RPP Sejarah Indonesia ke 32

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Satuan Pendidikan
Kelas/ Semester
Mata pelajaran
Materi Pokok
Sub Materi Pokok
Pertemuan keAlokasi Waktu

: SMK N 1 Bantul
: X/ Genap
: Sejarah Indonesia
: Islamisasi dan Silang Budaya di Nusantara
: Islam dan Proses Integrasi
: 32
: 2 x 45 menit

A. Kompetensi Inti
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong,
kerjasama, toleran, damai), santun, responsif, dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai

bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan
lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam
pergaulan dunia.
3. Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural
berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan
humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait
fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang
spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan
pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan
metoda sesuai kaidah keilmuan.

5. Kompetensi Dasar
1.2 Menghayati keteladanan para pemimpin dalam toleransi antar umat beragama dan
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari
2.3 Berlaku jujur dan bertanggungjawab dalam mengerjakan tugas-tugas dari pembelajaran sejarah.
3.8 Menganalisis karakteristik kehidupan masyarakat, pemerintahan dan kebudayaan pada masa
kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia dan menunjukan contoh bukti-bukti yang masih berlaku
pada kehidupan masyarakat Indonesia masa kini.
4.8 Menyajikan hasil penalaran dalam bentuk tulisan tentang nilai-nilai dan unsur budaya yang

berkembang pada masa kerajaan Islam dan masih berkelanjutan dalam kehidupan bangsa
Indonesia pada masa kini

6. Indikator Pencapaian Kompetensi
3.8.1. Menjelaskan perkembangan kerajaan-kerajaan zaman Islam di Indonesia
3.82. Menganalisis kehidupan social ekonomi masyarakat zaman perkembangan kerajaan-kerajaan

zaman Islam di Indonesia
C. Tujuan Pembelajaran
Melalui diskusi, mengamati dan membaca referensi siswa dapat:
1. Menganalisis peran ulama dalam proses integrasi
2. Menganalisis peran perkembangan perdagangan antar pulau dalam proses integrasi,
3. Menganalisis peran bahasa dalam proses integrasi dan menyajikan dalam bentuk tulisan atau
gambar tentang proses integrasi di Nusantara
4. Menganalisis dampak migrasi penduduk terhadap proses integrasi nusantara
D. Materi Ajar
1. Peran ulama Dalam Proses Integrasi
2. Peran Perkembangan Perdagangan Dalam Proses Integrasi Pada Masa Islam
3. Peran Bahasa Dalam Proses Integrasi Pada Islam
4. Dampak migrasi penduduk terhadap proses integrasi nusantara

E. Alokasi Waktu
2 x 45 menit
F. Metode Pembelajaran
Metode Pembelajaran
Pendekatan Pembelajaran
Strategi Pembelajaran

: Ceramah, diskusi, tanya jawab dan penugasan
: Scientifik
: Project Based Learning

G. Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan
Pendahuluan

Inti

Deskripsi
 Kelas dipersiapkan agar lebih kondusif untuk proses belajar mengajar

mengajar (kerapian dan kebersihan ruang kelas,
presensi, menyiapkan media dan alat serta buku yang
diperlukan).
 Guru menegaskan topik pelajaran minggu ke-32 ini,
Peran ulama, peran perdagangan, dan peran bahasa
dalam proses integrasi pada masa Islam
 Peserta didik diberikan motivasi tentang pentingnya
kegiatan lapangan dan kemudian mempresentasikan di
depan kelas.
 Guru menyampaikan tujuan dan kompetensi yang harus
dikuasai para peserta didik. Guru harus juga
mengingatkan kepada peserta didik bahwa di dalam
pembelajaran
ini
menekankan
kebermaknaan
pencapaian tujuan dan kompetensi, bukan hafalan.
 Peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok kecil,
masing-masing kelompok beranggotakan empat anak
(anggota I, II, III dan IV).

