Pancasila sebagai Ideologi Nasional Bang

Pancasila sebagai Ideologi Nasional Bangsa Indonesia
Ideologi, dari segi etimologi berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari dua kata yakni ideos dan logos.
Kata ideos memiliki arti gagasan, dan logos berarti ilmu atau paham. Secara etimologi, ideologi
bermakna suatu ilmu tentang gagasan.(Baca juga: Fungsi dasar negara bagi suatu negara)
Secara umum, ideologi merupakan kumpulan beberapa gagasan, ide, kepercayaan maupun keyakinan
yang menyeluruh dan sistematis. Sedangkan secara luas ideologi memiliki arti sebuah pedoman normatif
yang digunakan sebagai landasan dari cita-cita maupun nilai dasar serta keyakinan yang dijunjung tinggi
oleh seluruh kelompok dan golongan. Dan menurut beberapa ahli, ada beberapa istilah mengenai
ideologi diantaranya yaitu:


Menurut Destut De Traacy seorang berkebangsaan Perancis, ideologi ialah suatu program yang
diharapkan dapat membawa suatu perubahan institusional dalam masyarakat Perancis. (Bacca
juga: Proses terbentuknya masyarakat berdasarkan pendekatan interaksi sosial)



Menurut Karl Marx, Ideologi memiliki arti sebagai pandangan hidup yang dikembangkan
berdasarkan kepentingan golongan atau kelas sosial tertentu dalam bidang politik atau sosial
ekonomi.




Menurut Gunawan Setiardjo, ia berpendapat bahwa ideologi merupakan seperangkat ide asasi
tentang manusia dan seluruh realitas yang dijadikan pedoman dan cita-cita hidup.



Sedangkan menurut pandangan Ramlan Surbakti ada dua pengertian tentang ideologi. Ideologi
secara fungsional, memiliki arti seperangkat gagasan tentang kebaikan bersama atau tentang
masyarakat dan negara yang dianggap paling baik. Dan juga, ideologi secara struktural, memiliki
arti sebagai sistem pembenaran, seperti gagasan dan formula politik atas setiap kebijakan dan
tindakan yang diambil oleh penguasa. (baca juga: Fungsi Lembaga Politik di Indonesia)

Fungsi Ideologi
Dengan demikian pengertian ideologi ialah gagasan-gagasan maupun ide dan keyakinan yang tersistem
dan juga memiliki konsep yang mulia untuk kelangsungan hidup yang lebih baik. Sedangkan, Soerjanto
Poespowardojo menjabarkan tentang fungsi sebuah ideologi diantaranya sebagai berikut:
1. Sebagai struktur kognitif, seluruh pengetahuan yang merupakan dasar untuk memahami setiap
kejadian maupun keadaan alam disekitarnya.
2. Sebagai orientasi dasar, wawasan yang memberikan makna serta arah tujuan dalam kehidupan

di masyarakat.
3. Sebagai norma-norma yang menjadi pedoman seseorang untuk bekal dan jalan bagi seseorang
menentukan identitasnya. (Baca juga: Pengertian Norma Menurut Para Ahli)
4. Sebagai kemampuan untuk memberikan semangat dan juga dorongan pada seseorang untuk
dapat mencapai tujuan yang dicita-citakan.
5. Sebagai pembelajaran pada masyarakat untuk memahami dan menghayati, serta bertingkah laku
sesuai dengan orientasi juga norma yang terkandung didalamnya. (Baca juga: Nilai-Nilai
Pendidikan Karakter)

Pancasila Ideologi Nasional
Pancasila merupakan dasar negara yang terbentuk melalui proses panjang yang penuh lika-liku
perjuangan, baik perjuangan secara moril maupun materiil bahkan jiwa dan raga. Asal mula Pancasila
menurut kausalitas dibagi menjadi dua, yakni asal mula langsung dan tak langsung.
Pancasila sebagai ideologi nasional merupakan nilai yang terkandung di dalamnya dan menjadi cita-cita
normatif di dalam penyelenggaraan negara. Secara luas Pengertian Pancasila sebagai Ideologi negara
adalah visi atau arah dari penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia ialah
terwujudnya kehidupan yang menjunjung tinggi ketuhanan, nilai kemanusiaan, kesadaran akan kesatuan,
berkerakyatan serta menjunjung tinggi nilai keadilan. (Baca juga: Macam-macam Ideologi di Dunia
beserta Penjelasannya)
Jorge Larrain mengungkapkan, bahwa “ideology as a set of beliefs”. Ini memiliki suatu makna sebuah

sistem kepercayaan yang berkembang ditengah masyarakat mengenai sesuatu hal yang dijadikan sebagai
pedoman karena memiliki nilai yang membangkitkan semangat. Nilai-nilai tersebut dipandang sebagai
gagasan yang menjadi landasan cara berpikir dan juga bertindak secara individu maupun suatu bangsa
untuk mengatasi setiap masalah maupun persoalan yang dihadapi. (Baca juga: Hubungan Dasar Negara
dengan Konstitusi)
Pancasila sebagai ideologi nasional, memiliki pemahaman dalam sudut pandang budaya bangsa dan
bukan melalui sudut pandang kekuasaan, hal ini bermakna bahwa Pancasila bukanlah sebagai alat
kekuasaan namun sebagai alat yang menyatukan bangsa dan negara. (Baca juga: Fungsi Kebudayaan bagi
Masyarakat dan Contohnya)

Pancasila Ideologi Terbuka
Pancasila yang merupakan ideologi terbuka memiliki makna, bahwa Pancasila dapat menerima serta
berkembang selaras dengan tumbuhnya ideologi baru serta tuntutan perubahan jaman serta cara
berpikir masyarakat tanpa kehilangan hakikatnya sebagai pedoman utama dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Dan dalam sebuah Ideologi terbuka, didalamnya terkandung beberapa dimensi
diantaranya:
1. Dimensi Idealitas, sebagai sebuah ideologi didalam Pancasila sendiri terkandung harapan dan
cita-cita luhur masyarakat di segala aspek kehidupan. (Baca juga: Fungsi pokok pancasila sebagai
dasar negara dan ideologi)
2. Dimensi Realitas, di dalam Pancasila memuat nilai-nilai dasar yang bersumber dari nilai

kehidupan didalam masyarakat, yang membuat Pancasila melekat erat dalam pikiran maupun
perbuatan.
3. Dimensi normalitas, Pancasila memiliki nilai yang sifatnya mengikat dan bernilai positif baik
berupa norma maupun aturan yang harus dipatuhi atau ditaati oleh masyarakat. (Baca juga:
Macam-macam Norma dan penjelasannya)

4. Dimensi Fleksilibelitas, Pancasila sebagai ideologi dapat mengikuti perkembangan maupun
perubahan jaman tanpa kehilangan hakikatnya sebagai pedoman dalam kehidupan masyarakat
secara menyeluruh.

