Persepsi Masyarakat Melayu Tentang Pendidikan Seks bagi Remaja di Lingkungan III Kelurahan Tanjung Pura Tahun 2011

(1)

PERSEPSI MASYARAKAT MELAYU TENTANG PENDIDIKAN SEKS BAGI REMAJA DI LINGKUNGAN III

KELURAHAN TANJUNG PURA

ERIZCA FITRIA ZUHRA 105102040

KARYA TULIS ILMIAH

PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal Karya Tulis Ilmiah ini yang berjudul “Persepsi Masyarakat Melayu tentang Pendidikan Seks bagi Remaja di

Lingkungan III Kelurahan Tanjung Pura Tahun 2011” yang diajukan untuk memenuhi

salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan proposal Karya Tulis Ilmiah ini penulis mengalami kesulitan akan tetapi berkat bantuan dan bimbingan yang sangat berarti dari berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal Karya Tulis Ilmiah ini sebagaimana mestinya. Maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Nur Asnah Sitohang, S.Kep, Ns, M.Kep Selaku Ketua Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. dr. Isti Ilmiati Fujiati, M.Sc (CM-FM) selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan, bantuan dan arahan selama pembuatan proposal Karya Tulis Ilmiah ini.

4. Seluruh staf dan Dosen Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

5. Terima kasih yang tak terhingga pada orang tua serta semua keluarga yang penulis cintai yang senantiasa mendoakan dan memberi motivasi tanpa henti selama menjalani pendidikan.


(4)

6. Rekan- rekan mahasiswa Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan pada penulis dalam penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini.

Penulis menyadari betul bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih terdapat kekurangan baik isi maupun penyusunan bahasa. Untuk itu penulis sangat mengharapakan masukan dan saran yang membangun untuk mendapatkan perbaikan pada yang akan datang.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga karya tulis ilmiah ini kelak bermanfaat bagi kita semua, khususnya penulis.

Medan, Mei 2011 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR SKEMA ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN... vii

BAB I : PENDAHULUHAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA A. Persepsi ... 7

B. Pendidikan Seks ... 10

C. Budaya ... ... 12

D. Remaja ... 13

BAB III : KERANGKA KONSEP A. Kerangka Konsep ... 19

B. Definisi Operasional ... 20

BAB IV : METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 23

B. Populasi dan Sampel ... 23

C. Tempat Penelitian ... 24

D. Waktu Penelitian ... 24

E. Etika Penelitian ... 24

F. Instrumen Penelitian ... 25

G. Uji Validitas dan Reabilitas ... 25

H. Prosedur Pengumpulan Data ... 25


(6)

BAB V : HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ... 27 B. Pembahasan... ... 32

BAB VI : KESIMPULAN

A. Kesimpulan ... 36 B. Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37 LAMPIRAN


(7)

DAFTAR SKEMA


(8)

DAFTAR TABEL

Table 5.1 Gambaran data demografi dan karakteristik responden……… 27 Table 5.2 Distribusi Frekuensi Persepsi Masyarakat Melayu Terhadap


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Lembar persetujuan menjadi responden Lampiran 2 : Lembar Kuesioner

Lampiran 3 : Surat izin Pendahuluan Penelitian Lampiran 4 : Surat balasan

Lampiran 5 : Surat Izin Penelitian

Lampiran 6 : Surat Izin selesai penelitian Lampiran 7 : Master table

Lampiran 8 : Hasil SPSS


(10)

(11)

PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Karya Tulis Ilmiah, Juni 2011 Erizca Fitria Zuhra

Persepsi Masyarakat Melayu Tentang Pendidikan Seks bagi Remaja di Lingkungan III Kelurahan Tanjung Pura Tahun 2011

vii+ 37hal + 2 tabel + 1 Skema + 9 Lampiran

ABSTRAK

Pendidikan seks adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar, yang meliputi terjadinya pembuahan, kehamilan, tingkah laku seksual, hubungan seksual dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaaan dan kemasyarakatan. Masalah pendidikan seksual yang diberikan sepatutnya berkaitan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, apa yang dilarang, apa yang dilazimkan dan bagaimana melakukannya tanpa melanggar aturan-aturan yang berlaku di masyarakat. Penelitian ini bertujan untuk mengetahui persepsi masyarakat melayu tentang pendidikan seks bagi remaja di Lingkungan III Kelurahan Tanjung Pura. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan data primer yang didapat melalui kuesioner. Sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat melayu yang memiliki remaja yang didapat menggunakan teknik total sampling. Dari hasil penelitian ini didapat data, responden yang memiliki persepsi positif sebanyak 43 orang (81,1%) dan negatif 10 orang (18,9%).Mengingat pentingnya pendidikan seks bagi remaja, perlu adanya koordinasi antara pemerintah, tenaga kesehatan dan masyarakat untuk menyatukan persepsi mengenai pendidikan seks agar remaja mendapatkan informasi yang jelas dan benar megenai seksualitas untuk meningkatan kesehatan reproduksinya.

Kata kunci : Persepsi,Masyarakat Melayu, dan Pendidikan seks bagi Remaja Jumlah buku : 27 (2000-2009)


(12)

PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Karya Tulis Ilmiah, Juni 2011 Erizca Fitria Zuhra

Persepsi Masyarakat Melayu Tentang Pendidikan Seks bagi Remaja di Lingkungan III Kelurahan Tanjung Pura Tahun 2011

vii+ 37hal + 2 tabel + 1 Skema + 9 Lampiran

ABSTRAK

Pendidikan seks adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar, yang meliputi terjadinya pembuahan, kehamilan, tingkah laku seksual, hubungan seksual dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaaan dan kemasyarakatan. Masalah pendidikan seksual yang diberikan sepatutnya berkaitan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, apa yang dilarang, apa yang dilazimkan dan bagaimana melakukannya tanpa melanggar aturan-aturan yang berlaku di masyarakat. Penelitian ini bertujan untuk mengetahui persepsi masyarakat melayu tentang pendidikan seks bagi remaja di Lingkungan III Kelurahan Tanjung Pura. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan data primer yang didapat melalui kuesioner. Sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat melayu yang memiliki remaja yang didapat menggunakan teknik total sampling. Dari hasil penelitian ini didapat data, responden yang memiliki persepsi positif sebanyak 43 orang (81,1%) dan negatif 10 orang (18,9%).Mengingat pentingnya pendidikan seks bagi remaja, perlu adanya koordinasi antara pemerintah, tenaga kesehatan dan masyarakat untuk menyatukan persepsi mengenai pendidikan seks agar remaja mendapatkan informasi yang jelas dan benar megenai seksualitas untuk meningkatan kesehatan reproduksinya.