1) Mengamati
Siswa yang sudah tergabung dalam kelompok

Alokasi
waktu
10 menit

60 menit

Kegiatan

Deskripsi
mengamati gambar yang ditayangkan guru dalam
Powerpoint tentang Peran ulama, peran perdagangan,
dan peran bahasa dalam proses integrasi pada masa
Islam
2) Menanya
Melalui pengamatan gambar siswa bertanya tentang
gambar yang ditayangkan
3) Menalar

Siswa dalam kelompok menghubungkan antara gambar
yang ditayangkan dengan materi yang menjadi tanggung
jawabnya
4) Mencoba
 Anggota I untuk masing-masing kelompok
bertanggung jawab untuk mengaji dan
merumuskan tentang peran ulama dalam proses
integrasi.
 Anggota II bertanggung jawab untuk mengaji dan
merumuskan tentang peran dan perkembangan
perdagangan antarpulau dalam proses integrasi.
 Anggota III bertanggung jawab untuk mengaji dan
merumuskan tentang peran bahasa dalam proses
integrasi.
 Anggota IV bertanggung jawab untuk mengaji
dan merumuskan tentang dampak migrasi
penduduk terhadap proses integrasi Nusantara.
5) Membuat Jejaring
 Tiap-tiap peserta didik yang mendapat tugas yang
sama kemudian berkumpul untuk saling

membantu mengaji dan merumuskan materi yang
menjadi tanggung jawabnya. Anggota I berkumpul
dengan anggota I, anggota II berkumpul dengan
anggota II, dan begitu seterusnya. Kumpulan
peserta didik yang mendapat tugas yang sama ini
kemudian dikenal dengan sebutan kelompok
pakar (expert group). Sedang kelompok asli yang
beranggotakan empat anak tadi dinamakan home
teams. Dengan demikian ada kelompok pakar
yang membahas perkembangan kerajaankerajaan
Islam dan perannya dalam proses integrasi, ada
kelompok pakar yang mengaji peran perdagangan
antarpulau dalam proses integrasi, ada kelompok
pakar yang mendiskusikan peran bahasa dalam
proses integrasi, ada kelompok pakar yang
membahas tentang dampak migrasi penduduk
terhadap proses integrasi Nusantara.
 Setelah kelompok pakar selesai mendiskusikan
dan merumuskan materi yang jadi tugasnya
kemudian kembali ke home teams masingmasing.


Alokasi
waktu

Kegiatan

Deskripsi

Alokasi
waktu

 Kelompok home teams kemudian mendiskusikan
hasil kajian yang diperoleh dari kelompok pakar.
Dengan demikian di kelompok home teams itu
dapat memahami topik pelajaran “Perkembangan
Islam dan Proses Integrasi Nusantara”. Bila waktu
masih cukup beberapa kelompok home teams
dapat ditampilkan untuk presentasi agar
memperkaya materi pelajaran yang sedang dikaji.
Penutup


1) Peserta didik diberikan ulasan singkat tentang materi
yang baru saja didiskusikan.
2) Peserta didik dapat ditanya apakah sudah memahami
materi tersebut.
3) Peserta didik diberikan pertanyaan lisan secara acak
untuk mendapatkan umpan balik atas pembelajaran
yang baru saja berlangsung, misalnya: benarkan
migrasi penduduk bias membantu proses integrasi
nasional?
4) Sebagai refeksi, guru memberikan kesimpulan
tentang pelajaran yang baru saja berlangsung serta
menanyakan kepada peserta didik apa manfaat yang
dapat diperoleh setelah belajar topik ini. Guru juga
menekankan kepada para peserta didik untuk tetap
menjalin kerja sama karena merupakan bagian penting
dari kokohnya Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagai wujud dari integrasi Nusantara.

20 menit


Tugas rumah. Membuat karangan singkat (2-3 halaman)
dengan
judul : “Peran Pelajaran Sejarah Indonesia dalam Proses
Integrasi
Nusantara”
H.

