Pelanggaran HAM Dalam Lingkup Internasi

“Pelanggaran HAM Dalam
Lingkup Internasional”

Nama : Abdullah
Azzam
NIM : 8111415309
Makul : Hukum & HAM
Rombel : 04

Fakultas Hukum
Universitas Negeri Semarang
2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat, taufik serta
Hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul tentang “Pelanggaran
HAM Dalam Lingkup Internasional” ini dengan baik, sebagai syarat untuk memenuhi tugas
sebagai pengganti ujian tengah semester (UTS), dalam mata kuliah Hukum & HAM
Makalah ini kami susun dari berbagai macam referensi dan bantuan dari berbagai pihak,
dan kami juga menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak mengalami

kekurangan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik serta saran dari semua pembaca agar
terciptanya makalah ini lebih baik lagi.
Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang sudah membantu
kami dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu
acuan, petunjuk, mauapun pedoman bagi pembaca, khususnya mengenai kasus pelanggaran
dalam Hukum & HAM.

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................................................i
KATA PENGANTAR..................................................................................... …….......................ii
DAFTAR ISI................................................................................................... ..............................iii
BAB I PENDAULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah............................................................................................................1
1.2 Tujuan Pembahasan...................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Genosida ................................................................................................3
2.2 hubunngan kejahatan genosida dengan ham .............................................. ..4
2.3 Kasus
Nazi...................................................................... ......................................................................

2.4 Analisis
kasus...................................................................... ......................................................................
BAB III KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan................................................................................................................................
3.2 Saran........................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah
Setiap Individu pasti mempunyai kepentingan tersendiri,dan mempunyai kepentingan
bersama.Manusia yang mempunyai kepentingan bersama, memperjuangkan suatu tujuan
tertentu, berkumpul dan mempersatukan diri. Keanekaragaman pada hakikatnya merupakan
suatu kelebihan yang dimiliki umat manusia. Perbedaan itu bisa berupa apa saja. Baik perbedaan
jenis kelamin,perbedaan umur, tempat tinggal, warna kulit, bahasa ataupun budaya.Masing
masing perbedaan tersebut memiliki keunikan dan kelebihan masing-masing. Namun justru
perbedaan inilah yang menjadi bibit perselisihan. pada umunya,perselisihan kerap kali terjadi
pada dua kelompok yang memiliki perbedaan. Banyak sekali perbedaan yang menjadi cikal
bakal perselisihan ataupun permusuhan besar-besaran, tetapi dalam banyak kasus, perbedaan
etnis atau budayamerupakan salah satu yang paling sering menjadi sorotan. Perbedaan ini

seringmenjadi awal pertikaian yang sangat sulit untuk dihentikan bahkan hingga turun temurun.
Perselisihan antar etnis atau budaya ternyata mampu berkembang menjadi suatu tindakan
agresif yang membuat pelakunya bertindak diluar batas bahkan dikategorikan kriminal berat.
Kategori criminal tertinggi dari perselisihan macam ini adalah pembantaian besar-besaran
terhadap suatu etnis tertentu. Pembantaian ini tak urung yang menyebabkan jatuhnya banyak
korban dan kerugian materil maupun immateril. Pembantaian semacam ini biasa juga dikenal
dengan istilah Genosida atau pembantaian massal
Dewasa ini telinga kita tidak asing lagi mendengar kata genosida atau pembantaian
masal, secara umum genosida ini disimpulkan sebagai kejahatan yang paling kejam, atau
biasanya disebut sebagaia extra ordinary Crime. Genosida adalah suatu kejahatan terkemuka
Internasional yang mana salah satu dari tindakannya dilakukan dengan maksud untuk
menghancurkan, secara keseluruhan atau sebagian, suatu kelompok nasional, etnis, ras atau
keagamaan, seperti pembunuhan kelompok atau etnis. Pada dasarnya genosida adalah suatu
produk dari pemerintahan yang dipegang oleh seorang penguasa dalam suatu negara.Kebanyakan
genosida terjadi dibawah naungan pemerintahan yang diktator dan otoriter, tetapi hal ini tidak
menutup kemungkinan juga bisa terjadi pada pemerintahan yang demokratis.

