BAB II GAMBARAN UMUM PEMATANGSIANTAR - Pendidikan Seks” (Studi Deskriptif Mengenai Pendidikan Seks kepada Remaja Putri dalam Keluarga di Kelurahan Kristen, Pematangsiantar)

  

BAB II

GAMBARAN UMUM PEMATANGSIANTAR

2.1. Sejarah Singkat Pematangsiantar

  Sebelum proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, Pematangsiantar

  merupakan daerah kerajaan Siantar. Pematangsiantar yang berkedudukan di pulau Holing dan raja terakhir dari dinasti keturunan marga Damanik yaitu Tuan Sangnawaluh Damanik, yang memegang kekuasan sebagai raja tahun 1906.

  Disekitar Pulau Holing kemudian berkembang menjadi perkampungan tempat tinggal penduduk diantaranya Kampung Suhi Haluan, Siantar Kahean, Pantoan,Suhi Bah Bosar,dan Tomuan. Daerah-daerah tersebut kemudian menjadi daerah hukum Kota Pematangsiantar yaitu :

  1. Pulau Holing menjadi Kampung Pematang.

  2. Siantar Bayu menjadi Kampung Pusat Kota.

  3. Suhi Kahean menjadi Kampung Sipinggol-pinggol, Kampung Melayu, Martoba, Sukadame dan Bane.

  4. Suhi Bah Bosar menjadi Kampung Kristen, Karo, Tomuan, Pantoan, Toba dan Martimbang.

  Setelah Belanda memamusuki daerah Sumatera Utara, Simalungun menjadi Daerah kekuasaan Belanda sehingga pada tahun 1907 berakhirlah kekuasaan raja-raja. Controleur Belanda yang semula berkedudukan di perdagangan pada tahun 1907 dipindahkan ke Pematangsiantar. Sejak itu Pematangsiantar berkembang menjadi daerah yang banyak dikunjungi pendatang baru, Bangsa Cina mendiami Kawasan Timbang Galung dan Kampung melayu.

  Pada tahun 1910 didirikan Badan Persiapan Kota Pematangsiantar. Kemudian Pada tanggal 1 Juli 1917 berdasarkan Stad Blad No.285 Pematangsiantar berubah menjadi Geemente yang mempunyai otonomi sendiri. Sejak Januari 1939 berdasarkan Stad Blad No.717 berubah menjadi Geemente yang mempunyai Dewan.

  Pada jaman Jepang berubah menjadi Siantar Estate dan Dewan dihapus. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Pematangsiantar kembali menjadi daerah Otonomi. Berdasarkan UU No.22/1948 status geemente menjadi kota kabupaten Simalungun dan Walikota di rangkap oleh Bupati Simalungun sampai 1957.

  Berdasarkan UU No1/1957 berubah menjadi Kota Praja penuh dan dengan keluarnya UU No.18/1965 berubah menjadi Kotamadya, dan dengan keluarnya UU No.5/1974 Tentang pokok-pokok pemerintah di daerah berubah menjadi

   daerah tingkat II Pematangsiantar sampai sekarang.

  Dengan keluarnya UU Nomor 18/1965 berubah menjadi Kotamadya dan berdasarkan UU Nomor 5/1974, tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, resmi menjadi Kotamadya Pematangsiantar.Kota Pematangsiantar terdiri dari 8 kecamatan yaitu:

   Juni 2013, pukul 08.15)

1. Siantar Utara 2.

  Siantar Barat 3. Siantar Marihat 4. Siantar Martoba 5. Siantar Selatan 6. Siantar Timur 7. Siantar Sitalasari 8. Siantar Marimbun

  Dari 8 Kecamatan tersebut, Kelurahan Kristen yang menjadi lokasi penelitian penulis berada di Kecamatan Siantar Selatan. Tak ada yang mengetahui dengan jelas, mengapa kelurahan ini disebut Kelurahan Kristen. Namun menurut penuturan masyarakat setempat, hal ini dikarenakan mayoritas warga setempat

   merupakan pemeluk agama Kristen.

