2.1 Kajian Teori 2.1.1 Matematika dan Pembelajaran di SD - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Pendekatan Saintifik Melalui Model Discovery Learning dengan Permainan terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 5 Semest

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Bab II ini berisi kajian teori tentang variabel-variabel yang terdapat dalan
rumusan masalah yang ditetapkan peneliti, antara lain: pembelajaran matematika di
SD, pendekatan saintifik melalui metode Discovery Learning dengan permainan,
hasil belajar.
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Matematika dan Pembelajaran di SD
2.1.1.1 Pengertian Matematika
Istilah “matematika” berasal dari kata Yunani “mathein” atau “manthenein”
yang artinya “mempelajari”. Mungkin juga kata itu erat hubungannya dengan kata
Sansekerta “medha” atau “widya” yang artinya ialah “kepandaian”, “ketahuan”, atau
“inteligensi” (Andi Hakim Nasution, 1978: 12). Di bagian lain beliau berpendapat
istilah “matematika” lebih tepat digunakan daripada “ilmu pasti” karena memang
benarlah, bahwa dengan menguasai matematika orang akan belajar mengatur jalan
pikirannya dan sekaligus belajar menambah kepandaiannya (Andi Hakim Nasution,
1987: 12). Dengan demikian pembelajaran matematika adalah cara berpikir dan
bernalar yang digunakan untuk memecahkan berbagai jenis persoalan dalam
keseharian, sains, pemerintah, dan industri. Lambang dan bahasa dalam matematika
bersifat universal sehingga dipahami oleh bangsa–bangsa di dunia.
Johnson dan Rising dalam Russefendi (1972) dalam Erna Suwaningsih (2006:

4) matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logis,
matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan
cermat, jelas, dan akurat representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa
bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi. Matematika adalah
pengetahuan struktur yang terorganisasi, sifat-sifat dalam teori-teori dibuat secara

9

10

deduktif berdasarkan kepada unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat atau teori
yang telah dibuktikan kebenarannya adalah ilmu tentang keteraturan pola atau ide,
dan matematika itu adalah suatu seni, keindahannya terdapat pada keterurutan dan
keharmonisannya.
Dari berbagai pendapat mengenai Matematika, dapat disimpulkan bahwa
Matematika adalah ilmu yang mempelajari tentang bilangan, bentuk-bentuk
(geometri) yang dapat diekspresikan dan dioperasikan melalui simbol-simbolnya
dimana memerlukan kacakapan berpikir khususnya dalam berlogika atau mengamati
pola dan berpikir rasional.
2.1.1.2 Pembelajaran Matematika

Matematika di sekolah mendorong siswa berpikir secara logis, menganalis
data, mengambil keputusan, dan memecahkan masalah yang timbul dalam situasi dan
kehidupan nyata serta menggunakan konsep-konsep matematika dengan cara yang
penuh makna, Muschla, J. A. dan Muschla, G.R. (2009:3). Senada dengan pendapat
Muschla, J. A. dan Muschla, G.R., Daryanto (2013:411) juga mengungkapkan bahwa
pembelajaran matematika perlu diberikan sejak sekolah dasar agar siswa mampu
berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif serta kemampuan bekerja sama.
Menanamkan daya nalar dan membiasakan anak berfikir logis adalah tujuan pokok
dari pembelajaran matematika di sekolah. Matematika bukan merupakan ilmu
empiris. Matematika merupakan ilmu hitung dan ilmu ukur. Metode matematika tidak
memusat pada realitas nyata melainkan daya abstraksi atau yang diciptakan bebas
oleh nalar manusia, Drost (2008: 91).
2.1.1.3 Pembelajaran Matematika di SD
Pembelajaran suatu pelajaran akan bermakna bagi siswa apabila guru
mengetahui tentang objek yang akan diajarkannya sehingga dapat mengajarkan
materi tersebut dengan penuh dinamika dan inovasi dalam proses pembelajarannya.
Demikian halnya dengan pembelajaran matematika di Sekolah Dasar. Pada saat ini

11


masih ada guru yang memberikan konsep-konsep matematika sesuai jalan pikirnya,
tanpa memperhatikan bahwa jalan pikiran siswa berbeda dengan jalan pikiran orang
dewasa dalam memahami konsep-konsep matematika yang abstrak sesuai dengan
definisi matematika yang sudah dikemukakan oleh beberapa ahli. Sesuatu yang
terkadang dianggap mudah oleh orang dewasa terkadang dapat dianggap sulit oleh
seorang anak. Anak usia SD adalah anak yang berada pada usia sekitar 7 sampai 12
tahun. Menurut Piaget anak usia sekitar ini masih berpikir pada tahap operasional
konkret artinya siswa SD belum berpikir formal (Erna Suwangsih, 2006: 15).
2.1.1.4 Peran Matematika di SD
Pemahaman terhadap peranan pengajaran matematika di Sekolah Dasar
sangat membantu para guru untuk memberikan pembelajaran matematika secara
proporsional sesuai dengan tujuannya. Sebagaimana tercantum dalam dokumen
BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006: 2) mata pelajaran matematika
perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk
membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis,
dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar
peserta

didik


dapat

memiliki

kemampuan

memperoleh,

mengelola,

dan

memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah,
tidak pasti, dan kompetitif.
Standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika dalam dokumen ini
disusun sebagai landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan tersebut
di atas. Selain itu dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan
menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide
atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain.
Pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran

matematika yang mencakup masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah terbuka
dengan solusi tidak tunggal, dan masalah dengan berbagai cara penyelesaian. Untuk

12

meningkatkan kemampuan memecahkan masalah perlu dikembangkan keterampilan
memahami masalah, membuat model matematika, menyelesaikan masalah, dan
menafsirkan solusinya.
Peran matematika dalam (Permendikbud, 2013: 231) Kecakapan

atau

kemahiran matematika merupakan bagian dari kecakapan hidup yang harus
dimiliki

siswa

pemecahan

terutama


dalam pengembangan

penalaran,

komunikasi,

dan

masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan siswa sehari-hari.

