BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Determinan Perilaku Ibu Menyusui Dalam Pemberian ASI Eksklusif di Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

  Angka kematian bayi (AKB) sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup menjadi salah satu dari delapan target Millenium Development Goals (MDGs). yang mesti dicapai hingga tahun 2015. AKB di Indonesia pada tahun 2000 sebesar 35 per 1.000 kelahiran hidup, angka ini lebih tinggi dibanding dengan negara-negara di Asia Tenggara, seperti Malaysia, Filipina, dan Thailand. Malaysia memiliki AKB terendah di Asia tenggara (Ginanjar, 2010).

  Tingginya AKB di Indonesia, disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain disebabkan karena kelahiran prematur, infeksi saat kelahiran, rendahnya gizi saat kelahiran, kelainan bawaan (kongenital) serta rendahnya pemberian ASI segera setelah bayi lahir (inisiasi ASI) dan pemberian ASI ekslusif selama 6 bulan pertama kehidupan bayi. Inisiasi ASI dan pemberian ASI ekslusif berperan penting dalam mengurangi angka kematian bayi di Indonesia, hingga diharapkan target MDGs pada tahun 2015 dapat tercapai (Ginanjar, 2010).

  Dalam beberapa tahun terakhir ini, pemerintah Indonesia sudah melakukan kampanye pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif yang dipelopori oleh World

  

Health Organization (WHO). Dulu pemberian ASI eksklusif berlangsung sampai

  bayi berusia 4 bulan, namun belakangan sangat dianjurkan agar ASI eksklusif diberikan sampai anak berusia 6 bulan. Bahkan ASI dapat diberikan hingga usia 2 tahun selama produksi ASI masih banyak atau ketika anak sudah tidak mau lagi minum ASI (Tedjasaputra, 2007).

  Pedoman Internasional juga menganjurkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama, hal ini berdasarkan bukti ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan hidup bayi, pertumbuhan dan perkembangan. ASI memberi semua energi dan zat gizi (nutrisi) yang dibutuhkan bayi selama 6 bulan pertama hidupnya (Linkages, 2005).

  United Nations Internasional Children Education Found (UNICEF) memberikan klasifikasi tentang rekomendasi jangka waktu pemberian ASI eksklusif.

  Rekomendasi terbaru UNICEF bersama World Health Assembly (WHA) dan banyak negara lainnya menetapkan jangka waktu pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan.

  Kajian WHO atas lebih dari 3000 penelitian menunjukkan bahwa pemberian ASI selama 6 bulan adalah jangka waktu yang paling optimal untuk pemberian ASI eksklusif (Amiruddin dan Rostia, 2006).

  Menurut Suradi (2005), ASI eksklusif merupakan makanan terbaik yang harus diberikan kepada bayi, karena didalamnya terkandung hampir semua zat gizi yang dibutuhkan oleh bayi. Tidak ada yang menggantikan dukungan ataupun fungsi dari pada ASI, karena ASI didesain khusus untuk bayi, sedangkan susu sapi komposisi sangat berbeda dengan ASI sehingga tidak bisa saling menggantikan.

  ASI merupakan makanan bayi yang paling sempurna, karena selain zat gizi ataupun zat anti yang dikandungnya, ASI mempunyai zat asam lemak yang disebut sebagai Docosa Hexaenoid Acid (DHA). DHA yang hanya terdapat dalam ASI manusia ini mempunyai fungsi untuk mengisi sel-sel otak manusia, sehingga bayi yang mendapat ASI secara bermakna akan mempunyai Intelegence Quotient (IQ) yang jauh lebih tinggi dari pada yang kurang mendapatkan ASI. Di kota promosi susu bubuk makin gencar yang mengurangi jumlah ASI yang terminum. Di desa pemberian makanan padat dini dalam jumlah yang relatif besar untuk dilambung bayi menyebabkan jumlah ASI yang terminum sedikit. Kedua hal tersebut baik di desa atau di kota akan menyebabkan tingkat kecerdasan (IQ) bayi menjadi rendah yang secara keseluruhan menyebabkan kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) menjadi lebih buruk (Wiryo, 2002).

