Metode Rasulullah SAW Dalam Menyikapi An

Metode Rasulullah SAW Dalam Menyikapi Anak Usia Puber
Jumal Ahmad

Sebelum membahas terlalu jauh, sepertinya kita perlu tahu dulu apa itu puber dan
apakah puberitas itu ada dalam Islam? Pasti pembaca merasa kaget jika diberitahu kalau
puberitas gak ada dalam Islam.Jangan tidak percaya dulu karena ini berdasarkan
penelitian yang saya dapatkan dari buku Ust.Budi Ashari, Lc pengisi acara Khalifah di
Trans7.

Di buku beliau yang berjudul ‘Remaja, Antara Hijaz dan Amerika’ beliau menyebutkan
tulisan dari Dr. Khalid Ahmad As-Syantut berjudul Tarbiyah Asy-Syabab Al-Muslim Lil
Aba’ Wad Du’at (Pendidikan pemuda muslim, bagi orang tua dan dai). Di pasal kedua
beliau memberi judul: Syabab bukan Murahaqah, di pasal ini beliau menyampaikan
dengan tegas sudah waktunya kita membuang istilah murahaqah (yang dalam bahasa
kita remaja/puber). Dan menegaskan bahwa istilah yang jelas dipakai Nabi saw adalah
Syabab (pemuda). Ini bukan sekedar pembahasan tentang istilah.Tetapi ada nilai di balik
istilah yang membuat beliau menolak hal tersebut.

Kata Al-Murahaqah dalam bahasa Inggris disebut The Teenagers dan dalam bahasa kita
dikenal dengan usia remaja. Kata Al-Murahaqah dalam kamus bahasa Arab bermakna:
kedunguan dan kebodohan, kejahatan dan kedhaliman, serta gemar melakukan

kesalahan.

Sedangkan kata Puberitas menurut Monks adalah berasal dari kata puber yaitu
pubescere yang artinya mendapat pubes atau rambut kemaluan, yaitu suatu tanda
kelamin sekunder yang menunjukkan perkembangan seksual.Dan menurut Root dalam
Hurlock, Puberitas merupakan suatu tahap dalam perkembangan dimana terjadi
kematangan alat-alat seksual dan tercapai kemampuan reproduksi.

Dengan ini, jelas sekali bahwa peradaban barat adalah peradaban yang hanya melihat
fisik biologis dan sibuk mencari celah dan tips untuk menjelaskan hal ini pada usia anak
muda kita.

Tidakkah kita melihat dengan kacamata Islam. Lihatlah masa remaja yang baru berakhir
pada usia 20 tahun. Usia tersebut adalah usia emas dan saat generasi muda muslim
telah memiliki karya mulia di tengah masyarakat luas.

Itulah mengapa Rasulullah saw tidak pernah menyebut fase ini. Beliau mempunyai
istilah sendiri yaitu Syabab.Kata ini dalam bahasa Arab mempunyai makna kekuatan,
baru, indah, tumbuh, awal segala sesuatu.Makna ini penuh dengan optimism, positif
dan penuh harapan berbeda dengan makna puberitas seperti di atas.


Setelah dikaji oleh pakar pendidikan muslim ternyata disimpulkan bahwa keguncangan
dan kenakalan di usia ini bukan merupakan hal yang pasti dan harus dilalui oleh anakanak kita.

Dr. Majid ‘Irsan Al-Kallani dalam buku ‘Falsafah At-Tarbiyah Al-Islamiyyah’ mengatakan:
“Adapun Al-Murahaqah bukan merupakan fenomena yang harus terjadi pada
perkembangan usia manusia. Ini merupakan masalah yang mungkin dihindari sama
sekali dalam kehidupan setiap pribadi. Al-Murahaqah adalah penyakit dari berbagai
penyakit masyarakat kapitalis.”

