Pendidikan Seks” (Studi Deskriptif Mengenai Pendidikan Seks kepada Remaja Putri dalam Keluarga di Kelurahan Kristen, Pematangsiantar)

(1)

PENDIDIKAN SEKS

(Studi Deskriptif Mengenai Pendidikan Seks kepada Remaja Putri dalam Keluarga di Kelurahan Kristen, Pematangsiantar)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Sosial

dalam bidang Antropologi

Oleh

Marlina Irene Hutagalung 090905046

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERNYATAAN ORIGINALITAS

Pendidikan Seks (Studi Deskriptif Mengenai Pendidikan Seks kepada Remaja Putri dalam Keluarga di Kelurahan Kristen, Pematangsiantar)

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya nyatakan di sini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan gelar kesarjanaan saya.

Medan, September 2013


(3)

ABSTRAK

Marlina Irene Hutagalung, 2013. Judul skripsi: Pendidikan Seks (Studi Deskriptif Mengenai Pendidikan Seks kepada Remaja Putri dalam Keluarga di Kelurahan Kristen, Pematangsiantar). Skripsi terdiri dari 5 Bab, 109 halaman dan 5 tabel.

Tulisan ini mengkaji mengenai bagaimana pendidikan seks itu diberikan kepada remaja putri di dalam sebuah keluarga. Adanya kebutuhan orang untuk dapat memahami seks dengan baik dan benar merupakan petunjuk bahwa pendidikan seks itu diperlukan. Seperti kita ketahui, masyarakat selalu berkembang dan mengalami perubahan, termasuk perubahan nilai dan moralitas serta pandangan terhadap seks.

Penelitian ini dilakukan di sebuah kelurahan yang bernama Kelurahan Kristen. Kelurahan ini berada di kota Pematangsiantar, Sumatera Utara. Mayoritas penduduk di kelurahan ini adalah beretnis Batak Toba dan memiliki agama Kristen Protestan.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Dengan tahapan penelitian pra-lapangan, pekerjaan lapangan, analisis data, dan diakhiri dengan tahap penulisan laporan penelitian. Metode ini digunakan agar mampu menghasilkan data-data deskriptif mengenai pendidikan seks kepada remaja putri dalam keluarga. Teknik pengumpulan data yang digunakan ialah melalui wawancara dan observasi kepada masyarakat terkait masalah penelitian.

Permasalahan yang dibahasadalah bagaimana pengertian seks yang dipahami oleh remaja putri dan keluarganya, darimana orangtua dan remaja putri mendapatkan informasi tentang pendidikan seks sertaapa saja kendala (tantangan) yang dihadapi dalam penerapan pendidikan seks kepada remaja putri dalam keluarga di Kelurahan Kristen tersebut.

Kesimpulann yang diperoleh dari penelitian ini adalah pendidikan seks yang dipahami oleh remaja putri dan keluarganya adalah pembelajaran mengenai seks yang diberikan kepada seseorang seperti pembelajaran mengenai organ-organ tubuh yang berhubungan dengan seks, norma-norma yang berhubungan dengan seks, dan lain-lain. Informasi mengenai pendidikan seks yang diperoleh oleh remaja putri sebagian besar diperoleh dari keluarga mereka, dari media infomasi dan teknologi seperti internet, media cetak, dan televisi serta dari pelajaran di sekolah. Adapun kendala yang dihadapi dalam penerapan pendidikan seks ini adalah semakin maraknya pengaruh negatif yang diberikan oleh kemajuan teknologi, pengaruh lingkungan, serta kurangnya komunikasi antara orangtua dan putrinya.


(4)

UCAPAN TERIMA KASIH

Saya menyadari, penulisan skripsi dengan judul “Pendidikan Seks” (Studi Deskriptif Mengenai Pendidikan Seks kepada Remaja Putri dalam Keluarga di Kelurahan Kristen, Pematangsiantar) ini sangat jauh dari harapan karena keterbatasan pengetahuan yang dimiliki. Disamping itu begitu banyaknya kendala-kendala yang sering menghadang yang mewarnai konsentrasi saya dalam memaksimalkan usahanya. Saya juga menyadari bahwa untuk saat ini, inilah hasil maksimal yang dapat disumbangkan walau senantiasa tersisipkan kekurangan dan kelemahan. Lembar ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya ini sayadidedikasikan kepada orang-orang terkasih yang selalu membantu dan mendukung saya dalam menyelesaikan kuliah di Jurusan Antropologi Sosial Universitas Sumatera Utara. Rasa senang, sedih, kecewa, putus harapan, puas, bahagia, takut, cemas semua saya rasakan selama penyelesaian skripsi ini. Saya bersyukur telah melalui tahap yang paling berkesan selama berkuliah. Terima kasih tak terhingga ini saya tujukan pertama kepada Tuhan Yesus Kristus. Saya menyadari bahwa janji Tuhan dalam Yeremia 29:11 yang adalah Ya dan Amin tergenapi dalam skripsi ini. “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.” (Yeremia 29:11). Tanpa-Nya semua sia-sia. Amin.


(5)

Saya juga ingin mengucapkan terima kasih tak terhingga untuk orang tuaku terkasih, bapak saya, Alm. Arlen Hutagalung dan mama saya, Iriana

br.Lumbantobing yang selalu setia mendukung dan memberi kepercayaan serta

cinta dan pengorbanan terbesar dalam hidup saya agar terus berjuang dan menjadi yang terbaik. Skripsi ini spesial saya persembahkan buat alm. bapak saya yang telah pergi ke Surga sebelum melihat saya memperoleh gelar ini. “Boru sayang bapak, skripsi ini buat bapak, boru persembahkan”, dan tak lupa kepada abang saya seorang dan satu-satunya di dunia ini, Marthin Hutagalung. Terima kasih atas semangat, omelan dan segala dukungan materi yang telah diberikan. Saya merasa bangga memiliki saudara laki-laki terbaik dan terhebat seperti bang Marthin.

Terima kasih juga saya ucapkan kepada dosen pembimbing skripsi saya,

Ibu Dra. Nita Savitri, M.Hum. Beliau tidak hanya sekedar dosen pembimbing

yang telah banyak memberikan ilmu, waktu, dan perhatian serta bimbingannya kepada saya mulai dari awal penyusunan proposal sampai akhir penyelesaian skripsi ini, tetapi juga seorang motivator inspiratif bagi saya. Terima kasih atas semangat dan kesabarannya dalam membimbing skripsi saya. Jasa besar beliau akan selalu saya ingat. Saya pun ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, dan Ketua Departemen Antropologi, Bapak Dr. Fikarwin Zuska serta Bapak

Agustrisno, MSP selaku Sekretaris Departemen Antropologi yang selalu

memberikan dukungan dan motivasi selama perkuliahan saya di kampus ini serta dengan bijaksana memberikan arahan bagi saya.


(6)

Saya juga mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen Penasehat Akademik saya, Ibu Dra. Tjut Syahriani, M.Soc.Sc yang sekaligus menjadi ketua penguji seminar proposal saya dan yang selalu memberikan saran serta motivasi selama masa perkuliahan saya. Terima kasih juga saya ucapkan kepada seluruh

staf pengajar Departemen Antropologi Sosial FISIP USU yang telah

memberikan begitu banyak ilmu, wawasan serta pengetahuan baru bagi saya selama masa perkuliahan. Demikian juga kepada staf administrasi Departemen Antropologi Kak Nurhayati dan staf bagian Pendidikan Kak Sofi yang dengan baik hati selalu memberikan informasi dan membantu saya mengurus surat-surat yang saya butuhkan terkait skripsi saya.

Tak lupa, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Lurah Kelurahan Kristen, Bapak Asman Sinaga yang telah memberikan saya izin untuk melakukan penelitian dan membantu saya dalam memberikan informasi terkait skripsi saya serta seluruh informan, Ibu Siregar, Bapak Sinaga, Tante Lusi, Namboru Mida,

Dion Purba, Tika Panggabean, Gerta Sinaga, Widia Sinaga dan Ibu Silaen

yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk saya wawancarai dan berbagi informasi. Terima kasih buat dukungan yang diberikan kepada saya, tanpa kalian semua skripsi saya tidak akan selesai.

Pada kesempatan ini saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada kerabat-kerabat mahasiswa/i Antropologi FISIP USU angkatan 2009 (ANTRO

CONECTION) atas pengalaman-pengalaman tak terlupakan selama masa

perkuliahan, terutama kepada Odong-Odong Community Together (Sentani,


(7)

omelan-omelan kecilnya terkait masalah proposal dan skripsiku dan tak henti-hentinya memberi semangat dan Yohana yang sudah mau berbagi informasi terkait sistem penulisan skripsi dan teman-teman yang tak dapat kusebutkan satu per satu namanya. Begitu juga kepada senior-senior saya terima kasih banyak buat motivasi dan bantuannya serta junior-junior saya semuanya. Kalian semua adalah saudara dan keluarga buat saya.

Terima kasih sebanyak-banyaknya kepada Someone special saya,

Fernando Sijabat buat waktu, tenaga, pikiran, maupun materi yang diberikan

buat saya mulai dari pengajuan judul sampai selesainya skripsi ini. Terima kasih telah mau berbagi tawa dan air mata selama penyelesaian skripsi ini. Semangat yang kamu berikan telah membuat saya bangkit dari keterpurukan. Tanpamu mungkin saya tidak bisa menyelesaikan skripsi ini dan tak lupa juga kepada

sahabat-sahabat say

adekku Ing mayfa (si ndut), Bagus (si Karo-Karo), dan Ivran (si Gultom).

Terima kasih buat dukungan dan semangat yang kalian berikan selama penyelesaian skripsi saya. Terima kasih juga buat suka-duka kebersamaan yang kita jalani selama ini. Kalian adalah keluarga saya yang takkan terlupakan.

Terima kasih kepada sahabat doaku ada Kak Sairama, kak Vina, Novi,

bang Frengky (PKK PIPA-ku). Terima kasih buat doa-doa dan semangat dari

kalian untuk saya. Kalian yang terbaik !! Dan juga kepada My best friend forefer (my BFF), Rini Ariyani Purba (si Ibu Bidan), Vita Riahni Saragih (si Lemot

cuittt), dan Desy Sitorus (Despok teman kecilku). Terima kasih buat semangat


(8)

pihak yang tidak dapat saya tuliskan satu per satu, yang telah membantu saya dalam pembelajaran selama studi hingga penyelesaian skripsi, saya ucapkan terima kasih. Kiranya Tuhan Yang Maha Kuasa membalas seluruh kebaikan yang telah saya terima selama ini.

Saya yakin bahwa masih banyak hal-hal yang kurang dalam penulisan skripsi ini. Kiranya saya berharap akan adanya saran, masukan, kritik bagi skripsi ini, sehingga tercapainya suatu tulisan yang baik dan berguna bagi pihak-pihak yang memerlukannya.

Medan, September 2013 Penulis,


(9)

RIWAYAT HIDUP

Marlina Irene Hutagalung, lahir pada tanggal 16 Mei 1991 di Pematangsiantar, Sumatera Utara. Anak kedua dari 2 (dua) bersaudara dari pasangan Alm. Arlen Hutagalung dan Iriana br.Lumbantobing. Menyelesaikan pendidikan dasar di SD NEGERI 122335 P.Siantar pada tahun 2003, Sekolah Menengah Pertama di SMPN3 P.Siantar pada tahun 2006 dan Sekolah Menengah Atas di SMAN3 P.Siantar tahun 2009. Kemudian pada tahun 2009 melanjutkan pendidikan ke jenjang Perguruan Tinggi di Universitas Sumatera Utara dengan spesifikasi Ilmu Antropologi Sosial. Alamat ema

Berbagai kegiatan yang dilakukan selama masa studi, antara lain :

• Koordinator Litbang Laboratorium Antropologi USU di tingkat mahasiswa, yaitu sebuah organisasi minat dan bakat mahasiswa pada tahun2011.

• Anggota Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) Antropologi USU pada tahun 2011.

• Mengikuti Seminar “Roadshow Film Dokumenter dan Diskusi Publik Crossing Boundaries” pada tahun 2010.


(10)

• Mengikuti Seminar Pemuda “Menjadi Generasi yang Kreatif dan Inovatif Lewat Potensi Diri untuk Membangun Bangsa dan Negara” pada tahun 2011

• Mengikuti Seminar Nasional “Inventaris Kain Tenun, Hion Simalungun di Sumatera Utara” pada tahun 2011

• Mengikuti Pelatihan “Training of Facilitator” angkatan I oleh Departemen Antropologi Sosial USU pada tahun 2012.