Alat dan Sumber Belajar
1. Alat dan Bahan : White board/papan flanel, Power point, LCD
2. Sumber Belajar : Buku sumber Sejarah Indonesia kelas X Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan RI 2013

I.

Penilaian Hasil Belajar
1. Teknik : Test dan Non Test
2. Bentuk
a. Sikap
- observasi, penilaian diri, penilaian “teman sejawat”(peer evaluation) oleh peserta didik

dan Jurnal
b. Pengetahuan
- Test tertulis, Test Lisan, Penugasan
c. Keterampilan
- penilaian kinerja, yaitu penilaian yang menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu

3.

kompetensi tertentu dengan menggunakan tes praktik, projek, dan penilaian portofolio
Instrumen Penilaian
a. Sikap
- Observasi, Penilaian diri, Penilaian teman sejawat : daftar cek atau skala penilaian (rating
scale) yang disertai rubrik,
- Jurnal : catatan pendidik.
b. Pengetahuan
1) Test tertulis : soal pilihan ganda, isian, jawaban singkat, benar-salah, menjodohkan, dan
uraian. Instrumen uraian dilengkapi pedoman penskoran
2) Test Lisan : daftar pertanyaan
a) Bagaimana peran ulama dalam proses integrasi Nusantara!
b) Benarkah perdagangan antarpulau membantu proses integrasi Nusantara?
c) Jelaskan peran bahasa Melayu dalam proses integrasi Nusantara, coba
bandingkan peran Bahasa Indonesia dalam proses integrasi Nusantara!
d) Bagaimana dampak migrasi terhadap proses integrasi bangsa ?
3) Penugasan : pekerjaan rumah dan/atau projek yang dikerjakan secara individu atau
kelompok sesuai dengan karakteristik tugas
c. Keterampilan
Daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang dilengkapi rubrik.

Mengetahui:
Kepala Sekolah

Diverifikasi:
WAKA I

Bantul, 15 Juli 2013
Guru Mata Pelajaran

Ir. Retno Yuniar Dwi Aryani
NIP. 196106221993032005

Drs. M. Hannan
NIP.196409061991021001

Windu Mahmud, S.Pd., M.Eng.
NIP. 197809252005011009

Lampiran 1.
Lembar pengamatan kegiatan diskusi
Jumlah
Skor

Aspek Pengamatan
N0

Nama
Siswa

Kerja
sama

Mengkomunikasik
an pendapat

Tolera
nsi

Keakt
ifan

Keterangan Skor:
Masing-masing kolom diisi dengan kriteria
4
: Baik sekali

Nilai

3

: Baik

2

: Cukup

1

: Kurang
∑Skor perolehan X 100
Skor Maximal (20)

Kriteria Nilai
A

: 80 - 100

: Baik Sekali

Menghargai
pendapat
teman

Nilai

Ket

B

: 70 - 79

: Baik

C

: 60 - 69

: Cukup

D

: < 60

: Kurang

Lampiran 2.
Lembar penilaian Presentasi
Aspek Penilaian
N
0

Nam
a
Sisw
a

Komunik
asi

Sistematik
a
penyampai
an

Wawas
an

Keberani
an

Keterangan Skor:
Masing-masing kolom diisi dengan kriteria
4
: Baik sekali
3

: Baik

2

: Cukup

1

: Kurang

Nilai :

∑Skor perolehan X
100
Skor Maximal (20)

Kriteria Nilai
A

: 80 - 100

: Baik Sekali

B

: 70 - 79

: Baik

C

: 60 - 69

: Cukup

D

: < 60

: Kurang

Antusi
as

Gesture
dan
penampil
an

Juml
ah
Skor

Nil
ai

Ke
t

Lampiran 3
Ringkasan materi
Peran Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Zaman Islam Dalam Proses Integrasi

