BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Dukungan Anggota Keluarga dengan Activity of Daily Living (ADL) pada Klien Paska Stroke di Klinik Utama Graha Medika Salatiga

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Dukungan
2.1.1 Pengertian Dukungan
Dukungan merupakan pemberian dorongan, motivasi atau
semangat serta nasehat kepada orang lain yang sedang berada dalam
kondisi

keputusan

(Chaplin,

2006).

Menurut

Kuntjoro

(2002),

dukungan adalah segala bentuk informasi verbal ataupun non verbal

yang bersifat saran, bantuan yang nyata maupun tingkah laku
diberikan oleh sekelompok orang yang dekat dan akrab dengan subjek
di dalam lingkungan sosialnya. Dalam bentuk lain juga bisa berupa
kehadiran ataupun segala sesuatu hal yang memberikan keuntungan
emosional serta berpengaruh pada tingkah laku penerimanya.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
dukungan adalah suatu bentuk usaha untuk membantu orang lain
dalam mengatasi masalahnya melalui dukungan internal seperti
dukungan yang bersifat saran yang nyata di berikan oleh orang yang
dekat dan akrab dengan subjek dan eksternal seperti bantuan yang
nyata diberikan oleh sekelompok orang di lingkungan sosialnya.
2.1.2 Konsep Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga menurut Friedman (2010) adalah sebuah
proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan, sifat, dan jenis
dukungan berbeda dalam berbagai tahap-tahap siklus kehidupan.
9

Menurut Setiadi (2008), dukungan keluarga merupakan sebuah proses
yang terjadi sepanjang kehidupan, dalam semua tahap siklus
kehidupan dukungan keluarga membuat keluarga mampu berfungsi

dengan berbagai

kepandaian dan akal untuk meningkatkan

kesehatan dan adapatasi keluarga dalam kehidupan. Menurut
Noorkasiani dan Tamber (2009), menyatakan bahwa dukungan
keluarga merupakan unsur terpenting dalam membantu individu
meyelesaikan masalah.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
dukungan keluarga merupakan proses yang terjadi dalam siklus
kehidupan

seseorang.

Dukungan

keluarga

berfungsi


untuk

meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga dalam kehidupan dan
membantu individu dalam meyelesaikan suatu masalah.
2.1.3. Jenis Dukungan Keluarga
Jenis-jenis dukungan keluarga menurut Christine (2010) terdiri
dari:
a. Dukungan penghargaan
Dukungan

penghargaan

merupakan

ungkapan

penghargaan positif untuk individu yang bersangkutan,
dorongan maju dan perbandingan positif individu dengan
orang-orang lain. Contohnya dukungan ini dilakukan melalui
ekspresi sambutan positif orang-orang yang berada di

sekitarnya, memberikan dorongan atau pernyataan setuju
10

terhadap ide-ide dan perasaan individu. Dukungan ini juga
membuat seseorang merasa berharga, kompeten, dihargai
dan berarti dalam hidupnya.
b. Dukungan Nyata
Dukungan

nyata

merupakan

sebuah

sumber

pertolongan dalam hal pengawasan, kebutuhan individu.
Keluarga mencarikan solusi yang dapat membantu individu
dalam melakukan kegiatan. Contohnya keluarga memberikan

secara langsung, bersifat fasilitas atau materi meminjamkan
uang, memberikan makanan, atau bantuan yang lain.
c. Dukungan Informasi
Dukungan informasi merupakan pemberian nasehat,
petunjuk, saran-saran, ataupun umpan balik tentang apa
yang telah dikerjakan. Melalui interaksi dengan orang lain,
individu

akan

dapat

mengevaluasi

dan

mempertegas

keyakinannya dengan membandingkan pendapat, sikap,
keyakinan, dan perilaku orang lain. Dukungan ini membantu

individu mengatasi masalah dengan cara memperluas
wawasan dan pemahaman individu terhadap masalah yang
dihadapi. Informasi tersebut diperlukan untuk mengambil
keputusan dan memecahkan masalah secara praktis.
Contohnya memberikan nasehat, petunjuk, masukan atau
penjelasan bagaimana seseorang bersikap.
11

d. Dukungan Emosional
Dukungan emosional merupakan ungkapan rasa
empati, kepedulian, dan perhatian terhadap seseorang
sehingga memberikan perasaan nyaman, ketentraman hati,
dan perasaan dicintai yang membuatnya merasa lebih baik.
Dukungan emosional adalah ekspresi diri,

kepercayaan,

perhatian dan perasaan didengarkan. Contohnya kesediaan
untuk mendengarkan keluhan seseorang akan memberikan
dampak positif, yaitu sebagai sarana pelepasan emosi dan

mengurangi kecemasan, serta membuat individu merasa
dihargai, diterima, dan diperhatikan (dalam Christine, 2010).
2.1.4