Pancasila Ideologi tertutup
Sebuah ideologi tertutup memiliki bukan merupakan cita-cita yang telah ada dan diyakini di dalam
masyarakat, namun merupakan cita-cita suatu golongan atau sekelompok orang yang membuat suatu
sistem untuk memperbaharui masyarakat. Dalam ideologi tertutup terkandung makna sebuah cita-cita
maupun gagasan yang membenarkan bahwa pengorbanan dibebankan kepada masyarakat. (Baca
juga:Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa )
Ideologi memiliki makna sebuah ilmu mengenai gagasan, ide-ide (science of ideas) atau ilmu tentang ide
ide yang menjadi dasar. Karakteristik ideologi Pancasila menjadikannya sangat berbeda dengan ideologi
yang lainnya, karena didalam Pancasila terkandung nilai-nilai kearifan lokal. (Baca juga: Hubungan
Demokrasi dan HAM di Indonesia)

Makna yang terkandung di dalam Pancasila sebagai ideologi ialah nilai Ketuhanan, Kemanusiaan,
Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan. Nilai inilah yang menjadi dasar pemikiran atau ideologi nasional,
menjadi dasar tindakan terhadap sesama, menjadi dasar kehidupan bernegara dan juga menjadi dasar
dalam upaya Menjaga Keutuhan NKRI.
Seperti pada sila 1, bahwa bangsa Indonesia mengakui keberadaan Tuhan Yang Maha Esa terlepas dari
masyarakat yang menganut agama yang berbeda sebagai cara merawat kemajemukan bangsa Indonesia .
Pada sila ke2, memiliki makna saling menghargai dan bersikap adil antar sesama manusia yang memiliki
kedudukan yang sama tanpa memandang dari suku, agama maupun ras yang ada di Indonesia. Pada sila
ke 3, Menjunjung tinggi Bhinneka Tunggal Ika dalam kemajemukan bangsa dalam upaya menjunjung
tinggi persatuan bangsa. Pada sila ke 4, bahwa didalam kehidupan berbangsa dan bernegara memiliki
sistem demokrasi yang bersumber dari pancasila untuk menjalankan amanat rakyat. Pada sila ke 5,
sebagai landasan hukum persamaan kedudukan warga negara Indonesia.

PANCASILA SEBAGAI
IDEOLOGI NASIONAL
Ideologi Nasional: Ideologi nasional mengandung makna ideologi yang memuat cita-cita tujuan
dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pancasila merupakan ideologi yang terbuka, bukan ideologi tertutup. Pancasila memenuhi syarat
sebagai ideologi terbuka karena:
(1) Nilai-nilai Pancasila bersumber dari bangsa Indonesia sendiri.

(2) Nilai-nilai dari Pancasila tidak bersifat operasional dan langsung dapat diterapkan dalam
kehidupan.
Menurut Dr. Alfian, seorang ahli politik Indonesia, Pancasila memenuhi syarat sebagai ideologi
terbuka yang sifatnya luwes dan tahan terhadap perubahan zaman karena di dalamnya memnuhi
tiga dimensi ideologi, yaitu:

1) Dimensi Realitas
Nilai – nilai ideologi itu bersumber dari nilai-nilai yang riil hidup di dalam masyarakat
Indonesia. Kelima nilai dasar Pancasila itu kita temukan dalam suasana atau pengalaman
kehidupan masyarakat bangsa kita yang bersifat kekluargaan, kegotong-royongan atau
kebersamaan.

2) Dimensi Idealitas
Suatu ideologi perlu mengandung cita-cita yang ingin dicapai dalam berbagai bidang kehidupan.
Nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila merupakan nilai-nilai yang di cita-citakan
dan ingin diwujudkan.

3) Dimensi Fleksibilitas
Nilai dasar Pancasila adalah fleksibel karena dapat dikembangkan dan disesuaikan dengan
tuntutan perubahan.


Ideologi berasal dari kata ideo yang artinya cita-cita dan logy berarti pengetahuan, ilmu dan
paham. Menurut W. White definisi Ideologi ialah The Sum Of Political Ideas Or Doctrines Of A
Disthinguishable Class Or Group Of People yang artinya ideologi adalah soal cita-cita politik
atau doktrin atau ajaran suatu lapisan masyrakat atau sekelompok manusia yang dapat dibedabedakan.
Menurut Harol H. Titus, definisi daro ideologi adalah A term for any group of ideas concering
various political sistemhatic scemhe of ideas held by groups or class, yang artinya Suatu istilah
yang digunakan oleh sekelompok cita-cita mengenai berbagai macam masalah politik dan
ekonomi fisafat sosial yang sering dilaksanakan bagi suatu rencana yang sistematis tentang citacita yang dijalankan oleh kelompok atau lapisan suatu masyrakat.
Adapun Ideologi negara termasuk dalam golongan pengetahuan sosial, dan tepatnya dapat
digolongkan kedalam ilmu politik atau political sciences.
Bila kita terapkan rumusan diatas pada pancasila, maka pancasila adalah hasil usaha pemikran
manusia Indonesia untuk mencari kebenaran, kemudian sampai mendekati atau menganggap
sebagai suatu kesanggupan yang digenggam seirama dengan ruang dan waktu
Pengertian Ideologi
Istilah ideologi berasal dari kata idea dan logos. Idea berarti gagasan, konsep, pengertian dasar,
ide-ide dasar, cita-cita. Kata idea berasal dari bahasa Yunani, eidos yang berarti bentuk atau idein
yang berarti melihat. Idea dapat diartikan sebagai cita-cita, yaitu cita-cita yang bersifat tetap dan
akan dicapai dalam kehidupan nyata. Dengan demikian, cita-cita ini pada hakikatnya merupakan
dasar, pandangan, atau faham yang diyakini kebenarannya. Sedangkan logos berarti ilmu. Secara

harfiah, ideologi berarti ilmu pengetahuan tentang ide-ide (the sciene of ideas), atau ajaran
tentang pengertian-pengertian dasar.
Istilah “ideologi” pertama kali dilontarkan oleh seorang filsuf Perancis, Antoine Destutt de Tracy
pada tahun 1796 sewaktu Revolusi Perancis tengah menggelora (Christenson, et.al., 1971: 3).
Tracy menggunakan istilah ideologi guna menyebut suatu studi tentang asal mula, hakikat, dan
perkembangan ide-ide manusia, atau yang sudah dikenal sebagai “Science of Ideas”. Gagasan ini
diharapkan dapat membawa perubahan institusional dalam masyarakat Perancis. Namun,
Napoleon mencemoohnya sebagai suatu khayalan yang tidak memiliki nilai praktis. Pemikiran
Tracy ini sebenarnya mirip dengan impian Leibnitz yang disebut one great system truth
(Pranarka, 1987).
Pokok-pokok pikiran yang perlu dikemukakan mengenai ideologi adalah sebagai berikut:
1. Bahwa ideologi merupakan sistem pemikiran yang erat kaitannya dengan perilaku manusia.
Kecuali itu, ideologi merupakan serangkaian pemikiran yang berkaitan dengan tertib sosial dan
politik yang ada dan berupaya untuk merubah atau mempertahankan tertib sosial dan politik
yang bersangkutan.
2. Bahwa ideologi, disamping mengemukakan program juga menyertakan strategi guna
merealisasikannya.

3. Bahwa ideologi dapat dipandang sebagai serangkaian pemikiran yang dapat mempersatukan
manusia, kelompok, atau masyarakat, yang selanjutnya diarahkan pada terwujudnya partisipasi

secara efektif dalam kehidupan sosial politik.
4. Bahwa yang bisa merubah suatu pemikiran menjadi ideologi adalah fungsi pemikiran itu dalam
berbagai lembaga politik dan kemasya-rakatan.