Kata kunci : Persepsi,Masyarakat Melayu, dan Pendidikan seks bagi Remaja Jumlah buku : 27 (2000-2009)


(13)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pendidikan Seks adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual, dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan. Masalah pendidikan seksual yang diberikan sepatutnya berkaitan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, apa yang dilarang, apa yang dilazimkan dan bagaimana melakukannya tanpa melanggar aturan-aturan yang berlaku di masyarakat (Sarlito, 1994)

Pendidikan seksual merupakan cara pengajaran atau pendidikan yang dapat menolong remaja untuk mengatasi masalah yang bersumber pada dorongan seksual. Dengan demikian pendidikan seksual ini bertujuan umtuk menerangkan segala hal yang berhubungan dengan seks dan seksualitas dalam bentuk yang wajar. Dalam hal ini sebaiknya pendidikan seksual diberikan pertama kali oleh orang tua, tetapi tidak semua orang tua mau terbuka terhadap anak dalam membicarakan masalah seksual. Tingkat sosial ekonomi maupun tingkat pendidikan yang berbeda menyebabkan ada orang tua yang mau dan mampu memberikan penerangan tentang seks tetapi lebih banyak yang tidak mampu dan memahami permasalahan tersebut (Gunarsa, 1991)

Pendidikan seksual yang baik harus dilengkapi dengan pendidikan etika, pendidikan tentang hubungan antar sesama manusia baik dalam hubungan keluarga maupun di masyarakat. Tujuan dari pendidikan seksual bukan untuk


(14)

menimbulkan rasa ingin tahu dan rasa ingin mencoba hubungan seksual antar remaja, tetapi ingin menyiapkan agar remaja tahu tentang seksualitas dan akibat-akibatnya bila dilakukan tanpa mematuhi aturan hukum, agama dan adat istiadat serta kesiapan mental dan material seseorang (Husodo, 1987)

Survei oleh WHO tentang pendidikan seks membuktikan, pendidikan seks bisa mengurangi atau mencegah perilaku hubungan seks sembarangan yang berarti pula mengurangi tertularnya penyakit akibat hubungan seks bebas. Pendidikan seks yang benar harus memasukkan unsur-unsur hak azazi manusia, juga nilai-nilai kultur dan agama diikutsertakan di dalamnya sehingga akan merupakan pendidikan akhlak dan moral juga.

Pendidikan seks di Indonesia masih menjadi kontroversi, masih banyak anggota masyarakat yang belum menyetujui pendidikan seks di rumah maupun di sekolah. Dampaknya bisa kemana-mana, antara lain dalam memilih tontonan yang berbudaya barat yang digambarkan dalam film ataupun video sering kali menunjukan kehidupan seks bebas dikalangan remaja, itu bukan semata-mata karena ketagihan tetapi timbul karena adanya persepsi bahwa melakukan hubungan seksual sudah merupakan hal yang biasa. Sebab itu pendidikan seks hendaknya menjadi bagian penting dalam pendidikan disekolah.

Ketidaktahuan remaja mengenai seks dapat dilihat dari penelitian yang dilakukan “synovate” sebuah perusahaan yang bergerak dibidang jasa dan pemasaran pada tahun 2004 terhadap 450 remaja dari Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan yang membuktikan remaja tidak mempunyai pengetahuan khusus serta komprehensif mengenai seks. Informasi utama mereka, didapat dari teman


(15)

65 persen, film porno 35 persen, sekolah 19 persen dan orang tua 5 persen (BKKBN, 2004)

Menjawab persoalan diatas, sekiranya perlu pendidikan seks bagi remaja. Namun pelaksanaannya sampai sekarang terkendala karena pengaruh budaya masyarakat Indonesia yang masih menganggap seks itu adalah hal alamiah yang akan diketahui dengan sendirinya setelah remaja menikah sehingga dianggap tabu untuk dibicarakan secara terbuka ( Mu’tadin, 2002 ). Sikap mentabukan dan tidak terbuka mengenai seks ini menurut Suarta (2002) malah akan memancing rasa penasaran remaja yang berakhir pada perilaku seksual yang tidak sehat dan merugikan kesehatan reproduksi remaja.

Perbedaan dalam menyikapi seks tersebutlah yang mengakibatkan sampai sekarang masih terjadi pro-kontra terhadap perlu tidaknya memberikan pendidikan seks bagi remaja. Kelompok yang menolak beranggapan bahwa pendidikan seks akan menjerumuskan para remaja untuk melakukan hubungan seksual sebelum menikah sementara kelompok yang mendukung beranggapan bahwa pendidikan seks bisa mencegah remaja melakukan hubungan seks sebelum menikah karena telah mengetahui resiko-resiko yang akan dihadapinya ( Lukman, 2004 )

Berdasarkan penjelasan diatas peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana persepsi masyarakat khususnya budaya melayu tentang pendidikan seks terhadap remaja di Lingkungan III Kelurahan Tanjung Pura tahun 2011


(16)

B. Rumusan Masalah

Adapun perumusan masalah dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi masyarakat melayu tentang pendidikan seks terhadap remaja.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi masayarakat melayu tentang pendidikan seks bagi remaja.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik responden berdasarkan umur, pekerjaan, pendidikan dan agama.

b. Mengetahui persepsi masyarakat melayu tentang Pendidikan seks bagi Remaja.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, pengetahuan, dan pengalaman bagi peneliti selanjutnya.

2. Bagi Profesi Kebidanan

Penelitian ini dapat menjadi masukan bagi bidan sebagai pelaksana pelayanan kesehatan reproduksi remaja dalam memberikan penyuluhan mengenai pendidikan seks bagi remaja.


(17)

3. Bagi Responden

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi responden dalam memberikan pendidikan seks bagi remajanya dan pentingnya memberikan pendidikan seks dimulai dari keluarga.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Persepsi

1. Definisi Persepsi

Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan (Jalaludin, 2005). Menurut Siagian (2004) persepsi adalah suatu proses melalui mana seseorang mengorganisasikan dan menginterprestasikan kesan-kesan sensorinya dalam usahanya memberikan suatu makna tertentu kepada lingkungannya.