Hal serupa juga disampaikan Dr. Abdurrahman Al-Aisawi dalam buku ‘Sikolojiyah AlMurahiq Al-Muslim Al-Mu’ashir’ yang menyatakan: “Pertumbuhan seksual di usia AlMurahaqah tidak mesti menyebabkan krisis. Tetapi sistim masyarakat hari inilah yang
bertanggung jawab terhadap krisis Al-Murahaqah. Sebagaimana yang disampaikan oleh
Margareth Mead: Di masyarakat sederhana fase remaja ini tidak ada. Seseorang

berpindah dari usia kanak-kanak menuju usia dewasa secara langsung setelah upacara
tradisional tertentu.”

Bisa jadi ini adalah makar Zionis yang ingin kita memandang buruk anak muda kita.Anda
bisa lihat di protokolat zionis yang pernah saya posting sebelumnya.


Demikian sedikit pengantar dari saya yang sebagian saya sadur dari buku ust Budi
Ashari, Lc, kalau anda ingin mengetahui tulisan-tulisan beliau yang lain tentang
parenting khususnya bisa anda kunjungi web beliau di www.parentingnabawiyah.com.

Selanjutnya ada dua hadits yang akan kita bahas untuk mengetahui metode Rasulullah
saw dalam menyikapi pemuda dan pemudi yang jiwanya bergejolak dan yang
mengumbar mata untuk menikmati berbagai kenikmatan dosa.

Hadits Pertama

Abi Umamah dalam hadits riwayat Ahmad, mengisahkan bahwa seorang pemuda telah
dating menghadap Nabi saw seraya berkata: “Wahai Rasulullah, izinkanlah aku berzina.”
Orang-orang yang ada di sekitarnya menghampiri dan memaki, “Celaka engkau, celaka
engkau!” Rasulullah saw mendekati pemuda itu dan duduk di sampingnya. Kemudian
terjadilah dialog yang panjang antara Rasulullah saw dengan pemuda itu.
Rasulullah saw: Apakah engkau ingin hal itu (zina) terjadi pada ibumu?
Pemuda: sekali-kali tidak! Demi Allah yang menjadikan saya sebagai tebusan tuan.
Rasulullah saw: Begitu pula orang lain, tidak ingin hal itu terjadi pada ibu mereka.
Apakah engkau ingin hal itu terjadi pada saudara perempuanmu?
Pemuda: sekali-kali tidak! Demi Allah yang menjadikan saya sebagai tebusan tuan.


Rasulullah saw: Begitu pula orang lain, tidak ingin hal itu terjadi pada saudari-saudari
mereka. Apakah engkau ingin hal ini terjadi pada saudara perempuan bapakmu?
Pemuda: sekali-kali tidak! Demi Allah yang menjadikan saya sebagai tebusan tuan.
Rasulullah saw: Begitu pula orang lain, tidak ingin hal itu terjadi pada saudara
perempuan bapak mereka. Apakah engkau ingin hal ini terjadi pada saudara perempuan
ibumu?
Pemuda: sekali-kali tidak! Demi Allah yang menjadikan saya sebagai tebusan tuan.
Rasulullah saw: Begitu pula orang lain, tidak ingin hal itu terjadi pada saudara
perempuan ibu mereka.
Kemudian Rasulullah saw memegang dada pemuda itu seraya berdoa: “Ya Allah,
ampunilah dosanya, sucikanlah hatinya dan peliharalah kemaluannya!” Setelah
peristiwa itu, pemuda tadi menjadi orang yang arif.