(11)

KATA PENGANTAR

Judul skripsi ini adalah “Pendidikan Seks” (Studi Deskriptif Mengenai Pendidikan Seks kepada Remaja Putri dalam Keluarga di Kelurahan Kristen, Pematangsiantar). Skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di Departemen Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini berisi kajian yang berdasarkan hasil wawancara dan observasi dengan masyarakat yang tinggal di Kelurahan Kristen. Skripsi ini membahas mengenai bagaimana pendidikan seks itu diberikan kepada remaja putri di dalam sebuah keluarga. Adanya kebutuhan orang untuk dapat memahami seks dengan baik dan benar merupakan petunjuk bahwa pendidikan seks itu diperlukan. Seperti yang diketahui, masyarakat selalu berkembang dan mengalami perubahan, termasuk perubahan nilai dan moralitas serta pandangan terhadap seks. Seks memang merupakan bahan pembicaraan yang peka. Di satu pihak ia sangat dibutuhkan, tetapi di pihak lain orang berusaha menutup-nutupinya.

Adapun pendidikan seks yang dipahami oleh remaja putri dan keluarganya adalah pembelajaran mengenai seks yang diberikan kepada seseorang seperti pembelajaran mengenai organ-organ tubuh yang berhubungan dengan seks, norma-norma yang berhubungan dengan seks, dan lain-lain. Pendidikan seks yang dipahami tersebut masih jauh dari apa yang diharapkan. Secara tidak langsung, remaja putri masih belum paham apa sebenarnya seks itu.


(12)

Banyak media yang memberikan informasi mengenai pendidikan seks ini, namun sebagian besar tidak memberikan informasi yang benar. Hal ini tentu saja menjadi pengaruh yang buruk bagi para remaja saat ini. Sifat ingin tahu yang dimiliki para remaja putri ini membuat mereka selalu mencari tahu jawaban akan pertanyaan-pertanyaan terkait masalah seks. Hal ini pun membuat kekhawatiran tersendiri bagi para orang tua. Kesalahan informasi yang didapat oleh remaja-remaja putri ini sangat berakibat buruk yang nantinya dapat merugikan remaja-remaja itu sendiri.

Pada tulisan ini, saya juga membuat daftar pustaka dan lampiran-lampiran seperti pedoman wawancara, peta lokasi penelitian, surat penelitian, serta gambar-gambar di lokasi penelitian. Saya yakin akan adanya kekurangan dari skripsi ini, sehingga saya akan dengan senang hati menerima saran, masukan, dan kritikan agar terciptanya suatu skripsi yang baik dan berguna bagi masyarakat. Demikian pengantar dari saya, semoga skripsi ini bermanfaat memberikan kontribusi demi kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, September 2013

Penulis,


(13)

DAFTAR ISI

Halaman persetujuan ... Halaman pengesahan ...

Pernyataan originalitas ... i

Abstrak ... ii

Ucapan terimakasih ... iii

Riwayat hidup ... viii

Kata pengantar ... x

Daftar isi ... xii

Daftar tabel ... xiv

Lampiran ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian……….. 1

1.2 Tinjauan Pustaka ... 10

1.3 Perumusan Masalah……… 17

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian……….. 17

1.5 Lokasi Penelitian...………... 18

1.6 Metode Penelitian………... 18

1.6.1 Tipe Penelitian...……….... 18

1.6.2 Teknik Pengumpulan Data……… 19

1.6.3 RangkaianPengalaman di Lapangan………. 23

BAB II GAMBARAN UMUM KELURAHAN KRISTEN 2.1 Sejarah Singkat Pematangsiantar ... 33

2.1.1 Profil Kota Pematangsiantar ... 37

2.1.2 Peta Wilayah Pematangsiantar ... 38

2.2 Letak dan Keadaan Geografis ... 39

2.3 Pemerintahan ... 39

2.4 Keadaan Penduduk ... 40

2.5 Sosial ... 42

2.5.1 Pendidikan ... 42

2.5.2 Kesehatan ... 43

2.5.3 Agama ... 43

2.6 Sarana dan Prasarana... 44

2.7.1 Sarana Pendidikan ... 44

2.7.2 Sarana Ibadah ... 45

2.7.3 Sarana Transportasi ... 45

2.7.4 Sarana Kesehatan ... 46


(14)

BAB III PENDIDIKAN SEKS DAN MEDIA INFORMASI

3.1 Pendidikan Seksualitas ... 50

3.1.1 Pentingnya Pendidikan Seks ... 53

3.1.2 Tujuan Pendidikan Seks ... 55

3.2 Media Informasi ... 56

3.2.1 Sosial ... 56

3.2.1.1 Keluarga ... 56

3.2.1.2 Lingkungan ... 59

3.2.1.3 Agama ... 60

3.2.1.3.1 Gereja Karismatik ... 61

3.2.1.3.2 Hukum Siasat Gereja (HSG) ... 62

3.2.2 Media Massa dan Teknologi ... 66

BAB IV PERILAKU SEKSUAL DAN TANTANGAN 4.1 Perilaku Seksual Pada Remaja ... 69

4.1.1 Pengaruh Pendidikan Seks Terhadap Seks Pranikah Pada Remaja 72 4.2 Tantangan dalam Penerapan Pendidikan Seks ... 76

4.2.1 Faktor Internal ... 79

4.2.2 Faktor Eksternal ... 82

BAB V PENUTUP ... 85

5.1 Kesimpulan ... 85

5.2 Saran... ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 89


(15)

DAFTAR TABEL

TABEL 1: Daftar Pejabat Kelurahan yang Pernah Menjabat Sebagai Lurah ... 40 TABEL 2: Data Jumlah Penduduk dari Tahun 2008 – 2012... 40 TABEL 3: Data Jumlah Berdasarkan Kelompok Etnik... 41 TABEL 4: Komposisi Penduduk Kelurahan Kristen Menurut Pendidikan... 42 TABEL 3: Data Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama... 44


(16)

LAMPIRAN

Daftar interview guide Daftar Nama Informan Foto

Surat Izin Penelitian dari Universitas Surat Balasan dari Kelurahan

Peta Kelurahan Kristen, Pematangsiantar


(17)

ABSTRAK

Marlina Irene Hutagalung, 2013. Judul skripsi: Pendidikan Seks (Studi Deskriptif Mengenai Pendidikan Seks kepada Remaja Putri dalam Keluarga di Kelurahan Kristen, Pematangsiantar). Skripsi terdiri dari 5 Bab, 109 halaman dan 5 tabel.

Tulisan ini mengkaji mengenai bagaimana pendidikan seks itu diberikan kepada remaja putri di dalam sebuah keluarga. Adanya kebutuhan orang untuk dapat memahami seks dengan baik dan benar merupakan petunjuk bahwa pendidikan seks itu diperlukan. Seperti kita ketahui, masyarakat selalu berkembang dan mengalami perubahan, termasuk perubahan nilai dan moralitas serta pandangan terhadap seks.

Penelitian ini dilakukan di sebuah kelurahan yang bernama Kelurahan Kristen. Kelurahan ini berada di kota Pematangsiantar, Sumatera Utara. Mayoritas penduduk di kelurahan ini adalah beretnis Batak Toba dan memiliki agama Kristen Protestan.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Dengan tahapan penelitian pra-lapangan, pekerjaan lapangan, analisis data, dan diakhiri dengan tahap penulisan laporan penelitian. Metode ini digunakan agar mampu menghasilkan data-data deskriptif mengenai pendidikan seks kepada remaja putri dalam keluarga. Teknik pengumpulan data yang digunakan ialah melalui wawancara dan observasi kepada masyarakat terkait masalah penelitian.

Permasalahan yang dibahasadalah bagaimana pengertian seks yang dipahami oleh remaja putri dan keluarganya, darimana orangtua dan remaja putri mendapatkan informasi tentang pendidikan seks sertaapa saja kendala (tantangan) yang dihadapi dalam penerapan pendidikan seks kepada remaja putri dalam keluarga di Kelurahan Kristen tersebut.

Kesimpulann yang diperoleh dari penelitian ini adalah pendidikan seks yang dipahami oleh remaja putri dan keluarganya adalah pembelajaran mengenai seks yang diberikan kepada seseorang seperti pembelajaran mengenai organ-organ tubuh yang berhubungan dengan seks, norma-norma yang berhubungan dengan seks, dan lain-lain. Informasi mengenai pendidikan seks yang diperoleh oleh remaja putri sebagian besar diperoleh dari keluarga mereka, dari media infomasi dan teknologi seperti internet, media cetak, dan televisi serta dari pelajaran di sekolah. Adapun kendala yang dihadapi dalam penerapan pendidikan seks ini adalah semakin maraknya pengaruh negatif yang diberikan oleh kemajuan teknologi, pengaruh lingkungan, serta kurangnya komunikasi antara orangtua dan putrinya.


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Penelitian ini mengkaji mengenai bagaimana pendidikan seks itu diberikan kepada remaja putri di dalam sebuah keluarga. Adanya kebutuhan orang untuk dapat memahami seks dengan baik dan benar merupakan petunjuk bahwa pendidikan seks itu diperlukan. Seperti kita ketahui, masyarakat selalu berkembang dan mengalami perubahan, termasuk perubahan nilai dan moralitas serta pandangan terhadap seks. Seks memang merupakan bahan pembicaraan yang peka. Di satu pihak ia sangat dibutuhkan, tetapi di pihak lain orang berusaha menutup-nutupinya. Seks bukan hal yang tabu, apalagi jika dibicarakan di dalam keluarga, antara orangtua dan anak-anaknya.

Seks adalah topik yang sudah lama dianggap pantang untuk diperbincangkan oleh orang dewasa, Banyak orang kurang mengetahui tentang seksualitas atau enggan mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan seksualitas. Namun, seringkali masyarakat umum (awam) memiliki pengertian bahwa istilah seks lebih mengarah pada bagaimana masalah hubungan seksual antara dua orang yang berlainan jenis kelamin (Dariyo, 2004). Seks merupakan masalah yang paling sulit di dunia untuk didiskusikan, dan sebagian besar orang mencoba menghindari atau sebaliknya memasukkan lelucon yang berbau seks ke dalam percakapan, sehingga membuat diskusi tidak nyaman lagi untuk diteruskan.


(19)

Dalam sebagian besar kasus, para orangtua cenderung menghindari masalah-masalah seks secara keseluruhan dalam mengajari anak-anak mereka tentang apa pun yang harus diketahui oleh anak-anak mereka. Orangtua harus mengetahui bahwa mereka sangat berperan dalam membantu anak remaja melewati masa remajanya dengan baik, juga untuk menyadarkan kepada orang tua bahwa berbagai perubahan/gejolak yang dialami oleh anak remaja adalah sesuatu yang alamiah dan tidak terhindarkan. Anak remaja yang kebingungan menghadapi hal itu dan justru mereka sangat mengharapkan bantuan orangtua, namun mereka sulit mengungkapkannya. Oleh karena itu orangtualah yang secara arif dan bijaksana mendekatkan diri kepada anak remaja untuk menjadi sahabat bagi mereka. (Mu’tadin,2002)

Harus diakui bahwa pemahaman masyarakat tentang seksualitas masih amat kurang sampai saat ini. Sebagian dari masyarakat masih amat mempercayai pada mitos-mitos seksual dan justru mitos-mitos inilah yang merupakan salah satu pemahaman yang salah tentang seksual (Soetjiningsih, 2004). Banyak remaja mengetahui tentang seks akan tetapi faktor budaya yang melarang membicarakan mengenai seksualitas didepan umum dan juga adanya pemahaman yang salah mengenai pendidikan seks, sehingga melarang membicarakan seks secara vulgar. Pada gilirannya akan menyebabkan pengetahuan remaja tentang seks tidak lengkap, di mana para remaja hanya mengetahui cara melakukan hubungan seks tanpa mengetahui dampak yang akan muncul akibat aktivitas seksual tersebut.