  Menurut Roesli (2004), tiga hal yang didapatkan bayi dari ASI mencakup Asah, Asih dan Asuh. Asah, menunjukan kebutuhan akan stimulasi atau rangsangan yang akan merangsang perkembangan kecerdasan anak secara optimal. Ibu yang menyusui merupakan guru pertama yang terbaik bagi bayinya. Seringnya bayi menyusu membuatnya terbiasa berhubungan dengan manusia lain dan dalam hal ini dengan ibunya. Dengan demikian, perkembangan sosialisasinya akan baik dan ia akan mudah berinteraksi dengan lingkungannya kelak. Asuh, menunjukan kebutuhan bayi untuk pertumbuhan otaknya. Untuk pertumbuhan suatu jaringan, sangat dibutuhkan nutrisi atau makanan yang bergizi, dan ASI memenuhi kebutuhan ini.

  Sedangkan Asih, menunjukan kebutuhan bayi untuk perkembangan emosi dan spiritualnya. Hal yang penting di sini adalah pemberian kasih sayang dan perasaan aman. Seorang anak yang merasa disayangi akan mampu menyayangi lingkungannya sehingga ia akan berkembang menjadi manusia dengan budi pekerti dan nurani yang baik. Selain itu, seorang bayi yang merasa aman, karena merasa dilindungi, akan berkembang menjadi orang dewasa yang mandiri dengan emosi yang stabil.

  Air susu ibu (ASI) merupakan makanan yang alami dan disediakan untuk bayi. Pemberian Asi secara Ekslusif serta proses menyusui yang benar merupakan sarana yang dapat diandalkan untuk membangun sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, karena ASI adalah makanan satu-satunya yang paling sempurna untuk menjamin tumbuh kembang bayi pada enam bulan pertama. Selain itu dalam proses menyusui yang benar, bayi akan mendapatkan perkembangan jasmani, emosi maupun spiritual yang baik dalam kehidupannya (Afifah 2009).

  Meskipun pemerintah telah menghimbau pemberian ASI eksklusif, angka pemberian ASI eksklusif masih rendah. Data menunjukkan lebih kurang 1,5 juta anak meninggal karena pemberian makanan yang tidak benar. Kurang dari 15% bayi diseluruh dunia diberi ASI eksklusif selama 4 bulan dan pemberian makanan pendamping ASI yang tidak sesuai dan tidak aman bagi bayi. Hasil Survei Demografi kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002 dilaporkan bahwa bayi di Indonesia rata-rata hanya mendapatkan ASI sampai usia 1,6 bulan, sedangkan yang diberi ASI eksklusif sampai umur 4-5 bulan hanya 14%. Kondisi ini masih sangat jauh dari yang direkomendasikan dalam indikator Indonesia 2010 yaitu 80% (Depkes RI, 2007).

  Menyusui dapat menurunkan risiko infeksi akut seperti diare, pnemonia, infeksi telinga, haemophilus influenza, meningitis dan infeksi saluran kemih.

  Menyusui juga melindungi Bayi dari penyakit kronis masa depan seperti diabetes tipe

  1. Menyusui selama masa Bayi berhubungan dengan penurunan tekanan darah dan kolesterol serum total, berhubungan dengan prevalensi diabetes tipe 2 yang lebih rendah, serta kelebihan berat badan dan obesitas pada masa remaja dan dewasa.

  Menyusui menunda kembalinya kesuburan seorang wanita dan mengurangi risiko perdarahan pasca melahirkan, kanker payudara, pra menopause dan kanker ovarium; (PP-ASI, 2012).

  Meskipun menyusui bayi sudah menjadi budaya Indonesia, namun upaya meningkatkan perilaku menyusui ASI eksklusif masih diperlukan karena pada kenyataannya praktek pemberian ASI eksklusif belum dilaksanakan sepenuhnya. Penyebab utamanya adalah faktor sosial budaya, kesadaran akan pentingnya ASI, pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung Program Peningkatan Penggunaan Air Susu Ibu (PP-ASI), gencarnya promosi susu formula, rasa percaya diri ibu yang masih kurang, rendahnya pengetahuan ibu tentang manfaat ASI bagi bayi dan Dirinya (Depkes RI, 2005).

  Setiap tahun terdapat satu sampai satu setengah juta bayi yang meninggal karena tidak diberi ASI. Survei demografi WHO (2000) menemukan bahwa pemberian ASI eksklusif selama 4 bulan pertama sangat rendah terutama di Afrika Tengah dan Utara, Asia dan Amerika Latin. Oleh karena itu, WHO menganjurkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama karena mampu menurunkan angka kematian dan kesakitan pada umumnya dibandingkan menyusui selama 4 bulan (Roesli, 2008).

  Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan UNICEF merekomendasikan menyusui eksklusif (exclucive breastfeeding) sejak lahir selama 6 bulan pertama hidup anak, dan tetap disusui bersama pemberian makanan pendamping ASI (MP- ASI) yang cukup sampai usia 2 tahun atau lebih. Namun sebagian besar ibu dibanyak negara mulai memberi bayi makanan dan minuman buatan sebelum 6 bulan, dan banyak yang berhenti menyusui jauh sebelum anak berumur 2 tahun. Alasan umum untuk ini adalah ibu yakin dirinya tidak punya cukup ASI, atau ada masalah menyusui lainnya. Hal ini disebabkan ibu sebabkan ibu bekerja diluar rumah, dan tidak tahu bagaimana menyusui sambil tetap bekerja dan juga disebabkan layanan kesehatan dan saran yang diterima dari petugas kesehatan tidak mendukung proses menyusui (Depkes, 2007).

  Menurut data dari Departemen Kesehatan tahun 2002, sebanyak 39,5 persen diantaranya mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan, sedangkan 55,I persen bayi mendapatkan ASI eksklusif selama 4 bulan. Angka bayi yang pernah mendapat ASI ini sedikit lebih rendah apabila dibandingkan dengan tahun 1997 yang angkanya sebesar 96,3 persen sedangkan angka bayi yang mendapat ASI eksklusif sampai 6 bulan lebih tinggi dengan angka 42,2 persen pada tahun 1997 (Almatsier dkk, 2011)

  Banyak bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif kemungkinan disebabkan oleh karakteristik ibu tersebut diantaranya umur ibu yang masih terlalu muda sehingga tidak mengerti akan kebutuhan bayi, pendidikan yang tidak memadai, pertama kali melahirkan sehingga tidak tahu pentingnya ASI eksklusif, pekerjaan, mementingkan keindahan tubuh pasca persalinan atau juga bisa disebabkan oleh kurangnya pengetahuan ibu, disebabkan ibu tidak mendapat informasi dari pihak kesehatan, keluarga dan masyarakat. Faktor lain yang memperkuat ibu untuk tidak menyusui dan memberikan susu formula adalah pemakaian pil KB, gengsi supaya kelihatan lebih modern dan tidak kalah pentingnya adalah pengaruh iklan (Soetjiningsih, 1997)

  Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 menunjukkan pemberian ASI di Indonesia saat ini memprihatinkan, persentase bayi yang menyusu eksklusif sampai dengan 6 bulan hanya 15,3 persen. Hal ini disebabkan kesadaran masyarakat dalam mendorong peningkatan pemberian ASI masih relatif rendah dan juga Salah satu penyebab utama rendahnya pemberian ASI di Indonesia selain faktor sosial budaya, juga masih kurangnya pengetahuan ibu menyusui, keluarga, dan masyarakat (Depkes RI, 2010).

  Permasalahan pemberian Air Susu Ibu terkait dengan masih rendahnya pemahaman ibu, keluarga dan masyarakat tentang ASI. Tidak sedikit ibu yang masih membuang kolostrum karena dianggap kotor atau basi karena air yang pertama kali keluar tidak bagus, serta pada ibu yang bekerja sehingga menjadi pemicu kegagalan ibu dalam memberikan ASI eksklusif disebabkan karena kurangnya rasa percaya diri dan pemahaman pada sebagian ibu untuk menyusui bayinya dan mendorong ibu untuk menghentikan pemberian ASI dan menggantinya dengan susu formula. Pendidikan seorang ibu yang rendah memungkinkan ia lambat dalam mengadopsi pengetahuan baru, khususnya tentang hal-hal yang berhubungan dengan pola pemberian ASI (Admin, 2009).

  Proses menyusui atau pemberian ASI eksklusif dari ibu kepada bayinya, tidak akan berhasil tanpa peran nenek si bayi (Roesli, 2012). Nenek pendukung ASI untuk cucunya karena nenek berada di lingkaran terdekat dengan ibu menyusui dan bayi. Selain juga ayah, nenek berperan dalam mendorong ibu untuk memberikan ASI kepada cucunya. "Dukungan orang-orang terdekat dapat memicu produksi hormon oksitosin yang memberikan efek menenangkan pikiran pada ibu menyusui.

  Kebiasaan di masyarakat Aceh, terutama orang tua dan mertua akan segera memberikan makanan tambahan seperti bubur, madu, larutan gula, susu formula, pisang dan lain-lain kepada bayi dengan alasan bayi kelaparan bila hanya diberikan ASI saja. Suami sebagai kepala rumah tangga biasanya menuruti kebiasaan tersebut dengan berbagai alasan, diantaranya kurangnya pemahaman tentang ASI ekslusif atau karena patuh pada orang tua terlebih mertua.

  Pada kenyataanya memberikan Air Susu Ibu (ASI) Ekslusif pada bayi terdapat perasaan negative yang menurunkan rasa percaya diri pada ibu. Terutama pada ibu yang baru pertama kali punya bayi. Dimana perasaan ibu sangat sensitif bila menyangkut buah hatinya. Sehingga ibu sangat rentan terhadap provokasi maupun persuasi terhadap berbagai komentar tentang ASI yang diperoleh dari keluarga maupun orang-orang terdekat disekitarnya (Soetjiningsih, 1997).

  Beberapa kendala dalam hal pemberian ASI eksklusif karena ibu tidak percaya diri bahwa dirinya mampu menyusui dengan baik sehingga mencukupi seluruh kebutuhan gizi Bayi. Hal ini antara lain disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu, kurangnya dukungan Keluarga serta rendahnya kesadaran masyarakat tentang manfaat pemberian ASI eksklusif. Selain itu kurangnya dukungan Tenaga Kesehatan, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, dan produsen makanan bayi untuk keberhasilan ibu dalam menyusui bayinya (PP-ASI, 2012). Kendala lain dalam hal pemberian ASI eksklusif adalah mitos yang berhubungan dengan menyusui. Mitos ini banyak berkembang dimasyarakat yang turun-temurun dipercayai sebagian masyarakat kita misalnya kekhawatiran bahwa menyusui akan menyebabkan payudara kendur atau kolostrum adalah susu basi (Roesli, 2012)

  Menurut Sudiharto (2007), dukungan keluarga mempunyai hubungan terhadap suksesnya pemberian ASI eksklusif pada bayi. Dukungan keluarga adalah dukungan untuk memotivasi ibu memberikan ASI saja kepada bayinya, membantu melakukan perawatan bayi, memberikan dukungan psikologis kepada ibu dan mempersiapkan nutrisi yang seimbang kepada ibu. Menurut Roesli (2008), suami dan keluarga dapat berperan aktif dalam pemberian ASI dengan cara memberikan dukungan emosional atau bantuan praktis lainnya, seperti mengganti popok atau menyendawakan bayi.

  Penelitian Mardeyanti (2007), bahwa 60 persen ibu yang bekerja tidak patuh memberikan ASI eksklusif, Hasil analisis regresi logistik memperlihatkan bahwa tingkat pendidikan ibu dan dukungan keluarga yang rendah meningkatkan risiko ibu untuk tidak memberikan ASI eksklusif. Penelitian Hadinegoro, dkk (2007) di Jakarta, bahwa pemberian ASI eksklusif dipengaruhi oleh dukungan suami, jam kerja, dan fasilitas ruangan menyusui ditempat kantor. Hasil penelitian menunjukkan, secara proporsi ibu yang memberi ASI eksklusif, 44% mendapat dukungan dari suami, 17 persen pada ibu yang bekerja pada tempat kerja yang menyediakan ruangan khusus untuk menyusui, serta 11 persen bekerja lebih dari 8 jam.

  Menurut Profil Kesehatan Aceh Tahun 2011 bayi yang mendapat ASI eksklusif baru mencapai 11,9 persen. Rendahnya cakupan ini banyak dipengaruhi oleh budaya memberikan makanan dan minuman terlalu dini kepada bayi baru lahir, akibat dari pengetahuan keluarga tentang ASI yang masih minim. Disamping itu gencarnya propaganda susu formula terutama diperkotaan dan perilaku ibu terhadap pemberian ASI (Dinkes Aceh, 2011).

  Menurut hasil penelitian Mahmudah dan Firmansyah (2012), di Kabupaten Tuban ada pengaruh sikap terhadap pemberian ASI eksklusif hal ini dapat dilihat setelah dilakukan analisis dengan uji regresi logistik menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara sikap ibu menyusui terhadap pemberian ASI eksklusif di Kabupaten Tuban dengan nilai OR atau Exp (B) = 10,000 yang artinya bahwa responden dengan sikap baik kemungkinan memberikan ASI eksklusif 10 kali lebih besar dibandingkan responden dengan sikap cukup.

  Menurut Profil Kesehatan Aceh Besar tahun 2012, persentase bayi yang diberi ASI eksklusif baru mencapai 32,2 persen, yaitu dari jumlah bayi yang menyusu sebanyak 5263 orang bayi, hanya 1693 saja yang mendapat ASI eksklusif. Presentase ASI eksklusif yang paling rendah terdapat di Kecamatan Darussalam, yaitu sebesar 7,6 persen. Dari jumlah bayi yang menyusui sebanyak 251 orang bayi, hanya 19 saja yang mendapat ASI eksklusif (Dinkes Aceh Besar, 2012).

  Studi pendahuluan yang dilakukan penulis pada tanggal 22 Januari 2013 pada ibu menyusui di Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar menunjukkan bahwa 8 dari 10 bayi usia 6-12 bulan tidak mendapatkan ASI secara eksklusif. Dari hasil wawancara yang dilakukan menunjukkan bahwa sebagian ibu-ibu yang memiliki bayi di atas 6 bulan memiliki sikap, perilaku dan mitos yang salah tentang ASI eksklusif.

  Penyebab lainnya adalah rendahnya dukungan keluarga untuk memberikan ASI eksklusif pada bayi baru lahir apalagi ketika si ibu sedang bekerja.

  Mengacu kepada kondisi yang telah digambarkan diatas dalam konteks perilaku ibu terhadap pemberian ASI pada bayi dilakukan telaah berdasarkan teori determinan perilaku kesehatan seseorang atau masyarakat Green (1980), dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non-behavior causes). Perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 (tiga) faktor, yaitu (1) predisposing (pendorong) yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan nilai-nilai (2) enabling (pendukung) yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak fasilitas-fasilitas kesehatan (3) reinforcing (pendorong) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau merupakan kelompok masyarakat (Notoatmodjo, 2012). Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik melakukan penelitian yang berjudul Analisis Determinan Perilaku Ibu Menyusui Dalam Pemberian ASI eksklusif di Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013.

1.2. Permasalahan

  Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dirumuskan permasalahan penelitian yaitu bagaimana Determinan Perilaku Ibu Menyusui Dalam Pemberian ASI eksklusif Di Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013.

  1.3. Tujuan Penelitian

  Adapun tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk menganalisis determinan perilaku ibu menyusui dalam pemberian ASI eksklusif di Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013.

  1.4. Hipotesis 1.

  Ada pengaruh faktor pendorong (umur ibu, pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, sikap ibu, mitos, paritas, dan pendapatan) dalam pemberian ASI eksklusif di Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar.

  2. Ada pengaruh faktor pendukung (tempat melahirkan dan penolong persalinan) dalam pemberian ASI eksklusif di Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar.

  3. Ada pengaruh dukungan keluarga (dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental dan dukungan emosional) dalam Pemberian ASI eksklusif di Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013.

  1.5. Manfaat Penelitian 1.

  Penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam rangka meningkatkan pemberian ASI eksklusif pada ibu menyusui di Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013.

Dokumen yang terkait

Hubungan Sosial Budaya Ibu Menyusui dengan Pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2013

21 120 173

Analisis Determinan Perilaku Ibu Menyusui Dalam Pemberian ASI Eksklusif di Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013

3 45 188

Pengaruh Konseling Menyusui terhadap Pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Aceh Timur Tahun 2012

10 80 116

Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Pemberian ASI Eksklusif Pada Ibu Bekerja Di Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar Tahun 2009

1 81 99

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Faktor yang Memengaruhi Kehamilan Usia Dini di Kecamatan Karang Baru Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013

0 0 7

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Faktor Internal dan Faktor Eksternal Ibu dalam Pemberian ASI Eksklusif di Kelurahan Pekan Bahorok Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat Tahun 2014

0 0 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian ASI Eksklusif - Hubungan Sosial Budaya Ibu Menyusui dengan Pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2013

1 2 62

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Hubungan Sosial Budaya Ibu Menyusui dengan Pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2013

0 0 13

Hubungan Sosial Budaya Ibu Menyusui dengan Pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2013

0 2 17

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ASI Eksklusif 2.1.1 Pengertian ASI Eksklusif - Analisis Determinan Perilaku Ibu Menyusui Dalam Pemberian ASI Eksklusif di Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013

2 2 39