Manfaat Dukungan Anggota Keluarga
Menurut

Setyaningrum

dan

Wakhid

(2014)

menyatakan bahwa manfaat dukungan keluarga akan
menurunkan

kemungkinan


sakit

dan

mempercepat

kesembuhan baik secara fisik maupun secara psikologis.
Dukungan

keluarga

mencakup

emosional,

instrumental,

dukungan

penghargaan


atau

dalam

hal

penilaian,

maupun dukungan dalam bentuk informasi yang dibutuhkan
subjek.

Menurut

Yanuasti

(2001)

menyatakan


bahwa

manfaat dukungan keluarga dalam pengendalian seseorang
terhadap tingkat kecemasan dan dapat pula mengurangi
tekanan-tekanan yang ada pada konflik yang terjadi pada
12

dirinya. Dukungan tersebut berupa dorongan, motivasi,
empati, ataupun bantuan yang dapat membuat individu yang
lainnya merasa lebih tenang dan aman.
Dari beberapa pengertian di atas disimpulkan bahwa
manfaat dukungan keluarga dapat melindungi individu
terhadap efek negatif dari masalahnya. Dukungan keluarga
dapat

mempengaruhi

kesehatan

seseorang.


Manfaat

dukungan keluarga akan menurunkan kemungkinan sakit
dan mempercepat kesembuhan baik secara fisik maupun
secara psikologis dan berfungsi sebagai pengendali emosi
dan juga dukungan yang diberikan untuk meningkatkan
kepercayaan diri untuk dapat menjalani hidupnya jauh lebih
baik.
2.2 Konsep Keluarga
2.2.1 Pengertian Keluarga
Menurut Friedman (2003), keluarga adalah sekumpulan
orang-orang yang tinggal bersama dalam satu rumah yang
dihubungkan satu ikatan perkawinan, hubungan darah atau tidak
memiliki hubungan darah yang bertujuan mempertahankan budaya
yang umum dan meningkatkan perkembangan fisik, mental,
emosional, dan sosial dari tiap anggota keluarga. Menurut Duval
(2013), keluarga ialah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh
ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan menciptakan
13

dan

mempertahankan

budaya

yang

umum,

meningkatkan

perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari tiap anggota
keluarga.
lingkungan

Menurut
sosial

Harnilawati
yang

sangat

(2013),
dekat

keluarga

merupakan

hubungannya

dengan

seseorang. Di keluarga seseorang dibesarkan, bertempat tinggal,
berinteraksi satu dengan yang lain, dibentuknya nilai-nilai, pola
pemikiran dan kebiasaannya dan berfungsi sebagai saksi segenap
budaya luar dan mediasi hubungan anak dengan lingkungannya.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan secara
umum bahwa keluarga itu terjadi jika ada ikatan atau persekutuan
(perkawinan/ kesepakatan), ada hubungan darah / adopsi, tinggal
bersama dalam satu atap (serumah) dalam keadaan saling
ketergantungan, dan ada peran masing-masing anggota keluarga.
2.2.2 Fungsi Keluarga
Menurut Suprajitno (2004) secara umum fungsi keluarga
adalah sebagai berikut:
1. Fungsi afektif merupakan fungsi keluarga yang utama yakni
untuk mengajarkan segala sesuatu sebagai persiapan anggota
keluarga dalam interaksi dengan orang lain. Fungsi afektif
dibutuhkan untuk perkembangan individu dan psikososial
anggota keluarga.

14

2.

Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi adalah fungsi
mengembangkan

dan

tempat

melatih

seseorang

untuk

kehidupan bersosialisasi.
3. Fungsi reproduksi, merupakan fungsi untuk mempertahankan
generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.
4. Fungsi ekonomi. Merupakan keluarga berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan

keluarga

mengembangkan

secara

ekonomi

kemampuan

dan

tempat

individu

untuk

meningkatkan

penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
5. Fungsi perawatan / pemeliharaan kesehatan adalah untuk
mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar
tetap memiliki produktivitas tinggi. Fungsi ini dikembangkan
menjadi tugas keluarga dibidang kesehatan.
6. Fungsi Perlindungan adalah memenuhi kebutuhan rasa aman
anggota keluarga baik dari rasa tidak aman yang timbul dari
dalam maupun dari luar keluarga membina keamanan keluarga
baik fisik maupun psikis dari berbagai bentuk ancaman dan
tantangan yang dihadapi.
2.2.3 Tugas-Tugas Keluarga
Menurut Effendy (2009) pada dasarnya tugas keluarga ada
delapan tugas pokok sebagai berikut yaitu:
a. Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya
b. Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga
15

c. Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan
kedudukannya masing-masing
d. Sosialisasi antara anggota keluarga
e. Pengaturan jumlah anggota keluarga
f.

Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga

g. Penempatan anggota-anggota keluarga dalam masyarakat
yang lebih luas
h. Membangkitkan

dorongan

dan

semangat

para

anggota

keluarga.
2.2.4

Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan
Menurut Friedman (2013) ada lima tugas keluarga dalam
bidang

kesehatan

sesuai

dengan

fungsi

pemeliharaan

kesehatan antara lain:
1.

Mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya. Perubahan
sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak
langsung menjadi perhatian dan tanggung jawab keluarga.
Maka apabila menyadari adanya perubahan perlu segera
dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi dan
seberapa besar perubahannya.

2.

Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat
bagi keluarga. Tugas ini merupakan upaya keluarga dalam
mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan
keluarga, dengan pertimbangan yang dilakukan oleh keluarga
16

untuk menentukan dan memutuskan tindakan yang tepat agar
masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan teratasi.
3.

Memberikan keperawatan kepada anggotanya yang sakit atau
yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau
usianya yang berlalu muda. Perawatan ini dapat dilakukan
dirumah apabila keluarga memiliki kemampuan melakukan
tindakan pertolongan pertama atau ke pelayanan kesehatan
untuk memperoleh tindakan lanjutan agar masalah yang lebih
parah tidak terjadi.

4.

Mempertahankan

suasana

di

rumah

yang

mendukung

kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga.
5.

Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan
lembaga kesehatan (pemanfaatan fasilitas kesehatan yang
ada) (dalam Harnilawati 2013).

2.3

Konsep Stroke
2.3.1 Pengertian Stroke
Dalam istilah medis, stroke disebut cerebrovascular
accident (CVA) yang berarti gangguan saraf akibat terganggunya
peredaran darah ke otak dalam waktu 24 jam atau lebih. (Sustrani
dkk, 2003). Menurut World Health Organization (WHO, 2010)
mendefinisikan

stroke

adalah

manifestasi

klinis

terjadinya

gangguan fungsional otak fokal, maupun global (menyeluruh)
secara mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam
17

akibat gangguan aliran darah otak. Menurut Sustrani dkk (2003),
secara sederhana, stroke terjadi jika aliran darah ke otak terputus.
Otak

kita

sangat

tergantung

pada

pasokan

darah

yang

berkesinambungan, yang di alirkan oleh arteri (pembuluh nadi).
Jika pasokan darah berhenti, akibat pembekuan darah atau
pecahnya pembuluh darah, sedikit atau banyak akan terjadi
kerusakan pada otak yang tidak tidak dapat diperbaiki (infark
otak). Dampaknya adalah fungsi kontrol bagian tubuh oleh daerah
otak yang terkena stroke itu akan hilang atau mengalami
gangguan dan dapat mengakibatkan kematian.
2.3.2

Klasifikasi Stroke
Menurut Brunner dan Suddarth (2002), berdasarkan
proses

patologi

dan

gejala

klinisnya

stroke

dapat

diklasifikasikan menjadi:
1) Stroke non hemoragik
Stroke non hemoragik adalah gangguan peredaran darah
pada otak yang dapat berupa penyumbatan pembuluh darah
arteri, sehingga menimbulakan infark/iskemik.Umumnya terjadi
pada saat penderita istirahat.Tidak terjadi perdarahan dan
keadaan umumnya baik.
2) Stroke hemoragik
Stroke hemoragik terjadi perdarahan serebral dan
mungkin juga perdarahan subarachnoid yang disebabkan oleh
18