B.

Karakteristik dan Makna Ideologi bagi Negara

Dalam memahami ideologi dan ideologi politik tidaklah cukup hanya melihat dari sosok
pengertiannya, atau hanya berangkat dari definisi-definisi yang telah dikemukakan oleh para
ahlinya. Oleh karena itu, meskipun secara elementer akan dipaparkan beberapa karakteristik
ideologi sehingga upaya memahami makna suatu ideologi dapat dilakukan lebih mudah. Makna
suatu ideologi dapat ditemukan dari karakteristiknya. Beberapa karakteristik suatu ideologi,
antara lain:
1.

Ideologi seringkali muncul dan berkembang dalam situasi krisis

Situasi krisis, di mana cara pandang, cara berpikir dan cara bertindak yang sebelumnya dianggap
umum dan wajar dalam suatu masyarakat telah dianggap sebagai suatu yang sudah tidak dapat

diterima lagi. Keadaan semacam ini biasanya akan mendorong munculnya suatu ideologi. Jika
manusia, kelompok, ataupun masyarakat mulai merasakan bahwa berbagai kebutuhan dan tujuan
hidupnya tidak dapat direalisasikan, maka kesalahan pertama seringkali ditimpakan kepada
ideologi yang ada atau sedang dikembangkan. Biasanya ideologi yang ada dianggap tidak
mampu lagi berbuat, baik dalam menjelaskan eksistennya atau justifikasi terhadap situasi yang
sedang terjadi, ataupun dalam melaksanakan aturan main yang dicanangkan sebelumnya. Pendek
kata, mereka tidak dapat menerima batasan-batasan mengenai apa yang harus dijunjung tinggi
dan dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari. Berangkat dari kondisi yang serba kalut, yang
dicirikan oleh menghebatnya ketegangan sosial, maka ketidakpuasan terhadap masa lampau dan
ketakutan menghadapi masa depan menjadi pendorong muncul dan bangkitnya suatu ideologi
yang mampu menjanjikan kehidupan yang lebih baik.
2.

Ideologi merupakan pola pemikiran yang sistematis

Ideologi pada dasarnya merupakan ide atau gagasan yang dilemparkan atau ditawarkan ke
tengah-tengah arena perpolitikan. Oleh karena itu, ideologi harus disusun secara sistematis agar
dapat diterima oleh warga masyarakat secara rasional. Sebagai ide yang hendak mengatur tertib
hubungan masyarakat, maka ideologi biasanya menyajikan penjelasan dan visi mengenai
kehidupan yang hendak diwujudkan. Di samping itu, ideologi sering menampakkan sifat “selfcontained” dan “self-sufficient”. Ini mengandung pengertian bahwa ideologi merupakan suatu

pola pemikiran yang terintegrasi antara beberapa premis dasar yang memuat aturan-aturan
perubahan dan pembaharuan. Meskipun ideologi dikatakan sebagai suatu pola pemikiran yang
sistematis, namun tidak jarang dikatakan bahwa ideologi merupakan konsep yang abstrak. Hal
ini tidak dapat dipisahkan dengan deologi yang kurang mampu menggambarkan tentang realitas
dan lebih menggambarkantentang model atas dasar persepsi tentang realitas yang ideal. Dengan
demikian, tidak mengherankan apabila ideologi cenderung menjadi reduksionis, dalam arti

cenderung mengetengahkan penjelasan dan rekomendasi yang sederhana, umum, dan lebih
mudah dipahami.
3.

Ideologi mempunyai ruang lingkup jangkauan yang luas, namun beragam

Dilihat dari dimensi horisontal, ideologi mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, mulai dari
penjelasan-penjelasan yang parsial sifatnya sampai pada gagasan-gagasan atau pananganpandangan yang komperehensif (misalnya: weltanschauung). Sebenarnya, sifat serba mencakup
dari suatu ideologi sangat tergantung pada ruang lingkup kekuasaan yang dapat dicakupnya.
Ideologi-ideologi yang totaliter dapat dikatakan lebih komprehensif dibandingkan dengan
ideologi-ideologi yang demokratis karena senantiasa mendambakan kekuasaan mutlak untuk
mengatur semua aspek kehidupan. Dengan demikian, ideologi dapat memberikan gambaran
tentang masyarakat bangsa yang akan direalisasikan dengan berbagai pola perilakunya. Ideologi
dapat menjadi indikator dalam menentukan keberhasilan suatu negara dalam membangun
masyarakatnya.dengan demikian, ideologi dapat menjadi parameter dalam mengukur keberhasilan suatu bangsa.
4.

Ideologi mencakup beberapa strata pemikiran dan panutan

Dilihat dari dimensi vertikal, ideologi mencakup beberapa strata pemikiran dan panutan, mulai
dari konsep yang kompleks dan sophisticated sampai dengan slogan-slogan atau simbol-simbol
sederhana yang mengekspresikan gagasan-gagasan tertentu sesuai dengan tingkat pemahaman
dan perkembangan masyarakatnya. berangkat dari tataran pemikiran semacam ini, dapat
dikatakan bahwaideologi berada pada keragaman landasan yang akhirnya akan membuahan
berbagai pemahaman dan penerimaan dari para pengikutnya.ketertarikan seseorang pada suatu
ideologi bisa didasarkan pada rangsangan intelektual, emosional, atau yang paling sering adalah
kepentingan pribadi. Disamping itu, unsur pengikat dapat didasarkan pada daya tarik pemimpin
yang kharismatik. Dengan demikian, tidak mengherankan apabila para “ ideolog” cenderung
menunjukkan militansi dan fanatisme terhadap doktrin ideologi sehingga menjadi sumber
dukungan yang aktif dan sangat loyal dengan pasif menerima ideologi apa adanya.
C.

Fungsi ideologi

Tumbuhnya keyakinan dan kepercayaan terhadap ideologi tertentu, barangkali bukan satu
satunya cara, melalui mana manusia bisa memformulasikan dan mengisi kehidupannya. Ideologi
juga bisa memainkan fungsinya dalam mengatur hubungan antara manusia dan masyarakat.
Setiap kehidupan masyarakat pasti mengharapkan setiap anggotanya dapat terlibat dan tercakup
di dalamnya. Untuk itu, ideologi dapat membantu anggota masyarakat dalam upaya melibatkan
ciri dalam berbagai sektor kehidupan di samping fungsinya yang sangat umum, ideologi juga
memiliki fungsi yang khusus sifstnya, seperti:
1.

Ideologi berfungsi melengkapi struktur kognitif manusia

Sebagai sistem panutan, ideologi pada dasarnya merupakan formulasi ide atau gagasan melalui
mana manusia dapat menerima, memahami, dan sekaligus menginterpretasikan hakikat
kehidupan ini. Realitas kehidupan yang sangat kompleks dapat dibuat lebih jelas, lebih

memenuhi harapan, dan lebih berarti oleh sebuah ideologi. Orientasi kognitif dari suatu ideologi
dapat membantu untuk menghindarkan diri dari sikap ambiguitas, sekaligus memberikan
kepastian dan rasa aman dalam mengarungi kehidupannya. Jika manusia melihat ada kekuasaan
atau kekuatan yang sulit diprediksikan, maka ideologilah ide satu-satunya tempat berlindung.
2.

