Analisis Determinan Perilaku Ibu Menyusui Dalam Pemberian ASI Eksklusif di Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013

(1)

ANALISIS DETERMINAN PERILAKU IBU MENYUSUI DALAM PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI KECAMATAN

DARUSSALAM KABUPATEN ACEH BESAR TAHUN 2013

TESIS

Oleh ERWANDI 117032135/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ANALISIS DETERMINAN PERILAKU IBU MENYUSUI DALAM PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI KECAMATAN

DARUSSALAM KABUPATEN ACEH BESAR TAHUN 2013

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh ERWANDI 117032135/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

(4)

Telah Diuji

pada Tanggal : 05 Pebruari 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes Anggota : 1. Drs. Tukiman, M.K.M

2. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes 3. Dra. Syarifah, M.S


(5)

PERNYATAAN

ANALISIS DETERMINAN PERILAKU IBU MENYUSUI DALAM PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI KECAMATAN

DARUSSALAM KABUPATEN ACEH BESAR TAHUN 2013

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, April 2014

Erwandi 110732135/IKM


(6)

ABSTRAK

Cakupan ASI eksklusif di Kecamatan Darussalam berdasarkan profil Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar sebesar 7,6%. Masih rendah dibandingkan target Nasional sebesar 80%.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis determinan perilaku ibu menyusui dalam pemberian ASI eksklusif di Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar. Jenis penelitian adalah survei dengan pendekatan explanatory research. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki bayi berumur 6-12 bulan. Sampel sebanyak 87 orang dan diambil secara purposive sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner. Analisis data untuk mengetahui variabel yang paling berpengaruh dilakukan analisis uji regresi logistik berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yang memberi ASI eksklusif hanya 29,9%. Setelah dilakukan uji regresi logistik berganda faktor pendorong (Predisposing) yaitu variabel mitos, pengetahuan, sikap, pendapatan memiliki pengaruh yang signifikan dalam pemberian ASI eksklusif. Dukungan keluarga yaitu variabel dukungan informasional dan dukungan emosional memiliki pengaruh yang signifikan dalam pemberian ASI eksklusif. Variabel yang paling dominan dalam memengaruhi pemberian ASI eksklusif adalah mitos.

Disarankan kepada petugas kesehatan perlu meningkatkan pemahaman ibu tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif pada bayi sampai usia 6 bulan melalui penyuluhan dan pendidikan kesehatan kepada ibu menyusui dan dengan mengikut sertakan para anggota keluarga, agar anggota keluarga memahami bahwa dukungan keluarga mempunyai andil dalam pemberian ASI eksklusif. Petugas kesehatan juga dapat bekerja sama dengan tokoh agama dalam mengubah persepsi masyarakat mengenai mitos menyusui yang salah melalui kegiatan keagamaan.


(7)

ABSTRACT

Based on the Profile of Aceh Besar District Health Service, the coverage of Exclusive Breastfeeding in Darussalam Subsdistrict was 7,6% and it is still lower than the national target of 80%.

The purpose of this study was to analyze the determinant of the behaviour of breastfeeding mother in exclusive breastfeeding in Darussalam Subdistrict, Aceh Besar District. The population of this explanatory survey study was all of the mothers with babies of 6-12 months old, and 87 of them were selected to be the samples for this study through purposive sampling technique. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews. The most influencing variable was analyzed through multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that only 29,9% of the mothers practiced Exclusive Breastfeeding. The result of multiple logistic regression tests showed that the predisposing factors such as the variables of myth, knowledge, attitude, and income had a significant influence on Exclusive Breastfeeding. Family support such as informational support and emotional support had a significant influence on Exclusive Breastfeeding. Myth was the most dominant variable influencing Exclusive Breastfeeding.

The health workers are suggested to improve mothers understanding on the importance of Exclusive Breastfeeding for the baby until it is 6 months old by providing extension and health education to the breastfeeding mothers and involving the mothers family members that their family members understand that family support contributes to the Exclusive Breastfeeding. The health workers can also cooperate with religious figures in changing public perception on the wrong myth of breastfeeding through religion-based activities.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ”Analisis Determinan Perilaku Ibu Menyusui Dalam Pemberian ASI Eksklusif di Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013”. Tesis ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Program Magister di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Penulis menyadari begitu banyak yang memberikan dukungan, bimbingan, bantuan moril maupun materil dan kemudahan dari berbagai pihak, sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes dan Drs. Tukiman, M.K.M selaku pembimbing yang telah memberi perhatian, dukungan dan pengarahan hingga tesis ini selesai.


(9)

5. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes dan Dra. Syarifah, M.S. selaku tim penguji yang telah memberikan masukan sehingga dapat menyempurnakan tesis ini. 6. Seluruh dosen dan staf pegawai di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis.

7. Kepala Puskesmas Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar beserta jajarannya yang telah memberikan izin melakukan penelitian sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

8. Seluruh rekan-rekan dan sahabat Angkatan 2011 Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

9. Ayahanda Alm. Usman, ibunda Hj. Mursyidah dan seluruh keluarga besar serta seluruh sanak saudara yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama penulis mengikuti pendidikan.

10.Mertua penulis ibunda Selly Halidar yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis

11.Teristimewa untuk istriku tercinta Rosi Novita dengan penuh cinta, pengertian, dorongan dan dukungan yang tak ternilai harganya. Dan anak-anak tercinta Muhammad Ghufran Syafiq, Mahira Dhiya Ul’haq dan Musyafa Erwandi atas doa dan semangatnya.

12.Adik ipar Rosa Ferawati dan Fuad Yoselly serta Ghina dan Ghibran atas dukungan dan bantuannya.


(10)

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak mempunyai kekurangan, untuk itu diharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan tesis ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, April 2014 Penulis

Erwandi 117032135/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Erwandi yang dilahirkan di Bung Sidom tanggal 23 April 1975 dari pasangan Alm. Usman dan Hj. Mursyidah. Beragama Islam dan bertempat tinggal di Jl. Tgk Mahmud Lr. Perjuangan Komplek Indah Barona Desa Meunasah Manyang Kec. Krueng Barona Jaya Aceh Besar.

Penulis menamatkan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri Cot Meuraja tahun 1987, menamatkan pendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama di SMP Negeri Blang Bintang tahun 1990, menamatkan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 5 Banda Aceh tahun 1993, menamatkan pendidikan D3 Gizi Banda Aceh tahun 1996, selanjutnya meneruskan pendidikan di Fakultas Pertanian Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh tahun 2006, bekerja di Politeknik Kesehatan Kemenkes Aceh Tahun 2001 sampai sekarang.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang... ... 1

1.2. Permasalahan ... 11

1.3. Tujuan Penelitian ... 12

1.4. Hipotesis.. ... 12

1.5. Manfaat Penelitian ... 12

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 14

2.1. ASI Eksklusif ... 14

2.1.1. Pengertian ASI Eksklusif ... 14

2.1.2. Kandungan ASI ... 16

2.1.3. Komposisi ASI ... 19

2.1.4. Manfaat ASI ... 21

2.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Produksi ASI ... 28

2.3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemberian ASI Eksklusif ... 32

2.3.1. Faktor Internal ... 32

2.3.2. Faktor Eksternal ... 41

2.4. Landasan Teori ... 49

2.5. Kerangka Konsep ... 52

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 53

3.1. Jenis Penelitian ... 53

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 53

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 53

3.2.2. Waktu Penelitian ... 53

3.3. Populasi dan Sampel ... 53

3.3.1. Populasi ... 53

3.3.2. Sampel ... 54


(13)

3.4.1. Data Primer ... 55

3.4.2. Data Sekunder ... 56

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 56

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 57

3.5.1. Variabel Penelitian ... 57

3.5.2. Definisi Operasional ... 58

3.6 Metode Pengukuran ... 60

3.7. Metode Analisis Data ... 66

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 67

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 67

4.1.1. Distribusi Penduduk Kecamatan Darussalam Berdasarkan Desa ... 67

4.1.2. Distribusi Jumlah Bayi di Kecamatan Darussalam Berdasarkan Kelompok Umur ... 68

4.1.3. Sarana Pendukung Kesehatan di Kecamatan Darussalam ... 69

4.2. Analisis Distribusi Frekuensi Faktor Pendorong (Predisposing) .. 69

4.2.1. Umur Ibu ... 69

4.2.2. Pengetahuan Ibu tentang ASI Eksklusif ... 70

4.2.3. Pendidikan Ibu ... 71

4.2.4. Pekerjaan Ibu ... 71

4.2.5. Sikap Ibu ... 72

4.2.6. Mitos ... 74

4.2.7. Paritas ... 75

4.2.8. Pendapatan Keluarga ... 76

4.3. Analisis Distribusi Frekuensi Faktor Pendukung (Enabling) ... 76

4.3.1. Tempat Melahirkan ... 76

4.3.2. Penolong Persalinan ... 77

4.4. Analisis Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga ... 77

4.4.1 Dukungan Informasional ... 77

4.4.2 Dukungan Penilaian ... 79

4.4.3 Dukungan Instrumental ... 80

4.4.4. Dukungan Emosional ... 81

4.5. Analisis Distribusi Frekuensi Pemberian ASI Eksklusif ... 83

4.6. Hubungan Faktor Pendorong (Predisposing) dengan Pemberian ASI Eksklusif ... 83

4.6.1. Umur Ibu ... 83

4.6.2. Pengetahuan Ibu ... 83

4.6.3. Pendidikan Ibu ... 84

4.6.4. Pekerjaan Ibu ... 84


(14)

4.6.6. Mitos ... 85

4.6.7. Paritas ... 85

4.6.8. Pendapatan Keluarga ... 85

4.7. Hubungan Faktor Pendukung (Enabling) dengan Pemberian ASI Eksklusif ... 87

4.7.1. Tempat Melahirkan ... 87

4.7.2. Penolong Persalinan ... 87

4.8. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Pemberian ASI Eksklusif ... 88

4.8.1 Dukungan Informasional ... 88

4.8.2 Dukungan Penilaian ... 88

4.8.3 Dukungan Instrumental ... 89

4.8.4. Dukungan Emosional ... 89

4.9. Faktor yang Paling Berpengaruh dalam Pemberian ASI Eksklusif ... 90

BAB 5. PEMBAHASAN ... 94

5.1. Pengaruh Faktor Pendorong (Predisposing) dengan Pemberian ASI Eksklusif di Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar ... 94

5.1.1. Umur Ibu ... 94

5.1.2. Pengetahuan Ibu ... 96

5.1.3. Pendidikan Ibu ... 97

5.1.4. Pekerjaan Ibu ... 99

5.1.5. Sikap Ibu ... 101

5.1.6. Mitos ... 102

5.1.7. Paritas Ibu ... 104

5.1.8. Pendapatan Keluarga ... 105

5.1.9. Penjelasan Variabel yang Tidak Ikut dalam Uji Regresi Logistik ... 105

5.2. Pengaruh Faktor Pendukung (Enabling) dengan Pemberian ASI Eksklusif di Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar ... 106

5.2.1. Tempat Melahirkan ... 106

5.2.2. Penolong Persalinan ... 107

5.2.3. Penjelasan Variabel yang Tidak Ikut dalam Uji Regresi Logistik ... 109

5.3. Pengaruh Faktor Dukungan Keluarga dengan Pemberian ASI Eksklusif di Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar ... 110

