ANALISIS USAHA JENANG KETAN PADA SENTRA INDUSTRI RUMAH TANGGA DI KABUPATEN PONOROGO

INDUSTRI RUMAH TANGGA DI KABUPATEN PONOROGO

Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis

Oleh : LUTHFI IKHWAN JANANI

H 0305022

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

ANALISIS USAHA JENANG KETAN PADA SENTRA INDUSTRI RUMAH TANGGA DI KABUPATEN PONOROGO

yang dipersiapkan dan disusun oleh Luthfi Ikhwan Janani

H 0305022

telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal : 29 Januari 2010 Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Tim Penguji

Ketua

Anggota I

Anggota II

Dr. Ir. Minar Ferichani, MP

Ir. Sugiharti Mulya H. MP NIP. 19670331 199303 2 001

Wiwit Rahayu, SP. MP

NIP. 19711109 199703 2 004

NIP. 19650626 199003 2 001

Surakarta, 29 Januari 2010

Mengetahui,

Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian Dekan

Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS NIP. 19551217 198203 1 003

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmaanirrohiim. Puji syukur Alhamdulillah penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT atas

limpahan rahmat, taufiq, dan hidayahNya sehingga penyusun dapat menyelesaikan penyusunan skripisi ini dengan baik. Skripsi ini sebagai syarat dalam memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penyusun menyadari bahwa selama penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Untuk itu Penyusun ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Alm. Ir. Catur Tunggal B. J. P., M.S.

3. Bapak Ir. Agustono, M.Si. selaku Ketua Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

4. Ibu Ir. Sugiharti Mulya H. MP., selaku Ketua Komisi Sarjana Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta sekaligus sebagai Dosen Penguji Tamu yang telah memberikan masukan dan arahan.

5. Ibu Dr. Ir. Minar Ferichani, MP., selaku Dosen Pembimbing Utama yang dengan sabar memberikan nasehat, bimbingan, arahan dan masukan yang

sangat berharga bagi Penyusun.

6. Ibu Wiwit Rahayu, S.P. M.P., selaku Dosen Pembimbing Pendamping dan Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan arahan, serta semangat dalam penyusunan skripsi ini.

7. Kepala Kantor BPS Kabupaten Ponorogo beserta staff.

8. Kepala Kantor Dinas INDAGKOP dan PM Kabupaten Ponorogo beserta staff.

9. Seluruh Perangkat Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo.

10. Seluruh Perangkat Desa Josari Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo.

11. Semua Responden Produsen Jenang Ketan Tingkat Rumah Tangga yang telah meluangkan waktu untuk memberikan informasi kepada Penyusun.

12. Orang tuaku, Bapak Moch. Rochani dan Ibu Binti Shofiah, terima kasih atas segala kasih sayang, dukungan, semangat, dan doa yang telah diberikan

selama ini sehingga Penyusun dapat menyelesaikan skripsi ini.

13. Mbak Dhian (atas usulan judulnya), Mas Hawin dan keponakanku Bintang dan Keisya atas segala perhatian, dukungan, kritikan, masukan, dan doanya.

14. Semua teman-teman Agrobisnis 2005 Fakultas Pertanian UNS, tim futsal BJP dan teman-teman seangkatan 2005 Fakultas Pertanian atas persahabatan dan kenangan indah yang tidak kulupakan.

15. BEM, HIMASETA, dan LSM KAPAS terima kasih telah memberikan banyak warna dalam perjalanan hidupku.

16. Dek Cyntia yang telah banyak membantu dan memberikan inspirasi dalam penyusunan skripsiku.

17. Semua pihak yang tidak dapat Penyusun sebutkan satu persatu, terimakasih atas semua bantuannya.

Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, Penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhirnya, Penyusun berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin

Surakarta, Januari 2010

Penyusun

DAFTAR TABEL

1. Jumlah Unit Usaha dan Jumlah Produksi Jenang Ketan di Kecamatan Ponorogo dan Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo Tahun 2009 .....

2. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Ponorogo .

3. Keadaan Penduduk Menurut Umur di Kabupaten Ponorogo ..............

4. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kabupaten Ponorogo ..........................................................................................

5. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kabupaten Ponorogo ..........................................................................................

6. Jumlah Industri dan Kerajinan Kabupaten Ponorogo .........................

7. Luas Lahan Sawah Dirinci Menurut Jenis Pengairan di Kabupaten Ponorogo ..........................................................................................

8. Karakteristik Responden Usaha Jenang Ketan Tingkat Rumah Tangga ..........................................................................................

9. Tenaga Kerja Usaha Jenang Ketan Tingkat Rumah Tangga ...............

10. Status Usaha Jenang Ketan Tingkat Rumah Tangga ..........................

11. Sumber Modal Usaha Jenang Ketan Tingkat Rumah Tangga .............

12. Rata-rata biaya variabel pada usaha jenang ketan tingkat rumah tangga selama satu bulan ...................................................................

13. Rata-rata biaya tetap pada usaha jenang ketan tingkat rumah tangga selama satu bulan ..............................................................................

14. Produksi rata-rata, harga jual, sisa penjualan dan penerimaan rata- rata pada usaha jenang ketan tingkat rumah tangga selama satu bulan

15. Keuntungan rata-rata produsen jenang ketan tingkat rumah tangga selama satu bulan ..............................................................................

16. Simpangan baku, koefisien variasi dan batas bawah keuntungan usaha jenang ketan tingkat rumah tangga selama satu bulan...............

17. Efisiensi usaha jenang ketan tingkat rumah tangga selama satu bulan

DAFTAR GAMBAR

1. Skema Kerangka Teori Pendekatan Masalah Analisis Usaha Jenang Ketan Tingkat Rumah Tangga ...........................................................

13

2. Pembuatan Jenang Ketan Tingkat Rumah Tangga di Kabupaten Ponorogo ..........................................................................................

37

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran perhitungan .......................................................................

62

2. Peta Kabupaten Ponorogo..................................................................

63

3. Surat perijinan ...................................................................................

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertanian dalam arti luas terdiri dari lima sektor yaitu tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Kelima sektor pertanian tersebut bila ditangani lebih serius sebenarnya akan mampu memberikan sumbangan yang besar bagi perkembangan perekonomian Indonesia mendatang, salah satu penanganannya yaitu dengan perkembangan perekonomian pada bisnis pertanian atau agrobisnis (Soekartawi, 1999).