Persepsi didahului oleh proses penginderaan terhadap stimulus yang diterima seseorang melalui panca inderanya (Walgito, 2002). Proses penginderaan stimulus ini menurut Walgito selanjutnya akan diteruskan ke proses persepsi yaitu bagaimana seseorang mengorganisasikan dan menginterprestasikan stimulus sehingga orang tersebut menyadari, mengerti tentang apa yang di indera itu. Persepsi diartikan juga sebagai kesadaran intuitif (berdasarkan firasat) terhadap kebenaran atau kepercayaan langsung terhadap sesuatu (Komaruddin, 2000).

Menurut Siagian, persepsi seseorang belum tentu sama dengan fakta yang sebenarnya. Sebab itulah mengapa dua orang yang melihat sesuatu mungkin memberikan interprestasi yang berbeda tentang apa yang dilihatnya. 6


(19)

Perbedaan tersebut karena adanya kecendrungan manusia memilih apa yang ingin dipersepsinya. Apabila objek yang dipersepsi sesuai dengan penghayatannya dan dapat diterima secara rasional dan emosional maka manusia akan mempersepsikan positif atau cenderung menyukai dan menanggapi sesuai dengan objek yang dipersepsi, sementara apabila tidak sesuai dengan penghayatannya maka persepsinya negative atau cenderung menjauhi, menolak dan menanggapi secara berlawanan terhadap objek persepsi tersebut (Jalaluddin, 2005).

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Persepsi seseorang tidak timbul begitu saja. Ada beberapa factor yang mempengaruhi timbulnya persepsi, menurut Mahmud (1990) persepsi hampir 90% dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman sensoris sehari-hari dengan kebiasaan terdahulu yang di ulang-ulang. Menurut Walgito (2002) dan Jalaluddin (2001) factor-factor yang mempengaruhi persepsi yaitu objek yang dipersepsi, alat indera serta perhatian.

Menurut Siagian (2004) ada 3 faktor yang bisa menimbulkan persepsi yaitu:

a. Diri orang yang bersangkutan sendiri

Apabila seseorang melihat sesuatu dan berusaha memberikan interprestasi tentang apa yang dilihatnya itu, ia dipengaruhi oleh karakteristik individual yang turut berpengaruh seperti sikap, motif, kepentingan, minat, pengalaman dan harapannya.


(20)

Persepsi seseorang terhadap pendidikan seks juga tergantung pada hal-hal tersebut diatas. Sikap,motif, kepentingan, minat, pengalaman, dan harapannya seseorang terhadap pendidikan seks dapat dilihat dari persepsi yang dihasilkan apakah positif atau negatif.

b. Sasaran persepsi

Sasaran mungkin berupa orang, benda, atau peristiwa. Sifat-sifat sasaran biasanya berpengaruh terhadap persepsi orang yang melihatnya. Sasaran pendidikan seks yaitu remaja, menimbulkan persepsi berbeda pada orang tua. Karakteristik remaja yang cenderung labil, mudah meledak-ledak, suka coba-coba dan selalu ingin tahu membuat sebagian orang tua mengganggap pendidikan seks tidak perlu diberikan pada remaja karena kuatir remaja malah semakin ingin melakukan hubungan seks, sedangkan sebagian lagi menggaggap perlu untuk mencegah remaja melakukan hal-hal yang tidak di inginkan. Jadi jelas bahwa sasaran dapat menimbulkan persepsi yang berbeda dari orang yang melihatnya. c. Factor Situasi

Persepsi harus dilihat secara konstektual yang berarti dalam situasi mana persepsi itu timbul haruslah mendapat perhatian. Situasi merupakan faktor yang berperan dalam menimbulkan persepsi seseorang. Misalnya pendidikan seks, apabila diberikan pada situasi dimana lingkungan menganggap seks adalah hal yang tabu,


(21)

jelek, kotor, persepsi yang mungkin timbul akan negatif. Tapi situasi dimana lingkungan sudah menyadari pentingnya pendidikan seks diberikan pada remaja, maka persepsi positif akan timbul.

B. Pendidikan Seks

1. Definisi Pendidikan Seks

Pendidikan seks adalah suatu diskusi yang realistis, jujur dan terbuka, tidak semata-mata dikte moral belaka, tapi berupa pemberian pengetahuan yang factual, menempatkan seks pada persepktif yang tepat berhubungan dengan penghargaan terhadap diri, penanaman rasa percaya diri dan difokuskan pada peningkatan kemampuan dan mengambil keputusan (Pratiwi,2004)

Menurut Sarwono (2003) pendidikan seks adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar, yang meliputi terjadinya pembuahan, kehamilan, tingkah laku seksual, hubungan seksual dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaaan dan kemasyarakatan.

2. Tujuan Pendidikan Seks

Pendidikan seksual selain menerangkan tentang aspek-aspek anatomis dan biologis juga menerangkan tentang aspek-aspek psikologis dan moral. Pendidikan seksual yang benar harus memasukkan unsur-unsur hak asasi manusia. Juga nilai-nilai kultur dan agama diikutsertakan sehingga akan merupakan pendidikan akhlak dan moral juga.


(22)

Pendidikan seksual yang baik harus dilengkapi dengan pendidikan etika, pendidikan tentang hubungan antar sesama manusia baik dalam hubungan keluarga maupun dalam hubungan bermasyarakat. Dikatakan juga bahwa tujuan dari pendidikan seksual adalah bukan untuk menimbulkan rasa ingin tahu dan ingin mencoba hubungan seksual antar remaja, tetapi ingin menyiapkan agar remaja tahu tentang seksualitas dan akibat-akibatnya bila dilakukan tanpa mematuhi aturan hukum, agama, adat istiadat serta kesiapan mental dan material seseorang. Selain itu pendidikan seks bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan mendidik anak agar berprilaku yang baik dalam hal seksual, sesuai dengan norma agama, sosial, dan kesusilaan.