Integrasi Nusantara
Baru pada zaman Islam, seseorang dari suatu daerah tertentu dapat menjadi tokoh penting di
daerah yang lain, dengan tidak memandang dari suku apa dia berasal, karena telah diperekatkan
oleh ajaran suci Al-Qur’an bahwa “sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara”.
Kerajaan Islam yang pertama di Jawa adalah Kesultanan Demak. Di zaman Sultan Trenggono,
datanglah seorang ulama dan ahli perang dari Aceh. Itulah Fatahillah, yang diangkat menjadi
panglima perang Demak, menggempur armada Portugis di Sunda Kalapa, lalu mendirikan kota
Jakarta. Ini baru satu contoh bahwa benih-benih persatuan bangsa telah ditanamkan Islam sejak
abad ke-16! Tidak usah heran jika Ki Geding Suro, bangsawan Demak yang pergi ke Palembang,
diterima dan diangkat menjadi raja pertama dari Kesultanan Palembang.
Pati Unus (sebutan Portugis untuk Adipati Yunus) dari Demak mengirimkan angkatan lautnya
untuk mengusir Portugis yang telah menaklukkan Malaka. Sayang sekali balabantuan itu gagal
karena kedudukan Portugis sudah terlalu kuat. Sekalipun demikian, pengharapan akan bantuan
dari saudara-saudaranya di Jawa tetaplah tinggal dalam jiwa anak Melayu, sehingga timbul dari
bibir mereka sebuah pantun: Jika jatuh kota Melaka, mari di Jawa kita dirikan, jika sungguh
bagai dikata, badan dan nyawa saya serahkan. Pantun ini telah beratus tahun menjadi dendang
anak Melayu sampai sekarang.
Ketika pengaruh Belanda masuk di Kerajaan Mataram, memberontaklah Trunojoyo, pahlawan
dari Madura, terhadap Sunan Amangkurat I. Datang Karaeng Galesong dari Makassar
menggabungkan diri dengan Trunojoyo untuk melawan Belanda. Tidak dikaji lagi apakah dia
orang Madura atau Makassar, karena mereka telah diikat oleh akidah yang sama. Meskipun