5.3.1 Dukungan Informasional ... 110

5.3.2 Dukungan Penilaian ... 111


(15)

5.3.4. Dukungan Emosional ... 114

5.3.5. Penjelasan Variabel yang Tidak Ikut dalam Uji Regresi Logistik ... 116

5.4. Pengaruh Beberapa Variabel Independen terhadap Pemberian ASI Eksklusif di Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013 ... 117

5.4.1. Mitos ... 117

5.4.2. Pengetahuan Ibu ... 118

5.4.3 Dukungan Informasional ... 119

5.4.4. Dukungan Emosional ... 120

5.4.5. Sikap Ibu ... 121

5.4.6. Pendapatan Keluarga ... 122

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 124

6.1. Kesimpulan ... 124

6.2. Saran ... 125

DAFTAR PUSTAKA ... 126


(16)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1. Hasil Uji Reliabilitas Variabel Pengetahuan, Mitos, Sikap, Dukungan Informasional, Dukungan Penilaian, Dukungan

Instrumental dan Dukungan Emosional ... 57 3.2. Variabel, Cara, Alat, Hasil dan Skala Pengukuran ... 65 4.1. Distribusi Penduduk Kecamatan Darussalam Berdasarkan Desa .... 67 4.2. Distribusi Jumlah Bayi di Kecamatan Darussalam Berdasarkan

Umur ... 68

4.3. Distribusi Frekuensi Umur Responden di Kecamatan

Darussalam ... 69 4.4. Distribusi Frekuensi Jawaban Pengetahuan Ibu tentang ASI

Eksklusif di Kecamatan Darussalam ... 70 4.5. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu tentang ASI Eksklusif di

Kecamatan Darussalam ... 71 4.6. Distribusi Frekuensi Pendidikan Ibu Responden di Kecamatan

Darussalam ... 71 4.7. Distribusi Frekuensi Pekerjaan Ibu Responden di Kecamatan

Darussalam ... 71 4.8. Distribusi Frekuensi Jawaban Sikap Ibu tentang ASI Eksklusif

Di Kecamatan Darussalam ... 72 4.9. Distribusi Frekuensi Sikap Ibu Responden di Kecamatan

Darussalam ... 73 4.10. Distribusi Frekuensi Jawaban Mitos Ibu Tentang ASI Eksklusif

Di Kecamatan Darussalam ... 74 4.11. Distribusi Frekuensi Mitos Responden di Kecamatan


(17)

4.12. Distribusi Frekuensi Paritas Responden di Kecamatan

Darussalam ... 75 4.13. Distribusi Frekuensi Pendapatan Responden di Kecamatan

Darussalam ... 76 4.14. Distribusi Frekuensi Tempat Melahirkan Responden di

Kecamatan Darussalam ... 76 4.15. Distribusi Frekuensi Jawaban Dukungan Informasional

Responden tentang ASI Eksklusif di Kecamatan Darussalam ... 78 4.16. Distribusi Frekuensi Dukungan Informasional Responden

tentang ASI Eksklusif di Kecamatan Darussalam ... 78 4.17. Distribusi Frekuensi Jawaban Dukungan Penilaian Responden

tentang ASI Eksklusif di Kecamatan Darussalam ... 79 4.18. Distribusi Frekuensi Dukungan Penilaian Responden tentang

ASI Eksklusif di Kecamatan Darussalam ... 80 4.19. Distribusi Frekuensi Jawaban Dukungan Instrumental

Responden tentang ASI Eksklusif di Kecamatan Darussalam ... 80 4.20. Distribusi Frekuensi Dukungan Instrumental Responden

Tentang ASI Eksklusif di Kecamatan Darussalam ... 81 4.21. Distribusi Frekuensi Jawaban Dukungan Emosional Responden

tentang ASI Eksklusif di Kecamatan Darussalam ... 82 4.22. Distribusi Frekuensi Dukungan Emosional Responden tentang

ASI Eksklusif di Kecamatan Darussalam ... 82 4.23. Distribusi Frekuensi Pemberian ASI Eksklusif Responden di

Kecamatan Darussalam ... 83 4.24. Hubungan Faktor Pendorong (Predisposing) dengan Pemberian

ASI Eksklusif di Kecamatan Darussalam Tahun 2013 ... 86 4.25. Hubungan Faktor Pendukung (Enabling) dengan Pemberian ASI


(18)

4.26. Hubungan Faktor Dukungan Keluarga dengan Pemberian ASI

Eksklusif di Kecamatan Darussalam Tahun 2013 ... 90 4.27. Hasil Analisis Multiple Regresi Logistic antara Mitos,

Pengetahuan, Sikap, Pendapatan, Dukungan Informasional, dan Dukungan Emosional dalam Pemberian ASI Eksklusif di


(19)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Kerangka Teori ... 51 2.2. Kerangka Konsep Penelitian ... 52


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 132

2. Hasil Uji Validitas Variabel Pengetahuan, Mitos, Sikap, Dukungan Informasional, Dukungan Penilaian, Dukungan Instrumental dan Dukungan Emosional ... 140

3. Hasil Uji Validitas dan Reliabelitas ... 142

4. Hasil Analisis Data ... 149

5. Data Nilai Probabilitas ASI Eksklusif ... 164

6. Surat Izin Penelitian dari FKM USU ... 165


(21)

ABSTRAK

Cakupan ASI eksklusif di Kecamatan Darussalam berdasarkan profil Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar sebesar 7,6%. Masih rendah dibandingkan target Nasional sebesar 80%.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis determinan perilaku ibu menyusui dalam pemberian ASI eksklusif di Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar. Jenis penelitian adalah survei dengan pendekatan explanatory research. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki bayi berumur 6-12 bulan. Sampel sebanyak 87 orang dan diambil secara purposive sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner. Analisis data untuk mengetahui variabel yang paling berpengaruh dilakukan analisis uji regresi logistik berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yang memberi ASI eksklusif hanya 29,9%. Setelah dilakukan uji regresi logistik berganda faktor pendorong (Predisposing) yaitu variabel mitos, pengetahuan, sikap, pendapatan memiliki pengaruh yang signifikan dalam pemberian ASI eksklusif. Dukungan keluarga yaitu variabel dukungan informasional dan dukungan emosional memiliki pengaruh yang signifikan dalam pemberian ASI eksklusif. Variabel yang paling dominan dalam memengaruhi pemberian ASI eksklusif adalah mitos.

Disarankan kepada petugas kesehatan perlu meningkatkan pemahaman ibu tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif pada bayi sampai usia 6 bulan melalui penyuluhan dan pendidikan kesehatan kepada ibu menyusui dan dengan mengikut sertakan para anggota keluarga, agar anggota keluarga memahami bahwa dukungan keluarga mempunyai andil dalam pemberian ASI eksklusif. Petugas kesehatan juga dapat bekerja sama dengan tokoh agama dalam mengubah persepsi masyarakat mengenai mitos menyusui yang salah melalui kegiatan keagamaan.


(22)

ABSTRACT

Based on the Profile of Aceh Besar District Health Service, the coverage of Exclusive Breastfeeding in Darussalam Subsdistrict was 7,6% and it is still lower than the national target of 80%.

The purpose of this study was to analyze the determinant of the behaviour of breastfeeding mother in exclusive breastfeeding in Darussalam Subdistrict, Aceh Besar District. The population of this explanatory survey study was all of the mothers with babies of 6-12 months old, and 87 of them were selected to be the samples for this study through purposive sampling technique. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews. The most influencing variable was analyzed through multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that only 29,9% of the mothers practiced Exclusive Breastfeeding. The result of multiple logistic regression tests showed that the predisposing factors such as the variables of myth, knowledge, attitude, and income had a significant influence on Exclusive Breastfeeding. Family support such as informational support and emotional support had a significant influence on Exclusive Breastfeeding. Myth was the most dominant variable influencing Exclusive Breastfeeding.

The health workers are suggested to improve mothers understanding on the importance of Exclusive Breastfeeding for the baby until it is 6 months old by providing extension and health education to the breastfeeding mothers and involving the mothers family members that their family members understand that family support contributes to the Exclusive Breastfeeding. The health workers can also cooperate with religious figures in changing public perception on the wrong myth of breastfeeding through religion-based activities.


(23)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Angka kematian bayi (AKB) sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup menjadi salah satu dari delapan target Millenium Development Goals (MDGs). yang mesti dicapai hingga tahun 2015. AKB di Indonesia pada tahun 2000 sebesar 35 per 1.000 kelahiran hidup, angka ini lebih tinggi dibanding dengan negara-negara di Asia Tenggara, seperti Malaysia, Filipina, dan Thailand. Malaysia memiliki AKB terendah di Asia tenggara (Ginanjar, 2010).

Tingginya AKB di Indonesia, disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain disebabkan karena kelahiran prematur, infeksi saat kelahiran, rendahnya gizi saat kelahiran, kelainan bawaan (kongenital) serta rendahnya pemberian ASI segera setelah bayi lahir (inisiasi ASI) dan pemberian ASI ekslusif selama 6 bulan pertama kehidupan bayi. Inisiasi ASI dan pemberian ASI ekslusif berperan penting dalam mengurangi angka kematian bayi di Indonesia, hingga diharapkan target MDGs pada tahun 2015 dapat tercapai (Ginanjar, 2010).

Dalam beberapa tahun terakhir ini, pemerintah Indonesia sudah melakukan kampanye pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif yang dipelopori oleh World Health Organization (WHO). Dulu pemberian ASI eksklusif berlangsung sampai bayi berusia 4 bulan, namun belakangan sangat dianjurkan agar ASI eksklusif diberikan sampai anak berusia 6 bulan. Bahkan ASI dapat diberikan hingga usia 2


(24)

tahun selama produksi ASI masih banyak atau ketika anak sudah tidak mau lagi minum ASI (Tedjasaputra, 2007).

Pedoman Internasional juga menganjurkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama, hal ini berdasarkan bukti ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan hidup bayi, pertumbuhan dan perkembangan. ASI memberi semua energi dan zat gizi (nutrisi) yang dibutuhkan bayi selama 6 bulan pertama hidupnya (Linkages, 2005).

United Nations Internasional Children Education Found (UNICEF) memberikan klasifikasi tentang rekomendasi jangka waktu pemberian ASI eksklusif. Rekomendasi terbaru UNICEF bersama World Health Assembly (WHA) dan banyak negara lainnya menetapkan jangka waktu pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan. Kajian WHO atas lebih dari 3000 penelitian menunjukkan bahwa pemberian ASI selama 6 bulan adalah jangka waktu yang paling optimal untuk pemberian ASI eksklusif (Amiruddin dan Rostia, 2006).

Menurut Suradi (2005), ASI eksklusif merupakan makanan terbaik yang harus diberikan kepada bayi, karena didalamnya terkandung hampir semua zat gizi yang dibutuhkan oleh bayi. Tidak ada yang menggantikan dukungan ataupun fungsi dari pada ASI, karena ASI didesain khusus untuk bayi, sedangkan susu sapi komposisi sangat berbeda dengan ASI sehingga tidak bisa saling menggantikan.