Komoditi pertanian pada umumnya dihasilkan sebagai bahan mentah dan mudah rusak, sehingga perlu langsung dikonsumsi atau diolah terlebih dahulu. Sumbangan hasil produksi pertanian dapat berupa penyediaan bahan pangan, baik berupa biji-bijian, sayur mayur dan buah-buahan. Meskipun demikian sektor pertanian tidak sepenuhnya dapat menghasilkan output dengan atribut sesuai yang diinginkan konsumen, sehingga dilakukan beragam aktivitas untuk memberi nilai guna/tambah. Proses pengolahan ini dapat meningkatkan guna bentuk komoditi-komoditi pertanian (Mulyani, 2003).

Sebagai penggerak pembangunan pertanian, agroindustri diharapkan dapat memainkan peranan penting dalam kegiatan pembangunan daerah, baik dalam sasaran pemerataan pembangunan maupun pemerataan pembangunan ekonomi. Keberadaaan agroindustri di pedesaan diharapkan dapat meningkatkan permintaan terhadap komoditas pertanian, karena sektor agroindustri berperan dalam mengubah produk pertanian menjadi barang yang lebih berguna bagi kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu pembangunan pertanian yang dikaitkan dengan pengembangan industri pertanian perlu diarahkan ke wilayah pedesaan.

Industri pengolahan komoditas pertanian selain mengolah hasil pertanian tentu saja mempunyai tujuan yaitu untuk memperoleh pendapatan guna mempertahankan kelangsungan usahanya. Suatu usaha akan melakukan kegiatannya secara terus menerus agar dapat mempertahankan atau bahkan Industri pengolahan komoditas pertanian selain mengolah hasil pertanian tentu saja mempunyai tujuan yaitu untuk memperoleh pendapatan guna mempertahankan kelangsungan usahanya. Suatu usaha akan melakukan kegiatannya secara terus menerus agar dapat mempertahankan atau bahkan

Ketan merupakan komoditi pertanian dari salah satu macam beras yang jika ditinjau dari segi nilai gizi didominasi oleh pati (sekitar 80-85%) dan juga mengandung protein , vitamin (terutama pada bagian aleuron atau lapisan terluar yang sering kali ikut terbuang dalam proses pemisahan kulit ), mineral ,

dan a air (Anonim , 2009), mempunyai prospek cerah untuk dikembangkan dalam rangka menunjang kebutuhan bahan pangan di Indonesia mengingat

kebutuhan ketan sebagai bahan baku berbagai macam makanan. Hasil pengolahan lebih lanjut dari beras ketan diantaranya berupa tepung ketan. Tepung ketan adalah bahan baku yang sesuai untuk pembuatan kue, gula-gula, pudding , dodol, jenang, produk saus, tepung pembungkus ayam goreng (Irawan, 1998).

Ponorogo merupakan salah satu daerah yang telah mengembangkan agroindsutri, dalam hal ini adalah agroindustri jenang. Industri jenang sendiri telah dilakukan dari dahulu mengingat jenang adalah makanan atau jenis snack yang dihidangkan pada saat ada acara-acara warga yang tinggal di daerah karena jenang adalah jenis makanan tradisional atau bisa juga sebagai makanan untuk oleh-oleh.

Jenang ketan yang dihasilkan oleh produsen jenang ketan di Kabupaten Ponorogo adalah jenang ketan yang menggunakan tepung ketan sebagai bahan baku utamanya. Usaha jenang ketan di Kabupaten Ponorogo pada umumnya berskala industri kecil dan skala rumah tangga. Akan tetapi, di tengah persaingan dengan industri makanan lain dan semakin melambungnya harga bahan baku untuk berproduksi, banyak produsen jenang ketan yang gulung tikar, walaupun masih ada juga yang mampu bertahan. Kenyataan inilah yang mendorong peneliti untuk mengetahui lebih lanjut mengenai usaha jenang ketan tingkat rumah tangga di Kabupaten Ponorogo.

Perumusan Masalah

Jenang ketan atau dodol ketan merupakan salah satu jenis makanan khas Ponorogo. Jenang ketan sendiri berbahan baku utama dari tepung ketan yang dipadukan dengan beberapa bahan lain yaitu tepung beras, gula merah, dan kelapa. Usaha jenang ketan di Kabupaten Ponorogo sudah lama berkembang dalam skala industri rumah tangga.

Di Kabupaten Ponorogo, usaha jenang ketan terdapat di Kecamatan Ponorogo dan Kecamatan Jetis. Di Kecamatan Jetis terdapat sentra usaha jenang ketan yaitu di Desa Josari. Produsen jenang ketan tersebut berupaya mengalokasikan sumber daya yang dimiliki supaya memperoleh pendapatan yang setinggi-tingginya didalam menjalankan usahanya. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya, produsen jenang ketan tersebut menghadapi kendala salah satunya yaitu semakin tingginya harga bahan baku dan penurunan permintaan konsumen.

Pemintaan pasar atas makanan tradisional ini terus menurun. Hal itu disebabkan oleh semakin banyaknya berbagai ragam jenis makanan dan jajanan lain yang beredar di pasaran. Selain itu, menurunnya daya beli masyarakat dan minat beli masyarakat terhadap panganan tradisional tersebut menyebabkan permintaan atas jenang ketan menjadi turun.

Adanya kendala menurunnya daya beli masyarakat dan minat beli masyarakat terhadap panganan tradisional tersebut menyebabkan permintaan atas jenang ketan menjadi turun, sehingga menyebabkan para produsen jenang ketan menghadapi risiko dalam menjalankan usahanya. Berdasarkan pada hal tersebut, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:

Berapa besarnya keuntungan usaha jenang ketan tingkat rumah tangga di Kabupaten Ponorogo? Berapa besarnya risiko usaha dari usaha jenang ketan tingkat rumah tangga di Kabupaten Ponorogo? Berapa besarnya efisiensi usaha jenang ketan tingkat rumah tangga di Kabupaten Ponorogo?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Mengetahui besarnya keuntungan usaha jenang ketan tingkat rumah tangga di Kabupaten Ponorogo. Mengetahui besarnya risiko usaha jenang ketan tingkat rumah tangga di Kabupaten Ponorogo. Mengetahui besarnya efisiensi usaha jenang ketan tingkat rumah tangga di Kabupaten Ponorogo.

Kegunaan Penilitian

Bagi peneliti, penelitian ini dapat memberikan tambahan pengetahuan dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Bagi pemerintah, khususnya Pemerintah Daerah Kabupaten Ponorogo, hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan permasalahan ini.