Pendidikan seks tidak semata-mata mengajarkan tentang seks dalam arti sempit seperti anggapan banyak orang. Pendidikan seks jauh lebih luas dari sekedar membahas anatomi dan fisiologi organ seks dan hubungan seks. Ruang lingkup pendidikan seks mencakup dimensi biologis, psikologis, social, prilaku dan agama serta budaya. Semuanya saling berkaitan dalam pendidikan seks yang tujuan akhirnya agar remaja dapat memahami segala hal yang berkaitan dengan dirinya, memiliki perilaku seksual yang sehat dan dapat menjalankan kehidupan seksualnya tanpa bertentangan dengan nilai agama dan budaya yang ada dimasyarakat (Pratiwi, 2004)

Pendidikan seks remaja yang paling baik diberikan oleh orang tua mereka sendiri. Orang tua seharusnya menyadari bahwa remaja berada pada masa yang kritis, dan kejiwaan remaja yang sedang labil sangat mudah terpengaruh oleh berbagai media yang banyak memberikan informasi tentang seks yang


(23)

tidak tepat. Orang tua bisa saja menjadi psikolog amatiran asal mereka mau meluangkan sedikit waktunya untuk memperhatikan perilaku anak remajanya dengan seksama. Sedikit saja perubahan, maka orang tua dapat melihat perubahan tersebut. Pendidkan seks yang diberikan dengan tepat oleh orang tua kepada anak remaja nya ialah dengan cara orang tua dapat menjadi sahabat bagi remajanya, dengan demikan maka remaja akan mau terbuka dalam membicarakan masalah seks dengan orang tua mereka. Orang tua juga sebaiknya berusaha menghilangkan pemikiran bahwa membicarakan seks dengan remaja adalah tabu, menggunakan cara atau bahasa yang mudah diterima serta memberikan contoh yang baik pada remaja dalam keluarga (Mu’tadin, 2002)

C. Budaya

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsure yang rumit, termasuk system agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan dan karya seni. Budaya adalah satu pola hidup menyeluruh, budaya bersifat kompleks, abstrak dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku seseorang.

Aturan moral tentang seksualitas diatur oleh budaya. Budaya memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap seksualitas. Hampir semua aspek seksualitas dipengaruhi budaya. Pengaruhnya di mulai dari cara mendidik anak dalam identitas seksual dan gender, pembentukan orientasi seksual, dan


(24)

pembagian peran gender. Budaya mengatur mana yang baik dan mana yang tidak baik serta mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dalam perkara seksualitas.

Budaya melayu atau orang melayu begitu pendiam, namun diamnya adalah diam pedang yang disarungkan. Mereka menganggap isu seks jika dibicarakan secara terdepan atau terbuka , bakal melanggar tradisi dan adat ketimuran dalam masyarakat di negara ini. Isu ini boleh dianggap sebagai isu “ taboo ” dan tidak boleh dibicarakan secara terbuka atau sebaris dengan isu-isu yang lain yang melibatkan pendidikan ( Mu’tadin,2002)

D. Remaja

1. Definisi Remaja

Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Menurut WHO usia remaja adalah 12-24 tahun. Sementara PBB menyebut anak muda (youth) untuk usia 15-24 tahun. Sarwono (2003) menyebut periode remaja sebagai periode “Srtum Und Drang” yaitu periode peralihan masa anak-anak ke masa dewasa yang penuh gejolak. Sedangkan Hurlock (1999) periode remaja adalah periode dimana terjadi kematangan fisik, mental, emosi dan sosial.

Menurut ciri perkembangannya, masa remaja dibagi menjadi 3 tahap yaitu :

a. Masa remaja awal (early adolescence)

Terjadi pada usia 10-12 tahun. Pada masa ini remaja lebih dekat dengan teman sebaya, ingin bebas, lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir abstrak.


(25)

b. Masa remaja tengah (middle adolesence)

Terjadi pada usia 13-15 tahun. Pada masa ini remaja mencari identitas diri, timbul keinginan untuk mengenal lawan jenis, mempunyai rasa cinta yang mendalam, mengembangkan kemampuan berpikir abstrak, berkhayal tentang aktifitas seks.

c. Masa remaja akhir (late adolesence)

Terjadi pada usia 15-19 tahun. Pada masa ini remaja ditandai dengan pengungkapan kebebasan diri, lebih selektif dalam memilih teman sebaya, mempunyai citra jasmani dirinya, dapat mewujudkan rasa cinta, dan mampu berpikir abstrak.

2. Perkembangan Seksual Remaja

Pada masa remaja terjadi pertumbuhan fisik yang cepat, termasuk pertumbuhan organ-organ seksual untuk mencapai kematangan sehingga mampu melangsungkan fungsi reproduksi. Perkembangan seks remaja ditandai dengan :

a. Munculnya tanda Seks Primer

Tanda seks primer pada remaja putri adalah dengan terjadinya haid pertama (menarche) dan pada remaja putra terjadi mimpi basah (wet dream). Masa dimana tanda seks primer ini muncul disebut juga masa pubertas.

b. Munculnya tanda Seks Sekunder

Tanda seks sekunder pada remaja putri ditandai dengan pinggul mulai melebar, payudara membesar, timbulnya bulu-bulu halus


(26)

diketiak dan sekitar kemaluan. Sedangkan pada remaja putra terjadi perubahan suara, timbulnya jakun, tumbuh rambut disekitar kemaluan dan ketiak.

Perubahan tersebut diatas dialami oleh setiap remaja. Kadangkala hal tersebut sangat membingungkan mereka apalgi jika pengetahuan mereka kurang. Oleh karena itu pendidikan yang tepat tentang perubahan fisik tersebut terutama perubahna organ-organ seksual sangat penting agar remaja siap menghadapinya.

3. Perilaku Seksual Remaja

Perilaku seksual remaja adalah segala tingkah laku yang didorong hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya dan sesama jenisnya. Bentuk-bentuk perilaku seksual dapat bermacam-macam mulai dari perasaan tertarik pada lawan jenisnya, berpacaran, bercumbu bahkan sampai bersenggama. Objek seksualnya dapat berupa orang orang dalam khayalan atau dirinya sendiri (Sarwono, 2003).

Perilaku seksual yang sering terjadi pada remaja antara lain : a. Masturbasi atau Onani

Masturbasi atau onani adalah suatu kegiayan memanipulasi alat genital untuk memuaskan keinginan seksual.

b. Berpacaran

Merupakan kegiatan seksual yang ringan mulai dari sentuhan, pegangan tangan, sampai pada ciuman dan sentuhan-sentuhan seks


(27)

yang pada dasarnya adalah keinginan untuk menikmati dan memuaskan dorongan seksual.

c. Bersenggama

Merupakan perilaku seksual yang lebih dalam yang melibatkan hubungan organ-organ seksual untuk memuaskan dorongan seksual.

