Behaviorisme adalah teori perkembangan p

Behaviorisme adalah teori perkembangan perilaku, yang dapat diukur, diamati dan dihasilkan
oleh respons pelajar terhadap rangsangan. Tanggapan terhadap rangsangan dapat diperkuat
dengan umpan balik positif atau negatif terhadap perilaku kondisi yang diinginkan. Hukuman
kadang-kadang digunakan dalam menghilangkan atau mengurangi tindakan tidak benar,
diikuti dengan menjelaskan tindakan yang diinginkan.
Pendidikan behaviorisme merupakan kunci dalam mengembangkan keterampilan dasar dan
dasar-dasar pemahaman dalam semua bidang subjek dan manajemen kelas. Ada ahli yang
menyebutkan bahwa teori belajar behavioristik adalah perubahan perilaku yang dapat
diamati, diukur dan dinilai secara konkret.
Ciri dari teori belajar behaviorisme adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil,
bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi
atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil
belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah
munculnya perilaku yang diinginkan. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa
tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah hasil
belajar.

Dalam hal konsep pembelajaran, proses cenderung pasif berkenaan dengan teori behavioris.
Pelajar menggunakan tingkat keterampilan pengolahan rendah untuk memahami materi dan
material sering terisolasi dari konteks dunia nyata atau situasi. Little tanggung jawab
ditempatkan pada pembelajar mengenai pendidikannya sendiri.

Ada beberapa tokoh teori belajar behaviorisme. Tokoh-tokoh aliran behavioristik tersebut
antaranya adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Berikut
akan dibahas karya-karya para tokoh aliran behavioristik dan analisis serta peranannya dalam
pembelajaran.

Teori Belajar Behaviorisme
1. Teori Belajar Menurut Thorndike
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus
adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal
lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang
dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau
gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud
konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati.
Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat
menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori
Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme (Slavin, 2000).
Ada tiga hukum belajar yang utama, menurut Thorndike yakni (1) hukum efek; (2) hukum
latihan dan (3) hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga hukum ini menjelaskan
bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon.


2. Teori Belajar Menurut Watson
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun
stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi
walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama
proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu
diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena
kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang
sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan
diukur.
3. Teori Belajar Menurut Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk
menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles
Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat
terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull
mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction)
adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga
stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan
biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam.
Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi
biologis (Bell, Gredler, 1991).

4. Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus
yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan
yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan
respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir
yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat
terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan
jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat
sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi
stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga
percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar.
Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku
seseorang.
Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat.
Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru
tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).
5. Teori Belajar Menurut Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para
tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun
lebihkomprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi

melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah
laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya

respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang
diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon
yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi.
Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin,
2000). Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus
memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep
yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon
tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan
mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya
masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.
Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori
dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini
menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori
behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar
sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill
atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement
dan akan menghilang bila dikenai hukuman.

Aplikasi teori belajar behaviorisme dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa
hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan
fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori
behaviorisme memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah.
Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan,
sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang
yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur
pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah,
sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik
struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama
terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru
itulah yang harus dipahami oleh murid.
Metode behaviorisme ini sangat cocok untuk perolehan kemampaun yang membuthkan
praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti : Kecepatan, spontanitas,
kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing,
mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini
juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran
orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan
bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
Read more: TEORI BELAJAR >> Teori Belajar Behaviorisme