ASI merupakan makanan bayi yang paling sempurna, karena selain zat gizi ataupun zat anti yang dikandungnya, ASI mempunyai zat asam lemak yang disebut sebagai Docosa Hexaenoid Acid (DHA). DHA yang hanya terdapat dalam ASI manusia ini mempunyai fungsi untuk mengisi sel-sel otak manusia, sehingga bayi


(25)

yang mendapat ASI secara bermakna akan mempunyai Intelegence Quotient (IQ) yang jauh lebih tinggi dari pada yang kurang mendapatkan ASI. Di kota promosi susu bubuk makin gencar yang mengurangi jumlah ASI yang terminum. Di desa pemberian makanan padat dini dalam jumlah yang relatif besar untuk dilambung bayi menyebabkan jumlah ASI yang terminum sedikit. Kedua hal tersebut baik di desa atau di kota akan menyebabkan tingkat kecerdasan (IQ) bayi menjadi rendah yang secara keseluruhan menyebabkan kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) menjadi lebih buruk (Wiryo, 2002).

Menurut Roesli (2004), tiga hal yang didapatkan bayi dari ASI mencakup Asah, Asih dan Asuh. Asah, menunjukan kebutuhan akan stimulasi atau rangsangan yang akan merangsang perkembangan kecerdasan anak secara optimal. Ibu yang menyusui merupakan guru pertama yang terbaik bagi bayinya. Seringnya bayi menyusu membuatnya terbiasa berhubungan dengan manusia lain dan dalam hal ini dengan ibunya. Dengan demikian, perkembangan sosialisasinya akan baik dan ia akan mudah berinteraksi dengan lingkungannya kelak. Asuh, menunjukan kebutuhan bayi untuk pertumbuhan otaknya. Untuk pertumbuhan suatu jaringan, sangat dibutuhkan nutrisi atau makanan yang bergizi, dan ASI memenuhi kebutuhan ini. Sedangkan Asih, menunjukan kebutuhan bayi untuk perkembangan emosi dan spiritualnya. Hal yang penting di sini adalah pemberian kasih sayang dan perasaan aman. Seorang anak yang merasa disayangi akan mampu menyayangi lingkungannya sehingga ia akan berkembang menjadi manusia dengan budi pekerti dan nurani yang


(26)

baik. Selain itu, seorang bayi yang merasa aman, karena merasa dilindungi, akan berkembang menjadi orang dewasa yang mandiri dengan emosi yang stabil.

Air susu ibu (ASI) merupakan makanan yang alami dan disediakan untuk bayi. Pemberian Asi secara Ekslusif serta proses menyusui yang benar merupakan sarana yang dapat diandalkan untuk membangun sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, karena ASI adalah makanan satu-satunya yang paling sempurna untuk menjamin tumbuh kembang bayi pada enam bulan pertama. Selain itu dalam proses menyusui yang benar, bayi akan mendapatkan perkembangan jasmani, emosi maupun spiritual yang baik dalam kehidupannya (Afifah 2009).

Meskipun pemerintah telah menghimbau pemberian ASI eksklusif, angka pemberian ASI eksklusif masih rendah. Data menunjukkan lebih kurang 1,5 juta anak meninggal karena pemberian makanan yang tidak benar. Kurang dari 15% bayi diseluruh dunia diberi ASI eksklusif selama 4 bulan dan pemberian makanan pendamping ASI yang tidak sesuai dan tidak aman bagi bayi. Hasil Survei Demografi kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002 dilaporkan bahwa bayi di Indonesia rata-rata hanya mendapatkan ASI sampai usia 1,6 bulan, sedangkan yang diberi ASI eksklusif sampai umur 4-5 bulan hanya 14%. Kondisi ini masih sangat jauh dari yang direkomendasikan dalam indikator Indonesia 2010 yaitu 80% (Depkes RI, 2007).

Menyusui dapat menurunkan risiko infeksi akut seperti diare, pnemonia, infeksi telinga, haemophilus influenza, meningitis dan infeksi saluran kemih. Menyusui juga melindungi Bayi dari penyakit kronis masa depan seperti diabetes tipe 1. Menyusui selama masa Bayi berhubungan dengan penurunan tekanan darah dan


(27)

kolesterol serum total, berhubungan dengan prevalensi diabetes tipe 2 yang lebih rendah, serta kelebihan berat badan dan obesitas pada masa remaja dan dewasa. Menyusui menunda kembalinya kesuburan seorang wanita dan mengurangi risiko perdarahan pasca melahirkan, kanker payudara, pra menopause dan kanker ovarium; (PP-ASI, 2012).

Meskipun menyusui bayi sudah menjadi budaya Indonesia, namun upaya meningkatkan perilaku menyusui ASI eksklusif masih diperlukan karena pada kenyataannya praktek pemberian ASI eksklusif belum dilaksanakan sepenuhnya. Penyebab utamanya adalah faktor sosial budaya, kesadaran akan pentingnya ASI, pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung Program Peningkatan Penggunaan Air Susu Ibu (PP-ASI), gencarnya promosi susu formula, rasa percaya diri ibu yang masih kurang, rendahnya pengetahuan ibu tentang manfaat ASI bagi bayi dan Dirinya (Depkes RI, 2005).

Setiap tahun terdapat satu sampai satu setengah juta bayi yang meninggal karena tidak diberi ASI. Survei demografi WHO (2000) menemukan bahwa pemberian ASI eksklusif selama 4 bulan pertama sangat rendah terutama di Afrika Tengah dan Utara, Asia dan Amerika Latin. Oleh karena itu, WHO menganjurkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama karena mampu menurunkan angka kematian dan kesakitan pada umumnya dibandingkan menyusui selama 4 bulan (Roesli, 2008).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan UNICEF merekomendasikan menyusui eksklusif (exclucive breastfeeding) sejak lahir selama 6 bulan pertama


(28)

hidup anak, dan tetap disusui bersama pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang cukup sampai usia 2 tahun atau lebih. Namun sebagian besar ibu dibanyak negara mulai memberi bayi makanan dan minuman buatan sebelum 6 bulan, dan banyak yang berhenti menyusui jauh sebelum anak berumur 2 tahun. Alasan umum untuk ini adalah ibu yakin dirinya tidak punya cukup ASI, atau ada masalah menyusui lainnya. Hal ini disebabkan ibu sebabkan ibu bekerja diluar rumah, dan tidak tahu bagaimana menyusui sambil tetap bekerja dan juga disebabkan layanan kesehatan dan saran yang diterima dari petugas kesehatan tidak mendukung proses menyusui (Depkes, 2007).

Menurut data dari Departemen Kesehatan tahun 2002, sebanyak 39,5 persen diantaranya mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan, sedangkan 55,I persen bayi mendapatkan ASI eksklusif selama 4 bulan. Angka bayi yang pernah mendapat ASI ini sedikit lebih rendah apabila dibandingkan dengan tahun 1997 yang angkanya sebesar 96,3 persen sedangkan angka bayi yang mendapat ASI eksklusif sampai 6 bulan lebih tinggi dengan angka 42,2 persen pada tahun 1997 (Almatsier dkk, 2011)

Banyak bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif kemungkinan disebabkan oleh karakteristik ibu tersebut diantaranya umur ibu yang masih terlalu muda sehingga tidak mengerti akan kebutuhan bayi, pendidikan yang tidak memadai, pertama kali melahirkan sehingga tidak tahu pentingnya ASI eksklusif, pekerjaan, mementingkan keindahan tubuh pasca persalinan atau juga bisa disebabkan oleh kurangnya pengetahuan ibu, disebabkan ibu tidak mendapat informasi dari pihak kesehatan, keluarga dan masyarakat. Faktor lain yang memperkuat ibu untuk tidak


(29)

menyusui dan memberikan susu formula adalah pemakaian pil KB, gengsi supaya kelihatan lebih modern dan tidak kalah pentingnya adalah pengaruh iklan (Soetjiningsih, 1997)

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 menunjukkan pemberian ASI di Indonesia saat ini memprihatinkan, persentase bayi yang menyusu eksklusif sampai dengan 6 bulan hanya 15,3 persen. Hal ini disebabkan kesadaran masyarakat dalam mendorong peningkatan pemberian ASI masih relatif rendah dan juga Salah satu penyebab utama rendahnya pemberian ASI di Indonesia selain faktor sosial budaya, juga masih kurangnya pengetahuan ibu menyusui, keluarga, dan masyarakat (Depkes RI, 2010).

Permasalahan pemberian Air Susu Ibu terkait dengan masih rendahnya pemahaman ibu, keluarga dan masyarakat tentang ASI. Tidak sedikit ibu yang masih membuang kolostrum karena dianggap kotor atau basi karena air yang pertama kali keluar tidak bagus, serta pada ibu yang bekerja sehingga menjadi pemicu kegagalan ibu dalam memberikan ASI eksklusif disebabkan karena kurangnya rasa percaya diri dan pemahaman pada sebagian ibu untuk menyusui bayinya dan mendorong ibu untuk menghentikan pemberian ASI dan menggantinya dengan susu formula. Pendidikan seorang ibu yang rendah memungkinkan ia lambat dalam mengadopsi pengetahuan baru, khususnya tentang hal-hal yang berhubungan dengan pola pemberian ASI (Admin, 2009).

Proses menyusui atau pemberian ASI eksklusif dari ibu kepada bayinya, tidak akan berhasil tanpa peran nenek si bayi (Roesli, 2012). Nenek pendukung ASI untuk


(30)

cucunya karena nenek berada di lingkaran terdekat dengan ibu menyusui dan bayi. Selain juga ayah, nenek berperan dalam mendorong ibu untuk memberikan ASI kepada cucunya. "Dukungan orang-orang terdekat dapat memicu produksi hormon oksitosin yang memberikan efek menenangkan pikiran pada ibu menyusui.

Kebiasaan di masyarakat Aceh, terutama orang tua dan mertua akan segera memberikan makanan tambahan seperti bubur, madu, larutan gula, susu formula, pisang dan lain-lain kepada bayi dengan alasan bayi kelaparan bila hanya diberikan ASI saja. Suami sebagai kepala rumah tangga biasanya menuruti kebiasaan tersebut dengan berbagai alasan, diantaranya kurangnya pemahaman tentang ASI ekslusif atau karena patuh pada orang tua terlebih mertua.

Beberapa kendala dalam hal pemberian ASI eksklusif karena ibu tidak percaya diri bahwa dirinya mampu menyusui dengan baik sehingga mencukupi seluruh kebutuhan gizi Bayi. Hal ini antara lain disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu, kurangnya dukungan Keluarga serta rendahnya kesadaran masyarakat tentang manfaat pemberian ASI eksklusif. Selain itu kurangnya dukungan Tenaga Kesehatan, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, dan produsen makanan bayi untuk Pada kenyataanya memberikan Air Susu Ibu (ASI) Ekslusif pada bayi terdapat perasaan negative yang menurunkan rasa percaya diri pada ibu. Terutama pada ibu yang baru pertama kali punya bayi. Dimana perasaan ibu sangat sensitif bila menyangkut buah hatinya. Sehingga ibu sangat rentan terhadap provokasi maupun persuasi terhadap berbagai komentar tentang ASI yang diperoleh dari keluarga maupun orang-orang terdekat disekitarnya (Soetjiningsih, 1997).


