Makalah filsafat pendidikan islam 1

BAB I
PENDAHULUAN
Persoalan pendidikan merupakan masalah manusia yang berhubungan dengan
kehidupan. Selama manusia ada, maka selama itu pula persoalan pendidikan ditelaah dan
direkonstruksi dari waktu ke waktu. Sebagai makhluk yang paling sempurna antara makhlukmakhluk yang lain, manusia dituntut untuk menggunakan akalnya dalam memikirkan segala
sesuatu, baik yang berkaitan dengan agama, hablum minannas maupun hablum minallah.
Adapun cara untuk melatih berpikir adalah dengan pengetahuan (ilmu), dan ilmu itu wajib
dipelajari oleh setiap muslim, terutama ilmu yang berkaitan dengan agama.
Al-Zarnuji adalah salah satu tokoh pendidikan Islam dengan karyanya yang terkenal
“Ta’liim al-Muta’allim Thariiq al-Ta’allum”. Konsep pendidikan Islam Al-Zarnuji
dirangkum dalam buku tersebut kedalam tiga belas pasal yang singkat-singkat. Sebuah
analisa yang diajukan Abdul Muidh Khan dalam bukunya The Muslim Theories of Education
During the Middle Ages, menyimpulkan bahwa inti kitab ini mencakup tiga hal, yaitu The
Division of Knowledge, The Purpose of Learning, and The Method of Study.
Al-Zarnuji telah memberikan solusi tentang bagaimana menciptakan pendidikan yang
tidak hanya berorientasi pada keduniawian saja, tetapi juga berorientasi keakhiratan.
Sebagaimana tujuan sentral pendidikan menurut Al-Zarnuji adalah mencari ridha Allah SWT.
serta kebahagiaan di akhirat.

1


BAB II
PEMBAHASAN
A. BIOGRAFI
Al-Zarnuji mempunyai nama lengkap Burhanuddin al-Islam Al-Zarnuji. Di kalangan
ulama belum ada kepastian mengenai tanggal kelahirannya. Adapun mengenai
kewafatannya, ada dua pendapat. Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa
Burhanuddin Al-Zarnuji wafat pada tahun 591 H./1195 M. Sedangkan pendapat yang
kedua mengatakan bahwa ia wafat pada tahun 840 H./1243 M. Sementara itu ada pula
pendapat yang mengatakan bahwa Burhanuddin hidup semasa dengan Rida ad-Din anNaisaburi yang hidup antara tahun 500-600 H. Grunebaum dan Abel mengatakan bahwa
Burhanuddin al-Zarnuji adalah toward the end of 12th and beginning of 13th century AD.
Tidak ada keterangan pasti mengenai daerah tempat kelahirannya. Namun jika dilihat dari
nisbahnya, yaitu Al-Zarnuji, maka sebagian peneliti mengatakan bahwa ia berasal dari
Zaradj. Dalam hubungan ini Mochtar Affandi mengatakan: it is a city in Persia which
was formally a capital and city of Sadjistan to the south of earth (now Afghanistan).
Pendapat senada juga dikemukakan Abd al-Qadir Ahmad yang mengatakan bahwa AlZarnuji berasal dari sutau daerah yang kini dikenal dengan nama Afghanistan. 1
Mengenai riwayat pendidikannya dapat diketahui dari keterangan yang dikemukakan
para peneliti. Djudi misalnya mengatakan bahwa Al-Zarnuji menuntut ilmu di Bukhara
dan Samarkand. Yaitu kota yang menjadi pusat kegiatan keilmuan, pengajaran dan lainlain. Masjid-masjid di kedua kota tersebut dijadikan sebagai lembaga pendidikan dan
ta’lim yang diasuh antara lain oleh Burhanuddin al-Marginani, Syamsuddin Abd al-Wajdi
Muhammad bin Muhammad bin ‘Abd as-Sattar al-Amidi dan lain-lain. Selain itu,