Bagi pihak lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan, tambahan informasi dan pengetahuan serta referensi dalam penyusunan penelitian selanjutnya atau penelitian-penelitian sejenis.

Bagi produsen jenang ketan, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan kajian dalam peningkatan usaha dalam rangka untuk mencapai pendapatan yang maksimal.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan Syarif (2006) mengenai Analisis Usaha Dodol Pisang di Kabupaten Purworejo yang menganalisis tentang keuntungan, risiko usaha, dan tingkat efisiensi usaha menunjukkan bahwa selama satu bulan produsen dodol pisang di Kabupaten Purworejo memperoleh penerimaan rata–rata sebesar Rp 1.783.142,86 dengan biaya total rata-rata Rp 1.468.478,89 per bulan, sehingga keuntungan rata–rata yang diperoleh pengusaha dodol pisang di Kabupaten Purworejo adalah sebesar Rp 314.663,97 per bulan. Nilai efisiensi dari usaha dodol pisang di Kabupaten Purworejo dalam penelitian ini adalah sebesar 1,23 dan risiko usaha dodol pisang di Kabupaten Purworejo adalah sebesar Rp 189.114,39. Besarnya nilai koefisien variasi atau CV adalah 0,6 dan nilai batas bawah keuntungan atau L adalah –Rp 63.564,81.

Menurut penelitian Kurniawan (2007) tentang Analisis Usaha Agroindustri Makanan Wingko di Kabupaten Kulon Progo yang menganalisis tentang biaya, penerimaan, keuntungan, profitabilitas, risiko usaha, dan tingkat efisiensi usaha menunjukkan bahwa penerimaan rata-rata yang diperoleh produsen makanan wingko di Kabupaten Kulon Progo adalah sebesar Rp 25.627.500,00 dengan biaya rata-rata Rp 22.835.229,12 sehingga diperoleh keuntungan rata-rata sebesar Rp 2.792.270,88. Usaha agroindutri makanan wingko di Kabupaten Kulon Progo mempunyai risiko tinggi dengan kemungkinan kerugian sebesar Rp 977.991,08 dan nilai efisiensi lebih dari satu yaitu sebesar 1,12 yang artinya setiap Rp. 1,00 yang dikeluarkan pengusaha akan mendapatkan penerimaan 1,12 kali dari biaya yang dikeluarkan.

Berdasarkan kedua hasil penelitian tersebut, usaha agroindustri makanan wingko di Kabupaten Purworejo memberikan keuntungan lebih besar dibandingkan dengan usaha dodol pisang di Kabupaten Kulon Progo. Nilai efisiensi dari usaha agroindustri makanan wingko di Kabupaten

Purworejo lebih tinggi dan risiko yang ditimbulkan lebih kecil daripada usaha dodol di Kabupaten Kulon Progo. Dari kedua penelitian diatas dapat diketahui bahwa usaha agroindustri makanan wingko di Kabupaten Purworejo maupun usaha dodol pisang di Kabupaten Kulon Progo sudah efisien, tetapi dari kedua usaha tersebut memiliki risiko usaha yang tinggi. Risiko ini yang harus ditanggung oleh para produsen dalam menjalankan usahanya.

B. Landasan Teori

1. Beras Ketan

Kata beras mengacu pada bagian bulir padi (gabah) yang telah dipisah dari sekam. Sekam (Jawa merang) secara anatomi disebut palea (bagian yang ditutupi) dan lemma (bagian yang menutupi). Pada salah satu tahap pemrosesan hasil panen padi, gabah ditumbuk dengan lesung atau digiling sehingga bagian luarnya (kulit gabah) terlepas dari isinya. Bagian isi inilah, yang berwarna putih, kemerahan, ungu, atau bahkan hitam, yang

disebut beras (Anonim b , 2004). Sentuhan agroindustri terhadap beras menjadi vital dalam rangka

meningkatkan nilai tambah beras. Sangat disadari, tanpa proses kenaikan nilai tambah, relatif sukar meningkatkan pendapatan riil petani. Arti penting penaikan nilai tambah beras melalui sentuhan agroindustri, selain untuk meningkatkan pendapatan riil petani, setidaknya mempunyai beberapa alasan penting lain yang merujuk pada pentingnya agroindustri pangan secara umum (Irawan, 1998).

2. Industri

Menurut BPS (1999), industri dapat digolongkan berdasarkan jumlah tenaga kerja dan jumlah investasi. Berdasarkan jumlah tenaga kerja, industri dapat dikategorikan menjadi 4 kelompok, yaitu :

a. Jumlah tenaga kerja 1-4 orang untuk industri rumah tangga

b. Jumlah tenaga kerja 5-19 orang untuk industri kecil

c. Jumlah tenaga kerja 20-99 orang untuk industri menengah c. Jumlah tenaga kerja 20-99 orang untuk industri menengah

perekonomian Indonesia. Alasan-alasan itu antara lain:

a. Sebagian besar lokasi industri kecil dan rumah tangga berlokasi didaerah pedesaan sehingga apabila dikaitkan dengan kenyataan bahwa lahan

pertanian yang semakin berkurang maka industri kecil dan rumah tangga di pedesaan dapat menyerap tenaga kerja di daerah di pedesaan.

b. Kegiatan industri kecil dan rumah tangga menggunakan bahan baku dari sumber-sumber di lingkungan terdekat yang menyebabkan biaya produksi dapat ditekan rendah

c. Dengan tingkat pendapatan masyarakat yang relatif rendah serta harga produk industri kecil dan rumah tenaga yang murah akan memberikan

peluang agar tetap bisa bertahan

d. Tetap adanya permintaan terhadap produk yang tidak diproduksi secara besar-besaran, misalnya batik tulis, anyam-anyaman, dan lain-lain.

Industri kecil dan rumah tangga terdapat pola subsisten yang tercermin dalam tingginya peran relatif dari penggunaan pekerja keluarga (unpaid family worker), yakni mendekati 95,5 % dari keseluruhan tenaga kerja yang ada dari industri kecil dan rumah tangga yang bersangkutan (Azhary, 1986).

Menurut Soekartawi (2001) agroindustri adalah industri yang berbahan baku utama dari produk pertanian. Studi agroindustri pada konteks ini adalah menekankan pada food processing management dalam suatu perusahaan produk olahan yang berbahan baku utamanya adalah produk pertanian. Yang kedua adalah bahwa agroindustri itu diartikan sebagai suatu tahapan pembangunan sebagai kelanjutan dari pembangunan pertanian, tetapi sebelum kelanjutan dari pembangunan tersebut mencapai tahapan pembangunan industri.