(31)

keberhasilan ibu dalam menyusui bayinya (PP-ASI, 2012). Kendala lain dalam hal pemberian ASI eksklusif adalah mitos yang berhubungan dengan menyusui. Mitos ini banyak berkembang dimasyarakat yang turun-temurun dipercayai sebagian masyarakat kita misalnya kekhawatiran bahwa menyusui akan menyebabkan payudara kendur atau kolostrum adalah susu basi (Roesli, 2012)

Menurut Sudiharto (2007), dukungan keluarga mempunyai hubungan terhadap suksesnya pemberian ASI eksklusif pada bayi. Dukungan keluarga adalah dukungan untuk memotivasi ibu memberikan ASI saja kepada bayinya, membantu melakukan perawatan bayi, memberikan dukungan psikologis kepada ibu dan mempersiapkan nutrisi yang seimbang kepada ibu. Menurut Roesli (2008), suami dan keluarga dapat berperan aktif dalam pemberian ASI dengan cara memberikan dukungan emosional atau bantuan praktis lainnya, seperti mengganti popok atau menyendawakan bayi.

Penelitian Mardeyanti (2007), bahwa 60 persen ibu yang bekerja tidak patuh memberikan ASI eksklusif, Hasil analisis regresi logistik memperlihatkan bahwa tingkat pendidikan ibu dan dukungan keluarga yang rendah meningkatkan risiko ibu untuk tidak memberikan ASI eksklusif. Penelitian Hadinegoro, dkk (2007) di Jakarta, bahwa pemberian ASI eksklusif dipengaruhi oleh dukungan suami, jam kerja, dan fasilitas ruangan menyusui ditempat kantor. Hasil penelitian menunjukkan, secara proporsi ibu yang memberi ASI eksklusif, 44% mendapat dukungan dari suami, 17 persen pada ibu yang bekerja pada tempat kerja yang menyediakan ruangan khusus untuk menyusui, serta 11 persen bekerja lebih dari 8 jam.


(32)

Menurut Profil Kesehatan Aceh Tahun 2011 bayi yang mendapat ASI eksklusif baru mencapai 11,9 persen. Rendahnya cakupan ini banyak dipengaruhi oleh budaya memberikan makanan dan minuman terlalu dini kepada bayi baru lahir, akibat dari pengetahuan keluarga tentang ASI yang masih minim. Disamping itu gencarnya propaganda susu formula terutama diperkotaan dan perilaku ibu terhadap pemberian ASI (Dinkes Aceh, 2011).

Menurut hasil penelitian Mahmudah dan Firmansyah (2012), di Kabupaten Tuban ada pengaruh sikap terhadap pemberian ASI eksklusif hal ini dapat dilihat setelah dilakukan analisis dengan uji regresi logistik menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara sikap ibu menyusui terhadap pemberian ASI eksklusif di Kabupaten Tuban dengan nilai OR atau Exp (B) = 10,000 yang artinya bahwa responden dengan sikap baik kemungkinan memberikan ASI eksklusif 10 kali lebih besar dibandingkan responden dengan sikap cukup.

Menurut Profil Kesehatan Aceh Besar tahun 2012, persentase bayi yang diberi ASI eksklusif baru mencapai 32,2 persen, yaitu dari jumlah bayi yang menyusu sebanyak 5263 orang bayi, hanya 1693 saja yang mendapat ASI eksklusif. Presentase ASI eksklusif yang paling rendah terdapat di Kecamatan Darussalam, yaitu sebesar 7,6 persen. Dari jumlah bayi yang menyusui sebanyak 251 orang bayi, hanya 19 saja yang mendapat ASI eksklusif (Dinkes Aceh Besar, 2012).

Studi pendahuluan yang dilakukan penulis pada tanggal 22 Januari 2013 pada ibu menyusui di Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar menunjukkan bahwa 8 dari 10 bayi usia 6-12 bulan tidak mendapatkan ASI secara eksklusif. Dari hasil


(33)

wawancara yang dilakukan menunjukkan bahwa sebagian ibu-ibu yang memiliki bayi di atas 6 bulan memiliki sikap, perilaku dan mitos yang salah tentang ASI eksklusif. Penyebab lainnya adalah rendahnya dukungan keluarga untuk memberikan ASI eksklusif pada bayi baru lahir apalagi ketika si ibu sedang bekerja.

Mengacu kepada kondisi yang telah digambarkan diatas dalam konteks perilaku ibu terhadap pemberian ASI pada bayi dilakukan telaah berdasarkan teori determinan perilaku kesehatan seseorang atau masyarakat Green (1980), dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non-behavior causes). Perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 (tiga) faktor, yaitu (1) predisposing (pendorong) yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan nilai-nilai (2) enabling (pendukung) yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak fasilitas-fasilitas kesehatan (3) reinforcing (pendorong) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau merupakan kelompok masyarakat (Notoatmodjo, 2012). Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik melakukan penelitian yang berjudul Analisis Determinan Perilaku Ibu Menyusui Dalam Pemberian ASI eksklusif di Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013.

1.2.Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dirumuskan permasalahan penelitian yaitu bagaimana Determinan Perilaku Ibu Menyusui Dalam Pemberian ASI eksklusif Di Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013.


(34)

1.3.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk menganalisis determinan perilaku ibu menyusui dalam pemberian ASI eksklusif di Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013.

1.4.Hipotesis

1. Ada pengaruh faktor pendorong (umur ibu, pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, sikap ibu, mitos, paritas, dan pendapatan) dalam pemberian ASI eksklusif di Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar.

2. Ada pengaruh faktor pendukung (tempat melahirkan dan penolong persalinan) dalam pemberian ASI eksklusif di Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar.

3. Ada pengaruh dukungan keluarga (dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental dan dukungan emosional) dalam Pemberian ASI eksklusif di Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013.

1.5.Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam rangka meningkatkan pemberian ASI eksklusif pada ibu menyusui di Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013.

2. Sebagai bahan kepustakaan dan masukan yang berarti dan bermanfaat bagi mahasiswa FKM USU.


(35)

3. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam pelayanan asuhan pada ibu menyusui untuk memberikan ASI eksklusif.


(36)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ASI Eksklusif

2.1.1 Pengertian ASI Eksklusif

ASI Eksklusif adalah pemberian ASI tanpa tambahan cairan seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim. Pemberian ASI secara eksklusif ini dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya selama 4 bulan, tetapi bila mungkin sampai 6 bulan. Setelah bayi berumur 6 bulan harus dimulai diperkenalkan dengan makanan padat, sedangkan ASI dapat diberikan sampai bayi berusia 2 tahun atau bahkan lebih dari 2 tahun (Roesli, 2004).

ASI eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih, serta tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim. Setelah 6 bulan baru mulai diberikan makanan pendamping ASI (MPASI). ASI dapat diberikan sampai anak berusia 2 tahun atau lebih (Kristiyanasari, 2011). Menurut Hayati (2009) ASI eksklusif pemberian ASI secara penuh selama 6 bulan pertama tanpa pemberian makanan atau minuman lainnya kepada bayi.

ASI eksklusif adalah pemberian ASI sedini mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa jadwal dan tidak diberi makanan lain, walaupun hanya air putih,


(37)

sampai bayi berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan, bayi mulai dikenalkan dengan makanan lain dan tetap diberikan ASI sampai bayi berumur 2 tahun (Purwanti, 2004)

Pemberian ASI eksklusif selam 6 bulan, artinya hanya memberikan ASI saja selama 6 bulan tanpa pemberian makanan atau minuman yang lain. Pemberian cairan dan makanan dapat menjadikan sarana masuknya bakteri patogen. Bayi usia dini sangat rentan terhadap bakteri penyebab diare, terutama di lingkungan yang kurang higienis dan sanitasi buruk. Di beberapa Negara kurang berkembang, 2 di antara 5 orang tidak memiliki sarana air bersih. ASI menjamin bayi dapat memperoleh suplai air bersih yang siap tersedia setiap saat (Yuliarti, 2010).

Penelitian di Filipina menegaskan tentang manfaat pemberian ASI ekslusif dan dampak negative pemberian cairan tambahan tanpa nilai gizi terhadap timbulnya penyakit diare. Seorang bayi (tergantung usianya) yang diberi air putih, teh, atau minuman herbal lainnya akan beresiko terkena diare 2 – 3 kali lebih banyak di banding bayi yang diberi ASI ekslusif. Pada kasus diare ringan, di anjurkan untuk meningkatkan frekuensi menyusui. Jika bayi menderita tingkat diare sedang hingga parah, segera hubungi petugas kesehatan dan teruskan menyusui, sebagaimana dianjurkan dalam pedoman Penanganan Terpadu Penyakit Anak-anak/PTPA (integrated Management of Chldhood illness/IMCI). Bayi yang tampaknya mengalami dehidrasi mungkin membutuhkan terapi rehidrasi oral, yang hanya boleh diberikan atas saran petugas kesehatan (Yuliarti, 2010).


(38)

2.1.2 Kandungan ASI

Menurut Purwanti, (2004) dan Roesli, (2004) ada 5 unsur nutrisi dalam ASI, yaitu:

1. Hidrat Arang

Hidrat arang dalam ASI merupakan nutrisi yang vital untuk pertumbuhan sel syaraf otak dan pemberi kalori untuk kerja sel-sel saraf, memudahkan penyerapan kalsium, mempertahankan faktor bifidus di dalam usus, dan mempercepat pengeluaran kolostrum sebagai antibodi bayi. Zat hidrat arang dalam ASI berbentuk laktosa, dimana rasio jumlah laktosa dalam ASI di banding PASI adalah 7:4 yang berarti ASI lebih manis bila dibanding dengan PASI. Kondisi ini yang menyebabkan bayi yang sudah mengenal ASI cenderung tidak mau minum PASI. Laktosa juga meningkatkan penyerapan kalsium, fosfor, dan magnesium yang sangat penting untuk pertumbuhan tulang, terutama pada masa bayi untuk proses pertumbuhan gigi dan perkembangan tulang. Hasil pengamatan terhadap bayi yang mendapat ASI eksklusif menunjukkan rata-rata pertumbuhan gigi sudah terlihat pada bayi berusia 5 atau 6 bulan, dan gerakan motorik kasarnya lebih cepat.

2. Protein

Protein adalah bahan baku untuk pertumbuhan. Kualitas protein sangat penting selama tahun pertama kehidupan bayi, karena pada saat ini pertumbuhan bayi paling cepat. ASI mengandung protein khusus yang dirancang untuk pertumbuhan bayi. Protein utama ASI adalah whey. Whey merupakan protein yang sangat halus, lembut, dan mudah dicerna. Protein dalam ASI meliputi :


(39)

1) Alfa laktalbumin, protein ini sangat cocok untuk pencernaan bayi.

2) Asam amino taurin, merupakan bahan baku untuk pertumbuhan sel otak, retina, dan konjugasi bilirubin.

3) Asam amino sistin, merupakan asam amino yang penting untuk pertumbuhan otak.

4) Tirosin dan finilatorin dalam ASI kadarnya rendah. Hal ini justru menguntungkan untuk bayi terutama bayi prematur, karena kadar tirosin yang tinggi dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan otak.

5) Laktoferin berfungsi mengangkat zat besi dari ASI ke sistem peredaran darah bayi sehingga zat besi akan lebih mudah diserap oleh sistem pencernaan bayi. Laktoferin dalam ASI jumlahnya cukup tinggi.