Secara umum terdapat ada tiga jenis teori belajar yang telah dikenal, yaitu teori belajar
Behavioristik, Kognitif dan teori belajar Konstruktivistik. Namun pada pembahasan kali ini,
akan disampaikan pembahasan mengenai teori belajar kognitif. Teori belajar ini tidak sama
dengan teori belajar behavioristik.
Teori kognitif lebih mementingkan sebuah proses belajar dari pada hasil dari belajar itu
sendiri. Untuk penganut aliran kognitif mengungkapkan bahwa belajar bukanlah sekedar
melibatkan hubungan diantara respon dan stimulus. Berbeda dengan model belajar
behavioristik yang mempelajari setiap proses belajar hanya menjadi hubungan stimulusrespon.
Pada model belajar kognitif adalah suatu bentuk teori belajar yang sering disebut dengan
model perseptual. Belajar kognitif menyatakan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh
pendangan serta pemahamannya mengenai situasi yang berhubungan dengan tujuan belajar
mereka. Belajar adalah perubahan pandangan dan pemahaman yang
tidak selalu bisa terlihat sebagai perilaku yang nampak.
Teori belajar kognitif juga menekankan pada bagian-bagian atas situasi yang saling berkaitan
dengan konteks situasi itu sendiri. Membagi-bagi atau memisahkan situasi atau materi
pelajaran kedalam komponen-komponen yang lebih kecil serta mempelajarinya dengan cara
terpisah bisa menyebabkan kehilangan arti. Pandangan akan teori ini bahwa belajar adalah
suatu proses didalam yang melingkupi memory, retensi, pengolahan informasi, emosi dan
aspek kejiwaan yang lain.

Belajar adalah kegiatan yang melibatkan kompleksnya proses berpikir. Belajar terjadi antara
lain meliputi pengaturan stimulus yang didapat dan disesuaikan dengan struktur kognitif yang
sudah dipunyai dan terbentuk dalam pikiran seseorang atas dasar pemahaman dan
pengalaman. Teori belajar kognitif menerangkan belajar dengan cara fokus pada perubahan
proses jiwa dan struktur yang terjadi sebagai akibat dari usaha untuk memahami kehidupan.
Teori kognitif yang dipakai untuk menerangkan tugas yang sederhana seperti mengingat
nomor telepon dan kompleks dan memesahkan masalah yang tidak jelas.
Ada empat prinsip dasar teori kognitif yaitu pembelajar aktif dalam usaha untuk memahami
pengalaman, pemahaman bahwa murid meningkatkan tergantung pada apa yang sudah
mereka ketahui, belajar membangun pengertian dari pada catatan, belajar merupakan
perubahan dalam struktur jiwa seseorang.
- See more at: http://koffieenco.blogspot.com/2013/07/teori-belajarkognitif.html#sthash.CllLQ305.dpuf

3.1 Kesimpulan


Belajar kognitif memandang belajar sebagai proses pemfungsian unsur- unsur kognisi,
teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi
dalam akal pikiran manusia.




Yang termasuk teori belajar kognitif adalah teori belajar Pengolahan Informasi, dan teori
belajar Kontruktivisme.



Slavin menyarankan 3 strategi belajar efektif,

yaitu membuat catatan, belajar

kelompok, menggunakan metode PQ4R (preview, question, read, reflect, recite, review).


Menurut Jean Piaget, bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yaitu,
Asimilasi, Akomodasi.



Ausubel mengidentifikasikan empat kemungkinan tipe belajar, yaitu, Belajar dengan

penemuan yang bermakna, Belajar dengan ceramah yang bermakna, Belajar dengan
penemuan yang tidak bermakna, Belajar dengan ceramah yang tidak bermakna.



Dalam teori belajar, Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik
dan kreatif jika melakukan tiga tahap yaitu, tahap informasi, tahap transformasi, evaluasi.



Adapun tahap – tahap perkembangan dalam Teori Kognitif

yaitu, Enaktif, Ikonik,

Simbolik.

.2 Tokoh-tokoh Teori Belajar Kognitif
1. Jean Piaget
Menurut Jean Piaget, bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yaitu :
a. Asimilasi yaitu proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang

sudah ada dalam benak siswa. Contoh, bagi siswa yang sudah mengetahui prinsip
penjumlahan, jika gurunya memperkenalkan prinsip perkalian, maka proses pengintegrasian
antara prinsip penjumlahan (yang sudah ada dalam benak siswa), dengan prinsip perkalian
(sebagai informasi baru) itu yang disebut asimilasi.
b. Akomodasi yaitu penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Contoh, jika siswa
diberi soal perkalian, maka berarti pemakaian (aplikasi) prinsip perkalian tersebut dalam
situasi yang baru dan spesifik itu yang disebut akomodasi.
c. Equilibrasi (penyeimbangan) yaitu penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan
akomodasi. Contoh, agar siswa tersebut dapat terus berkembang dan menambah ilmunya,
maka yang bersangkutan menjaga stabilitas mental dalam dirinya yang memerlukan proses
penyeimbangan antara “dunia dalam” dan “dunia luar”.
Proses belajar yang dialami seorang anak pada tahap sensori motorik tentu lain dengan
yang dialami seorang anak yang sudah mencapai tahap kedua (pra-operasional) dan lain lagi
yang dialami siswa lain yang telah sampai ke tahap yang lebih tinggi (operasional kongrit dan

operasional formal). Jadi, secara umum, semakin tinggi tingkat kognitif seseorang, semakin
teratur (dan juga semakin abstrak) cara berfikirnya.
Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan
tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk
melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman

sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan
rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif,
mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
2. David Ausubel
Menurut Ausubel, siswa akan belajar dengan baik jika “pengatur kemajuan (belajar)”
didefinisikan dan dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa. Pengatur kemajuan
belajar adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi (mencakup) semua isi pelajaran
yang akan diajarkan kepada siswa. David Ausubel merupakan salah satu tokoh ahli psikologi
kognitif yang berpendapat bahwa keberhasilan belajar siswa sangat ditentukan oleh
kebermaknaan bahan ajar yang dipelajari. Ausubel menggunakan istilah “pengatur lanjut”
(advance organizers) dalam penyajian informasi yang dipelajari peserta didik agar belajar
menjadi bermakna. Selanjutnya dikatakan bahwa “pengatur lanjut” itu terdiri dari bahan
verbal di satu pihak, sebagian lagi merupakan sesuatu yang sudah diketahui peserta didik di
pihak lain. Dengan demikian kunci keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan
ajar yang diterima atau yang dipelajari oleh siswa.. Ausubel tidak setuju dengan pendapat
bahwa kegiatan belajar penemuan lebih bermakna dari pada kegiatan belajar. Dengan
ceramahpun asalkan informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi penyajiannya
sistimatis akan diperoleh hasil belajar yang baik pula. Ausubel mengidentifikasikan empat
kemungkinan tipe belajar, yaitu:
a.

Belajar dengan penemuan yang bermakna.

b. Belajar dengan ceramah yang bermakna.
c.

Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna.

d. Belajar dengan ceramah yang tidak bermakna.
Dia berpendapat bahwa menghafal berlawanan dengan bermakna, karena belajar dengan
menghafal, peserta didik tidak dapat mengaitkan informasi yang diperoleh itu dengan
pengetahuan yang telah dimilikinya. Dengan demikian bahwa belajar itu akan lebih berhasil
jika materi yang dipelajari bermakna.

3. Jerome Bruner
Menurut Bruner, pembelajaran hendaknya dapat menciptakan situasi agar mahasiswa
dapat belajar dari diri sendiri melalui pengalaman dan eksperimen untuk menemukan
pengetahuan dan kemampuan baru yang khas baginya. Dari sudut pandang psikologi kognitif,
bahwa cara yang dipandang efektif untuk meningkatkan kualitas output pendidikan adalah
pengembangan program-program pembelajaran yang dapat mengoptimalkan keterlibatan
mental intelektual pembelajar pada setiap jenjang belajar. Sebagaimana direkomendasikan
Merril, yaitu jenjang yang bergerak dari tahapan mengingat, dilanjutkan ke menerapkan,
sampai pada tahap penemuan konsep, prosedur atau prinsip baru di bidang disiplin keilmuan
atau keahlian yang sedang dipelajari.
Dalam teori belajar, Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan
baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu.
Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga tahap itu adalah: (1) tahap
informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru, (2) tahap
transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta
mentransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain,
dan (3) evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi
benar atau tidak. Bruner mempermasalahkan seberapa banyak informasi itu diperlukan agar
dapat ditransformasikan . Perlu Anda ketahui, tidak hanya itu saja namun juga ada empat
tema pendidikan yaitu:
a.

Mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan.

b. Kesiapan (readiness) siswa untuk belajar.
c.

Nilai intuisi dalam proses pendidikan dengan intuisi.

d. Motivasi atau keinginan untuk belajar siswa, dan cara untuk memotivasinya.
Dengan demikian Bruner menegaskan bahwa mata pelajaran apapun dapat diajarkan
secara efektif dengan kejujuran intelektual kepada anak, bahkan dalam tahap perkembangan
manapun. Bruner beranggapan bahwa anak kecilpun akan dapat mengatasi permasalahannya,
asalkan dalam kurikulum berisi tema-tema hidup, yang dikonseptualisasikan untuk menjawab
tiga pertanyaan. Berdasarkan uraian di atas, teori belajar Bruner dapat disimpulkan bahwa,
dalam proses belajar terdapat tiga tahap, yaitu informasi, trasformasi, dan evaluasi. Lama
tidaknya masing-masing tahap dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain banyak
informasi, motivasi, dan minat siswa.

4. Mex Wertheimenr
Psikologi mulai berkembang dengan lahirnya teori belajar Gestalt. Peletak dasar pisiologi
Gestalt adalah Mex Wertheimenr tahun1880-1943 yang meneliti tentang pengamatan
dalam problem solving. Dari pengamatannya ia sangat menyesalkan penggunaan metode
menghafal disekolah dan menghendaki agar murid belajar dengan pengertian bukan hafalan
akademis (dalam Riyanto,2002).
Gestalt dalam bahasa Jerman, berarti “Whole Configuration” atau bentuk yang utuh, pola,
kesatuan, dan keseluruhan lebih dari bagian-bagian. Dalam belajar, siswa harus mampu
menangkap makna dari hubungan antara bagian yang satu dengan bagian Yanng lainnya.
Pemaknaan makna dari hubungan inilah yang disebut memahami, mengerti atau insight.
Menurut pandangan Gestalt, semua kegiatan belajar menggunakan insight atau pemahaman
mendadak terhadap hubungan-hubungan, terutama hubungan antara bagian dan keseluruhan.
Suatu konsep yang terpenting dalam teori Gestalt adalah tentang pengamatan dan
pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antara bagian-bagian dalam suatu
situasi permasalahan. Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan teori Gestalt guru tidak
memberikan potongan-potongan atau bagian-bagian bahan ajaran, tetapi selalu satu kesatuan
yang utuh.Guru memberikan suatu kesatuan situasi atau bahan yang mengandung persoalanpersoalan, dimana anak harus berusaha menemukan hubungan antar bagian.
Menurut teori Gestalt ini pengamatan manusia pada awalnya bersifat global terhadap
objek-objek yang dilihat, karena itu belajar harus dimulai dari keseluruhan, baru kemudian
berproses kepada bagian-bagian. Pengamatan artinya proses menerima, menafsirkan dan
memberi arti rangsangan yang masuk melalui indra-indra seperti mata dan telinga.
5. Kohler
Teori yang disampaikan oleh Kohler berdasarkan pada penelitiannya pada seekor
monyetnya dipulau Cannary yang dikembangkan dari teori Gestalt. Kohler menyatakan
bahwa belajar adalah serta mencapainya, hasil adalah proses yang didasarkan ada insight.
6. Kurt Lewin
Kurt Lewin, mengembangkan suatu teori belajar Conitive-Field dengan menaruh
perhatian kepada kepribadian dan pisikologi sosial. Menurut Lewin, belajar berlangsung
sebagai akibat dari perubahan dalam struktur kognitif. Lewin berpendapat bahwa tingkah

laku merupakan hasil interaksi antar kekuatan baik yang berasal dari individu seperti tujuan,
kebutuhan tekanan kejiwaan maupun yang berasal dari luar individu seperti tantangan dan
permasalahan.1[2]