Dalam bukunya Psikologi Remaja (Sarwono, 2003) menyebutkan beberapa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku seksual remaja antara lain :

a. Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual remaja. Peningkatan hormon tersebut menyebabkan remaja membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku tertentu. Penyaluran tersebut tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan usia perkawinan maupun karena norma sosial yang semakin lama semakin menuntut persyaratan yang terus meningkat seperti pendidikan, pekerjaan, persiapan mental dan lain-lain.

b. Norma-norma agama yang berlaku, dimana seseorang dilarang untuk berhubungan seksual sebelum menikah, untuk remaja yang tidak dapat menahan diri memiliki kecendrungan untuk hal-hal tersebut.

c. Kecenderungan pelanggaran makin meningkat karena adanya penyebaran informasi dan rangsangan melalui media massa


(28)

dengan teknologi yang canggih menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang ingin tahunya besar dan suka coba-coba akan meniru apa yang dilihat dan didengar dari media massa karena pada umumnya mereka belum mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orang tuanya.

d. Orang tua sendiri baik karena ketidaktahuannya maupun karena mentabukan pembicaraan mengenai seks dalam masalah ini tidak dapat menjelaskan kepada remajanya.

e. Adanya kecenderungan yang makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat, sebagai akibat berkembangnya peran dan pendidikan wanita sehingga wanita semakin sejajar dengan pria.

Remaja lebih cenderung berbagi pengalaman dan menceritakan masalah seksualnya dengan teman-teman sebaya daripada dengan orangtuanya. Terbukti pada penelitian yang dilakukan “Synovate” sebuah perusahaan yang bergerak dibidang jasa dan pemasaran pada tahun 2004 terhadap 450 remaja di Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan yang menyimpulkan bahwa 65 persen informasi tentang seks diperoleh dari teman sebaya, 35 persen dari film porno, 19 persen dari sekolah mereka dan hanya 5 persen diperoleh dari orang tua.

Sebagian informasi yang diterima remaja dari teman-temannya salah dan mau tidak mau orang tua harus menyadari pentingnya pendidikan seks bagi remaja. Hubungan komunikasi yang baik antara orang tua dan


(29)

remaja dapat membuat remaja terbuka membicarakan masalahnya, dan menganggap orang tua sebagai teman yang dapat mengerti kebutuhannya. Saat ini karena pendidikan seks dari orang tua belum optimal, sementara sekolah juga belum melaksanakan pendidikan seks secara formal, maka informasi mengenai seks dapat diperoleh remaja melalui LSM-LSM yang peduli remaja dan menyediakan pelayanan kesehatan reproduksi bagi remaja namun tetap dengan pengawasan orangtua.


(30)

BAB III

KERANGKA KONSEP KONSEPTUAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini menjelaskan variable-variabel yang akan diamati melalui penelitian yang akan dilakukan. Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagan dibawah ini :

Bagan 3.1 Kerangka konsep

Persepsi Masyarakat Melayu tentang Pendidikan Seks bagi Remja

- Tujuan Pendidikan Seks

- Defenisi Pendidikan Seks

- Ruang Lingkup Pendidikan seks - Kiat dan bimbingan

dalam memberikan pendidikan seks


(31)

B. Defenisi Operasional

No. Variable Defenisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur 1. Persepsi Cara pikir

masyarakat tentang

sesuatu hal dalam hal ini

memberikan pendidikan seks bagi remajanya.

Kuisioner Dengan menghitung jawaban responden pada kuisioner

1. Persepsi positif : apabila skor responden 75%-100%

dari 25

pernyataan yang diajukan 2. Persepsi

Negatif:

Apabila skor responden <75% dari 25 pernyataan yang diajukan

Nominal

2. Umur Lamanya hidup responden yang dihitung sejak lahir

Kuisioner wawancara 1. 30-40 tahun 2. 41-50 tahun 3. 51-60 tahun 4. 61-70 tahun


(32)

sampai saat penelitian dilakukan

3. Pendidikan Jenjang pendidikan formal terakhir responden pada saat penelitian dilakukan

Kuisioner wawancara 1. SD 2. SMP 3. SMA 4. PT

Ordinal

4. Pekerjaan Pekerjaan responden pada saat penelitian dilakukan

Kuisioner wawancara 1. PNS 2. Pegawai

swasta 3. Wiraswasta 4. Tidak bekerja

Ordinal

5. Agama Agama yang dianut responden saat penelitian dilakukan

Kuisioner wawancara 1. Islam 2. Kristen 3. Budha 4. Hindu 5. Katolik


(33)

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan pada penelitian adalah deskriptif dan bertujuan untuk mengetahui persepsi masyarakat melayu tentang pendidikan seks bagi remaja.

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang bersuku melayu di lingkungan III kelurahan Tanjung Pura yang memiliki remaja yaitu sebanyak 53 orang.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan metode total sampling dimana semua populasi dijadikan sampel yaitu masyarakat melayu yang berada di lingkungan III Kelurahan Tanjung Pura.

C. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kelurahan Tanjung Pura dengan pertimbangan bahwa dikelurahan ini belum pernah dilakukan penelitian mengenai Persepsi masyarakat melayu tentang pendidikan seks bagi remaja dan populasi masyarakat yang bersuku melayu cukup untuk memenuhi target populasi.


(34)

D. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai bulan Oktober 2010 sampai Mei 2011.

E. Pertimbangan Etik Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini peneliti mengajukan permohonan kepada ketua program D-IV bidan pendidik fakultas keperawatan USU, setelah itu mengajukan permohonan izin penelitian kepada kepala kelurahan Tanjung Pura untuk melakukan penelitian ditempat tersebut.

Dalam melaksanakan penelitian ini harus dipertimbangkan masalah etika penelitian yakni memberikan informed consent. Informed

consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden.

Jika calon responden bersedia, maka calon responden menandatangani lembar persetujuan/informed consent. Jika calon responden tidak bersedia .maka peneliti harus menghormati hak responden. Kerahasiaan data responden pada instrument penelitian dijaga dengan tidak mencantumkan nama responden.Data-data yang diperoleh dari responden semata-mata digunakan demi perkembangan ilmu pengetahuan.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini disusun dengan memgacu pada kerangka konsep dan tinjauan pustaka. Instrument


(35)

penelitian berupa kuisioner. Kuisioner disusun berdasarkan skala likert dengan menetapkan skor jawaban untuk setiap pertanyaan yang diajukan. Skor untuk pernyataan positif adalah setuju (S) bernilai 4, Tidak setuju (TS) bernilai 1 dan Tidak tahu (TT) bermilai 0. Untuk pertanyaan negative adalah setuju (S) 1, Tidak setuju (TS) bernilai 4 dan Tidak tahu bernilai 0. Keseluruhan skor untuk kuisioner penelitian adalah 100 yang didapat dari jumlah 25 pertanyaan dikalikan dengan skor maksimum untuk 1 pertanyaan.

G. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dilakukan dengan content validity yang diujikan kepada tokoh masyarakat setempat sehingga instrument yang digunakan tersebut dinyatakan valid dan mampu mengukur variable yang akan diukur. Sedangkan uji reliabilitas instrument dilakukan untuk mengetahui konsistensi alat ukur, apakah alat pengukuran yang digunakan dapat diandalkan. Uji reliabilitas dengan cronbach’s alpha yang diolah melalui program komputerisasi yaitu sebesar 0,981.

H. Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuisioner pada responden satu persatu dan menjelaskan tujuan penelitian kepada responden. Peneliti kemudian meminta kesediaan responden untuk menjadi responden penelitian dan menandatangani surat persetujuan


(36)

menjadi responden. Setelah diberi penjelasan mengenai cara pengisian kuisioner, responden diberi waktu untuk mengisi kuisioner sesuai dengan keadaan sebenarnya secara jujur. Kuisioner yang telah terkumpul kemudian diolah dan dianalisis secara statistik.

I. Analisa data

Analisa data dilakukan secara deskriptif yaitu dengan melihat persentase data yang terkumpul dan disajikan dalam tabel distribusi frekuensi. Analisa data dilanjutkan dengan membahas hasil penelitian berdasarkan teori kepustakaan yang ada dan hasil penelitian orang lain yang sesuai dengan judul.


(37)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Hasil dari penelitian ini digambarkan dalam dua bagian yaitu data demografi responden dan data mengenai Persepsi Masyarakat Melayu tentang Pendidikan Seks bagi Remaja.

1. Karakteristik Responden

Berdasarkan hasil penelitian yang terdapat pada table 5.1 mayoritas umur responden berada pada rentang umur 41-50 tahun yaitu 32 orang (60,4%). Pendidikan responden mayoritas tamatan SMA yaitu 27 orang (50,9%). Pekerjaan responden mayoritas PNS yaitu 22 orang (41,5%). Dan mayoritas responden beragama Islam yaitu 53 orang (100%)

Adapun gambaran data demografi dan karakteristik responden pada penelitian ini dapat dilihat dari tabel berikut :


(38)

Table 5.1 Gambaran data demografi dan karakteristik responden

No Karakteristik Responden Jumlah

N (orang) Persentase (%) 1 Umur Responden

• 30-40 tahun

• 41-50 tahun

• 51-60 tahun

• 61-70 tahun

5 32 13 3 9,4 60,4 24,5 5,7 2 Pendidikan Responden

• SD • SMP • SMA • PT - 9 27 17 - 17,0 50,9 32,1 3 Pekerjaan Responden

• PNS

• Pegawai swasta

• Wiraswasta

• Tidak bekerja

22 8 7 16 41,5 15,1 13,2 30,2 4 Agama Responden

• Islam 53 100

2. Persepsi masyarakat melayu tentang pendidikan seks bagi remaja

Dari 53 responden yang diteliti diketahui bahwa persepsi masyarakat melayu tentang pendidikan seks bagi remaja adalah mayoritas masyarakat berpersepsi positif sebanyak 43 orang (81,1%) dan negatif sebanyak 10 orang (18,9%).


(39)

Table 5.2 Distribusi Frekuensi persepsi masyarakat melayu terhadap pendidikan seks bagi remaja

No Persepsi N %

1 2 Positif Negatif 43 10 81,1 18,9

Total 53 100

B. Pembahasan

Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa persepsi masyarakat melayu terhadap pendidikan seks bagi remaja sebagian besar adalah positif yaitu sebanyak 43 orang (81,1%) dari total 53 responden. Namun demikian masih ada masyarakat yang berpersepsi negatif yaitu sebanyak 10 orang (18,9%). Adanya perbedaan dalam persepsi masyarakat terhadap pendidikan seks bagi remaja tersebut menjelaskan teori yang dikemukakan oleh Siagian (2004) yang menyatakan bahwa persepsi seseorang belum tentu sama dengan fakta yang sebenarnya, untuk itulah mengapa dua orang atau lebih memiliki persepsi yang berbeda terhadap objek yang dipersepsinya.

Objek yang dipersepsi dalam penelitian ini adalah pendidikan seks bagi remaja. Masyarakat melayu yang menjadi responden dalam penelitian ini diberi rangsang untuk mempersepsi objek tersebut menyatakan persepsinya dalam bentuk positif maupun negatif. Persepsi dapat menjadi positif apabila masyarakat tersebut menanggapi sesuai dengan penghayatannya dan dapat diterimanya secara rasional dan emosional. Sebaliknya, apabila masyarakat menanggapinya tidak


(40)

Keduanya tergantung dari faktor yang mempengaruhi timbulnya persepsi antara lain, dari diri orang yang bersangkutan seperti pengalaman, sikap dan perhatian, maupun faktor luar seperti situasi dan latar belakang agama dan budaya masyarakat dalam hal ini masyarakat melayu tersebut.

Hal ini juga menjelaskan mengapa saat diberikan pernyataan-pernyataan mengenai pendidikan seks bagi remaja yang dijabarkan dalam defenisi, tujuan, ruang lingkup materi dan kiat serta bimbingan dalam memberikan pendidikan seks bagi remaja, masyarakat melayu yang mejadi responden mengartikannya secara berbeda. Hasil penelitian menunjukan masyarakat yang persepsinya positif terhadap defenisi pendidikan seks bagi remaja adalah sebanyak 53 orang (100%) yaitu semua responden pada penelitian ini berpersepsi positif terhadap defenisi pendidikan seks. Hal ini dikarenakan masyarakat sudah mengetahui pentingnya diberikan pendidikan seks bagi remajanya. Persepsi negatif yang selama ini terdapat di masyarakat yang menganggap pendidikan seks bagi remaja sebagai pendidikan mengenai cara berhubungan seks semata tidak boleh diberikan karena akan membuat remaja semakin ingin melakukan seks, tidak selamanya benar. Masyarakat khususnya responden pada penelitian ini telah mengetahui pentingnya pendidikan seks bagi remaja mereka.