6) Poliamin dan nukleotif sangat penting untuk sintesis protein.

7) Lizozim adalah salah satu kelompok antibodi alami dalam ASI. Protein ini khusus menghancurkan bakteri berbahaya dengan kadar 2mg / 100,ml.

3. Lemak

Lemak ASI mudah dicerna dan diserap oleh bayi karena ASI mengandung enzim lipase yang mencerna lemak trigleserida menjadi digliserida, sehingga sedikit sekali lemak yang tidak diserap oleh sistem pencernaan bayi. Jenis lemak dalam ASI yaitu lemak rantai panjang dalam bentuk omega 3, omega 6, DHA (docoso hexaconik acid) dan arachidonic acid yang merupakan komponen penting untuk pembuatan mielin, zat yang mengelilingi sel saraf otak dan akson agar tidak mudah rusak bila terkena rangsangan.


(40)

4. Mineral

Walaupun kadar mineral dalam ASI relatif rendah, tetapi kandunganya lengkap dan cukup untuk bayi sampai umur 6 bulan serta dapat diserap secara keseluruhan dalam usus bayi.

5. Vitamin

ASI mengandung vitamin yang lengkap. Dalam ASI vitamin A, C, dan D ada dalam jumlah cukup, sedangkan golongan vitamin B kecuali riboflavin dan patotenik sangat kurang, tetapi tidak perlu ditambah karena kebutuhan bayi akan dicukupi oleh makanan yang dikonsumsi oleh ibu menyusui. Sama halnya dengan vitamin B, vitamin K jumlahnya sangat kurang karena bayi baru lahir pada minggu pertama ususnya belum mampu membentuk vitamin K sedangkan bayi setelah persalinan mengalami perdarahan perifer yang perlu dibantu dengan pemberian vitamin K untuk proses pembekuan darah. Oleh karena itu perlu tambahan vitamin K pada hari ke-1, ke-3, dan ke-7. Selain melalui injeksi sebanyak 0,1 mg, vitamin K juga dapat diberikan per oral sebanyak 0,2 mg.

6. Zat Pelindung

ASI mampu memberi perlindungan terhadap infeksi dan alergi pada bayi selama beberapa bulan pertama baik yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan parasit. Meliputi :

1) Sel darah putih, Sel darah putih ini beredar dalam usus bayi dan berfungsi untuk membunuh kuman. Jumlahnya sangat banyak pada minggu-minggu pertama kehidupan dan berangsur-angsur berkurang tetapi akan tetap ada


(41)

dalam ASI sampai 6 bulan setelah melahirkan. Selain membunuh kuman, sel ini akan menyimpan dan menyalurkan zat penting seperti enzim, faktor pertumbuhan, dan protein yang melawan kuman atau imunoglobuln.

2) Imunoglobulin atau antibiotik alamiah, Selain sel darah putih ASI juga mengandung imunoglobulin suatu protein yang beredar dan bertugas memerangi infeksi yang masuk ketubuh bayi.

3) Imunisasi pasif dan aktif, ASI yang pertama keluar atau disebut kolostrum dihasilkan pada saat sistem pertahanan tubuh bayi paling rendah. Sehingga kolostrum merupakan imunisasi pertama yang diterima oleh bayi. Selain itu, ASI akan merangsang pembentukan daya tahan tubuh bayi sehingga ASI berfungsi pula sebagai imunisasi aktif.

4) Sistem perlindungan yang selalu diperbaharui, ASI akan memberikan perlindungan terhadap kuman disekitar. Kuman disekitar akan terus berubah. Bila ada kuman baru masuk ke tubuh ibu maka tubuh ibu juga akan membuat antinya. Melalui ASI, anti terhadap kuman baru ini dialirkan ke tubuh bayi sehingga bayi menjadi kebal juga terhadap bakteri baru yang akan selalu berubah.( Anonim, 2009).

2.1.3

Dini Saraswati Handayani, SST, dari Program D4 Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran menjelaskan perbedaan komposisi ASI dari hari ke hari (Stadium laktasi) sebagai berikut (Arini, 2012):


(42)

a. Kolostrum (Arini, 2012)

1. Kolostrum yaitu ASI yang keluar dari hari pertama sampai hari ke-4 setelah melahirkan

2. Kolostrum merupakan cairan emas, cairan perlindung yang kaya zat anti infeksi dan berprotein tinggi.

3. Merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar payudara, mengandung tissue debris dan residual material yang terdapat dalam alveoli dan duktus dari kelenjar payudara sebelum dan setelah puerperium.

4. Komposisi dari kolostrum ini dari hari ke hari selalu berubah.

5. Merupakan cairan vicous kental dengan warna kekuning-kuningan, lebih kuning dibandingkan susu yang matang.

6. Merupakan pancahar yang ideal untuk membersihkan mekonium dari usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan makanan bayi dan makanan yang akan datang.

7. Lebih banyak mengandung protein disbanding ASI yang matur, tetapi berlainan dengan ASI yang matur. Pada kolostrum protein yang utama adalah globudin (gamma Glubodin).

b. Air Susu Transisi atau Masa Air Susu Peralihan (Arini, 2012)

1. Yaitu ASI yang keluar sejak hari ke-4 sampai hari ke-10 dari masa laktasi, tetapi ada pula pendapat yang mengatakan bahwa ASI matur terjadi pada minggu ke-3 sampai minggu ke-5.


(43)

3. Kadar protein makin merendah, sedangkan kadar karbohidrat dan lemak makin meninggi.

4. Volume akan makin meningkat.

c. Air Susu Matang (Mature)(Arini, 2012)

1. Merupakan ASI yang disekresi pada hari ke-10 dan seterusnya, komposisi relative konstan (ada pula yang menyatakan bahwa koposisi ASI relati konstan baru mulai minggu ke-3 sampai minggu ke-5).

2. Pada ibu yang sehat dengan produksi ASI cukup, ASI ini merupakan makanan satu-satunya yang paling baik dan cukup untuk bayinya sampai umur 6 bulan. 3. ASI Merupakan suatu cairan yagn berwarna putih kekuningan-kuningan yagn

diakibatkan warna garam Ca-caseinat, riboflavin, dan karieten yang terdapat didalamnya

4. ASI Tidak menggumpal jika dipanaskan.

2.1.4 Manfaat ASI

ASI mengandung semua nutrient yang dibutuhkan bayi dalam jumlah yang benar dan tidak pernah “basi”. Manfaat paling penting dari menyusui adalah perlindungan terhadap infeksi seperti diare, infeksi pernafasan, dan lain-lain. Menyusui juga memiliki beberapa manfaat psikologis. Menyusui memberi kesempatan yang lebih besar untuk berhubungan secara lebih dekat dengan bayi dan mengembangkan relasi penuh kasih sayang dalam jangka panjang, bayi juga akan berkembang menjadi anak yang aman secara emosi karena mulai mengenali sentuhan. Kontak fisik yang teratur dan berlangsung terus dengan ibu akan menolong bayi


(44)

mengembangkan kemampuan untuk menghadapi masalah dan konflik dalam kehidupannya dikemudian hari (Ramaiah, 2006)

Depkes (1992) menerangkan bahwa manfaat ASI adalah dapat diberikan setiap saat, mengandung zat kekebalan terhadap penyakit, dan mempererat hubungan kasih sayang antara ibu dan anak (Hayati, 2009).

A. Manfaat ASI bagi Ibu

1) Mengurangi perdarahan dan mempercepat involusi uterus, ibu yang menyusui terjadi peningkatan kadar oksitosin yang berguna untuk penutupan pembuluh darah dan merangsang rahim untuk berkontraksi sehingga involusi uterus berlangsung lebih cepat perdarahan akan lebih cepat berhenti.

2) Mengecilkan rahim, Kadar oksitosin ibu menyusui yang meningkat akan sangat membantu rahim kembali ke ukuran sebelum hamil. Proses pengecilan ini akan lebih cepat dibandingkan pada ibu yang tidak menyusui.

3) Mengurangi terjadinya anemia, Ibu yang menyusui secara eksklusif selama 6 bulan, amenore akan berlangsung lebih lama dan ibu akan menyimpan zat besi sehingga anemia tidak akan terjadi.

4) Menjarangkan kehamilan, Menyusui merupakan alat kontrasepsi yang aman, murah dan cukup berhasil. Apabila pemberian ASI lebih dari 8 kali sehari, usia bayi kurang dari 6 bulan dan belum haid maka 98 persen tidak akan hamil (6 bulan pertama setelah melahirkan dan 96 persen tidak akan hamil 12 bulan pertama).


(45)

5) Mempercepat ibu kembali ke berat badan semula, ASI yang diproduksi oleh ibu sebagian dari makanan yang dimakannya dan sebagian lagi dari lemak yang tertimbun didalam tubuh ibu selama hamil, dan ketika menyusui lemak tersebut akan terpakai sehingga berat badan ibu akan cepat berkurang.

6) Mengurangi resiko kanker payudara dan ovarium, Beberapa penelitian menunjukkan bahwa menyusui akan menguragi kemungkinan terjadinya kanker payudara. Selain itu, beberapa penelitian menemukan juga bahwa menyusui akan melindungi ibu dari penyakit kanker ovarium, resiko terkena kanker ovarium pada ibu menyusui berkurang sampai 20-25 persen.

7) Praktis dan portabel (mudah dibawa kemana-mana), ASI dapat diberikan dimana saja dan kapan saja dalam keadaan siap dimakan atau diminum serta dalam suhu yang selalu tepat.

8) Memberi kepuasan bagi ibu, Ibu yang berhasil memberikan ASI eksklusif akan merasakan kepuasan, kebanggaan dan kebahagiaan yang mendalam. 9) Lebih ekonomis, Dengan menyusui secara eksklusif, ibu tidak perlu

mengeluarkan biaya untuk makanan bayi sampai bayi berumur 6 bulan. Dengan demikian akan menghemat pengeluaran rumah tangga untuk memberi susu formula dan peralatanya.

10) Tidak merepotkan dan hemat waktu, ASI dapat segera diberikan pada bayi tanpa harus menyiapkan atau memasak air, juga tanpa harus mencuci botol dan tanpa menunggu agar susu tidak terlalu panas (Roesli, 2004)


(46)

12) Menyusui menolong menurunkan kenaikan berat badan berlebihan yang terjadi selama kehamilan, karena menyusui menurunkan resiko obesitas (Ramaiah, 2006)

B. Manfaat ASI bagi Bayi

1. Aspek gizi, Manfaat Kolostrum:

1) Kolostrum mengandung zat kekebalan terutama Ig A untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi

2) Jumlah kolostrum yang diproduksi bervariasi tergantung dari hisapan bayi pada hari-hari pertama kelahiran. Walaupun sedikit tapi cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi

3) Kolostrum mengandung protein, vitamin A yang tinggi dan mengandung karbohidrat dan lemak yang rendah, sehingga sesuai dengan kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama kelahiran

4) Membantu mengeluarkan mekonium yaitu kotoran bayi yang pertama berwarna kehijauan.

