Hubungan Sosial Budaya Ibu Menyusui dengan Pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2013

(1)

TESIS

Oleh

YULITA ANGGRAINI 127032084/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

YULITA ANGGRAINI 127032084/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Nomor Induk Mahasiswa : 127032084

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si) (Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes)

Ketua Anggota

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si Anggota : 1. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes

2. Ir. Etty Sudaryati, M.K.M, Ph.D 3. dr. Mohd. Arifin Siregar, M.Si


(5)

TAHUN 2013

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2014

Yulita Anggraini 127032084/IKM


(6)

individual masyarakat. peningkatan kualitas manusia harus sedini mungkin yaitu semenjak bayi, salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas manusia adalah pemberian Air Susu Ibu (ASI).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan sosial budaya dengan pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Bener Meriah. Jenis penelitian ini termasuk dalam penelitian Survey dengan pendekatan Cross Sectional. Populasi adalah seluruh ibu-ibu menyusui yang mempunyai bayi 7-12 bulan di Puskesmas kerja Bandar Kabupaten Bener Meriah yaitu sebanyak 285 orang. Sampel pada penelitian ini sebanyak 102 orang, dengan metode penarikan sampel adalah random sampling. Pengumpulan data diperoleh melalui penyebaran angkat menggunakan alat bantu kuesioner, dianalisis dengan regresi logistik ganda pada α =0,05.

Hasil penelitian menunjukkan, mayoritas responden memberikan ASI eksklusif, yaitu 55 responden (53.9%), dan secara statistik variabel yang paling memiliki hubungan paling kuat adalah pekerjaan dengan nilai OR (EXP(B) 5,202.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Bener Meriah agar dapat menyusun strategi program kesehatan bagi ibu dan anak, khususnya bagi ibu menyusui dengan menyiapkan fasilitas untuk menyusui dalam bentuk pojok ASI.


(7)

ABSTRACT

Culture is a cognitive system – a system that consist of knowledge, trust and values that were in the mind of the individual members of society. To increasing the quality of humans need as early as possible since the baby, one of the factor that play an important role to increasing the quality of human is breastfeeding (breastmilk ).

This research is aimed to determine the relations of socio –cultural with exclusive breastfeeding in the regency of Bener Meriah. This research included to survey research with cross sectional approach. The population is all of breastfeeding mothers who have babies aged 7-12 months in Bandar Health Center – Bener Meriah, total of the population as many as 285 people. The sample of this research as many as 102 people, by using random sampling method. The technique for collecting data is done using questioners, analyzed by multiple logistic regression at α = 0.05.

The result of this research showed that the majority of respondent giving exclusive breastfeeding is 55 respondent (53,9 % ), and statistically the variable who had the strongest relationship is job with a value OR (Exp (B) 5.202.

It is suggested to the health department of Bener Meriah, in order to develop the strategy for maternal and child health, especially for breastfeeding mothers by prepare facilities in the form of a breastfeeding corner.


(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamiin. Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul “Hubungan Sosial Budaya Ibu Menyusui dengan Pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2013”. Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Universitas Sumatera Utara.

Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Prof. Dr. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), SP.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing serta Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Drs. Abdul Jalil Amri Amra, M.Kes selaku Anggota Komisi Pembimbing. 5. Ir. Etty Sudaryati, M.K.M, Ph.D dan dr. Mhd. Arifin Siregar, M.Kes selaku


(9)

6. Seluruh staf dan jajaran dosen pengajar Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 7. Bupati Kabupaten Bener Meriah dan staf Kantor Bupati Bener Meriah. 8. Kepala Dinas Kabupaten Bener Meriah.

9. Kepala puskesmas bandar beserta adik2 bidan desa puskesms Bandar 10. Bapak Iswayudi, S.K.M. M.Kes, dan ibu Nelvi Surya Darni, S.Kep

11. Kedua orang tuaku,suamiku dan anak2ku tercinta,adek, keluarga dan teman2 seperjuangan, saya ucapkan terima kasih yang tiada terhingga atas pengertian, dorongan, pengorbanan serta kesabaran dan doa restu memotivasi yang telah diberikan dalam menyelesaikan pendidikan ini.

Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan, baik saran dan kritikan yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, dengan harapan semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan di penelitian selanjutnya.

Medan, Oktober 2014 Penulis

Yulita Anggraini 127032048/IKM


(10)

RIWAYAT HIDUP

Yulita Anggraini, lahir pada tanggal 18 Juli 1978 dijanarata Kabupaten Bener Meriah, anak pertama dari 4 orang bersaudara dari pasangan Anwar. T dan Erlina Wati.

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan Taman Kanak-kanak di Janarata, selesai tahun 1983, Sekolah Dasar Negeri Janarata (SDN Janarata) di Janarata, selesai tahun 1991, Sekolah Menengah Pertama Negeri Janarata (SMPN Janarata) di Janarata, selesai tahun 1993, Sekolah Perawat Kesehatan Muhammadiyah di Banda Aceh, selesai tahun 1996, Akademi Kebidanan di Bener Meriah (STIKes Payung Negeri), selesai tahun 2008, dan Fakultas Kesehatan Masyarakat STIKes Payung Negeri di Bener Meriah, selesai tahun 2011.

Pada tahun 1997 bekerja sebagai bidan desa kontrak di Desa Rusip Ara Matang Glumpang II Aceh Utara, kemudian tahun 2000 bekerja sebagai bidan desa kontrak di Desa Ramung, tahun 2003 bekerja di Desa Purwosari Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah, tahun 2005- Sekarang bekerja sebagai pegawai negeri di Puskesmas Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah, tahun 2012 melanjutkan pendidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 11

1.3. Tujuan Penelitian ... 12

1.4. Hipotesis ... 12

1.5. Manfaat Penelitian ... 13

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 14

2.1. Pengertian ASI Eksklusif ... 14

2.1.1. Keuntungan Menyusui Eksklusif ... 15

2.1.2. Manfaat ASI Eksklusif ... 17

2.1.3. Komposisi ASI ... 20

2.1.4. Cara Menyusui yang Efektif ... 27

2.1.5 Cara Kerja Menyusui ... 31

2.1.6 Faktor Penghambat Pemberian ASI Eksklusif yang Merupakan Anggapan yang Salah tentang Menyusui .... 36

2.2. Sosial Budaya ... 40

2.2.1. Keyakinan atau Kepercayaan ... 41

2.2.2. Dimensi Kepercayaan ... 42

2.2.3. Aspek-aspek Kepercayaan ... 44

2.2.4. Proses Terbentuknya Kepercayaan terhadap Orang Lain ... 45

2.2.5. Nilai dan Norma ... 49

2.2.6. Pengetahuan ... 52

2.2.7. Hukum ... 59

2.2.8. Adat Istiadat ... 62

2.2.9. Pekerjaan ... 65

2.2.10. Pendapatan ... 67

2.2.11. Sikap ... 70


(12)

2.4. Kerangka Konsep ... 75

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 76

3.1. Jenis Penelitian ... 76

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 76

3.3. Populasi dan Sampel ... 77

3.3.1. Populasi ... 77

3.3.2. Sampel ... 77

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 78

3.5. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 78

3.5.1. Uji validitas ... 79

3.5.2. Uji Reliabilitas ... 79

3.6. Variabel dan Definisi Operasional ... 81

3.6.1. Variabel Dependen ... 81

3.6.2. Variabel Independen ... 81

3.7. Metode Pengukuran ... 82

3.7.1. Variabel Indenpenden ... 82

3.7.2. Variabel Dependen ... 84

3.8. Prosedur Penelitian ... 85

3.9. Metode Analisis Data ... 86

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 87

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 87

4.2. Analisis Univariat ... 88

4.2.1. Karakteristik Ibu Menyusui ... 88

4.2.2. Pengetahuan Ibu Menyusui ... 89

4.2.3. Nilai/Norma ... 91

4.2.4. Kepercayaan Ibu Menyusui ... 93

4.2.5. Pekerjaan Ibu ... 94

4.2.6. Pendapatan Ibu ... 95

4.2.7. Sikap Ibu Menyusui ... 95

4.2.8. Pemberian ASI Eksklusif ... 97

4.3. Analisis Bivariat ... 98

4.3.1 Hubungan Pengetahuan dengan Pemberian ASI Eksklusif ... 98

4.3.2 Hubungan Nilai dengan Pemberian ASI Eksklusif ... 98

4.3.3 Hubungan Kepercayaan dengan Pemberian ASI Eksklusif ... 99

4.3.4 Hubungan Pekerjaan dengan Pemberian ASI Eksklusif . 100 4.3.5 Hubungan Pendapatan dengan Pemberian ASI Eksklusif ... 101


(13)

4.4. Analisis Multivariat ... 102

BAB 5. PEMBAHASAN ... 106

5.1. Hubungan Pengetahuan Ibu Menyususi dengan Pemberian ASI 106 5.2. Hubungan Nilai/Norma dengan Pemberian ASI Eksklusif ... 109

5.3. Hubungan Kepercayaan Ibu Menyusui dengan Pemberian ASI Eksklusif ... 111

5.4. Hubungan Pekerjaan dengan Pemberian ASI Eksklusif ... 113

5.5. Hubungan Pendapatan dengan Pemberian ASI Eksklusif ... 115

5.6. Hubungan Sikap dengan Pemberian ASI Eksklusif ... 117

5.7. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Pengetahuan, Nilai, Kepercayaan, Pekerjaan dan Sikap ... 119

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 121

6.1 Kesimpulan ... 121

6.2 Saran ... 122

DAFTAR PUSTAKA ... 123 LAMPIRAN


(14)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Butir Instrumen Variabel ... 80 4.1. Distribusi Ibu Menyusui Berdasarkan Identitas di Kabupaten Bener

Meriah Tahun 2014 ... 89 4.2. Distribusi Jawaban Ibu Menyusui pada Variabel Pengetahuan di

Kabupaten Bener Meriah Tahun 2014 ... 90 4.3. Distribusi Ibu Menyusui Berdasarkan Pengetahuan tentang

Pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2014 ... 91 4.4. Distribusi Jawaban Ibu Menyusui pada Variabel Nilai/Norma di

Kabupaten Bener Meriah Tahun 2014 ... 92 4.5. Distribusi Ibu Menyusui Berdasarkan Norma tentang Pemberian

ASI Eksklusif di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2014 ... 92 4.6. Distribusi Jawaban Ibu Menyusui pada Variabel Kepercayaan di

Kabupaten Bener Meriah Tahun 2014 ... 93 4.7. Distribusi Ibu Menyusui Berdasarkan Kepercayaan tentang

Pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2014 ... 94 4.8. Distribusi Ibu Menyusui Berdasarkan Pekerjaan di Kabupaten

Bener Meriah Tahun 2014 ... 94 4.9. Distribusi Ibu Menyusui Berdasarkan Pendapatan di Kabupaten

Bener Meriah Tahun 2014 ... 95 4.10. Distribusi Jawaban Ibu Menyusui pada Variabel Sikap di Kabupaten

Bener Meriah Tahun 2014 ... 96 4.11. Distribusi Ibu Menyusui Berdasarkan Sikap di Kabupaten Bener

Meriah Tahun 2014 ... 97 4.12. Distribusi Pemberian ASI Eksklusif oleh Ibu Menyusui di


(15)

4.13. Tabulasi Silang Hubungan Pengetahuan Ibu Menyusui dengan

Pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2014 ... 98 4.14. Tabulasi Silang Hubungan Nilai dengan Pemberian ASI Eksklusif di

