Perempuan Hebat dalam sejarah Islam

Mutiara yang Terlupakan
Realita Perempuan Hebat dalam Sejarah Islami
Berbicara mengenai perkembangan perempuan di Indonesia tidak akan pernah
ada habisnya. Sebagian masyarakat sudah dengan suka cita menerima, dan bahkan
memperjuangkannya. Namun ada juga kalangan yang masih berpegang teguh pada
pemahaman dan penafsirannya. Sebagian lagi menolak keras dengan argumen bahwa
itu merupakan issue yang diimpor dari barat dan tidak sesuai dengan kita bangsa timur.
Itu semua adalah pandangan yang sah dan harus dihargai. Namun dalam kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan sebuah penggalan sejarah dari timur. Dalam runtutan syair
indah Raja Penyair Arab menuliskan yang berarti:

Inilah Utusan Tuhan
Ia tak pernah mencatut hak-hak perempuan beriman
Ilmu pengetahuan menjadi jalan hidup keluarganya
Mereka menjadi ahli hukum
Aktifis, politik, kebudayaan, dan sastra
Berkat putri-putri Nabi
Gelombang pengetahuan menjulang ke puncak langit
Lihatlah, Sukainah
Namanya menebar harum di seluruh pojok bumi
Ia mengajarkan kata-kata Nabi

Dan menafsirkan kitab suci
Lihatlah,
Buku-buku dan kaligrafi yang indah
Bercerita tentang ruang
Perempuan-perempuan islam yang gagah
Baghdad
Adalah rumah perempuan-perempuan cerdas
Padepokan perempuan-perempuan elok
Yang mengaji huruf dan menulis sastra
Damaskus zaman Umayyah
Adalah sang ibu bagi gadis-gadis cendekia
Tempat pertemuan seribu perempuan piawai
Taman-taman Andalusia
Merekah bunga warna-warni
Perempuan-perempuan cantik bernyanyi riang
Dan gadis-gadis anggun membaca puisi

Puisi di atas merupakan gambaran keberadaan perempuan dalam sejarah islam.
Di tiga tempat pusat-pusat peradaban islam Damaskus, Bagdad, dan Andalusia yang
memperlihatkan aktifitas perempuan peren dan juga posisi mereka. Puisi diatas

memberikan gambaranpenggugatan anggapan banyak orang bahwa kemampuan
intelektual perempuan lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Nama-nama
perempuan ulama tertulis dalam beberapa buku. Ibnu Hajar, ahli hadis dalam bukunya :
“al-ishabah fi tamyiz al-shahabah”, menyebutkan 500 perempuan ahli hadist. Selain itu
imam nawawi, Ibn Sa’d, dan masi banyak lagi kitab yang menyimpan nama-nama ulama
perempuan. Bahkan imam al-Dzahabi menyebutkan dalam bukunya Mizan al-I’tidal “aku
tidak mengetahui ada perempuan yang cacat periwayatannya da tidak dipakai
hadistnya”.
Umar Ridha Kahalah menulis buku khusus tentang ulama-ulama perempuan di
dunia islam dan arab dengan judul “A’lam ai-Nisa’ fi Alamay al-Arab wa al-Islam” yang
terdiri dari 3 jilid. Ia mengatakan:
“ aku telah bekerja sungguh-sungguh mencari dan meneliti sebanyak mungkin
tokoh-tokoh perempuan terkenal dan tercatat dalam sejarah arab dan islam.
Mereka mempunyai pengaruh yang besar dalam pengembangan ilmu
pengetahuan, kebudayaan, sastra seni, dan politik dan kepemimpinan social.
Mereka juga terkenal tentang kecerdasan, kebaikan, kepiawaian, ketakwaan,
kezuhudan dan kebersihan diri mereka memainkan peran yang beragam
dalam perjalanan sejarah islam dan arab.”
Umm Darda al-Shugra seorang perempuan ulama terkemuka. Popularitasnya
menandingi ulama besar al-Hasan Bashri dan Ibnu Sirin. Kegiatan hariannya adalah

menyampaikan kuliah di depan para ulama laki-laki dan perempuan di masjid
Damaskus. Dia juga berdiskusi dan mengeluarkan fatwa disana. Selain itu Sukainah bint
al-Husain, cicit Nabi merupakan tokoh terkemuka pada zamannya. Ia sering
memberikan kuliah umum di hadapan umum laki-laki maupun perempuan termasuk
para ulama di masjid Umawi.
Ulama’-ulama’ besar juga telah berguru pada perempuan. Ibn Arabi, siapa yang
tidak mengenal kepandaian dan tingkah keulamaannya. Ia banyak menumba ilmu dari
tiga ulama perempuan yaitu Fakhr al-Nisa, Qurrah al-Ain, dan Sayyidah Nizam. Dan
dalam pernyataannya Ibn Arabi mengatakan tentang Sayyidah Nizam:
“ Ia adalah matahari di antara ulama, taman indah di antara para sastrawan.
Wajah jelita, tutur bahasanya lembut, otaknya sangat cemerlang, kata-katanya
bagai untaian kalung gemerlap penuh keindahan, dan penampilannya benarbenar anggun. Jika dia berbicara semua akan menjadi bisu”.
Beberapa masa setelah itu tidak terdengar lagi nama-nama ulama perempuan, tepatnya
menyusul kehancuran peradaban kaum muslimim akibat serbuan mongol ke wilayah-

wilayah islam tahun 1256 M. perempuan-perempuan ini dimasukkan kembali pada
kerangkeng-kerang rumahnya. Aktivitas, intelektual, social, seni dan lainnya ditutup. Dr.
Muhammad al-Habasyi sarjana syuriah dalam bukunya “al-Mar’ah Baina Syari’ah Wa alHayah”, peminggiran kaum perempuan didasarkan pada argument Sadd Dhoruriyah
(menutup pintu kerusakan), keterlibatan perempuan dalam ilmu pengetahuan dan
kehidupan luar disebut sebagai penimbul fitnah dan inhirof penyimpangan moral.

Angin segar bertiup kembali, Rofi’ah Rafi’ al-Thahthowi (1801-1873 M) penggungat
pertama keterpinggiran perempuan era itu. Takhlish l-Ibriz fi Talkhis Paris dan alMursyid al-Amin li al-Banatwa al-Banin merupakan karya besarnya yang mengkritik
perendahan dan pemarjinalan pendidikan perempuan. Atas keberaniannya ini
memunculkan beberapa cendekiawan progresif sesudahnya antara lain Muhammad
Abduh. Isu-isu kontroversial berikutnya disajikan oleh Qosim Amin tahun 1899 ia
menulis buku yang berjudul Tahrirul Mar’ah (Pembebasan Perempuan) dan al-Mar’ah
al-Jadidah (Perepuan Baru).
Dari keberanian mereka ini mulailah lahir para ulama dan aktifis perempuan di banyak
negera muslim. Bebrapa diantaranya adalah Huda sya’rowi, Aisyah Taymuriyah,
Batsinah, Nabawiyah Musa, Zainab al-Ghazali, Aisyah Abdurrohman Bint Syathi, Aminah
Wadud, dan lain-lain. Nazhirah Zainuddin, dengan kepawaiannya dalam menelaah dan
memahami kitab-kitab tafsir klasik seperti tafsir baidhowi, Khazin, Nafasi, Thobari, dan
kitab klasik lainnya dia mengajak para ulama’ menkaji kembali untuk mereinterpretasi
dan rekonstruksi atas wacana keagamaan dengan melihat fakta-fakta perkembangan
dan perubahan yang ada. Dan salah satu kebanggann di Indonesia seorang tokoh
perempuan Rahmah el-Yunusiyah pendiri perguruan diniyah putri pertama di Padang
Panjang. Atas jasnya ini ia juga mendapat gelar Honoris Causa dari Universitas al-Azhar
Kairo.
Persoalannya sekarang adalah bagaimana dengan perempuan muslim di Indonesia
sekarang. Masihkah menganggap bahwa kesempatan yang dulu pernah dimiliki oleh

ulama perempuan pada masa kejayaaan islam masih diragukan. Masihkah ada anggapan
bahwa kesetaraan ini merupakan produk impor dari barat dan bukan nilai ketimuran.
Itu merupakan pertanyaan penggugah bagi masyarakat Indonesia secara umum laki-laki
maupun perempuan dengan kategori yang penulis singgung diatas.
Tidak hanya berhenti pada persoalan kesadaran pada diri individu saja. Ada persoalan
lain yang juga harus disadari dan segera diambil lahkan penyelesaian. Sebuah system
masyarakat, budaya, politik, instrument-instrumen hokum, pandangan agama dan
kebijakan yang lain memberi ruang dan akses yang sama untuk laki-laki dan
perempuan.
Di tengah realita kehidupan Negara Indonesia yang memiliki seambrek permasalah ini
lebih dari separuh penduduknya adalah perempuan.terlebih lagi masih banyak
perempuan-perempuan Indonesia mengalami bentuk diskriminasi yang beragam baik

di ruang domestic maupun public. Sudah waktunya bagaimana sinergi antara
perempuan dan laki-laki dilakukan untuk bersama-sama menyelesaikan permasalahan
Negara ini. Tidak ada lagi diskriminasi bagi perempuan, pemberian kesempatan yang
sama di berbagai bidang akan membantu mewujudkan tujuan bersama Negara ini yaitu
untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.

i Tulisan ini sepenuhnya diambil dari materi Lounching buku dan seminar Ulama Perempuan yang disampaikan oleh

K.H Husain Muhammad di Yogjakarta tanggal 13 september 2014