahas mengenai permasalahan maupun program yang sedang atau akan dijalankan oleh Pemerintah Desa.

  2. Fungsi Pengayoman Adat Pelaksanaan fungsi pengayoman adat oleh BPD dapat berjalan dengan baik apabila peran dari BPD dan juga kesadaran masyarakat yang cukup tinggi terhadap nilai-nilai sosial seperti musyawarah dalam menyelesaikan perselisihan yang timbul di dalam masyarakat tetap dijaga dan dipatuhi.

  3. Fungsi Legislasi Fungsi legislasi yang dilakukan oleh BPD mengacu kepada peraturan yang ada seperti PP 72 tahun 2006, Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 3 tahun

  2010 tentang Badan Permusyawaratan Desa, dimana pada Pasal 9 Perda tersebut dijelaskan bahwa BPD berwenang : a.

  Membahas rancangan peraturan desa bersama Kepala Desa; b. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan peraturan

  Kepala Desa; c. Mengusulkan pengesahan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa; d.

  Membentuk panitia pemilihan Kepala Desa; e. Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat; dan f.

  Menyusun tata tertib BPD.

  Proses pembuatan Peraturan Desa oleh BPD dapat dilakukan melalui proses penyerapan aspirasi dari warga. Proses tersebut dilakukan jika berkaitan dengan masyarakat atau yang akan melibatkan masyarakat. Pada pelaksanaannya, pembuatan Peraturan Desa usul dan inisiatif dapat muncul bergantian antara Pemerintah Desa dan BPD. Dalam pembuatan kebijakan desa, bargaining

  

position aktor yang terlibat di dalamnya sangat menentukan terhadap hasil

  kebijakan yang akan dikeluarkan. Semakin kuat bargaining position aktor pembuat kebijakan akan lebih dapat menentukan arah kebijakan yang dibuat.

  Dominasi bargaining position oleh salah satu aktor pembuat kebijakan akan menimbulkan kecenderungan arah kebijakan memihak pada aktor yang lebih dominan. Permasalahan akan muncul jika arah kebijakan lebih didominasi oleh pihak yang berseberangan dengan kepentingan publik atau warga.

  Pada pembuatan APBDes, pemerintah mengundang BPD dan tokoh-tokoh masyarakat untuk memberikan masukan mengenai materi yang akan dimasukkan dalam RAPBDes. RAPBDes yang telah disusun oleh pemerintah kemudian diserahkan kepada BPD untuk dibahas dan disetujui.

4. Fungsi Pengawasan

  Pengawasan terhadap pelaksanaan pemerintahan merupakan salah satu alasan terpenting mengapa BPD perlu dibentuk.Pengawasan oleh BPD terhadap pelaksanaan pemerintahan desa yang dipimpin Kepala Desa merupakan tugas BPD.Upaya pengawasan dimaksudkan untuk mengurangi adanya penyelewengan atas kewenangan dan keuangan desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.Konsistensi BPD dalam melakukan pengawasan terhadap bagaimana suatu program pemerintah, fungsi pemerintahan, peraturan dan keputusan yang telah ditetapkan bersama BPD dilaksanakan oleh Pemerintah Desa.

  Sikap Kepala Desa yang tidak otoriter dalam menjalankan kepemimpinannya menjadikan BPD mampu melaksanakan tugas dan kewenangannya untuk mewujudkan adanya pemerintahan yang baik dan berpihak kepada warga. BPD merupakan lembaga desa yang mempunyai kedudukan sejajar dengan Kepala Desa dan menjadi mitra Kepala Desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa terealisasi berdasarkan pengamatan BPD sering diikutsertakan dan didengarkan apa yang menjadi aspirasi dan masukannya.

F. Kepala Desa dan Peran Kepala Desa

  Kepala desa dipilih langsung oleh dan dari penduduk desa warga negara Indonesia yang memenuhi syarat.Kepala desa yang memperoleh suara terbanyak dalam pemilihan ditetapkan sebagai kepala desa. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi peluang kepada masyarakat hukum adat memilih kepala desa atau sebutan lain menurut hukum adatnya.

  Selain itu juga, tata carapemilihan baik pemilihan kepala desa di luar maupun di dalam masyarakat hukum adat akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah yang berpedoman pada peraturan pemerintah.

Dokumen yang terkait

Prosedur Pengujian Kendaraan Umum Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Karo Nomor 4 Tahun 2012 Ditinjau Dari Aspek Hukum Administrasi Negara (Studi Di Kabupaten Karo)

4 84 97

Prosedur Pemilihan Kepala Desa Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 (Studi Desa Kutambaru Kecamatan Munthe Kabupaten Karo)

1 67 82

Konstelasi Politik Dalam Pemilihan Kepala Desa (Studi Kasus : Pemilihan Kepala Desa Huta Ibus Kecamatan Lubuk Barumun Kabupaten Padang Lawas)

5 85 73

Persepsi dan Peran Serta Masyarakat terhadap Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Studi Kasus di Desa Kutambaru Kecamatan Munte Kabupaten Karo)

5 84 59

Proses Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Studi di Desa Pandanrejo Kecamatan Bumiaji Kota Batu Tahun 2015)

4 27 45

Perilaku Golput Masyarakat Dalam Pemilihan Kepala Desa di Desa Waringinsari Barat Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu

0 27 94

(Studi Pada Pemilihan Kepala Desa Marga Dadi Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2007)

1 18 94

Money Politic calon Kepala Desa dalam Proses Pemilihan Kepala Desa Putra Aji II Tahun 2011 di Kabupaten Lampung Timur

2 26 76

Evaluasi Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa Di Desa Lubuk Siam Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar

0 0 21

KATA PENGANTAR - Prosedur Pengujian Kendaraan Umum Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Karo Nomor 4 Tahun 2012 Ditinjau Dari Aspek Hukum Administrasi Negara (Studi Di Kabupaten Karo)

0 0 26