3. Biaya, Penerimaan, dan Keuntungan

Biaya terdiri dari tiga konsep yang berbeda. Pertama, konsep biaya opportunis yaitu pendapatan bersih yang dikorbankan. Konsep biaya yang kedua adalah biaya akuntansi yaitu biaya dipandang sebagai pengeluaran nyata, biaya historis, depresiasi dan biaya lain yang berhubungan dengan masalah pembukuan. Konsep biaya yang terakhir adalah biaya ekonomi yang didefinisikan sebagai pengeluaran yang sepantasnya atau sewajarnya saja untuk menghasilkan suatu barang atau jasa (Nicholson, 1991).

Dilihat dari segi sifat biaya dalam hubungannya dengan tingkat output, maka biaya produksi bisa dibagi menjadi:

a. Total Fixed Cost (TFC) atau biaya tetap total, adalah jumlah biaya-biaya yang tetap dibayar perusahaan (produsen) berapapun tingkat outputnya.

Jumlah TFC adalah tetap untuk setiap tingkat output. Misalnya, penyusutan alat dan sewa gedung.

b. Total Variable Cost (TVC) atau biaya variabel total, adalah jumlah biaya-biaya yang berubah menurut tinggi rendahnya output yang

diproduksi. Misalnya, biaya untuk bahan mentah, upah, biaya angkutan.

c. Total Cost (TC) atau biaya total, adalah penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel. Secara matematis bisa dituliskan seperti berikut: TC = TFC + TVC

(Boediono, 2002). Total penerimaan (R) menunjukkan total penerimaan dari penjualan sejumlah produk, yaitu tingkat harga P dikalikan dengan jumlah produk Q. Penerimaan marjinal (RM) menunjukkan perubahan total penerimaan sebagai akibat perubahan jumlah produk yang dijual sebanyak satu satuan (Herlambang, 2002).

Menurut Soekartawi (1995) nilai penerimaan total (PT) adalah perkalian antara produksi yang diperoleh (Q) dengan harga jual (P). Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut :

PT = Q x P

Yaitu: PT

= Penerimaan total Q

= Total produk P

= Harga produk Semakin banyak jumlah produk yang dihasilkan maupun semakin tinggi harga per unit produk yang bersangkutan, maka penerimaan total yang diterima produsen akan semakin besar. Sebaliknya jika produk yang dihasilkan sedikit dan harganya rendah maka penerimaan total yang diterima oleh produsen semakin kecil.

Menurut Suparmoko (1992), keuntungan adalah selisih antara penerimaan total dengan biaya produksi sesuai dengan tingkat efisiensi penggunaan faktor produksi pada penggunaannya yang terbaik. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut: π = TR – TC

dimana, π

= Keuntungan TR

= Penerimaan total TC

= Biaya total Keuntungan perusahaan adalah perbedaan antara pendapatan bersih dengan bunga dari seluruh modal yang dipergunakan dalam usahatani atau merupakan perbedaan antara pendapatan kotor dengan biaya menghasilkan. Ini dapat dinyatakan sebagai persen dari pendapatan kotor atau dalam persen dari biaya menghasilkan (Hadisapoetro, 1977).

4. Efisiensi usaha

Efisiensi adalah suatu upaya untuk mencapai tujuan dengan menggunakan sumber-sumber seminimal mungkin. Dalam praktek, efisiensi selalu dikaitkan dengan perbandingan output atau hasil dengan biaya atau korbanan (Hernanto,1991).

R/C ratio menunjukkan pendapatan kotor (penerimaan) yang diterima untuk setiap rupiah yang dikeluarkan untuk memproduksi sekaligus menunjang kondisi suatu usaha. Ukuran kondisi tersebut sangat R/C ratio menunjukkan pendapatan kotor (penerimaan) yang diterima untuk setiap rupiah yang dikeluarkan untuk memproduksi sekaligus menunjang kondisi suatu usaha. Ukuran kondisi tersebut sangat

Efisiensi diperhitungkan melalui analisis R/C (Revenue Cost Ratio) atau dikenal sebagai perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Secara matematik hal ini dapat dituliskan sebagai berikut :

Revenue Cost Ratio 

TR = Penerimaan total dari usaha

TC = Biaya total dari usaha.

Dimana secara teoritis dengan rasio TR/TC >1 bila suatu usaha itu dikatakan telah efisien dan jika TR/TC <1 berarti usaha tersebut tidak efisien (Soekartawi,1995).

5. Risiko usaha

Risiko suatu investasi dapat diartikan sebagai probabilitas tidak tercapainya tingkat keuntungan yang diharapkan, atau kemungkinan return yang diterima menyimpang dari keadaan yang diharapkan. Makin besar penyimpangan tersebut berarti makin besar risikonya. Risiko investasi mengandung arti bahwa return di waktu yang akan datang tidak dapat diketahui, tetapi hanya dapat diharapkan ( Riyanto,1999).

Untuk mengukur risiko secara statistik menggunakan koefisien variasi (CV). Dimana batas bawah keuntungan (L) menunjukkan nilai nominal terendah yang mungkin diterima oleh pengusaha. Apabila nilai L 0, maka pengusaha tidak akan mengalami kerugian. Sebaliknya apabila nilai L  0 maka dapat disimpulkan bahwa setiap proses produksi ada peluang kerugian yang akan diterima pengusaha (Hernanto, 1993).

Sekurang-kurangnya ada lima sebab utama terjadinya suatu resiko. Pertama, ketidakpastian produksi; kedua, tingkat harga; ketiga, perkembangan teknologi; keempat, tindakan-tindakan perusahaan dan orang atau pihak lain; kelima, karena sakit, kecelakaan, atau kematian (Kadarsan, 1992).

C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah

Usaha jenang ketan tingkat rumah tangga di Kabupaten Ponorogo telah melakukan produksi sejak lama, bahkan kegiatan usaha ini merupakan warisan nenek moyang yang diturunkan secara turun-temurun. Proses produksinya mudah dan peralatan yang digunakan juga masih sederhana, yaitu wajan besar dan alat pengaduk

Dalam melakukan usahanya tersebut tentu ada biaya yang dikeluarkan. Karena penelitian ini menggunakan konsep keuntungan, maka biaya dalam usaha jenang ketan dikelompokkan menjadi dua, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya Total/Total Cost (TC) adalah penjumlahan antara biaya variabel total/Total Variable Cost (TVC) dan biaya tetap total/Total Fixed Cost (TFC).