Masa remaja merupakan suatu proses alami yang harus dilewati setiap manusia untuk tumbuh dan menjadi dewasa. Kemajuan teknologi dan proses


(20)

globalisasi pada saat ini, membuat keadaan semakin sulit bagi remaja putri untuk tetap mempertahankan kepribadiannya. Menjadi seorang remaja putri biasanya ditandai dengan datangnya menstruasi1 pertama dalam kehidupan mereka, dan ini seringkali dianggap sebagai masa yang paling indah dalam hidup seseorang. Namun lebih dari itu, masa ini juga membawa berbagai perubahan bagi remaja putri tersebut, baik secara fisik maupun mental. Bagaimana remaja putri menghadapi segala perubahan yang terjadi sekarang sangat menentukan perkembangan mereka selanjutnya dalam proses menjadi dewasa. Pada saat yang bersamaan, sesuai dengan tahapan usia mereka yang sedang mengalami pubertas2

Banyaknya persepsi yang mereka dapatkan mulai dari nilai-nilai agama hingga pengaruh film dan cerita yang berbau pornografi telah membuat seks menjadi “sesuatu” yang bahkan lebih membingungkan.

, remaja putri juga memiliki rasa ingin tahu yang besar. Seks untuk remaja putri adalah sebuah hal yang penuh misteri dan mengundang rasa keingintahuan.Seks dilihat sebagai sesuatu hal yang membingungkan dan menggoda.

3

1

Menstruasi disebut juga haid atau datang bulan. Ini adalah masa tiga sampai lima hari dalam sebulan yang menyebabkan pendarakan akibat dari sel telur yang tidak dibuahi di dalam ovarium.

2

Pubertas adalah suatu periode dalam kehidupan anak ketika anak laki-laki atau perempuan mulai matang secara seksual

3

Jurnal Perempuan Edisi 16, hal 26-27

Adanya konsep sosial budaya yang menganggap bahwa seks adalah suatu hal yang tabu untuk dibicarakan membuat jalur informasi yang sebenarnya sangat mereka butuhkan menjadi tertutup. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan akan informasi ini, mereka pun mencoba mendapatkannya melalui teman-teman mereka dan media massa. Seringkali informasi yang mereka dapatkan tidak lengkap dan benar yang


(21)

pada akhirnya malah menjerumuskan mereka. Sehingga tidak jarang sekarang kita temui remaja putri dengan kehamilan yang tidak diinginkan atau mendapatkan penyakit-penyakit seksual yang menular.

Menurut dr. Eka Viora, Sp.K.J selama ini, pendidikan seks dianggap tabu dikalangan masyarakat. Mereka berpendapat pendidikan seks belum pantas diterima oleh anak usia dini, padahal pendidikan seks sangat berpengaruh untuk kehidupan anak ketika remaja. Karena nantinya mereka bisa berhati-hati dengan perlakuan berbahaya yang bisa diterimanya, seperti pelecehan seksual. Oleh karena itu, keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam hal ini. Orangtua dituntut untuk memberikan pendidikan seks kepada anak-anaknya. Hal ini disebabkan, keluarga merupakan awal dari pembentukan diri si anak. Untuk itu, diperlukan perhatian yang lebih dari orangtua kepada anak-anaknya.

Hasil penelitian Synoviate Reaserch (2005) melaporkan bahwa sekitar 65% informasi tentang seks mereka dapatkan dari kawan dan juga 35% sisanya dari film porno. Ironisnya, hanya 5% remaja yang mendapatkan informasi tentang seks dari orangtuanya. Para remaja juga mengaku mengetahui resiko terkena penyakit seksual (27%), tetapi hanya 24% dari remaja yang melakukan preventif untuk mencegah penyakit AIDS. Hasil penelitian Komisi Nasional Perlindungan Anak atau KNPA (2009) melaporkan bahwa 97,3% remaja pernah ciuman, petting


(22)

dan oral seks 62,7% remaja SMP tidak perawan, 21,2% remaja SMU pernah aborsi, 97% pernah menonton film porno.4

Ada dua faktor mengapa

Faktor pertama adalah ketika anak-anak perempuan tumbuh menjadi remaja, mereka belum paham dengan seks, sebab orangtua masih menganggap bahwa membicarakan mengenai seks adahal hal yang tabu. Sehingga dari ketidakpahaman tersebut para remaja putri merasa tidak bertanggung jawab dengan seks atau kesehatan anatomi reproduksinya. Faktor kedua, dari ketidakpahaman remaja putri tentang seks dan kesehatan anatomi reproduksi mereka, di dalam lingkungan sosial masyarakat hal ini ditawarkan hanya sebatas komoditi seper antara lain, VCD, majalah, internet, bahkan tayangan televisi pun saat ini sudah mengarah kepada hal yang seperti itu. Dampak dari ketidakpahaman remaja putri tentang pendidikan seks ini menyebabkan banyak hal-hal negatif terjadi, seperti tingginya hubungan seks di luar nikah, kehamilan yang tidak diinginkan,

5

Pendidikan seks sebagaimana pendidikan yang lain pada umumnya (pendidikan agama atau pendidikan moral pancasila) mengandung pengalihan nilai-nilai dari pendidik ke subjek didik. Dimana informasi diberikan secara konstektual yaitu dalam kaitannya dengan norma-norma yang berlaku dalam

10.37 Wib)

5

http://pendidikanseks.pentingnya-pendidikan-seks(sex-education)belajarpsikologi.com (27 November 2012, pukul 07.58)


(23)

masyarakat, apa yang terlarang, apa yang lazim dan bagaimana cara melakukannya tanpa melanggar aturan. Pendidikan seks diperlukan untuk menghubungi rasa keingintahuan remaja tentang seksualitas dan berbagai tawaran informasi yang vulgar dengan cara pemberian informasi tentang seksualitas yang benar, jujur, dan disesuaikan dengan kematangan (Sarwono, 2010). Terlepas dari pro dan kontra pemblokiran situs porno yang sempat marak diberitakan di berbagai media. Diera globalisasi sekarang ini pendidikan seks dirasa cukup penting mengingat anak-anak dengan mudah mendapat informasi dari berbagai media seperti majalah, buku, televisi, video compact disc, dan internet. Dengan demikian para remaja akan mengetahui hubungan seksual yang sebenarnya sampai mereka menikah dan memiliki anak (Dianawati, 2003).

Dalam sejarah dunia, pendidikan seks sama pentingnya dengan pendidikan lain dimana anak-anak perempuan sebaiknya mendapatkan informasi tentang seks pada usia-usia awal. Jadi pendidikan seks bagi remaja putri oleh orang tua mereka menjadi sesuatu yang harus dipertahankan. Jika orangtua melepaskan tugas ini, remaja putri akan berisiko mudah diserang oleh orang-orang yang mengeksploitasi seks. Dalam kenyataannya, sekarang ini nilai-nilai moral seks sudah semakin kabur, dan remaja putri pada akhirnya akan dikonfrontasikan dengan godaan seksual. Seiring berjalannya waktu, pendidikan seks semakin marak diperbincangkan.

Misalnya, dalam sebuah pertemuan bulanan keluarga besar Forum Wartawan Kesehatan (Forwakes) yang mengangkat tema “Pendidikan Seks Berguna agar Anak tidak Terjebak dari Hal-hal Negatif“. Di dalam pertemuan


(24)

ini, diberitahukan bahwa, pendidikan seks itu penting dilakukan oleh para orangtua mengingat semakin maraknya masalah-masalah yang berhubungan dengan seks yang terjadi pada anak dan remaja saat ini.6 Contoh kasusnya adalah seorang remaja putri yang merasa khawatir luar biasa ketika menstruasinya tidak datang, karena beberapa minggu sebelumnya, ia melakukan hubungan badan dengan pacarnya. Oleh karena kekhawatirannya bahwa ia akan hamil, ia terjerumus dengan mitos yang mengatakan bahwa loncat-loncat dan memakan buah nanas yang banyak dapat menyebabkan keguguran. Kasus lainnya, ada seorang remaja putri mengeluh sakit dirahimnya. Ketika diperiksa oleh dokter, ternyata terdapat alat pembuka tutup botol dirahimnya. Remaja itu mengaku memasukkannya untuk melakukan masturbasi.7

Begitupula dengan remaja putri lain yang juga buta soal kehamilan. Ia mencoba menggugurkan kandungannya dengan memasukkan gabus ke dalam rahimnya. Tentu saja hal ini malah mengakibatkan infeksi yang sangat parah.8 Kasus lainnya juga terlihat dari semakin maraknya tingkat kriminal terkait seksualitas terhadap anak dan remaja putri sekarang ini, dimana tercatat bahwa Indonesia merupakan urutan ke-62 di dunia yang memiliki tingkat perkosaan yang tinggi9

6

Dikutip dari Harian Analisa, Medan, 26 November 2012

. Hal ini juga terlihat dari data yang dicatat oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), yakni 30% kejahatan yang terjadi pada tahun 2012 adalah

7

Masturbasi, onani, atau rancap adalah perangsangan kelamin untuk memperoleh kenikmatan dan kepuasan seksual. Perangsangan ini dapat dilakukan tanpa alat bantu ataupun menggunakan sesuatu objek atau alat, atau kombinasinya.

8

Jurnal Perempuan Edisi 41, hal 106-107


(25)

kasus perkosaan dan pelecehan seksual terhadap anak perempuan serta Lembaga Indonesia Police Watch (IPW) juga mencatat, yakni selama bulan Januari 2013 sudah terjadi 27 kasus perkosaan dan 2 kasus pencabulan. Korbannya mencapai 29 orang gadis dan perempuan dewasa. Namun yang memprihatinkan adalah sebanyak 23 dari 29 korban perkosaan itu berusia di bawah 17 tahun.

Minimnya perhatian masyarakat dan lemahnya penegakan hukum oleh aparat makin membuat para remaja berani untuk mencoba dan mencoba lagi. Hal ini terlihat dari pernyataan calon Hakim Agung, Daming SH, saat fit dan proper test10 di DPR, yang mengatakan bahwa kasus perkosaan itu tidak usah dihukum berat, sebab pelaku dan korbannya sama-sama merasa enak. Dan ini juga terbukti dari 6 pasal yang ada di KUHP, hanya ada 2 pasal yang mengandung ancaman pidana terberat, namun demikian tetap saja dalam praktik peradilan, hakim yang memeriksa perkara sangat jarang menjatuhkan hukuman maksimal kepada terdakwa pemerkosaan dengan berbagai alasan.11

Anak usia dini memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, tinggal bagaimana cara orangtua menjawab pertanyaan yang diajukan oleh mereka. Salah satu hal terpenting adalah menjawab pertanyaan sang anak dengan jujur dan dengan bahasa yang lebih halus, sehingga anak bisa memahami dengan baik. Namun juga

Orangtua merupakan aktor utama dalam hal pendidikan anak usia dini. Orangtua sebagai wahana belajar utama bagi anak, karena orangtualah yang paling tepat untuk memberikan pendidikan seks pada usia dini.

10

fit dan proper test adalah tes kepantasan, kepatutan dan kelayakan yang dipadatkan dalam kalimat tes kemampuan dan kepatutan.

11


(26)

tidak berarti harus dijelaskan secara detail, karena hal itu justru akan membuat anak merasa bingung. dr. Eka Viora mencontohkan pertanyaan yang sering dilontarkan anak kepada orangtuanya, misalnya “mama, kita lahir dari mana?”, “Ayah, mimpi basah itu apa?” atau jika anak bertanya tentang nama-nama organ tubuh, orangtua hanya akan menjawab dengan jawaban yang tidak sesuai kenyataan. Seharusnya orangtua tidak perlu malu untuk menjawab pertanyaan anaknya, berikan jawaban yang tepat kepada anak, bukan menjawabnya dengan istilah atau kata-kata lain.

Misalkan seperti vagina12 atau penis13, jangan diistilahkan dengan kata lain seperti “apem” atau “burung”. Sementara itu dr. Warih A Puspitosari, M.Sc, Sp.K.J. menjelaskan bahwa pendidikan seks usia dini bukan berarti mengajarkan bagaimana cara melakukan seks. Namun pendidikan seks pada usia dini menjelaskan tentang organ-organ yang dimiliki manusia dan apa fungsinya.14 Pendidikan Seks (Sex education) sangat perlu sekali untuk mengantisipasi, mengetahui atau mencegah kegiatan seks bebas dan mampu menghindari dampak-dampak negatif lainnya. Mungkin kita baru menyadari betapa pergaulan bebas muncul di kalangan remaja dewasa ini.