2. Aspek Imunologi

1) ASI mengandung zat anti infeksi, bersih dan bebas kontaminasi

2) Imunoglobulin A (Ig A) dalam kolostrum dan ASI kadarnya cukup tinggi. Sekretori Ig A tidak diserap tetapi dapat melumpuhkan bakteri patogen E.Coli dan berbagai virus pada saluran pencernaan

3) Laktoferin yaitu sejenis protein yang merupakan komponen zat kekebalan yang mengikat zat besi disaluran pencernaan


(47)

4) Lysosim, enzim yang melindungi bayi dari bakteri E.Coli dan salmonella serta virus. Jumlah lysosim dalam ASI adalah 3000 kali lebih banyak dibanding kan susu sapi

5) Sel darah putih pada ASI pada dua minggu pertama lebih dari 4000 sel per mil. Terdiri dari tiga macam yaitu Brochus-Asociated Lympocite Tissue (BALT) antibodi pernafasan, dan Mammary Asociated Lympocyte Tissue (MALT) antibodi jaringan payudara

6) Faktor bifidus, sejenis karbohidrat yang mengandung nitrogen, menunjang pertumbuhan bakteri laktobacillus bifidus. Bakteri ini menjaga keasaman flora usus bayi dan berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang merugikan

3. Aspek Fisik. Anak yang tidak diberi ASI secara eksklusif akan lebih mudah terjangkit penyakit kronis, dan kemungkinan anak menderita kekurangan gizi (marasmus) dan mengalami obesitas (kegemukan) juga lebih besar (Depkes RI, 2005).

4. Aspek Psikologis

1) Rasa percaya diri ibu untuk menyusui, Bahwa ibu mampu menyusui dengan produksi ASI yang cukup untuk bayi. Menyusui dipengaruhi oleh emosi ibu dan kasih sayang terhadap bayi akan meningkatkan produksi hormon terutama oksitosin yang pada akhirnya akan meningkatkan produksi ASI.


(48)

2) Interaksi ibu dan bayi, Pertumbuhan dan perkembangan psikologik bayi tergantung kesatuan bayi dan ibu tersebut. Hubungan interaksi ini paling sering terjadi pada 2 jam pertama dan mulai terjalin beberapa menit setelah bayi dilahirkan. Oleh karena itu sangat dianjurkan agar bayi disusui sedini mungkin setelah lahir, misalnya 30 menit setelah dilahirkan.(Roesli, 2008). 3) Pengaruh kontak langsung ibu dan bayi, Ikatan kasih sayang ibu dan bayi

terjadi karena berbagai rangsangan seperti sentuhan kulit (skin to skin contact). Bayi akan merasa aman dan puas karena bayi mengalami kehangatan tubuh ibu dan mendengar denyut jantung ibu yang sudah dikenal sejak bayi masih dalam kandungan.

5. Aspek Kecerdasan

1) Interaksi ibu-bayi dan kandungan nilai gizi ASI sangat dibutuhkan untuk perkembangan sistem syaraf otak yang dapat meningkatkan kecerdasan otak

2) Penelitian menunjukkan bahwa IQ pada bayi yang diberi ASI eksklusif selama lebih dari 3 bulan memiliki QI lebih tinggi dari bayi yang diberi susu formula (Chumbley, 2004:10). Bayi memiliki IQ point 4,3 point lebih tinggi pada usia 18 bulan, 4-6 point lebih tinggi pada usia 3 tahun dan 8,3 point lebih tinggi pada usia 8,5 tahun dibanding dengan bayi yang tidak diberi ASI.

6. Aspek Neurologi, dengan menghisap payudara, koordinasi syaraf menelan, menghisap dan bernafas yang terjadi pada bayi baru lahir dapat lebih sempurna.


(49)

C. Manfaat ASI bagi Keluarga 1. Aspek Ekonomi

ASI tidak perlu dibeli, sehingga dana yang seharusnya digunakan untuk membeli susu formula dapat digunakan keperluan lain. Penghematan juga disebabkan karena bayi yang mendapat ASI lebih jarang sakit sehingga menguragi biaya berobat.

2. Aspek Psikologi

Kebahagian keluarga bertambah, karena kelahiran lebih jarang, sehingga suasana kejiwaan ibu baik dan dapat mendekatkan hubungan bayi dengan keluarga.

3. Aspek Kemudahan

Menyusui sangat praktis, karena dapat diberikan dimana saja dan kapan saja. Keluarga tidak perlu repot menyiapkan air masak, botol, dan dot yang harus dibersihkan serta minta pertolongan orang lain (Kristiyanasari, 2011)

D. Manfaat ASI bagi Negara

1. Menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi. Adanya faktor protektif dan nutrient yang sesuai dalam ASI menjamin status gizi bayi baik serta kesakitan dan kematian anak menurun. Beberapa penelitian epidemiologis menyatakan bahwa ASI melindungi bayi dan anak dari penyakit infeksi, seperti diare, otitis media, dan infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah. Kejadian diare paling tinggi terdapat pada anak dibawah 2 tahun dengan penyebab rotavirus. Anak yang tetap diberi ASI, mempunyai volume tinja lebih sedikit, frekuensi diare


(50)

lebih sedikit, serta lebih cepat sembuh disbanding anak yang tidak mendapat ASI.

2. Menghemat Devisa Negara

ASI dapat dianggap sebagai kekayaan nasional. Jika semua ibu menyusui diperkirakan dapat menghemat devisa sebesar Rp. 8,6 milyar yang seharusnya dipakai untuk membeli susu formula.

3. Menghemat Subsidi untuk Rumah Sakit

Subsidi untuk rumah sakit berkurang, karena rawat gabung akan memperpendek lama rawat ibu dan bayi, mengurangi komplikasi persalinan dan infeksi nosokomial serta mengurangi biaya yang diperlukan untuk perawatan anak sakit.anak yang mendapat ASI lebih jarang dirawat di rumah sakit dibandingkan yang mendapatkan susu formula.

4. Peningkatan Kualitas Generasi Penerus

Anak yang mendapat ASI dapat tumbuh kembang secara optimal sehingga kualitas generasi penerus bangsa akan terjamin (Kristiyanasari, 2011).

2.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Produksi ASI

Gangguan proses pemberian ASI pada prinsipnya berakar dari kurangnya pengetahuan, rasa percaya diri, kurang dukungan keluarga serta kualitas dan kuantitas gizi. Banyak faktor yang menyebabkan seseorang tidak bisa menyusui, salah satunya adalah ASI tidak keluar. Air susu yang tidak keluar dapat dipengaruhi antara lain


(51)

stress mental sampai penyakit fisik, termasuk kekurangan gizi (Sulistyoningsih, 2011).

Menurut Kristiyanasari (2011) pada ibu yang normal dapat menghasilkan ASI kira-kira 550-1000 ml setiap hari, jumlah ASI tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut :

1. Makanan

Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh makanan yang dimakan ibu, apabila makanan ibu secara teratur dan cukup mengandunggizi yang diperlukan akan mempengaruhi produksi ASI. Kelenjar pembuat ASI tidak dapat bekerja dengan sempurna tanpa makanan yang cukup. Untuk membentuk produksi ASI yang baik, makanan ibu harus memenihi jumlah kalori, proten, lemak, dan vitamin serta mineral yang cukup selain itu ibu dianjurkan minum lebih banyak kurang lebih 8-12 gelas/hari.

2. Ketenangan Jiwa dan Pikiran

Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan, ibu yang selalu dalam keadaan tertekan, sedih, kurang percaya diri dan berbagai bentuk ketengangan emosional akan menurunkan volume ASI bahkan tidak akan terjadi produksi ASI. Untuk memproduksi ASI yang baik harus dalam keadaan tenang. Menurut Sulistyoningsih (2011), keberhasilan proses menyusui sangat tergantung pada adanya percaya diri ibu bahwa ia mampu menyusui atau memproduksi ASI yang cukup untuk bayinya. Kurangnya rasa percaya diri ibu akan menyebabkan


(52)

terhambatnya refleks menyusui. Sedangkan menurut Roesli, (2004) semua pikiran negatif akan menghambat refleks oksitoksin diantaranya :

a. Ibu yang sedang bingung atau pikirannya kacau b. Apabila ibu khawatir atau takut ASI-nya tidak cukup

c. Apabila seorang ibu merasa kesakitan, terutama saat menyusui d. Apabila ibu merasa sedih, cemas, marah atau kesal

e. Apabila ibu malu menyusui 3. Penggunaan Alat Kontrasepsi

Pada ibu yang menyusui bayinya penggunan alat kontrasepsi hendaknya diperhatikan karena pemakaian kontrasepsi yang tidak tepat dapat mempengaruhi produksi ASI (Kristiyanasari, 2011).

4. Perawatan Payudara

Dengan merangsang buah dada akan mempengaruhi hypopise untuk mengeluarkan hormone progesterone dan estrogen lebih banyak lagi dan hormon oxytocin. 5. Anatomis Buah Dada

Bila jumlah lobus dalam buah dada berkurang, lobuspun berkurang. Dengan demikian produksi ASI juga berkurang karena sel-sel acini yang menghisap zat-zat makanan dari pembuluh darah akan berkurang.

6. Fisiologi

Terbentuknya ASI dipengaruhi hormone terutama prolaktin ini merupakan hormone laktogenik yang menentukan dalam hal pengadaan dan mempertahankan sekresi air susu. Menurut Sulistyoningsih (2011) ASI diproduksi sebagai hasil


(53)

kerja hormone dan refleks. Hormon tersebut telah bekerja sejak ibu dalam kondisi hamil. Hormon yang berperan dalam proses menyusui adalah hormon prolaktin (menyebabkab payudara dapat memproduksi ASI), dan hormon oksitosin (menyebabkan ASI dapat keluar). Adapun refleks yang turut membantu proses menyusui adalah refleks prolaktin dan refleks let down.

7. Faktor Istirahat

Bila kurang istrahat akan mengalami kelemahan dalam menjalankan fungsinya dengan demikian pembentukan dan pengeluaran ASI berkurang (Kristiyanasari, 2011)

8. Faktor Isapan Anak

Semakin cepat memberi tambahan susu pada bayi menyebabkan daya isap berkurang karena bayi mudah merasa kenyang. Bayi akan malas menghisap puting susu dan akibatnya produksi prolaktin dan oksitosin akan berkurang dan merangsang hormon LH dan GnRH semakin meningkat sehingga terjadi proses pematangan sel telur yang mengakibatkan cepat terjadi ovulasi dan kemungkinan hamil (Purwanti, 2004)

9. Faktor Obat-obatan

Obat-obatan yang mengandung hormon mempengaruhi hormon prolaktin dan oksitosin yang berfungsi dalam pembentukan dan pengeluaran ASI. Apabila hormone-hormon ini terganggu dengan sendirinya akan mempengaruhi pembentukan dan pengeluaran ASI.


(54)

2.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pemberian ASI Eksklusif

Pemberian ASI pada bayi erat kaitannya dengan keputusan yang dibuat oleh ibu. Selama ini ibu merupakan figur utama dalam keputusan untuk memberikan ASI atau tidak pada bayinya. Pengambilan keputusan ini dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor dari dalam maupun dari luar diri ibu (Widiastuti, 1999).

Faktor-faktor dari dalam diri ibu atau faktor internal antara lain umur ibu, pengetahuan ibu mengenai proses laktasi, pendidikan, motivasi, sikap, pekerjaan ibu, dan kondisi kesehatan ibu. Sementara itu, faktor dari luar diri ibu atau faktor eksternal antara lain sosial ekonomi, tata laksana rumah sakit, kondisi kesehatan bayi, pengaruh iklan susu formula, keyakinan keliru yang berkembang di masyarakat dan kurangnya penerangan dan dukungan terhadap ibu dari tenaga kesehatan atau petugas penolong persalinan maupun orang-orang terdekat ibu seperti ibu mertua, suami, dan lain-lain.

2.3.1. Faktor Internal

1) Umur Ibu

Tahap perkembangan berkaitan erat dengan umur (usia) seseorang. Menurut Birren dan Jen ner (1997, dikutip dari Nugroho, 2000), mengatakan bahwa umur seseorang dibagi dalam tiga jenis meliputi yang pertama adalah usia biologis yaitu : menunjukkan kepada jangka waktu seseorang sejak lahirnya, berada dalam keadaan hidup dan tidak mati. Kedua adalah usia psikologis yaitu yang menunjukkan kepada kemampuan seseorang untuk mengadakan penyesuaian-penyesuaian terhadap situasi yang dihadapi yang dihadapinya. Ketiga usia sosial yang menunjukkan kepada


(55)

peran-peran yang diharapkan atau diberikan masyarakat kepada seseorang sehubungan dengan usianya.

Menurut Erickson (1960) dalam Nugroho (2000), mengatakan bahwa umur manusia dewasa dibagi dalam tiga fase yaitu umur dewasa awal antara 21 – 35 tahun, umur dewasa pertengahan antara 36-45 tahun dan umur dewasa lanjut 46 – 60 tahun.

Kemudian pola fikir dan perilaku seseorang selalu berubah sepanjang hidupnya seiring dengan pertambahan usia. Perkembangan emosional akan sangat mempengaruhi keyakinan dan tindakan seseorang terhadap status pelayanan kesehatan. Tahap perkembangan dapat mempengaruhi pemberian ASI eksklusif dan perilaku kesehatan, oleh karena kematangan emosional dan peningkatan pengetahuan seiring dengan pertambahan usia (Potter dan Perry, 1997).

Banyak bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif kemungkinan disebabkan oleh karakteristik ibu tersebut diantaranya umur ibu yang masih terlalu muda sehingga tidak mengerti akan kebutuhan bayi, pendidikan yang tidak memadai, pertama kali melahirkan sehingga tidak tahu pentingnya ASI eksklusif, pekerjaan, mementingkan keindahan tubuh pasca persalinan atau juga bisa disebabkan oleh kurangnya pengetahuan ibu, disebabkan ibu tidak mendapat informasi dari pihak kesehatan, keluarga dan masyarakat. Faktor lain yang memperkuat ibu untuk tidak menyusui dan memberikan susu formula adalah pemakaian pil KB, gengsi supaya kelihatan lebih modern dan tidak kalah pentingnya adalah pengaruh iklan (Soetjiningsih, 1997).


(56)

2) Pengetahuan Ibu

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap sesuatu objek tertentu, penginderaan terjadi melalui pasca indera manusia yakni indera pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga (Notoatmojo, 2003).

Rongers (2000) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi prilaku baru, didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni: (Notoatmodjo, 2012).

a. Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus atau objek.

b. Interest ( merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut.

c. Evaluation (menimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.

d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendakinya oleh stimulus

e. Adaption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikap. Namun demikian dari penelitian Rongers ini menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap –tahap tersebut diatas (Notoatmodjo, 2012).

Pengetahuan yang dicukupi dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:


(57)

a. Tahu (Know), tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

b. Memahami (Comprehension), memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diteliti dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi (Aplication), aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi rill (benar). d. Analisa (Analiysis), adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek kedalam komponen – komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitanya satu sama lain.

e. Sintesis (Syntesis), menujukan kepada suatu kemampuan meletakkan yang atau menghubungkan bagian –bagian kedalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. f. Evaluasi (Evaluation), ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

penilaian terhadap suatu materi atau objek (Notoatmodjo, 2012).

Pengetahuan ibu tentang ASI merupakan salah satu faktor yang penting dalam kesuksesan proses menyusui. Thaeb et al dalam Abdullah et al (2004) menyatakan bahwa tingkat pengetahuan, pendidikan, status kerja ibu, dan jumlah anak dalam keluarga berpengaruh positif pada frekwensi dan pola pemberian ASI.

Hasil penelitian Handayani (2007) di Puskesmas Sukawarna menujukkan bahwa pengetahuan ibu menyusui tentang ASI eksklusif sebagian besar katagori kurang dan ibu yang bekerja tingkat pengetahuannya lebih baik dari ibu yang tidak bekerja.


(58)

Hasil penelitian Meyskey (2007) di Kelurahan Pahandut wilayah kerja Puskesmas Pahandut Kota Palangkaraya menunjukkan bahwa faktor yang berkaitan dengan praktik pemberian ASI secara eksklusif adalah tingkat pengetahuan, peran petugas kesehatan dan peran keluarga.

3) Pendidikan

Tingkat pendidikan dan akses ibu terhadap media masa juga mempengaruhi pengambilan keputusan, dimana semakin tinggi pendidikan semakin besar peluang untuk memberi ASI eksklusif. Sebaliknya akses terhadap media berpengaruh negatif terhadap pemberian ASI, dimana semakin tinggi akses ibu pada media semakin tinggi peluang untuk tidak memberikan ASI eksklusif (Abdullah et al, 2004)

Tingkat pendidikan formal yang tinggi memang dapat membentuk nilai-nilai progresif pada diri seseorang, terutama dalam menerima hal-hal baru, termasuk pentingnya pemberian ASI secara eksklusif pada bayi. Namun sebagian besar ibu dengan pendidikan tinggi bekerja diluar rumah, bayi akan ditinggalkan dirumah di bawah asuhan nenek, mertua atau orang lain yang kemungkinan masih mewarisi nilai-nilai lama dalam pemberian makan pada bayi. Dengan demikian, tingkat pendidikan yang cukup tinggi pada wanita dipedesaan tidaklah menjadi jaminan bahwa mereka akan meninggalkan tradisi atau kebiasaan yang salah dalam memberi makan pada bayi, selama lingkungan sosial ditempat tinggal tidak mendukung kearah tersebut (Suyatno, 2000).

Pencapaian pemberian ASI eksklusif yang rendah ternyata disebabkan berbagai faktor, salah satunya adalah masih rendahnya pendidikan ibu dan


(59)

kurangnya kepedulian dan dukungan suami, keluarga dan masyarakat untuk memberikan kesempatan kepada ibu untuk menyusui secara eksklusif (Supari, 2006).

Pendidikan merupakan penuntun manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup sebagaimana umumnya, semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah mendapatkan informasi (Hidayat, 2005).

4) Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2012). Newcomb dalam Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa sikap merupakan kesediaan dan kesiapan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.

Menurut Notoatmodjo (2012) pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan yaitu:

a) Menerima (receiving)

b) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

c) Merespon (responding)

d) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan


(60)

tugas yang diberikan , terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

e) Menghargai (valuing)

f) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

g) Bertanggung jawab(responsible)

h) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Menurut Notoatmodjo (2012) dalam bukunya menyatakan bahwa setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek, proses selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap stimulus atau objek kesehatan tersebut. Oleh sebab itu indikator untuk sikap kesehatan juga sejalan dengan pengetahuan kesehatan yakni:

a. Sikap terhadap sakit dan penyakit

Adalah bagaimana penilaian atau pendapat seseorang terhadap: gejala atau tanda-tanda penyakit, penyebab penyakit, cara penularan penyakit,cara pencegahan penyakit, dan sebagainya.

b. Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat

Adalah penilaian atau pendapat seseorang terhadap cara-cara (berperilaku) hidup sehat. Dengan perkataan lain pendapat atau penilaian terhadap makanan, minuman, olah raga, relaksasi (istirahat) atau istirahat cukup, dan sebagainya bagi kesehatannya.


(61)

c. Sikap terhadap Kesehatan Lingkungan

Adalah pendapat atau penilaian seseorang terhadap lingkungan dan pengaruhnya terhadap kesehatan. Misalnya pendapat atau penilaian tehadap air bersih, pembuangan limbah, polusi dan sebagainya.

Notoatmodjo (2012) mengemukakan dalam bukunya bahwa sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak terlalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain:

a. Sikap akan terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu. b. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada

pengalaman orang lain.

c. Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang.

d. Nilai (value), didalam suatu masyarakat apapun selalu berlaku nilai-nilai yang menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup bermasyarakat.

Penelitian yang dilakukan oleh Permana (2006) menunjukkan bahwa sikap positif ibu terhadap praktik pemberian ASI eksklusif tidak diikuti dengan pemberian ASI eksklusif pada bayinya, sikap belum otomatis terwujud sikap agar menjadi tindakan nyata diperlukan faktor dukungan dari pihak-pihak tertentu, seperti tenaga kesehatan dan orang-orang terdekat ibu.


(62)

5) Pekerjaan

Pekerjaan adalah segala sesuatu aktifitas rutin yang dilakukan ibu yang mempunyai bayi guna memperoleh pendapatan. Pasal 83 UU NO.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menyatakan bahwa buruh/pekerja perempuan yang anaknya masih menyusui harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja. Yang dimaksud dengan kesempatan yang patut disini adalah waktu yang diberikan kepada pekerja untuk menyusui bayinya, serta ketersediaan tempat yang sesuai untuk melakukan kegiatan tersebut.

Salah satu alasan yang paling sering dikemukakan bila ibu tidak menyusui adalah karena mereka harus bekerja. Wanita selalu bekerja, terutama pada usia subur, sehingga selalu menjadi masalah untuk mencari cara merawat bayi. Bekerja bukan hanya berarti pekerjaan yang dibayar dan dilakukan dikantor, tapi bisa juga berarti bekerja diladang, bagi masyarakat dipedesaan (king, 1991)

Menurut Salvina (2003) menyatakan bahwa 59,7 persen ibu yang bekerja hanya memberi ASI 4 kali dalam sehari, sementara jika pada waktu siang hari diberikan susu formula oleh keluarga atau pengasuh. Menurut Roesli (2004), menyatakan bahwa bekerja bukan alasan untuk menghentikan pemberian ASI eksklusif, pemberian ASI eksklusif merupakan hal yang terbaik bagi bayi

6) Kondisi Kesehatan Ibu

Kondisi kesehatan ibu juga dapat memengaruhi pemberian ASI secara eksklusif. Pada keadaan tertentu, bayi tidak dapat ASI sama sekali, misalnya dokter melarang ibu untuk menyusui karena sedang menderita penyakit yang dapat


(63)

membahayakan ibu dan bayinya, seperti ibu menderita penyakit jantung berat, ibu sedang menderita infeksi virus berat, ibu sedang dirawat dirumah sakit atau ibu meninggal dunia (Pudjiadi, 2001).

7) Paritas

Menurut Keneko (2006) dalam Yuliantarin (2009) menyatakan bahwa prevalensi menyusui eksklusif meningkat dengan bertambahnya jumlah anak, dimana prevalensi anak ketiga atau lebih, lebih banyak yang disusui eksklusif dibandingkan dengan anak kedua dan pertama, sehingga terdapat hubungan yang bermakna antara paritas dengan pemberian ASI eksklusif. Paritas memiliki hubungan yang bermakna dengan kelangsungan pemberian ASI eksklusif.

2.3.2. Faktor Eksternal

1) Sosial Ekonomi

Status sosial ekonomi keluarga dapat memengaruhi kemampuan keluarga untuk memproduksi dan atau membeli pangan, ibu-ibu dari keluarga berpendapatan rendah kebanyakan adalah berpendidikan lebih rendah dan memiliki akses terhadap informasi kesehatan lebih terbatas dibanding ibu-ibu dari keluarga berpendapatan tinggi, sehingga pemahaman mereka untuk memberi ASI secara eksklusif pada bayi menjadi rendah (Suyatno, 2000).

2) Tata Laksana Rumah Sakit

Bila persalinan normal, bayi dan ibu tidak perlu tidur terpisah. Bayi tidur bersama ibu dalam satu tempat tidur atau di dalam tempat tidur kecil disamping tempat tidur ibunya. Ini disebut “rawat gabung”. Ibu dapat menyusui, menggendong


(64)

atau membersihkan bayinya setiap saat bayi membutuhkan ibu. Rawat gabung akan mempermudah keberhasilan pemberian ASI eksklusif sehingga dapat mencegah timbulnya masalah menyusui (Roesli, 2000).

Rumah sakit sayang bayi adalah rumah sakit yang melaksanakan sepuluh langkah menuju keberhasilan menyusui. Pada saat ini upaya ini tidak hanya dilaksanakan dirumah sakit saja, tetapi juga pada Rumah Sakit Bersalin dan Puskesmas dengan tempat tidur (Soetjiningsih, 1997).

3) Kondisi Kesehatan Bayi

Kondisi kesehatan bayi juga dapat memengaruhi pemberian ASI secara eksklusif. Bayi diare tiap kali mendapat ASI, misalnya jika ia menderita penyakit bawaan tidak dapat menerima laktosa, gula yang terdapat dalam jumlah besar pada ASI (Pudjiadi, 2001)

4) Pengganti ASI (PASI) atau Susu Formula

Meskipun mendapat predikat The Gold Standart, makanan paling baik, aman, dan satu dari sedikit bahan pangan yang memenuhi kriteria pangan berkelanjutan (terjangkau, tersedia lokal dan sepanjang masa, investasi rendah), sejarah menunjukkan bahwa menyusui ASI, apalagi ASI eksklusif selalu mendapat tantangan, terutama dari kompetitor utama produk susu formula yang mendesain susu formula menjadi pengganti ASI (YLKI, 2005)

Surveillance System (2002), di daerah pedesaan di Indonesia, sebagian besar ibu 60 persen melahirkan dirumah dan hampir semua ibu tidak mendapat contoh susu formula. Dua puluh dua persen (22 %) dari ibu melahirkan dirumah bersalin dengan


(65)

bantuan bidan dan 10 persennya mendapat contoh gratis atau informasi tentang susu formula, dan hampir 29 persen ibu membeli susu formula yang dicontohkan. Di daerah pinggir kota, hampir setengah dari semua ibu melahirkan dirumah bersalin dengan bantuan bidan, 27 – 50 persen ibu tidak menerima contoh susu formula, 15 – 36 persen menerima contoh dan 20 – 42 persen membeli susu formula yang dicontohkan.

5) Keyakinan yang Keliru di Masyarakat

Kebiasaan memberi air putih dan cairan lain seperti teh, air manis, dan jus kepada bayi menyusui dalam bulan-bulan pertama, umum dilakukan dibanyak negara. Kebiasaan ini seringkali dimulai saat bayi berusia sebulan. Riset yang dilakukan di pinggiran kota Lima, Peru menunjukkan bahwa 83% bayi menerima air putih dan teh dalam bulan pertama. Penelitian di masyarakat Gambia, Filipina, Mesir, dan Guatemala melaporkan bahwa lebih dari 60% bayi baru baru lahir diberi air manis dan teh. Nilai budaya dan keyakinan agama juga ikut mempengaruhi pemberian cairan sebagai minuman tambahan untuk bayi. Dari generasi ke generasi diturunkan keyakinan bahwa bayi sebaiknya diberi cairan. Air dipandang sebagai sumber kehidupan, suatu kebutuhan batin maupun fisik sekaligus (LINKAGES, 2002).

Pemberian makanan padat pada bayi yang terlalu dini tidak dianjurkan sebab pada bulan-bulan pertama bayi belum dapat menelan makanan padat dengan baik. Selain itu zat-zat yang terdapat dalam makanan baru ini dapat menyebabkan alergi. Energi yang tinggi dalam makanan padat dapat menyebabkan keadaan gizi lebih pada bayi (Pudjiadi, 2001).


(66)

Mitos tentang menyusui dapat mengurangi rasa percaya diri ibu maupun dukungan yang diterimanya. Empat mitos yang paling sering berdasarkan pernyataan bersama UNICEF, WHO, dan IDAI (2005) adalah : stres menyebabkan ASI kering, ibu dengan gizi kurang tidak mampu menyusui, bayi dengan diare menbutuhkan air atau teh, sekali menghentikan menyusui, tidak dapat menyusui lagi dan ibu kurang percaya diri akan kemampuan untuk menyusui karena pada hari pertama setelah melahirkan biasanya ASI yang keluar adalah kolostrum (Proverawati, 2010).

6) Pengaruh Tempat dan Penolong Persalinan

Penolong persalinan di Indonesia terdiri dari dukun bayi, bidan dan dokter. Dukun bayi umumnya menolong persalinan dirumah, bidan dapat menolong persalinan dirumah maupun dirumah bersalin, sedangkan dokter umumnya menolong persalinan di Rumah Sakit maupun Rumah Sakit Bersalin.

Di banyak masyarakat dan rumah sakit, saran dari petugas kesehatan juga mempengaruhi pemberian cairan selain ASI. Sebagai contoh, penelitian disebuah kota di Ghana menunjukkan 93 persen bidan berpendapat cairan harus diberikan kepada semua bayi sejak hari pertama kelahirannya. Di Mesir, banyak perawat menyarankan para ibu untuk memberi air manis kepada bayinya segera setelah melahirkan (LINKAGES, 2002).

Kendala yang dihadapi dalam upaya peningkatan penggunaan ASI adalah sikap sementara petugas kesehatan dari berbagai tingkat yang tidak bergairah mengikuti perkembangan ilmu kedokteran dan kesehatan. Konsep baru tentang pemberian ASI dan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan ibu hamil, ibu


(67)

bersalin, ibu menyusui dan bayi baru lahir. Disamping itu juga sikap sementara penaggung jawab ruang bersalin dan perawatan dirumah sakit, rumah bersalin yang berlangsung memberikan susu botol pada bayi baru lahir ataupun tidak mau mengusahakan agar ibu mampu memberikan ASI kepada bayinya, serta belum diterapkannya pelayanan rawat disebahagian besar rumah sakit atau klinik bersalin (Arifin, 2004).

7) Pengaruh Dukungan Keluarga

Menurut Sarwono (2003), dukungan adalah suatu upaya yang diberikan kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam melaksanakan kegiatan. Menurut Santoso (2001), dukungan yaitu suatu usaha untuk menyokong sesuatu, atau suatu daya upaya untuk membawa sesuatu.

Bailon dan Maglaya dalam Sudiharto (2007) menyatakan bahwa keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan atau adopsi. Mereka hidup dalam satu rumah tangga, melakukan interaksi satu sama lain menurut peran masing-masing, serta menciptakan dan mempertahankan suatu budaya. Keluarga juga dapat diartikan suatu kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang di rekat oleh ikatan darah, perkawinan, atau adopsi serta tinggal bersama.

Sudiharto (2007) menyatakan, setiap anggota keluarga mempunyai struktur peran formal dan informal. Misalnya, ayah mempunyai peran formal sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah. Peran informal ayah adalah sebagai panutan dan pelindung keluarga. Struktur kekuatan keluarga meliputi kemampuan berkomunikasi,


(1)

3.

Analisis Regresi Logistik Berganda

Method = Backward Stepwise (Conditional)

De pendent V aria ble Encodi ng

0 1 Original Value

Tidak ASI Eks lusif AS I Ek slusif

Int ernal Value

Va riables in the Equa tion

-,853 ,234 13,257 1 ,000 ,426

Constant St ep 0

B S. E. W ald df Sig. Ex p(B )

Va riables not in the Equa tion

5,819 1 ,016

8,299 1 ,004

13,613 1 ,000

4,806 1 ,028

1,938 1 ,164

12,997 1 ,000

12,187 1 ,000

21,536 1 ,000

46,301 8 ,000

Pendidikan Pekerjaan Mitos Pengetahuan Sikap Kat_ek o D_informas i D_Emosional Variables Overall Statistics St ep 0


(2)

Omnibus Tests of Model Coefficients

71,789 8 ,000

71,789 8 ,000

71,789 8 ,000

-,156 1 ,693

71,633 7 ,000

71,633 7 ,000

-1,960 1 ,161

69,673 6 ,000

69,673 6 ,000

Step Block Model Step Block Model Step Block Model Step 1

Step 2a

Step 3a

Chi-square df Sig.

A negative Chi-squares value indicates that the Chi-squares value has decreased from the previous step.

a.

Model Summary

34,331a ,562 ,797

34,487a ,561 ,796

36,447b ,551 ,782

Step 1 2 3 -2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

Es timation terminated at iteration number 9 because parameter estimates changed by les s than ,001. a.

Es timation terminated at iteration number 8 because parameter estimates changed by les s than ,001. b.


(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Hubungan Pengetahuan Ibu Menyusui Dengan Pemberian ASI Eksklusif di Kelurahan Sei Sikambing Medan Tahun 2012

1 48 56

Kepatuhan Ibu Menyusui Dalam Memberikan Asi Eksklusif Pada Bayi Baru Lahir Di Desa Sidodadi Kecamatan Delitua Kabupaten Deli Serdang

10 100 54

Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang ASI Eksklusif Di Puskesmas Padang Bulan Medan

1 28 44

Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Pola Pemberian Asi, MP-ASI Dan Pola Penyakit Pada Bayi Usia 0-12 Bulan Di Dusun III Desa Limau Manis Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2007

1 36 58

Pengaruh Karakteristik Ibu Menyusui Terhadap Pemberian Asi Eksklusif Di Wilayah Kerja Puskesmas Teluk Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat Tahun 2007

0 27 61

Hubungan Motivasi Ibu Menyusui Dengan Pemberian ASI Eksklusif Di Dusun XVI Sidomulyo Desa Klumpang Kebun Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang

0 55 88

Lampiran 1 KUESIONER ANALISIS DETERMINAN PERILAKU IBU MENYUSUI DALAM PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI KECAMATAN DARUSSALAM KABUPATEN ACEH BESAR TAHUN 2013

0 0 35

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ASI Eksklusif 2.1.1 Pengertian ASI Eksklusif - Analisis Determinan Perilaku Ibu Menyusui Dalam Pemberian ASI Eksklusif di Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013

2 2 39

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Determinan Perilaku Ibu Menyusui Dalam Pemberian ASI Eksklusif di Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013

0 0 13

ANALISIS DETERMINAN PERILAKU IBU MENYUSUI DALAM PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI KECAMATAN DARUSSALAM KABUPATEN ACEH BESAR TAHUN 2013 TESIS Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes)

0 0 20