Tulisan ini akan membahas salah satu genosida yang telah dilakukan oleh Nazi, Kasus
pembantai ras besar-besaran atau yang kita kenal dengan genosida terhadap Yahudi oleh
Nasional Sosialisme atau yang biasa kita kenal dengan Nazi, yang pada saat itu dipimpin oleh

Adolf Hitler, bukanlah suatu yang asing kita dengar. Hitler sering dikatakan sebagai penjahat
kemanusian terbesar sepanjang sejarah, yang menyebabkan jutaan jiwa melayang. Hitler
dikabarkan mati bunuh diri, dan bersamaan dengan kematian Hitler, Nazi juga ikut “mati”.
Dikarenakan Hitlerlah yang menjadi dalang dari peristiwa tersebut.
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam resolusi 96 (I) tertanggal 11 Desember
1946 menyatakan genosida adalah merupakan kejahatan menurut hukum internasional,
bertentangan dengan jiwa dan tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan dikutuk oleh dunia yang
beradab.1 Pada awalnya kejahatan genosida yang dilakukan Nazi dalam kepemimpinan Hitler
berawal setelah Perang Dunia I. Keputusan untuk membunuh mereka yang cacat mental dan
cacat fisik diambil oleh Hitler, dan diakomodasi oleh para ahli kesehatan dan psikiater. Hal ini
adalah awal mula yang mengantarkan kepada ‘Final Solution of Jewish Question’, yang pada
dasarnya merupakan kebencian pribadi Hitler terhadap bangsa Yahudi.2
1.1.

Rumusan Masalah
Pertanyaan yang akan saya ajukan dalam makalah ini, ialah :
a. apa pengertian genosida?
b. apakah hubunngan kejahatan genosida dengan ham?
c. Seperti apakah Kasus Nazi ?
d. Bagaimanakah ketentuan hukum yang berlaku untuk kejahatan genosida yang

dilakukan Nazi dalam hukum internasional?

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Genosida
1

N,n, “Instrumen Internasional Pokok Hak-hak Asasi Manusia”, Yayasan Obor Indonesia,
2001, hlm 781
2
Michael Burleigh, Ethics and Extermination (Refections on Nazi Genocide), Cambridge
University Press, 1997, hlm 113-129

Genosida, sebagai suatu istilah, secara resmi belum terdapat dalam kosakata Kamus
Besar Bahasa Indonesia, terbitan Balai Pustaka, setidak-tidaknya sampai Tahun 1990. hal ini
berarti istilah genosida (genocide) dapat dikatakan tergolong baru, belum lagi makna yang
terkandung di dalamnya belum banyak awam yang memahaminya. Oleh karena itu kehadiran
buku berbahasa Indonesia mengenai seluk-beluk genosida menjadi penting untuk menambah
wawasan kita semua,
Genosida dalam ilmu sosiologi termasuk sebagai bagian pola hubungan antar

kelompok.Kontak antar dua kelompok ras dapat diikuti proses akulturasi(perpaduan budaya),
dominasi (satu ras menguasai ras yang lain), paternalism(dominasi ras pendatang), atau integrasi
(pengakuan perbedaan). Genosida secara umum didefinisikan sebagai sebuah pembantaian besar
besaran secara sistematis terhadap satu suku bangsa atau kelompok denganmaksud
memusnahkan (membuat punah) bangsa tersebut. Kata ini pertama kali digunakan oleh seorang
ahli hukum Polandia, Raphael Lemkin, pada tahun 1944 dalam bukunya Axis Rule in Occupied
Europe yang diterbitkan di Amerika Serika. Kata inidiambil dari bahasa Yunani γένος genos
(ras, bangsa atau rakyat) dan bahasa Latincaedere (pembunuhan). Genosida merupakan satu dari
empat pelanggaran HAM berat yang beradadalam yurisdiksi International Criminal Court.
Pelanggaran HAM berat lainnya ialah kejahatan terhadap kemanusiaan,kejahatan perang, dan
kejahatan Agresi.
Menurut Statuta Roma dan Undang-Undang no. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan
HAM, genosida ialah “Perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau
memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama
dengan cara membunuh anggota kelompok; mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang
berat terhadap anggota kelompok; menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang menciptakan
kemusnahan secara fisik sebagian atau seluruhnya; melakukan tindakan mencegah kelahiran dsb.
Secara yuridis, genosida didefinisikan sebagai suatu tindakan dengan maksud menghancurkan
atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, rasa, etnis, atau agama. Definisi ini
tertuang dalam Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman terhadap Kejahatan Genosida

(Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide), Tahun 1948, yang
kemudian diabsorbsi oleh Statuta ICC, dan juga kemudian dimasukkan dalam Undang-undang
No. 25 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Kelompok bangsa dimaksudkan sekumpulan individu-individu yang memiliki identitas
berbeda, yang identitasnya ditetapkan melalui suatu tanah air bersama dari bangsa atau asal usul
bangsa. Kelompok ras berarti sekumpulan individu-individu yang identitasnya ditetapkan
melalui sifat-sifat atau ciri-ciri fisik secara turun-temurun. Kelompok etnis merujuk pada
kumpulan individu - individu yang memiliki satu bahasa bersama, serta tradisi atau kebudayaan
yang turun-temurun serta satu warisan bersama. Sedangkan kelompok agama adalah sekumpulan
individu yang identitasnya ditetapkan melalui keyakinan-keyakinan agama, ajaran-ajaran,
ibadah-ibadah atau ritual-ritual bersama.

Selanjutnya menurut ketiga produk hukum tersebut, kejahatan genosida termasuk
didalamnya :
a) Membunuh anggota kelompok tersebut;
b) Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental berat terhadap anggota kelompok;
c) Menciptakan keadaan kehidupan yang bertujuan mengakibatkan kelompok tersebut
musnah secara fisik baik seluruh atau sebagainya;
d) Memaksakan cara-cara yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok tersebut;
atau

e) Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
Membunuh anggota-anggota kelompok, termasuk pembunuhan langsung dan tindakantindakan yang menyebabkan kematian. Dalam elemen-elemen kejahatan genosida (yang
dihasilkan oleh Komisi Persiapan Mahkamah Pidana Internasional) menyebutkan bahwa istilah
“membunuh” dalam poin (a) tersebut di atas, adalah istilah yang dapat digunakan secara
bergantian dengan istilah “menyebabkan kematian”.
Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental berat terhadap anggota kelompok,
termasuk menyebabkan trauma atas anggota-anggota kelompok melalui penyiksaan, perkosaan
dan kekerasan seksual yang meluas, pemaksaan penggunaan obat-obat dan multilasi.
Selanjutnya, pengertian “dengan sengaja menciptakan keadaan kehidupan yang
bertujuan mengakibatkan kelompok tersebut musnah secara fisik baik seluruh atau sebagiannya”,
termasuk dengan sengaja menghilangkan sumbersumber yang digunakan untuk kelangsungan
hidup seperti air bersih, makanan, pakaian, tempat perlindungan atau perawatan medis.
Penghilangan sumbersumber kelangsungan hidup dapat dilakukan melalui pengambilan hasil
panen, pemblokiran bahan makanan, penahanan didalam kamp-kamp, atau pemindahan atau
pengusiran secara paksa.
Sedangkan pencegahan kelahiran termasuk sterilisasi diluar kemauan, pengguguran
secara paksa, larangan kawin, dan pemisahan pria dan wanita dalam jangka waktu lama yang
dimaksudkan untuk mencegah kawin-mawin/ perkembangbiakan kelompok.
Pemindahan secara paksa terhadap anak-anak, dapat dilakukan melalui paksaan secara
langsung atau melalui rasa takut adanya kekerasan, paksaan, penangkapan, tekanan psikologi