Kabupaten Bener Meriah Tahun 2014 ... 99 4.15. Tabulasi Silang Hubungan Kepercayaan dengan Pemberian ASI

Eksklusif di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2014 ... 100 4.16. Tabulasi Silang Hubungan Pekerjaan dengan Pemberian ASI

Eksklusif di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2014 ... 100 4.17. Tabulasi Silang Hubungan Pendapatan dengan Pemberian ASI

Eksklusif di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2014 ... 101 4.18. Tabulasi Silang Hubungan Sikap dengan Pemberian ASI Eksklusif

di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2014 ... 102 4.19. Hasil Analisis Multivariat Uji Regresi Logistik Ganda ... 102


(16)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Kontributor Perilaku Kesehatan (Green dan Lewis, 1986) ... 74 2.2. Kerangka Konsep Penelitian ... 75


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 129 2. Master Data ... 143 3. Hasil Analisis Data ... 146


(18)

individual masyarakat. peningkatan kualitas manusia harus sedini mungkin yaitu semenjak bayi, salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas manusia adalah pemberian Air Susu Ibu (ASI).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan sosial budaya dengan pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Bener Meriah. Jenis penelitian ini termasuk dalam penelitian Survey dengan pendekatan Cross Sectional. Populasi adalah seluruh ibu-ibu menyusui yang mempunyai bayi 7-12 bulan di Puskesmas kerja Bandar Kabupaten Bener Meriah yaitu sebanyak 285 orang. Sampel pada penelitian ini sebanyak 102 orang, dengan metode penarikan sampel adalah random sampling. Pengumpulan data diperoleh melalui penyebaran angkat menggunakan alat bantu kuesioner, dianalisis dengan regresi logistik ganda pada α =0,05.

Hasil penelitian menunjukkan, mayoritas responden memberikan ASI eksklusif, yaitu 55 responden (53.9%), dan secara statistik variabel yang paling memiliki hubungan paling kuat adalah pekerjaan dengan nilai OR (EXP(B) 5,202.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Bener Meriah agar dapat menyusun strategi program kesehatan bagi ibu dan anak, khususnya bagi ibu menyusui dengan menyiapkan fasilitas untuk menyusui dalam bentuk pojok ASI.


(19)

ABSTRACT

Culture is a cognitive system – a system that consist of knowledge, trust and values that were in the mind of the individual members of society. To increasing the quality of humans need as early as possible since the baby, one of the factor that play an important role to increasing the quality of human is breastfeeding (breastmilk ).

This research is aimed to determine the relations of socio –cultural with exclusive breastfeeding in the regency of Bener Meriah. This research included to survey research with cross sectional approach. The population is all of breastfeeding mothers who have babies aged 7-12 months in Bandar Health Center – Bener Meriah, total of the population as many as 285 people. The sample of this research as many as 102 people, by using random sampling method. The technique for collecting data is done using questioners, analyzed by multiple logistic regression at α = 0.05.

The result of this research showed that the majority of respondent giving exclusive breastfeeding is 55 respondent (53,9 % ), and statistically the variable who had the strongest relationship is job with a value OR (Exp (B) 5.202.

It is suggested to the health department of Bener Meriah, in order to develop the strategy for maternal and child health, especially for breastfeeding mothers by prepare facilities in the form of a breastfeeding corner.


(20)

1.1. Latar Belakang

Upaya perbaikan gizi masyarakat sebagaimana didalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi perseorangan dan masyarakat, antara lain melalui perbaikan pola kosumsi makanan, perbaikan prilaku sadar gizi, dan peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi dan kesehatan sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi. Rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2010-2014 telah menetapkan 4 sasaran pembangunan kesehatan yaitu; (1) Meningkatkan umur harapan hidup menjadi 72 tahun, (2) menurunkan angka kematian bayi menjadi 24 per 1000 kelahiran hidup, (3) menurunkan angka kematian ibu menjadi 228 per 100 ribu kelahiran hidup dan (4) menurunkan prevalensi gizi kurang menjadi 15% dan prevalensi balita pendek menjadi 32% untuk mencapai sasaran RPJMN 2010-2014 dibidang kesehatan yang memuat indikator keluaran yang harus dicapai, dimana bidang perbaikan gizi salah satu dari delapan indikator keluaran adalah 80% bayi usia 0-6 bulan mendapat ASI eksklusif (Kementerian Kesehatan RI, 2010).

Menyusui artinya memberikan makanan kepada bayi yang secara langsung dari payudara ibu sendiri. Menyusui adalah proses alamiah, dimana berjuta-juta ibu melahirkan diseluruh dunia berhasil menyusui bayinya tanpa pernah membaca buku tentang pemberian ASI.


(21)

Walupun demikian dalam lingkungan kebudayaan kita saat ini melakukan hal yang sifatnya alamiah tidaklah selalu mudah untuk dilakukan oleh para ibu-ibu menyusui. Menyusui merupakan cara pemberian makan yang diberikan secara langsung oleh ibu kepada anaknya, namun seringkali ibu menyusui kurang memahami dan kurang mendapatkan informasi, bahkan sering kali ibu-ibu mendapatkan suatu informasi yang salah tentang manfaat ASI eksklusif itu sendiri, tentang bagaimana cara menyusui ataupun langkah-langkah menyusui yang benar kepada bayinya, dan kurangnya informasi yang diberikan tentang dampak apabila ASI eksklusif itu tidak diberikan dan apa yang harus dilakukan bila timbul kesukaran dalam menyusui secara eksklusif kepada bayinya (Roesli, 2000).

Pemberian Air Susu Ibu (ASI) sangat baik bagi tumbuh kembang yang optimal baik fisik maupun mental dan kecerdasan bayi. Oleh karena itu pemberian ASI perlu mendapat perhatian para ibu agar proses menyusui dapat terlaksana dengan benar (Afifah, 2007). Organisasi anak sedunia (UNICEF, 2009) menyatakan 30.000 kematian bayi pertahunnya, dapat dicegah melalui pemberian ASI secara ekslusif selama 6 bulan, tanpa harus memberikan makanan dan minuman tambahan pada bayi. Manfaat pemberian ASI ekslusif dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan anak, tetapi kesadaran ibu untuk memberikan ASI ekslusif di Indonesia baru mencapai 14 % saja. Banyak kasus kurang gizi pada anak-anak berusia dibawah dua tahun yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia yang dapat di minimalisir melalui pemberian ASI ekslusif. Oleh sebab itu sudah sewajarnya ASI ekslusif dijadikan


(22)

sebagai prioritas utama dalam program di seluruh dunia khususnya negara-negara berkembang.

Dalam rangka menurunkan angka kesakitan dan kematian anak, United Childrens Fund (UNICEF) dan World Health Organization (WHO) merekomendasikan sebaiknya anak disusui hanya dengan air susu ibu selama paling sedikit enam bulan. Makanan padat seharusnya diberikan sesudah anak berumur enam bulan, dan pemberian ASI dilanjutkan sampai anak berumur dua tahun. Tingginya angka kematian bayi di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor infeksi dan kekurangan gizi sedangkan penyebab lainya adalah berbagai penyakit yang sebenarnya dapat dicegah salah satunya dengan pemberian ASI eksklusif (Roesli, 2000).

Setiap bayi berhak untuk mendapatkan standar emas pemberian pelayanan pada bayi, yaitu: (1) inisiasi menyusu dini (IMD), (2) ASI eksklusif sejak lahir sampai 6 bulan, (3) makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat waktu dan berkualitas sejak usia 6 bulan, serta (4) pemberian ASI diteruskan sampai usia 2 tahun/lebih (Global Strategy for Infant and Young Child Feeding (2002), Resolusi WHA no. 55.25 2002); Setiap anak berhak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, mendapatkan standar kesehatan tertinggi serta terhindar dari resiko kematian dan malnutrisi (Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi melalui Keputusan Presiden no. 36/1990); Setiap orang berhak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya agar dapat tumbuh dan berkembang secara layak (Pasal 11 Undang-Undang no. 49/1999 Tentang Hak Asasi Manusia).


(23)

Pasal 128 (1) dan 129 (2) Undang-Undang No. 36/2009 tentang Kesehatan; Setiapbayi Indonesia berhak untuk tidak mendapatkan susu formula kecuali atas indikasi medis, dan setiap ibu berhak untuk mendapatkan perlindungan dalam memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya (Pasal 15, 17 & 26 Peraturan Pemerintah No. 33/2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif). Saat ini, kondisi pemberian ASI di Indonesia masih tergolong rendah.

Masyarakat Indonesia yang majemuk terdiri dari berbagai suku dan memiliki sosial budaya yang beraneka ragam, hal ini berpengaruh besar terhadap pola perilaku masyarakatnya. Perilaku yang dilatar belakangi sosial budaya tersebut ada yang positip dan ada yang negatif dipandang dari sudut kesehatan, yang negatif tersebut merugikan program pembangunan kesehatan masyarakat.

Kebudayaan adalah suatu sistem koqnitif yaitu sistem yang terdiri dari pengetahuan, kepercayaan dan nilai yang berada dalam pikiran anggota-anggota individual masyarakat. Kebudayaan merupakan perlengkapan mental yang oleh anggota-anggota masyarakat dipergunakan dalam proses-proses orientasi, transaksi, pertemuan, perumusan, gagasan, penggolongan, dan penafsiran perilaku sosial nyata dalam masyarakat. Sehubungan dengan penggunaan konsep budaya dalam perilaku masyarakat terkait dengan prilaku kesehatan seseorang, sedikit atau banyak, terkait dengan pengetahuan, kepercayaan, nilai, dan norma dalam lingkungan sosialnya berkenaan dengan etiologi, terapi pencegahan penyakit. Dapat saja seseorang memperlihatkan perilaku psikologis disamping perilaku budaya.


(24)

Pemberian ASI eksklusif pada ibu menyusui dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti sikap, dan perilaku ibu, tingkat pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, sosial ekonomi dan budaya, ibu merasa ASI yang dimiliki kurang, ibu yang bekerja serta kurangnya dukungan dari keluarga dan lingkungan (Roesli, 2000). Pemberian ASI eksklusif yang rendah diIndonesia disebabkan oleh faktor internal yaitu rendahnya pengetahuan dan sikap ibu dan faktor eksternal yaitu kurangnya dukungan keluarga, masyarakat, petugas kesehatan maupun pemerintah, gencarnya promosi susu formula, faktor sosial budaya, serta kurangnya ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan ibu dan anak (Yuliana dkk, 2013).

Penelitian yang terkait dengan hal diatas diantaranya yang dilakukan oleh Hilala, (2013) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara usia, pengetahuan, pendidikan dan dukungan orang terdekat dengan pemberian ASI eksklusif diwilayah kerja puskesmas Tuladenggi Telaga Biru Kabupaten Gorontalo. Penelitian lain diantaranya dilakukan oleh Mulyaningsih (2000) yang menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara tingkat pendidikan dengan motivasi ibu dengan pemberian ASI eksklusif. Agus (2002) dalam penelitiannya juga mengungkapkan adanya hubungan yang signifikan antara pekerjaan ibu dengan pemberian ASI eksklusif.