Kalau kita berbicara tentang pergaulan bebas, hal ini sebenarnya sudah muncul dari dulu, hanya saja sekarang ini terlihat semakin parah.15

12

Vagina merupakan sebutan secara biologi kepada alat kelamin wanita

13

Penis merupakan sebutan secara biologi kepada alat kelamin pria

14

http://okezonekampus – orangtua-harus-berikan-pendidikan-seks-sejak-dini.com (27 Desember 2012, pukul 08.05)

Hal ini pun


(27)

terjadi di daerah lokasi penelitian yang sedang saya lakukan. Dari hasil observasi sementara yang saya lakukan terdapat satu keluarga dimana salah seorang anak perempuannya mengalami pergaulan bebas yang mengakibatkan hamil diluar nikah. Sulit bagi saya untuk observasi langsung ke dalam keluarga dikarenakan ketertutupan keluarga tersebut mengenai masalah itu. Namun, menurut warga sekitar, hal tersebut terjadi akibat kurangnya perhatian yang diberikan orangtua kepada anak yang setiap hari selalu sibuk bekerja.

Saya lebih memfokuskan penelitian saya kepada pendidikan seks yang diberikan kepada remaja putri di dalam keluarga. Mengapa demikian ? Saya ingin melihat bagaimana peran keluarga dalam memberikan pendidikan seks tersebut kepada anak perempuan, yang mana telah kita ketahui bahwa di antara orangtua dan anak perempuan terkadang memiliki sebuah rasa keseganan yang cenderung memberikan jarak antara keduanya dalam keterbukaan di lingkup masalah seks.16

Penelitian tentang seks bukan lagi hal yang baru dalam dunia Antropologi. Hal ini diperlihatkan dari penelitian-penelitian mengenai seks yang sebelumnya telah dilakukan oleh para ahli Antropologi. Misalnya saja penelitian yang dilakukan oleh Margareth Mead. Ia meneliti seberapa jauh para remaja dalam Hal ini pun membuat para pemerkosa tidak jera dalam melakukan aksinya. Oleh karena itu, saya pun tertarik untuk meneliti tentang, “Pendidikan Seks kepada Remaja Putri dalam Keluarga di Kelurahan Kristen, Pematangsiantar”.

1.2. Tinjauan Pustaka

16


(28)

kebudayaan Samoa, terutama wanita, mengalami masalah ketegangan akil balig. Hal ini disebabkan karena pada masyarakat Ero-Amerika, ada kecenderungan para remajanya untuk menentang kekuasaan dan otoritas orangtuanya walaupun dalam keadaan ragu-ragu dan ketidakmantapan akil balig terhadap tujuan hidupnya sendiri, namun selalu ingin mencari kebebasan dan otoritas pada umumnya.

Pada masa itu kecenderungan semacam itu dianggap universal, dan Margareth Mead ingin melihat apakah kecenderungan semacam itu ada juga pada masyarakat di luar kebudayaan Ero-Amerika (Mead dalam Danandjaja, 2005). Dari hasil penelitiannya selama sembilan bulan di tiga desa di Samoa, Mead berkesimpulan bahwa para gadis Samoa tidak mcngalami gejala gejolak akil balig tersebut. Sebabnya, keluarga orang Samoa bukan bersifat keluarga inti, yang hanya terdiri dan ayah, ibu, kakak serta adik, melainkan bersifat keluarga luas. Akibatnya seorang anak tidak selalu harus berhubungan terus-menerus dengan kedua orangtuanya saja, tetapi juga mendapat kesempatan untuk berhubungan secara bebas dan emosional dengan anggota kerabatnya yang lain. Selain itu, pergaulan secara seksual antara para remaja dan lain jenis kelamin, juga lebih bebas jika dibandingkan dengan para remaja Ero-Amerika pada tahun dua puluhan. Karena tidak adanya pengekangan mengenai seks, gejolak akil balig tidak ada pada remaja Samoa. Mungkin keadaan yang sama juga berlaku pada masyarakat yang mempunyai sistem dan organisasi kekerabatan serta norma pergaulan seks yang sama dengan Samoa (Mead dalam Danandjaja, 2005 ).


(29)

Menurut kamus, kata “pendidikan” berarti “proses pengubahan sikap dan tata laku kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan. Sedangkan kata seks mempunyai dua pengertian. Pertama, berarti jenis kelamin dan yang kedua adalah hal ihwal yang berhubungan dengan alat kelamin, misalnya persetubuhan atau sanggama. Padahal yang disebut pendidikan seks sebenarnya mempunyai pengertian yang jauh lebih luas, yaitu upaya memberikan pengetahuan tentang perubahan biologis, psikologis, dan psikososial sebagai akibat pertumbuhan dan perkembangan manusia (Yusuf Madan, 2004). Pendidikan seks (Mayo, 1986) merupakan pelajaran untuk menguatkan kehidupan keluarga, untuk menumbuhkan pemahaman diri dan hormat terhadap diri, untuk mengembangkan kemampuan hubungan manusiawi yang sehat, untuk membangun tanggung jawab seksual dan sosial, untuk mempertinggi masa perkenalan yang bertanggung jawab, perkawinan yang bertanggung jawab, dan orangtua yang bertanggung jawab.

Pendidikan seks tidak hanya mengenai perkembangbiakan manusia, tetapi juga mencakup keseluruhan sikap terbuka pria dan perempuan dalam hubungan mereka satu sama lain dan mengembangkan diri mereka agar bertanggung jawab. Defenisi lain dari pendidikan seks adalah pendidikan tentang tingkah laku yang baik sehubungan dengan masalah-masalah seks. Pendidikan seks dimaksudkan sebagai penerangan tentang kehidupan yang wajar atau sehat selama masa kanak-kanak sampai dewasa. dr. Warih A Puspitosari, M.Sc, Sp.K.J. menjelaskan bahwa pendidikan seks usia dini bukan berarti mengajarkan bagaimana cara melakukan seks. Namun pendidikan seks pada usia dini menjelaskan tentang organ-organ


(30)

yang dimiliki manusia dan apa fungsinya.17

17

http://okezonekampus – orangtua-harus-berikan-pendidikan-seks-sejak-dini.com (27 Desember 2012, pukul 08.05)

Tujuan utama pendidikan seks yang disampaikan Pohan (1990), yakni memberikan pondasi yang kuat supaya sebagai makhluk seksual ia dapat berfungsi secara efektif, sebagai pria atau perempuan selama hidupnya.

Dianawati (2003) mengatakan pentingnya memberikan pendidikan seks bagi remaja, sudah seharusnya dipahami, karena pada dasarnya usia remaja merupakan masa transisi, masa terjadinya perubahan, baik fisik, emosional, maupun seksual. Hormon seks dalam tubuhnya mulai berfungsi dan siap melakukan fungsinya. Perubahan hormon itu ditandai dengan kematangan seks, sehingga dorongan seks yang timbul semakin meluap. Dorongan tersebut akan semakin liar jika tidak diberi bimbingan yang benar tentang perubahan ini. Pada usia remaja, seorang anak belum dapat bertanggung jawab sepenuhnya.

Hal-hal yang mereka lakukan hanya merupakan kesenangan sesaat. Ketidakjelasan pendidikan seks dari orangtuanya akan menimbulkan berbagai masalah yang mengacu pada gangguan seksual ketika memasuki kehidupan seksual yang sebenarnya dengan pasangannya. Oleh sebab itu, bimbingan dari orangtua sangat dibutuhkan. Pendidikan seks di dalam keluarga juga berhubungan dengan pola pengasuhan anak yang dilakukan di dalam keluarga. Pengasuhan anak merupakan bagian yang sangat penting dari proses sosialisasi yang dapat berakibat besar terhadap kelakuan si anak jika dia sudah menjadi dewasa.


(31)

Pengaruh kebudayaan pada kepribadian anak sangat besar dan ciri-ciri kepribadian anak yang berbeda kebudayaan juga berbeda. Hal ini disebabkan oleh sistem nilai kebudayaan masing-masing yang berbeda sehingga cara mengasuh dan mendidiknya pun berbeda (Lintondalam Danandjaja, 2005). Demikian juga dengan pendidikan seks yang diberikan oleh orangtua kepada anak-anak mereka di dalam sebuah keluarga. Ada orangtua yang berpendirian bahwa tugas mereka adalah mendidik anak sedemikian rupa sehingga anak dapat bertingkah laku sopan dan suci, dan hal ini mnyebabkan mereka tidak mau membicarakan masalah-masalah yang berhubungan dengan seks yang mereka anggap tabu untuk diperbincangkan. Hal ini membuat anak-anak berusaha untuk mencari tahu sendiri dari luar yang mana belum tentu kebenarannya.

Dalam hal ini, dr. Boyke Dian Nugroho, mengatakan bahwa mulai sekarang orangtua harus mulai menghindari untuk mentabukan masalah ini karena hal ini merupakan suatu pengetahuan yang dapat dipelajari sejak beberapa ratus tahun yang lalu, para ilmuwan pun juga telah mencoba meneliti tentang seks ini, dan sampai sekarang pun mereka masih menemukan hal-hal yang baru (Nugroho, 2000). Psikolog Sani B. Hermawan, Psi dari Lembaga Konsultasi Psikologi Daya Insani mengatakan ada 7 modal awal sebelum memberikan pendidikan seks pada anak, yakni:

1. Luangkan waktu untuk berdialog.

2. Miliki sikap terbuka, informatif, dan yakinlah bahwa apa yang kita berikan penting bagi anak-anak.


(32)

3. Siapkan materi dan penyampaian yang sesuai, serta gunakan istilah ilmiah untuk menghindari kesalahpahaman penyebutan.

4. Gunakan media atau alat bantu seperti buku atau gambar anatomi. 5. Membekali diri dengan wawasan yang cukup.

6. Menyakinkan diri bahwa pendidikan seks penting dan bermanfaat. 7. Mendiskusikan kepada ahli jika ragu atau bingung.

Dengan begitu, orangtua sudah membekali seluruh anggota keluarga untuk terhindar dari pelecehan seksual dan pemerkosaan.18

Ada dua faktor yang menyebabkan remaja perempuan menjadi sangat rentan terhadap badai ini. Faktor yang pertama adalah masalah pertumbuhan Masa remaja atau adolescence (Mayo, 1986) adalah masa yang penting dalam hidup remaja, masa yang indah, masa di mana manusia mampu mencatat dan mengumpulkan kebenaran-kebenaran fundamental tertentu untuk belajar mengenal dan memiliki nilai-nilai fundamental dan lain-lain. Dalam masa ini perlu diletakkan dasar yang kuat untuk pembentukan watak. Dalam masa remaja ini tidak cukup hanya diberikan pengetahuan tentang fakta-fakta biologis, tetapi pembentukan watak dan pengetahuan seksual juga harus diberikan secara bersama-sama, sehingga mereka akan memperoleh kehidupan seksual yang baik dan sehat. Usia remaja yang dimaksud disini adalah berkisar 12-18 tahun (remaja perempuan) secara psikologi. Pada awal masa remaja, anak perempuan dapat diibaratkan seperti pohon yang baru tumbuh diterpa badai.

18

http://Prevention Indonesia-cara-cerdas-untuk-hidup-sehat»prevention»pilihan»pendidikan-seks-pengetahuan-tanpa-batas-umur.com (17 Desember 2012, pukul 16.33)


(33)

mentalitas mereka. Memasuki masa remaja, segalanya menjadi berubah. Mulai dari perubahan bentuk tubuh, hormon, kulit, dan juga rambut. Cara berpikir mereka pun mulai berubah. Sementara faktor kedua adalah pada masa ini mereka mulai memasuki ruang lingkup era-globalisasi dan menjadi sasaran segala macam paham yang akhirnya dapat merugikan mereka. Sebut saja misalnya paham-paham seperti :seksisme19 dan lookism20. Semua paham-paham uang mengevaluasi atau menilai seseorang berdasar penampilan mereka, baik itu fisik maupun tingkah laku atau sikap diri.21

Persoalan seksualitas terbukti memang bukan hanya masalah tubuh perempuan dan laki-laki saja, namun juga berkaitan dengan relasi kekuasaan. Frederick Engels dalam bukunya berjudul The Origin of The Family, Private Property and State, mencoba merumuskan pensubordinasian perempuan dalam perannya dimulai dengan perkembangan kepemilikan pribadi, saat ketika terjadi kekalahan sejarah perempuan di dunia. Sejak lahir ia telah disosialisasikan sebagai milik laki-laki, sebelum menikah ia bergantung dan menjadi milik sang ayah, sedangkan ketika menikah ia menjadi milik suami. Kepemilikan ini berkaitan erat dengan dominasi ekonomi dan dominasi politik oleh laki-laki termasuk kontrol mereka atas seksualitas perempuan. Kontrol ini dinilai penting

19

Seksisme adalah prasangka berdasarkan jenis kelamin, sikap negatif bisa dari laki-laki terhadap perempuan, atau dari perempuan terhadap laki-laki., contohnya adalah ketidaksukaan laki-laki terhadap peran wanita, dll.Intinya seksisme adalah prasangka dengan berdasarkan jenis kelamin, dan bisa berpotensi menimbulkan konflik.