  Menurut Antonius Bungaran Simanjuntak (2010;159-161), penduduk asli kota Pematngsiantar adalah Batak Simalungun. Lalu, pada tahun 1900 diketahui bahwa mulai berdatangan penduduk pendatang, yaitu orang Cina dan Tamil (Keling). Tahun 1903, orang Batak dari selatan juga mulai datang, terutama orang Batak Mandailing, yang kemudian menetap di bagian utara Pulau Holing, yang sekarang bernama Kampung Timbang Galung dan Kampung Melayu. Kemudian, orang Batak Toba masuk sekitar tahun 1907 (sebagai akibat garis kebijaksanaan 27 pemerintah kolonial Belanda yang membutuhkan tenaga petani Batak Toba yang Monografi Kelurahan Kristen, 2012. dianggap sangat terampil dalam bertani di persawahan), dengan maksud untuk mencari tanah persawahan baru. Karena maksudnya bersawah, maka mereka menetap di pinggiran Kerajaan Siantar, yaitu kawasan arah ke Pematang Tanah Jawa dan arah ke Tapanuli Utara, yang sekarang bernama Kampung Kristen (bagian dari Bah Bosar). Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, sekarang ini di daerah Kampung Kristen yang mana mayoritas warganya adalah Batak Toba tidak lagi bertani, akan tetapi berdagang dan bekerja di kantor pemerintahan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).

2.1.1. Profil Kota Pematangsiantar

  Nama Resmi : Kota Pematangsiantar Ibukota : Pematangsiantar Provinsi : Sumatera Utara Batas Wilayah :

  • Utara : Kabupaten Simalungun • Selatan : Kabupaten Simalungun • Barat : Kabupaten Simalungun • Timur : Kabupaten Simalungun

  Luas Wilayah : 55,66 km² Jumlah Penduduk : 279.180 Jiwa Jumlah Kecamatan : 8

  Jumlah Kelurahan : 58

  Website

  Logo : (Sumber : Monografi Kelurahan Kristen, 2012)

2.1.2. Peta Wilayah Pematangsiantar Di bawah ini adalah merupakan peta wilayah kota Pematangsiantar.

  Peta ini menjelaskan mengenai perluasan wilayah kodya daerah tingkat II Pematangsiantar.

  (Sumber : Monografi Kelurahan Kristen, 2012)

2.2. Letak dan Keadaan Geografis

  Kelurahan Kristen ini merupakan salah satu kelurahan yang termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Siantar Selatan, Kotamadya Pematangsiantar, Propinsi Sumatera Utara. Jarak kelurahan ke kecamatan jauhnya adalah 0.5 km, dengan

  2

  luas kelurahan 37.5 km . Kelurahan Kristen ini mempunyai rasio terhadap luas kecamatan yaitu 75%. Maksud dan tujuan terbentuknya Kelurahan Kristen ini adalah untuk mempermudah serta melancarkan roda pemerintahan dan pembangunan serta membina masyarakat di segala bidang. Kelurahan Kristen ini berada di ketinggian <500 m dari permukaan laut. Wilayah Kelurahan Kristen ini memiliki batas-batas kelurahan sebagai berikut :

   Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Sukamaju/Sukamakmur

  Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Teladan

   Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Toba  Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Martimbang

   2.3. Pemerintahan

  Kelurahan Kristen merupakan kelurahan yang masuk ke dalam klasifikasi kelurahan swasembada. Di Kelurahan Kristen ini terdiri dari 2 lingkungan, 11 RT, dan 4 RW. Kelurahan Kristen ini memiliki 6 orang aparatur pemerintahan yang terdiri dari 2 laki-laki dan 4 perempuan. Keenam aparatur pemerintahan itu berpendidikan akhir dari SMA/SMK. Berikut ini adalah tabel daftar pejabat kelurahan yang pernah menjabat sebagai lurah :

  

Tabel 1

Daftar Pejabat Kelurahan yang Pernah Menjabat Sebagai Lurah

No. NAMA TAHUN

  1 G.M. Simanjuntak 1981 – 1990

  2 Poltak Siregar 1990 – 2001

  3 Risman Sihotang, SH 2001 – 2009

  4 Asman Sinaga 2009 - sekarang Sumber :Monografi Kelurahan Kristen, 2012.

2.4. Keadaan Penduduk Kelurahan Kristen ini memiliki jumlah penduduk sebanyak 2593 jiwa.

  Berikut ini adalah tabel data penduduk Kelurahan Kristen :

  

Tabel 2

Data Jumlah Penduduk dari Tahun 2008 – 2012

  No. Kelompok Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah Persentase 1 2008 1242 1321 2563 19,89% 2 2009 1238 1330 2568 19,93% 3 2010 1244 1334 2578 20% 4 2011 1262 1320 2582 20,04% 5 2012 1189 1487 2593 20,04%

  Sumber :Monografi Kelurahan Kristen, 2012.