Sementara menurut Roesli (2000), bahwa fenomena kurangnya pemberian ASI eksklusif disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya pengetahuan ibu yang kurang memadai tentang ASI eksklusif, beredarnya mitos yang kurang baik tentang pemberian ASI eksklusif, serta kesibukan ibu dalam melakukan pekerjaannya dan


(25)

singkatnya pemberian cuti melahirkan yang diberikan oleh pemerintah terhadap ibu yang bekerja, merupakan alasan-alasan yang sering diungkapkan oleh ibu yang tidak berhasil menyusui secara eksklusif.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ginting (2013) di wilayah kerja puskesmas Munte Kabupaten Karo menyatakan bahwa variabel pekerjaan, pengetahuan, bisa berpengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif sebesar 95,7%. Hasil penelitian Ludin (2009) di Kecamatan Rumbai Pesisir kota Pekan Baru didapati bahwa variabel keyakinan/kepercayaan, norma/nilai, pengetahuan berperan dalam tindakan pemberian ASI eksklusif.

Keyakinan atau kercayaan dari ibu yang kuat merupakan faktor determinan yang penting terhadap keberhasilan pemberian ASI eksklusif (Kurniawan, 2013). Kepercayaan atau keyakinan berpengaruh pada sikap terhadap perilaku tertentu, norma-norma subjektif dan kontrol perilaku (Robbins,1996). Berbagai faktor sosial budaya yang melatar belakangi perilaku pemberian ASI eksklusif adalah berkaitan dengan kebiasaan masyarakat dalam memberikan makanan pada bayi yang baru lahir Penelitian yang dilakukan oleh Rayuni (2010) mengungkapkan budaya yang mendukung dalam pemberian ASI eksklusif adalah keterikatan keluarga dan sosial sebagai pemberi dukungan untuk memberikan ASI eksklusif. Sedangkan budaya yang tidak mendukung adalah adanya pantangan dan mitos pada pemberian ASI eksklusif.

Sehubungan dengan hal diatas mengungkapkan bahwa jika bayi belum mau menyusui, ibunya akan mengolesi madu pada puting susunya yang ditujukan untuk menghilangkan rasa amis pada susu kuning (colostrum). Sedangkan penelitian yang


(26)

sama juga mengungkapkan hal yang tidak jauh berbeda, bahwa madu, air matang dan susu formula diberikan kepada bayi yang baru lahir. Alasan pemberian makanan /minuman ini adalah ASI belum keluar, agar bayi tidak lapar, disarankan orang tua dan ibu belum kuat menyusui (Widodo, 2001). Demikian pula kebiasaan masyarakat memberikan makanan tambahan kepada bayi sebelum usia enam bulan. Pemberian makanan tambahan pada bayi yang berusia sangat dini sudah diberikan. Hal ini karena ada anggapan bahwa ASI tidak cukup membuat bayi cepat besar dan kuat (Mutiaf, 1998).

Keterkaitan aspek sosial budaya dengan pemberian ASI dapat dilihat dengan penelitian Susilawati (2005) tentang determinasi sosial budaya pada pemberian ASI eksklusif diwilayah kerja puskesmas padang bulan dan Padang Bulan Selayang II Kota Medan. Hasil penelitiannya menyimpulkan ada hubungan bermakna antara pekerjaan ibu dengan pemberian ASI eksklusif, serta ada hubungan antara sosial budaya dengan pemberian ASI eksklusif, pada penelitian ini ditemukan mayoritas sampel mendapat PASI dari Rumah Sakit maupun klinik Bersalin, tidak pernah mendapat anjuran tentang ASI eksklusif, persiapan laktasi dan payudara. Secara nasional cakupan pemberian ASI eksklusif berfluktuasi dan menunjukan kecendrungan menurun selama tiga tahun terakhir. Cakupan pemberian ASI eksklusif pada 0-6 bulan turun 62,2% tahun 2007 menjadi 56,2% pada tahun 2008. Sedangkan cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi sampai 6 bulan turun dari 28,6% pada tahun 2007 menjadi 24,3% pada tahun 2008 (Kementerian Kesehatan RI, 2010).


(27)

Cakupan ASI di Indonesia belum mencapai angka yang diharapkan yaitu sebesar 80% menurut hasil survey demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 di Indonesia hanya sepertiga (32%) bayi berumur dibawah 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif diantara sepuluh hanya empat bayi yang berumur dibawah empat bulan (41%) yang mendapat ASI eksklusif dan hanya 48% anak umur kurang dari dua bulan mendapat ASI eksklusif (Depkes RI, 2007).

Data SDKI (Survei Demografi Kesehatan Indonesia) tahun 2012 peningkatan ibu menyusui hingga 10 persen sejak pemberlakuan Peraturan Pemerintah (PP) No 33/2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif. Berdasarkan hasil SDKI 2012, jumlah ibu menyusui sudah mencapai 42 persen. Angka tersebut naik sekitar 10 persen dari angka sebelumnya, adanya peningkatan jumlah ibu menyusui yang memberikan ASI eksklusif pada bayinya adalah hasil dari kerja keras bersama. Selain itu pemerintah yang telah mendukung lewat Peraturan Pemerintah (PP) No 33/2012 tentang ASI Eksklusif, kegigihan para penggiat laktasi dan kesadaran para ibu sendiri juga turut mendukung pencapaian ini. Pemerintah maupun berbagai lembaga penggiat ASI selalu mengkampanyekan ASI eksklusif untuk bayi usia 0-6 bulan. Dari hasil kampanye tersebut, dalam 5 tahun jumlah ibu menyusui telah mencapai 42 persen, atau naik 10 persen dibanding 5 tahun sebelumnya (Depkes, 2007).

Cakupan pemberian ASI Eksklusif (0-6 bulan) diprovinsi Aceh pada tahun 2012 adalah 32,2%2 dan merupakan propinsi urutan kelima terendah seluruh Indonesia setelah propinsi Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, Kepulauan Bangka Belitung. Kalimantan Timur (Kemenkes, 2012). Di Kabupaten Bener Meriah


(28)

persentasi bayi yang diberi ASI Eksklusif tahun 2013 masih rendah walaupun mengalami peningkatan dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir yaitu tahun 2011 sebesar 6,60%, tahun 2012 7,58%, tahun 2013 sebesar 41,56% (Dinkes Bener Meriah, 2013).

Kabupaten Bener Meriah merupakan Kabupaten termuda dalam wilayah provinsi Aceh, yang merupakan hasil pemekaran dari kabupaten Aceh Tengah, penduduknya terdiri dari bermacam-macam suku, 40% suku Gayo, 25% suku Aceh, 30% suku Jawa. Suku Bali dan sedikit Minang hanya ada di ibukota kabupaten serta etnis China dan Arab yang tersebar diseluruh kecamatan. Dikabupaten Bener Meriah sudah turun temurun mengenal adanya istilah “DENA” yaitu kepercayaan terhadap adanya kuman didalam air susu ibu, atau istilah lainnya sering disebut dengan susu basi, dena hanya terjadi pada saat ibu sedang menyusui, biasanya ibu akan merasa ada kuman didalam ASInya pada saat siibu merasakan adanya rasa gatal pada puting susu, gejala yang dilihat pada bayi disaat bayi tidak mau disusui, bayi mulai rewel, timbul bercak-bercak pada kulit bayi, lecet diseputar paha bahkan mengeluarkan nanah, perut bayi menjadi gembung, ada kotoran dimata bayi, wajah bayi mulai menguning dan berubah bewarna kehitam- hitaman seperti tersengat matahari, setiap disusui bayi akan muntah, biasanya setelah mengalami hal ini mereka akan mencari dukun untuk mencari pengobatan, mereka tidak mencari pengobatan dipelayanan tenaga kesehatan karena mereka menganggap tenaga kesehatan tidak percaya dengan dena, dan anak mereka tidak sembuh.


(29)

Kepercayaan terhadap adanya Dena ini sudah berlangsung sangat lama dan berlanjut hingga saat ini, banyak ibu-ibu yang percaya bahwa dirinya terkena dena ini, ia akan menghentikan pemberian ASInya, diyakini apabila ASI tetap dilanjutkan akan membuat bayinya menjadi sakit, dan bahkan meninggal dunia. Masalah lain yang masih terjadi dikabupaten Bener Meriah adalah masih banyaknya bayi yang baru lahir diberi madu, air gula, air putih bahkan susu formula, setelah beberapa hari kelahiran bayi langsung diberi pisang dan air tajin, hal ini biasanya dilakukan oleh nenek dari sibayi, peran orang tua dari si ibu bayi masih dominan didaerah ini, karena yang merawat ibu setelah bersalin adalah orang tuanya.

Sehubungan dengan hal tersebut hasil penelitian (Mutiaf, 1998) juga mengungkapkan bahwa jika bayi belum mau menyusui, ibunya akan mengolesi madu pada puting susunya yang ditujukan untuk menghilangkan rasa amis pada susu kuning (colostrum). Sedangkan penelitian yang sama juga mengungkapkan hal yang tidak jauh berbeda, bahwa madu, air madu air matang dan susu formula diberikan kepada bayi yang baru lahir. Alasan pemberian makanan/minuman ini adalah ASI belum keluar, agar bayi tidak lapar, disarankan orang tua dan ibu belum kuat menyusui (Widodo,2001). Demikian pula kebiasaan masyarakat memberikan makanan tambahan kepada bayi sebelum usia enam bulan. Pemberian makanan tambahan pada bayi yang berusia sangat dini sudah diberikan. Hal ini karena ada anggapan bahwa ASI tidak cukup membuat bayi cepat besar dan kuat (Mutiaf, 1998). Fenomena lainnya yang terjadi di Kabupaten Bener Meriah pada sebagian besar ibu-ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayinya terkait dengan


(30)

kebiasaan ibu-ibu dengan pantangan makanan-makanan tertentu, yaitu kepercayaan tentang makanan yang apabila dikosumsi oleh ibu akan menyebabkan bayinya sakit, diyakini oleh para ibu-ibu menyusui ini terdapat kuman pada susunya, makanan yang dimaksud contohnya seperti sayur terong, udang, cumi-cumi, ikan tongkol, makanan-makanan ini dianggap pantang untuk dikosumsi oleh ibu-ibu yang sedang menyusui, bahkan ada sebagian ibu-ibu yang sedang hamil sudah melakukan pantangan makanan-makananan yang dimaksud karna takut terulang akan mengalami hal yang sama dengan bayinya kelak, dan ada yang melakukannya karna perintah dari orang tua.

Survei awal yang dilakukan terhadap 10 orang pada saat posyandu sedang berlangsung ditemukan ibu yang tidak menyusui bayinya secara eksklusif ada 5 orang dengan alasan yang sama, yaitu adanya kuman didalam air susu ibu. Adapun tingkat pendidikan ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif adalah SMP 1 orang dan 4 orang ibu yang berpendidikan SMA, sedangkan pekerjaan mereka adalah sebagai petani, pedagang maupun PNS.

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk mengambil judul “Hubungan Sosial Budaya ibu menyusui dengan pemberian ASI eksklusif di Kabupaten Bener Meriah”.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan dalam penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan Sosial Budaya (pengetahuan, nilai/ norma, keyakinan/


(31)

kepercayaan, pekerjaan, pendapatan dan sikap ibu yang mempunyai bayi Dengan Pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Bener Meriah”?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan daripada penelitian ini adalah sebagai berikut;

a. Mengetahui hubungan pengetahuan ibu yang mempunyai bayi dengan pemberian ASI eksklusif.

b. Mengetahui hubungan nilai/norma ibu yang mempunyai bayi dengan pemberian ASI eksklusif.

c. Mengetahui hubungan keyakinan/kepercayaan ibu yang mempunyai bayi dengan pemberian ASI eksklusif.

d. Mengetahui hubungan pekerjaan ibu yang mempunyai bayi dengan pemberian ASI ekslusif.

e. Mengetahui hubungan pendapatan ibu yang mempunyai bayi dengan pemberian ASI ekslusif.

f. Mengetahui hubungan sikap ibu yang mempunyai bayi dengan pemberian ASI eksklusif.