Usaha rumah tangga mendapatkan sejumlah uang yang diperoleh dari proses produksinya, yang biasa disebut penerimaan. Nilai total penerimaan yang diperoleh merupakan nilai uang dari total produksi yaitu hasil perkalian antara total produksi dan harga dari jenang ketan, yang dirumuskan sebagai berikut: TR = Q x P Keterangan: TR = Total Revenue/Penerimaan total (Rupiah)

Q = Quantity/Jumlah produk (Bungkus) P = Price/Harga produk (Rupiah)

Dalam melakukan usahanya, setiap produsen akan memperoleh keuntungan yang merupakan selisih antara penerimaan total dan biaya total. Untuk menghitung besarnya keuntungan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

π = TR – TC Keterangan:

π = Keuntungan (Rupiah) TR = Penerimaan total (Rupiah)

TC = Biaya total (Rupiah) Hubungan antara simpangan baku dengan keuntungan rata-rata diukur dengan koefisien variasi (CV) dan batas bawah keuntungan (L). Koefisien variasi merupakan perbandingan antara risiko yang harus ditanggung produsen dengan jumlah keuntungan yang akan diperoleh sebagai hasil dan sejumlah modal yang ditanamkan dalam proses produksi. Semakin besar nilai koefisien variasi menunjukkan bahwa risiko yang harus ditanggung oleh produsen semakin besar dibanding dengan keutungannya. Batas bawah keuntungan (L) menunjukkan nilai normal yang terendah yang mungkin diterima oleh produsen. Apabila nilai (L) ini sama dengan atau lebih dari nol, maka produsen tidak akan mengalami kerugian. Sebaliknya jika nilai L kurang dari nol maka dapat disimpulkan bahwa dalam setiap proses produksi ada peluang kerugian yang akan diderita produsen.

Hubungan antara koefisien variasi (CV) dengan batas bawah keuntungan adalah apabila nilai CV 

0 produsen akan selalu untung atau impas. Sebaliknya apabila nilai CV > 0,5 dan nilai L < 0 produsen akan mengalami kerugian.

0,5 dan nilai L 

Selain berusaha memperoleh keuntungan yang tinggi, produsen juga harus memperhatikan tingkat efisiensi usaha. Efisiensi usaha dapat dihitung dengan menggunakan R/C Rasio, yaitu dengan membandingkan antara Selain berusaha memperoleh keuntungan yang tinggi, produsen juga harus memperhatikan tingkat efisiensi usaha. Efisiensi usaha dapat dihitung dengan menggunakan R/C Rasio, yaitu dengan membandingkan antara

TR Efisiensi =

TC Keterangan:

TR = Total Revenue/Penerimaan total (Rupiah) TC = Total Cost/Biaya total (Rupiah) Kriteria yang digunakan: R/C  1, berarti usaha yang dijalankan sudah efisien R/C ≤ 1, berarti usaha yang dijalankan belum efisien.

Adapun kerangka teori pendekatan masalah dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Risiko harga Usaha Jenang Ketan Tingkat Rumah Tangga

Masukan Produksi

(input)

Biaya Tetap

Biaya Variabel

Risiko produksi

a. Tenaga kerja a. Bahan baku

b. Penyusutan alat

b. Bahan Bakar

Jenang Ketan

c. Bunga modal investasi

c. Pengemasan

d. Transportasi Risiko pasar

Penerimaan

Biaya Total

Analisis Usaha : Keuntungan

Risiko Usaha Efisiensi

Gambar 1. Skema kerangka teori pendekatan masalah analisis usaha jenang ketan

tingkat rumah tangga.

D. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Harga input dan output menggunakan harga yang berlaku di daerah penelitian.

2. Responden yang diambil meliputi unit usaha formal dan informal yang sesuai dengan kriteria pada metode pengambilan responden.

3. Biaya multi use tidak diperhitungkan dalam penelitian ini.

4. Penelitian ini menggunakan data produksi selama satu bulan produksi yaitu dimulai pada tanggal 26 Mei 2009 sampai dengan tanggal 24 Juni

E. Asumsi

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bahan baku yang digunakan oleh produsen berasal dari luar (pembelian).

2. Teknologi yang digunakan tidak mengalami perubahan selama penelitian

3. Variabel-variabel yang tidak diamati dalam penelitian dianggap tidak berpengaruh.

F. Hipotesis

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

1. Diduga usaha industri rumah tangga pembuatan jenang ketan yang dijalankan di Kabupaten Ponorogo mempunyai risiko tinggi.

2. Diduga usaha industri rumah tangga pembuatan jenang ketan yang dijalankan di Kabupaten Ponorogo sudah efisien.

G. Definisi Operasional

1. Industri rumah tangga jenang ketan merupakan usaha yang memproduksi jenang ketan dengan menggunakan bahan baku tepung ketan yang berasal

dari beras ketan, dimana dalam proses produksinya menggunakan tenaga kerja yang berjumlah 1-4 orang.

2. Analisis usaha merupakan analisis terhadap suatu usaha dalam hal ini usaha dengan skala rumah tangga yang meninjau dari berbagai hal yang

meliputi : biaya, penerimaan, keuntungan, efisiensi usaha, dan risiko usaha.

3. Responden adalah produsen jenang ketan skala rumah tangga di Kabupaten Ponorogo yang memproduksi jenang ketan.

4. Usaha formal adalah usaha jenang ketan tingkat rumah tangga yang telah mempunyai surat izin usaha perdagangan dari pemerintah

5. Usaha non formal adalah usaha jenang ketan tingkat rumah tangga yang belum memiliki surat izin usaha perdagangan.

6. Biaya yang dikeluarkan oleh produsen jenang ketan merupakan penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel.

7. Penerimaan adalah hasil yang diterima oleh produsen yang merupakan hasil perkalian antara jumlah produk yang terjual dengan harga per satuan

produk dan dinyatakan dalam satuan rupiah.

8. Keuntungan merupakan selisih antara penerimaan total dengan biaya total dan dinyatakan dalam satuan rupiah.

9. Efisiensi usaha merupakan perbandingan antara penerimaan total dengan biaya total.

10. Risiko adalah fluktuasi keuntungan yang akan diterima oleh produsen atau kemungkinan kerugian yang akan diterima oleh produsen jenang ketan tingkat rumah tangga.