bahasa Madura lain dengan bahasa Makassar, mereka bertemu dalam bahasa Melayu yang telah
berkembang pada saat itu sebagai bahasa persatuan di Nusantara.
Syekh Yusuf Tajul-Khalwati ulama Makassar mengembara ke Banten, diangkat oleh Sultan
Ageng Tirtayasa menjadi mufti kesultanan, dan bersama-sama berjuang melawan Belanda. Si
Untung diberi gelar Surapati oleh Sultan Cirebon dan diberi gelar Wironegoro oleh Sultan
Mataram, padahal dia asalnya budak dari Bali, tetapi karena dia telah Islam dan berjuang
melawan Belanda, dia diterima menjadi bangsawan Jawa.
Tatkala usai Perang Diponegoro di Jawa, Belanda mengirim Sentot Ali Basyah ke Minangkabau
untuk memerangi kaum Paderi yang dipimpin Tuanku Imam Bonjol. Sesampainya di
Minangkabau Sentot segera berbalik arah dan bersekutu dengan kaum Paderi, demi dilihatnya
yang dihadapinya adalah saudara-saudaranya seagama.
Pada zaman sebelum Islam pembauran antar suku di Nusantara belum pernah terjadi, sebab
belum ada rasa persaudaraan antar suku. Itulah sebabnya mengapa di Bandung ada Jalan
Diponegoro dan Jalan Sultan Agung, tapi tidak kita jumpai Jalan Gajah Mada!
Berabad-abad sebelum lahir faham nasionalisme, jiwa dan rasa satu bangsa pertama kali
ditanamkan oleh Islam! Perhatikan saja nama ulama-ulama termasyhur kita zaman dahulu:
Syaikh Abdurrauf al-Jawi al-Fansuri (Pansur), Syaikh Abdussamad al-Jawi al-Falimbani
(Palembang), Syaikh Nawawi al-Jawi al-Bantani (Banten), Syaikh Arsyad al-Jawi al-Banjari
(Banjar), Syaikh Syamsuddin al-Jawi as-Sumbawi (Sumbawa), Syaikh Yusuf al-Jawi alMaqashshari (Makassar), dan lain-lain. Semua mengaku Jawi (‘bangsa Jawa’), dari suku mana
pun dia berasal.
Berabad-abad sebelum istilah ‘Indonesia’ diciptakan oleh ahli geografi James Richardson Logan
tahun 1850, nenek moyang kita menamakan diri ‘bangsa Jawa’, sebab orang Arab sejak zaman
purba menyebut kepulauan kita Jaza’ir al-Jawa (Kepulauan Jawa). Sampai hari ini, jemaah haji
kita masing sering dipanggil ‘Jawa’ oleh orang Arab. “Samathrah, Sundah, Sholibis, kulluh
Jawi!” demikian kata seorang pedagang di Pasar Seng, Makkah. “Sumatera, Sunda, Sulawesi,
semuanya Jawa!”
Sangat menarik apa yang pernah dikemukakan Prof.Dr. Hamka sebagai berikut: Sudah beratusratus tahun lebih dahulu sebelum gerakan kebangsaan, orang Islam yang naik haji ke Mekkah,
seketika ditanyai siapa nama dan apa bangsa, mereka telah menjawab nama saya si Fulan dan
saya bangsa Jawa! Terus datang pertanyaan lagi: Jawa apa? Baru dijawab Jawa Padang, Jawa
Sunda, Jawa Bugis, Jawa Banjar, dan suku Jawa sendiri disebut Jawa Meriki. Padahal orangorang berpendidikan Belanda, kalau datang ke Negeri Belanda, tidaklah dapat memberikan
jawaban setegas itu. Sampai Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, yang ada baru Jong Java, Jong
Sumatra, Jong Celebes, dan berbagai macam Jong. Marilah kita bersaksi kepada sejarah, mari
kita buka kartu sekarang: siapakah yang terlebih dahulu menyadari rasa kebangsaan, kalau
bukan bangsa Indonesia yang beragama Islam? (Rubrik “Dari Hati ke Hati”, majalah Pandji
Masjarakat, No.4, 20 November 1966).

Sebelum Islam datang ke Indonesia, bahasa Melayu hanya dipakai di Sumatera dan
Semenanjung Malaka. Bahasa Melayu baru tersebar di Nusantara bersamaan dengan penyebaran
Islam. Para ulama, di samping memperkenalkan agama baru, juga memperkenalkan bahasa baru
sebagai bahasa persatuan. Sebagai huruf persatuan digunakan Huruf Arab-Melayu atau Huruf
Jawi, yang dilengkapi tanda-tanda bunyi yang tidak ada dalam huruf Arab aslinya. Huruf `ain
diberi tiga titik menjadi nga; huruf nun diberi tiga titik menjadi nya; huruf jim diberi tiga titik
menjadi ca; dan huruf kaf diberi satu titik menjadi ga. Alhasil, masyarakat dari Aceh sampai
Ternate berkomunikasi dengan bahasa dan aksara yang sama.
Bahasa Melayu juga dipakai dalam berkomunikasi dengan bangsa asing. Surat Sultan Baabullah
dari Ternate kepada raja Portugal tahun 1570, surat Sultan Alauddin Riayat Syah dari Aceh
kepada Ratu Elizabeth I di Inggris tahun 1601, dan surat Pangeran Aria Ranamanggala dari
Banten kepada Gubernur-Jenderal VOC Jan Pieterszoon Coen tahun 1619, semuanya memakai
bahasa Melayu. Itulah sebabnya Jan Huygen van Linschoten, dalam bukunya Itinerario tahun
1595, wanti-wanti berpesan agar orang Eropa yang ingin datang ke Kepulauan Hindia harus tahu
bahasa Melayu, sebab di setiap pelabuhan bahasa itu yang dipakai. Kata van Linschoten,
seseorang yang tidak berbahasa Melayu tidak akan diterima oleh penduduk Hindia sebagai
bagian dari komunitas mereka.
Dari seluruh data dan fakta yang telah kita bahas, jelas sekali betapa besar peranan Islam dalam
melahirkan dan memupuk integrasi bangsa Indonesia. Ketika pada awal abad ke-20 muncul
faham nasionalisme yang berkulminasi pada Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, gagasan “satu
nusa, satu bangsa, satu bahasa persatuan” itu segera memperoleh respons positif dari masyarakat
di seluruh Nusantara. Hal itu disebabkan kenyataan bahwa benih-benih persatuan dan kesatuan
nasional memang telah ditanam dan disemaikan oleh ajaran Islam berabad-abad sebelumnya di
seantero penjuru kepulauan tanah air kita.