Nilai-Nilai Tarbawiyah
1. Rasulullah saw merupakan karakter pendidik yang menguasai semua aspek psikis
anak didiknya. Mendengar pertanyaan sang pemuda, beliau tidak marah seperti
yang sering dilakukan kebanyakan orang. Bahkan, beliau memperkenankan
pemuda tadi duduk di dekatnya. Dalam masalah ini terdapat dua hal pokok yang
menarik perhatian pemuda tadi, yaitu Rasulullah saw tidak memarahinya serta

memperkenankan dirinya duduk di dekat beliau. Itu merupakan langkah awal
yang baik dalam memecahkan masalah pemuda tersebut.
2. Rasulullah saw menggunakan sistem dialog karena melalui dialog seorang anak
didik dapat melontarkan pendapat kepada pendidiknya. Dialog pun mampu
membuka nalar serta naluri pendidik dan anak didik sehingga muncullah
kesamaan ide. Semua menghasilkan buah positif yang memberikan kepuasan
kepada kedua belah pihak. Melihat manfaatnya, kita hatus membuka dialog dan
bersabar untuk mendengarkan pendapat-pendapat dan sumbangsih pemikiran
anak-anak usiaremaja. Hal demikian akan mempermudah terciptanya solusi yang
bijak.
3. Masalah yang belia dialogkan berkisah pada masalah yang sedang dihadapi si
pemuda tadi dan tidak keluar dari inti permasalahan atau tidak memecahkan

konsentrasi pemuda tadi dengan masalah-masalah parsial. Dari sikap yang
diperlihatkan Rasulullah saw ini dapat kita fahami bahwa pada zaman sekarang
ini kita harus ikut terjun menghilangkan penyakit esensial yang menimpa anakanak remaja dan kemudian menciptakan terapi yang mujarab untuk
membebaskan mereka dari penyakit tersebut.
Ironisnya, ketika sebagian pemuda terkena wabah penyakit penyalahgunaan
obat-obat terlarang, masyarakat malah membawa mereka ke tempat
rehabilitasi.Padahal, tempat rehabilitasi tidak lebih dari sarang penyakit yang

menambah ruwetnya permasalahan. Si pecandu akan berkomentar “Setelah
masuk tempat rehabilitasi, saya diajari cara menggunakan obat terlarang dalam
bentuk lain.” Sungguh pemuda ini telah menjadi korban kebodohan
masyarakat.Pada dasarnya, penyakit itu bisa dihindarkan jika kita menerapkan
langkah preventif sebelum penyakit tersebut terjangkit, melalui konsentrasi
dalam mewujudkan generasi rabbani yang berlandaskan keimanan dan
ketakwaan baik dalam tataran keluarga maupun dalam tataran pemerintahan.
Demi Allah! Ini lebih mujarab daripada suntikan-suntikan kimiawi dan sistemsistem mereka yang jelas-jelas gagal.Sayangnya mereka tidak mau mengerti.
4. Rasulullah saw melakukan diskusi dengan sistem tanya jawab. Cara seperti ini
merupakan solusi pendidikan yang paling cemerlang karena jawaban akan
langsung keluar dari murid itu sendiri. Ketika Rasulullah saw bertanya Apakah
engkau ingin hal itu (zina) terjadi pada ibumu? Jawaban pemuda merupakan dalil
pelarangan zina untuk dirinya sendiri. Selain itu jawaban “Sekali-kali tidak! Demi
Allah yang menjadikan saya sebagai tebusan tuan.” Merupakan pengakuan atas
kesalahan yang paling gambling. Secara rinci manfaat yang bisa kita ambil
adalah:
a. Terjadinya interaksi esensial antara seorang anak didik dengan
pendidiknya.
b. Pikiran anak didik akan terfokus dan terpusat pada pertanyaanpertanyaan yang dilontarkan.
c. Jawaban yang menggunakan kalimat negative merupakan metode

pendidikan yang ilmiah dan realistis serta menjadi hujjah atas
pelanggaran terhadap perbuatan tertentu, baik secara kemasyarakatan
maupun kemanusiaan.

5. Jumlah pertanyaan Rasulullah saw yang lumayan banyak dapat menjadi dalil
keyakinan yang menunjukkan keingkaran pemuda itu terhadap perbuatan zina.
Mari perhatikan dialog berikut.