  Dari data tabel di atas ini dapat diketahui bahwa dalam kurun waktu lima tahun terakhir, jumlah penduduk selalu bertambah setiap tahunnya. Menurut salah seorang aparatur pemerintah, hal ini dikarenakan banyaknya penduduk yang merupakan para pendatang dari kampung. Oleh karena itu, pertumbuhan jumlah penduduk pun semakin bertambah setiap tahunnya. Hal lain yang menjadi penyebabnya juga dikarenakan tingginya angka kelahiran di kelurahan tersebut.

  

Tabel 3

Data Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Etnik

  No Kelompok Etnik Jumlah Jiwa

  1 Batak Toba 2483

  2 Simalungun

  75

  3 Jawa

  14

  4 Nias

  21 Jumlah 2593 Sumber :Monografi Kelurahan Kristen, 2012.

  Berdasarkan tabel di atas, adapun persentase dari data jumlah penduduk berdasarkan kelompok etnik adalah Batak Toba (95%), Simalungun (2,89), Jawa (0,53), dan Nias (0,8%). Oleh karena itu, penduduk di Kelurahan Kristen ini mayoritas adalah beretnis Batak Toba (95%). Bahasa yang sering dipergunakan sehari-hari antar warga pun memakai bahasa Batak Toba sekalipun di Kelurahan tersebut terdapat etnis lain. Hubungan antar etnis pun terjalin dengan baik.

2.5. Sosial

2.5.1. Pendidikan

  Komposisi penduduk Kelurahan Kristen menurut pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

  

Tabel 4

Komposisi Penduduk Kelurahan Kristen Menurut Pendidikan

  No Jenis Pendidikan Jumlah Jiwa Persentase

  1 PAUD/TK 116 4,47 %

  2 SD 378 14,57%

  3 SMP 138 5,32%

  4 SMA/SMK 797 30,73%

  5 Perguruan Tinggi 42 1,62%

  6 Pendidikan Non Formal 3 0,12%

  7 Tamat Akademik/Sederajat 1119 43,15% Jumlah 2593 100% Sumber :Monografi Kelurahan Kristen, 2012.

  Masyarakat Kelurahan Kristen seluruhnya sudah mengecap pendidikan seperti terlihat dalam tabel di atas, sehingga masyarakat tidak lagi buta huruf dan bodoh. Paling tidak masyarakat di Kelurahan Kristen ini sudah dapat membaca dan menulis. Para orangtua berusaha agar anak-anak mereka dapat bersekolah dan mendapatkan kehidupan yang lebih baik lagi.

  2.5.2. Kesehatan

  Kelurahan Kristen telah ditata dengan rapi dan bersih. Rumah-rumah penduduk sudah memenuhi syarat-syarat perumahan yang sehat. Di samping itu juga sudah memiliki prasarana dan sarana rumah tangga yang cukup memadai. Bentuk- bentuk rumah penduduk hampir secara keseluruhan berbentuk permanen, artinya sebagian besar rumah-rumah yang mereka tempati tersebut telah dapat dikatakan layak huni atau telah sesuai dengan standar kesehatan yang ada. Dengan kondisi sarana sanitasi yang lengkap baik dari segi penyediaan air yaitu air leading (PDAM), sarana PLN yang sangat memadai, kondisi lingkungan tempat tinggal yang bersih dan juga sarana-sarana pendukung lainnya seperti, adanya 3 posyandu dan seorang bidan. Setiap tahunnya, rutin diadakan pengasapan

  

(fogging) di setiap rumah-rumah penduduk. Hal ini disebabkan beberapa tahun

terakhir, ada beberapa anak yang terkena demam berdarah.