atau metode-metode paksaan lainnya.
Kejahatan genosida berbeda dengan kejahatan terhadap kemanusiaan. Perbedaannya
adalah, pertama korban kejahatan genosida ditetapkan sebagai bagian dari satu keempat jenis
kelompok (bangsa, etnis, ras atau agama), sedangkan para korban “kejahatan terhadap
kemanusiaan” adalah biasanya warga negara, dan penduduk sipil. Kedua, disatu pihak, genosida

mensyaratkan “maksud untuk menghancurkan, keseluruhan atau sebagian” satu dari keempat
jenis kejahatan tersebut di atas, sedangkan di lain pihak, tidak ada syarat untuk kejahatan
terhadap kemanusiaan.
Keharusan mengadili pelaku kejahatan perang (termasuk genosida) yang dilakukan
selama Perang Dunia II, oleh karena kejahatan tersebut yang belum pernah terjadi sebelumnya
dan bertentangan dengan persyaratan - persyaratan mendasar dari ketentuan hukum perang.3
Kejahatan tersebut merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan terhadap etnis
Yahudi di negara-negara dibawah kekuasaan negara poros (yang membantai lebih dari 9 juta
kaum Yahudi).4 Juga, selain melanggar ketentuan tentang hukum dan kebiasaan perang di darat,
kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan, juga merupakan pelanggaran berat
(frave breaches) sebagaimana yang diatur dalam Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan
1977.5

2.2 Hubungan Kejahatan Genosida Dengan HAM

Genosida merupakan satu dari empat pelanggaran HAM berat yang berada dalam
yurisdiksi International Criminal Court. Pelanggaran HAM berat lainnya ialah kejahatan
terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan Agresi.
Menurut Statuta Roma dan Undang-Undang no. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM,
genosida ialah Perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau
memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama
dengan cara membunuh anggota kelompok; mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang
berat terhadap anggota kelompok; menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang menciptakan
kemusnahan secara fisik sebagian atau seluruhnya; melakukan tindakan mencegah kelahiran
dalam kelompok; memindahkan secara paksa anak-anak dalam kelompok ke kelompok lain.
Ada pula istilah genosida budaya yang berarti pembunuhan peradaban dengan melarang
penggunaan bahasa dari suatu kelompok atau suku, mengubah atau menghancurkan sejarahnya
atau menghancurkan simbol-simbol peradabannya
2.3.Kasus NAZI
2.3.1.Peristiwa Holocaust
3

Timothy L. H. McCormack & Gerry Simpson (Ed), The Law of War Crimes, National & International Approaches,
Kluwer Law International, The Hangue, 1997, hlom. 14.
4


Peter I. Rose, They and W, Ricial And Ethnic Relations In The United States, Fifth Edition, The McGraw-Hill
Companies Inc., New York. 1997, hlm. 159.
5

Maria-Cloaude Roberge, “Jurisdiction of the Ad Hoc Tribunal for the Former Yugoslavia And Rwanda
Over Crimes Against Hunanity And Genocide”, dalam International Review of the Red Cross, Nomor 321,
November-Desember, 1997, hlm. 651.