Demikian juga terhadap tujuan pendidikan seks, responden pada penelitian ini berpersepsi positif sebanyak 53 orang (100%). Ini artinya masyarakat yang memiliki remaja mengetahui tujuan dari pendidikan seks itu sendiri adalah untuk memberi pengetahuan yang benar mengenai seks sehingga remaja mereka


(41)

terhindar dari keinginan melakukan hubungan seks yang terlarang karena mengetahui resiko yang akan dihadapinya (Mohammad, 2010)

Dalam hal materi yang diberikan dalam pendidikan seks bagi remaja, responden yang berpersepsi positif sebanyak 51 orang (96,2%) dan yang berpersepsi negatif sebanyak 2 orang (3,8%). Dalam hal ini juga dapat disimpulkan bahwa masyarakat merespon positif terhadap materi yang diberikan pada pendidikan seks bagi remaja. Sebagian kecil responden pada penelitian ini masih berpersepsi negatif sebanyak 2 orang (3,8%) ini mungkin mereka masih mengartikan bahwa materi yang diberikan dalam pendidikan seks hanya mengenai seks saja, padahal materi pendidikan seks jauh lebih luas yang mencakup segala aspek kehidupan manusia.

Demikian juga dalam hal kiat dan bimbingan dalam memberikan pendidikan seks bagi remaja, responden berpersepsi positif sebanyak 53 orang (100%). Dapat diartikan bahwa masyarakat khususnya masyarakat melayu yang menjadi responden dalam penelitian ini sudah mengetahui dengan baik dan benar kiat mereka dalam memberikan bimbingan pendidikan seks bagi remajanya.

Dari hal-hal tersebut diatas dapat dilihat bahwa persepsi masyarakat melayu itu sendiri tentang pendidikan seks bagi remajanya adalah persepsi positif sebanyak 43 orang (81,1%) dan persepsi negatif sebanyak 10 orang (18,9%). Peneliti mengasumsikan bahwa masih ada sebagian masyarakat melayu yang menganggap pendidikan seks adalah hal yang tabu untuk dibicarakan dan dilarang oleh agama, kemungkinan mereka masih dipengaruhi oleh nilai budaya melayu itu sendiri yang men”tabu” kan seks. Selain itu masyarakat menganggap


(42)

pendidikan seks bukanlah tanggung jawab utama mereka sehingga mereka tidak perlu memahami seksualitas dan kehidupan remaja.

Melihat masih adanya perbedaan dalam persepsi pendidikan seks bagi remaja, peneliti merasa bahwa perlu adanya penyuluhan dan konseling bagi masyarakat agar lebih memahami dan dapat memberikan pendidikan seks bagi remajanya dimulai dari keluarga itu sendiri. Semuanya itu bertujuan agar remaja terhindar dari perilaku seksual yang tidak sehat dan merugikan masa depannya.


(43)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dari penelitian yang dilakukan terhadap 53 responden yaitu orang tua yang memiliki remaja usia 10-19 tahun di Lingkungan III Kelurahan Tanjung Pura dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Mayoritas umur responden berada pada rentang umur 41-50 tahun yaitu 32 orang (60,4%). Pendidikan responden mayoritas tamatan SMA yaitu 27 orang (50,9%). Pekerjaan responden mayoritas PNS yaitu 22 orang (41,5%). Dan mayoritas responden beragama islam yaitu 53 orang (100%)

2. Mayoritas responden berpersepsi positif tentang pendidikan seks bagi remaja yaitu sebanyak 43 orang ( 81,1 %) dan berpersepsi negatif sebanyak 10 orang ( 18,9%)

B. SARAN 1. Bagi Peneliti

Bagi peneliti agar penelitian ini dikembangkan di Kelurahan Tanjung Pura untuk mengetahui persepsi masyarakat tidak hanya masyarakat melayu terhadap pendidikan seks bagi remaja. Selain itu peneliti juga menyarankan agar pada penelitian selanjutnya diteliti secara spesifik faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat tentang pendidikan seks terhadap remaja.


(44)

2. Bagi Profesi kebidanan

Pada penelitian ini masih didapati bahwa ada masyarakat yang berpersepsi negatif tentang pendidikan seks bagi remaja. Hal ini apabila dibiarkan akan membuat remaja tetap tidak mendapatkan informasi yang benar tentang seksualitas. Untuk itu diharapkan agar bidan sebagai pelaksana pelayanan kesehatan reproduksi remaja agar lebih aktif mengadakan penyuluhan dan program pendidikan tentang kesehatan reproduksi bagi remaja dan orang tua.

3. Bagi Responden

Bagi responden agar dapat lebih memahami pentingnya pendidikan seks bagi remajanya.


(45)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. S. (2009). Metode Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta

Athar. S. (2003). Bimbingan Seks Bagi Remaja Muslim. Jakarta : Pustaka Zahara BKKBN. (2003). Remaja Memahami Dirinya. Medan : BKKBN Kota Medan

.(2005). Remaja, Karena Informasi Tidak Tuntas. Dalam

Dempsey P.A, Dempsey A.D (2001). Riset Keperawatan. Buku Ajar dan Latihan. Jakarta : EGC

Depkes RI. (2004). Kesehatan Reproduksi. Jakarta : Depkes RI

Dianawati . A. (2003) . Pendidikan Seks Untuk Remaja. Jakarta : Kawan Pustaka Effendi. N. (2001). Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC Gatra. (2004). Boyke Usul, Pendidikan Seks Masuk Kurikulum. Dalam

Agustus 2010

Gunarsa. S. (1995). Psikologi Praktis : Anak, Remaja, dan Kelurga. Jakarta : BPK Gunung Mulia.

. (2004). Psikologi Untuk Kelurga. Jakarta .BPK Gunung Mulia. Haryono. R. (2000). Pendidikan Seks. Bandung : FK UNPAD

Hidayana. MI, dkk. (1997). Perilaku Seks Remaja Di Kota dan Di Desa. Kasus Sumatera

Utara. Jakarta : Lab. Antropolgi Fakultas Ilmu Sospol UI.


(46)

Kartono. M. (1998). Kontradiksi Dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.

Mahmud. D. (1990). Psikologi Suatu Pengantar. Yogyakarta : BPFF UGM

Mu’tadin. (2002). Pendidikan Seksual Pada Remaja. Dalam

Notoadmodjo. S. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Nugraha. B. (1997). Problema Seks Dan Cinta Remaja. Jakarta : Bumi Aksara.

(2003). Pendidikan Seks Untuk Anak Dalam Islam. Jakarta : Pustaka Zahra. Pratiwi. (2004). Pendidikan Seks Untuk Remaja. Jakarta : Tugu Publisher.