  2.5.3. Agama

  Penduduk di Kelurahan Kristen ini mayoritas adalah beragama Kristen Protestan. Meskipun demikian, antar umat beragama di daerah ini tetap terjalin dengan baik. Berikut ini adalah data penduduk berdasarkan agama :

  

Tabel 5

Data Penduduk berdasarkan Agama

  No Agama Jumlah Persentase

  1 Kristen Protestan 2503 96,53%

  2 Katolik 78 3,01%

  3 Islam 5 0,19%

  4 Lainnya 7 0,27% Jumlah 2593 100% Sumber :Monografi Kelurahan Kristen, 2012.

2.6. Sarana dan Prasarana

  Prasarana dan sarana sosial yang cukup memadai dapat meningkatkan kehidupan sosial masyarakat dalam segala bidang. Demikian juga halnya Kelurahan Kristen yang sudah memiliki berbagai prasarana dan sarana yang cukup baik. Berikut ini adalah tabel yang menjelaskan tentang prasarana dan sarana di Kelurahan Kristen :

2.6.1. Prasarana Pendidikan

  Prasarana pendidikan yang terdapat di Kelurahan Kristen ini dapat dikatakan cukup lengkap. Hal ini terlihat dengan banyaknya sekolah-sekolah baik dari TK hingga Sekolah Menengah Tingkat Atas. Sehingga dengan demikian masyarakat yang ada di wilayah ini dengan mudah menyekolahkan anak-anaknya sesuai dengan jenjang tingkatan pendidikan yang diikutinya.

  2.6.2. Prasarana Ibadah

  Fasilitas agama yang terdapat di daerah ini kurang lengkap, karena hampir disetiap pemukiman penduduk tempat ibadah yang ada hanya gereja, karena umumnya masyrakat yang ada di daerah ini beragama Kristen. Meskipun demikian, ada sebuah mesjid yang berada tidak jauh dari Kelurahan Kristen ini, sehingga warga yang beragama Islam dapat beribadah disana. Masing-masing masyarakat yang menganut kepercayaan yang berbeda-beda tersebut menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinannya masing-masing tanpa terjadi perpecahan antara satu dengan yang lainnya. Toleransi umat dalam beragama di wilayah ini sangat tinggi diantara penganut–penganut kepercayaan yang berbeda- beda meskipun mayoritas penduduk setempat adalah beragama Kristen.

  2.6.3. Prasarana Transportasi

  Prasarana transportasi yang terdapat di Kelurahan Kristen sudah cukup memadai. Jalan yang yang tersedia di Kelurahan Kristen ini terdiri dari jalan kampung dan gang yang jalannya sudah berbentuk jalan aspal, terdapatnya transportasi darat, jembatan, penerangan (lampu jalan), dan saluran pembuangan.

  Sarana transportasi darat lainnya seperti becak, angkutan umum sudah banyak ditemui di Kelurahan Kristen. Masyarakat disini tidak mengalami kesulitan dalam hal sarana transportasi karena di tempat ini sudah sangat banyak dan bermacam- macam sarananya.

2.6.4. Prasarana Kesehatan

  Di daerah ini terdapat tiga buah posyandu yang siap membantu dan melayani masyarakat. Di kelurahan ini tidak terdapat puskesmas, namun ada sebuah puskesmas yang tidak jauh dari Kelurahan ini yang merupakan bagian dari kelurahan lain. Dengan demikian, masyarakat tetap dapat berobat ke puskesmas tersebut.

2.7. Organisasi Sosial

  Masyarakat yang ada di kawasan Kelurahan Kristen ini umumnya berasal dari etnis suku yang berbeda-beda. Ada yang bersuku Batak, Jawa, Nias, dan Simalungun. Kondisi masyarakat yang beranekaragam dengan budaya yang berbeda–beda dari masing-masing penduduk tidak ada perbedaan diantara anggota mayarakat. Mereka terlihat hidup rukun antara satu dengan yang lainnya dan jarang terlihat pertikaian yang terjadi di antara mereka. Pada umumnya dalam kehidupan sosial masyarakat di wilayah ini sejak kecil sampai tua selalu dihadapkan kepada aturan-aturan yang dipakai dan diakui oleh masyarakat sebagai hal- hal yang benar, kurang benar, atau salah dalam bertingkah laku.