Rasulullah saw: Apakah engkau ingin hal itu (zina) terjadi pada ibumu?
Pemuda: sekali-kali tidak! Demi Allah yang menjadikan saya sebagai tebusan
tuan. (dalil pertama)
Rasulullah saw: Begitu pula orang lain, tidak ingin hal itu terjadi pada ibu
mereka. Apakah engkau ingin hal itu terjadi pada saudara perempuanmu?
Pemuda: sekali-kali tidak! Demi Allah yang menjadikan saya sebagai tebusan
tuan. (dalil kedua)
Rasulullah saw: Begitu pula orang lain, tidak ingin hal itu terjadi pada saudarisaudari mereka. Apakah engkau ingin hal ini terjadi pada saudara perempuan
bapakmu?
Pemuda: sekali-kali tidak! Demi Allah yang menjadikan saya sebagai tebusan
tuan. (dalil ketiga)
Rasulullah saw: Begitu pula orang lain, tidak ingin hal itu terjadi pada saudara

perempuan bapak mereka. Apakah engkau ingin hal ini terjadi pada saudara
perempuan ibumu?
Pemuda: sekali-kali tidak! Demi Allah yang menjadikan saya sebagai tebusan
tuan. (dalil keempat)
Rasulullah saw: Begitu pula orang lain, tidak ingin hal itu terjadi pada saudara
perempuan ibu mereka.
Banyaknya dalil merupakan salah satu kiat pendidikan yang memperkuat hujjah
dan alas an.
6. Di antara kiat penyembuhan yang digunakan Rasulullah saw adalah meletakkan
tangannya yang mulia di dada orang yang mendapat problem. Ketika beliau
meletakkan tangannya di dada pemuda tadi, dia pasti akan merasakan
ketentraman serta ketenangan jiwa. Sebab, ketika itu beliau mendoakan si

pemuda dengan inti doa yang mencakup pengampunan dosa, penyucian hati dan
pemeliharaan kemaluan.

Pengampunan dosa dapat mengosongkan jiwa dari segala dosa dan membuka
pintu baru untuk terciptanya aktivitas keimanan.Penyucian hati merupakan
usaha untuk membersihkan hati dari noda-noda dosa sehingga hati menjadi
bersih tanpa ada noda yang mengotorinya.Kemudian, pemeliharaan kemalun

berarti menjaga kemaluan dari tindakan yang dimurkai Allah swt seperti benteng
kokoh yang tinggi, jauh dari kerendahan diri.

Dengan demikian, doa Rasulullah saw bisa dikatakan sebagai doa yang sempurna
dalam memecahkan permasalahan. Bercermin dari itu, tampaknya para
pendidikan wajib menjadikan dosa sebagai salah satu sarana penyembuh
penyakit hati anak didiknya. Rasulullah saw telah bersabda, “Ibadah yang paling
utama adalah do’a” (shahih Jami’ ash-shaghir no 1108). Doa juga dapat
menghubungkan hati pendidik dan anak didik kepada sang Khaliq sesuai dengan
firman-Nya: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan kuperkenankan doamu” (QS.
Ghafir: 6)
7. Setelah peristiwa itu, tidak lagi tersirat dalam benak pemuda tadi untuk berzina.
Tidak diragukan lagi, dia akan mendayagunakan pikiran dan potensinya untuk hal
yang membuahkan hasil dan memberikan manfaat bagi diri dan masyarakatnya,
seperti menyibukkan diri dalam belajar, jihad, atau aktivitas lain yang membantu
perkembangan sosial, ekonomi, dan politik. Potensi tersebut merupakan modal
besar yang dapat diharapkan hasilnya.

(Sumber: Min Asalibir Rasul Fit Tarbiyah oleh Najib Khalid Al-‘Amr, terjemah: Tarbiyah
Rasulullah, Gema Insani Press hal. 117-123)


Hadits Kedua

Dalam kisah perjalanan Haji Wada’ Nabi saw dari Arafah ke Muzdalifah, beliau
membonceng Usamah bin Zaid ra. Beliau menginap di sana sampai pagi. Di pagi harinya
beliau meninggalkan Muzdalifah menuju Mina.