Reiss. M, Halstead, J.M. (2004). Sex Education. From Principles To Practice. Yogyakarta : Alenia Press.

Saparie. (2004). Kesehatan Reproduksi Remaja Terabaikan. Dalam

Agustus 2010

Sarwono, S.W. (2003). Psikologi Remaja. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Siagian. S. (2004). Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta : Rineka Cipta.

Suarta. (2002). Pendidikan Seksual dan Reproduksi Berbasis Sekolah??. Dalam

2010

Tukan. S. (1994). Metoda Pendidikan Seks, Perkawinan dan Keluarga. Jakarta : Erlangga Walgito. B. (2002). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta : Andi Offset.


(47)

Wijaya. A. (2004). Pendidikan Seks, Suatu Kebutuhan Yang Mendesak. Dalam

Dibuka tanggal 10 November 2010.

Wilopo. S.A. (2004). Perlu Layanan Konseling Seks Bagi Remaja. Dalam


(48)

(49)

LEMBAR KUESIONER

PETUNJUK PENGISIAN :

a. Responden diminta untuk memberikan tanda checklist ( √ ) pada kolom yang tersedia.

b. Jawablah sesuai menurut pendapat responden

c. Semua pertanyaan hendaklah dijawab dengan sebenarnya. DATA RESPONDEN :

Nomor Responden : ……(diisi oleh peneliti) Umur responden : …… tahun

Pendidikan responden : ( ) SD ( ) SLTP

( ) SMA ( ) PT/Akademi

Pekerjaan Responden : ( ) PNS

( ) Pegawai Swasta ( ) Wiraswasta ( ) Tidak Bekerja

Agama responden : ( ) Islam ( ) Budha ( ) Katolik ( ) Protestan ( ) Hindu


(50)

KUESIONER PERSEPSI MASYARAKAT MELAYU TENTANG PENDIDIKAN SEKS BAGI REMAJA

NO PERNYATAAN SETUJU

(S) TIDAK SETUJU (TS) TIDAK TAHU (TT) 1. Membicarakan seks kepada

remaja adalah hal yang tabu 2. Pendidikan seks merupakan

pendidikan mengenai cara berhubungan seksual 3. Pendidikan seks akan

mampu membuat remaja mengambil keputusan tentang sikap seksualnya 4. Pendidikan seks akan

membuat remaja berpengalaman dalam melakukan seks 5. Pendidikan seks akan

menyebabkan remaja semakin ingin melakukan hubungan seks

6. Pendidikan seks akan semakin membentengi remaja dari pengaruh informasi seksual yang tidak benar

7. Pendidikan seks dapat membuat remaja tahu resiko melakukan hubungan seksual sebelum menikah


(51)

8. Pendidikan seks akan meningkatkan kesehatan fisik dan mental remaja 9. Pendidikan seks adalah

kegiatan pendidikan mengenai seksual dengan mengikutsertakan nilai dan norma agama

10. Tujuan pendidikan seks adalah agar remaja memiliki pengetahuan seluas-luasnya tentang hubungan seksual

11. Pendidikan seks diberikan pada remaja sebagai wujud dari norma dan nilai agama yang terlalu ketat

12. Seks adalah hal alamiah yang tanpa diberikan

pendidikan pun remaja akan tahu setelah menikah

13. Pendididkan seks

bermaksud membimbing remaja kearah perilaku seksual yang bertanggung jawab

14. Cukup sekali saja

memberikan pendididkan seks bagi remaja ketika ia akan menikah


(52)

15. Pendidikan seks diberikan pada saat remaja

perempuan telah mendapat menstruasi dan mimpi basah pada laki-laki 16. Remaja harus diberi pendidikan seks agar mereka tidak bertanya lagi 17. Orangtua harus tahu seluk

beluk dunia remaja 18. Apabila anak bertanya

tentang seks maka anda akan menjelaskan dengan menggunakan symbol dan perumpamaan agar tidak terkesan porno

19. Orangtua sebaiknya mengetahui pemahaman yang baik tentang seks 20. Membicarakan seks dengan

anak remaja menggunakan bahasa yang ilmiah agar mereka mengerti

21. Nilai agama dan budaya tidak perlu dimasukkan kedalam pendidikan seks 22. Remaja putri sebaiknya

diberi tahu tentang organ seks putra begitu juga


(53)

23. Remaja perlu diberitahu tentang akibat apabila mereka berperilaku seks bebas yang dilarang agama dan masyarakat

24. Pendidikan seks

memberikan materi tentang mimpi basah pada remaja putra dan menstruasi pada remaja putrid

25. Kesibukan orangtua

bukanlah alasan untuk tidak memberikan pendidikan seks pada remajanya


(54)

(55)

(56)

(57)

(58)

(59)

(60)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi

Nama : Erizca Fitria Zuhra

Tempat dan Tanggal Lahir : Tanjung Pura, 27 Mei 1988 Agama/Suku : Islam/ Jawa

Nama Ayah : Rusdi, B.A

Nama Ibu : Nurliza, S.Pd

Status : Belum menikah

Alamat : Jln. S.M Yusuf No 6 Tanjung Pura

Pendidikan Formal

Tahun 2010 – 2011 : Tamat Dari Pendidikan D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Tahun 2006 – 2009 : Tamat Dari D-III Kebidanan AKBID Bakti Inang Persada Medan Tahun 2003 – 2006 ; Tamat Dari MAN 2 Tanjung Pura

Tahun 2001 – 2003 ; Tamat Dari MTsN Tanjung Pura Tahun 1996 – 2001 : Tamat Dari SD N No 050725


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP Data Pribadi

Nama : Erizca Fitria Zuhra

Tempat dan Tanggal Lahir : Tanjung Pura, 27 Mei 1988 Agama/Suku : Islam/ Jawa

Nama Ayah : Rusdi, B.A

Nama Ibu : Nurliza, S.Pd

Status : Belum menikah

Alamat : Jln. S.M Yusuf No 6 Tanjung Pura

Pendidikan Formal

Tahun 2010 – 2011 : Tamat Dari Pendidikan D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Tahun 2006 – 2009 : Tamat Dari D-III Kebidanan AKBID Bakti Inang Persada Medan Tahun 2003 – 2006 ; Tamat Dari MAN 2 Tanjung Pura

Tahun 2001 – 2003 ; Tamat Dari MTsN Tanjung Pura Tahun 1996 – 2001 : Tamat Dari SD N No 050725