20

Lookism adalah penilaian terhadap orang lain berdasarkan fisik yang dimiliki melalui penglihatan

21


(34)

karena reproduksi dan seksualitas sudah menjadi bagian dari basis material masyarakat.22

1. Bagaimana pengertian seks yang dipahami oleh remaja putri dan keluarganya di Kelurahan Kristen, kota Pematangsiantar ?

Ibu dan anak perempuan sering mempunyai waktu yang lebih banyak daripada ayah dan anak laki-lakinya dalam berkomunikasi tentang seks. Anak perempuan dan ibunya cenderung lebih mudah saling berbicara daripada anak laki-laki dan ayahnya karena pada awal menstruasi memerlukan diskusi dan penjelasan-penjelasan terkait menstruasi tersebut. Agak jarang ada anak perempuan yang akan mendatangi ayahnya untuk konseling masalah ini. Rasa sakit yang pertama kali biasanya akan menyebabkan dia mencari bantuan dari orangtuanya. (Djiwandono, 2008)

1.3. Perumusan Masalah

Penulis memfokuskan penelitian ini untuk mendeskripsikan pendidikan seks kepada remaja putri dalam keluarga di Kelurahan Kristen, kota Pematangsiantar. Masalah penelitian akan tertuang dalam pertanyaan penelitian :

2. Darimana orangtua dan remaja putri mendapatkan informasi tentang pendidikan seks di Kelurahan Kristen, kota Pematangsiantar?

3. Apa saja kendala (tantangan) yang dihadapi dalam penerapan pendidikan seks kepada remaja putri dalam keluarga di Kelurahan Kristen, kota Pematangsiantar ?

22


(35)

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pemahaman seks yang dimiliki remaja putri dan keluarganya, serta kaitannya dengan penerapan pendidikan seks yang diberikan kepada remaja putri dalam keluarga di Kelurahan Kristen, kota Pematangsiantar. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui apa saja yang menjadi kendala (tantangan) yang dihadapi dalam pemberian pendidikan seks tersebut.

Manfaat penelitian secara akademis adalah untuk menambah dan memperkaya literatur mengenai pendidikan seks di dalam keluarga. Sedangkan manfaat secara praktis yaitu agar berguna bagi masyarakat secara umum dan akademisi secara khusus, sebagai salah satu sumber informasi tentang pendidikan seks dalam keluarga. Pendidikan seks ini juga diharapkan dapat memberikan suatu manfaat yang besar bagi para remaja putri khususnya dalam menghadapi era globalisasi saat ini serta dengan adanya pendidikan seks ini, dapat mengurangi tingkat kriminal terkait masalah seks.

1.5. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Kristen, Kota Pematangsiantar. Alasan pemilihan lokasi penelitian dikarenakan penulis berasal dari daerah tersebut yang ingin mencoba mencari tahu sejauh mana pendidikan seks itu diterapkan di dalam keluarga khususnya kepada remaja putri. Selain itu, di daerah tersebut mayoritas memeluk agama Kristen sehingga penulis ingin mengetahui seperti apa pendidikan seks yang diberikan kepada remaja putri dari sisi agama


(36)

Kristen. Di daerah tersebut juga terdapat beberapa kasus terkait masalah seks, misalnya kasus remaja putri hamil di luar nikah yang berakhir dikeluarkan dari gereja mereka masing-masing.

1.6. Metode Penelitian

1.6.1. Tipe penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Dengan tahapan penelitian pra-lapangan, pekerjaan lapangan, analisis data, dan diakhiri dengan tahap penulisan laporan penelitian. Metode ini digunakan agar mampu menghasilkan data-data deskriptif mengenai pendidikan seks kepada remaja putri dalam keluarga. Dengan demikian, eksplorasi data secara mendalam tentang pendidikan seks bisa terjaring dengan baik. Prosedur penelitian kualitatif lebih bersifar sirkuler, artinya dalam hal-hal tertentu, langkah atau tahapan penelitian dapat diulang satu atau beberapa kali sampai diperoleh data yang lengkap untuk membangun teori dasar. Dalam konteks ini, peneliti dimungkinkan untuk beberapa kali turun ke lapangan. (Berutu, dkk. 2001)

1.6.1. Teknik pengumpulan data  Observasi

Pertama sekali ketika berada dilapangan, yang penulis lakukan dalam penelitian ini adalah melakukan observasi (pengamatan) kepada remaja putri di dalam keluarganya menyangkut masalah pendidikan seks yang diberikan. Dalam penelitian ini, observasi yang dilakukan oleh penulis dalam penelitian ini adalah observasi dan observasi partisipasi. Penulis mengawali terlebih dahulu dengan


(37)

observasi23

 Wawancara

. Dalam hal ini, penulis mengamati saja, yakni dengan mengamati dari jauh dahulu suatu keluarga yang memiliki anggota keluarga yang merupakan remaja putri dalam penerapan pendidikan seks oleh anggota keluarga lainnya. Hal ini disebabkan, ada beberapa hal dari subjek yang diteliti yang tak dapat diperoleh dengan keterlibatan langsung, seperti gerak tubuh yang sedang diteliti. Selanjutnya, penulis melakukan observasi partisipasi (participant observation) yakni, terlibat langsung ke dalam keseharian informannya misalnya, ikut tinggal bersama masyarakat. Penulis pun akan mencoba ikut merasakan bagaimana penerapan pendidikan seks yang diberikan di dalam keluarga tersebut kepada anak perempuan di dalam keluarga tersebut. Penulis juga akan mengamati, bagaimana hubungan antar anggota keluarga dalam konteks pembicaraan mengenai seks. Tidak hanya itu, penulis pun akan mengamati apa yang menjadi kendala dalam penerapan pendidikan seks di dalam sebuah keluarga kepada para remaja putri yang menjadi anggota keluarga tersebut. Sehingga dengan begitu, penulis akan mampu menyimpulkan bagaimana sebenarnya pendidikan seks yang diberikan kepada remaja putri di Kelurahan Kristen, kota Pematangsiantar tersebut.

Selain melakukan observasi (pengamatan), penulis juga akan melakukan wawancara mendalam mengenai masalah yang sedang diteliti oleh penulis. Wawancara mendalam (in–depth interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa

23

Observasi adalah suatu tindakan untuk meneliti suatu gejala (tingkah laku, peristiwa, artefak) dengan cara mengamati.


(38)

menggunakan pedoman wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Wawancara ini digunakan untuk mengungkapkan masalah yang sedang diteliti. Wawancara ini dilakukan beberapa kali sesuai dengan keperluan peneliti yang berkaitan dengan kejelasan dan kemantapan masalah yang dijelajahi.

Dalam wawancara ini digunakan metode wawancara mendalam yang dilakukan secara akrab dan penuh kekeluargaan. Sesuai dengan pendapat (Spradley, 1979:46; 1980:3) yang mengatakan bahwa, metode wawancara mendalam (in–depth interview) jenis ini tentunya berpijak pada prinsip bahwa peneliti melakukan learning from people (belajar pada masyarakat), dan bukannya study of people (mengkaji masyarakat).

Pada awalnya penulis mendatangi Kantor Lurah untuk meminta izin melakukan penelitian mengenai masalah yang sedang diteliti penulis. Setelah mendapat izin, penulis mendatangi ketua STM (Serikat tolong-menolong) yang bernama Bapak Sidabutar untuk mendapatkan informasi terkait masalah penelitian. Sang ketua merasa keberatan ketika hendak diwawancarai terkait masalah penelitian tersebut dikarenakan, beliau merasa isterinya yang lebih mengetahui dan paham akan masalah tersebut. Penulis pun ditujukan kepada isteri ketua STM tersebut. Secara kebetulan, Bapak Sinaga memiliki anak perempuan yang berusia 16 tahun dan 14 tahun. Penulis pun akhirnya mendapat informan pertamanya, yakni Ibu Siregar yang merupakan isteri dari ketua STM tersebut. Penulis pun mulai melakukan wawancara dengan Ibu Siregar dan setelah itu kepada anak perempuan mereka yang telah menginjak remaja.


(39)

Ketika melakukan wawancara dengan Ibu Siregar (38 tahun), beliau memberitahu bahwa di kelurahan tersebut ada beberapa remaja putri yang hamil di luar nikah. Ibu Siregar mencoba menjelaskan kepada penulis bahwa yang menjadi penyebab hal tersebut terjadi adalah kurangnya perhatian dari si ibu kepada anak perempuan tersebut. Ibu Siregar yang memiliki pendidikan terakhir adalah SMA mengaku bahwa, beliau sudah memberikan pendidikan seks yang baik kepada anak-anaknya. Selanjutnya penulis melakukan wawancara dengan anak perempuan mereka yang bernama Gerta (16 tahun). Saat mewawancarainya, Gerta menjelaskan bahwa, pendidikan seks yang ia dapat lebih banyak dari sekolah. Orangtuanya memang memberikan pendidikan seks namun, lebih bersifat nasehat-nasehat seperti agar lebih menjaga diri dan memilih teman-teman pria mereka. Selanjutnya penulis juga melanjutkan wawancara dengan putri ke-2 mereka yang bernama Widia (14 tahun). Berbeda halnya dengan kakaknya Gerta, Widia menjelaskan bahwa pendidikan seks yang ia tahu lebih banyak dari teman-temannya. Ia beranggapan bahwa ketika berbicara mengenai seks dengan keluarganya, ada rasa malu dan takut jika nanti akan ditertawai.

Selain mereka, ada beberapa informain lainnya yang penulis wawancarai. Mereka adalah Tante Lusi (40 tahun), Namboru Mida (45 tahun), Dion Purba (16 tahun), Tika Panggabean (15 tahun), dan Ibu Silaen (58 tahun). Penulis juga mencoba untuk mewawancarai pria yang dianggap sebagai ayah di dalam sebuah keluarga, namun tidak berhasil. Hal ini dikarenakan, mereka menganggap jika ingin berbicara mengenai masalah penelitian ini maka lebih baik kepada isteri mereka. Mereka menganggap bahwa, isteri merekalah yang lebih mengetahui dan


(40)

paham terkait pertanyaan yang akan diajukan penulis. Pada penelitian ini, penulis tidak akan membeda-bedakan mana yang termasuk ke dalam informan kunci dan mana yang termasuk ke dalam informan pangkal maupun informan biasa. Hal ini dikarenakan semua informasi yang penulis dapat selama wawancara adalah penting.

Penulis berusaha untuk menjalin rapport24

1.6.2. Rangkaian Pengalaman di Lapangan

dengan informan. Pengembangan rapport dilakukan dengan cara hidup beradaptasi dan mengikuti kegiatan sehari-hari masyarakat dan menjalin hubungan yang baik dengan penduduk setempat sehingga ketika melakukan wawancara, data yang di dapat benar-benar atau mendekati fakta sesungguhnya. Hasil-hasil wawancara akan dicatat dalam catatan lapangan dan untuk memudahkan pemahaman akan disertakan foto dan rekaman suara yang berkaitan dengan masalah penelitian.

Penulis tiba di lokasi penelitian pada tanggal 15 April 2013 yang lalu. Sebagai langkah awal penulis melapor ke Kantor Kelurahan Kristen serta menjelaskan maksud dari kedatangan penulis ke Kantor Kelurahan ini. Saat itu Kantor terlihat sepi hanya ada anak-anak PAUD yang sedang diajar oleh guru mereka di halaman depan. Penulis pun mencoba bertanya kepada guru tersebut. Dari guru tersebut, penulis mengetahui bahwa Bapak Lurah beserta pegawainya sedang apel pagi di kantor Camat. Guru tersebut meminta kepada penulis untuk datang lagi pada siang hari.