Burhanuddin Al-Zarnuji juga belajar kepada Rukmanuddin al-Firgiani, seorang ahli
Fiqih, sastrawan dan penyair (w.594 H / 1196 M); Hammad bin Ibrahim, seorang ahli
ilmu kalam di sampan sebagai sastrawan dan penyair (w. 564 H / 1170 M); dan Rukn alIslam Muhammad bin Abi Bakar yang dikenal dengan nama Khawahir Zada, seorang
mufti Bukhara dan ahli dalam bidang fiqih, sastra dan syair (w.573 H / 1177 M).2

1

Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafndd
Persada, 2003), cet. III, hlm. 103.
2
Ibid., hlm.104

2

Berdasarkan informasi tersebut, ada kemungkinan besar bahwa Al-Zarnuji selain ahli
dalam bidang pendidikan dan tasawuf, juga menguasi bidang-bidang lain, seperti sastra,
fiqih, ilmu kalam, dan lain sebagainya, sekalipun belum diketahui dengan pasti bahwa
untuk bidang tasawuf ia memiliki seorang guru tasawuf yang masyhur. Namun dapat
diduga bahwa dengan memilki pengetahuan yang luas dalam bidang fiqih dan ilmu kalam
disertai jiwa sastra yang halus dan mendalam, seseorang telah memperoleh akses

(peluang) yang tinggi untuk masuk ke dalam dunia tasawuf.3
B. CORAK PEMIKIRAN
Pemikiran Al-Zarnuji berpusat pada pendidikan Islam. Adapun konsep pendidikan
yang dikemukakan Al-Zarnuji dituangkan dalam bukunya Ta’lim al-Muta’allim Thuruq
al-Ta’allum. Dalam karyanya ini, Al-Zarnujji mengemukakan tiga belas pasal mengenai
konsep pendidikan Islam, yaitu; (1) Pengertian ilmu dan keutamaannya; (2) Niat di kala
belajar; (3) Memilih ilmu, guru dan teman serta ketabahan dalam belajar; (4)
Menghormati ilmu dan ulama; (5) Ketekunan, kontinuitas dan cita-cita luhur; (6)
Permulaan dan intensitas belajar serta tata tertibnya; (7) Tawakkal kepada Allah; (8)
Masa belajar; (9) Kasih sayang dan memberi nasihat; (10) Mengambil pelajaran; (11)
Wara’ (menjaga diri dari yang haram dan syubhat); (12) Penyebab hafal dan lupa; dan
(13) Masalah rezeki dan umur.4
1. Pengertian ilmu dan keutamaannya
Ilmu adalah suatu sifat yang dengannya dapat menjadi jelas pengertian suatu hal
yang disebut.5 Pentingnya ilmu pengetahuan tidak diragukan lagi, sebab ilmu
merupakan sesuatu khusus (ciri khas) bagi manusia. Sebab segala hal selain ilmu bisa
dimiliki manusia dan juga binatang, seperti keberanian, kekuatan, kasih sayang, dan
lain sebagainya.6 Keutamaan ilmu adalah sebagai perantara (sarana) menuju
ketakwaan yang akan menyebabkan seseorang berhak mendapatkan kemuliaan di sisi
Allah SWT. dan kebahagiaan yang abadi.7


3

Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafndd
Persada, 2003), cet. III, hlm. 104-105.
4
Ibid., hlm. 108.
5
Syekh Al-Zarnuji, Terjemah Ta’liimul Muta’allim, terj. Abu Shdfa dan Ibnu Sanusi,
(Jakarta: Pustaka Amani, 2005), cet. I, hlm. 11.
6
Ibid., hlm. 6.
7
Ibid., hlm. 7.