1.4. Hipotesis

1. Ada hubungan pengetahuan ibu yang mempunyai bayi dengan pemberian ASI eksklusif.

2. Ada hubungan nilai/norma ibu yang mempunyai bayi dengan pemberian ASI eksklusif.


(32)

3. Ada hubungan keyakinan/kepercayaan ibu yang mempunyai bayi dengan pemberian ASI eksklusif.

4. Ada hubungan pekerjaan ibu yang mempunyai bayi dengan pemberian ASI eksklusif.

5. Ada hubungan pendapatan ibu yang mempunyai bayi dengan pemberian ASI eksklusif.

6. Ada hubungan sikap ibu yang mempunyai bayi dengan pemberian ASI eksklusif.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi;

1. Sebagai masukan bagi dinas kesehatan kabupaten Bener Meriah dalam penyusunan strategi program kesehatan ibu dan anak, khususnya upaya meningkatkan kemauan dan kemampuan ibu yang mempunyai bayi 7-12 bulan dalam pemberian ASI eksklusif.

2. Untuk memperkaya kepustakaan sebagai bahan bacaan atau studi-studi tentang perilaku dan sosial budaya.


(33)

2.1. Pengertian ASI Eksklusif

ASI eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama 6 bulan, tanpa menambahkan dan atau menganti dengan makanan atau minuman lain (Kemenkes RI, 2010). ASI eksklusif adalah tidak memberi bayi makanan atau minuman lain, termasuk air putih, disamping menyusui (kecuali obat-obatan dan vitamin atau mineral tetes) ASI perah juga diperbolehkan (Depkes RI, 2007). ASI eksklusif adalah pemberian ASI selama 6 bulan tanpa dicampur dengan tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi tim. (Maryunani, 2008).

Pemberian ASI sampai usia bayi berumur 6 bulan disebabkan sistem imun bayi pada 6 bulan pertama belum sempurna apabila diberikan makanan tambahan, pemberian makanan tambahan sama saja dengan membuka pintu gerbang masuknya berbagai jenis kuman, saat bayi berumur kurang dari 6 bulan, sel-sel disekitar usus belum siap untuk mengolah kandungan dari makanan. Sehingga makanan yang masuk dapat menyebabkan reaksi imun dan terjadi alergi, menunda memberikan makanan tambahan sampai bayi berusia 6 bulan melindungi bayi dari obesitas dikemudian hari (Nelson, 2005).


(34)

2.1.1. Keuntungan Menyusui Eksklusif

a. Memberi nutrisi yang optimal dalam hal kualitas dan kuantitas bagi bayi. Dalam ASI terkandung kolostrum, yang merupakan cairan kental dan berwarna kekuning-kuningan yang dihasilkan oleh alveoli payudara ibu pada periode akhir atau trimester ketiga kehamilan kolostrum dikeluarkan pada hari-hari pertama setelah kelahiran. Kolostrum sangat penting bagi bayi, karena : kolostrum pada hari pertama sampai hari ke-empat, merupakan cairan emas yang istimewa, kaya akan nutrisi dan antibodi, kolostrum menjadi nutrisi dan melindungi terhadap infeksi dan alergi. Kolostrum merupakan cairan emas yang mengandung 10-17 kali lebih banyak dari ASI biasa/matur (Maryunani, 2008). Memberikan imunisasi pertama, ASI dapat dikatakan “cairan hidup” yang melindungi bayi dari infeksi. Pada tahun pertama kehidupan bayi, sistem kekebalan bayi belum sepenuhnya berkembang dan tidak bisa melawan infeksi seperti halnya pada anak yang lebih besar atau orang dewasa, maka bayi memerlukan perlindungan dari ibunya. ASI mengandung sel-sel darah putih, sejumlah faktor anti-infeksi yang dapat melindungi bayi terhadap infeksi. ASI juga mengandung antibodi terhadap berbagai infeksi yang pernah di alami ibunya. ASI merupakan “Cairan Hidup” yaitu apabila ibu terserang penyakit infeksi maka sel darah putih yang terdapat dalam tubuh menjadi aktif dan menciptakan antibodi terhadap infeksi tersebut untuk melindungi ibu serta sebagian sel darah putih mengalir ke payudara ibu dan membentuk antibodi dan kemudian dikeluarkan bersama ASI untuk melindungi bayi Kolostrum memiliki efek pencahar yang berfungsi untuk membersihkan


(35)

usus bayi dari mekonium (tinja pertama bayi yang berwana kehitaman). Hal ini membersihkan bilirubin dari usus membantu mencegah bayi kuning/ikterus. Kolostrum juga mengandung zat yang berfungsi sebagai faktor pertumbuhan, yang membantu proses pengembangan organ usus bayi yang belum berkembang sempurna setelah bayi dilahirkan. Karena itu kolostrum membantu bayi terhindar dari alergi dan keadaan tidak tahan (intoleransi) terhadap makanan lain. Di samping itu kolostrum lebih kaya vitamin dari pada ASI matur. Khususnya vitamin A. Vitamin A membantu meringankan infeksi berat yang mungkin di derita bayi (Depkes RI, 2007).

b. Meningkatkan Kecerdasan secara : 1. Asuh (fisik-biomedis)

ASI mengandung zat gizi dengan fungsi spesifik untuk pertumbuhan otak: a). Korg-chain Polyunsaturated Fatty Acid (DHA dan AA) untuk

pertumbuhan otak dan retina.

b). ASI mengandung asam lemak esensial yang tidak terdapat didalam susu sapi atau susu formula. Asam lemak esensial ini dibutuhkan untuk pertumbuhan otak dan mata bayi. Serta kesehatan pembuluh darah. Selain itu, asam lemak terdiri dari Asam lemak Linoleat yang merupakan precursor Decosahexaenoic Acid (DHA) dan Arachidonic Acid (AA). ASI juga mengandung enzim lipase yang membantu mencerna lemak. Enzim ini tidak terdapat didalam susu hewan atau susu formula. Sehingga lemak yang terdapat dalam ASI dicerna sempurna dan digunakan lebih efesien


(36)

oleh tubuh bayi dibandingkan dengan lemak susu sapi atau susu formula (Depkes RI, 2007).

c). Cholestrol untuk myelininsasi jaringan syaraf.

d). Taurin neurotransmiter inhibitor dan stabilisator membrane. e). Laktosa untuk pertumbuhan otak.

f). Choline yang mungkin meningkatkan memori. 2. Asah (stimulasi/pendidikan)

Menurut Roesli dalam Maryunani (2008) menyusui secara eksklusif merupakan stimulasi awal dimana pandangan, belaian, usapan, kata-kata ibu waktu menyusui memenuhi kebutuhan awal dari pendidikan/kebutuhan stimulasi atau kebutuhan rangsangan.

3. Asih (fisk-biomedis)

Bayi yang disusui eksklusif, dipijat, sering didekap, dibelai, membuat bayi merasa aman, terlindung dan dicintai. Bonding yang baik merupakan dasar terbentuk hubungan yang erat dan penuh kasih sayang yang membuat ibu merasa sangat puas secara emosional (Depkes RI, 2007). Bayi tumbuh menjadi manusia mencintai sesamanya/spiritual yang baik, menyusui dini merupakan latihan bersosialisaasi dini dengan membentuk emosional stabil (Maryunani, 2008).

2.1.2. Manfaat ASI Eksklusif

Menurut (Maryunani, 2008) manfaat ASI eksklusif bagi bayi adalah sebagai berikut :


(37)

1. ASI mengandung protein yang spesifik untuk melindungi bayi dari alergi.

2. Secara alami, ASI memberikan kebutuhan yang sesuai dengan usia kelahiran bayi (seperti bayi prematur, ASI memiliki kandungan protein lebih tinggi dibanding ASI untuk bayi yang cukup bulan).

3. ASI juga bebas kuman karena diberikan secara langsung. 4. Suhu ASI sesuai dengan kebutuhan bayi.

5. ASI lebih mudah di cerna dan diserap oleh usus bayi.

6. ASI mengandung banyak kadarselenium yang melindungi gigi dari kerusakan. 7. Menyusui akan melatih daya isap bayi dan membantu membentuk otot pipi yang

baik.

Maryunani (2008) juga menjelaskan bahwa manfaat ASI eksklusif bagi ibu diantaranya adalah :

a. Manfaat ASI eksklusif bagi ibu

1. Membantu mempercepat pengembalian rahim ke bentuk semula dan mengurangi perdarahan setelah kelahiran.

2. Membantu menunda kehamilan baru, pemberian ASI eksklusif dapat berfungsi sebagai kontrasepsi selama 6 bulan setelah kelahiran karena isapan bayi merangsang hormon prolaktin yang menghambat terjadinya ovulasi/pematangan telur sehingga menunda kesuburan.

3. Melindungi kesehatan ibu antara lain : mencegah kanker payudara karena pada saat menyusui hormon estrogen mengalami penurunan, sementara itu tanpa aktivitas menyusui, kadar hormon estrogen tetap tinggi dan inilah


(38)

yang diduga menjadi salah satu pemicu kanker payudara karena tidak adanya keseimbangan antara hormon estrogen dan progeseron.

4. Membantu ibu dan bayi dalam mengembangkan hubungan kasih sayang yang erat (bonding) serta memberi rasa puas, bangga dan bahagia pada ibu yang berhasil menyusui bayinya

5. Mengurangi biaya pengeluaran karena ASI tidak perlu dibeli

b. Keunggulan ASI eksklusif terhadap susu lainnya menurut (Depkes RI, 2007) sebagai berikut :

1. Aspek Gizi

a). Mengandung zat gizi berkualitas tinggi untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi.

b). Zat gizi dalam ASI mudah dicerna dan serap secara efektif. 2. Aspek Imunologis

a). ASI mengandung zat gizi anti infeksi, bersih dan bebas kontaminasi. b). Mengandung IgA, Laktoferin, Lysozim, faktor Bifidus dan lain-lain

yang mampu menjaga daya tahan tubuh bayi. 3. Aspek Kecerdasan

ASI mengandung Taurin, Docosahexaenoic Acid (DHA) danArachidonic Acid (AA) yang cukup untuk menjamin pertumbuhan dan tingkat kecerdasan (IQ) bayi yang diberikan ASI lebih tinggi daripada bayi yang diberikan susu formula. (Kemenkes RI, 2011) Keunggulan ASI karena mengandung AA dan DHA untuk “Building Bloc”otak yang siap pakai


(39)

2.1.3. Komposisi ASI

Komposisi ASI tidak selalu sama. Komposisi ASI bervariasi menurut usia bayi, menurut awal hingga akhir proses menyusui, menurut diantara waktu-waktu menyusui dan menurut waktu berlainan pada malam hari dan siang hari.