11. Bahan baku adalah bahan yang digunakan dalam pembuatan jenang ketan yang berupa tepung beras, tepung ketan, kelapa, dan gula merah.

12. Bungkus yang digunakan adalah plastik mikha dengan berat rata-rata per bungkus seberat 450 gram.

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Dasar Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Surakhmad (1994) metode ini mempunyai ciri-ciri bahwa penelitian didasarkan pada pemecahan masalah-masalah aktual yang ada pada masa sekarang. Data-data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan, kemudian dianalisis. Metode ini sering disebut dengan metode analitik.

Sedangkan teknik pelaksanaannya dengan teknik survey, yaitu cara pengumpulan data dari sejumlah unit atau individu dalam jangka waktu yang bersamaan melalui alat pengukur berupa daftar pertanyaan yang berbentuk kuesioner (Singarimbun dan Effendi, 1995).

B. Metode Penentuan Responden

1. Metode Pengambilan Daerah Penelitian Penentuan daerah penelitian dilakukan dengan metode purposive

sampling , yaitu penentuan daerah penelitian berdasarkan tujuan. Pada teknik purposive sampling, sampel ditetapkan secara sengaja oleh peneliti (Wirartha, 2006).

Desa Josari adalah daerah sampel yang diambil dalam penelitian ini, karena Desa Josari merupakan sentra industri jenang ketan tingkat rumah tangga di Kabupaten Ponorogo yang terletak di Kecamatan Jetis. Desa Josari menjadi padat pengunjung pada saat hari-hari tertentu, yaitu pada saat hari-hari besar atau hari-hari liburan. Hal ini dikarenakan jenang ketan dapat dijadikan jajanan oleh-oleh khas Ponorogo. Jenang ketan ini bisa juga dihidangkan sebagai makanan suguhan pada waktu ada acara- acara.

Dari 21 Kecamatan di Kabupaten Ponorogo, usaha jenang ketan terdapat di dua Kecamatan yaitu Kecamatan Ponorogo dan Kecamatan Jetis. Jumlah unit usaha dan jumlah produksinya dapat dilihat dari Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah unit usaha dan jumlah produksi jenang ketan di Kecamatan Ponorogo dan Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo Tahun 2009.

Jumlah Produksi No

Kecamatan

Jumlah Unit Usaha

(Kg)/ bulan

8 9.090 Sumber : Dinas INDAGKOP dan PM Kabupaten Ponorogo 2009

Dari Tabel 1 diketahui Kecamatan Jetis memiliki jumlah unit usaha paling banyak yaitu sebanyak 7 unit. Hal ini dikarenakan Kecamatan tersebut merupakan sentra industri dari jenang ketan khususnya di Desa Josari Kabupaten Ponorogo.

2. Metode Pengambilan Responden Produsen jenang ketan yang diambil sebagai responden dalam

penelitian ini adalah produsen jenang ketan dengan skala rumah tangga. Produsen jenang ketan skala rumah tangga adalah produsen yang memiliki tenaga kerja sebanyak 1-4 orang.

Responden yang diambil berdasarkan hasil survei lapang yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Industri rumah tangga pembuatan jenang ketan merupakan usaha yang memproduksi jenang ketan dengan menggunakan bahan baku tepung ketan yang berasal dari beras ketan, dimana dalam proses produksinya menggunakan tenaga kerja yang berjumlah 1-4 orang.

Semua unit usaha jenang ketan tingkat rumah tangga baik itu unit usaha formal maupun informal yang terdapat di Desa Josari Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo dijadikan sampel penelitian. Usaha informal merupakan usaha yang belum mempunyai SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) dari Dinas INDAGKOP dan PM Kabupaten Ponorogo. Sedangkan usaha formal adalah usaha yang telah memiliki SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) dari Dinas INDAGKOP dan PM Kabupaten Ponorogo.

Jumlah responden yang diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 5 responden. Perinciannya adalah 1 responden merupakan usaha formal dan 4 responden adalah usaha informal. Jumlah ini tidak sesuai dengan data yang diperoleh dari dinas karena kebanyakan para produsen jenang ketan yang tercatat di dinas sudah tidak melakukan produksi lagi. Produsen jenang ketan skala rumah tangga yang ada pada saat penelitian adalah responden yang diambil dalam penelitian ini.

C. Jenis dan Sumber Data

1. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden

melalui wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) terstruktur. Sumber data primer adalah produsen jenang ketan tingkat rumah tangga dengan tujuan agar peneliti dapat memperoleh informasi mengenai keuntungan dan efisiensi usaha jenang ketan tingkat rumah tangga serta data-data lain yang menunjang tujuan penelitian mengenai usaha jenang ketan tingkat rumah tangga.

2. Data Sekunder Data sekunder adalah data dari laporan maupun dokumen resmi dari lembaga yang terkait dengan penelitian. Data sekunder dalam penelitian ini berasal dari BPS Kabupaten Ponorogo, BAPPEDA, Dinas

INDAGKOP dan PM Kabupaten Ponorogo, Kantor Kecamatan, dan Kantor Kelurahan. Data tersebut adalah data mengenai keadaan umum daerah penelitian, keadaan perekonomian, keadaan penduduk, dan data yang berhubungan dengan tujuan penelitian.

D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan:

1. Observasi Pengamatan langsung pada obyek penelitian untuk melengkapi data yang kurang.

2. Wawancara Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data primer melalui wawancara langsung dengan responden berdasarkan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu.

3. Pencatatan Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data sekunder, yaitu dengan mencatat data yang ada pada instansi pemerintah atau lembaga yang terkait dengan penelitian ini.

Metode Analisis Data

Biaya Usaha Penelitian ini menggunakan konsep keuntungan, maka biaya dalam usaha jenang ketan dikelompokkan menjadi dua, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya Total/Total Cost (TC) adalah penjumlahan antara biaya variabel total/Total Variable Cost (TVC) dan biaya tetap total/Total Fixed Cost (TFC).