Di tengah perjalanan ketika telah melewati lembah Muhassir, beliau ganti membonceng
Al-Fadhl bin Abbas ra (sepupu Rasulullah saw). Perjalanan dilanjutkan hingga sampai di
Mina tempat lempar Jumroh.Beliau melempar Jumroh.

Selanjutnya beliau pergi ke tempat pemotongan hewan dan berkata: ini tempat
pemotongan hewan dan Mina semuanya adalah tempat pemotongan.

Kemudian datanglah seorang wanita muda dari Kha’tsam yang ingin bertanya tentang
hukum.Al-Fadhl melihat wanita itu dan wanita itu pun melihat Al-Fadhl.Wanita itu
memang cantik.Kecantikannya Nampak membuat Al-Fadhl terkesima.

Rasulullah saw memegang tengkuk Al-Fadhl dan memalingkannya ke arah yang lain.


Wanita Kha’tsam itu bertanya: Ayahku sudah sangat tua, sementara ia harus
menunaikan kewajiban Haji, apakah boleh saya menghajikannya?

Rasulullah saw menjawab: Ya, lakukan untuk ayahmu.

Abbas, Ayah Al-Fadhl bertanya kepada beliau: Ya Rasulullah mengapa kau palingkan
wajah anak pamanmu?

Rasul menjawab: Aku melihat mereka adalah pemuda dan pemudi, aku khawatir
syaithan masuk di antara mereka berdua. (HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim)

Nilai-Nilai Tarbawiyah
1. Dosa mata tak kenal tempat. Al-Fadhl sedang bersama Rasulullah saw. Biasanya
kebersamaan dengan orang shalih mampu meredam dosa. Apalagi ini bersama
Rasulullah saw. Ternyata tidak.
Al-Fadhl pun sedang berada di tanah suci; Mina.Tempat mulia yang seharusnya
mampu menahan kita untuk berbuat dosa, karena kita tahu bahwa catatan
dosanya di sisi Allah swt dilipatgandakan.Ternyata tidak.
Al-Fadhl sedang melaksanakan ibadah haji.Ibadah mulia yang satu ini
memastikan bahwa Al-Fadhl berada di bulan mulia.Tapi gabungan semua
kemuliaan ini tak mampu menahan syahwat mata.
Sungguh, sebuah perjuangan yang tidak sederhana bagi kita semua untuk
mengatasi masalah ini.
2. Dalam syariat Islam dikenal sebuah landasan mengambil keputusan Sadd
Dzari’ah (preventif). Sebenarnya itu juga kita kenal dalam kehidupan harian kita.
Tetapi kita sering lalai kalau berhubungan dengan agama. Padahal dampak
buruknya lebih besar.
Seperti saat Nabi ditanya oleh Abbas tentang tindakan Nabi memalingkan AlFadhl ke arah lain dan beliau menjawab: “Aku melihat mereka adalah pemuda
dan pemudi, aku khawatir syaithan masuk di antara mereka berdua”.
Itulah yang harus ada di benak orang tua dan para pendidik. Bukan malah
mengatakan: wajar masih muda.
Kalau begitu jawabannya, kita akan dihadapkan pada kesulitan memadamkan api
yang terlanjut membesar membakar seluruh bagian hati hingga menjalar ke
semua persendian. Dan semuanya berujung pada penyesalan yang tiada berarti.
Maka mumpung masih kecil apinya.Matikan sebelum terjadi kebakaran hebat.
3. Tanpa dialog, langsung bertindak. Rasulullah saw yang melihat reflek mata AlFadhl yang memandang cantk itu dan semakin lama semakin terkesima, segera