24


(41)

Sesaat akan beranjak pulang, penulis bertemu dengan salah seorang pegawai Kelurahan setempat. Penulis menghentikan langkahnya dan mengajak pegawai tersebut berbicara. Penulis pun memperkenalkan diri dan tidak lupa juga penulis memberikan surat izin penelitian dari Universitas Sumatera Utara kepada beliau yang bernama Bapak Tupa Sinaga. Bapak Tupa Sinaga menjelaskan bahwa bapak Lurah sedang berada di luar bersama pegawai lainnya. Beliau meminta saya untuk menunggu di dalam saja. Sembari menunggu, penulis meminta monografi Kelurahan kepada Bapak Tupa Sinaga. Beliau pun memberikan monografi Kelurahan dari tahun 2010-2013. Namun sesaat membuka monografi tahun 2013, ternyata monografi tersebut belum selesai diisi.

Bapak Tupa Sinaga menganjurkan untuk saya melihat monografi tahun 2012 saja. Beliau pun meminta penulis untuk membantu mengisi monografi tersebut ketika penelitian nanti. Cukup lama penulis menunggu namun, penulis tak merasa bosan dikarenakan sembari menunggu dan melihat-lihat monografi, penulis ditemani oleh anak-anak PAUD yang pada saat itu sedang istirahat sekolah. Selang beberapa waktu, Bapak Lurah pun datang. Bapak Tupa Sinaga langsung menemui dan menjelaskan maksud kedatangan penulis dan menyerahkan surat izin penelitian yang penulis berikan tadi. Penulis pun kembali memperkenalkan diri kepada beliau. Beliau menerima kedatangan penulis dengan sangat baik pada waktu itu dan pada saat penulis berdiskusi dengan beliau saat itu, beliau sangat tertarik dengan judul yang penulis ingin teliti di Kelurahan ini.

Bapak Lurah yang bernama Asman Sinaga juga mengatakan kepada penulis bahwa beliau memiliki anak yang juga kuliah di USU dan satu fakultas


(42)

dengan penulis hanya saja berbeda jurusan. Beliau bertanya apakah penulis akan melakukan penelitian di kantor atau langsung ke lapangan. Penulis pun menjelaskan bahwa ia akan langsung ke lapangan. Setelah berdiskusi cukup lama, penulis berpamitan untuk pulang dan meminta izin ingin memfotokopi monografi yang ia pinjam beserta peta kelurahan. Bapak Lurah pun meminta Bapak Sinaga untuk meminjamkan monografi dan peta kelurahan kepada penulis. Setelah selesai memfotokopi data-data tersebut, penulis pun mengembalikan kembali ke kantor kelurahan dan tak lupa mengucapkan banyak terima kasih.

Selanjutnya, penulis melanjutkan ke rumah ketua STM di kelurahan tersebut untuk bertemu dengan bapak Sinaga. Disana penulis berbincang-bincang dengan beliau terkait masalah penelitian tersebut. Namun, bapak tersebut merasa tidak begitu paham akan hal itu, sehingga beliau menyarankan untuk bertanya kepada isterinya. Akhirnya penulis pun memutuskan untuk melakukan wawancara dengan isteri beliau. Penulis meminta izin untuk bertemu dengan isterinya. Kebetulan pada saat itu, isteri Ketua STM tersebut sedang berada di luar. Penulis pun menunggu beberapa saat. Tak lama kemudian, isteri Ketua STM itu datang. Penulis pun segera memperkenalkan diri dan menceritakan maksud dari kedatangannya. Tak disangka-sangka, ternyata isteri Ketua STM yang bernama Ibu Siregar (38 tahun) begitu antusias terkait masalah penelitian yang penulis angkat menjadi penelitian skripsinya.

Setelah berkenalan, penulis pun memulai wawancaranya. Ibu Siregar mengakui bahwa pendidikan seks itu sangat penting bagi anak-anak saat ini khususnya remaja putri yang sedang menginjak usia pubertas. Beliau beranggapan


(43)

bahwa pendidikan seks itu dapat menjadi alat untuk menjaga diri remaja tersebut. Alat menjaga diri yang dimaksud beliau adalah sebagai pengetahuan-pengetahuan yang dapat memberikan penjelasan dan batasan-batasan tingkah laku bagi para remaja khususnya remaja putri. Beliau juga mengatakan bahwa, keluarga merupakan pemberi pendidikan seks pertama bagi si remaja putri tersebut. Tak dapat disangkal, sekarang ini menurut beliau banyak orangtua yang melupakan bahwa penerapan pendidikan seks itu penting.

Para orangtua lebih mementingkan pekerjaan mereka untuk mencari uang daripada tinggal di rumah untuk menjaga dan memperhatikan perkembangan serta pertumbuhan anak-anak mereka. Contohnya saja, ibu-ibu di kelurahan ini semuanya bekerja yakni, berdagang di pasar. Mereka akan pergi pukul 09.00 pagi dan pulang sore hari pukul 18.00. Hal ini tentu saja membuat komunikasi antara orangtua dan anak-anak mereka menjadi sangat sedikit. Akibatnya, anak-anak tersebut akan mencari tahu apa yang mereka tidak ketahui dari luar rumah, misalnya internet. Ibu Siregar pun menyatakan bahwa hal tersebutlah yang membuat salah seorang remaja putri hamil di luar nikah di kelurahan ini dapat terjadi. Kurangnya perhatian dari orangtuanya khususnya dari sang ibu, membuat pergaulan si anak tak dapat dikontrol dengan baik. Menurut beliau, keluarganya pun patut disalahkan.

Setelah berdiskusi panjang lebar, merekam dan menulis apa yang didiskusikan tersebut, penulis meminta izin kepada Ibu Siregar untuk mewawancarai putri-putri beliau. Setelah mendapat izin, penulis melanjutkan untuk mewawancari putri pertama beliau yang bernama Gerta (16 tahun). Gerta


(44)

mengaku bahwa pendidikan seks yang ia dapat lebih banyak dari sekolah. Keluarganya juga memberikan pendidikan seks, namun pendidikan seks yang ia dapat lebih bersifat nasehat-nasehat untuk menjaga dirinya. Gerta merasa pendidikan seks itu penting untuk dibicarakan dalam keluarga, karena menurutnya agar ia dan teman-teman sebayanya dapat lebih mengerti apa sebenarnya seks itu.

Ketika penulis bertanya apa tanggapannya akan kasus remaja putri yang hamil di luar nikah di kelurahan tersebut, ia merasa kecewa kepada remaja tersebut. Bagi dirinya itu diakibatkan karena kurangnya perhatian dari orangtua si anak akan pergaulan remaja tersebut. Gerta juga mengungkapkan bahwa, pergaulan yang dimiliki si remaja tersebut sudah sangat bebas. Sangat bebas yang ia maksud disini adalah tidak adanya kontrol dari orangtua akan pergaulan si anak. Tidak hanya itu, Gerta juga menyebutkan bahwa, beberapa kali ia sering menangkap basah remaja tersebut sedang berdua-duaan di dekat rumahnya. Bahkan ia mengungkapkan, ia melihat mereka ciuman. Baginya itu benar-benar perbuatan yang memalukan. Penulis juga bertanya bagaimana bila apa yang terjadi pada remaja itu terjadi pada dirinya. Gerta terkejut dan spontan mengatakan bahwa mungkin ia akan bunuh diri. Karena ia tidak akan mampu untuk menanggung malu akan perbuatan yang ia lakukan.

Penulis tak menyia-nyiakan waktu untuk bertanya lebih dalam kepada informannya tersebut. Banyak hal menarik yang penulis dapatkan selama berdiskusi dengannya. Setelah beberapa lama, Widia (14 tahun) yang merupakan adik dari Gerta datang menghampiri penulis dan Gerta yang sedang berbincang-bincang. Tanpa berlama-lama, penulis pun memperkenalkan dirinya kepada


(45)

Widia. Penulis juga bermaksud untuk mewawancarai Widia. Ada rasa malu-malu dari mimik wajah Widia ketika penulis mulai bertanya dan mengucapkan kata “seks”.

Penulis mendapatkan sedikit kesulitan saat akan mewawancarai Widia. Selama beberapa menit, Widia hanya tertawa-tertawa kecil dan malu-malu akan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang penulis tanyakan. Penulis pun sempat merasa kesal, namun penulis mencoba untuk bersabar demi dapat mewawancarai Widia. Setelah beberapa saat, akhirnya Widia pun mulai mau diwawancarai dengan serius. Widia mengaku pendidikan seks yang ia dapat sangat kurang dari orangtuanya. Hal ini dikarenakan ia tidak tinggal bersama orangtuanya melainkan bersama opung25

Salah seorang dari bapak tersebut yang bernama Bapak Situmorang mengatakan bahwa, lebih baik jika penulis ingin mengetahui hal yang

nya. Meskipun demikian, saat ia pulang ke rumah orangtuanya, ia sering mendapat nasehat-nasehat dari ibunya untuk lebih berhati-hati dengan anak laki-laki.

Tak terasa hari telah menjelang siang hari, penulis berpamitan kepada keluarga bapak Ketua STM untuk pulang. Di perjalanan akan pulang, penulis bertemu dengan sekumpulan bapak-bapak yang sedang berkumpul di sebuah warung. Penulis memutuskan untuk mampir ke tempat itu dan berharap mendapatkan informasi. Setelah memperkenalkan diri dan berbasa-basi sejenak, penulis pun menyampaikan maksud dan tujuannya datang ke tempat itu. Beberapa di antara bapak-bapak tersebut tertawa mendengar apa yang penulis sampaikan.

25


(46)

berhubungan dengan masalah penelitian itu untuk bertanya kepada isteri mereka saja. Bapak itu mengatakan bahwa, isteri merekalah yang lebih mengetahui hal tersebut. Karena, anak perempuan mereka di rumah lebih suka membicarakan masalah itu kepada ibu mereka. Penulis sudah berusaha untuk bertanya lebih kepada bapak-bapak itu, namun hasilnya nol. Mereka bersikeras tidak mau diwawancarai. Penulis sangat merasa kecewa. Namun, penulis tetap semangat untuk mencari informan bapak-bapak yang mau diwawancarai untuk mendapatkan informasi terkait masalah penelitian ini. Penulis pun memutuskan untuk pulang dan melanjutkannya keesokan harinya. Sesampainya dirumah, penulis mengulang kembali hasil pembicaraan tersebut dan setelah itu penulis dapat menganalisis data tersebut.

Keesokan harinya, penulis melanjutkan untuk mencari informan yakni para bapak yang mau diwawancarai. Karena sampai saat ini penulis belum juga mendapatkan informan seorang ayah. Penulis berharap segera mendapatkannya. Penulis bertanya kepada seorang ibu yang sedang menunggu angkot, dimana kira-kira di pagi hari seperti ini, bapak-bapak di kelurahan ini berkumpul untuk membaca koran dan minum kopi. Ibu itu menunjuk sebuah warung yang ada di persimpangan jalan. Beliau mengatakan bahwa biasanya bapak-bapak di kampung ini akan berkumpul di warung itu untuk minum kopi dan membaca Koran sebelum mereka berangkat kerja.

Penulis bergegas menuju ke warung itu dan berharap mendapatkan informan. Sesampai disana, penulis tidak segera melakukan wawancara. Penulis takut kejadian penolakan semalam akan terjadi lagi. Kebetulan di warung itu ada


(47)

menjual mie balap sebagai sarapan di pagi hari. Penulis pun berpura-pura seperti warga yang hendak sarapan pagi. Penulis memesan mie balap dan segelas teh manis serta duduk di bangku bersama dengan bapak-bapak tersebut. Salah seorang bapak terlihat sedang asyik membaca surat kabar dan sesekali terlihat mendesis. Penulis pun mendekati bapak tersebut. Penulis mulai menegur bapak tersebut dengan berpura-pura menanyakan apa yang bapak itu baca.

Bapak itu mengatakan bahwa, semua berita di surat kabar sekarang ini setiap harinya tentang pemerkosaan. Beliau mengatakan bahwa semakin banyak saja orang-orang “bejat” sekarang ini. Seorang ayah saja mampu memperkosa anaknya sendiri apalagi orang lain. Penulis merasa ini adalah waktunya untuk masuk mewawancarai bapak itu. Saat akan memulai wawancara, bapak tersebut permisi untuk berangkat kerja. Penulis merasa kecewa lagi. Hampir saja penulis berhasil mendapatkan waktu yang tepat namun, gagal lagi karena bapak itu harus berangkat kerja. Penulis pun bertanya apakah bisa berbincang-bincang di lain hari, bapak itu menjawab “iya”.