pecah pembuluh darah otak. Umumnya terjadi saat melakukan
aktifitas, namun juga dapat terjadi pada saat istirahat.
Kesadaran umumnya menurun, penyebab yang paling banyak
adalah akibat hipertensi yang tidak terkontrol.
2.3.3 Penyebab Stroke
Menurut Sustrani dkk, (2003). Penyebab faktor stroke
di bagi menjadi dua yaitu faktor risiko tak terkendali (tak dapat
diubah) dan faktor risiko terkendali (bisa di ubah).
a) Faktor Risiko Tak Terkendali
Yang termasuk dalam kelompok faktor ini adalah
usia, jenis kelamin, garis keturunan, dan rasa tau etnik
tertentu.
1). Usia
Semakin bertambah usia Anda, semakin tinggi risikonya.
Setelah berusia 55 tahun, risikonya berlipat ganda setiap
kurun waktu sepuluh tahun. Dua pertiga dari semua
serangan stroke terjadi pada orang yang berusia di atas 65
tahun. Tetapi, itu tidak berarti bahwa stroke hanya bisa
terjadi pada orang usia lanjut usia karena stroke dapat
menyerang semua kelompok umur.
2). Jenis kelamin
Pria lebih berisiko terkena stroke daripada wanita, tetapi
penelitian menyimpulkan bahwa justru lebih banyak wanita
19

yang meninggal karena stroke. Risiko stroke pria 1,25 lebih
tinggi daripada wanita, tetapi serangan stroke pada pria
terjadi di usia lebih muda sehingga tingkat kelangsungan
hidup lebih tinggi. Dengan perkataan lain, walau lebih jarang
terkena stroke, pada umumnya wanita terserang pada usia
lebih tua, sehingga kemungkinan meninggal lebih besar.
3). Keturunan
Nampaknya, stroke terkait dengan keturunan. Faktor
genetik yang sangat berperan antara lain adalah tekanan
darah tinggi, penyakit jantung, diabetes dan cacat pada
bentuk pembuluh darah. Gaya hidup dan pola suatu keluarga
juga dapat mendukung risiko stroke.
4). Ras dan etnik
Ada perbedaan risiko stroke di antara kelompok ras
dan etnik. Kematian akibat stroke lebih banyak terjadi pada
orang Afrika-Amerika daripada orang kulit putih, karena
mereka mempunyai risiko lebih tinggi menderita tekanan
darah tinggi, diabetes, dan obesitas.
b). Faktor Risiko Terkendali
Ada pula faktor-faktor risiko yang sebenarnya dapat
dikendalikan dengan bantuan obat-obatan atau perubahan
gaya hidup.

20

1). Hipertensi
Hipertensi (tekanan darah tinggi) merupakan faktor
risiko

utama

yang

menyebabkan

pengerasan

dan

penyumbatan arteri. Penderita hipertensi memiliki faktor
risiko stroke empat hingga enam kali lipat dibadingkan orang
yang tanpa hipertensi dan sekitar 40 hingga 90 persen
pasien stroke teryata menderita hipertensi sebelum terkena
stroke.
2). Penyakit jantung
Setelah hipertensi, faktor risiko berikutnya adalah
penyakit jantung, terutama penyakit yang disebut atrial
fibrillation yakni penyakit jantung dengan denyut jantung
yang tidak teratur. Selanjutnya faktor lain dapat terjadi pada
pelaksanaan operasi jantung yang beupaya memperbaiki
cacat bentuk jantung atau penyakit jantung. Tampa diduga,
plak dapat terlepas dari dinding aorta (batang nadi jantung),
lalu hanyut mengikuti aliran darah ke leher dan ke otak yang
kemudian menyebabkan stroke.
3). Diabetes
Penderita diabetes memiliki risiko tiga kali lipat
terkena stroke dan mencapai tingkat tertinggi pada usia 50 –
60 tahun. Setelah itu, risiko tersebut akan menurun. Namun,
ada faktor penyebab lain yang dapat memperbesar risiko
21

stroke karena sekita 40% penderita diabetes pada umumnya
juga mnegidap hipertensi.
4). Kadar kolestrol darah
Penelitian menunjukan bahwa makanan kaya lemak
jenuh dan kolesterol seperti daging, telur, dan produk susu
dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam tubuh dan
berpengaruh pada risiko penebalan pembuluh. Kadar
kolesterol di bawah 200 mg/dl dianggap aman, sedangkan
di atas 240 mg/dl sudah berbahaya dan menepatkan
seseorang pada risiko terkena penyakit jantung dan stroke.
Memperbaiki tingkat kolesterol dengan menu makan makan
yang sehat dan olahraga yang teratur dapat menurunkan
risiko

stroke.