Matematika selalu digunakan dalam segala segi kehidupan, semua bidang studi
memerlukan ketrampilan matematika yang sesuai, merupakan sarana komunikasi
yang kuat, singkat dan jelas, dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam
berbagai cara, meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian dan kesadaran
keruangan, memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang
menantang, mengembangkan kreaktivitas dan sebagai sarana untuk meningkatkan
kesadaran terhadap perkembangan budaya.
2.1.2


Pendekatan Saintifik

2.1.2.1 Pengertian Pendekatan Saintifik
Pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian
rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui
tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah),
merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data
dengan

berbagai

teknik,

menganalisis

data,

menarik

kesimpulan


dan

mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”. Pendekatan
saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam
mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa
informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi
searah dari guru. Oleh karena itu, kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta
diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber

13

melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu. Penerapan pendekatan saintifik
dalam

pembelajaran

maelibatkan

keterampilan


proses,

seperti

mengamati,

mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan. Dalam
melaksanakan proses-proses tersebut, bantuan guru diperlukan. Akan tetapi, bantuan
guru tersebut harus semakin berkurang dengan semakin tingginya kelas siswa.
Metode saintifik sangat relevan dengan tiga teori belajar, yaitu teori Bruner, teori
Piaget, dan teori Vygotsky. Teori belajar Bruner disebut juga teori belajar penemuan.
Ada empat hal poko berkaitan dengan teori belajar Bruner (dalam Carin & Sund,
1975). Pertama, individu hanya belajar dan mengembangkan pikirannya apabila ia
menggunakan pikirannya. Kedua, dengan melakukan proses-proses kognitif dalam
proses penemuan, siswa akan memperoleh sensasi dan kepuasan intelektual yang
merupakan suatu penghargaan intrinsik. Ketiga, satu-satunya cara agar seseorang
dapat mempelajari teknik-teknik dalam melakukan penemuan adalah ia memilik
kesempatan untuk melakukan penemuan. Keempat, dengan melakukan penemuan
maka akan memperkuat retensi ingatan. Empat hal diatas adalah bersesuaian dengan

proses kognitif yang diperluksn dalam pembelajaran menggunakan metode saintifik.
Teori Piaget, menyatakan bahwa belajar berkaitan dengan pembentukan dan
perkembangan skema (jamak skemata). Skema adalah suatu struktur mental atau
struktur kognitif yangdengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dan
mengkoordinasi lingkungan sekitarnya (Baldwin, 1967). Skema tidak pernah berhenti
berubah, skemata seorang anak akan berkembang menjadi skemata orang dewasa.
Proses yang menyebabkan terjadinya perubahan skemata disebut dengan adaptasi.
Proses terbentuknya adaptasi ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu asimilasi dan
akomodasi. Asimilasi merupakan proses kognitif yang dengannya seseorang
mengintegrasikan stimulus yang dapat berupa persepsi, konsep, hukum, prinsip
ataupun pengalaman baru kedalam skema yang sudah ada didalam pikirannya.
Akomodasi dapat berupa pembentukan skema baru yang dapat cocok dengan ciri-ciri
rangsangan yang ada atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan
ciri-ciri stimulus yang ada. Dalam pembelajaran diperlukan adanya penyeimbangan

14

atau ekuilibrasi atara asimilsi dan akomodasi. Vygotsky, dalam teorinya menyatakan
bahwa pembelajaran terjadi apabila peserta didik bekerja atau belajar menangani
tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam

jangkauan

kemampuan

atau

tugas

itu

berada

dalam

zone

of

proximal

develoment daerah terletak antara tingkat perkembangan anak saat ini yang
didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah dibawah bimbingan orang
dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu (Nur dan Wikandari, 2000: 4).
2.1.2.2 Sintak Pendekatan Saintifik
Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan
dengan menggunakan pendekatan ilmiah (saintifik). Langkah-langkah pendekatan
ilmiah (scientific appoach) dalam proses pembelajaran meliputi menggali informasi
melaui pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi,
menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian
menyimpulkan, dan mencipta. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu,
sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara
prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap
menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifatsifat nonilmiah. Pendekatan saintifik dalam pembelajaran disajikan sebagai berikut:
a. Mengamati (observasi)
Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran
(meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan
media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah
pelaksanaannya. Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin
tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang
tinggi. Kegiatan mengamati dalam pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam
Permendikbud Nomor 81A/2013, hendaklah guru membuka secara luas dan
bervariasi kesempatan peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan:

15

melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi peserta didik
untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan (melihat,
membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek. Adapun
kompetensi yang diharapkan adalah melatih kesungguhan, ketelitian, dan mencari
informasi.
b. Menanya
Dalam kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan secara luas kepada
peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, dibaca atau
dilihat. Guru perlu membimbing peserta didik untuk dapat mengajukan pertanyaan:
pertanyaan tentang yang hasil pengamatan objek yang konkrit sampai kepada yang
abstra berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak.
Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik.
Dari situasi di mana peserta didik dilatih menggunakan pertanyaan dari guru, masih
memerlukan bantuan guru untuk mengajukan pertanyaan sampai ke tingkat di mana
peserta didik mampu mengajukan pertanyaan secara mandiri. Dari kegiatan kedua
dihasilkan sejumlah pertanyaan. Melalui kegiatan bertanya dikembangkan rasa ingin
tahu peserta didik. Semakin terlatih dalam bertanya maka rasa ingin tahu semakin
dapat dikembangkan. Pertanyaan terebut menjadi dasar untuk mencari informasi yang
lebih lanjut dan beragam dari sumber yang ditentukan guru sampai yang ditentukan
peserta didik, dari sumber yang tunggal sampai sumber yang beragam.
Kegiatan “menanya” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan
dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah mengajukan pertanyaan
tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk
mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan
faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik). Adapun kompetensi yang
diharapkan dalam kegiatan ini adalah mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu,
kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu
untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat.