2.3 Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Kognitif
Teori belajar kognitif lebih memetingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Yang
berbeda dari teori belajar kognitif ini adalah bahwa belajar tidak sekedar melibatkan
hubungan antara stimulus dan respon.
Adapun Kelebihan teori Kognitif adalah sebagai berikut:
1. Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah (problem solving)
2. Dapat meningkatkan motivasi.
Sedangkan Kekurangan teori kognitif adalah sebagai berikut :
1. Untuk teori belajar kognitif ini keberhasilan sebuah pembelajaran tidak dapat

diukur hanya

dengan satu orang siswa saja , maksudnya kemampuan siswa harus diperhatikan. Apabila kita
menekankan pada keaktifan siswa, dan tidak dapat dipungkiri ada saja siswa yang tidak aktif
dalam menanggapi suatu pelajaran, otomatis pembelajaran ini tidak akan berhasil secara
menyeluruh guru juga dituntut untuk mengikuti keaktifan siswa, kionsekuensinya adalah
guru harus rajin mempelajari hal-hal baru yang mungkin
2.

Konsekuansinya terhadap lingkungan adalah fasilitas-fasilitas dalam lingkungan juga harus
mendukung, agar siswa semakin yakin dengan apa yang telah mereka pelajari .
Implikasi Perkembangan Kognitif:

1.

Memperhatikan usia siswa akan membantu guru dalam menjelaskan sebuah bahan pelajaran
dengan baik, misalnya anak usia pra sekolah dan awal sekolah lebih baik diajarkan dengan
menggunakan contoh-contoh kongkret .

2.

Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru
mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.

3. . Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik.
1

4.

Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing, agar anak
bisa mencerna dan mencari hubungan antara apa yang dipelajari siswa dengan apa yang
diketahuinya di lingkungan sekitarnya.

5.
6.

Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
Di dalam kelas hendaknya anak-anak diberi kesempatan untuk berdiskusi dan berunding
dengan teman sekelasnya, karena perbedaan individual pada diri siswa perlu diperhatikan.
Pengaplikasian teori kognitif dalam belajar bergantung pada akomodasi. Kepada
siswa harus diberikan suatu area yang belum diketahui agar ia dapat belajar, karena ia tidak
dapat belajar dari apa yang telah diketahui saja dengan

adanya area baru, siswa akan

mengadakan usaha untuk dapat mengakomodasikan.

Berdasarkan teori belajar humanistik tujuan belajar adalah untuk memanusiakan seorang
manusia. Kegiatan belajar dianggap berhasil apabila si pelajar memahami lingkungannya dan
dirinya. Murid dalam proses belajar harus berusaha agar secara perlahan dia mampu
mencapai aktualisasi diri dengan baik. Teori belajar humanistik ini beruaha memahami
perilaku belajar dari sudut pandang pelaku yang belajar, tidak dari sudut pandang
pengamatan.
Tujuan utama pendidik adalah membantu murid untuk mengembangkan diri sendiri dengan
cara membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia
dan mambantu dalam mewujudkan semua potensi yang ada dalam diri. Selain teori belajar
behavioristik dan teori belajar kognitif, sebuah teori belajar humanistik juga sangat penting
untuk dimengerti.
Berdasarkan teori humanistik proses belajar harus dimulai serta ditujukan untuk kepentingan
memanusiakan manusia tersebut. Untuk itu, teori
humanistik sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian ilmu filsafat, kepribadian
dan psikoterapi dari pada bidang kajian-kajian psikologi dalam belajar. Teori ini sangat
mementingkan obyek yang dipelajari dari pada proses belajar tersebut.
Teori humanistik ini lebih banyak membahas tentang konsep-konsep pendidikan untuk
membentuk manusia yang dicita-citakan, dan mengenai proses belajar dalam bentuk yang
terbaik. Atau bisa dikatakan bahwa teori ini lebih tertarik pada pengertian belajar dalam
bentuknya yang paling sempurna dari pada pemahaman mengenai proses belajar seperti yang
selama ini telah dikaji berdasarkan teori-teori belajar.
Di dalam pelaksanaannya, teori ini terlihat juga dalam pendekatan belajar yang dikemukakan
oleh Ausubel. Dia berpandangan bahwa belajar bermakna atau yang juga tergolong dalam
aliran kognitif yang mengatakan bahwa belajar adalah asimilasi penuh makna. Materi
pelajaran diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang sudah dimiliki.
Motivasi dan pengalaman emosional sangat penting dalam proses belajar, karena tanpa
motivasi dan keinginan dari pihak pelajar, tidak akan terjadi asimilasi pengetahuan baru ke