Dalam

kasus

tertentu

dokter

dapat

memberikan obat untuk menurunkan kolesterol.
5). Merokok
Merokok merupakan faktor risiko stroke yang
sebenarnya

paling

mudah

diubah.

Merokok

hampir

melipatgandakan risiko stroke iskemik. Merokok adalah
penyebab nayata kejadian stroke, yang lebih banyak terjadi
pada usia dewasa muda ketimbang usia tengah baya atau
lebih

tua.

Pada

pasien

perokok,

kerusakan

yang

diakibatkan stroke jauh lebih parah karena dinding bagian
dalam (endothelial) pada sistem pembuluh darah otak
22

(serebrovaskular) biasanya sudah menjadi lemah. Ini
disebabkan kerusakan yang lebih besar pada otak sebagai
akibat bila terjadi stroke tahap kedua.
6). Alkohol berlebihan
Secara umum, pengingkatan konsumsi alkohol
meningkatkan tekanan darah sehingga memperbesar risiko
stroke, baik yang iskemik maupun hemoragik. Konsumsi
alcohol secara berlebihan dapat mempengaruhi jumlah
platelet

sehingga

mempengaruhi

kekentalan

dan

pengumpalan darah, yang menjurus ke pendarahan di otak
serta memperbesar risiko stroke iskemik.
7). Obat - obatan terlarang
Penggunaan obat- obatan terlarang seperti kokain
dan senyawa olahannya dapat menyebabkan stroke, di
samping memicu faktor risiko yang lain seperti hipertensi,
penyakit jantung, dan penyakit pembuluh darah. Kokain
juga menyebabkan gangguan denyut jantung (arrhythmias)
atau

denyut

jantung

lebih

cepat.

Masing-masing

menyebabkan pembentukan gumpalan darah.
2.3.4

Patofisiologi
1. Stroke non hemoragik
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran
darah

otak

oleh

thrombus

atau

embolus.Thrombus

23

umumnya terjadi karena perkembangan ateroklerosis pada
dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat.
Aliran

darah

menyebabkan

ke

area

thrombus

iskemia

menjadi

kemudian

berkurang,

menjadi

kompleks

iskemia, akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli
disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri
karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan
iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi
gangguan

neurologist

fokal.

Perdarahan

otak

dapat

disebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh darah emboli
(Brunner & Suddarth, 2002).
2. Stroke hemoragik
Sekitar 20% kasus stroke lainnya terjadi karena salah
satu pembuluh darah di otak bocor atau pecah sehingga
darah mengisi ruang- ruang pada sel-sel otak serta merusak
jaringan oatak disekitarnya (intracerebral hemorrhage). Ada
pula pendarahan yang terjadi dalam ruangan sekitar otak
(subarachnoid

hemorrhage).

mencelakakan,

karena

(cerebrospinal)

akan

cairan
mengalir

Dampaknya
yang

paling

mengililingi

mengililingi

otak

otak
dan

menyebabkan pembuluh darah di sekitarnya menjadi kejang
sehingga menyumbat pasokan darah ke otak. Karena itulah,
subarachnoid hemorrhage dapat meninggalkan dampak
24

kelumpuhan yang sangat luas, bahkan risiko kematian
sekitar 50%. (Sustrani dkk, 2003)
2.3.5 Dampak
a) Fisik
Secara fisik membuat mereka merasa terasing dari
orang-orang dan mereka akan berpikir bahwa dirinya tidak
berguna lagi karena hidup mereka lebih banyak bergantung
pada orang lain. Perasaan-perasaan tersebut akan mulai
timbul akibat keterbatasan fungsi fisik dari penderita.
b). Psikologis
Secara psikologis, penderita paska stroke memiliki
perubahan

dan

keterbatasan

dalam

bergerak,

berkomunikasi, dan berfikir yang nantinya akan sangat
menganggu fungsi peran penderita (Hasan, 2013).
2.4 Konsep Activity of Daily Living (ADL) Pada Klien Paska Stroke
2.4.1 Pengertian Activity of Daily Living (ADL)
Activity of daily living (ADL) merupakan kegiatan
melakukan pekerjaan rutin sehari-hari dan merupakan
aktifitas pokok-pokok bagi perawatan diri. Activity of daily
living (ADL) meliputi antara lain: ke toilet, makan, berpakaian,
mandi dan berpindah tempat (Hardywinito & Setiabudi,
2005). Kemudian menurut Brunner dan Suddarth (2002),
activity of daily living (ADL) adalah aktifitas perawatan diri
25