Pesanan penulis pun datang. Saat menikmati sarapan, penulis melihat seorang bapak yang baru saja datang. Bapak tersebut menegur penulis. Ternyata bapak itu adalah Bapak Sinaga yang merupakan Ketua STM yang baru ditemui penulis kemarin. Bapak-bapak yang ada di warung itu heran melihat penulis dan beliau begitu akrab. Salah seorang bapak menanyakan siapa penulis kepada ketua STM tersebut. Bapak Sinaga pun memperkenalkan penulis. Penulis pun mengambil kesempatan untuk mewawancarai bapak-bapak yang ada disana.


(48)

Respon mereka sama seperti respon Bapak Sinaga saat penulis wawancara kemarin. Mereka pun juga meminta penulis untuk bertanya kepada isteri mereka.

Kembali rasa kecewa menghinggapi penulis. Penulis berpikir apa yang harus penulis lakukan selanjutnya. Penulis pun mencari tahu siapa nama bapak dan dimana rumahnya yang penulis temui tadi. Salah seorang bapak di warung itu mengatakan bahwa beliau tidak tinggal di kelurahan tersebut. Beliau hanya terkadang mampir untuk membaca surat kabar saja. Penulis mulai putus asa. Tak terasa mie yang ada dihadapan penulis sudah dingin dan tak enak lagi dimakan ditambah lagi hilangnya selera makan penulis akibat rasa kekecewaan tersebut. Penulis sulit sekali mendapatkan informan seorang ayah untuk diwawancarai. Para ayah tersebut merasa bahwa masalah terkait seks itu hanya kaum ibu yang paham dan yang biasa memberikan pendidikan seks kepada putra-putri mereka.

Penulis pun memutuskan untuk pulang menenangkan hati dan pikirannya. Penulis juga ingin mengatur rencana untuk dapat menemukan cara bagaimana agar para ayah mau diajak berbicara mengenai masalah penelitian ini. Penulis pun berpamitan untuk pulang dan membayar sarapan yang penulis pesan tadi. Sesampai di rumah, ternyata ada tamu. Tamu tersebut adalah Namboru Mida (45 tahun). Kesempatan ini tak disia-siakan oleh penulis. Penulis pun mulai berdiskusi dengan namboru tersebut.

Menurut Namboru Mida, tabu baginya untuk membicarakan masalah seks antara orangtua dan anak. Bagi beliau, sang anak akan mengetahui apa seks itu kelak ketika ia telah berumahtangga. Penulis merasa ini informasi penting. Penulis pun semakin bersemangat untuk mengorek lebih dalam lagi. Namboru Mida


(49)

mengaku bahwa, beliau tidak pernah berbicara mengenai masalah tersebut kepada anak-anaknya. Anak-anaknya terkhusus putrinya yang beranjak remaja pun tidak pernah berbicara mengenai masalah tersebut. Menurut Namboru Mida, anak-anaknya akan mengetahui lebih baik dari luar, apalagi saat ini kemajuan teknologi sudah semakin canggih. Ketika penulis bertanya apakah pendidikan seks itu penting, beliau mengatakan bahwa, pendidikan seks itu penting. Namun, akan lebih baik jika yang mengajarkannya adalah sekolah. Karena sekolah lebih mengetahui bagaimana mengajarkan pendidikan seks itu sesuai usia anak tersebut.

Dari beberapa informan yang penulis wawancarai menjelaskan bagaimana pendidikan seks yang ada di dalam keluarga. Para ibu mengaku bahwa mereka telah memberikan pendidikan seks kepada putri mereka, namun beberapa remaja putri mengaku bahwa pendidikan seks yang mereka dapat lebih banyak dari sekolah yakni dalam pelajaran biologi, sedangkan ibu mereka hanya sekedar memberikan nasehat dan larangan-larangan yang harus mereka jauhi dalam pergaulan mereka. Para ayah pun mengaku bahwa, yang bertanggungjawab memberikan pendidikan seks itu adalah para ibu di dalam keluarga masing-masing. Hal ini dikarenakan para ibu lebih memiliki hubungan yang dekat dengan putri-putrinya sehingga lebih leluasa membicarakan hal-bal yang berbau seks.


(50)

BAB II

GAMBARAN UMUM PEMATANGSIANTAR

2.1. Sejarah Singkat Pematangsiantar

Sebelum proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, Pematangsiantar merupakan daerah kerajaan Siantar. Pematangsiantar yang berkedudukan di pulau Holing dan raja terakhir dari dinasti keturunan marga Damanik yaitu Tuan Sangnawaluh Damanik, yang memegang kekuasan sebagai raja tahun 1906. Disekitar Pulau Holing kemudian berkembang menjadi perkampungan tempat tinggal penduduk diantaranya Kampung Suhi Haluan, Siantar Kahean, Pantoan,Suhi Bah Bosar,dan Tomuan. Daerah-daerah tersebut kemudian menjadi daerah hukum Kota Pematangsiantar yaitu :

1. Pulau Holing menjadi Kampung Pematang. 2. Siantar Bayu menjadi Kampung Pusat Kota.

3. Suhi Kahean menjadi Kampung Sipinggol-pinggol, Kampung Melayu, Martoba, Sukadame dan Bane.

4. Suhi Bah Bosar menjadi Kampung Kristen, Karo, Tomuan, Pantoan, Toba dan Martimbang.

Setelah Belanda memamusuki daerah Sumatera Utara, Simalungun menjadi Daerah kekuasaan Belanda sehingga pada tahun 1907 berakhirlah kekuasaan raja-raja. Controleur Belanda yang semula berkedudukan di


(51)

perdagangan pada tahun 1907 dipindahkan ke Pematangsiantar. Sejak itu Pematangsiantar berkembang menjadi daerah yang banyak dikunjungi pendatang baru, Bangsa Cina mendiami Kawasan Timbang Galung dan Kampung melayu. Pada tahun 1910 didirikan Badan Persiapan Kota Pematangsiantar. Kemudian Pada tanggal 1 Juli 1917 berdasarkan Stad Blad No.285 Pematangsiantar berubah menjadi Geemente yang mempunyai otonomi sendiri. Sejak Januari 1939 berdasarkan Stad Blad No.717 berubah menjadi Geemente yang mempunyai Dewan.

Pada jaman Jepang berubah menjadi Siantar Estate dan Dewan dihapus. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Pematangsiantar kembali menjadi daerah Otonomi. Berdasarkan UU No.22/1948 status geemente menjadi kota kabupaten Simalungun dan Walikota di rangkap oleh Bupati Simalungun sampai 1957. Berdasarkan UU No1/1957 berubah menjadi Kota Praja penuh dan dengan keluarnya UU No.18/1965 berubah menjadi Kotamadya, dan dengan keluarnya UU No.5/1974 Tentang pokok-pokok pemerintah di daerah berubah menjadi daerah tingkat II Pematangsiantar sampai sekarang.26

Dengan keluarnya UU Nomor 18/1965 berubah menjadi Kotamadya dan berdasarkan UU Nomor 5/1974, tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, resmi menjadi Kotamadya Pematangsiantar.Kota Pematangsiantar terdiri dari 8 kecamatan yaitu:


(52)

1. Siantar Utara 2. Siantar Barat 3. Siantar Marihat 4. Siantar Martoba 5. Siantar Selatan 6. Siantar Timur 7. Siantar Sitalasari 8. Siantar Marimbun

Dari 8 Kecamatan tersebut, Kelurahan Kristen yang menjadi lokasi penelitian penulis berada di Kecamatan Siantar Selatan. Tak ada yang mengetahui dengan jelas, mengapa kelurahan ini disebut Kelurahan Kristen. Namun menurut penuturan masyarakat setempat, hal ini dikarenakan mayoritas warga setempat merupakan pemeluk agama Kristen.27

Menurut Antonius Bungaran Simanjuntak (2010;159-161), penduduk asli kota Pematngsiantar adalah Batak Simalungun. Lalu, pada tahun 1900 diketahui bahwa mulai berdatangan penduduk pendatang, yaitu orang Cina dan Tamil (Keling). Tahun 1903, orang Batak dari selatan juga mulai datang, terutama orang Batak Mandailing, yang kemudian menetap di bagian utara Pulau Holing, yang sekarang bernama Kampung Timbang Galung dan Kampung Melayu. Kemudian, orang Batak Toba masuk sekitar tahun 1907 (sebagai akibat garis kebijaksanaan pemerintah kolonial Belanda yang membutuhkan tenaga petani Batak Toba yang

27


(53)

dianggap sangat terampil dalam bertani di persawahan), dengan maksud untuk mencari tanah persawahan baru. Karena maksudnya bersawah, maka mereka menetap di pinggiran Kerajaan Siantar, yaitu kawasan arah ke Pematang Tanah Jawa dan arah ke Tapanuli Utara, yang sekarang bernama Kampung Kristen (bagian dari Bah Bosar). Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, sekarang ini di daerah Kampung Kristen yang mana mayoritas warganya adalah Batak Toba tidak lagi bertani, akan tetapi berdagang dan bekerja di kantor pemerintahan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).


(54)

2.1.1. Profil Kota Pematangsiantar

Nama Resmi : Kota Pematangsiantar

Ibukota : Pematangsiantar

Provinsi : Sumatera Utara

Batas Wilayah :

• Utara : Kabupaten Simalungun

• Selatan : Kabupaten Simalungun

• Barat : Kabupaten Simalungun

• Timur : Kabupaten Simalungun

Luas Wilayah : 55,66 km² Jumlah Penduduk : 279.180 Jiwa Jumlah Kecamatan : 8

Jumlah Kelurahan : 58

Website

Logo :


(55)

2.1.2. Peta Wilayah Pematangsiantar

Di bawah ini adalah merupakan peta wilayah kota Pematangsiantar. Peta ini menjelaskan mengenai perluasan wilayah kodya daerah tingkat II Pematangsiantar.


(56)

2.2. Letak dan Keadaan Geografis

Kelurahan Kristen ini merupakan salah satu kelurahan yang termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Siantar Selatan, Kotamadya Pematangsiantar, Propinsi Sumatera Utara. Jarak kelurahan ke kecamatan jauhnya adalah 0.5 km, dengan luas kelurahan 37.5 km2. Kelurahan Kristen ini mempunyai rasio terhadap luas kecamatan yaitu 75%. Maksud dan tujuan terbentuknya Kelurahan Kristen ini adalah untuk mempermudah serta melancarkan roda pemerintahan dan pembangunan serta membina masyarakat di segala bidang. Kelurahan Kristen ini berada di ketinggian <500 m dari permukaan laut. Wilayah Kelurahan Kristen ini memiliki batas-batas kelurahan sebagai berikut :

 Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Teladan

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Sukamaju/Sukamakmur  Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Toba

 Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Martimbang

2.3. Pemerintahan

Kelurahan Kristen merupakan kelurahan yang masuk ke dalam klasifikasi kelurahan swasembada. Di Kelurahan Kristen ini terdiri dari 2 lingkungan, 11 RT, dan 4 RW. Kelurahan Kristen ini memiliki 6 orang aparatur pemerintahan yang terdiri dari 2 laki-laki dan 4 perempuan. Keenam aparatur pemerintahan itu berpendidikan akhir dari SMA/SMK. Berikut ini adalah tabel daftar pejabat kelurahan yang pernah menjabat sebagai lurah :


(57)

Tabel 1

Daftar Pejabat Kelurahan yang Pernah Menjabat Sebagai Lurah

No. NAMA TAHUN

1 G.M. Simanjuntak 1981 – 1990

2 Poltak Siregar 1990 – 2001

3 Risman Sihotang, SH 2001 – 2009

4 Asman Sinaga 2009 - sekarang

Sumber :Monografi Kelurahan Kristen, 2012.

2.4. Keadaan Penduduk

Kelurahan Kristen ini memiliki jumlah penduduk sebanyak 2593 jiwa. Berikut ini adalah tabel data penduduk Kelurahan Kristen :

Tabel 2

Data Jumlah Penduduk dari Tahun 2008 – 2012

No. Kelompok Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah Persentase

1 2008 1242 1321 2563 19,89%

2 2009 1238 1330 2568 19,93%

3 2010 1244 1334 2578 20%

4 2011 1262 1320 2582 20,04%

5 2012 1189 1487 2593 20,04%

Sumber :Monografi Kelurahan Kristen, 2012.

Dari data tabel di atas ini dapat diketahui bahwa dalam kurun waktu lima tahun terakhir, jumlah penduduk selalu bertambah setiap tahunnya. Menurut salah


(58)

seorang aparatur pemerintah, hal ini dikarenakan banyaknya penduduk yang merupakan para pendatang dari kampung. Oleh karena itu, pertumbuhan jumlah penduduk pun semakin bertambah setiap tahunnya. Hal lain yang menjadi penyebabnya juga dikarenakan tingginya angka kelahiran di kelurahan tersebut.