a. Komposisi ASI dari hari ke hari 1. Kolostrum (Susu Jolong)

a) Kolostrum adalah ASI khusus berwarna kekuningan, agak kental dan diproduksi dalam beberapa hari setelah persalinan. Kolostrum (IgG) dari bahasa latin colostrums atau jolong adalah susu yang dihasilkan oleh kelenjar susu dalam tahap akhir kehamilan dan beberapa hari kelahiran bayi. pada hari ke 2 dan 3 ASI dalam bentuk kolostrum diproduksi lebih banyak dan payudara terasa penuh, keras dan berat. Sebagian orang menyebut kondisi ini “coming-in” (ASI mulai keluar) Kolostrum akan dihasilkan selama 5-7 hari.

b) Kolostrum lebih banyak mengandung anti bodi dan protein anti- infeksi lainnya dibandingkan ASI matur/matang. Hal ini merupakan alasan mengapa kolostrum lebih banyak mengandung sel protein dibanding ASI matur/matang.

c) Kolostrum lebih banyak mangandung sel darah putih dibandingkan dengan ASI matur/matang. Protein anti infeksi dan sel darah putih merupakan imunisasi pertama yang diperoleh bayi setelah dilahirkan dan dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit. Kolostrum membantu


(40)

mencegah bakteri yang berbahaya penyebab penyakit infeksi pada bayi baru lahir. Disamping itu zat antibodi pada kolostrum dapat mencegah bayi dari kemungkinan timbulnya alergi.

d) Kolostrum memiliki efek pencahar yang berfungsi membersihkan usus bayi dari mekonium (tinja pertama bayi yang berwarna kehitaman). Hal ini membersihkan bilirubin dari usus dan membantu mencegah bayi kuning/ikterus.

e) Kolostrum mengandung zat yang berfungsi sebagai faktor pertumbuhan, yang membantu proses pengembangan organ usus bayi yang belum berkembang sempurna setelah bayi dilahirkan. Karena itu kolostrum membantu bayi terhindar dari alergi dan keadaan tidak tahan (intoleransi) terhadap makanan lain.

f) Kolostrum lebih kaya vitamin dari pada ASI matur/matang, khususnya vitamin A. Vitamin A membantu meringankan infeksi berat yang mungkin di derita bayi. Karena ini sangat penting bagi bayi untuk memperoleh kolostrum sebagai makanan pertama. Kolostrum sudah tersedia dalam payudara ibu ketika bayi dilahirkan. Kolostrum mengandung semua zat yang dibutuhkan bayi baru lahir sebelum ASI matur/matang dihasilkan. 2. ASI Peralihan

a. ASI yang diproduksi pada hari ke delapan sampai dengan hari keempat belas


(41)

b. Kadar protein berkurang sedangkan kadar karbohidrat dan lemak meningkat.

c. Volume ASI semakin meningkat. 3. ASI Matur/Matang

a. Merupakan ASI yang diproduksi sejak hari ke 14 dan seterusnya, komposisi relative konstan.

b. Komposisi ASI dari menit ke menit

ASI yang diproduksi pada awal proses menyusui disebut susu awal (foremilk) adalah ASI yang lebih bening, Susu akhir (hind milk) adalah ASI yang lebih putih, diproduksi pada akhir proses menyusui, perbedaan jenis ASI antara kolostrum dengan ASI Matur adalah kolostrum lebih banyak mengandung protein di banding ASI Matur sedangkan susu akhir mengandung lebih banyak lemak dibandingkan susu awal.

Lemak yang lebih banyak pada susu akhir menyebabkan susu akhir kelihatan lebih putih dibanding susu awal. Lemak yang banyak ini memberikan banyak energy dalam ASI, oleh karena itu jangan menghentikan bayi yang sedang menyusu terlalu cepat. Bayi harus diberi kesempatan untuk menyusu lebih lama sehingga mendapat susu akhir yang kaya lemak secara maksimal.

Susu awal dihasilkan dalam jumlah banyak, dan susu awal ini banyak mengandung protein, laktosa, dan zat gizi lainnya. Apabila apabila memperoleh susu awal dalam jumlah banyak, maka semua kebutuhan


(42)

airakan terpenuhi. Bayi tidak memerlukan lagi air minum selain ASI sebelum berumur 6 bulan walaupun bayi tinggal di daerah beriklim panas. Jika bayi haus diberi tambahan air minum maka bayi akan kurang memperoleh ASI.

c. Kandungan Zat dalam ASI 1. Protein ASI

Kandungan zat gizi dalam ASI, untuk merujuk mengapa zat gizi tersebut sangat sempurna untuk bayi. ASI, susu sapi dan susu kambing mengandung protein untuk pertumbuhan dan ketiganya mengandung gula susu yaitu laktosa, yang juga memberi energi, perbedaan jumlah protein yang terdapat dalam ASI dengan susu hewan adalah susu hewan mengandung lebih banyak protein di banding ASI. Protein adalah zat penting dan kita mungkin berpikir bahwa lebih banyak protein pasti lebih baik. Akan tetapi, hewan tumbuh lebih cepat dari pada manusia, karena itu hewan memerlukan susu dengan konsentrasi protein lebih tinggi. Mengingat bayi memiliki organ ginjal yang belum sempurna, maka akan sulit untuk membuang kelebihan sisa protein dari susu hewan.

Sebagian besar protein dalam susu sapi adalah kasein, yang didalam perut bayi membentuk gumpalan padat dan sulit dicerna. Di dalam ASI, kandungan kaseinnya lebih sedikit dan kasein tersebut membentuk gumpalan yang lembut dan lebih mudah dicerna.


(43)

Kandungan protein yang mudah larut atau protein whey yang mengandung protein anti-infeksi yang dapat melindungi bayi terhadap infeksi. Susu hewan tidak mengandung jenis protein anti-infeksi tersebut untuk melindungi bayi.

Bayi yang diberi susu formula kemungkinan akan mengalami intoleransi terhadap protein yang berasal dari susu hewan. Bayi mungkin akan terkena diare, sakit perut, kulit kemerahan dan lainnya apabila diberi jenis protein lain. Diare mungkin bisa persisten (menetap) dan menunjang terjadinya kurang gizi. Bayi yang diberi susu formula atau susu hewan kemungkinan akan menderita alergi yang dapat menyebabkan eksim dan asma. Bayi mungkin mengalami intoleransi atau alergi setelah diberi sedikit saja susu formula pada hari-hari pertama kehidupannya.

Protein whey dalam berbagai susu berbeda. ASI mengandung alfa-laktalbumin dan susu sapi mengandung beta-laktoglobulin, disamping itu protein dalam susu hewan dan susu formula mengandung keseimbangan asam amino yang berbeda dengan ASI. Yang kurang ideal untuk bayi, susu hewan dan susu formula kurang kandungan asam amino sistin, dan susu formula kurang dalam kandungan taurin yang dibutuhkan bayi baru lahir khususnya pertumbuhan otak.


(44)

Protein yang mengandung anti-infeksi dalam ASI termasuk laktoferrin (yang mengikat zat besi dan mencegah pertumbuhan bakteri yang membutuhkan zat besi) dan lisozim (yang membunuh bakteri), serta antibodi (immunoglobulin, terutama IgA). Faktor anti-infeksi lainnya termasuk faktor bifidus (yang menunjang pertumbuhan laktobasillus bifidus yang menghambat pertumbuhan bakteri berbahaya, dan menyebabkan tinja bayi yang diberi ASI berbau seperti yogurt). ASI juga mengandung faktor anti-virus dan faktor anti-parasit. Imunoglobulin utama dalam ASI adalah IgA-sering disebut secretory immunoglobulin A (SigA) yang dialirkan ke ASI sebagai respon terhadap infeksi pada ibu. IgA berbeda dengan immunoglobulin lain seperti IgG yang dialirkan dalam darah.

2. Lemak dalam ASI

Semua jenis susu mengandung lemak sebagai sumber energi utama yang dibutuhkan bayi manusia atau bayi hewan, dan juga mengandung laktosa yang juga memberi energi. ASI mengandung asam lemak esensial yang tidak terdapat didalam susu sapi atau susu formula. Asam lemak esensial ini dibutuhkan untuk pertumbuhan otak dan mata bayi, serta kesehatan pembuluh darah. Selain itu, asam lemak terdiri dari Asam Lemak Linoleat yang merupakan Prekursor Decosahexaenoic Acid (DHA) dan Arachidonic Acid (AA). Keunggulan ASI karena mengandung AA dan DHA untuk “building


(45)

block” otak yang siap pakai. ASI juga mengandung enzim lipase yang membantu mencerna lemak Enzim ini tidak terdapat di dalam susu hewan atau susu formula. Lemak yang terdapat didalam ASI dicerna lebih sempurna dan digunakan lebih efesien oleh tubuh bayi dibandingkan dengan lemak susu sapi atau susu formula.

Tinja bayi yang diberi susu formula berbeda dengan tinja bayi yang diberi ASI. Hal ini antara lain disebabkan karena tinja bayi yang diberi susu formula lebih banyak mengandung sisa makanan yang tidak dapat digunakan oleh tubuh bayi. Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) yang diberi susu formula yang kurang mengandung asam lemak esensial telah terbukti menunjukkan perkembangan mental dan penglihatan yang tidak optimal. Saat lahir lambung bayi belum menghasilkan semua enzim yang dibutuhkan untuk mencerna lemak susu. Lipase dalam ASI membentu menyempurnakan pencernaan lemak di dalam lambung bayi. Lipase dalam ASI disebut bile–salt stimulated lipase. Karena mulai bekerja di dalam usus bersamaan dengan tersedianya garam-empedu tersebut. Lipase tidak aktif dipayudara atau didalam lambung sebelum ASI bercampur dengan empedu.

3. Vitamin dalam ASI

ASI mengandung Vitamin A, jika ibu cukup mengkonsumsi vitamin A ASI dapat memenuhi kebutuhan vitamin A bagi bayi bahkan sampai


(46)

tahun di kedua usia bayi. Susu sapi banyak mengandung vitamin B, tetapi tidak mengandung vitamin A dan C sebanyak dalam ASI.

4. Zat besi dalam ASI

Zat besi penting untuk mencegah anemia. Beberapa jenis susu mengandung zat besi dalam jumlah yang sangat sedikit 0,5-07 mg/l. hanya sekitar 10 % zat besi pada susu sapi yang bisa diserap, namun sekitar 50 % zat besi dari ASI dapat diserap oleh usus bayi. Bayi yang diberi susu sapi mungkin tidak mendapat cukup zat besi, sehingga bayi sering menderita anemia. Dengan demikian ASI secara Eksklusif kepada bayi kecukupan zat besi akan terpenuhi dan bayi dapat terlindung dari anemia sampai sekurangnya bayi berumur 6 bulan atau lebih. Pada beberapa merk susu formula ditambahkan zat besi, akan tetapi tambahan tersebut tidak diserap dengan baik sehingga harus ditambah dalam jumlah besar untuk melindungi bayi dari anemia. Penambahan zat besi dapat mempermudah tumbuhnya beberapa jenis bakteri yang mungkin akan meningkatkan peluang terjadinya infeksi misalnya meningitis dan sepsis (Depkes RI, 2007).

2.1.4. Cara Menyusui yang Efektif

Bila bayi melekat dengan baik, bayi mengeluarkan ASI dengan mudah dan ini disebut “menyusu yang efektif”. Saat bayi menyusu dengan cara ini, mulut dan lidah bayi tidak mengesek kulit payudara dan puting.


(47)

Tanda-tanda perlekatan bayi yang baik adalah :

a. Tampak areola lebih banyak diatas mulut bayi daripada dibawah mulutnya. Ini menunjukkan bahwa lidah bayi sedang menjangkau bagian bawah sinus laktiferus untuk menekan ASI keluar.

b. Mulut bayi terbuka lebar.

c. Bibir bawah bayi terputar keluar. d. Dagu bayi menyentuh payudara.