yang harus dilakukan pasien setiap hari untuk memenuhi
kebutuhan dan tuntutan hidup sehari-hari.
Dari pengertian di atas disimpulkan bahwa activity of
daily living (ADL) merupakan kegiatan yang dilakukan setiap
hari oleh suatu individu dalam memenuhi kebutuhan hidup
dasar seperti ke toilet, makan, berpakaian, mandi dan
berpindah tempat.
Klien

paska

stroke

perlu

hidup

mandiri

demi

meningkatkan kualitas hidupnya. Hal-hal yang terkait dengan
melatih kemandirian itu perlu juga diketahui dan dipahami.
Berikut latihan kegiatan sehari-hari activity of daily living
(ADL) yang diperlukan klien paska stroke (Wibisono dalam
Sutrisno, 2007):
a. Memilih pakaian dan peralatan rias
Klien memilih pakaian dan peralatan rias bagi
perempuan

dan

peralatan

cukur

bagi

laki-laki

yang

diperlukan. Pastikan adanya pemindahan atau pelatihan
yang benar melalui tungkai yang lumpuh.
b. Melepas pakaian
Klien harus menjaga keseimbangan saat duduk.
Lengan yang lumpuh menggantung di antara kedua lutut,
posisi ini biasa menghilangkan kekakuan.Tangan yang sehat
menarik ke arah baju keatas kepala. Selanjutnya keluarkan
26

lengan yang sehat dari lengan baju. Tangan yang sehat
menarik kearah baju dan melepaskan baju tersebut dari lengan
yang lumpuh.
c. Membasuh tungkai
Klien mengambil tempat di tepi wastafel atau
baskom.Tungkai yang normal diletakkan di tengah, antara
kaki yang lumpuh dengan wastafel. Selanjutnya, kedua
tangan menyanggah lutut yang lumpuh buntuk menyilangkan
tungkai yang lumpuh pada tungkai yang normal.
d. Menggunakan celana panjang
Klien duduk pada kursi atau kursi roda.Tungkai yang
lumpuh disilangkan ketungkai yang normal seperti saat
membasuh tungkai yang lumpuh. Kenakan celana panjang
ke tungkai yang lumpuh dengan tangan yang normal.
Letakkan kembali tungkai yang lumpuh di lantai sampai tumit
terletak di bawah lutut. Masukkan tungkai yang normal
kedalam kaki celananya.
Menurut Purwanti dan Maliya, (2008) hal-hal lain yang
biasa klien paska stroke lakukan untuk memenuhi activity of
daily living (ADL), seperti:
a. Pelaksanaan mobilisasi dini posisi tidur: berbaring
terlentang, miring kesisi yang sehat, miring kesisi yang
lumpuh.
27

b. Latihan gerak sendi (range of motion): latihan gerak sendi
aktif dan latihan gerak sendi pasif.
c. Latihan duduk: latihan di mulai dengan meninggikan letak
kepala

secara

bertahan

kemudian

dicapai

posisi

setengah duduk dan pada akhirnya posisi duduk.
Dari beberapa pernyataan di atas didukung penelitian
activity daily living (ADL) pada klien paska oleh Sari (2014),
di Poli Syaraf Rumah Sakit Abdoer Rahem Situbondo,
melaporkan bahwa kemandirian pemenuhan kebutuhan
activity daily living (ADL) pada penderita paska stroke tidak
dapat menjalankan aktivitasnya sehari-hari secara optimal.
Penderita paska stroke akan hidup ketergantungan dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti saat berjalan,
mandi, berpakaian, pergi ke toilet, berpindah tempat, makan,
disebabkan kelumpuhan sebagain atau seluruh anggota
tubuh.