Holocaust, berasal dari bahasa Yunani holókaustos: hólos, "seluruh" dan kaustos,
"terbakar", dikenal pula sebagai Shoah bahasa Ibrani: HaShoah, "bencana"; bahasa Yiddi:,
Churben atau Hurban, dari bahasa Ibrani "penghancuran", Istilah Holocaust berasal dari kata
Yunani; holokauston, yang berarti binatang kurban (olos) yang dipersembahkan kepada tuhan
dengan cara dibakar (kaustos).[ adalah genosida terhadap kira-kira enam juta penganut Yahudi
Eropa selama Perang Dunia II, suatu program pembunuhan sistematis yang didukung oleh
negara Jerman Nazi, dipimpin oleh Adolf Hitler, dan berlangsung di seluruh wilayah yang
dikuasai oleh Nazi.6 Dari sembilan juta Yahudi yang tinggal di Eropa sebelum Holocaust, sekitar
dua pertiganya tewas Secara khusus, lebih dari satu juta anak Yahudi tewas dalam Holocaust,
serta kira-kira dua juta wanita Yahudi dan tiga juta pria Yahudi.
Beberapa pakar berpendapat bahwa definisi Holocaust harus meliputi pula genosida Nazi
terhadap jutaan orang dalam kelompok lain selain Yahudi, di antaranya orang Rom, komunis,
tawanan perang Soviet, warga Polandia dan Soviet, homoseksual, orang cacat, Saksi Yehuwa
dan musuh politik dan keagamaan lainnya, yang menjadi korban terlepas apakah mereka berasal
dari etnis Jerman atau bukan Ini adalah definisi yang paling umum digunakan sejak akhir Perang
Dunia II hingga tahun 1960-an.7 Jika menggunakan definisi ini, maka jumlah keseluruhan korban
Holocaust adalah 11 hingga 17 juta jiwa.
Penyiksaan dan genosida dilakukan dalam beberapa tahap. Sejumlah hukum untuk
menghapuskan keberadaan orang Yahudi dari masyarakat sipil, yang paling terkenal adalah
Hukum Nuremberg, diberlakukan di Jerman Nazi bertahun-tahun sebelum dimulainya Perang
Dunia II. Kamp konsentrasi didirikan yang di dalamnya para tahanan diharuskan melakukan
kerja paksa hingga mereka mati akibat kelelahan atau penyakit. Ketika Jerman menaklukan
wilayah baru di Eropa Timur, satuan khusus yang disebut Einsatzgruppen membantai musuhmusuh politik melalui penembakan massal. Nazi memerintahkan orang Yahudi dan Rom untuk
dikurung di ghetto sebelum dipindahkan dengan kereta barang ke kamp pemusnahan. Di sana,
jika mereka selamat dalam perjalanan, sebagian besar dari mereka secara sistematis dibunuh di
dalam kamar gas.
Setiap bagian dari birokrasi Jerman Nazi terlibat dalam logistik yang berujung pada
genosida, mengubah Reich Ketiga menjadi apa yang oleh para pakar Holocaust disebut sebagai
"negara genosida".8 Ada perbedaan pendapat mengenai berapa banyak yang diketahui oleh
penduduk sipil Jerman mengenai konspirasi pemerintah terhadap orang Yahudi. Sebagian besar
sejarawan mengklaim bahwa penduduk sipil tidak mengetahui kekejaman yang dilakukan
pemerintah, khususnya yang terjadi di kamp konsentrasi, yang terletak di luar Jerman di Eropa
yang diduduki Nazi. Akan tetapi, sejarawan Robert Gellately mengklaim bahwa pemerintah
secara terbuka mengumumkan konspirasi melalui media, dan bahwa warga sipil mengetahui
setiap aspeknya kecuali penggunaan kamar gas. Bukti sejarah signifikan menunjukkan gagasan
bahwa sebagian besar korban Holocaust, sebelum dikirim ke kamp konsentrasi, tidak mengetahui
6

Niewyk, Donald L. The Columbia Guide to the Holocaust, Columbia University Press, 2000,
hlm.45
7
iewyk, Donald L. and Nicosia, Francis R. The Columbia Guide to the Holocaust, Columbia
University Press, 2000, hlm. 45–5
8
Berenbaum, Michael. "The World Must Know", United States Holocaust Museum, 2006, p.
103

nasib yang menanti mereka, atau tidak mempercayainya. Mereka meyakini bahwa mereka akan
diberikan tempat tinggal baru.9
Ternyata keyakinan mereka salah, mereka di bantai dengan sekala besar – besaran belum
lagi pada bulan Desember 1939, Nazi memperkenalkan metode baru pembunuhan massal dengan
menggunakan gas. Nazi melengkapi van gas eksperimental dengan tabung gas dan sebuah
kompartemen bagasi tertutup, yang digunakan untuk membunuh pasien perawatan mental
sanatorium di Pomerania, Prusia Timur, dan wilayah Polandia yang diduduki Jerman sebagai
bagian dari operasi yang disebut dengan Aksi T4. Di kamp konsentrasi Sachsenhausen, sebuah
van besar yang mampu memuat hingga 100 orang digunakan dari bulan November 1941. Van ini
juga diperkenalkan di kamp pemusnahan Chełmno pada bulan Desember 1941, dan 15 van
lainnya dioperasikan oleh Einsatzgruppen di wilayah Soviet yang diduduki Jerman. Van-van ini
dioperasikan di bawah pengawasan dari Kantor Keamanan Utama Reich dan digunakan untuk
membunuh sekitar 500.000 nyawa, terutama orang-orang Yahudi, orang Rom, dan lain-lain.
Penggunaan van-van ini dipantau secara berhati-hati, dan setelah satu bulan pengamatan, sebuah
laporan menyatakan bahwa "sembilan puluh tujuh ribu nyawa telah dihabisi dengan
menggunakan van tanpa menimbulkan kerusakan pada mesin".
Kebutuhan akan teknik pembunuhan massal baru ini juga diungkapkan oleh Hans Frank,
Gubernur Pemerintah Umum, yang menyatakan bahwa kebanyakan orang tidak bisa dengan
hanya ditembak. "Kita harus mengambil langkah-langkah, merancang beberapa cara untuk
memusnahkan mereka." Masalah tersebut menyebabkan SS melakukan eksperimen pembunuhan
dalam skala besar dengan menggunakan gas beracun.

2.3.2.Kebijakan Euthunasia
Keputusan untuk membunuh yang sakit mental dan cacat fisik diambil oleh Hitler dalam rangka
membersihkan geldak perang.. Banyak profesional kesehatan dan psikiater mengakomodasikan
dirinya untuk kebijakan yang beberapa tahun kemudian menjadi komponen dari 'Solusi Akhir
dari Pertanyaan Yahudi. Sistem ini dinamakan ‘euthunasia’. Mereka dibunuh karena dianggap
tidak lagi produktif.
Ada dua poin tentang ‘euthanasia’ yang dianggap krusial. Pertama, itu adalah gejala bagaimana
penerimaan Yahudi-Kristen atau nilai-nilai kemanusiaan yang tidak berjalan, dengan kepedulian
kolektivitas sempit atau lebih luas, seperti kelas, rekonomi, ras atau bangsa, merebut
penghormatan terhadap hak dan nilai individu. Kedua, pendapat bahwa dalam keadaan perang
darurat, di mana yang sehat membuat pengorbanan besar.
Namun dilain sisi, beberapa dapat melihat keuntungan dan kebaikan mengenai kebijakan
euthanasia ini. Karena dianggap biaya perawatan mereka yang sakit dan tidak lagi produktif
menelan biaya yang cukup banyak. Kemudian bentuk akhir dari kebijakan ‘euthunasia’ ini
9

Leni Yahil, Ina Friedman, Haya Galai, The Holocaust: the fate of European Jewry, 19321945, Oxford University Press, 1991, p. 257;

adalah protes dari masyarakat. Salah satu contohnya adalah yang dilayangkan Bishop August
Clemens Graf von Galen di Lambertikirche in Munster pada 3 Agustus 1941.
“If you esthablished and apply the principle that you can kill ‘unproductive’ human beings then
woe betide us all when we become old and frail! If one is allowed to kill unproductive people,
then woe betide the invalids who have used up, sacrificed and lost their health and strenght in the
productive process. If one is allowed to remove one’s unproductive human beings then woe
betide loyal soldiers who return to the homeland seriously disabled, as cripples, as invalids...
Woe to mandkind, wo to our German nation if God’’s holy commandment ‘Thou shalth not
kill!’, which God proclaimed on Mount Sinai admist thunder and lightning, which God our
creator inscribed in the consience of mankind from the ver beginning, is not only broken, but if
this trangression is actually tolerated, and permitted to unpunished.”