dalam struktur konitif yang sudah ada. Teori ini berpendapat bahwa belajar apapun bisa
dimanfaatkan jika tujuannya untuk mencapai aktualisasi diri, pemahaman dan realisasi diri
orang yang belajar dengan cara optimal.
Kesimpulan
Demikian yang dapat kami berikan kepada sahabat-sahabat mahasiswa, dapat kami berikan
sedikit kesimpulan awal, bahwa:
1. Teori Belajar Humanistik adalah suatu teori dalam pembelajaran yang
mengedepankan bagaimana memanusiakan manusisa serta peserta didik mampu
mengembangkan potensi dirinya
2. Tokoh dalam teori ini adalah C. Roger dan Arthur Comb.
3. Aplikasi dalam teori ini, Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak
terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara
bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan ,
norma , disiplin atau etika yang berlaku. Serta guru hanya sebagai fasilitator.
4. Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :
1. Merespon perasaan siswa
2. Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah
dirancang
3. Berdialog dan berdiskusi dengan siswa
4. Menghargai siswa
5. Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
6. Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan
kebutuhan segera dari siswa)
7. Tersenyum pada siswa

Hakekat belajar yaitu sebuah perubahan tingkah laku yang terjadi pada pembelajar. Belajar
memiliki ciri-ciri belajar diantaranya, perubahan yang terjadi secara sadar, perubahan dalam
belajar bersifat fungsional, perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif, perubahan
dalam belajar tidak bersifat sementara, perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah,
perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.
Sesuai dengan aliran humanis, menyatakan bahwa setiap orang menentukan sendiri tingkah
laku mereka. Siapa saja bebas memilih sesuai dengan kebutuhan masing-masing dan tidak
terikat pada lingkungan. Tujuan pendidikan adalah untuk membantu masing-masing orang
untuk mengenal dirinya sendiri sebagai manusia yang unik dan menolongnya dalam
mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri mereka.
Menurut pandangan serta teori konstruktivisme belajar merupakan proses aktif dari pelajar
untuk merekonstruksi makna, mengikuti tes, aktifitas dialog, pengalaman fisik serta lain
sebagainya. Belajar adalah proses untuk mengasimilasi dan menghubungkan pengalaman
atau bagian yang dipelajarinya dari pengertian yang dipunyai sehingga pengertiannya
semakin berkembang.
Ada beberapa ciri-ciri belajar atau prinsip dalam belajar. Yang pertama adalah belajar

mencari makna. Makna diciptakan murid dari apa yang telah mereka lihat, mereka dengar
dan mereka rasakan serta alami.
Ciri yang kedua yaitu konstruksi makna. Kontruksi makna adalah proses yang terus menerus.
Ciri-ciri belajar yang ketiga adalah belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta namun
pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian baru. Belajar bukan sebuah hasil
perkembangan namun perkembangan itu sendiri.
Ciri yang keempat bahwa hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subyek belajar dengan
dunia fisik dengan lingkungannya. Yang kelima bahwa hasil belajar tergantung pada apa
yang sudah diketahui pelajar, tujuan serta motivasi yang mempengaruhi proses interaksi
dengan bahan yang sudah dipelajari.
Dari ciri-ciri tersebut maka proses mengajar bukanlah aktifitas memindahkan pengetahuan
dari guru ke murid namun suatu kegiatan yang memungkinkan seorang siswa merekonstruksi
sendiri ilmu yang dimiliki dan menggunakan pengetahuan untuk diterapkan dalam
kehidupan. Maka karena hal tersebut guru sangat diperlukan untuk membantu siswa dalam
belajar sebagai perwujudan peran mereka sebagai mediator serta fasilitator
- See more at: http://koffieenco.blogspot.com/2013/07/ciri-ciribelajar.html#sthash.m7m9RySv.dpuf