Tabel 3

Data Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Etnik

No Kelompok Etnik Jumlah Jiwa

1 Batak Toba 2483

2 Simalungun 75

3 Jawa 14

4 Nias 21

Jumlah 2593

Sumber :Monografi Kelurahan Kristen, 2012.

Berdasarkan tabel di atas, adapun persentase dari data jumlah penduduk berdasarkan kelompok etnik adalah Batak Toba (95%), Simalungun (2,89), Jawa (0,53), dan Nias (0,8%). Oleh karena itu, penduduk di Kelurahan Kristen ini mayoritas adalah beretnis Batak Toba (95%). Bahasa yang sering dipergunakan sehari-hari antar warga pun memakai bahasa Batak Toba sekalipun di Kelurahan tersebut terdapat etnis lain. Hubungan antar etnis pun terjalin dengan baik.


(59)

2.5. Sosial 2.5.1. Pendidikan

Komposisi penduduk Kelurahan Kristen menurut pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4

Komposisi Penduduk Kelurahan Kristen Menurut Pendidikan

No Jenis Pendidikan Jumlah Jiwa Persentase

1 PAUD/TK 116 4,47 %

2 SD 378 14,57%

3 SMP 138 5,32%

4 SMA/SMK 797 30,73%

5 Perguruan Tinggi 42 1,62%

6 Pendidikan Non Formal 3 0,12%

7 Tamat Akademik/Sederajat 1119 43,15%

Jumlah 2593 100%

Sumber :Monografi Kelurahan Kristen, 2012.

Masyarakat Kelurahan Kristen seluruhnya sudah mengecap pendidikan seperti terlihat dalam tabel di atas, sehingga masyarakat tidak lagi buta huruf dan bodoh. Paling tidak masyarakat di Kelurahan Kristen ini sudah dapat membaca dan menulis. Para orangtua berusaha agar anak-anak mereka dapat bersekolah dan mendapatkan kehidupan yang lebih baik lagi.


(60)

2.5.2. Kesehatan

Kelurahan Kristen telah ditata dengan rapi dan bersih. Rumah-rumah penduduk sudah memenuhi syarat-syarat perumahan yang sehat. Di samping itu juga sudah memiliki prasarana dan sarana rumah tangga yang cukup memadai. Bentuk- bentuk rumah penduduk hampir secara keseluruhan berbentuk permanen, artinya sebagian besar rumah-rumah yang mereka tempati tersebut telah dapat dikatakan layak huni atau telah sesuai dengan standar kesehatan yang ada. Dengan kondisi sarana sanitasi yang lengkap baik dari segi penyediaan air yaitu air leading (PDAM), sarana PLN yang sangat memadai, kondisi lingkungan tempat tinggal yang bersih dan juga sarana-sarana pendukung lainnya seperti, adanya 3 posyandu dan seorang bidan. Setiap tahunnya, rutin diadakan pengasapan (fogging) di setiap rumah-rumah penduduk. Hal ini disebabkan beberapa tahun terakhir, ada beberapa anak yang terkena demam berdarah.

2.5.3. Agama

Penduduk di Kelurahan Kristen ini mayoritas adalah beragama Kristen Protestan. Meskipun demikian, antar umat beragama di daerah ini tetap terjalin dengan baik. Berikut ini adalah data penduduk berdasarkan agama :


(61)

Tabel 5

Data Penduduk berdasarkan Agama

No Agama Jumlah Persentase

1 Kristen Protestan 2503 96,53%

2 Katolik 78 3,01%

3 Islam 5 0,19%

4 Lainnya 7 0,27%

Jumlah 2593 100%

Sumber :Monografi Kelurahan Kristen, 2012.

2.6. Sarana dan Prasarana

Prasarana dan sarana sosial yang cukup memadai dapat meningkatkan kehidupan sosial masyarakat dalam segala bidang. Demikian juga halnya Kelurahan Kristen yang sudah memiliki berbagai prasarana dan sarana yang cukup baik. Berikut ini adalah tabel yang menjelaskan tentang prasarana dan sarana di Kelurahan Kristen :

2.6.1. Prasarana Pendidikan

Prasarana pendidikan yang terdapat di Kelurahan Kristen ini dapat dikatakan cukup lengkap. Hal ini terlihat dengan banyaknya sekolah-sekolah baik dari TK hingga Sekolah Menengah Tingkat Atas. Sehingga dengan demikian masyarakat yang ada di wilayah ini dengan mudah menyekolahkan anak-anaknya sesuai dengan jenjang tingkatan pendidikan yang diikutinya.


(62)

2.6.2. Prasarana Ibadah

Fasilitas agama yang terdapat di daerah ini kurang lengkap, karena hampir disetiap pemukiman penduduk tempat ibadah yang ada hanya gereja, karena umumnya masyrakat yang ada di daerah ini beragama Kristen. Meskipun demikian, ada sebuah mesjid yang berada tidak jauh dari Kelurahan Kristen ini, sehingga warga yang beragama Islam dapat beribadah disana. Masing-masing masyarakat yang menganut kepercayaan yang berbeda-beda tersebut menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinannya masing-masing tanpa terjadi perpecahan antara satu dengan yang lainnya. Toleransi umat dalam beragama di wilayah ini sangat tinggi diantara penganut–penganut kepercayaan yang berbeda-beda meskipun mayoritas penduduk setempat adalah beragama Kristen.

2.6.3. Prasarana Transportasi

Prasarana transportasi yang terdapat di Kelurahan Kristen sudah cukup memadai. Jalan yang yang tersedia di Kelurahan Kristen ini terdiri dari jalan kampung dan gang yang jalannya sudah berbentuk jalan aspal, terdapatnya transportasi darat, jembatan, penerangan (lampu jalan), dan saluran pembuangan. Sarana transportasi darat lainnya seperti becak, angkutan umum sudah banyak ditemui di Kelurahan Kristen. Masyarakat disini tidak mengalami kesulitan dalam hal sarana transportasi karena di tempat ini sudah sangat banyak dan bermacam-macam sarananya.


(1)

pasar. Mereka akan pergi pukul 09.00 pagi dan pulang sore hari pukul 18.00. hal ini tentu saja membuat komunikasi antara orangtua dan anak-anak mereka menjadi sangat sedikit.

5.2. Saran

Supaya para generasi muda sebagai penerus bangsa dan negara tidak runtuh akhlaknya, maka harus mempunyai kepribadian yang baik. Ada beberapa saran yang dapat penulis berikan, antara lain:

Untuk orang tua hendaknya lebih waspada dan selalu memberikan bimbingan, pengawasan dan didikan kepada anak-anaknya dalam hal pergaulan, bacaan-bacaan, media teknologi, serta kebiasaan yang tidak baik yang dapat mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan bagi anak-anaknya. Pengawasan, pengarahan, dan didikan tersebut, hendaknya orangtua memberikan contoh atau suri tauladan yang baik bagi anak-anaknya agar anak kelak tumbuh dan berkembang dengan memiliki kepribadian yang baik.

Untuk masyarakat, hendaknya selalu memberikan pengawasan dan didikan pada generasi muda, terutama terhadap budaya dan pergaulan yang dilakukan oleh generasi muda agar tidak terjerumus ke dalam seks bebas. Dan juga masyarakat dapat memberikan bimbingan terhadap nilai-nilai yang dapat mengarahkan pada kehidupan generasi muda, agar mereka mampu menemukan jati dirinya dengan memiliki kepribadian yang luhur.


(2)

intelektual dan kepribadian yang tinggi. Dan pemerintah juga harus melakukan upaya pemberantasan berbagai hal yang menyebabkan tindak kriminalitas terutama yang mengarah pada penyimpangan seksual remaja, misalnya melakukan ketetapan hukum yang tegas terhadap penyimpangan seksual yang dilakukan oleh remaja, memberikan pengawasan yang ketat terhadap tempat-tempat hiburan, lokalisasi dan lainnya.

Untuk remaja, hendaknya remaja harus selalu menjaga diri dari hal-hal yang dapat mengantarkan kepada tindak kriminalitas yaitu penyimpangan seksual. Dan remaja juga harus mampu menjadikan nilai-nilai agama sebagai pedoman berperilaku dalam kehidupan kesehariannya.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Berutu, Lister dkk. Metode Penyusunan Proposal Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial. Monora, 2001, Medan.

Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif. PT Raja Grafindo Persada, 2007, Jakarta.

Chalke, Steve. The Parentalk Guide To Your Child and Sex: Orangtua, Anak, dan Seks. Andi, 2007, Yogyakarta.

Dananjaya, James. Antropologi Psikologi: Teori, Metode, dan Sejarah Perkembangannya. PT Raja GrafindoPersada, 1994, Jakarta.

Dariyo, Agoes. Psikologi Perkembangan Remaja. Ghalia Indonesia, 2004, Bogor.

Dianawati, Ajen. Pendidikan Seks untuk Remaja. PT KawanPustaka, 2003, Jakarta.

Djiwandono, Sri Esti Wuryani. Pendidikan Seks untuk Keluarga. PT Indeks, 2008, Jakarta.

Gunawan, Patricia Irinna. Pendidikan sex-1: Perubahan dalam Tubuhku. PT Elex Media Komputindo, 2011, Jakarta.

Gunawan, Patricia Irinna. Pendidikan sex-2: Tubuhku yang Berharga. PT Elex Media Komputindo, 2012, Jakarta.

Halstead, M & R eiss, M. Sex Education Nilai dalam Pendidikan Seks Bagi Remaja. Alenia Press, 2004, Yogyakarta.


(4)

Koentjaraningrat. Sejarah Teori Antropologi II. UI-Press, 1990, Jakarta.

Madan, Yusuf. Sex Education For Children :Panduan Orang Tua Dan Pendidikan Seks Untuk Anak. Hikmah, 2004, Jakarta.

Mayo, M.A. Parent’s Guide to Sex Education :Terjemahan. Yayasan Kalam Hidup, 1986, Bandung.

Mohammad, K. Kontradiksi dalam Kesehatan Reproduksi. Bumiaksara, 1998, Jakarta.

Mu’tadin, Z. Pengantar Pendidikan dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Andi Offset, 2002, Yogyakarta.

Notoatmodjo, S. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Andi offset, 1993, Yogyakarta.

Nugroho, Boyke Dian. 1001 Tanya Anak Soal Seks. Sunshinebooks, 2011, Jakarta.

Pohan, Irman. Seks dan Kehidupan Anak : Sebuah Buku Pedoman untuk Orang Tua. PT Asri Media Pustaka, 1990, Jakarta.

Sarwono, S. W. Psikologi Remaja. Edisi Revisi. PT Raja Grafindo, 2010, Jakarta.

Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Sagung Seto, 2004, Jakarta.

Sutandio, Denny Teguh. GERAKAN KARISMATIK : Tinjauan Reflektif dan Kritis Alkitabiah. Sola Scriptura, 2009, Jakarta.


(5)

Tukan, Johan Suan. Metoda Pendidikan Seks, Perkawinan, dan Keluarga. Erlangga, 1993, Jakarta.

Yustina, Ida. Pemahaman Keluarga Tentang Kesehatan Reproduksi. Pustaka Bangsa Press, 2007, Medan.

Zulkifli, L..Psikologi Perkembangan. Remaja Rosdakarya, 2005, Bandung.

Sumber Lain

Harian Analisa, Medan, 26 November 2012.

Jurnal Perempuan Edisi 16, hal 26-27.

Jurnal Perempuan Edisi 41, hal 106-107.

Mingguan Berita Forum Keadilan no. 41, tahun XXI/ 11-17 Februari 2013, hal 36-43.

Tata Gereja GKPI 2010

Sumber Internet

http://masyuz.blogspot.com/2010/06/faktor-faktor - yang - mempengaruhi.html (3 Mei 2013, pukul 13.56)


(6)

http://okezonekampus – orangtua-harus-berikan-pendidikan-seks-sejak-dini.com (27 Desember 2012, pukul 08.05)

http://Prevention

Indonesia-cara-cerdas-untuk-hidup-sehat»prevention»pilihan»pendidikan-seks-pengetahuan-tanpa-batas-umur.com (17 Desember 2012, pukul 16.33)

http://forum.detik.com/top-rank-untuk-negara-negara/(24 Februari 2013, pukul 09.14)

12.37)