  Peraturan atau ketentuan bertingkah laku dalam masyarakat biasanya tidak tertulis yaitu merupakan kebiasaan-kebiasaan. Pendidikan yang pertama sekali di dapat anak adalah dari keluarga, yaitu dari ibu, ayah, dan anggota keluarga lainnya. Semakin bertambah umur makin meluaslah pergaulan anak, seperti teman-teman sepermainan, para tetangga, sekolah dan masyarakat. Di daerah Kelurahan Kristen ini terdapat perkumpulan atau organisasi sosial dalam wilayah tempat tinggal yaitu seperti kegiatan arisan, gotong royong, dengan mengikuti perkumpulan-perkumpulan tersebut hubungan antar warga menjadi akrab, karena akrabnya hubungan di antara warga maka mereka mengetahui sifat-sifat, tingkah laku penduduk/masyarakat yang ada di sekitarnya. Dalam pergaulan atau hubungan di antara masyarakat pada umumnya menggunakan bahasa Indonesia dan Batak Toba, walaupun ada juga penduduk yang menggunakan bahasa daerah yang lain bila berinteraksi dan juga berkomunikasi dengan tetangganya, akan tetapi hal itu dikarenakan penduduk tersebut sama-sama berasal dari suku/etnis yang sama misalnya saja antara suku Batak Simalungun dengan sesama suku Batak Simalungun, suku Jawa dengan sesama suku Jawa.

  Tolong-menolong masih merupakan ciri yang menonjol dari masyarakat, Adanya sifat tolong-menolong menunjukkan bahwa setiap warga saling membutuhkan warga lainnya. Saling tolong-menolong ini menyebabkan adanya kerukunan di antara warga. Oleh karena itu, terciptalah suatu organisasi social yang disebut Serikat Tolong-menolong oleh warga setempat. Hubungan tolong- menolong dalam wilayah ini biasanya dalam bentuk keuangan, pesta atau upacara dalam aktifitas rumah tangga dan sebagainya.

  Meskipun mereka hidup di perkotaan tetapi sifat tolong-menolong masih kuat, mereka saling membantu baik dengan tetangga ataupun dengan kerabat yang ada di tempat lain. Apabila dalam keluarga atau salah satu anggota keluarga ada yang secara mendadak sakit keras, mereka minta bantuan kepada kerabat, tetangga, teman, dan lain sebagainnya. Di dalam masyarakat orang dapat hidup bersama-sama dengan kelompok orang-orang secara akrab, meskipun demikian sebagai akibat adanya hubungan secara terus-menerus maka pada suatu saat terjadi juga persaingan dan konflik kontak dan hubungan merupakan landasan dari semua proses sosial.

  Di kelurahan ini juga terdapat organisasi remaja yakni, biasanya disebut

  

  dengan Naposo Bulung . Ada yang berbeda dari daerah-daerah lainnya, organisasi sosial di kelurahan ini hanya dilakukan satu kali setahun. Dengan kata lain, organisasi ini bukan organisasi menetap. Organisasi ini akan terbentuk pada saat menjelang hari raya umat Kristiani yakni sekitar bulan Oktober. Para remaja akan berkumpul dan membentuk suatu kepanitian untuk mempersiapkan acara Natal di kelurahan tersebut.

  Remaja-remaja ini akan berkumpul setiap minggunya pada malam minggu di tempat yang telah ditentukan oleh mereka. Saat berkumpul, mereka akan berbincang-bincang dan sesekali akan bergurau satu sama lain. Tak dipungkiri, terkadang diantara mereka ada yang menjalin hubungan lebih dari sekedar berteman (berpacaran). Dalam hal ini, mereka menyebutnya dengan sebutan

  

martina (marallet tikki natal) . Di dalam organisasi ini, para remaja bergaul

  dengan lawan jenis mereka sesuai dengan ajaran agama mereka. Menurut mereka, pacaran yang benar itu tidak harus berpegangan tangan ataupun berciuman seperti remaja sekarang ini. Banyak dari para remaja ini yang mengaku bahwa, mereka takut jika mereka melanggar aturan agama yang nantinya dapat membuat mereka 28 dikeluarkan dari gereja seperti beberapa remaja yang ada di kelurahan mereka.