Tanda ini merupakan tanda yang dapat terlihat dari luar yang menunjukkan bahwa bayi melekat dengan baik pada payudara. Perlekatan yang kurang baik akan menyebabkan nyeri dan kerusakan pada puting. Bila bayi tidak melekat dengan baik dan menghisap puting maka ibunya kesakitan. Perlekatan yang kurang baik merupakan penyebab yang paling penting terjadinya puting lecet. Saat bayi menghisap kuat untuk memperoleh ASI, bayi menarik puting masuk dan keluar. Hal ini menyebabkan puting tergesek oleh mulut bayi. Bila bayi terus menghisap dengan cara ini, bayi merusak kulit puting, dan menyebabkan puting retak (fisura).

Jika bayi melekat kurang baik, bayi tidak memperoleh ASI secara efektif, akibatnya sebagai berikut :

a. Kedua payudara ibu mungkin menjadi bengkak.

b. Bayi mungkin tidak puas, karena ASI mengalir dengan lambat, bayi mungkin banyak menangis, dan ingin sering menyusu, atau mengisap lama tiap kali menyusu.


(48)

c. Bayi mungkin tidak mendapat cukup ASI, bayi mungkin sangat frustasi sehingga menolak menyusu sama sekali.

d. Kenaikan berat badan bayi mungkin kurang.

Bila refleksoksitosin bekerja dengan baik, bayi akan mendapatkan cukup ASI setidaknya untuk beberapa minggu dengan cara menyusui lebih sering. Tapi ini dapat membuat ibu lelah. Payudara mungkin akan menghasilkan ASI lebih sedikit karena tidak dikosongkan. Menyusu yang lebih banyak akan menghasilkan ASI yang lebih banyak jika bayi melekat dengan baik, menyusu secara efektif akan membiarkan bayi menyelesaikan menyusu sampai payudara kosong. Dalam hal ini jika menyusu lebih sering, payudara ibunya akan menghasilkan lebih banyak ASI, bayi yang menyusu efektif mungkin tidak ingin menyusu terlalu sering, meski jarak antara menyusu mungkin tidak teratur. Penyebab perlekatan yang kurang baik adalah penggunaan botol, bila bayi minum dari botol sebelum proses menyusu terbentuk, bayi akan mengalami kesulitan menyusu secara efektif, gerakan menghisap dari botol berbeda dengan menyusu dari payudara. Bayi yang telah diberi minum beberapa kali dengan botol mungkin mencoba menghisap payudara seolah payudara itu sebuah botol hal ini membuat bayi melakukan “hisapan puting” bila hal ini terjadi disebut “bingung puting”jadi memberi minum bayi dari botol dapat menganggu proses menyusui. Disamping itu ibu tidak berpengalaman karena ibu belum pernah memiliki bayi sebelumnya dan kesulitan fungsional, beberapa keadaan dapat lebih mempersulit bayi melekat


(49)

dengan baik pada payudara yaitu pada bayi sangat kecil atau lemah serta kurangnya bantuan yang terampil. Penyebab yang sangat penting terjadinya perlekatan yang kurang baik adalah kurangnya bantuan dan dukungan yang terampil. Ada beberapa ibu yang merasa terkucil dan kurang mendapat dukungan dari masyarakat. Ibu mungkin kekurangan bantuan dari ibu berpengalaman misalnya ibu mereka sendiri yang sangat terampil membantu proses menyusui. Petugas kesehatan yang menangani ibu dan bayi misalnya dokter dan bidan mungkin belum dilatih untuk membantu ibu menyusui.

Tanda-tanda bayi menyusu dengan efektif adalah bayi melakukan hisapan lambat dan dalam ini adalah tanda penting bayi mendapatkan ASI. Bayi melakukan hisapan dangkal dan cepat terus menerus ini adalah tanda bayi kurang mendapatkan ASI. Ia melekat kurang baik dan tidak menyusu secara efektif. Bayi menelan sampai terlihat atau terdengar tegukannya, bila bayi menelan berarti ia mendapatkan ASI. Kadang terdengar tegukan, apabila bayi membuat suara kecapan ketika menghisap ini adalah tanda bayi melekat kurang baik. Serta bayi terlihat puas menyusu dimana bayi melepaskan sendiri payudara, tampak puas dan mengantuk. Disamping perlekatan bayi yang baik juga harus diperhatikan “Posisi Bayi yang Baik “ pada saat menyusu.

Tanda-tanda posisi bayi yang baik pada saat menyusui adalah : a. Kepala dan badan bayi dalam garis lurus.

b. Bayi dipeluk dekat dengan badan ibu. c. Seluruh badan bayi di topang.


(50)

d. Bayi dekat ke payudara, hidung berhadapan dengan putting.

Posisi menyusui yang benar akan membantu bayi untuk melekat dengan baik pada payudara ibu, apabila posisi menyusu dan perlekatan ke payudara benar maka bayi akan mengisap dengan efektif (Depkes RI, 2007).

2.1.5. Cara Kerja Menyusui

Dengan memahami proses menyusui, akan dapat ditentukan apa yang terjadi serta langkah penyelesaian masalah menyusu.

a. Anatomi Payudara

Puting dan kulit berwarna gelap disekelilingnya yang di sebut areola. Pada areola ada kelenjar-kelenjar kecil yang di sebut “kelenjar montgomery”yang mengeluarkan cairan berminyak untuk menjaga kulit tetap sehat. Didalam payudara ada alveoli, yang berbentuk kantong-kantong kecil terdiri dari “sel-sel pembuat ASI”. Ada jutaan alveoli. Hormonprolaktin merangsang sel-sel alveoli tersebut memproduksi ASI.

Di sekeliling alveoli terdapat sel-sel otot, yang dapat berkontraksi dan memerah ASI keluar. Hormon oksitosin membuat sel-sel otot tersebut berkontraksi. Pembuluh kecil atau duktus, mengalirkan ASI keluar dari alveoli. Di bawah areola, pembuluh-pembuluh tersebut melebar, dan membentuk sinus-sinus laktiferus, dimana ASI mengumpul untuk persiapan satu kali menyusui. Pembuluh-pembuluh tersebut menyempit lagi ketika melewati puting. Alveoli dan duktus ini dikelilingi penyangga dan lemak. Lemak dan penyangga ini memberikan bentuk pada payudara menyebabkan perbedaan antara payudara


(51)

besar dan kecil. Payudara besar dan kecil mempunyai jaringan kelenjar dalam jumlah yang sama banyaknya sehingga keduanya menghasilkan cukup banyak ASI.

b. Hormon Prolaktin

Ketika bayi menyusui pada payudara rangsangan sensorik mengalir dariputing susu ke otak. Sebagai reaksi, bagian depan (anterior) kelenjar pituitary di dasar otak mengeluarkan hormon prolaktin. Prolaktin masuk ke dalam darah menuju payudara dan merangsang sel-sel untuk memproduksi ASI. Sebagian besar hormon prolaktin berada dalam darah selama kurang lebih 30 menit setelah proses menyusui, jadi hormon ini membuat payudara memproduksi ASI untuk proses menyusui “berikutnya”. Untuk proses menyusui saat ini, bayi menghisap ASI yang sudah tersedia di dalam payudara.

Cara untuk meningkatkan pasokan ASI adalah bila bayi menyusui lebih banyak maka payudara ibu akan lebih banyak menghasilkan ASI. “lebih banyak menyusui lebih banyak produksi ASI”. Kebanyakan ibu dapat memproduksi ASI lebih banyak dari yang dibutuhkan bayi. Bila seorang ibu mempunyai dua bayi dan keduanya menyusu, payudaranya akan memproduksi ASI untuk dua bayi. Bila bayi kurang menyusu, payudara memproduksi ASI lebih sedikit. Bila bayi berhenti menyusu, payudara segera berhenti memproduksi ASI.

c. Refleks Oksitosin

Ketika bayi menyusu payudara, rangsangan sensorik dari puting dikirim ke otak. Sebagai reaksi, bagian belakang kelenjar pituitary di dasar otak


(52)

mengeluarkan hormon oksitosin. Oksitosin masuk ke dalam darah menuju payudara dan merangsang sel-sel otot di sekeliling alveoli berkontraksi. Kontraksi ini membuat ASI yang terkumpul di dalam alveoli mengalir melalui pembuluh menuju sinus-sinus laktiferus. Kadang-kadang ASI mengalir keluar payudara. Hal ini disebut “refleks oksitosin” atau refleks pengeluaran ASI.

Oksitosin diproduksi lebih cepat daripada prolaktin. Hormon ini menyebabkan pengeluaran ASI pada waktu proses menyusui. Oksitosin dapat mulai berfungsi sebelum bayi menghisap bila ibu memikirkan akan menyusui. Bila reflek oksitosin ibu tidak berfungsi dengan baik, bayi dapat mengalami kesulitan memperoleh ASI. Tampaknya seolah-olah payudara berhenti memproduksi ASI, padahal sebenarnya payudara memproduksi ASI namun ASI tidak mengalir keluar.

d. Membantu dan Menghambat Refleks Oksitosin

Perasaan yang positif misalnya perasaan senang, nyaman dan puas bila ibu bersama bayinya, merasa percaya diri bahwa ASI-nya adalah yang terbaik untuk bayinya dapat membantu refleks oksitosin bekerja dan ASI akan mudah mengalir keluar. Sensasi-sensasi seperti menyentuh atau menatap bayinya, atau mendengar bayinya menangis juga dapat membantu refleks oksitosin. Sebaliknya perasaan kurang nyaman misalnya rasa sakit, khawatir atau ragu bahwa ibu tidak punya cukup ASI akan menganggu refleks oksitosin dan menghentikan ASI mengalir. Untungnya refleks ini hanya sementara. Refleks oksitosin menjelaskan dua “butir kunci” tentang perawatan ibu dan bayi:


(53)

1. Seorang ibu perlu berada dekat bayinya sepanjang waktu, sehingga ia dapat melihat, menyentuh dan meresponnya. Hal ini membantu tubuh ibu menyiapkan diri untuk menyusui dan membantu pengeluaran ASI. Bila ibu terpisah dari bayinya di antara waktu menyusui, refleks oksitosin mungkin tidak bekerja dengan baik.

2. Perasaan ibu penting sekali membuat ibu merasa baik dan membangun rasa percaya diri untuk membantu ASI keluar dengan lancar. Apabila perasaan khawatir atau membuat ibu tidak percaya diri tidak dapat memberikan ASI. Ibu sering menyadari adanya refleks oksitosin tersebut. Beberapa tanda reflek soksitosin sedang berfungsi aktif dapat di ketahui antara lain :

1. Sensari diperas atau gelenyar (tingling sensation) di dalam payudara sesaat sebelum menyusui atau pada waktu proses menyusui berlangsung. 2. ASI mengalir dari payudara bila ibu memikirkan bayinya, atau mendengar

bayinya menangis.