2.4.Analisis Mengenai Genosida (Pemusnahan suatu Golongan Bangsa dengan Sengaja)
Pemusnahan bangsa dengan sengaja (genosida) dinyatakan sebagai kejahatan berdasarkan
hukum internasional oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1946. Pada
tahun 1948 hal ini dikuatkan dengan disetujuinya Konvensi tentang Pencegahan dan
Penghukuman Kejahatan Genosida.10
Instrument-Instrument Universal
-

Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida, pasal I, II,
III
Pasal 1
Para Negara Peserta menguatkan bahwa genosida, apakah dilakukan pada waktu damai
atau pada waktu perang, merupakan kejahatan menurut hukum internasional, di mana
mereka berusaha untuk mencegah dan menghukumnya.
Pasal 2
Dalam Konvensi ini, genosida berarti setiap dari perbuatan-perbuatan berikut, yang
dilakukan dengan tujuan merusak begitu saja, dalam keseluruhan ataupun sebagian, suatu
kelompok bangsa, etnis, rasial atau agama ini.

10

N,n, “Instrumen Internasional Pokok Hak-hak Asasi Manusia”, Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta, 2001, hlm 190

(a) Membunuh para anggota kelompok;
(b) Menyebabkan luka-luka pada tubuh atau mental para anggota kelompok;
(c) Dengan sengaja menimbulkan pada kelompok itu kondisi hidup yang menyebabkan
kerusakan fisiknya dalam keseluruhan ataupun sebagian;
(d) Mengenakan upaya-upaya yang dimaksudkan untuk mencegah kelahiran di dalam
kelompok itu;
(e) Dengan paksa mengalihkan anak-anak dari kelompok itu ke kelompok yang lain.
Pasal 3
Perbuatan-perbuatan berikut ini dapat dihukum:
(a) Genosida;
(b) Persekongkolan untuk melakukan genosida;
(c) Hasutan langsung dan di depan umum, untuk melakukan genosida;
(d) Mencoba melakukan genosida
(e) Keterlibatan dalam genosida
-

Konvensi tentang Tidak Dapat Diterapkannya Pembatasan Undang-undang pada
Kejahatan Perang dan Kejahatan melawan Kemanusian
Pasal I
Tidak ada pembatasan statuta dapat berlaku pada kejahatan-kejahatan berikut, dengan
mengabaikan saat pelaksaan mereka:
(b) Kejahatan-kejahatan kemanusiaan apakah dilakukan dalam waktu perang atau dalam
waktu damai seperti yang didefinisikan dalam Piagam tribunal Militer Internasinal,
Musemberg, 8 Agustus 1945 dan dikuatkan dengan resolusi-resolusi Majelis Umum
Perserikatan bangsa-Bangsa, 3 (I) 13 Februari 1946 dan 95 (I) 11 Desember 1946
pengusiran dengan serangan bersenjata, atau pendudukan dan perbuatan-perbuatan tidak
manusiawi, yang diakibatkan dari kebijakan apartheid, dan kejahatan genosida, seperti
yang diddefinisikan dalam Konvensi 1948 tentang Pencegahan dan Penghukuman
terhadap Kejahatan Genosida, sekalipun perbuatan-perbuatan tersebut tidak merupakan

pelanggaran terhadap hukum domestik dari Negara tempatt kejahatan-kejahatan itu
dilakukan.11

BAB III
KESIMPULAN
11

N,n, “Instrumen Internasional Pokok Hak-hak Asasi Manusia”, Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta, 2001, hlm 781-787