  

Naposo bulung adalah sebutan untuk organisasi social yang dimiliki para remaja. Naposo berarti

29 muda dan bulung berarti orang yang berarti orang muda.

  

Martina (marallet tikki natal) berarti berpacaran saat hari natal. Sebutan ini berlaku pada para remaja yang menjalin hubungan pacaran dengan lawan jenisnya saat menjelang hari natal maupun saat harti natal. Meskipun demikian, ada juga yang tidak menghiraukan ajaran agama yang dianut mereka, sehingga menyebabkan mereka dikeluarkan dari gereja. Dengan kata lain,

   pasangan remaja tersebut dikenai HSG (Hukum Siasat Gereja) .

  Contoh kasus dari remaja putri yang dikenakan HSG ini adalah Dian (nama samaran, 25 tahun). Saat itu Dian berusia 16 tahun dan ia dikenakan sanksi dari Hukum Siasat Gereja dikarenakan ia hamil diluar nikah. Oleh sebab itu, Dian terpaksa harus keluar dari gerejanya. Dengan kata lain, ia bukan lagi bagian dari anggota gereja tersebut, dan apabila terjadi sesuatu hal dengan dirinya, maka gereja tidak akan ikut campur, misalnya saat ia meninggal nanti atau ia menikah nantinya. Untuk itu selang beberapa tahun dari dikeluarkannya ia dari gereja tersebut, ia pun mencari gereja yang mau menerimanya. Ia pun berpindah gereja ke karismatik.

30 HSG (Hukum Siasat Gereja) adalah suatu aturan yang dimiliki oleh suatu gereja yang akan

  

diberikan kepada anggota gerejanya yang melanggar aturan tersebut, mis : hamil di luar nikah,

bunuh diri, dll

Dokumen yang terkait

Persepsi Ayah dan Ibu Tentang Pendidikan Seks Bagi Remaja Putra Dan Putri Di Kelurahan Sitataring Kecamatan Batang Ayumi Julu Kota Padangsidimpuan Tahun 2015

1 49 124

Pendidikan Seks” (Studi Deskriptif Mengenai Pendidikan Seks kepada Remaja Putri dalam Keluarga di Kelurahan Kristen, Pematangsiantar)

1 45 109

Komunikasi Remaja Pelaku Seks Pranikah (Studi Kasus Pada Remaja Putri Pelaku Seks Pranikah Di Lingkungan XXII Kelurahan Helvetia Tengah Kecamatan Medan Helvetia)

1 74 100

Persepsi Masyarakat Melayu Tentang Pendidikan Seks bagi Remaja di Lingkungan III Kelurahan Tanjung Pura Tahun 2011

1 41 60

Perilaku Keluarga Terhadap Pendidikan Seks Bagi Remaja Di Kelurahan Sibuluan Nauli Sibolga Tahun 2010

0 45 63

Komunikasi Antar Pribadi Ibu Dan Remaja Putri Terhadap Pengetahuan Pendidikan Seks Remaja Putri (Studi Korelasional Pengaruh Komunikasi Antar Pribadi Ibu dan Remaja Putri terhadap Pengetahuan Pendidikan Seks Remaja Putri di SMU Sultan Iskandar Muda

1 45 92

Peranan Pendidikan Moral dalam Keluarga terhadap Perkembangan Kepribadian Remaja

0 5 87

Komunikasi Interaksional Orang Tua Pada Anak Usia Sekolah Dasar di Kota Bandung dalam Menyampaikan Pendidikan Seks (Studi Deskriptif Tentang Komunikasi Interaksional Orang Tua pada Anak Usia Sekolah Dasar di Kota Bandung dalam Menyampaikan Pendidikan Seks

0 26 113

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Persepsi - Persepsi Ayah dan Ibu Tentang Pendidikan Seks Bagi Remaja Putra Dan Putri Di Kelurahan Sitataring Kecamatan Batang Ayumi Julu Kota Padangsidimpuan Tahun 2015

0 0 27

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Persepsi Ayah dan Ibu Tentang Pendidikan Seks Bagi Remaja Putra Dan Putri Di Kelurahan Sitataring Kecamatan Batang Ayumi Julu Kota Padangsidimpuan Tahun 2015

0 0 10