16

c. Mengumpulkan Informasi
Kegiatan “mengumpulkan informasi” merupakan tindak lanjut dari bertanya.
Kegiatan ini dilakukan dengan menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai
sumber melalui berbagai cara. Untuk itu peserta didik dapat membaca buku yang
lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan
melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi. Dalam
Permendikbud Nomor

81a Tahun 2013, aktivitas mengumpulkan informasi

dilakukan melalui eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati
objek/ kejadian/, aktivitas wawancara dengan nara sumber dan sebagainya. Adapun
kompetensi yang diharapkan adalah mengembangkan sikap teliti, jujur,sopan,
menghargai

pendapat

orang

lain,

kemampuan

berkomunikasi,

menerapkan

kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari,
mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat.
d. Mengasosiasikan/ Mengolah Informasi/Menalar
Kegiatan “mengasosiasi/ mengolah informasi/ menalar” dalam kegiatan
pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun
2013, adalah memproses informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil
kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan
kegiatan mengumpulkan informasi. Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari
yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan
informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat
yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Kegiatan ini dilakukan untuk
menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainya, menemukan pola
dari keterkaitan informasi tersebut. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah
mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan
menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam
menyimpulkan.
Aktivitas ini juga diistilahkan sebagai kegiatan menalar, yaitu proses berfikir
yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk

17

memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Aktivitas menalar dalam konteks
pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada
teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran
merujuk pada kemamuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan
beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori.
Selama mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam
referensi dengan peristiwa lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di
memori otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah
tersedia.
e. Menarik kesimpulan
Kegiatan menyimpulkan dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik
merupakan kelanjutan dari kegiatan

mengolah data atau informasi. Setelah

menemukan keterkaitan antar informasi dan menemukan berbagai pola dari
keterkaitan tersebut, selanjutnya secara bersama-sama dalam satu kesatuan kelompok,
atau secara individual membuat kesimpulan.
f. Mengkomunikasikan
Pada pendekatan scientific guru diharapkan memberi kesempatan kepada
peserta didik untuk mengkomunikasikan apa yang telah mereka pelajari. Kegiatan ini
dapat dilakukan melalui menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam
kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil tersebut
disampikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau
kelompok peserta didik tersebut. Kegiatan “mengkomunikasikan” dalam kegiatan
pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun
2013, adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis
secara lisan, tertulis, atau media lainnya.
Adapun

kompetensi

yang

diharapkan

dalam

kegiatan

ini

adalah

mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis,
mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan
kemampuan berbahasa yang baik dan benar.

18

2.1.3

Discovery Learning

2.1.3.1 Pengertian Discovery Learning
Metode Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai
proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam
bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri. Sebagai strategi
belajar, Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan Inquiry dan
Problem Solving. Pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya
konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Dalam mengaplikasikan
Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru
harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuia dengan
tujuan. Kondisi seperti ini ingin mengubah kegitan belajar mengajar yang teacher
oriented (berorientasi pada guru) menjadi student oriented (berorientasi pada siswa).
Dalam Discovery Learning, hendaknya guru harus memberikan kesempatan
muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientis, atau ahli
matematika. Bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, tetapi siswa dituntut
untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan,
mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta
membuat

kesimpulan-kesimpulan.

Jadi,

Discovery

Learning

masih

sangat

membutuhkan bantuan guru atau sering disebut dengan guided discovery. Guided
discovery merupakan metode yang digunakan untuk membangun konsep di bawah
pengawasan guru. Oleh karena itu melalui Discovery Learning menuntut guru lebih
kreatif menciptakan situasi yang dapat membuat siswa belajar aktif menemukan
pengetahuan sendiri. Metode belajar ini sesuai dengan teori Bruner yng menyarankan
agar siswa belajar secara aktif untuk membngun konsep dan prinsip.

19

Menurut Westwood (2008), pembelajaran dengan menggunakan metode
Discovery Learningakan efektif jika terjadi hal-hal berikut:
1. Proses belajar dibuat dengan cara terstuktur dan hati-hati.
2. Siswa memiliki pengetahuan dan keterampilan awal untuk belajar.
3. Guru memberikan dukungan yang dibutuhkan siswa untuk melakukan
penyelidikan.

Gambar 1
Komponen dan Proses Belajar dengan Discovery Learning
2.1.3.2 Langkah-langkah Discovery Learning
Imam Kurinasih (2014: 64), menuliskan langkah-langkah (sintak) operasional
Discovery Learning sebagai berikut:
1. Langkah Persiapan Strategi Discovery Learning
a)

Menentukan tujuan pembelajaran

b)

Melakukn indentifikasi karakteristik peserta didik (kemmpuan awal,
minat, gaya belajar, dan sebagainya)

20

c)

Memilih materi pelajaran

d)

Mengatur topik-topik pelajaran dari yangsederhana ke kompleks, dari
yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik, sampai
simbolik.

e)

Melakukan penelitian proses dan hasil belajar peserta didik.

2. Prosedur Aplikasi Strategi Discovery Learning
Dalam mengaplkasi strategi discovery learning di kelas, ada beberapa
prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara
umum sebagai berikut:
Tabel 1
Sintak Discovery Learning
No
Sintak discovery learning
1. Guru memaparkan topik yang akan dikaji, tujuan belajar, motivasi, dan
memberikan penjelasan ringkas.
2. Guru mengajukan permasalahan atau pertanyaan yang terkait dengan topik
yang dikaji.
3. Kelompok merumuskan hipotesis dan merancang percobaan atau
mempelajari tahapan percobaan yang dipaparkan oleh guru, LKS, atau buku.
Guru memimbing dalam perumusan hipotesis dan merencanakan percobaan.
4. Guru memfasilitasi kelompok dalam melaksanakan percobaan /investigasi
5. Kelompok melakukan percobaan atau pengamatan untuk mengumpulkan data
yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis.
6. Kelompok mengorganisasi dan menganalisis data serta membuat laporan
hasil percobaan atau pengamatan.
7. Kelompok memaparkan hasil investgasi (percobaan atau pengamatan) dan
mengemukakan konsep yang ditemukan. Guru membimbing peserta didik
dalam mengkonstruksi konsep berdasarkan hasil investigasi.
2.1.3.3 Kelebihan dan Kekurangan Discovery Learning
Kelebihan Model Pembelajaran Discovery Learning
a. Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan dan
proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini,
seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.