Setelah melakukan pembahasan dalam bab sebelumnya. Saya dapat menyimpulkan
mengenai genosida, yang menurut Undang-Undang no. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM,
genosida ialah “Perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau
memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama
dengan cara membunuh anggota kelompok; mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang
berat terhadap anggota kelompok; menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang menciptakan
kemusnahan secara fisik sebagian atau seluruhnya; melakukan tindakan mencegah kelahiran
dalam kelompok memindahkan secara paksa anak-anak dalam kelompok ke kelompok lain.
Sedang kan hubungannya dengan Hak Asasi Manusia yaitu Genosida merupakan satu
dari empat pelanggaran HAM berat yang berada dalam yurisdiksi International Criminal Court.
Genosida biasa disebut sebagai Extra Ordinary Crime. Pelanggaran HAM berat lainnya ialah
kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan Agresi.
Berdasar kan pemaparan pada bab sebelumnya, bahwa genosida yang dilakukan Nazi
termasuk kejahatan dan masuk dalam ranah pembahasan hukum internasional menurut Majelis
Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1946. Dan segala bentuk kejahatan genosida
telah dibahas dalam instrument hak-hak asasi manusia.
Dalam pembahasan makalah ini, Nazi tidak saja melakukan genosida terhadap Yahudi
seperti yang telah sering kita dengar, namun semua ini berawal dari kebijakan ‘euthunasia’
terhadap mereka yang tidak lagi produktif, cacat fisik ataupun mental. Kebijakan ini banyak
dikecam oleh masyarakat namun tidak sedikit yang setuju dengan kebijakan yang dikeluarkan
Hitler yang pada akhirnya mengantarkan kepada pemberantasan kaum – kaum yang lain
khususnya kaumYahudi dalam kamp-kamp Holocaust.
Dalam pembahasan terhadap hak-hak asasi manusia (HAM) yang telah tertuang pada
hukum internasional, manusia memiliki hak untuk hidup, hak mendapatkan kebebasan dan
terbebas dari perasaan terancam. Nazi telah melanggar hampir seluruh pasal dalam instrumen
internasional HAM. Nazi telah merenggut jutaan jiwa manusia, dengan menggunakan
kekuasaannya sehingga menimbulkan suatu kejahatan yang luar biasa, yaitu berupa bembantaian
secara besar – besaran terhadap kaum – kaum yang tidak lagi produktif, cacat fisik ataupun
mental, dan juga kaum yahudi.
Meskipun secara politik dan ekonomi Jerman mengalami kemajuan pesat dan manusia
berhak dicabut hak hidupnya dalam keadaan tertentu. Namun yang dilakukan Nazi tentang
menghilangkan sebagian kelompok manusia termasuk dalam kejahatan genosida yang patut
dihukum. Pemerintah juga telah diatur untuk tidak sewenang-wenang menyalahgunakan
kekuasaannya untuk menghilangkan nyawa orang banyak. Nilai kemanusiaan dalam kasus Nazi
sudah tidak ada lagi demi menjalankan kepentingan ekonomi Jerman.
Meskipun kasus Nazi ini telah berlalu puluhan tahun namun hukum internasional tetap
mengusutnya demi keadilan. Terbukti seorang penjaga kamp Nazi bernama Demjanjuk yang di
deportasi dari Amerika Serikat untuk diadili di Jerman mengenai kasus tersebut. Meski tersangka
kasus ini sudah tinggal sebagian dan telah tua bahkan sakit-sakitan namun mereka tetap penting
untuk diadili.

SARAN
Tindak pidana GENOSIDA ini bukan masalah yang biasa ,tindakan ini merupakan
tidakan yang menyimpang dan tidak manusiawi .Sebaiknya para penegak hukum khususnya
dalam peradilan Internasional ,harus lebih tegas untuk menangani kasus Genosida yang terjadi di
dunia ini.

DAFTAR PUSTAKA
Nan. n “Instrumen Internasional Pokok Hak-hak Asasi Manusia”, Yayasan Obor Indonesia,
Yogyakarta 2001
Michael Burleigh, “Ethics and Extermination (Reflections on Nazi Genocide)”, Cambridge
University Press, 1997
Kusumaatmadja, “Pengantar Hukum Internasional”, Alumni, Bandung, 2003
Timothy L. H. McCormack & Gerry Simpson (Ed), The Law of War Crimes, National &
International Approaches, Kluwer Law International, The Hangue, 1997, hlom. 14.
Peter I. Rose, They and W, Ricial And Ethnic Relations In The United States, Fifth Edition, The
McGraw-Hill Companies Inc., New York. 1997,
Maria-Cloaude Roberge, “Jurisdiction of the Ad Hoc Tribunal for the Former Yugoslavia And
Rwanda Over Crimes Against Hunanity And Genocide”, dalam International Review of the Red
Cross, Nomor 321, November-Desember, 1997