3

2. Niat di kala belajar
Setiap pelajar harus menata niatnya ketika akan belajar, karena niat merupakan
pokok dalam segala hal.8 Dalam menuntut ilmu seorang pelajar seharusnya berniat

untuk mencari ridha Allah, mengharap kebahagiaan di akhirat, menghilangkan
kebodohan dari dirinya sendiri dan dari segenap orang-orang bodoh, menghidupkan
agama dan melestarikan Islam, karena sesungguhnya kelestarian Islam hanya dapat
dipertahankan dalam ilmu dan perilaku zuhud serta takwa tidaklah sah dengan
kebodohan.9
3. Memilih ilmu, guru dan teman serta ketabahan dalam belajar
Para pelajar hendaknya memilih ilmu yang terbaik baginya dan ilmu yang
dibutuhkannya dalam urusan agama pada masa sekarang, serta ilmu yang
dibutuhkannya pada masa mendatang. Sebaiknya seorang pelajar memprioritaskan
pada ilmu tauhid dan mengenal Allah dengan dalil-dalilnya.10 Adapun dalam memilih
guru sebaiknya memilih orang yang lebih alim (pandai), yang bersifat wara’ (menjaga
harga diri) dan lebih tua.11 Kemudian dalam memilih teman atau sahabat, sebaiknya
memilih orang yang tekun belajar, bersifat wara’ dan berwatak istiqamah (lurus) dan
mudah paham (tanggap). Hindarilah orang yang malas, penganggur, pembual, suka
berbuat onar dan suka memfitnah. 12 Disamping itu, ketahuilah bahwa kesabaran dan
ketekunan adalah modal yang besar dari segala urusan. Tetapi jarang sekali orang
yang mempunyai sifat-sifat tersebut. Oleh karena itu, seorang pelajar harus berani
bertahan dan bersabar dalam belajar kepada seorang guru dan mempelajari sebuah
kitab, jangan sampai meninggalkannya sebelum tamat (selesai).13
4. Menghormati ilmu dan ulama

Seorang pelajar tidak dapat meraih ilmu dan memanfaatkan ilmunya kecuali
dengan menghormati ilmu dan ulama. 14 Cara menghormati ilmu adalah menghormati
guru dan memuliakan kitab. Adapun cara menghormati guru antara lain; tidak
berjalan kencang di depannya, tidak duduk di tempatnya, tidak mulai percakapan
dengannya kecuali atas izinnya, tidak banyak bicara di hadapan guru, dan lain
sebagainya. Sedangkan cara memuliakan kitab , sebaiknya tidak memegang kitab
8

Syekh Al-Zarnuji, Terjemah Ta’liimul Muta’allim, terj. Abu Shdfa dan Ibnu Sanusi,
(Jakarta: Pustaka Amani, 2005), cet. I, hlm. 13.
9
Ibid., hlm. 14.
10
Ibid., hlm. 21.
11
Ibid., hlm. 22.
12
Ibid., hlm. 27.
13
Ibid., hlm. 25.

14
Ibid., hlm. 31.

4

kecuali dalam keadaan suci dari hadas. Dikisahkan dari Syekh al-Imam Syamsul
Aimma Al-Khulwani, ia berkata: “Sesungguhnya aku dapat memperoleh ilmu karena
aku mengagungkannya, aku tidak pernah mengambil kertas belajarku kecuali dalam
keadaan suci.”15
5. Ketekunan, kontinuitas dan cita-cita luhur
Para pelajar harus tekun dan bersungguh-sungguh dalam belajar. Pelajar harus berjaga
(tidak banyak tidur) pada malam hari.16 Kemudian, adalah suatu keharusan bagi
pelajar untuk kontinue atau rutin dalam belajar serta mengulang pelajarannya pada
setiap awal dan akhir malam, karena antara waktu maghrib dan isya serta waktu sahur
adalah waktu yang penuh berkah.17 Pelajar juga harus memiliki cita-cita luhur dalam
berilmu. Sebab modal paling pokok untuk mencapai segala sesuatu adalah kerja keras
dan cita-cita luhur.18
6. Permulaan dan intensitas belajar serta tata tertibnya
Syaikh Burhanuddin memulai belajar pada hari Rabu. Beliau melakukan hal itu
berdasarkan hadis Nabi sebagai berikut:

“Tidak ada sesuatu yang dimulai pada hari Rabu kecuali akan berakhir sempurna.”19
Hari Rabu merupakan hari diciptakannya cahaya (nur) oleh Allah dan hari naas
(hari sial) bagi orang-orang kafir. Dengan demikian hari Rabu merupakan hari yang
penuh berkah orang-orang mukmin. Adapun intensitas (ukuran) belajar bagi orang
yang baru memulai (tahap awal), Abu Hanifah berpendapat sesuai yang didengarnya
dari Syaikh al-Qadhi al-Imam Umar bin Abi Bakar Az-Zanji: “Guru-guru kami
berpendapat bahwa sebaiknya ukuran pelajaran bagi tingkat dasar adalah sesuatu yang
kira-kira dapat dikuasai dengan mengulanginya dua kali, kemudian setiap hari
ditambahkan kalimat demi kalimat, sehingga bila pelajaran sudah banyak, ia bias
menguasainya dengan hanya mengulangnya dua kali. Begitulah terus ditambah tahap
demi tahap. Adapun bila tahap awal langsung diberikan pelajaran yang panjang,
dimana ia harus mengulanginya sepuluh kali untuk bias menguasai, maka sampai
pelajaran terakhir akan tetap begitu, sehingga menjadi kebiasaan yang sulit dan tidak
dapat ditinggalkan kecuali dengan usaha yang berat.”20
15

Syekh Al-Zarnuji, Terjemah Ta’liimul Muta’allim, terj. Abu Shdfa dan Ibnu Sanusi,
(Jakarta: Pustaka Amani, 2005), cet. I, hlm. 37.
16
Ibid., hlm. 8

17
Ibid., hlm. 51.
18
Ibid., hlm. 53.
19
Ibid., hlm. 69.
20
Syekh Al-Zarnuji, Terjemah Ta’liimul Muta’allim, terj. Abu Shdfa dan Ibnu Sanusi,
(Jakarta: Pustaka Amani, 2005), cet. I, hlm.

5

Sebaiknya murid membuat catatan sendiri mengenai pelajaran yang telah
dipahaminnya dan mengulanginya berkali-kali, hal ini sangat berguna sekali. Jangan
mencatat sesuatu yang belum dipahami, sebab hal ini akan membuat bosan,
menghilangkan kecerdasan dan membang-buang waktu. Murid hendaknya berusaha
memahami pelajaran dari guru dan menganalisa, memikirkan dan sering
mengulanginya.

Disamping


bersungguh-sungguh

kepada

bersungguh-sungguh
Allah

dan

sebaiknya

merendahkan

diri

disertai

dengan


dihadapan-Nya.

Sesungguhnya Allah akan mengabulkan orang yang berdo’a kepada-Nya dan tidak
menolak orang yang berharap kepada-Nya.21
7. Tawakkal kepada Allah
Seorang pelajar diharuskan bertawakkal (berserah diri kepada Allah) di dalam
menuntut ilmu.22
8. Masa belajar
Masa terbaik untuk belajar adalah ketika muda. Waktu paling baik untuk belajar
yaitu saat-saat menjelang Subuh dan waktu antara Maghrib dan IIsya. Yang terbaik
adalah menghabiskan seluruh waktu untuk belajar. Apabila merasa jenuh menghadapi
satu ilmu untuk dipelajari, maka beralihlah kepada ilmu yang lain.23
9. Kasih sayang dan memberi nasihat
Sebagai ahli ilmu hendaklah memiliki kasih sayang, bersedia memberi nasehat
tanpa disertai rasa hasud (dengki), karena hasud tidak ada manfaatnya bahkan
membawa bahaya.24
10. Mengambil pelajaran
Mengambil pelajaran bagi pelajar haruslah dilakukan di setiap saat hingga
memperoleh kemuliaan, dengan cara selalu menyediakan alat tulis untuk mencatat
segala pengetahuan yang baru didapatkan.25

11. Wara’ (menjaga diri dari haram dan syubhat)

21
22
23
24
25

Ibid.,
Ibid.,
Ibid.,
Ibid.,
Ibid.,

hlm.
hlm.
hlm.
hlm.
hlm.

86
89.
95.
98.
105.

6

Termasuk perbuatan wara’ yaitu mejauhkan diri dari golongan yang berbuat
kerusakan, maksiat dan penganggur, karena perkumpulan itu pengaruhnya sangat
besar.26
12. Penyebab hafal dan lupa
Hal-hal yang berperan menunjang hafalan adalah kesungguhan, terus menerus,
sedikit makan dan shalat di malam hari. Membaca Al-Quran adalah termasuk sebabsebab mudah menghafal.27 Adapun yang dapat menyebabkan lupa antara lain: banyak
berbuat maksiat, banyak dosa, khawatir dan disibukkan oleh urusan dunia.28
13. Masalah rezeki dan umur
Di antara yang dapat menghambat rezeki ialah, meyapu rumah pada malam hari,
membiarkan sampah di dalam rumah, memanggil orang tua dengan namanya, duduk
diambang pintu, dan lain sebagainya.29 Sedangkan yang dapat mendatangkan rezeki
antara lain: bangun di waktu pagi, berwajah ramah, berkata baik, menegakkan shalat
dengan penuh hormat, dan lainnya.30 Adapun yang dapat menyebabkan umur panjang,
yaitu takwa, tidak menyakiti, hormat kepada orang yang tua dan bersilaturrahmi.31
C. KARYA ILMIAH
Karya Al-Zarnuji yang terkenal adalah kitab “Ta’liim al-Muta’allim Thuruq alTa’allum”. Kitab ini banyak dijadikan sebagai bahan penelitian dan rujukan dalam
penulisan karya ilmiah, terutama dalam bidang pendidikan. Kitab ini tidak hanya
dipergunakan di kalangan ilmuan Muslim, tetapi juga oleh para orientalis dan para
penulis Barat.32
Keistimewaan lainnya dari kitab Ta’liim al-Muta’allim Thuruq al-Ta’allum adalah
terletak pada materi dan kandungannya. Sekalipun kecil dan judul yang seakan-akan
hanya membicarakan tentang metode belajar, namun sebenarnya membahas tentang
tujuan belajar, strategi belajar dan lain sebagainya yang secara keseluruhan didasarkan
pada moral religius. Keterkenalan kitab Ta’liim al-Muta’allim Thuruq al-Ta’allum
terlihat dari tersebarnya kitab ini hampir ke seluruh penjuru dunia. Kitab ini telah dicetak
26

Syekh Al-Zarnuji, Terjemah Ta’liimul Muta’allim, terj. Abu Shdfa dan Ibnu Sanusi,
(Jakarta: Pustaka Amani, 2005), cet. I, hlm. 113.
27
Ibid., hlm. 118.
28
Ibid., hlm. 121.
29
Ibid., hlm. 127.
30
Ibid., hlm. 129.
31
Ibid., hlm. 135.
32
Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafndd
Persada, 2003), cet. III, hlm. 107

7

dan diterjemahkan serta dikaji di berbagai Negara, baik di Timur maupun di Barat. Kitab
ini juga menarik perhatian beberapa ilmuan untuk memberikan komentar atau syarah
terhadapnya. Di Indonesia, kitab Ta’liim al-Muta’allim Thuruq al-Ta’allum dikaji dan
dipelajari hampir di setiap lembaga pendidikan Islam, terutama lembaga pendidika klasik
tradisional seperti pesantren, bahkan di pondok pesantren modern sekalipun, seperti di
pondok Pesantren Gontor Ponorogo, Jawa Timur.33
D. PEMIKIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN
1. Pengertian dan Tujuan Pendidikan
Pendidikan merupakan sesuatu yang bernilai ibadah dan menghantarkan seseorang
untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Tujuan pendidikan menurut AlZarnuji adalah untuk mencari keridhaan Allah, memperoleh kebahagiaan di akhirat,
berusaha memerangi kebodohan pada diri sendiri dan orang lain, mengembangkan
dan melestarikan ajaran Islam, serta mensyukuri nikmat Allah.34
Menurut al-Syaibani bahwa ada tiga bidang perubahan yang diinginkan dari
tujuan pendidikan yaitu tujuan-tujuan yang bersifat individual; tujuan-tujuan sosial
dan tujuan-tujuan professional.35 Kalau dilihat dari tujuan-tujuan pembelajar dalam
konsep

al-Zarnuji,

maka

menghilangkan

kebodohan

dari

diri

pembelajar,

mencerdaskan akal, mensyukuri nikmat, merupakan tujuan-tujuan yang bersifat
individual. Tujuan pembelajar mencari ilmu untuk menghilangkan kebodohan pada
orang lain (mencerdaskan masyarakat), dan melestarikan Ajaran Islam adalah
merupakan tujuan-tujuan social. Sedangkan tujuan professional, berhubungan dengan
tujuan seseorang mencapai ilmu itu ialah menguasai ilmu yang berimplikasi pada
pencapaian kedudukan. Namun kedudukan yang telah dicapai itu adalah dengan
tujuan-tujuan kemaslahatan umat secara keseluruhan. Ketiga tujuan tersebut haruslah
atas dasar memperoleh keridhaan Allah dan kebahagiaan akhirat.

2. Materi dan Kurikulum
33

Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafndd
Persada, 2003), cet. III, hlm. 108.
34
Ibid., hlm. 109.
35
Omar Mdhammad al-Taumy al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, terj. Hasan
Langgulung, (Bandung: Bulan Bintang, 1979), hlm. 399.

8

Al-Zarnuji membagi ilmu pengetahuan ke dalam dua kategori. Pertama ilmu
fardhu ‘ain, yaitu ilmu yang setiap Muslim secara individual wajib mempelajarinya,
seperti ilmu fiqih dan ilmu ushul (dasar-dasar agama). Kedua ilmu fardhu kifayah,
yaitu ilmu dimana setiap umat Islam sebagai suatu komunitas, bukan sebagai individu
diharuskan menguasainya, seperti ilmu pengobatan, ilmu astronomi dan lain
sebagainya.36
3. Metode Pendidikan
Berdasarkan analisa Mochtar Affandi, bahwa dari segi metode pembelajaran yang
dimuat Al-Zarnuji dalam kitabnya meliputi dua kategori. Metode yang bersifat etik,
dan metode yang bersifat strategi. Metode yang bersifat etik antara lain mencakup niat
dalam belajar; sedangkan metode yang bersifat strategi meliputi cara memilih
pelajaran, memilih guru, memilih teman dan langkah-langkah dalam belajar. 37

BAB III

36

Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafndd
Persada, 2003), cet. III, hlm. 109.
37
Ibid.

9

PENUTUP
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Al-Zarnuji adalah salah seorang tokoh
pendidikan yang telah memberikan solusi tentang bagaimana menciptakan pendidikan yang
tidak hanya berorientasi pada keduniawian saja, tetapi juga berorientasi pada keakhiratan.
Perhatiannya terhadap pendidikan sangatlah besar. Hal ini dapat dilihat dari karyanya
Ta’liimul Ta’lim Thuruq al-Ta’allum yang merupakan hasil pemikirannya mengenai
pendidikan Islam, seperti tujuan belajar, strategi belajar, prinsip belajar, dan lain sebagainya,
yang tidak terpisahkan dari moral religius. Adapun tujuan sentral dari pendidikan menurut
Al-Zarnuji adalah mencari ridha Allah dan kebahagiaan di akhirat. Namun tujuan pendidikan
menurut Al-Zarnuji sebenarnya tidak hanya untuk akhirat (ideal), tetapi juga tujuan
keduniaan (praktis), asalkan tujuan keduniaan ini sebagai instrumen pendukung tujuan-tujuan
keagamaan.

DAFTAR PUSTAKA
10

 Al-Zarnuji. 2005. Ta’lim al-Muta’allim Thuruq al-Ta’allum, terj. Abu Shofia dan
Ibnu Sanusi, Jakarta: Pustaka Amani
 Nata, Abuddin. 2003. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada
 Syaibani al, Omar Mohammad al-Taumy. 1979. Falsafah Pendidikan Islam, terj.

Hasan Langgulung, Bandung: Bulan Bintang

11