3. ASI menetes dari payudara sebelah, bila ibu menyusu pada payudara lainnya.

4. ASI memancar halus ketika bayi melepas payudara pada waktu menyusui. 5. Adanya nyeri yang berasal dari kontraksi rahim, kadang diiringi

keluarnya darah selama menyusui di minggu pertama kelahiran bayi. 6. Hisapan yang lambat, dalam dan tegukan bayi menunjukkan bahwaASI


(54)

Bila ada satu atau lebih tanda atau sensasi tersebut, maka refleks oksitosin aktif.

e. Zat Penghambat (Inhibitor) dalam ASI

Kadang-kadang payudara berhenti menghasilkan ASI, sementara payudara satunya terus menghasilkan ASI-meskipun oksitosin dan prolaktin sama-sama mengalir kedua payudara. Ada satu zat dalam ASI yang dapat mengurangi atau “mencegah” (inhibit) produksi ASI. Bila ada banyak ASI tertinggal di dalam satu payudara, zat pencegah atau inhibitor tersebut menghentikan sel-sel pembuat ASI agar tidak memproduksi lagi. Penghentian ini membantu melindungi payudara yang di dalamnya masih tertinggal banyak ASI dari bahaya efek kepenuhan. Hal ini juga diperlukan bila bayi meninggal atau berhenti menyusu untuk alasan lainnya. Bila ASI dikeluarkan, baik melalui hisapan bayi atau diperah, inhibitor juga turut dikeluarkan.

Payudara akan memproduksi ASI lagi bila bayi berhenti menyusu dari satu payudara, payudara tersebut berhenti memproduksi ASI. Bila bayi lebih banyak menyusu pada satu payudara, payudara tersebut menghasilkan lebih banyak ASI dan ukurannya menjadi lebih besar dibanding payudara satunya. Agar satu payudara terus menghasilkan ASI, maka ASI yang ada di dalamnya harus dikeluarkan, bila bayi tidak dapat menyusu dari salah satu atau keduannya, “ASI harus dikeluarkan dengan cara diperah” untuk memungkinkan produksi ASI berlanjut. Catatan yang harus diperhatikan adalah yang mengendalikan produksi ASI, mengendalikan produksi hormone prolaktin, reflek soksitosin dan zat


(55)

inhibitor didalam payudara adalah “hisapan bayi mengendalikan semuanya, hisapan bayilah yang membuat payudara menghasilkan ASI”. Agar ibu mengasilkan cukup ASI, bayinya harus sering menyusu dengan cara benar. f. Refleks-refleks pada Bayi

Ada tiga refleks utama pada bayi yaitu : 1. Refleks mencari puting (reflex “Rooting”)

Ketika ada sesuatu menyentuh bibir atau pipi, bayi akan membuka mulut dan menggerakkan kepala untuk menemukannya. Bayi menggerakkan lidah kebawah dan kedepan ini di sebut refleks rooting (mencari puting). Biasanya yang dicari adalah payudara.

2. Refleks menghisap

Ketika ada sesuatu menyentuh langit-langit mulutnya, bayi mulai menghisap. 3. Refleks menelan

Ketika mulutnya terisi ASI, bayi akan menelannya. Semua refleks yang terjadi secara otomatis tanpa bayi harus belajar melakukannya (Depkes RI, 2007).

2.1.6. Faktor Penghambat Pemberian ASI Eksklusif yang Merupakan Anggapan yang Salah tentang Menyusui

a. ASI Tidak Keluar (Sedikit)

Banyak ibu yang menyangka ASI-nya tidak keluar hanya karena jumlahnya sangat sedikit dihari pertama. ASI akan keluar sedikit demi sedikit, baru berkembang lebih banyak setelah diisap, prinsipnya semakin banyak diisap,


(56)

semakin banyak ASI dibuat dipayudara. Jadi, sekalipun pada hari pertama yang keluarnya hanya sedikit, tetaplah menyusui. Isapannnya akan merangsang produksi ASI, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana perlekatan bayi, posisi bayi waktu menyusu, dengan perlekatan yang baik dan posisi yang baik akan menciptakan menyusui yang efektif sehingga payudara akan membuat ASI lebih banyak lagi (Budiasih, 2006).

b. Takut Payudara “Turun”

Pada saat mencapai usia tertentu, payudara seorang wanita tak lagi sekencang waktu remaja. Selain faktor usia, banyak faktor lain yang menjadi penyebabnya diantaranya pengunaan penutup payudara yang tidak cukup kuat menopang payudara, akibatnya payudara terlihat “turun”).

c. Takut Badan menjadi “Melar”

Banyak ibu yang menolak menyusui karena takut badanya gemuk, justru ibu yang mengurus sendiri bayinya, terutama menyusui, akan lebih banyak beraktivitas, lebih sering bangun untuk menyusui dan cadangan untuk membuat ASI diambil cadangan yang ada ditubuh ibu. Dibandingkan ibu yang tidak menyusui bayinya ditambah lagi bayi yang mengurus adalah penjaga bayi mulai dari merawat bayi dan memberi susu formula adalah orang lain, ibu lebih banyak tidur, lebih sedikit beraktivitas dan cadangan untuk membuat ASI tidak diambil dari tubuh ibu, maka bisa ditebak ibu tersebut akan melar badannya (Budiasih, 2006).


(57)

d. Bayi menjadi Sering Diare

Banyak ibu yang menganggap bayinya diare karena BAB-nya cair. Ibu-ibu mengira, buang air besar bayinya akan serupa dengan buang air besar anak atau orang dewasa, ASI yang diduga menyebakan bayinya diare. Bayi yang berumur dibawah satu bulan, bahkan wajar jika bayi BAB 10 kali sehari. Ini adalah mekanisme alami pembersihan usus, bayi usia 3-5 bulan, juga wajar jika BAB nya 3-5 kali sehari. Tak ada ASI yang tidak cocok untuk bayinya. Bayi dan ASI sudah menjadi pasangan yang sudah dibuat Allah dalam tubuh ibu (Budiasih, 2006).

e. Anak Kurang Montok, Lebih Montok Anak Susu Formula

Dalam pandangan mata kasar mungkin benar. Susu formula memang lebih cepat merasa kenyang. Jika bayi cukup agresif makannya, bukan tak mungkin ia terlihat lebih gendut dibandingkan anak seusianya yang minum ASI saja. Susu sapi memang dirancang membuat badan lebih besar (Budiasih, 2006).

f. Informasi yang Kurang atau Salah

Ada klinik atau rumah sakit yang buru-buru menyarankan memberi susu formula atau bahkan langsung memberi susu formula pada bayi baru lahir. Ini bukan hanya sekedar merampas hak ibu untuk memberi ASI eksklusif, tetapi juga sudah melanggar etika.

g. Pendapat Orang Sekitar

Mungkin ibu sering mendengar komentar, sindiran bahkan celaan ketika seorang ibu hanya memberi ASI saja, sementara lingkungan berpendapat seharusnya bayi


(58)

diberi susu sambungan atau bahkan makanan. Bayi seumuran itu seharusnya sudah makan, sementara ibu yang memberi susu formula atau memberi makanan pada bayi mendapat dukungan untuk membela diri, dengan alasan menangis saja tandanya masih lapar tidak cukup dengan ASI saja. Biasanya intervensi atau pengaruh orang lain sangat bergantung pada keteguhan seseorang. Semakin kita bisa menampilkan sikap konsisten dalam kehidupan sehari-hari, semakin kecil kemungkinan orang lain akan mempengaruhi keputusan kita (Budiasih, 2006). h. Godaan Susu Formula

Menyusui sebenarnya adalah kegiatan yang bersifat naluriah. Kemajuan teknologi yang mampu mengolah susu sapi menjadi susu formula telah bertindak secara “berlebihan” dengan mencoba mengeser secara halus tentu saja peran menyusui dari ibu untuk bayinya. Iklan pun dibuat sehingga susu formula terlihat sangat hebat diklaim dapat membuat anak montok, pintar dan menggemaskan. Pokoknya, bayi harus minum susu formula (Budiasih, 2006).

Ada beberapa bahaya pemberian susu formula : (1) dapat menganggu ikatan psikologis hubungan antara ibu dan bayi, (2) lebih besar kemungkinannya untuk menderita diare, infeksi saluran pernapasan, infeksi telinga dan infeksi lainnya, (3) Diare kemungkinan akan persisten atau menetap, (4) bayi bisa mengalami kondisi alergi seperti eksim dan asma, (5) bayi bisa mengalami intoleran terhadap susu hewan yang bisa menyebabkan diare, ruam, dan gejala lainnya seperti muntah, (6) bayi kemungkinan menjadi kegemukan dan meningkatkan resiko menderita kencing manis (diabetes) (Kemenkes RI, 2010).


(59)

2.2. Sosial Budaya

Kata sosial berasal dari kata “socius” yang berarti segala sesuatu yang lahir,tumbuh dan berkembang dalam kehidupan bersama. Sedangkan menurut Soekanto (1993) istilah sosial berkaitan dengan prilaku interpersonal,atau yang berkaitan dengan proses-proses sosial. Sosial adalah social structure yang mencakup social relation dan social interaction (Sudarno, 2002). Social sructure adalah suatu tatanan hirarki dan hubungan-hubungan sosial dalam masyarakat yang menempatkan pihak-pihak tertentu (individu, keluarga kelompok dan kelas) di dalam posisi-posisi sosial tertentu berdasarkan suatu sistem nilai dan norma yang berlaku pada suatu

masyarakat pada waktu tertentu. Budaya adalah bentuk jamak dari kata budi dan daya yang berarti cinta rasa

dan karsa. Menurut Soemarjan dan Soemardi dalam Setiadi, dkk (2008) kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat yang berfungsi sebagai tempat berlindung, kebutuhan makan dan minum, pakaian dan perhiasan. Menurut EB.Taylor dalam Syafrudin, dkk ((2010) kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum dan adat istiadat. Dengan demikian kebudayaan atau budaya menyangkut keseluruhan aspek kehidupan manusia baik material maupun non material.

Kebudayaan sebagai konsep dasar menjelaskan kaitannya dengan gejala-gejala sosial, seperti proses interaksi sosial dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam berbagai pranata kesehatan maupun non-kesehatan tetapi terkait, seperti mencari dan melaksanakan perawatan medis dirumah sakit atau pranata keprametraan


(60)

tertentu, atau dirumah tangga sendiri, kaitan-kaitannya dapat dinyatakan sebagai gejala-gejala sosial budaya. Gagasan-gagasan budaya dapat menjelaskan makna hubungan-hubungan timbal balik antara gejala-gejala sosial dari penyakit dan perawatan kesehatan dengan gejala-gejala biologis dan biomedis. Kebudayaan kesehatan masyarakat membentuk, mengatur dan mempengaruhi tindakan atau kegiatan individu-individu suatu kelompok sosial dalam memenuhi berbagai kebutuhan kesehatan baik yang berupa upaya mencegah penyakit maupun menyembuhkan diri dari penyakit.

Menurut Koentajaraningrat (1990) wujud dari budaya dapat dikelompokan dalam 3 hal, yaitu; (a) wujud sebagai suatu komplek dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma dan peraturan, (b) wujud kebudayaan sebagai suatu komplek aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat, dan (c) wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

2.2.1. Keyakinan atau Kepercayaan

Kepercayaan atau keyakinan adalah kemauan seseorang untuk bertumpu pada orang lain dimana kita memiliki keyakinan padanya. Kepercayaan merupakan kondisi mental yang didasarkan oleh situasi seseorang dan konteks sosialnya. Ketika seseorang mengambil keputusan, ia akan lebih memilih keputusan berdasarkan pilihan dari orang yang lebih dapat ia percaya daripada yang kurang dipercayai (Moorman, 1993).