Ideologi berfungsi sebagai panduan

Sebagai suatu panduan, ideologi mencanangkan seperangkat patokan tentang bagaimana manusia
seharusnya bertingkah laku, di samping tujuan dan cara mencapai tujuan itu. Seiring dengan
fungsinya, ideologi menyajikan saluran-saluran yang dapat dipakai untuk mewujudkan ambisi
pribadi atau kelompok, hak dan kewajiban, dan parameter yang menyangkut harapan pribadi dan
anggota masyarakat. Ideologi juga dapat memberikan batasan tentang kekuasaan, tujuan, dan
organisasi yang berkaitan dengan masalah-masalah politik. Dengan demikian fungsi ideologi
bagi suatu negara bukan sekedar sebagai standar pertimbangan dalam memilih berbagai
alternatif,melainkan menyertakan “a sense of self-justification”, cara-cara mengevaluasi tingkah
laku para anggotanya, dan memberikan kerangka landasan bagi legitimasi politik (kekuasaan).
3.
Ideologi berfungsi sebagai lensa, melalui mana seseoran dapat melihat dunianya;
sebagai cermin, melalui mana seseorang dapat melihat dirinya; dan sebagai jendela, melalui
mana orang lain bisa melihat diri kita.
Ideologi merupakan salah satu alat bagi seseorang atau bangsa untuk mengenal dan melihat
dirinya sendiri, dan mengharapkan orang lain untuk bisa melihat dan menginterpretasikan
tindakanna yang didasarkan atas ideologinya. Dengan demikian, ideologi merupakan potret diri
pribadi, kelompok atau masyarakat yang sangat impresio-nistis. Ideologi dapat memberikan
gambaran tentang manusia dan masyarakat yang diharapkan. Inilah fungsi penting ideologi bagi
suatu bangsa dan negara.
4.

Ideologi berfungsi sebagai kekuatan pengendali konflik, sekaligus fungsi integratif

Dalam level personal, ideologi dapat membantu setiap individu dalam mengatasi konflik yang
terjadi dalam dirinya sendiri ataupun dalam hubungannya dengan orang lain. Di sisi lain,
ideologi dapat mengikat kebersamaan dengan cara mengintegrasikan berbagai aspek kehidupan
individu. Dalam kehidupan masyarakat, ideologi juga dapat berfungsi membatasi terjadinya
konflik. Guna menjaga kontiunitas dan usaha-usaha bersama, suatu masyarakt tidak saja
memerlukan pengendalian konflik, tetapi juga memerlukan adanya integrasi secara politis dari
para anggotanya. Melalui ideologi setiap anggota masyarakat mampu mengetahui ide, cita-cita,
tujuan atau harapan-harapan dari masyarakat.
D.

Perbandingan Ideologi

Kajian ideologi terasa kurang lengkap tanpa mengkaji ideologi-ideologi besar yang berpengaruh
di dunia. Oleh karena itu pada bagian ini akan disajikan uraian singkat tentang beberapa ideologi
tersebut.
1.

Liberalisme

Dalam rangka mempertajam persepsi terhadap beberapa aliran filsafat politik yang revolusioner,
ada baiknya dikemukakan dua teori pokok garakan revolusioner di Amerika Serikat. Pertama,
teori yang dikembangkan oleh The Founding of America yang didasarkan atas hak-hak rakyat
untuk membebaskan diri dari pemerintahan yang depotisme. Teori revolusioner ini tergolong
tradisional dengan tujuan yang sedehana yaitu ingin mengakhiri praktik-praktik tirani dan
memberikan kebebasan kepada rakyat secara penuh sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Kedua, teori yang diemukakan Kaum Komunis di Amerika dan merupakan kebalikan dari teori
pertama. Teori ini bertuuan ingin mengakhiri kebebasan rakyat, sekaligus membagun tirani.
Inilah essensi yang sering dilupakan oleh mereka yang hanya ingin mencari justifikasi dalam
membela kaum komunis di Amerika. Dengan kata lain, istilah yang dipergunakan sama, tetapi
belum tentu memiliki makna yang sama di mata rakyatnya.
Persoalan yang sering dilupakan dalam pembahasan filsafat politik adalah masalah yang
menyangkut hak dan wewenang pemerintah dalam mengendalikan tingkah laku dan perbuatan
warganegaranya. Apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh rakyat, biasanya
ditentukan oleh pemerintah dari masing-masing negara. Inilah sebenarnya persoalan mendasar
yang paling penting karena menyangkut kepentingan asasi dari warga negara.
Liberalisme sebagai salah satu filsafat politik dan ideologi besar di dunia memiliki hubungan
yang erat dengan persoalan diatas. Edmun Burke mengemukakan bahwa liberalisme
berhubungan dengan masalah apa yang seharusnya dilakukan oleh negara melalui kebijaksanaan
umum, dan yang seharusnya tidak dilakukan negara untuk memberikan kebebasan kepada
rakyatnya. Pada awal pertumbuhannya, liberalisme sering dikonotasikan dengan kebebasan
individu dalam setiap aspek kehidupan. Inilah arti pentingnya jaminan terhadap hak-hak asasi
manusia sehingga memungkinkan setiap orang dapat mengembangkan potensinya.
Menurut pandangan liberalisme, negara dan politik hanya menempati salah satu bagian dan
bukan persoalan pokok dalam kehidupan manusia. Tujuan negara semata-mata hanya
mempertahankan negara apabila ada gangguan atau serangan dari negara lain. Fungsi negara
tidak lebih dari mempertahankan hukum dan ketertiban masyarakat. Rumusan yang sesuai
dengan cita-cita ini adalah The goverment is the best which governs the best.
Liberalisme memiliki pandangan tersendiri terhadap hak dan kebebasab warganegara. Ia
mendukung pengakuan hak-hak asasi manusia sepanjang tidak mengganggu hak-hak orang lain.
Pandangan ini pada dasarnya sama dengan yang dikembangkan bangsa Indonesia melalui
ideologi pancasila. Dengan demikian, negara paling tidak harus memberikan jaminan kepada
setiap warganegaranya untuk memilih dan menentukan agama dan kepercayaannya sendiri,
berbicara dan mengemukakan pikiran secara bebas, dan untuk bekerja secara bebas sesuai
dengan kemauan dan kemampuannya tanpa campur tangan dari pemerintah.
Filsafat politik liberalisme tertuang dalam Bill of Rights, gagasan konstitusionalisme, ajaran
Separation of Power, dan dimanefestasikan dalam ajaran Checks and Balance. Keempatnya
dimaksudkan untuk memberikan jaminan dan perlindungan terhadap kebebasan individu dari
pelanggaran-pelanggaran yang mungkin dilakukan oleh negara atau pemerintah. Akhirnya,

prinsip-prinsip pengajaran liberalisme telah berkembang menjadi suatu ideologi dalam segala
aspek kehidupan.
Sebagai sebuah ideologi, liberalisme mengembangkan suatu prinsip yang sangat mendasar
sifatnya, seperti: (1) pengakuan terhadap hak-hak asasi kewarganegaraan, (2) memungkinkan
tegaknya tertib masyarakat dan negara atas supermasi hukum, (3) memungkinkan lahirnya
pemerintahan yang demokratis, dan (4) penolakan terhadap pemerintahan totaliter.
Prinsip-prinsip tersebut kemudian diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam
bidang politik, ideologi liberal sangat menekankan pada peranan masing-masing individu.
Karena pentingnya kedudukan individu, pernah berkembang negara hukum yang bertujuan
melindungi individu dari gangguan individu lain. Perkembangan bidang ekoomi juga ditandai
dengan persaingan yang kuat karena masing-masing individu merasa memilki hak untuk
mencapai tujuan sesuai dengan kemampuan dan kekuatannya. Namun, dalam perkembangan
selanjutnya kebebasan ini telah melahirkan sikap imperealistis dan membawa dampak yang
kurang menguntungkan bagi kelompok masyarakat lain. Pendek kata, yang kuat semakin kuat
dan yang lemah semakin terpuruk. Akhirnya, lahirlah kelas-kelas sosial yang pada dasarnya tidak
sesuai dengan prinsip liberalisme.
2.

Komunisme

Menurut teori aslinya, yaitu teori marx, sosialisme dan komunisme tidak akan mungkin bisa
muncul di negara-negara yang tingkat perkembangan ekonominya belum begitu maju. Selain itu,
Marx mengatakan bahwa sistem feodal harus digantikan oleh sistem kapitalis yang ditimbulkan
oleh industrialisasi. Dalam pandangan Marx, sistem kapitalis tersebut bisa mempersiapkan
kerangka landasan untuk datangnya sosialisme dengan melalui dua cara: (1) kapitalisme
memberikan kemungkinan menigkatnya produksi melalui industrialisasi,dan (2) kapitalisme
dapat melahirkan kelas baru, yaitu kelas proletar atau buruh.
Sistem kapitalis itu sendiri, bisa saja dipimpin oleh kelas borjuis dengan satu catatan bahwa kelas
proletar semakin besar jumlahnya. Akhir dari kondisi ini akan melahirkan kekuatan kelas
proletar guna menjatuhkan atau menggantikan kelas borjuis. Dengan demikian, kelas proletar
bisa mewarisi ekonomi yang maju dari praktek kapitalisme. Dengan asumsi bahwa kelas proletar
tersebut akan menggunakan produksi yang tinggi untuk kepentingan mayoritas kelas proletar
dan bukan demi kepentingan minoritas kelas borjuis.
Berangkat dari teori marx tersebut kita memperoleh satu kesan bahwa negara praindustri harus
diindustrilisasikan melalui kapitalis sebelum lahir atau tumbuhnya sosialis. Kondisi semacam
inilah yang memungkinkan kaum proletar menjadi kuat dan dapat merebut kekuasaan dan
menciptakan sosialisme.
Gambaran pada awal abad ke 20 menunjukkan, bahwa negara-negara sosialis adalah negaranegara kapitalis yang paling maju, khususnya jerman dan inggris. Di pihak lain, rusia masih
feodal dengan ekonomi pertaniannya. Di rusia proses industrialisasi baru mulai dan kaum borjuis
masih lemah dibandingkan dengan kaum ningrat yang ada. Meskipun demikian, partai komunis
berhasil merebut kekuasaan di rusia. Sementara di inggris dan jerman, hal yang demikian tidak

terjadi. Satu pertanyaan yang segera mengganggu adalah bagaimana kenyataan berhasilnya
partai komunis di suatu negara yang belum maju dapat disesuaikan dengan teori Marx?
Menurut Marx, datangnya sosialis dapat diibaratkan dengan jatuhnya buah yang matang dari
pohon. Kalau buah sudah matang barulah bisa jatuh. Sementara itu lenin berkeyakinan bahwa
buah itu harus dan dapat direbut. Apabila dikaitkan dengan perkembangan di Rusia belum cukup
matang. Untuk itu sebuah organisasi harus dibentuk dalam upaya merebut kekuasaan. Organisasi
yang dimaksudkan tidak lain dan tidak bukan ialah: Partai Bolshevic atau Komunis.
Partai komunis terdiri dari segolongan kecil orang yang revolusioner dan sangat berdisiplin.
Sehubungan dengan ini, lenin mengatakan bahwa kualitas lebih penting ketimbang kuatintas.
Bahkan, untuk ini partai komunis disebutnya sebagai “ vanguard” atau pelopor kelas proletar.
Menurut Lenin pula orang bisa sering menginsyafi kepentingannya sendiri. Mereka mirip tubuh
tanpa kepala. Untuk ini partai komunis sebagai kepala dari tubuh kelas proletar. Dalam
pandangannya, anggota-anggota Partai Komunis cukup memahami hukum kesejarahan. Dengan
kata lain, mereka cukup memahami bagaimana kelas proletar merupakan kelas yang semestinya
akan berkuasa. Jadi, walaupun banyak anggota partai yang berasal dari cendikiawan daripada
proletar itu sendiri, namun golongan cendikiawan tersebut dapat mewakili kepentingan proletar.
Lenin juga melihat bahwa kelas proletar merupakan kelas yang kecil di Rusia. Oleh karena itu
kelas proletar harus bersatu dengan petani. Persekutuan ini haruslah dipimpin oleh kelas proletar
( dalam hal ini partai komunis). Tugas pertama mereka adalah menjatuhkan rezim feodal,
kendatipun rezim feodal itu sendiri tidak akan diganti oleh rezim borjuis. Menurut lenin, justru
persekutuan yang dipimpin oleh proletar itulah yang harus menunaikan tugas kelas borjuis, yaitu
industrialisasi. Sesudah itu mereka baru dapat menunaikan tugasnya sendiri, yaitu membangun
sosialisme. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa lenin bermaksud menyatukan dua tahapan
yaitu kapitalis dan sosialis.
Dari ulasan yang terakhir, nampak bahwa lenin membuat beberapa revisi yang penting dalam
teori Marxisme. Pertama ia menerima prinsip bahwa arah sejarah bisa dipercepat. Kedua, alat
yang dapat mempercepat sejarah adalah partai komunis yang mewakili kaum proletar,
kendatipun diantara anggotanya terdapat orang-orang yang bukan proletar. Ketiga, lenin
menginsyafi bahwa dalam suatu negara agraris, kelas proletar harus bersekutu dengan kelas
petani. Akhirnya lenin berkesimpulan bahwa partai komunis dapat menjalankan industrialisasi
kendati menurur Marx industrialisasi merupakan tugas kaum borjuis dengan sistem
kapitalismenya.
Revisi-revisi lenin dikembangkan pula oleh Mao Tze Tung. Diatas telah dikatakan bahwa lenin
menciptakan gagasan Vanguard of the Proletariat atau pelopor proletar yang mewakili kelas
proletar, kendatipun ada di antara pemimpin-pemimpinnya yang bukan dari kelas proletar. Di
samping itu, peranan para politisi tidak dapat diabaikan.
Pada mulanya partai komunis cina mengikuti contoh rusia tersebut. Dengan kata lain, semua
partai ini mendasarkan kekuatannya pada kelas proletar dan kelompok cendikiawan di kota-kota
besar. Namun kenyataan yang ada, pada tahun 1927, Chiang Kai-Shek menghancurkan partai
komunis di kota-kota besar. Untuk itu Mao mengembangkan satu pemikiran, bahwa revolusi cina

harus mendasarkan diri pada kelas petani. Atas dasar pertimbangan tersebut Mao membentuk
suatu tentara petani. Satu pertanyaan yang timbul sekarang adalah, bagaimana revolusi yang
diperjuangkan oleh tentara petani itu dapat dikatakan komunis?
Memang lenin membedakan antara pelopor proletar dan kelas proletar itu sendiri. Akan tetapi
bagaimanapun juga keduanya saling bersangkutan sangat erat. Ada orang-orang proletar yang
menjadi anggota partai komunis, dan partai komunis berpusat di kota-kota besar sehingga
pemimpin-pemimpin dapat berhubungan secara kontinyu dengan kelas proletar.
Sebelumnya Mao hanya membawa gagasan lenin sampai logical conclution saja. Kalau pelopr
proletar memahami kepentingan proletar dengan lebih jelas dari orang proletar itu sendiri,
apakah pelopor tersebut tersangkut-paut secara fisik dengan proletar atau tidak, bukanlah
persoalan yang penting. Pokoknya pelopor itu, tidak lain adalah partai komunis yang dianggap
mewakili kelas proletar. Jadi walaupun tentara Mao terdiri dari petani dan bukan proletar, akan
tetapi ia mewakili proletar. Dengan demikian boleh dikatakan bahwa revolusi cina dipimpin juga
oleh kelas proletar.
Revolusi Mao adalah bertujuan menjangkau “demokrasi rakyat”. Jika demokrasi rakyat sudah
dapat dicapai, maka sudah tidak perlu memasuki tahap kapitalisme. Jadi perkembangan
masyarakat harus melewati tahap feodalisme menuju demokrasi rakyat, kemudian memasuki
sosialisme, dan akhirnya terwujudlah komunisme.
Demokrasi rakyat diperjuangkan oleh suatu aliansi yang terdiri dari kelas –kelas proletar, petani,
borjuis kecil, dan borjuis nasional (kaum kapitalis yang menentang atau tidak bekerja sama
dengan imperealis) aliansi tersebut dipimpin oleh kaum proletar. Untuk ini Mao mengatakan
bahwa revolusi ala cina cocok dengan kondisi negara-negara baru.
Sejak tahun 1961, uni sovyet menganjurkan sebuah jalan yang sedikit berbeda untuk negaranegara baru. Menurut Uni sovyet negara-negara baru harus mencapai apa yang disebut
“demokrasi nasional”. Aliansi yang memperjuangkan demokrasi nasional terdiri dari keempat
kelas yang juga memasuki aliansi untuk demokrasi rakyat. Tetapi aliansi demokrasi nasional
tidak dipimpin oleh kelas proletar, yaitu partai komunis. Partai komunis dianjurkan untuk
bekerjasama dengan pemimpin nasional lain dan berusaha menguasai golongan lain.
Dengan demikian, jelas bahwa teori komunis tentang berkembangnya gerakan komunis di
negara-negara baru agar berbeda dengan teori aslinya yang dikemukakan Marx. Teori komunis
sudah disesuaikan dengan realita di negara-negara baru, yaitu bahwa sebagian besar rakyat
bukan kaum proletar tetapi petani. Tetapi kaum petani tersebut tidak dapat memimpin suatu
revolusi. Pemimpin-pemimpinnya yang tergabung dalam partai komunis, sebenarnya berasal dari
kelas cendikiawan, dan bukan proletar. Jadi di negara-negara baru gerakan komunis yang
berhasil terdiri dari cendikiawan dan petani. Peranan proletar boleh dikatakan tidak begitu
menonjol.
Kelihatan teori tersebut terlalu dibuat-buat. Oleh karena itu kita perlu melihat faktor-faktor lain
yang mempengaruhi berkembangnya gerakan komunis. Salah satu pendapat yang sering
diutarakan tentang berkembangnya gerakan komunis di negara-negara baru adalah bahwa

komunisme merupakan akibat kemiskinan. Kalau rakyat hidup dalam kemiskinan dan
kesengsaraan, maka hal ini merupakan keadaan yang subur bagi komunisme. Secara logis
pendapat ini masuk akal. Semestinya yang paling miskin menjadi yang paling kurang puas
sehingga tidak mungkin mengikuti gerakan komunis yang ingin merombak masyarakat secara
keseluruhan.
Akan tetapi, dalam prakteknya tidak selalu demikian. Misalnya, di india tidak semua daerah yang
paling terbelakang mendukung komunis. Justru di daerah-daerah yang paling terbelakang,
petani-petani berpikiran paling tradisional. Kalau kita melihat negara-negara yang paling
tradisional seperti saudi arabia, meskipun rakyat miskin sekali tetapi tidak ada gerakan komunis.
Seringkali sikap narimo (menerima dengan pasrah) sangat kuat diantara orang yang miskin
sekali. Jadi bukanlah kemiskinan sendiri yang menimbulkan gerakan komunis.
Ada sebuah teori tentang timbulnya gerakan komunis yang berdasarkan pada proses
detradisional. Komunisme tidak dipandang sebagai reaksi terhadap kemiskinan melainkan
sebagai reaksi terhadap perubahan yang terlalu pesat dan kurang teratur. Dalam masyarakat
tradisional semua orang merasa sebagai bagian dari masyarakat. Mereka mempunyai suatu
kedudukan yang tidak dapat dirubah sehingga merasa aman. Secara ekonomis orang menderita,
tetapi penderitaannya diterima sebagai nasib. Tetapi sesudah masyarakat dipengaruhi
modernisasi, masyarakat tradisional seringkali dikacaukan melalui meluasnya komunikasi,
penjajahan, pendidikan modern, industri modern, dan lain-lain. Setelah dipengaruhi oleh
modernisasi mereka dapat melihat cara-cara kehidupan lain yang merupakan alternatif yang
kelihatan bagus. Orang-orang menjadi kurang puas dan frustasi. Ketidakpuasan dan frustasi ini
dapat dilihat dari dua sisi. Pertama, orang-orang berfrustasi secara materiil. Mereka ingin
menjadi kaya seperti orang lain. Kedua, mereka frustasi dengan nilai-nilai baru. Pada zaman
yang kacau, orang perlu ideologi yang dapat menerangkan tentang dunia modern yang kelihatan
kacau. Sering kepercayaan agama tidak cukup meyakinkan, sehingga orang tidak saja memberi
jalan untuk menjadi kaya tetapi juga sebagai pegangan yang dapat meredakan ketakutan akan
kekacauan di dunia modern.
3.

Fasisme

Istilah fasisme dikembangkan dari istilah latin “fasces” yang merupakan simbol kekuasaan pada
jaman romawi kuno. Di italia dikenal pula istilah “fascio” dengan arti dan konotasi yang sama.
Fasisme sebagai gerakan politik muncul di italia setelah perang dunia I dan sempat menguasai
negara itu dari tahun 1922 sampai dengan tahun 1943. Tetapi sebelum itu, telah dikenal istilah
“fasci” yang sering diartikan sebagai kelompok politik yang memperjuangkan tujuan-tujuan
tertentu. Fasisme sebagai gerakan politik lebih eksklusif sifatnya setelah dikaitkan dengan
gerakan-gerakan yang diorganisir oleh benito mussolini pada tahun 1919.
Dalam banyak hal, fasisme yang dikembangkan Mussolini dan Nazisme oleh Hitler sangat
dipengaruhi oleh pemikiran Fichte dan Hegel. Dalam hubungan ini bisa dikatakan bahwa fasisme
tidak lain merupakan perkembangan radikal dari teori negara Hegel. Dalam suatu kesempatan,
Hegel pernah mengemukakan bahwa pengorbanan yang diberikan individu kepada negaranya
merupakan ikatan substansial antara negara dengan seluruh anggotanya. Dengan demikian,
pengorbanan tersebut dapat dipandang sebagai manifestasi dari tugas individu kepada bangsa

dan negaranya. Fasisme juga cenderung menganut moralisme ideal yang selalu didengungkan
Hegel dan diperjuangkan pula oleh kant, Fichte, Green, Calyle, ataupun Mazzini. Sesuai dengan
ajaran tersebut orang seyogyanya lebih menuntut kebajikan daripada memenuhi kesenangan
pribadi. Ia harus lebih mementingkan tugas dan kewajibannya daripada menuntut hak sematamata, dan pengorbanan diri atas nama masyarakat tidak harus dilaksanakan atas dasar
kepentingan diri sendiri (selfinterest).
Bertitik tolak dari pemikiran-pemikiran itulah, fasisme dan nazisme memandang liberalisme
sebagai satu ajaran dan gerakan yang lebih berorientasi kepada pemuasan kebutuhan materiel
dengan mengabaikan soal-soal moral dan spiritual. Sebaliknya, fasisme menganggap ideologi
mereka lebih mendasarkan diri pada nilai-nilai spiritual dan loyalitas daripada sekedar
pemenuhan kebutuhan perseorangan. Selain itu fasisme bukanlah ideologi yang bersifat
dogmatis dan kaku, akan tetapi merupakan ideologi yang luwes dimana ajaran-ajarannya
diterima sebagai suatu kenyataan darurat sesuai dengan suasana yang ada dalam masyarakat dan
negara yang ada. Hakikat fasisme adalah kepercayaan dan instink, dan bukannya akal atau
ajaran.
Fasisme menolak dengan tegas gerakan Pasifisme, akan tetapi lebih menyukai bentuk-bentuk
kekerasan. Mereka juga menolak demokrasi dan liberalisme dengan segala macam pranata
pendukungnya. Sebaliknya fasisme cenderung mendekati nasionalisme dan imperealime, serta
lebih tertarik kepada tradisi-tradisi jaman romawi.
Negara dalam pandangan fasis dianggap terlepas dan ada diatas setia perintah moral. Negara
berdiri diatas semua individu dan mempunyai nilai yang lebih tinggi dibanding individu.
Kebebasan individu dibatasi untuk memberikan perhatian sepenuhnya terhadap negara. Negara
adalah diatas segala-galanya. Negara mempunyai peranan sangat penting dalam membentuk
individu-individu yang tercakup didalamnya. Untuk itu negara harus melakukan pengawasan
mutlak kepada setiap aspek kehidupan individu, yang meliputi pendidikan, kehidupan ekonomi,
dan memaksakan tercapainya keselarasan antara kerja dan modal. Dari segi inilah nampak bahwa
fasisme menolah sosialisme-Maxist maupun kapitalisme. Dibawah fasisme hak milik
perseorangan dipertahankan sepanjang pemakainya diletakkan dibawah kekuasaan negara.
Perang dunia I, dalam mana italia baru terlibat pada tahun 1915, ternyata banyak memerlukan
waktu dan biaya yang lebih besar dari yang diperkirakan sebelumnya. Kendati demikian, italia
sendiri boleh dikatakan tidak memperoleh keuntungan sebagaimana yang diharapkan, malahan
membawa berbagai ekses dalam kehidupan masyarakat dan negaranya. Perang yang
berkepanjaangan dan menghabiskan biaya besar tersebut, banyak menimbulkan keresahan dalam
berbagai kalangan.
Sejalan dengan itu banyak pemikiran dan gagasan dilontarkan orang, dan tidak sedikit pula
usaha-usaha yang dilakukan untuk mencoba mengatasi keadaan tersebut. Namun demikian,
usaha tersebut tidaklah semudah yang diperkirakan orang. Banyak tantangan berat yang harus
dihadapi, terlebih lagi dengan melihat struktur ekonomi negara yang sudah sedemikian parah,
serta tersendat-sendatnya pelaksanaan sistem demokrasi. Tantangan-tantangan tersebut lebih
diperberat lagi dengan belum berhasilnya parlemen melaksanakan tugas-tugasnya dengan
memuaskan.

Konsekuensi logis dari krisis semacam itu, adalah timbulnya berbagai organisasi ataupun
gerakan politik yang bersifat ilegal. Dan muncul kekhawatiran baru di kalangan menengah ke
atas akan kemungkinan masuknya komunisme yang biasanya lebih berhasil dalam situasi
semacam itu. Saat-saat seperti itu, banyak perhatian mulai diarahkan kepada diri Benito
Mussolini, yang pada masa-masa sekitr itu boleh dianggap sebagai salah seorang tokoh
terkemuka dalam gerakan sosialis italia sampai dengan tahun 1914 yang membawa negara
tersebut masuk dalam kancah perang dunia I.
Dalam bulan maret 1919, Mussolini mengorganisir gerakan yang disebut “Fasci di
Comattimento”. Pada masa-masa awal pendiriannya, organisasi tersebut hanya memperoleh
sedikit kemajuan. Bahkan dalam pemilihan bulan november 1919, misalnya, Mussolini secara
tragis mengalami kekalahan di milan yang sebenarnya dianggap sebagai basisnya. Akan tetapi
bermula pada kegagalan tersebut, masa-masa berikutnya diisi dengan segala keberhasilan. Pada
bulan oktober 1922 Mussolini dengan Fasci-nya benar-benar bisa menguasai jaringan politik di
italia.
Dengan hanya bersandar pada berbagai pernyataan Mussolini, sulit bagi kita untuk memperoleh
gambaran apa sebenarnya yang dikendaki oleh fasisme di masa-masa yang akan datang. Akan
tetapi secara umum dapat ditarik satu pengertian bahwa dalam jangka pendek fasisme ingin
segera memulihkan kondisi yang ada pada saat itu. Asisme bukan sekedar sistem pemikiran yang
terintegrasi, akan tetapi secara gradualmenjelma sebagai respon terhadap situasi dan kondisi
yang sudah berlangsung. Hal yang demikian ini sangat wajar apabila kita tilik dari kelahiran
fasisme itu sendiri.
Lebih jauh dikemukakan, bahwa konflik antar kelas sosial dalam satu negara sebenarnya hanya
membuang-buang tenaga dan memperlemah energi nasional yang justru sangat diperlukan dalam
perjuangan menghadapi negara lain. Dalam pandangan fasisme, bangsa adalah realitas politik
yang hidup, dalam mana setiap individu mengembangkan dirinya sendiri. Usaha-usaha
perdamaian antar bangsa yang dilansir di masa-masa lalu oleh Liga Bangsa Bangsa hanya
dipandang sebelah mata dan bahkan dianggap sebagai impian kaum utopis yang berlebihan.
Cara pandang seperti itu mau tidak mau memberikan justifikasi terhadap upaya pengembangan
konsep kekuatan, kekerasan dan bahkan brutalitas. Dan memang konsep-konsep inilah yang
nampaknya cukup dominan dalam ajaran fasis. Cara pandang semacam itu juga mempunyai
konsekuensi dalam hal penyikapan terhadap eksistensi negara yang ternyata lebih mengarahkan
kepada pengembangan totalitarian anti demokrasi. Negara dipandang sebagai perwujudan
tertinggi dari bangsa. Untuk itu kepentingan semua individu harus disubordinasikan demi
kekuatan dan kemulian negara. Negara mempunyai hak untuk mengadakan pengawasan dan
mengatur semua aktivitas anggota-anggotanya. Hal yang terakhir berbuntut pada upaya
pemberangusan segala bentuk oposisi dan dilegalisirnya negara satu partai. Struktur partai
bertumpu pada alur hierarkis, dimana otoritas langsung mengalir sari atas. Secara demikian caracara diktatur adalah satu hal yang tidak bisa dihindarkan dan boleh dikatakan sebagai
konsekuensi logis dari struktur partai semacam itu. Fasisme juga menggunakan konsep
“corporate state”, dimana setiap kelompok fungsional dalam masyarakat hanya boleh diwakili
oleh satu organisasi yang nota bene harus direstui oleh pemerintah. Dengan demikian pemerintah
lebih mudah mengendalikan segala bentuk gerakan rakyat.

4.

Ideologi Pancasila

Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup sekaligus juga sebagai ideologi negara.
Sebagai ideologi negara berarti bahwa pancasila merupakan gagasan dasar yang berkenaan
dengan kehidupan negara. Sebagaimana setiap ideologi memiliki konsep mengenai wujud
masyarakat yang di cita-citakan, begitu juga dengan ideologi pancasila. Masyarakat yang di citacitakan dalam ideologi pancasila ialah masyarakat yang dijiwai dan mencerminkan nilai-nilai
dasar yang terkandung dalam pancasila, yaitu masyarakat yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan serta bertoleransi, menjunjung tiggi nilai-nilai kemanusiaan, masyarakat yang bersatu
dalam suasana perbedaan, berkedaulatan rakyat dengan mengutamakan musyawarah, serta
masyarakat yang berkeadilan sosial. Hal itu berarti bahwa pancasila bukan hanya sesuatu yang
bersifat setatis melandasi berdirinya negara Indonesia, akan tetapi pancasila juga membawakan
gambaran mengenai wujud masyarakat terteentu yang diinginkan serta prinsip-prinsip dasar yang
harus diperjuangkan untuk mewujudkanya.
Pancasila sebagai ideologi negara membawakan nilai-nilai tertentuyang digali dari realitas sodio
budaya bangsa Indonesia. Oleh karena itu maka ideologi pancasila membawakan kekhasan
tertentu yang membedakannya dengan ideologi lain. Kekhasan itu adalah keyakinan adanya
Tuhan Yang Maha Esa, yang membawa konsekuensi keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa. Kemudian juga penghargaan akan harkat dan martabat kemanusiaan, yang
diwujudkan dengan penghargaan terhadap hak azasi manusia dengan memperhatikan prinsip
keseimbangan antara hak dan kewajiban. Kekhususan yang lain adalah bahwa ideologi pancasila
menjunjung tinggi persatuan bangsa itu diatas kepentingan pribadi, kelompok, atau golongan.
Berikutnya dalah kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang didasarkan pada prinsip
demokrasi dengan penentuan keputusan bersama yang diupayakan sejauh mungkin melalui
musyawarah untuk mencapai kata mufakat. Satu hal lagi yaitu keinginan untuk mewujudkan
keadilan dalam kehidupan bersama seluruh masyarakat Indonesia.
Kalau setiap ideologi mendasarkan diri pada sistem filsafat tertentu yang berisi pandangan
mengenai apa dan siapa manusia, kebebasan pribadi serta keselarasan hidup bermasyarakat;
ideologi pancasila mendasarkan diri pada sistem pemikiran filsafat pancasila, yang didalamnya
juga mengandung pemikiran mendasar mengenai hal tersebut.
E.

Pancasila sebagai Ideologi Terbuka

Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia mengandung nilai-nilai dan gagasan-gagasan dasar
yang dapat dilihat dalam sikap, perilaku, dan kepribadian bangsa Indonesia. Pancasila sebagai
ideologi bersifat khas sebagai refleksi perilaku bangsa Indonesia dan tercermin dalam setiap segi
kehidupannya. Nilai-nilai dasar tersebut bersifat dinamis. Artinya, upaya pengembangan sesuai
dengan perubahan dan tuntutan masyarakat bukan sesuatu yang tabu sehingga nilai-nilai dasar itu
tidak menjadi beku, kaku, dan melahirkan sikap fanatik yang tidak logis. Atas dasar pemikiran
tersebut, bangsa indonesia telah menetapkan pancasila sebagai ideologi terbuka.
Menurut alfian, suatu ideologi yang baik harus mengandung tiga dimensi agar supaya dapat
memelihara relevansinya yang tinggi terhadap perkembangan aspirasi masyarakat dan tuntutan
perubahan zaman. Kehadiran tiga dimensi yang saling berkaitan, saling mengisi, dan saling

memperkuat itu menjadikan suatu ideologi yang kenyal dan tahan uji dari masa ke masa. Ketiga
dimensi yang harus dimiliki oleh setiap ideologi yang terbuka adalah: (1) dimensi realitas, (2)
dimensi idealitas, dan (3) dimensi fleksibilitas/pengembangan (Oetojo Oesman dan Alfian, 1993:
192).
Dimensi-dimensi diatas dapat dijelaskan secara rinci sebagai berikut:
1.

Dimensi realitas

Ideologi merupakan nilai-nilai dasar yang bersumber dari nilai-nilai yang hidup didalam
masyarakatnya, terutama pada waktu ideologi itu lahir. Dengan demikian, masyarakat
pendukung ideologi tersebut dapat merasakan dan menghayati bahwa nilai-nilai dasar itu
merupakan milik mereka bersama. Dengan kata lain, nilai-nilai dasar yang terkristalisasi sebagai
ideologi benar-benar tertanam dan berakar dalam kehidupan masyarakatnya.
2.

Dimensi idealitas

Ideologi harus mengandung cita-cita yang ingin dicapai dalam berbagai bidang kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, da bernegara. Dengan demikian, bangsa yang memiliki ideologi
adalah bangsa yang telah mengetahui kearah mana mereka akan membangun bangsa dan
negaranya.
3.

Dimensi fleksibilitas

Ideologi harus memberikan ruang yang memungkinkan berkembangnya pemikiran-pemikiran
baru tentang ideologi tersebut, tanpa menghilangkan hakikat yang terkandung di dalamnya.
Dimensi flesibilitas atau dimensi pengembangan hanya mungkin dimiliki secara wajar dan sehat
oleh suatu ideologi yang terbuka atau ideologi yang demokratis.
Ideologi terbuka adalah ideologi yang dapat berinteraksi dengan perkembangan zaman, dan
adanya dinamika internal. Dinamika internal tersebut memberi peluang kepada penganutnya
untuk mengembangkan pemikiran-pemikiran baru yang relevan dan sesuai dengan
perkembangan dari masa ke masa. Dengan demikian, ideologi tersebut tetap aktual, selalu
berkembang dan dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakat.
Penegasan pancasila sebagai ideologi terbuka, bukan saja merupakan penegasan kembali pola
pikir