Penerimaan Usaha Untuk mengetahui penerimaan dari usaha jenang ketan di Kabupaten Ponorogo yaitu dengan mengalikan jumlah jenang ketan dengan harga jenang ketan tersebut. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut: TR = Q x P Keterangan: TR = Total Revenue/Penerimaan total usaha jenang ketan tingkat rumah

tangga (Rupiah) Q = Quantity/Jumlah jenang ketan tingkat rumah tangga (Bungkus) P = Price/Harga jenang ketan tingkat rumah tangga (Rupiah)

Kentungan Usaha Keuntungan merupakan selisih antara penerimaan total dengan biaya total yang dirumuskan sebagai berikut:

π = TR – TC

Keterangan: π = Keuntungan usaha jenang ketan tingkat rumah tangga (Rupiah)

TR = Penerimaan total usaha jenang ketan tingkat rumah tangga (Rupiah) TC = Biaya total usaha jenang ketan tingkat rumah tangga (Rupiah)

Analisis Risiko Usaha Dalam menjalankan usaha jenang ketan tingkat rumah tangga, produsen jenang ketan akan menghadapi risiko atas kegiatan usaha tersebut. Untuk menghitung besarnya risiko usaha jenang ketan adalah dengan menggunakan perhitungan koefisien variasi dan batas bawah keuntungan.

Koefisien variasi merupakan perbandingan antara risiko yang harus ditanggung oleh produsen jenang ketan dengan jumlah keuntungan rata- rata yang akan diperoleh sebagai hasil dan sejumlah modal yang ditanamkan dalam proses produksi, secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :

V CV =

E keterangan : CV = Koefisien variasi usaha jenang ketan tingkat rumah tangga

V = Simpangan baku keuntungan usaha jenang ketan tingkat rumah tangga (Rupiah)

E = Keuntungan rata-rata usaha jenang ketan tingkat rumah tangga (Rupiah) Sebelum mengukur koefisien variasi harus mencari keuntungan rata-rata usaha jenang ketan dan simpangan bakunya, yang dirumuskan sebagai berikut :

E= i  1

n keterangan :

E = Keuntungan rata-rata usaha jenang ketan tingkat rumah tangga (Rupiah)

E i = Keuntungan usaha jenang ketan tingkat rumah tangga yang diterima produsen (Rupiah) n = Jumlah produsen jenang ketan tingkat rumah tangga Setelah mengetahui keuntungan rata-rata usaha jenang ketan tingkat rumah tangga selanjutnya mencari simpangan baku dengan menggunakan metode analisis ragam, karena simpangan baku merupakan akar dari ragam, yaitu :

V= 2 V Adapun dalam perhitungan analisis ragam dirumuskan sebagai

berikut:

( n  1 ) Keterangan :

V 2 = Ragam n = Jumlah produsen jenang ketan tingkat rumah tangga

E = Keuntungan rata-rata usaha jenang ketan tingkat rumah tangga (Rupiah)

E i = Keuntungan usaha jenang ketan tingkat rumah tangga yang diterima produsen (Rupiah) Untuk mengetahui batas bawah keuntungan usaha jenang ketan tingkat rumah tangga digunakan rumus : L = E – 2V keterangan : L = Batas bawah keuntungan usaha jenang ketan tingkat rumah tangga

(Rupiah)

E = Keuntungan rata-rata usaha jenang ketan tingkat rumah tangga (Rupiah)

V = Simpangan baku keuntungan usaha jenang ketan tingkat rumah tangga (Rupiah)

Semakin besar nilai CV menunjukkan bahwa risiko yang harus ditanggung produsen semakin besar. Kriteria yang digunakan adalah apabila nilai CV ≤ 0,5 atau L ≥ 0 menyatakan bahwa produsen jenang ketan tingkat rumah tangga akan selalu terhindar dari kerugian. Dan apabila nilai CV > 0,5 atau L < 0 berarti ada peluang kerugian yang akan diderita oleh produsen jenang ketan tingkat rumah tangga. (Hernanto, 1993)

Efisiensi Usaha Efisiensi usaha merupakan perbandingan antara penerimaan total dengan biaya total yang dirumuskan sebagai berikut: TR

Efisiensi = TC

Keterangan: TR = Total Revenue/Penerimaan total usaha jenang ketan tingkat rumah

tangga (Rupiah) TC = Total Cost/Biaya total usaha jenang ketan tingkat rumah tangga (Rupiah) Kriteria yang digunakan: R/C  1, berarti usaha jenang ketan tingkat rumah tangga sudah efisien R/C ≤ 1, berarti usaha jenang ketan tingkat rumah tangga belum efisien. (Soekartawi,1995).

I V. KONDI SI UMUM DAERAH PENELI TI AN

A. Keadaan Alam

1. Lokasi /Daerah Penelitian

Kabupaten Ponorogo mempunyai luas wilayah 1.371,78 km 2 . secara administrasi Kabupaten Ponorogo mempunyai 21 Kecamatan

0 dengan 305 Desa. Kabupaten Ponorogo terletak antara 111 0 17’ – 111 52’

0 Bujur Timur dan 7 0 49’ – 8 20’ Lintang Selatan dengan ketinggian 92 – 2.563 meter diatas permukaan laut.

Batas-batas wilayah Kabupaten Ponorogo adalah sebagai berikut: Sebelah Utara : Kabupaten Magetan, Kabupaten Madiun, Kabupaten

Nganjuk

Sebelah Timur : Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten Trenggalek Sebelah Selatan : Kabupaten Pacitan Sebelah Barat : Kabupaten Pacitan dan Kabupaten Wonogiri (Propinsi

Jawa Tengah)

Kecamatan Jetis yang merupakan lokasi penelitian adalah salah satu Kecamatan dari 21 Kecamatan di Kabupaten Ponorogo. Jarak Kecamatan Jetis dengan ibukota Kabupaten adalah 10 km. Luas wilayah

Kecamatan Jetis adalah 22,41 km 2 . Kecamatan Jetis berbatasan dengan Kecamatan Kauman, Kecamatan Ponorogo dan Kecamatan Siman di sebelah Utara, dengan Kecamatan Siman, Kecamatan Mlarak dan Kecamatan Sawoo di sebelah Timur, Kecamatan Sambit dan Kecamatan Bungkal di sebelah Selatan, dan Kecamatan Balong dan Kecamatan Kauman di sebelah Barat.

Desa Josari sebagai daerah pengambilan responden merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Jetis.

2. Topografi Daerah

Kabupaten Ponorogo mempunyai ketinggian antara 92 – 2.563 meter diatas laut. Jarak dengan ibu kota propinsi Jawa Timur sejauh 200

Kisaran suhu di Kabupaten Ponorogo yaitu pada dataran tinggi berkisar antara 18 C – 26 C, sedangkan untuk dataran rendah berkisar

0 antara 27 0 C – 31 C.