Menurut Potter & Perry (dalam Ludin, 2009) Keyakinan dan praktek spiritual individu dihubungkan dengan semua aspek kehidupan individu termasuk kesehatan


(61)

dan penyakit. Ketika tubuh sakit dan emosi berada diluar kontrol, spritualitas, dan keyakinan seseorang mungkin menjadi satu-satunya dukungan yang tersedia.

Menurut Ba dan Pavlou (2002) kepercayaan atau keyakinan sebagai penilaian hubungan seseorang dengan orang lain yang akan melakukan transaksi tertentu sesuai dengan harapan dalam sebuah lingkungan yang penuh ketidakpastian. Kepercayaan terjadi ketika seseorang yakin dengan realibitas dan itegritas dari orang yang dipercaya. Kepercayaan menurut McKnight, Kacmar, dan Choudry (dalam Zainuddin, 2013), menyatakan bahwa kepercayaan dibangun sebelum pihak-pihak tertentu saling mengenal satu sama lain melalui transaksi atau interaksi.

Ibu-ibu yang percaya dan menyakini bahwa ASI yang terbentuk dalam tubuh ibu yang melahirkan seorang bayi dalam suatu proses yang secara logika ilmiah hanya dapat diyakini dan dipercaya bahwa memang sudah diatur oleh yang maha kuasa, merupakan standar keyakinan yang penting dimiliki oleh setiap ibu untuk dapat memberikan ASI secara baik dan benar kepada bayinya. Akumulasi dari aspek pengetahuan, nilai atau norma, serta keyakinan atau kepercayaan tentang ASI akan berkontribusi membentuk prilaku dalam bentuk tindakan atau praktek pemberian ASI kepada bayi (Hasan, 2009).

2.2.2. Dimensi Kepercayaan

Menurut McKnigh, dkk (dalam Bachmann dan Zaheer, 2006),kepercayaan dibangun pihak-pihak yang belum saling mengenal baik dalam interaksi maupun proses transaksi. Kepercayaan adalah hal-hal yang berhubungan dengan pengakuan atau keyakinan tentang kebenaran. Dapat dikatakan bahwa kepercayaan adalah suatu


(62)

tindakan seseorang berdasarkan sugesti dari orang itu sendiri untuk memberikan rasa percaya kepada siapa saja mulai dari diri sendiri, kepada orang lain, kepada pemerintah, dan tentunya kepercayaan kepada tuhan. Dengan menumbuhkan rasa kepercayaan maka setiap orang akan dapat melakukan sesuatu yang terbaik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, dan yang lebih penting adalah kepercayaan kepada Tuhannya.

Kepercayaan adalah suatu gagasan yang deskriptik yang dianut oleh seseorang tentang sesuatu. Sebuah sikap menggambarkan penilaian kognitip yang baik maupun tidak baik, peranan-peranan emosional dan kecendrungan berbuat dan bertahan selama kurun waktu tertentu terhadap objek atau gagasan. Kepercayaan dapat diartikan sebagai anggapan bahwa sesuatu itu benar (Poerwadarmita,1976). Dalam pustaka psikologi dapat ditemukan bahwa pengertian kepercayaan sangat erat kaitanya dengan pengertian sikap. Fishbein dan Ajzen (dalam Zainuddin 2013) menyatakan bahwa untuk menjelaskan pembentukan dan perubahan sikap dan instensi, ditemukan proses pembentukan kepercayaan atau keyakinan. Kepercayaan terhadap suatu objek menjadi dasar untuk pembentukan sikap terhadap objek tersebut dan dasar sikap biasanya diukur sebagai jalan mengukur keyakinan-keyakinan seseorang. Kepercayaan adalah suatu keputusan (bervariasi dalam tingkatan kepercayaan) bahwa suatu hal adalah benar atau salah. Pada umumnya kepercayaan menunjuk pada pendapat subjektif seseorang mengenai beberapa aspek yang berbeda-beda dari dunianya.


(1)

153

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 1.121a 1 .290

Continuity Correctionb .739 1 .390

Likelihood Ratio 1.124 1 .289

Fisher's Exact Test .324 .195

Linear-by-Linear Association 1.110 1 .292

N of Valid Cases 102

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 21.66. b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate Value

95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for Pemberian

ASI eksklusif (Ya / Tidak) 1.528 .696 3.356 For cohort Pendapatan =

Diatas UMP 1.259 .816 1.942

For cohort Pendapatan =

Dibawah UMP .824 .576 1.178


(2)

Pemberian ASI eksklusif * Sikap

Crosstab

Sikap

Total Baik Kurang

Pemberian ASI

eksklusif Ya Count % within Pemberian ASI 36 19 55

eksklusif 65.5% 34.5% 100.0%

% within Sikap 69.2% 38.0% 53.9%

% of Total 35.3% 18.6% 53.9%

Tidak Count 16 31 47

% within Pemberian ASI

eksklusif 34.0% 66.0% 100.0%

% within Sikap 30.8% 62.0% 46.1%

% of Total 15.7% 30.4% 46.1%

Total Count 52 50 102

% within Pemberian ASI

eksklusif 51.0% 49.0% 100.0%

% within Sikap 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 51.0% 49.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 10.006a 1 .002

Continuity Correctionb 8.789 1 .003

Likelihood Ratio 10.174 1 .001

Fisher's Exact Test .003 .001

Linear-by-Linear Association 9.908 1 .002

N of Valid Cases 102

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 23.04. b. Computed only for a 2x2 table


(3)

155

Risk Estimate Value

95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for Pemberian

ASI eksklusif (Ya / Tidak) 3.671 1.616 8.338 For cohort Sikap = Baik 1.923 1.236 2.991 For cohort Sikap = Kurang .524 .345 .795


(4)

ANALISIS MULTIVARIAT

Model Information

Dependent Variable Pemberian ASI eksklusif Probability Distribution Poisson

Link Function Log Case Processing Summary

N Percent Included 102 100.0%

Excluded 0 .0%

Total 102 100.0%

Continuous Variable Information

N Minimum Maximum Mean Deviation Std. Dependent

Variable Pemberian ASI eksklusif 102 1 2 1.46 .501

Covariate Pengetahuan 102 1 2 1.42 .496

Nilai 102 1 2 1.24 .426

Kepercayaan 102 1 2 1.48 .502

Pekerjaan 102 1 2 1.47 .502

Sikap 102 1 2 1.49 .502

Goodness of Fitb

Value df Value/df

Deviance 11.072 96 .115

Scaled Deviance 11.072 96

Pearson Chi-Square 11.349 96 .118

Scaled Pearson Chi-Square 11.349 96

Log Likelihooda -121.958

Akaike's Information Criterion (AIC) 255.916 Finite Sample Corrected AIC (AICC) 256.800 Bayesian Information Criterion (BIC) 271.666

Consistent AIC (CAIC) 277.666

Dependent Variable: Pemberian ASI eksklusif

Model: (Intercept), Pengetahuan, Nilai, Kepercayaan, Pekerjaan, Sikap

a. The full log likelihood function is displayed and used in computing information criteria. b. Information criteria are in small-is-better form.


(5)

159

Omnibus Testa Likelihood Ratio

Chi-Square df Sig.

6.306 5 .278

Dependent Variable: Pemberian ASI eksklusif

Model: (Intercept), Pengetahuan, Nilai, Kepercayaan, Pekerjaan, Sikap

a. Compares the fitted model against the intercept-only model.

Tests of Model Effects Source

Type III

Wald Chi-Square df Sig.

(Intercept) .014 1 .904

Pengetahuan .451 1 .002

Nilai .029 1 .864

Kepercayaan 1.042 1 .037

Pekerjaan 1.202 1 .023

Sikap .334 1 .043

Dependent Variable: Pemberian ASI eksklusif Model: (Intercept), Pengetahuan, Nilai, Kepercayaan, Pekerjaan, Sikap

Parameter Estimates

Parameter B Error Std.

95% Wald Confidence

Interval Hypothesis Test

Exp(B)

95% Wald Confidence Interval for Exp(B)

Lower Upper Wald Chi-Square df Sig. Lower Upper

(Intercept) -.054 .4504 -.937 .829 .014 1 .904 .947 .392 2.290

Pengetahuan .133 .1973 -.254 .519 .451 1 .002 1.142 .776 1.681

Nilai .039 .2287 -.409 .488 .029 1 .864 1.040 .664 1.628

Kepercayaan .196 .1924 -.181 .573 1.042 1 .037 1.217 .835 1.774

Pekerjaan -.189 .1727 -.528 .149 1.202 1 .023 .827 .590 1.161

Sikap .109 .1893 -.262 .480 .334 1 .043 1.116 .770 1.617

(Scale) 1a

Dependent Variable: Pemberian ASI eksklusif

Model: (Intercept), Pengetahuan, Nilai, Kepercayaan, Pekerjaan, Sikap a. Fixed at the displayed value.


(6)

Parameter Estimates

Parameter B Error Std.

95% Wald Confidence

Interval Hypothesis Test

Exp(B)

95% Wald Confidence Interval

for Exp(B)

Lower Upper Wald Chi-Square df Sig. Lower Upper

(Intercept) -.053 .4511 -.937 .831 .014 1 .906 .948 .392 2.295

Pengetahuan .146 .1799 -.206 .499 .662 1 .006 1.158 .814 1.647

Kepercayaan .202 .1892 -.169 .573 1.141 1 .025 1.224 .845 1.773

Pekerjaan -.186 .1714 -.522 .150 1.174 1 .029 .831 .594 1.162

Sikap .119 .1803 -.234 .472 .436 1 .049 1.126 .791 1.604

(Scale) 1a

Dependent Variable: Pemberian ASI eksklusif

Model: (Intercept), Pengetahuan, Kepercayaan, Pekerjaan, Sikap a. Fixed at the displayed value.


Dokumen yang terkait

Hubungan Pengetahuan Ibu Menyusui Dengan Pemberian ASI Eksklusif di Kelurahan Sei Sikambing Medan Tahun 2012

1 48 56

Kepatuhan Ibu Menyusui Dalam Memberikan Asi Eksklusif Pada Bayi Baru Lahir Di Desa Sidodadi Kecamatan Delitua Kabupaten Deli Serdang

10 100 54

Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Pola Pemberian Asi, MP-ASI Dan Pola Penyakit Pada Bayi Usia 0-12 Bulan Di Dusun III Desa Limau Manis Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2007

1 36 58

Pengaruh Karakteristik Ibu Menyusui Terhadap Pemberian Asi Eksklusif Di Wilayah Kerja Puskesmas Teluk Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat Tahun 2007

0 27 61

Hubungan Motivasi Ibu Menyusui Dengan Pemberian ASI Eksklusif Di Dusun XVI Sidomulyo Desa Klumpang Kebun Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang

0 55 88

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN SOSIAL BUDAYA IBU MENYUSUI DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI KABUPATEN BENER MERIAH TAHUN 2013 Data Demografi

0 0 26

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian ASI Eksklusif - Hubungan Sosial Budaya Ibu Menyusui dengan Pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2013

1 2 62

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Hubungan Sosial Budaya Ibu Menyusui dengan Pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2013

0 0 13

Hubungan Sosial Budaya Ibu Menyusui dengan Pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2013

0 2 17

HUBUNGAN SOSIAL BUDAYA DENGAN KEBERHASILAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA IBU MENYUSUI DI POSYANDU WILAYAH DESA SRIGADING SANDEN BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Sosial Budaya dengan Keberhasilan Pemberian ASI Eksklusif pada Ibu Menyusui di Pos

0 0 12