melakukan tindakan tanpa dialog. Dipegangnya tengkuk Al-Fadhl dan diputar kea
rah lain, agar tidak lagi melihat wanita itu.
Diduga Al-Fadhl telah mengetahui ilmu tentang larangan pandangan mata
kepada lawan jenis yang bukan mahrom. Terbukti ia tidak melakukan protes
apapun atau setidaknya bertanya. Wallahu a’lam.
Dialog memang sangat penting. Apalagi dalam masalah pendidikan anak muda.
Tetapi peristiwa ini menyampaikan kepada kita bahwa dialog ada tempatnya
sendiri. Saat tak perlu dialog dan diperlukan langsung sebuah tidankan untuk
menghindarkan dari bahaya, maka lakukanlah.
Karena bisa jadi, dialog menjadi sesuatu yang tidak mempan
menghentikan.Sementara jelas, tangan Nabi mampu memalingkan sekaligus
menghentikan langkah iblis pertama membuka syahwat pemuda.
4. Tanyakan kemudian…sungguh sangat bijak dan mulia cara Abbas sanga ayah dari
Al-Fadhl ingin mengetahui sumber masalahnya. Jelas, Abbas dan anaknya tahu
bahwa apa yang dilakukan oleh Al-Fadhl adalah sebuah kesalahan.
Abbas, paman Nabi itu menanyakan sebab Nabi memalingkan wajah Al-Fadhl,
anaknya dan Nabi menjelaskan: Aku melihat mereka adalah pemuda dan
pemudi, aku khawatir syaithan masuk di antara mereka berdua.
Ya, penjelasan ini sangat cukup untuk menjawab pertanyaan Abbas sebagai
orang tua yang ingin tahu sebab kesalahan anaknya.Apa yang dilakukan oleh
Nabi sebagai pendidik adalah bagian dari pendidikan yang tak ingin anak
didiknya terjatuh dalam kesalahan dan dosa. Bagian dari perhatian seorang
pendidik.
Bisa jadi Abbas menanyakan itu karena dia memang benar-benar tidak mengerti
sebab tindakan Nabi tersebut.Apalagi Abbas memang tidak tinggal bersama Nabi
di Madinah. Setelah masuk Islam, Abbas tetap berada di Makkahsebagai pemberi
informasi buat Nabi di kota Madinah. Abbas baru pindah ke Madinah dan hidup
bersama Nabi sebelum peritiwa Fathu Makkah (8 H) dan peristiwa kisah di atas
terjadinya tahun 10 H.

Tetapi bisa jadi, Abbas telah mengetahui ilmunya.Jika demikian, maka sungguh
ini adalah pelajaran mahal untuk para orang tua. Yaitu Abbas sengaja bertanya
kepada Nabi saw di hadapan anaknya, karena Nabi lebih berilmu. Maka Abbas
ingin memberikan pelajaran secara tidak langsung pada anaknya agar tidak
mengulanginya lagi di kemudian hari.

(Sumber: Remaja, Antara Hijaz Dan Amerika oleh Budi Ashari Lc, hal. 95-99)

Di akhir tulisan ini saya memohon kepada Allah swt agar tulisan sederhana ini yang
mayoritas saya sadur dari dua buku yang tersebut di atas bisa menghadirkan manfaat
terutama dalam mengenal bagaimana metode dan cara Rasulullah saw mendidik para
sahabatnya sehingga mereka menjadi sebaik-baik ummat (khairul qurun).

Ketika para pendidik galau dengan perubahan demi perubahan kurikulum sekolah,
ketika para orang tua galau dengan kualitas pendidikan anak mereka, dan ketika
masyarakat resah dengan kualitas kehidupan yang tidak kunjung membaik setelah 67
tahun merdeka. Kita butuh cahaya uswah hasanah dari Nabi saw dalam memberikan
tarbiyah dan cahaya akhlak pada diri Sahabat sehingga mereka menjadi generasi
pertama muslim yang akhlak mereka mendekati kesempurnaan. Wallahu A’lam.