Peran Perkembangan Perdagangan Dalam Proses Integrasi Pada Masa Islam
Sudah sejak Zaman dahulu kala, Bangsa Indonesia sudah emmiliki kemampuan berlayar dengan pengetahuan
navigasi yang tinggi. Bahkan, semenjak kedatangan nenek moyang bangsa Indonesia yang Pertama dari daerah
Yunan (Perbatasan Vietnam dengan China), mereka sudah pandai berlayar dengan perahu bercadik sebagai ciri
khasnya, berlayar sampai ke Afrika Timur dan Madagaskar.

Pengetahuan pelayaran dan perkapalan (pembuatan kapal) diteruskan secara turun-temurun dari masa ke masa atau
dari abad ke abad berikutnya sehingga bangsa Indonesia disebut sebagai Bangsa Bahari.
Tradisi Bahari yang sudah berabad-abad memberi kemampuan menggunakan angin muson. Sebagai akibatnya, para
pelaut Nusantara mengetahui betul bahwa pada setiap bulan Maret sudah dapat berangkat berlayar dari Malaka,
Aceh, Palembang, atau dari tempat lain di bagian barat Indonesia, ke arah timur, yaitu ke Jawa (Banten, Jayakarta,
Cirebon, Demak, Tuban, Gresik dsb) atau ke Banjar, Gowa, Nusa Tenggara, sampai dengan Maluku. Sebaliknya
mulai bulan Oktober sudah dapat berlayar dari arah timur Indonesia ke arah barat. Demikian juga, apabila akan
berdagang ke arah Negeri China, mereka mengetahui betul bahwa sejak bulan Juni sudah dapat berlayar ke arah
utara dan pada setiap bulan September sudah dapat berlayar kembali ke Nusantara.

Kemampuan perlayaran juga didukung kemampuan membuat Kapal. Misalnya di Bugis dan Makassar terkenal
dengan kapal Pinisinya, di Jawa yang Paling terkenal adalah kapal Buatan Lasem (timur Semarang), dan di Maluku
yang terkenal kapal buatan pulau Kei. Tentu saja daerah lain banyak pula yang mampu membuat kapal bagus dan
memenuhi syarat pelayaran Samudera.
Wilayah Nusantara yang sangat luas memiliki hasil yang beraneka ragam, daerah yang satu dengan yang lainnya
saling membutuhkan sehingga mendorong timbulnya tukar-menukar barang antar daerah dan memungkinkan
berkembangnya perdagangan antar pulau dan antar daerah di Nusantara. Misalnya, Jawa dengan hasil beras, Maluku
dengan hasil rempah-rempah, sumatera dengan hasil emas dan hasil hutan, Nusa Tenggara dengan hasil kayu
cendana, kalimantan dengan hasil kayu besi (belian), serta Sulawesi dengan hasil kayu hitam.
Pelayaran dan perdagangan antar pulau dan antar daerah menyebabkan adanya saling mengenal suku-suku bangsa
Indonesia, kemudian berkembang menjadi persaudaraan antar pulau dan antar daerah. Hubungan perdagangan
tersebut juga berkembang dalam hubungan yang lain, misalnya penyebaran agama Islam dan hubungan perkawinan.
Pada zaman penjajahan Belanda, para pedagang Nusantara merasa satu saudara dan mempunyai rasa senasib
sepenanggungan akibat monopoli perdagangan Belanda. Rasa persaudaraan dan rasa senasib mendorong proses
Integrasi Bangsa Indonesia.