21

b. Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh
karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.
c. Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki
dan berhasil.
d. Metode ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai
dengan kecepatannya sendiri.
e. Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan
melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.
f. Metode ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena
memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan lainnya.
g. Berpusat pada siswa dan guru berperan sma-sama aktif mengeluarkan
gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan
sebagai peneliti di dalam situasi diskusi
h. Membantu

siswa

menghilangkan

skeptisme

(keragu-raguan)

karena

mengarah pada kebenaran yang final dan tertentu atau pasti.
i. Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
j. Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses
belajar yang baru.
k. Mendorong siswa berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.
l. Mendorong siswa berfikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri.
m. Memberikan keputusann yang bersifat instrinsik, situasi proses belajar
menjadi terangsang.
n. Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan
manusia seutuhnya.
o. Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa.
p. Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber
belajar.
q. Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.

22

Kelemahan Model Discovery Learning
a. Metode ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar.
Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstak atau
berpikir atau mengungkapkan hubungan pada gilirannya akan menimbulkan
frustasi.
b. Metode ini tidak efisien untuk mnegajar jumlah siswa yang banyak, karena
membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemkan teori
atau pemecahan masalah lainnya.
c. Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan
dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang
lama.
d. Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman,
seangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan, dan emosi secara
keseluruhan kurang mendapat perhatian.
e. Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur
gagasan yang dikemukakan oleh para siswa.
f. Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berpikir yang akan
ditemukan oleh siswa karena tekah dipilih terlebih dahulu oleh guru.
2.1.4

Permainan

2.1.4.1 Pengertian Permainan
Menurut Kimpraswil (dalam As’adi Muhammad, 2009: 26) mengatakan
bahwa definisi permainan adalah usaha olah diri (olah pikiran dan olah fisik) yang
sangat bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan motivasi, kinerja, dan
prestasi dalam melaksanakan tugas dan kepentingan organisasi dengan lebih baik.
Lain halnya dengan Joan Freeman dan Utami munandar (dalam Andang Ismail, 2009:
27) mendefinisikan permainan sebagai suatu aktifitas yang membantu anak mencapai
perkembangan yang utuh, baik fisik, intelektual, sosial, moral, dan emosional.

23

Menurut beberapa pendapat para ahli tersebut peneliti menyimpulkan definisi
permainan adalah suatu aktifitas yang dilakukan oleh beberapa anak untuk mencari
kesenangan yang dapat membentuk proses kepribadian anak dan membantu anak
mencapai perkembangan fisik, intelektual, sosial, moral dan emosional.
2.1.4.2 Permainan menurut Teori Dienes
Zoltan P. Dienes adalah seorang matematikawan yang memusatkan
perhatiannya pada cara-cara pengajaran terhadap anak-anak. Dasar teorinya bertupu
pada teori Piaget, dan pengembangannya diorientasikan pada anak-anak, sedemikian
rupa sehingga sistem yang dikembangkan itu menarik bagi anak yang mempelajari
matematika.
Dalam Sri Subarinah (2006: 5), Dienes berpendapat bahwa konsep-konsep
matematika akan mudah dan berhasil untuk dipelajari apabila melalui tahapan
tertentu yang dibedakan dalam enam tahapan berurutan sebagai berikut:
a. Tahap Permainan Bebas (Free Play)
Pada tahap ini siswa belajar matematika melalui permainan benda kongkret
tanpa arahan guru, yang penting benda-benda yang dipakai untuk bermain
sudah tersedia. Disini anak mempersiapkan mental dan sikap sendiri untuk
bisa memahami struktur dan konsep matematika lebih lanjut seiring dengan
perkembangan usianya.
b. Tahap Permainan (Games)
Pada tahap ini anak-anak juga masih bermain benda kongkret tetapi sudah
diarahkan untuk mengamati pola dan keteraturan suatu konsep sehingga anakanak mulai diperkenalkan dengan struktur matematika untuk membantu siswa
menumbuhkan sikap berpikir logis dan matematis. Misalnya kita ajak anakanak untuk membentuk formasi barisan dalam berbagai bentuk, misal garis
lurus, lingkaran, segitiga, segiempat, ataupun kurva tertutup sembarang.
c. Tahap Penelaahan Kesamaan Sifat (Searching for Communities)

24

Pada tahap ini anak-anak melakukan kegaiatn belajar untuk menemukan
kesamaan sifat melalui perminan yang dirancang guru. Siswa diajak untuk
melakukan pengamatan terhadap pola, keteraturan dan sifat-sifat sama yang
dimiliki oleh model-model yang diamati. Misalkan kita berikan berbagai
macam bentuk bangun segitiga (sama kaki, sama sisi, siku-siku, lancip,
tumpul, sembarang) kemudian siswa diminta mengamati dan menyebutkan
tentang sifat-sifat yang sama dari benda-benda yang diamati sehingga mereka
mempunyai konsep tentang segitiga, misalnya segitiga mempunyai tiga sisi
yang lurus dan mempunyai tiga titik sudut.
d. Tahap Representasi (Representation)
Pada tahap ini siswa belajar membuat peryataan atau representasi tentang
sifat-sifat yang sama dari suatu konsep yang telah diamati pada tahap
sebelumnya. Representasi siswa dapat berupa penyajian verbal (kata-kata)
yang diucapkan maupun ditulis, ataupun bentuk gambar atau diagram.
e. Tahap Simbolis (Symbolism)
Pada tahap ini siswa mulai menciptakan simbol matematika atau rumusan
verbal. Misalnya untuk menuliskan segitiga ABC disimbolkan ∆ ABC.
f. Tahap Fomalisasi (Formalism)
Pada tahap terakhir ini, siswa belajar mengorganisasi konsep-konsep
membentuk suatu sistem matematika yang memuat aksioma, dalil, teorema
beserta akibat-akibatnya. Tahap ini diluar jangkauan siswa SD.
2.1.5

Hasil Belajar

2.1.5.1 Pengertian Hasil Belajar
Menurut Sudjana (2004:22) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan
yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar dapat
dikategorikan menjadi tiga bidang, yaitu bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Hasil belajar di antara siswa jelas akan berbeda-beda, karena dipengaruhi oleh faktorfaktor tertentu yaitu faktor dari dalam siswa dan dari luar siswa (Sudjana 1989:39).

25

Menurut Gagne dalam Suprijono (2013: 5) hasil belajar itu berupa

(a)

Informasi verbal adalah kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk
bahasa, baik lisan maupun tertulis, (b) Keterampilan intelektual adalah kemampuan
mempresentasikan konsep dan lambang, (c) Strategi kognitif adalah kecakapan
menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri, (d) Keterampilan
motorik adalah kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan
koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani, (e) Sikap adalah
kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek
tersebut.
Kegiatan atau usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku itu merupakan
proses belajar sedang perubahan tingkah laku itu sendiri merupakan hasil belajar.
Dengan demikian belajar akan menyangkut proses belajar dan hasil belajar (Hudoyo,
1988: 1). Kingsley dalam Sudjana (2004: 22) membagi tiga macam hasil belajar
mengajar menjadi: (1) Keterampilan dan kebiasaan, (2) Pengetahuan dan pengarahan,
(3) Sikap dan cita-cita. Menurut Gagne dalam Sudjana (2008: 22) hasil belajar adalah
dicapainya sejumlah kemampuan setelah mengikuti proses belajar mengajar, yaitu
ketrampilan intelektual (pengetahuan), strategi kognitif (memecahkan masalah),
informasi verbal (mendeskripsikan sesuatu), ketrampilan motorik, sikap dan nilai.
Bloom dan Kratwohl (dalam Usman, 1994: 29) juga mengemukakan bahwa hasil
belajar merupakan perubahan tingkah laku yang secara umum dapat dikelompokkan
ke dalam tiga kategori yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Menurut Bloom dalam Suprijono (2013: 6) hasil belajar adalah kemampuan
yang mencangkup aspek kognitif, psikomotorik dan afektif. Aspek kognitif adalah
knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan,
meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan
hubungkan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan
baru), dan evaluation (menilai). Aspek afektif adalah receiving (sikap menerima),
responding (memberikan respons), valuing (nilai), organization (organisasi),
characterization (karakterisasi). Aspek psikomotor meliputi initiatory, pre-routine,

26

dan rountinized. Aspek psikomotor juga mencangkup keterampilan produktif, teknik,
fisik, sosial, managerial, dan intelektual.
Bloom dalam Usman (1994: 29) membagi ranah kognitif menjadi enam
bagian, yaitu: (1) Pengetahuan, yang mengacu pada kemampuan mengenal atau
mengingat materi yang sudah dipelajari dari yang sederhana sampai pada teori-teori
yang sulit, (2) pemahaman, yang mengacu pada kemampuan memahami makna
materi, (3) penerapan, yang mengacu pada kemampuan menggunakan atau
menerapkan materi yang sudah dipelajari pada situasi yang baru dan menyangkut
penggunaan aturan atau prinsip, (4) analisis, yang mengacu pada kemampuan
menguraikan materi ke dalam komponen-komponennya, (5) sintesis, yang mengacu
pada kemampuan

memadukan

konsep

atau

komponen-komponen

sehingga

membentuk suatu pola struktur atau bentuk baru, dan (6) evaluasi, yang mengacu
pada kemampuan memberikan pertimbangan terhadap nilai-nilai materi untuk tujuan
tertentu.
Hasil belajar menurut Suprijono (2013: 5) adalah pola-pola dari perbuatan,
nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan dan keterampilan. Hasil
belajar adalah secara keseluruhan bukan salah satu aspek saja. Rasyid (2008: 9) juga
berpendapat bahwa hasil belajar jika di tinjau dari segi proses pengukurannya,
kemampuan seseorang dapat dinyatakan dengan angka. Dengan demikian, hasil
belajar siswa dapat diperoleh guru dengan terlebih dahulu memberikan seperangkat
tes kepada siswa untuk menjawabnya. Hasil tes belajar siswa tersebut akan
memberikan gambaran informasi tentang kemampuan dan penguasaan kompetensi
siswa pada suatu materi pelajaran yang kemudian dikonversi dalam bentuk angkaangka.
Arikunto dan Gagne dalam Sukiman (2012) mengungkapkan pada dasarnya
hasil belajar adalah akibat dari adanya evaluasi belajar (tes) dan evaluasi belajar
dilakukan untuk

mengetahui kemampuan yang telah diperoleh siswa setelah

melakukan proses pembelajaran. Tes tersebut dapat digunakan untuk mengukur
secara jelas hasil belajar yang telah ditetapkan sesuai tujuan pembelajaran (Purwanto,

27

2010). Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini mengacu pada pendapat
Arikunto dan Gagne, yaitu kemampuan yang dicapai oleh siswa setelah mengalami
proses pembelajaran di kelas yang dapat dilakukan melalui evaluasi belajar (tes
tertulis).
2.1.6

Hubungan Pendekatan Saintifik melalui Model Discovery Learning
dengan Permainan terhadap Hasil Belajar Matematika
Matematika dapat didefinisikan sebagai studi dengan logika yang ketat dari

topik seperti kuantitas, struktur, ruang, dan perubahan. Matematika merupakan
tubuh pengetahuan yang dibenarkan (justified) dengan

argumentasi

deduktif,

dimulai dari aksioma-aksioma dan definisi-definisi". Kecakapan atau kemahiran
matematika merupakan bagian dari kecakapan hidup yang harus dimiliki siswa
terutama dalam pengembangan penalaran, komunikasi, dan pemecahan masalahmasalah yang dihadapi dalam kehidupan siswa sehari-hari (Permendikbud Nomor 57
Tahun 2014: 231). Kecakapan dan kemahiran matematika dapat diwujudkan dalam
pendidikan di sekolah dasar salah satunya melalui pendekatan pembelajaran.
Pendekatan pembelajaran yang menfasilitasi siswa dalam pengembangan penalaran,
komunikasi, dan pemecahan masalah-masalah adalah pendekatan saintifik.
Pendekatan saitifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian
rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui
tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah),
merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data
dengan

berbagai

teknik,

menganalisis

data,

menarik

kesimpulan

dan

mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”. Untuk
memperkuat pendekatan saintifik salah satunya yaitu dengan mengunakan model
pembelajaran yang berbasis ilmiah seperti inkuiri, discovery (Permendikbud Nomor
65, 2013: 200). Permendikbud Nomor 57 (2014: 250) discovery learning adalah
proses belajar yang di dalamnya tidak disajikan suatu konsep dalam bentuk jadi
(final), tetapi siswa dituntut untuk mengorganisasi sendiri
dalam

menemukan

cara belajarnya

konsep. Sebagaimana pendapat Bruner, bahwa: “Discovery

28

Learning can be defined as the learning that takes place when the student is not
presented with subject matter in the final form, but rather is required to
organize it him self” (Lefancois dalam Emetembun, 1986:103). Dasar ide
Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan
aktif dalam belajar di kelas. Berikut ini adalah pemetaan pendekatan saintifik melalui
model discovery learning.
Tabel 2
Pemetaan Pendekatan Saintifik melalui Model Discovery Learning
Scientific Approach
Model

Sintak

Observing

Discovery
Learning
(DL)

1. Guru memaparkan
topik yang akan
dikaji, tujuan
belajar, motivasi,
dan memberikan
penjelasan ringkas.
2. Guru mengajukan
permasalahan atau
pertanyaan yang
terkait dengan topik
yang dikaji.
3. Kelompok
merumuskan
hipotesis dan
merancang
percobaan atau
mempelajari
tahapan percobaan
yang dipaparkan
oleh guru, LKS,
atau buku. Guru
memimbing dalam
perumusan hipotesis
dan merencanakan
percobaan.
4. Guru memfasilitasi

Question- Collecing

ting









Associating

Communicating

29

kelompok dalam
melaksanakan
percobaan
/investigasi

5. Kelompok
melakukan
percobaan atau
pengamatan untuk
mengumpulkan data
yang dibutuhkan
untuk menguji
hipotesis.

6. Kelompok
mengorganisasi dan
menganalisis data
serta membuat
laporan hasil
percobaan atau
pengamatan.

7. Kelompok
memaparkan hasil
investgasi
(percobaan atau
pengamatan) dan
mengemukakan
konsep yang
ditemukan. Guru
membimbing
peserta didik dalam
mengkonstruksi
konsep berdasarkan
hasil investigasi.
Sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang

Standar Nasional Pendidikan salah satu standar yang harus dikembangkan adalah
standar proses. Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan
dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai
kompetensi lulusan (Permendiknas Nomor 41, 2007:3). Penerapan pendekatan
saintifik melalui model discovery learning akan dilaksanakan sesuai dengan standar

30

proses yang tertulis pada Permendiknas Nomor 42 Tahun 2007. Berikut ini adalah
pemetaan pendekatan saintifik melalui model discovery learning berdasarkan
Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007:
Tabel 3
Pemetaan Pendekatan Saintifik melalui Model Discovery Learning berdasarkan
Permendiknas No 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses
Model

Discovery
Learning

Sintak

Kegiatan pembelajaran
Pendahu-

Eksplor

luan

a-si

1. Guru
memaparkan
topik yang akan
dikaji, tujuan
belajar,
motivasi, dan
memberikan
penjelasan
ringkas.



2. Guru
mengajukan
permasalahan
atau pertanyaan
yang terkait
dengan topik
yang dikaji.
3. Kelompok
merumuskan
hipotesis dan
merancang
percobaan atau
mempelajari
tahapan
percobaan yang
dipaparkan oleh
guru, LKS, atau
buku. Guru





Elaborasi

Konfirmasi

31

memimbing
dalam
perumusan
hipotesis dan
merencanakan
percobaan.
4. Guru
memfasilitasi
kelompok
dalam
melaksanakan
percobaan
/investigasi
5. Kelompok
melakukan
percobaan atau
pengamatan
untuk
mengumpulkan
data yang
dibutuhkan
untuk menguji
hipotesis.
6. Kelompok
mengorganisasi
dan
menganalisis
data serta
membuat
laporan hasil
percobaan atau
pengamatan.
7. Kelompok
memaparkan
hasil investgasi
(percobaan atau
pengamatan)
dan
mengemukakan
konsep yang
ditemukan.









32

Guru
membimbing
peserta didik
dalam
mengkonstruksi
konsep
berdasarkan
hasil investigasi.
Penerapan pendekatan saintifik melalui model discovery learning di dalam
Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 dapat menjadi pedoman guru dalam
meningkatkan pembelajaran di sekolah dasar. Penekanan pada kerja ilmiah dengan
proses menemukan konsep matematika akan lebih mudah diterapkan pada pendidikan
sekolah dasar jika memperhatikan karakteristik siswa SD. Menurut Piaget, siswa SD
masih berada pada tahap perkembangan operasional konkret sehingga butuh benda
nyata dalam proses pembelajaran. Teori Dienes yang bertumpu pada teori Piaget
mengemukakan bahwa konsep-konsep matematika akan mudah dan berhasil untuk
dipelajari apabila melalui tahapantertentu yang dibedakan dalam enam tahapan
berurutan. Enam tahapan berurutan tersebut adalah tahapan permainan. Permainan
sangat sesuai digunakan dalam pembelajaran siswa SD karena sesuai dengan
karakteristik siswa SD yaitu senang bermain. Dalam penerapan pendekatan saintifik
melalui model discovery learning dilakukan dengan mengintegrasikan permainan di
dalam proses penemuan. Melalui permainan diharapkan siswa tidak terbebani untuk
menemukan sebuah konsep matematika namun merasa senang di dalam permainan
namun sekaligus dapat menemukan konsep matematika melalui permainan. Jadi
permainan yang dilakukan bermuatan tentang materi yaitu kompetensi dasar yang
harus dicapai siswa.
Tolok ukur langsung yang sering dipakai oleh guru untuk mengetahui
pemahaman siswa mengenai materi yang telah diberikan adalah dengan melihat hasil
belajar. Hasil belajar merupakan suatu
menempuh pelajaran.

ukuran

berhasil tidaknya siswa setelah

33

Berikut ini adalah pemetaan implementasi pendekatan saintifik melalui model
discovery learning dengan permainan terhadap hasil belajar matematika siswa:
Tabel 4
Implementasi Pendekatan Saintifik melalui Model Discovery Learning
dengan Permainan
Kegiatan Guru
Sintaks Discovery
Langkah
Learning
dalam
standar
proses
Guru memaparkan topik
Pendahuluan Siswa diberi penjelasan mengenai topik
yang akan dikaji, tujuan
dan tujuan dan kegiatan pembelajaran
belajar, motivasi, dan
yang akan dilakukan.
memberikan penjelasan
Guru memberikan motivasi tentang
ringkas.
perlunya mempelajari faktor, bilangan
prima, faktor prima untuk dapat
memecahkan masalah dalam kehidupan
sehari-hari dengan cara meningkatkan
rasa ingin tahu.
Guru mengajukan
Pendahuluan Siswa diberikan permasalahan atau
permasalahan atau
pertanyaan yang terkait dengan topik
pertanyaan yang terkait
yang dikaji.
dengan topik yang dikaji.
Siswa dengan arahan guru mencermati
permasalahan utama yang disajikan
guru melalui cerita pewayangan dalam
pembelajaran
Kelompok merumuskan
Pendahuluan Kelompok merumuskan hipotesis
hipotesis dan merancang
(Siswa menjawab kemungkinanpercobaan atau
kemungkinan jawaban) dengan arahan
mempelajari tahapan
guru.
percobaan yang
dipaparkan oleh guru,
LKS, atau buku. Guru
memimbing dalam
perumusan hipotesis dan
merencanakan percobaan.
Guru memfasilitasi
Eksplorasi Guru memfasilitasi kelompok dalam
kelompok dalam
melaksanakan percobaan /investigasi
melaksanakan percobaan
dalam rangka pengumpulan data dengan
/investigasi
melakukan permainan 1 yaitu Tabel
Faktor.

34

Kelompok melakukan
percobaan atau
pengamatan untuk
mengumpulkan data yang
dibutuhkan untuk menguji
hipotesis.

Eksplorasi

Kelompok mengorganisasi
dan menganalisis data
serta membuat laporan
hasil percobaan atau
pengamatan.

Elaborasi

Kelompok memaparkan
hasil investgasi (percobaan
atau pengamatan) dan
mengemukakan konsep
yang ditemukan. Guru
membimbing peserta didik
dalam mengkonstruksi
konsep berdasarkan hasil
investigasi.

Konfirmasi

Kelompok melakukan percobaan atau
pengamatan melalui permainan yang
ditemukan siswa dalam sebuah kotak
kado petunjuk jawaban 1 yang
disediakan guru.
Siswa melakukan permainan kartu
dengan arahan guru untuk menemukan
konsep matematika.
Siswa melakukan analisis datadengan
menggunakan tabel pada LKS yang
disediakan guru.

Siswa menarik kesimpulan berdasarkan
kegiatan yang telah dilakukan dengan
mengisi LKS yang disediakan guru.
Siswa menulis dan mempresentasikan
penemuan.

2.2

Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

a.

Penelitian sejenis yang telah dilakukan oleh Asrul Karim berjudul “Penerapan
Metode Penemuan Terbimbing dalam Pembelajaran Matematika untuk
Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Sekolah Dasar.” Rendahnya pemahaman konsep dan kemampuan berpikir
kritis siswa merupakan masalah yang krusial dalam pembelajaran matematika.
Untuk menyelesaikan masalah tersebut, perlu adanya suatu metode
pembelajaran yang inovatif dan dapat mengaktifkan siswa di dalam kelas.
Salah satu metode yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan metode
penemuan terbimbing. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak
pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing terhadap
kemampuan pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis siswa sekolah

35

dasar. Penelitian ini menggunakan desain eksperimen dengan menggunakan
kelompok kontrol. Subyek penelitian melibatkan 104 siswa Sekolah Dasar di
Kecamatan Kuta Blang yang terdiri dari tiga level sekolah yaitu level tinggi,
sedang dan rendah. Instrumen pengumpul data berupa soal tes kemampuan
pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis, lembar observasi, angket
skala sikap dan pedoman wawancara. Dari pembahasan hasil penelitian,
setelah diterapkan pembelajaran matematika dengan metode penemuan
terbimbing diketahui bahwa pemahaman konsep dan kemampuan berpikir
kritis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode penemuan
terbimbing lebih baik dalam meningkatkan pemahaman konsep dan
kemampuan berpikir kritis siswa level sekolah tinggi, sedang dan rendah.
Selain itu sebagian besar siswa menunjukkan sikap positif terhadap
pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing. Berdasarkan
temuan penelitian, maka pembelajaran matematika dengan metode penemuan
terbimbing

sangat

potensial

diterapkan

di

lapangan

dalam

upaya

meningkatkan kualitas pendidikan.
b.

Penelitian sejenis yang telah dilakukan oleh Leo Adhar Effendi berjudul
“Pembelajaan Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk
Meningkatkan Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah Matematis
Siswa SMP.” Penelitian

ini

bertujuan

untuk

mengetahui

perbedaan

peningkatan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematis
antara siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan metode
penemuan terbimbing dan pembelajaran konvensional. Selain itu diungkap
pula interaksi antara pembelajaran dengan kategori kemampuan awal
matematis

siswa,

serta

sikap

siswa

terhadap

matematika dan

pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing. Jenis penelitian ini
adalah kuasi eksperimen. Sampel adalah 71 siswa kelas VIII yang
berasal dari dua kelas pada salah satu SMP negeri di Bandung. Kedua
kelas diberikan pretes dan postes. Kelas eksperimen diberikan angket

36

berupa skala sikap siswa terhadap matematika dan pembelajaran dengan
metode

penemuan

terbimbing.

Hasil

penelitian

menunjukan

bahwa

kemampuan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematis
kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Terdapat interaksi yang
signifikan antara pembelajaran dengan kategori kemampuan awal matematis
siswa. Siswa memiliki sikap positif terhadap matematika dan pembelajaran
dengan metode penemuan terbimbing.
2.3

Kerangka Pikir
Matematika selalu digunakan dalam segala segi kehidupan, semua bidang

studi memerlukan ketrampilan matematika yang sesuai merupakan sarana komunikasi
yang kuat, singkat dan jelas, dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam
berbagai cara, meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian dan kesadaran
keruangan, memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang
menantang, mengembangkan kreaktivitas dan sebagai sarana untuk meningkatkan
kesadaran terhadap perkembangan budaya Permendikbud Nomor 57 (2014: 231).
Melalui pendekatan saintifik yang diintegrasikan dengan model penemuan akan
melatih siswa dalam meningkatkan kemampuan berpikir sistematis, logis, kritis, dan
kreatif dalam memecahkan masalah kontektual sehingga siswa diharapkan mengerti
penggunaan matematika di dalam kehidupan sehari-hari.
Permendikbud Nomor 57 (2014: 251), dalam proses belajar, Bruner
mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik adanya
perbedaan kemampuan. Untuk menunjang proses belajar perlu lingkungan
memfasilitasi rasa ingin tahu siswa pada tahap eksplorasi. Lingkungan ini
dinamakan Discovery Learning Environment, yaitu lingkungan dimana siswa
dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau
pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Lingkungan seperti ini bertujuan
agar siswa dalam proses belajar dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif.
Untuk memfasilitasi proses belajar yang baik dan kreatif harus berdasarkan

37

pada manipulasi bahan pelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif
siswa. Manipulasi bahan pelajaran bertujuan untuk memfasilitasi kemampuan siswa
dalam

berpikir (merepresentasikan apa yang dipahami) sesuai dengan tingkat

perkembangannya.
Sesuai dengan tingkat perkembangan dan karakteristik siswa, maka
pembelajaranan saintifik dengan proses menemukan dibantu dengan permainan
sebagai bagian dari proses pembelajaran. Menurut teori Dienes, tahap permainan
yang digunakan yaitu tahap penelaahan kesamaan sifat (searching for communities).
Pada tahap ini anak-anak melakukan kegaiatan belajar untuk menemukan kesamaan
sifat melalui permainan yang dirancang guru. Siswa diajak untuk melakukan
pengamatan terhadap pola, keteraturan dan sifat-sifat sama yang dimiliki oleh modelmodel yang diamati. Oleh karena itu, penerapan pendekatan saintifik melalui model
discovery learning dengan permainan dapat meningkatkan kemampuan berpikir
siswa, dan bersifat menyenangkan karena dibantu dengan permainan yang telah
dirancang guru. Dalam bermain siswa diharapkan dapat menemukan konsep
matematika dan dapat digunakan dalam pemecahan masalah kontektual di awal
pembelajaran. Melalui pola berpikir yang seperti itu, kecenderungan pembelajaran
matematika dengan knsep hafalan, serius, sukar, dan hanya berfokus pada angkaangka akan berubah menjadi pembelajaran yang menyenangkan dengan melakukan
kerja ilmiah guna menemukan sendiri konsep matematika yang akan difasilitasi guru
sesuia dengan tahap perkembangan siswa SD.
Berdasarkan pada uraian di atas, gagasan kerangka pikir tersebut bila
disajikan akan tampak seperti gambar dibawah ini:

38

Kondisi awal
Siswa belajar matematika hanya berpusat
pada angka, rumus, hafalan.

Hasil

Solusi

Siswa hanya mampu menghafal rumus matematika
tanpa mengetahui bagaimana rumus itu ditemukan
dan pemanfaatannya dalam kehidupan sehari-hari.

Penggunaan pendekatan dan model
pembelajaran yang mengubah konsep
dalam kondisi awal.

Permendikbud No 57 Tahun 2014
Ketrampilan matematika yang sesuai merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan
jelas, dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara, meningkatkan
kemampuan berpikir logis, ketelitian dan kesadaran keruangan, memberikan kepuasan
terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang, mengembangkan kreaktivitas.

Pendekatan Saintifik melalui
Model Discovery Learning

Di desain sesuai dengan karakteristik
dan perkembangan siswa SD

Pendekatan saintifik melalui model discovery learning dengan permainan

Hasil

Hasil

Berpikir logis, sistematis, kritis, kreatif, matematika
menyenangkan, menemukan, pemecahan masalah dalam
kehidupan sehari-hari.

Peningkatan hasil
belajar

Gambar 2
Pe