Penelitian

ini

menggunakan

metode

penelitian

kuantitatif dilakukan dengan jenis deskriptif. Populasi dalam
penelitian ini sebanyak 30 orang, dan sampling yang
digunakan adalah purposive sampling. Pengumpulan data
menggunakan lembar chek list dengan bantuan wawancara.
Berdasarkan hasil penelitiannya dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar kemandirian aktivitas sehari-hari activity daily
living (ADL) responden adalah ketergantungan sedang.
28

Penelitian oleh Qamariah (2015), di rumah sakit daerah
dr. Zainoel Abidin Banda Aceh melaporkan bahwa penderita
pasca stroke pada umunya akan mengalami keterbatasan
anggota gerak sehingga mengakibatkan gangguan aktifitas
sehari-hari. Tujuan penelitiannya mengetahui activity daily
living (ADL) pada penderita paska stroke, metode penelitian
kualitatif dengan jenis deskriptif ekploratif, tiknik pengambilan
sampel accidental sampling, dengan jumlah sampel 50
responden menggunakan kuesioner indeks barthel yang terdiri
dari 10 item pernyataan. Hasil analisa univariat menunjukkan
bahwa activity of daily living (ADL) pada klien paska stroke
berada

pada

kemandirian

kategori
dalam

ketergantungan

melakukan

aktivitas

sedang,

tingkat

makan,

mandi,

toileting, aktivitas berpakaian, aktivitas berjalan, aktivitas
berpindah, mandiri dalam aktivitas mengontrol BAB, mandiri
dalam aktivitas mengontrol BAK, aktivitas naik turun tangga,
mengalami

ketergantungan

total

dalam

aktivitas

membersihkan diri. Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa
activity daily living (ADL) pada pasien paska stroke mengalami
ketergantungan sedang.

29

2.4.2

Hubungan

Dukungan

Anggota

Keluarga

Sebagai

Motivator dengan Activity Daily Living (ADL) Pada Klien
Paska Stroke
Penelitian oleh Endriyani (2011) melaporkan bahwa
hubungan antara dukungan keluarga dengan kemandirian
activity of daily living (ADL) klien post stroke di RSU PKU
Muhammadiyah Bantul, jenis penelitian kuantitatif dengan noneksperimen yang menggunakan metode descriptive correlational
dengan menggunakan pendekatan waktu cross sectional.
Sampel dalam penelitian ini berjumlah 27 orang diambil dengan
menggunakan accidental sampling. Indikator dalam penelitian ini
dukungan

keluarga

diberikan

antara

lain

dukungan

informasional, dukungan emosional, dukungan instrumental, dan
dukungan

penilaian.

Pengambilan

data

menggunakan

kuesioner, skala datanya berupa ordinal, dengan kategori tinggi,
sedang dan rendah. Hasil penelitian menunjukan bahwa
dukungan keluarga yang diterima klien post stroke dalam
kategori tinggi (81,5%), kemandirian activities of daily living
(ADL) klien post stroke pada kategori ketergantungan sebagian
(70,4%). Berdasarkan analisis data dapat disimpulkan bahwa
tidak

ada hubungan antara

dukungan keluarga dengan

kemandirian activities of daily living (ADL) klien post stroke di
RSU PKU Muhammadiyah Bantul.
30

Hasil penelitian oleh Rickard (2015) di rumah Sakit
Pancaran Kasih Manado dengan desain deskriptif analitik
menggunakan pendekatan cross sectional, dengan jumlah
populasi 180 orang post stroke dengan teknik pengambilan
sampel memakai purposive sampling dan mendapatkan jumlah
36 orang. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner,
dukungan

keluarga

dan

observasi

kemandirian

aktivitas

kegiatan sehari-hari. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa 33
orang (91,7%) memberikan dukungan baik, kemudian 29 orang
(80,6%) dengan kemandirian bantuan sebagian. Hasil analisis
bivariate pada hubungan dukungan keluarga motivasi dengan
kemandirian

aktivitas

kegiatan

sehari-hari

tidak

memiliki

hubungan yang bermakna sehingga dapat disimpulkan bahwa
tidak

ada hubungan antara

dukungan keluarga dengan

kemandirian aktivitas sehari-hari pasien post stroke.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Setyaningrum dan
Wakhid (2014), tentang hubungan dukungan keluarga dengan
motivasi pada pasien paska stroke untuk menjalani fisioterapi di
RSUD Wilayah Kabupaten Semarang. Jenis penelitian ini
adalah kuantitatif deskriptif korelasional dengan menggunakan
pendekatan cross sectional menggunakan kuesioner sebagai
alat pengumpul data. Populasi adalah penderita paska stroke di
ruang fisioterapi RSUD Wilayah Kabupaten Semarang. Teknik
31

sampling yang digunakan adalah quota sampling dengan jumlah
sampel sebanyak 46 orang. Data dianalisis menggunakan
menggunakan uji chi square. Hasil penelitian, menunjukan
dukungan keluarga dalam kategori baik sebanyak 26 responden
(56,5 %). Motivasi rendah didapatkan sebanyak 17 responden
(37,0 %). Dari hasil uji statistik menggunakan uji chi square
diketahui bahwa ada hubungan dukungan keluarga dengan
motivasi pada pasien paska stroke untuk menjalani fisioterapi di
RSUD Wilayah Kabupaten Semarang korelasi yang sedang
dimana semakin tinggi dukungan keluarga, semakin tinggi
tingkat kemampuan aktivitas sehari-hari.
Penelitian yang dilakukan oleh Erlina (2014) di Poliklinik
Neurologi di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukit tinggi,
menggunakan metode kuantitatif desain kolerasi, sampel
penelitian berjumlah 89 responden dengan purposive sampling.
Menggunakan

kuisoner

dukungan

keluarga

dan

tingkat

kemampuan aktivitas sehari-hari. Hasil analisa data diperoleh
presentase dukungan keluarga tertinggi sebesar 87,6% dan
aktivitas sehari-hari dengan presentase 48,3% yaitu kategori
ketergantungan ringan. Hasil uji korelasi dengan spearmen rank
menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara
dukungan keluarga dengan tingkat kemampuan aktivitas seharihari dan korelasi yang sedang semakin tinggi dukungan
32

keluarga, semakin tinggi tingkat kemampuan aktivitas seharihari.
Penelitian oleh Wurtiningsih (2012), menyatakan klien
paska stroke dukungan keluarga dengan activity daily living
(ADL) beperan sangat penting untuk membantu dalam proses
penyembuhan

dan

rehabilitasi

pasien

yang

seringkali

membutuhkan waktu yang lama, dan membutuhkan dukungan
penuh keluarga. Motode penelitian adalah kualitatif dengan
pendekatan fenomenologis. Subyek adalah keluarga dengan
pasien paska stroke di ruang saraf RSUD Dr. Kariadi,
pengambilan subyek sebanyak lima orang. Teknik pengambilan
data dengan cara wawancara mendalam dan dikerjakan analisis
masalah. Hasil anggota keluarga mampu memberikan berbagai
bentuk

dukungan

dukungan

informasional,

instrumental,
dukungan

kepada

penderita
dukungan

dandukungan
yang

diberikan

paska

stroke

emosional,

penghargaan.
keluarga

yaitu

dukungan

Kesimpulanya

berupa

dukungan

informasional, dukungan emosional, dukungan instrumental
dandukungan penghargaan.
Berdasarkan penelitian terdahulu activity daily living
(ADL) oleh Sari (2014), dan Qamariah (2015), melaporkan
activity daily living (ADL) pada klien paska stroke masih
mengalami

ketergantungan

sedang.

Kemudian

penelitian
33

dukungan keluarga sebagai motivator pada pasien paska stroke
oleh Endriyani (2011), Setyanigrum dan Wakhid

(2014)

sebagian besar pasien paska stroke mendapatkan dukungan
keluarga tinggi. Dukungan-dukungan yang diberikan oleh
keluarga berupa dukungan emosional, penghargaan, nyata dan
informasi. Melaporkan ada hubungan dukungan keluarga
dengan teori Sarafino dalam Christine (2010). Kemudian
penelitian oleh Richard (2015), tidak ada hubungan dukungan
keluarga karena tidak terdapat dukungan keluarga dengan
activity daily living (ADL) diberikan oleh keluarga berupa
dukungan emosional, penghargaan, nyata dan informasi.
Sehingga pasien paska stroke mendapat dukungan rendah.

34

2.5 Kerangka Konseptual
Variabel Independen

Variabel Dependen

(ADL) PadaPasienPasca Stroke
Dukungan Keluarga

Activity of Daily Living (ADL)
Pada Klien Paska Stroke

Anggota Keluarga
yang merawat

Klien

Keterangan:
= Penghubung
= Area Penelitian

2.6

Hipotesis Penelitian

H1: Ada hubungan antara dukungan anggota keluarga dengan
activity of daily living (ADL) pada klien paska stroke di Klinik Utama
Graha Medika Salatiga (nilai < 0,05).
H0: Tidak ada hubungan antara dukungan anggota keluarga dangan
activity of daily living (ADL) pada klien paska stroke di Klinik Utama
Graha Medika Salatiga (nilai > 0,05).

35