Peran Bahasa Dalam Proses Integrasi Pada masa Islam
Suatu kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri bagi bangsa Indonesia meskipun terdiri atas ratusan suku dan bahasa,
tetapi mampu memilki bahasa persatuan dan bahasa resmi, Yaitu Bahasa Indonesia, yang semula berasal dari bahasa
Melayu. Bahkan jauh sebelum merdeka bangsa Indonesia telah memiliki kebulatan tekad untuk bahasa persatuan
yaitu dalam peristiwa Sumpah Pemuda (1928).

Sebenarnya pendukung bahasa Jawa lebih banyak dibandingkan pendukung bahasa melayu yang berfungsi sebagai
Lingua Franca (bahasa Pergaulan). Akan tetapi, daerah persebarannya lebih luas dan kesadaran lebih mengutamakan
terciptanya persatuan bangsa maka bahasa Jawa tidak dijadikan sebagai bahasa persatuan.

Bahasa melayu semula dipakai masyarakat sekitar selat Malaka dan sudah tergolong bahasa yang tua. Sejak nenek
moyang bangsa Indonesia datang ke nusantara, mereka sudah menggunakannya meskipun tentu saja bukan seperti
sekarang. Pada zaman Sriwijaya (abad ke-7 M), prasasti menggunakan bahasa melayu kuno, misalnya prasati
kedukan bukit, Talang Tuo, dan Kota Kapur. Di Jawa Tengah ada prasasti yang menggunakan bahasa Melayu Kuno,
yaitu prasasti Sojomerto (abad ke-7 M). Hal tersebut memberi petunjuk bahwa bahasa Melayu zaman dahulu juga
pernah menjadi bahasa rrsmi dan sudah dikenal luas.
Sejalan dengan perkembangan perdagangan dan pelayaran Nusantara, selat Malaka, yang menjadi tempat
perdagangan di Nusantara sejak abad ke-15, menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa komunikasi. Karena
dalam komunikasi perdagangan mereka memerlukan bahasa pengantar, bahasa Melayu menjadi pilihannya.
Demikian juga apabila para pedagang dari Sumatera pergi ke bagian timur Nusantara, bahasa pengantar yang
mereka pilih ialah bahasa Melayu. Dengan demikian, pemakaian bahasa Melayu semakin luas.
Pertumbuhan bahasa Melayu sebagai Lingua Franca di Nusantara di samping didukung para pedagang Nusantara
juga di dukung para penyebar agama Islam. Pada abad ke-19 Belanda sudah mulai mendirikan sekolah untuk kaum
pribumi yang menggunakan bahasa Melayu sehingga makin memperluas penggunaan bahasa Melayu.

Dengan penggunaan bahasa Melayu yang semakin meluas ke seluruh Nusantara, berati bahasa Melayu mampu
menjadi sarana timbulnya rasa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Bahasa Melayu mampu menjadi faktor
pendukung proses Integrasi Bangsa Indonesia dan menjadi modal utama integrasi bangsa Indonesia pada masa
pergerakan kemerdekaan Indonesia pada abad ke-20.

Dampak migrasi penduduk terhadap proses integrasi nusantara
Sudah sejak zaman dahulu di Nusantara terjadi Migrasi penduduk yang biasanya dilaksanakan dengan kemauan
sendiri dan biaya sendiri (Swakarsa dan Swadana). Penyebabnya antara lain, karena adanya bencana alam, masalah
ekonomi, politik, dan sebagainya:
1. Bencana alam, misalnya karena bencana gunung berapi meletus, kerajaan Mataram pindah ke Jawa Timur
(Zaman Mpu Sendok pada abad ke-10).
2. Masalah ekonomi, misalnya kebiasaan orang Minangkabau atau orang Batak merantau untuk memperoleh
perbaikan ekonominya (orang Minang menyebutnya Harajoan). Pada zaman pelaksanaan tanam paksa (cultuur
stelsel) banyak orang pindah dari daerahnya karena kesulitan ekonomi.
3. Masalah politik, misalnya pada zaman Majapahit terjadi migrasi ke Malaka yang dipimpin Paramisora karena
adanya perang saudara di Majapahit;
Para pelaut Makassar-Bugis dipimpin Karaeng-Galesung, Karaeng Bontomaranu, dan Syekh Yusuf migrasi ke
Banten, Jawa Timur serta ke perairan Riau karena tekanan militer Belanda;
Zaman Sultan Agung terjadi migrasi karena kegagalan serangan ke Batavia dan memindahkan penduduk ke Jawa
barat untuk persiapan perang melawan Belanda.
4. Kuli kontrak, misalnya pada akhir abad ke-19 Belanda menerapkan politik ekonomi liberal sehingga banyak
berdiri perkebunan swasta di Jawa dan Luar Jawa (terutama di Sumatera). Untuk keperluan mencukupi buruh (kuli),
diadakan pemindahan penduduk dari Jawa ke Sumatera dengan dalih kuli kontrak (sebenarnya pemindahan paksa)
terutama di daerah Deli, Lampung dan Kalimantan. Disamping ke daerah perkebunan, juga pemindahan penduduk
ke daerah industri, misalnya ke daerah industri gula, teh, kopi dan tembakau yang biasanya hanya antar daerah di
Jawa.
Migrasi juga terjadi pada kota-kota besar karena faktor pendidikan. Hal itu dimulai sejak diberlakukannya politik
Etis pada akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20. Belanda membuka sekolah baik untuk bangsanya sendiri
maupun untuk kaum pribumi secara terbatas, misalnya:
1. Tahun 1892 dibuka sekolah Angka Loro.
2. Tahun 1907 dibuka sekolah Desa (Volkschool), kemudian dibuka sekolah Angka Siji.
3. Vervolkschool (lanjutan sekolah dasar).
4. Hollandsch Inlandsch School (HIS) untuk kalangan atas.
5. Mulo (Meen Uit Gebreid Lager Onderwijs) setingkat SMP.
6. AMS (Alegemeene Meiddle School) setingkat SMA.
7. STOVIA (School Teer Opleiding Van Inlander / Arsten).
8. Normal School (Sekolah Guru).
Sekolah tersebut hanya terdapat di kota besar sehingga terjadilah migrasi penduduk dari desa ke kota atau dari luar
jawa ke jawa. Jumlahnya tidak seberapa, tetapi potensial sebagai ajang pertemuan. Dengan bertemunya kaum
terpelajar dari berbagai daerah, berbagai pulau, dan berbagai suku, sangat mendorong terjadinya kesadaran bahwa
mereka sebangsa dan setanah air. Dengan kata lain, migrasi karena faktor pendidikan mendorong proses integrasi
bangsa Indonesia. Mereka itulah yang nanti menjadi motor gerakan kebangsaan menuju terwujudnya integrasi
bangsa.

Sumber: buku berjudul ''sejarah nasional dan umum'' karya Dra. Siti Waridah dkk.

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

ANALISA BIAYA OPERASIONAL KENDARAAN PENGANGKUT SAMPAH KOTA MALANG (Studi Kasus : Pengangkutan Sampah dari TPS Kec. Blimbing ke TPA Supiturang, Malang)

24 196 2

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Dinamika Perjuangan Pelajar Islam Indonesia di Era Orde Baru

6 75 103

Perspektif hukum Islam terhadap konsep kewarganegaraan Indonesia dalam UU No.12 tahun 2006

13 113 111

Pengaruh Kerjasama Pertanahan dan keamanan Amerika Serikat-Indonesia Melalui Indonesia-U.S. Security Dialogue (IUSSD) Terhadap Peningkatan Kapabilitas Tentara Nasional Indonesia (TNI)

2 68 157