B. Keadaan Penduduk

1. Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Keadaan penduduk Kabupaten Ponorogo menurut jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Keadaan penduduk menurut jenis kelamin di Kabupaten

Ponorogo. No

Kabupaten Ponorogo

Laki-laki

Perempuan

442.763 Sex ratio

Sumber: BPS Kabupaten Ponorogo tahun 2008 Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa nilai Sex Ratio yang diperoleh di Kabupaten Ponorogo adalah 101,30 yang berarti setiap 101,30 penduduk laki-laki sebanding dengan 100 penduduk perempuan sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih besar daripada jumlah penduduk perempuan. Penyediaan lapangan kerja bagi penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan penduduk perempuan.

2. Penduduk Menurut Umur

Keadaan penduduk Kabupaten Ponorogo menurut umur dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 3. Keadaan penduduk menurut umur di Kabupaten Ponorogo.

Kelompok Umur Laki-laki (jiwa) Perempuan (jiwa) Jumlah (jiwa) 0-4

97.103 Sumber: BPS Kabupaten Ponorogo tahun 2008

Dari Tabel 3 dapat dihitung Angka Beban Tanggungan (ABT) di Kabupaten Ponorogo. Angka Beban Tanggungan (ABT) adalah rasio antara jumlah penduduk usia non produktif dengan jumlah penduduk usia produktif. ABT di Kabupaten Ponorogo sebagai berikut :

Penduduk ( 0  14 tahun )  Penduduk ( 60 Tahunkeatas s ) ABT 

Penduduk ( 15  59 tahun )

x 100 %

ABT Kabupaten Ponorogo 193.867  139.017

X 100

= 59,6 % Berdasarkan perhitungan diatas dapat kita ketahui bahwa Angka Beban Tanggungan di Kabupaten Ponorogo sebesar 59,6 % yang artinya setiap 100 penduduk produktif menanggung 60 penduduk tidak produktif.

Dalam kenyataanya tidak semua penduduk yang masuk ke dalam kategori usia produktif menghasilkan barang dan jasa. Hanya sebagian Dalam kenyataanya tidak semua penduduk yang masuk ke dalam kategori usia produktif menghasilkan barang dan jasa. Hanya sebagian

3. Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan dapat digunakan untuk mengetahui kualitas sumber daya manusia dan kemampuan penduduk. Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan di Kabupaten Ponorogo dapat dilihat pada Tabel 4 sebagai berikut:

Tabel 4. Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan di Kabupaten Ponorogo.

Tingkat Pendidikan

Laki-laki

Perempuan Jumlah

(jiwa)

(jiwa) (jiwa)

1. Sekolah Dasar

2. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama

a. Sekolah menengah tingkat pertama umum

b. Sekolah menengah tingkat pertama kejuruan

c. Kursus-kursus Setingkat SMTP

3. sekolah lanjutan tingkat atas

a. Sekolah menengah tingkat atas umum

b. Sekolah menengah tingkat atas kejuruan

c. Kursus-kursus Setingkat SMTA

4. Sarjana Muda Dan Yang Sederajat/D I-D III

666 1.169 Sumber: BPS Kabupaten Ponorogo tahun 2008

5. Sarjana

Berdasarkan Tabel 4 di atas dapat diketahui bahwa penduduk di Kabupaten Ponorogo sebagian besar sudah tamat SLTA yaitu sebanyak 2.315 orang. Ini berarti bahwa para penduduk di Kabupaten Ponorogo tersebut sudah memiliki cukup pengetahuan dan pendidikan yang dapat membantu dalam menjalankan usaha jenang ketan tingkat rumah tangga yang dijalankan pada saat ini.

4. Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Jumlah penduduk yang bekerja menurut mata pencaharian di Kabupaten Ponorogo adalah sebagai berikut : Tabel 5. Jumlah penduduk menurut mata pencaharian di Kabupaten

Ponorogo. No.

Mata Pencaharian

Jumlah (jiwa)

1. Pegawai Negeri 161.979

2. Pegawai Swasta 37.914

6. Buruh Tani 1.274

7. Pedagang 25.870

8. Lainnya 15.580 Sumber: BPS Kabupaten Ponorogo tahun 2008

Dari Tabel 5 diketahui bahwa mata pencaharian yang paling banyak menampung penduduk sebagai tenaga kerja di Kabupaten Ponorogo adalah pensiunan yaitu sebanyak 229.141 orang, sedangkan usaha jenang ketan tingkat rumah tangga yang masuk ke dalam kriteria mata pencaharian lainnya berada pada peringkat kelima lapangan usaha yang paling sedikit menyerap penduduk sebagai tenaga kerja yaitu sebanyak 15.580 orang. Hal tersebut menunjukkan bahwa minat penduduk di Kabupaten Ponorogo kepada jenis mata pencaharian sebagai pengusaha/wiraswasta masih rendah.

C. Kondisi Perindustrian

Perindustrian di Kabupaten Ponorogo terbagi menjadi dua, yaitu industri formal dan industri non formal. Industri formal merupakan industri yang mempunyai ijin atau industri yang telah terdaftar di dinas terkait. Sedangkan industri non formal adalah industri yang belum mempunyai ijin usaha. Pada perkembangannya industri di Kabupaten Ponorogo cenderung mengalami peningkatan jumlah unit selama periode tahun 2003 sampai tahun 2007. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari Tabel 7.

Tabel 6. Jumlah industri dan kerajinan Kabupaten Ponorogo. Industri formal

Jumlah Tahun Unit Tenaga Kerja

Industri non formal

Unit Tenaga Kerja 2003

Unit

Tenaga Kerja

21.514 52.467 Sumber: BPS Kabupaten Ponorogo tahun 2008

Dari tabel diatas dapat diketahui jumlah unit terbanyak pada industri formal terjadi pada tahun 2007 dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 8.835. peningkatan jumlah ini diikuti juga oleh jumlah industri non formal yaitu sebanyak 20.834 unit dengan jumlah tenaga kerja 43.632. kesadaran masyarakat terhadap pentingnya mendaftarkan usaha yang dijalankan mash rendah. Hal ini dapat dilihat dari jumlah indsutri informal lebih banyak daripada jumlah industri formal.

D. Kondisi Pertanian

Kondisi pertanian di Kabupaten Ponorogo dapat dilihat dari jumlah lahan pertanian yang ada. Adapun jumlah lahan pertanian yang ada di Kabupaten Ponorogo dapat dilihat dari Tabel berikut ini: