EFEKTIVITAS PROGRAM RASKIN DI KECAMATAN BANJARSARI KOTA SURAKARTA TAHUN 2009

BANJARSARI KOTA SURAKARTA TAHUN 2009

(Penelitian Deskriptif Kualitatif Tentang Efektivitas Program Beras Untuk Keluarga Miskin (Raskin) Di Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Administrasi

Disusun Oleh : PEDRO HARMOKO

NIM : D1107522

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

PERSETUJUAN

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Dosen Pembimbing,

Drs. Suharsono, M.S

NIP. 195107011979031001

PENGESAHAN

Telah disetujui dan disahkan oleh Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada hari

: Kamis

: 11 Februari 2010 Tim Penguji Skripsi :

Tanggal

1. Drs. Sudarmo, M.A. Ph.D

___________________ NIP. 196311011990031002

Ketua

2. Herwan Parwiyanto, S.Sos, M.Si

___________________ NIP. 197505052008011033

Sekretaris

3. Drs. Suharsono, M.S

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta

Drs. H. Supriyadi SN., S.U. NIP. 195301281981031001

MOTTO

Berusahalah untuk tidak menjadi manusia yang berhasil, tapi berusahalah

menjadi manusia yang berguna

(Einstein)

Hidup itu sebuah pilihan, take it or leave it... (Penulis)

PERSEMBAHAN

Karya kecil ini saya persembahkan kepada : v Allah SWT yang senantiasa memberi

petunjuk dan melindungiku

v Bapak dan Mamah tercinta yang selalu memberiku motivasi, serta doa yang tak

pernah berakhir

v Rizal dan Aji, saudaraku tersayang, yang sangat berarti dalam hidupku

v Kekasih dan sahabatku yang selalu memberiku semangat untuk berjuang dalam hidup

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berkah, rahmat, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Efektivitas Program Raskin di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta Tahun 2009”.

Pada kesempatan ini, dalam suka cita penulis hendak menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah berkenan memberikan bimbingan dan bantuan, sehingga pada akhirnya penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu terima kasih banyak saya haturkan kepada :

1. Bapak Drs. Suharsono, M.S. selaku pembimbing skripsi yang telah menyediakan waktu dan kesabarannya untuk membimbing dan memberikan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Drs. Sudarmo, M.A. P.hD dan Bapak Herwan Parwiyanto, S.Sos, M.Si sebagai Dosen Penguji yang telah banyak memberikan masukan yang berharga dalam penulisan skripsi ini.

3. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNS yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang berguna kepada penulis, sehingga dapat dijadikan bekal dalam penulisan skripsi ini dan semoga ilmu tersebut dapat kami amalkan dalam kehidupan masa depan penulis.

4. Seluruh Pegawai dan Staf Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNS yang telah banyak membantu kelancaran administrasi kepada penulis.

5. Bapak H. Achmad Arief selaku Kepala Perum BULOG Subdivre III Surakarta dan Bapak Pajar Yuwono, S.H selaku Ketua Tim Koordinasi Raskin Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian serta membantu memberikan informasi yang berkaitan dengan penulisan skripsi dan menyediakan segala macam bahan yang penulis butuhkan di sela-sela kesibukan, atas pengertian, kesabaran, dan keramah-tamahannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh satgas Raskin dan pegawai kelurahan di wilayah Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta atas bantuan dan keramah-tamahannya.

7. Ibu Herminawati selaku Kepala Bidang Statistik Sosial dari Badan Pusat Statistik Kota Surakarta atas waktu dan kerjasamanya.

8. Teman-teman AN Non Reg ’07 yang telah turut memberi motivasi, sehingga menumbuhkan semangat penulis.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah turut serta memberikan bantuan dan dukungan sehingga dapat terselesaikannya penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu penulis dengan besar hati menerima kritik dan saran yang membangun, sehingga dapat menambah kesempurnaan dari tulisan ini dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Surakarta, Februari 2010

Penulis

3. Sumber Daya Yang Memadai .............................................. 127

4. Sikap Positif Pelaksana......................................................... 135

5. Dukungan Dan Partisipasi Kelompok Sasaran..................... 140

C. Hambatan-hambatan Dan Usaha Yang Dilakukan Dalam Program Raskin Di Kecamatan Banjarsari ................................ 144

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ................................................................................. 148

B. Saran............................................................................................ 152

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR BAGAN

1. Bagan 1.1 : Model Implementasi Kebijakan Menurut Grindle ............... 26

2. Bagan 1.2 : Model Proses Implementasi Kebijaksanaan Menurut Van Meter dan Van Horn ............................................................. 29

3. Bagan 1.3 : Model Implementasi Kebijakan Menurut Mazmanian dan Sabatier ................................................................................. 32

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 1.1 : Kerangka Pemikiran ......................................................... 48

2. Gambar 1.2 : Model Analisis Interaktif.................................................. 55

3. Gambar 3.1 : Mekanisme Perencanaan Kuota Raskin dan Penetapan Penerima Manfaat ............................................................ 82

ABSTRAK

Pedro Harmoko, D1107522, Efektivitas Program Raskin di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta Tahun 2009, Skripsi, Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2010, 153 Halaman.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektivitas Program Raskin di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta, dengan melihat pada proses implementasinya yaitu tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan distribusi beras Raskin, serta hambatan-hambatan yang muncul selama pelaksanaan program. Untuk melihat efektivitas pelaksanaan program ini digunakan lima indikator yang digunakan untuk menentukan keberhasilan program yaitu Ketepatan Komunikasi dan Koordinasi, Transparansi dan Akuntabilitas, Sumber Daya Yang Memadai, Sikap Positif Pelaksana, serta Dukungan dan Partisipasi Kelompok Sasaran.

Metode penelitian yang digunakan bersifat deskriptif kualitatif. Sumber datanya meliputi data primer yang dilakukan melalui wawancara kepada sumber data yang dicari dengan menggunakan teknik Purposive Sampling. Selain data primer juga didukung dengan data sekunder yang diperoleh dari dokumen- dokumen, buku dan catatan-catatan yang berkaitan dengan tema penelitian. Teknik pengumpulan data adalah wawancara, observasi dan dokumentasi. Validitas data yang digunakan adalah trianggulasi data. Teknik analisa data yang digunakan adalah analisis interaktif.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa implementasi Program Raskin telah dilaksanakan secara tuntas dengan indikasi jatah alokasi dari pemerintah sebanyak 107.220 kg beras telah disalurkan seluruhnya kepada masyarakat miskin. Faktor yang mendukung adalah sumber daya, meliputi pelaksana distribusi, dana APBN dan beras subsidi yang tersedia pada saat pelaksanaan program. Selain itu Program Raskin di Kecamatan Banjarsari dilaksanakan secara transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Namun terdapat beberapa hambatan dalam Program Raskin di Kecamatan Banjarsari. Hal tersebut dapat diketahui dari komunikasi yang terjalin kurang baik karena dilaksanakan secara cepat dan kurangnya waktu bagi pelaksana untuk melakukan sosialisasi program. Hambatan lain yang terjadi adalah terbatasnya jumlah alokasi beras bantuan, kurangnya pemahaman masyarakat terhadap program, keterlambatan pengiriman beras dan waktu pelaksanaan program yang bersamaan dengan pelaksanaan program lain. Namun sikap pelaksana yang positif untuk mendukung keberhasilan program ini mampu mengatasi permasalahan yang ada, meskipun masih ada kelemahan dalam penanganannya. Dari sini dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan Program Raskin di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta Tahun 2009 berjalan kurang efektif, karena masih banyak hal-hal yang perlu ditingkatkan, diantaranya dari segi pengetahuan tentang program, ketepatan waktu dan kuota alokasi raskin kepada rumah tangga miskin.

ABSTRACT

Pedro Harmoko, D1107522, The Effectiveness of Program Raskin (Subsidized Rice Program for Poor Family) at Banjarsari Sub-district in Surakarta City Year 2009, Thesis, Public Administration Department, Faculty of Social and Politics, Sebelas Maret University of Surakarta, 2010, 153 pages.

The purpose of this research is to measure the effectiveness of Program Raskin at Banjarsari Sub-district, Surakarta, by looking at the implementation process includes planning and execution of subsidized rice distribution, and also resistances which emerge during program implementation. There are five indicators used to determine the program effectiveness such as; 1) The Accuracy of Communication and Coordination, 2) Transparancy and Accountability, 3) Sufficiency of Resources, 4) Positive Attitude of Executor, 5) Support and Participation of Target Group.

Research method used is descriptive qualitative. The data source includes the primary data conducted through interview toward data source which is searched by using technique of Purposive Sampling. Besides, it is also supported by the secondary data obtained from documents, books and notes related to research title. Techniques of data collecting are interview, observation and documentation. Data triangulation is used for the data validity. Technique of data analyzing used is interactive analysis.

Based on the research, the program implementation had been implemented entirely by fulfilling requirements at about 107.220 kilograms of subsidized rice. The rice had been distributed to the poor family. The supportive factors in the program among others; the availability of human resources, national budget, and subsidized rice. But there are some obstacles happen in Program Raskin implementation at Banjarsari Sub-district. It can be seen from the lack of communication caused by the instantly-applied communication and limited time for executors to socialize the program. The other obstacles are; the limited amount of subsidized rice, the lack of people’s understanding toward the program, the delay of rice distribution, and time of program execution is at the same time with the other programs execution. But the positive attitude of executors to support the program is able to overcome the obstacles, although there is still a weakness in handling it. In conclusion, implementation of Program Raskin at Banjarsari Sub- district, Surakarta City in 2009 is considered less effective because there are still many things required to be improved, such as the knowledge about program, the aspect of time accuracy and the quota of subsidized rice allocation to poor family.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang hakiki dan harus dipenuhi. Bahkan pangan merupakan hak azasi setiap manusia. Begitu pentingnya sehingga dapat dikatakan bahwa pangan merupakan tonggak kehidupan dalam suatu wilayah, begitupun di suatu negara. Pemenuhan kebutuhan rakyat merupakan tanggung jawab dan kewajiban pemerintah. Khususnya di Indonesia, yang memiliki wilayah luas dan jumlah penduduk yang besar, sangat rawan terjadinya krisis pangan.

Hampir seluruh masyarakat Indonesia mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok. Pemerintah perlu menyediakan persediaan beras yang mencukupi untuk konsumsi sehari-hari rakyatnya dengan kualitas yang baik dan sesuai dengan daya beli masyarakat. Namun masih ada permasalahan yang harus diselesaikan oleh pemerintah, karena ternyata jumlah masyarakat Indonesia yang mampu membeli beras dengan harga pasar normal masih sangat terbatas. Hal ini dikarenakan masih terdapat banyak masyarakat yang berpenghasilan rendah sehingga berpengaruh pada daya beli mereka terhadap kebutuhan pangan.

Saat ini Indonesia masih menghadapi masalah kemiskinan dan kerawanan pangan yang harus ditanggulangi bersama oleh pemerintah dan masyarakat. Masalah kemiskinan ini seakan tidak pernah berhenti dibahas dan diperhatikan banyak cendekiawan, politisi, bahkan pemuka agama. Kemiskinan manusia tidak

hanya dilihat dari tingkat pendapatan yang rendah, juga harus dikaitkan dengan tingkat pendidikan dan kesehatan, atau hidup dalam lingkungan yang tidak aman sehingga berkurangnya kesempatan untuk memperluas kemampuan dan potensinya. Adapun dasar kriteria atau indikator penentuan penduduk miskin antara lain adalah; 1) luas lantai kurang dari 8 meter persegi per orang, 2) jenis lantai tanah/bambu/kayu murahan, 3) dinding rumah bambu atau kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester, 4) tidak memiliki fasilitas MCK, 5) penerangan bukan listrik, 6) sumber air minum bukan PDAM/tidak terlindung sungai dan air hujan, 7) tidak memiliki kompor atau menggunakan arang/kayu bakar, 8) membeli daging maksimal 1 kali sepekan, 9) 1 tahun membeli 1 stel pakaian baru, 10) frekuensi makan satu/dua kali sehari, 11) tidak mampu berobat ke Puskesmas/poliklinik, 12) lapangan pekerjaan buruh tani, buruh bangunan dan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp 600 Ribu per bulan, 13) pendidikan tertinggi kepala rumah tangga tidak sekolah/tidak tamat SD/tidak tamat sekolah,

14) tidak memiliki tabungan, barang yang mudah dijual nilainya tidak sampai Rp 500 Ribu, (Sumber: Data BPS). Ke-14 indikator diatas mengukur kemiskinan menggunakan pendekatan pendapatan atau konsumsi dan fisik. Seseorang dikatakan miskin jika tingkat pendapatan atau konsumsinya berada di bawah tingkat minimum atau garis kemiskinan/ poverty line. Berbagai aspek kemiskinan dibahas dan berbagai cara mengentaskan kemiskinan dicarikan strateginya, namun kemiskinan terus saja hidup.

Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan secara terpadu melibatkan berbagai sektor baik di tingkat pusat maupun daerah. Penerapan pemberdayaan paling banyak digunakan dalam upaya Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan secara terpadu melibatkan berbagai sektor baik di tingkat pusat maupun daerah. Penerapan pemberdayaan paling banyak digunakan dalam upaya

Dengan adanya Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2008 tentang Kebijakan Perberasan, yang menjelaskan bahwa dalam rangka stabilitas ekonomi nasional, meningkatkan pendapatan petani, peningkatan ketahanan pangan, dan pengembangan ekonomi pedesaan, dipandang perlu untuk menetapkan kebijakan perberasan nasional. Berdasarkan hal tersebut, Presiden menginstruksikan Menteri dan Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen tertentu, serta Gubernur dan Bupati/Walikota seluruh Indonesia untuk melakukan upaya peningkatan ketahanan pangan dan stabilitas ekonomi nasional. Dan, Pemerintah secara khusus menginstruksikan Perum BULOG untuk menyediakan dan menyalurkan beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat miskin dan rawan pangan, yang penyediaannya mengutamakan pengadaan beras dari gabah petani dalam negeri.

Pemenuhan kebutuhan pangan bagi masyarakat miskin ini terkait dengan sistem ketahanan pangan nasional. Pentingnya sistem ketahanan pangan (food security system ) tidak diragukan lagi. Bank Dunia mendefinisikan ketahanan pangan sebagai "akses terhadap kecukupan pangan bagi semua orang pada setiap Pemenuhan kebutuhan pangan bagi masyarakat miskin ini terkait dengan sistem ketahanan pangan nasional. Pentingnya sistem ketahanan pangan (food security system ) tidak diragukan lagi. Bank Dunia mendefinisikan ketahanan pangan sebagai "akses terhadap kecukupan pangan bagi semua orang pada setiap

Untuk mengefektifkan Program Raskin Tahun 2009, maka dibentuk Tim Koordinasi Raskin mulai dari tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota hingga tingkat pemerintahan yang paling kecil yaitu Desa/Kelurahan. Tim Koordinasi Raskin ini merupakan bagian dari Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan yang melaksanakan program perlindungan dan bantuan sosial seperti Jamkesmas, Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Keluarga harapan (PKH), Bantuan Operasional Siswa (BOS) dan Program Raskin itu sendiri. Hal ini terkait dengan Peraturan Presiden RI No. 54 Tahun 2005 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan, yang menjelaskan bahwa dalam rangka peningkatan penanggulangan kemiskinan diperlukan koordinasi dan sinkronisasi penyusunan dan pelaksanaan penajaman kebijakan penanggulangan kemiskinan. Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan adalah forum lintas sektor sebagai wadah koordinasi penanggulangan kemiskinan. Tim Koordinasi ini dipimpin oleh

Menteri Negara Koordinasi Bidang Kesejahteraan Rakyat, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Tim Koordinasi Raskin menyelenggarakan fungsi koordinasi dan sinkronisasi penyusunan dan pelaksanaan Program Raskin. Guna memadukan penyusunan dan pelaksanaan Program Raskin di daerah, Pemerintah Daerah membentuk Tim Koordinasi Raskin di tingkat Propinsi dan/atau Kabupaten/Kota, bahkan hingga di tingkat Kecamatan. Di Kota Surakarta ini, Tim Koordinasi Raskin Kota adalah sebagai pelaksana Program Raskin yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Walikota. Dan, Walikota merupakan penanggung jawab pelaksanaan Program Raskin di tingkat Kota. Tugas Tim Koordinasi Raskin ini adalah merencanakan, melaksanakan, mengendalikan, sosialisasi, monitoring, evaluasi dan melaporkan pelaksanaan Program Raskin di wilayah Kota Surakarta.

Program Raskin merupakan sebuah program beras bersubsidi bagi keluarga miskin yang menyediakan 15 kg beras per rumah tangga miskin dengan harga Rp. 1.600,- per kg. Program ini merupakan salah satu upaya pemerintah dalam program penanggulangan kemiskinan. Peraturan perundangan yang menjadi landasan pelaksanaan Program Raskin ini antara lain; UU No.7 Tahun 1996 tentang Pangan, Peraturan Pemerintah No.68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan, Peraturan Presiden RI No. 54 Tahun 2005 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan dan peraturan pendukung lainnya.

Dalam pasal 45 UU No.7 Tahun 1996 Tentang Pangan, dijelaskan bahwa pemerintah bersama masyarakat bertanggung jawab untuk mewujudkan ketahanan pangan. Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan, pemerintah

menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan terhadap ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, bergizi, beragam, merata dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Terkait dengan upaya pemerintah untuk mewujudkan ketersediaan pangan yang merata dan terjangkau oleh daya beli masyarakat, maka salah satu langkah yang diambil pemerintah yaitu dengan melaksanakan Program Raskin. Program Raskin ini merupakan wujud nyata komitmen Pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan pangan bagi masyarakat miskin melalui penyediaan beras bersubsidi yang bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran keluarga miskin dan untuk meningkatkan akses masyarakat miskin dalam pemenuhan kebutuhan pangan pokoknya sebagai salah satu hak dasar masyarakat. Dalam Program Raskin, keluarga miskin tersebut selanjutnya dikenal dengan istilah “Rumah Tangga Sasaran” atau disingkat “RTS”. Sasaran Program Raskin adalah berkurangnya beban pengeluaran 18,5 juta Rumah Tangga Sasaran (RTS) berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), melalui pendistribusian beras bersubsidi sebanyak 15 kg/RTS/bulan selama 12 bulan dengan harga tebus Rp. 1.600,- per kg.

Pada tahap implementasi Program Raskin di wilayah Surakarta agar sesuai dengan perencanaannya dan berjalan dengan efektif, diperlukan kesiapan dari semua pihak yang terlibat didalamnya, baik itu Pemerintah Kota, Perum BULOG, Badan Pusat Statistik, Tim Koordinasi Raskin Kota, Tim Koordinasi di tingkat bawah seperti Tim Satuan Kerja Kecamatan hingga tingkat Kelurahan, masyarakat itu sendiri, dan pihak terkait lainnya. Selain itu juga diperlukan koordinasi dan keterpaduan antar sektor dan stakeholder tersebut sehingga tidak terjadi tumpang tindih kepentingan. Dalam hal ini diperlukan adanya keterlibatan Pada tahap implementasi Program Raskin di wilayah Surakarta agar sesuai dengan perencanaannya dan berjalan dengan efektif, diperlukan kesiapan dari semua pihak yang terlibat didalamnya, baik itu Pemerintah Kota, Perum BULOG, Badan Pusat Statistik, Tim Koordinasi Raskin Kota, Tim Koordinasi di tingkat bawah seperti Tim Satuan Kerja Kecamatan hingga tingkat Kelurahan, masyarakat itu sendiri, dan pihak terkait lainnya. Selain itu juga diperlukan koordinasi dan keterpaduan antar sektor dan stakeholder tersebut sehingga tidak terjadi tumpang tindih kepentingan. Dalam hal ini diperlukan adanya keterlibatan

Pada tahap implementasi ini juga diperlukan kesamaan persepsi antara masyarakat dengan lembaga atau orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan ini sehingga masyarakat benar-benar memahami rencana yang akan dilaksanakan. Hal ini diperlukan untuk menghindari adanya permasalahan dalam pelaksanaan Program Raskin. Pada tahun sebelumnya pernah terjadi permasalahan dari titik distribusi hingga rumah tangga penerima, dan jenis permasalahannya relatif sama dari tahun ke tahun. Selain itu masyarakat masih meragukan mengenai sosialisasi dan transparansi program; sasaran penerima, harga, jumlah, dan frekuensi penerimaan beras; biaya pengelolaan program; pelaksanaan monitoring dan evaluasi; dan fungsinya mekanisme pengaduan.

Di Kota Surakarta masih banyak terdapat masyarakat yang sulit memenuhi kebutuhan hidup mereka, terutama kebutuhan pangan pokok berupa beras. Sehingga masih banyak rumah tangga miskin di wilayah ini yang membutuhkan program beras bersubsidi. Banyaknya masyarakat seperti ini dikarenakan tingkat pendapatan yang rendah, dan harga barang-barang kebutuhan yang semakin mahal, salah satunya adalah kebutuhan pangan. Jumlah keluarga miskin sebagai Rumah Tangga Sasaran di wilayah Kota Surakarta dapat dilihat berdasarkan tabel di bawah ini.

Tabel 1.1

Jumlah Keluarga Miskin sebagai Rumah Tangga Sasaran

Di Wilayah Kota Surakarta

No Kecamatan

Jumlah Keluarga

Jumlah Keluarga Miskin Presentase (%)

3 Pasar Kliwon

Sumber : Data BAPERMAS, PP, PA dan KB dan Badan Pusat Statistik Tahun 2009

Data di atas merupakan statistik jumlah keluarga miskin yang termasuk dalam daftar Rumah Tangga Sasaran yang ada di wilayah Kota Surakarta. Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kota Surakarta, yang kemudian data tersebut digunakan oleh Pemerintah Kota Surakarta sebagai dasar penetapan jumlah penerima manfaat program Bantuan dan Perlindungan Sosial, misalnya program pengentasan kemiskinan, salah satunya adalah Program Raskin. Dalam Program Raskin, penerima manfaat beras bersubsidi tersebut disebut sebagai Rumah Tangga Sasaran (RTS). Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pada saat ini jumlah Rumah Tangga Sasaran di Surakarta masih cukup banyak, sehingga perlu adanya program pengentasan kemiskinan seperti Program Raskin ini guna meningkatkan taraf hidup masyarakat dan terbebas dari kemiskinan. Dari data yang disebutkan dalam tabel diatas, diketahui bahwa dari 5 Kecamatan yang ada di Kota Surakarta, Kecamatan Banjarsari merupakan Kecamatan dengan presentase terbesar dalam jumlah keluarga miskin, yaitu hampir mencapai 18%.

Dari data yang diperoleh, Kecamatan Banjarsari merupakan salah satu kecamatan yang memiliki jumlah rumah tangga miskin terbesar di wilayah Surakarta. Hal ini dikarenakan kondisi sosial-ekonomi beberapa masyarakat di daerah tersebut yang masih kekurangan. Kecamatan Banjarsari merupakan daerah urban serta tidak memiliki sumber daya alam sehingga potensi pertanian menjadi kecil kontribusinya, akibatnya kebutuhan bahan pangan sangat tergantung dari pasokan dari daerah sekitarnya. Selain itu, saat ini masih banyak masyarakat di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta terutama dari Rumah Tangga Sasaran yang mengandalkan Program Raskin didasarkan pada fakta bahwa harga beras Raskin yang jauh lebih terjangkau dibandingkan dengan harga beras di pasaran yang terbilang mahal. Hal ini secara signifikan mampu mengurangi beban pengeluaran hidup mereka. Sehingga dalam hal ini, perlu adanya koordinasi yang terpadu antara pemerintah setempat dengan pihak yang bersangkutan dalam pelaksanaan Program Raskin di Kecamatan ini. Dengan jumlah rumah tangga miskin terbesar, diasumsikan bahwa Kecamatan Banjarsari rawan akan konflik atau permasalahan terkait dengan pendistribusian beras Raskin. Untuk itu, diharapkan distribusi beras untuk keluarga miskin ini dapat menjangkau jumlah keseluruhan rumah tangga miskin di Kecamatan Banjarsari.

Maka penulis memilih judul “Efektivitas Program Raskin di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta Tahun 2009” karena penulis sangat tertarik dengan masalah program bantuan pangan yang dilaksanakan oleh pemerintah di lingkup Kecamatan Banjarsari wilayah Kota Surakarta. Dengan banyaknya jumlah keluarga miskin di Kecamatan Banjarsari, tentunya perlu dilakukan pendataan keluarga miskin yang layak menerima manfaat dari Program Raskin ini secara Maka penulis memilih judul “Efektivitas Program Raskin di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta Tahun 2009” karena penulis sangat tertarik dengan masalah program bantuan pangan yang dilaksanakan oleh pemerintah di lingkup Kecamatan Banjarsari wilayah Kota Surakarta. Dengan banyaknya jumlah keluarga miskin di Kecamatan Banjarsari, tentunya perlu dilakukan pendataan keluarga miskin yang layak menerima manfaat dari Program Raskin ini secara

3) dinding rumah bambu atau kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester, 4) tidak memiliki fasilitas MCK, 5) penerangan bukan listrik, 6) sumber air minum bukan PDAM/tidak terlindung sungai dan air hujan, 7) tidak memiliki kompor atau menggunakan arang/kayu bakar, 8) membeli daging maksimal 1 kali sepekan, 9) 1 tahun membeli 1 stel pakaian baru, 10) frekuensi makan satu/dua kali sehari, 11) tidak mampu berobat ke Puskesmas/poliklinik, 12) lapangan pekerjaan buruh tani, buruh bangunan dan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp 600 Ribu per bulan, 13) pendidikan tertinggi kepala rumah tangga tidak sekolah/tidak tamat SD/tidak tamat sekolah, 14) tidak memiliki tabungan, barang yang mudah dijual nilainya tidak sampai Rp 500 Ribu, (Sumber: Data BPS).

Keluarga miskin yang menjadi sasaran Program Raskin akan mendapat Kartu Raskin. Kartu Raskin ini ditandatangani oleh petugas pelaksana distribusi Raskin di Kelurahan dengan masa berlaku satu tahun dan dapat diperpanjang selama pemilik kartu masih termasuk sasaran Program Raskin. Pendataan keluarga miskin yang dilakukan di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta menghasilkan jumlah Rumah Tangga Sasaran ada 7,148 Kepala Keluarga dari jumlah Kepala Keluarga sebanyak 40,245 atau 17,8% penduduk Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. Masing-masing Kepala Keluarga yang tercantum dalam DPM (Daftar Penerima Manfaat Raskin) yang ditetapkan oleh Badan Pusat

Statistik akan mendapatkan jatah beras Raskin sebanyak 15 kg per bulan selama

12 bulan. Jumlah Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Banjarsari beserta kuantum beras Raskin yang diperoleh terinci pada tabel 1.2.

Tabel 1.2 Jumlah Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009

No. Kelurahan

Jumlah KK

Kuantum beras Raskin

Sumber: Data Pemerintah Kota Surakarta Tahun 2009 Program Raskin telah mengalami beberapa kali penyesuaian, namun

efektivitasnya masih diperdebatkan. Meskipun demikian, penilaian keberhasilan program tidak dapat dilakukan secara parsial karena Program Raskin merupakan sebuah kesatuan program untuk menyampaikan beras bersubsidi kepada Rumah

Tangga Sasaran. Dengan banyaknya jumlah Rumah Tangga Sasaran di Kecamatan Banjarsari, tentunya tidak lepas dari hambatan dalam program penyaluran beras bersubsidi. Penulis ingin melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengkaji efektivitas Program Raskin dan memetik pelajaran dalam rangka perbaikan program ini. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai pendistribusian beras Raskin di wilayah Kecamatan tersebut, terkait dengan tujuannya untuk mengurangi beban pengeluaran Rumah Tangga Miskin melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok berupa beras. Diharapkan dengan Program Raskin yang efektif, maka kebutuhan pangan masyarakat miskin dapat terpenuhi dengan baik.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang seperti diuraikan diatas, maka dalam penelitian ini merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana efektivitas Program Raskin Tahun 2009 di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta ?

2. Hambatan-hambatan apa yang terjadi dalam pelaksanaan Program Raskin Tahun 2009 di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta dan bagaimana upaya penyelesaiannya ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengkaji efektivitas Program Raskin Tahun 2009 di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta.

2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan Program Raskin Tahun 2009 di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta dan upaya penyelesaiannya.

D. Manfaat Penelitian

1. Dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada Tim Koordinasi Program Raskin dalam melaksanakan Program Raskin sebagai tim yang dibentuk oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pangan khususnya beras bersubsidi bagi keluarga miskin di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta.

2. Dapat memberikan informasi kepada pihak-pihak yang mempunyai perhatian terhadap terwujudnya pelaksanaan Program Raskin yang efektif di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta.

3. Bagi peneliti, digunakan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

E. Tinjauan Pustaka

1. Efektivitas

Mengenai pengertian efektivitas ini, pada kenyataannya para ahli belum memperoleh kesepakatan dalam hal perumusannya. Masing-masing ahli cenderung melihat dari sudut pandangnya sendiri-sendiri, tetapi yang Mengenai pengertian efektivitas ini, pada kenyataannya para ahli belum memperoleh kesepakatan dalam hal perumusannya. Masing-masing ahli cenderung melihat dari sudut pandangnya sendiri-sendiri, tetapi yang

Menurut Emil Salim (1996 : 94) Efektivitas juga memiliki pengertian sebagai suatu ketepatan dari suatu program tindakan atau kesempurnaan (jaminan) hasil suatu pekerjaan itu sendiri. Kemudian menurut Yutchman dan Seashore (dalam Alo Liliweri, 1997 : 121) bahwa efektivitas organisasi sangat tergantung antara lain oleh bagaimana organisasi secara relatif mengeksploitasi lingkungan dari sumber daya yang langka dan sumber-sumber lain yang bernilai untuk mencapai tujuan organisasi.

Dari beberapa penjelasan diatas bahwa efektivitas merupakan tolak ukur dalam pencapaian sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh sebuah organisasi. Hal ini sesuai dengan pengertian efektivitas menurut Handayaningrat (1986 : 6) yaitu pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa efektivitas selalu berorientasi pada pencapaian tujuan suatu program atau kebijakan dari organisasi. Organisasi dimaksudkan sebagai alat untuk mencapai tujuan bersama, yang tujuan itu tidak mungkin dapat dicapai sendiri-sendiri. Jadi dengan organisasi sebagai alat itulah, orang atau orang-orang ingin mencapai tujuan. Dengan demikian, efektivitas merupakan keberhasilan organisasi dalam menjalankan program atau kebijakannya melalui berbagai sarana dan cara serta upaya memanfaatkan segala sumber daya dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Serta dalam mencapai ukuran efektivitas program atau kebijakan sebuah organisasi dapat menggunakan kriteria – kriteria diatas.

2. Evaluasi Kebijakan

Perkembangan saat ini menunjukkan semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi pemerintah sebagai lembaga penyelenggara negara. Permasalahan yang semakin kompleks tersebut bukanlah terjadi secara alami atau terjadi dengan sendirinya, tanpa campur tangan yang secara sengaja oleh pihak lain. Tetapi permasalahan tersebut, baik sebagian maupun keseluruhan merupakan hasil campur tangan pemerintah melalui kebijakan-kebijakannya. Interaksi antara lingkungan dengan kebijakan tidak berjalan satu arah, melainkan berjalan dua arah sehingga membentuk proses timbal balik.

Interaksi antara lingkungan dengan kebijakan diwujudkan melalui implementasi kebijakan. Mewujudkan kebijakan publik yang masih bersifat abstrak kedalam realitas merupakan proses yang terjadi dalam Interaksi antara lingkungan dengan kebijakan diwujudkan melalui implementasi kebijakan. Mewujudkan kebijakan publik yang masih bersifat abstrak kedalam realitas merupakan proses yang terjadi dalam

(“Notwithstanding the validity of the criticism that social scientists tend to see everything as a “problem” that must be “solved,” as though life itself were merely a mathematical exercise, certainly many circumstances do exist that should not. We should be capable of improving—and in some cases, even of eliminating—a number of these circumstances. It should be clear to all that public policy has a key role to play; in fact, most thoughtful observers recognize that its role is the key. Recent economic developments make that role even more difficult to ignore. Sound information is required, however, before deciding upon which public policies to adopt, and before crafting and implementing those policies . Much of the necessary information no doubt already exists, often in studies around the world that receive little or no attention, but certainly more information also needs to be developed and widely disseminated ”). (“Meskipun kebenaran dari kritikan bahwa para ahli ilmu sosial cenderung berpandangan bahwa segala sesuatu merupakan suatu permasalahan yang harus dipecahkan, seolah-olah kehidupan itu sendiri hanya seperti suatu penggunaan ilmu pasti atau matematis, tentunya banyak hal atau keadaan yang demikian yang seharusnya tidak ada. Kita seharusnya mampu memperbaikinya dan dalam beberapa hal, bahkan

dalam melenyapkan berbagai keadaaan ini. Seharusnya jelas bahwa semua kebijakan publik memainkan peranan penting. Faktanya, sebagian besar pengamat yang bijaksana mengakui bahwa peranan kebijakan publik adalah yang utama. Kemajuan di bidang ekonomi belakangan ini bahkan membuat peranannya lebih sulit untuk dielakkan. Bagaimanapun juga, diperlukan bermacam bentuk informasi yang tepat, sebelum memutuskan untuk mengadopsi beberapa alternatif kebijakan publik, dan sebelum merumuskan serta mengimplementasikannya. Tidak diragukan lagi bahwa telah ada banyak sekali informasi yang penting dan diperlukan, yang seringkali terdapat di dalam berbagai studi di seluruh dunia yang mendapatkan sedikit perhatian atau bahkan tidak ada perhatian sama sekali. Namun yang pasti, informasi juga perlu dikembangkan dan disebarluaskan." (Max J. Skidmore, 2009 : 1)).

Hal itu terkait dengan pengumpulan data dan informasi yang diperlukan sebelum suatu kebijakan diimplementasikan, sehingga dengan memperoleh data dan informasi yang tepat dan memadai, kebijakan tersebut akan dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan apa yang telah dirumuskan sebelumnya.

Dengan bertumpu pada pendapat-pendapat tersebut, maka dapat diambil pengertian bahwa implementasi program atau kebijakan adalah rangkaian usaha yang terpola yang memerlukan berbagai macam sumber daya dan informasi untuk merealisasikan kebijakan sehingga menimbulkan dampak nyata pada masyarakat. Dalam kenyataan, keberhasilan implementasi suatu program atau kebijakan dapat diukur dari hasil akhir Dengan bertumpu pada pendapat-pendapat tersebut, maka dapat diambil pengertian bahwa implementasi program atau kebijakan adalah rangkaian usaha yang terpola yang memerlukan berbagai macam sumber daya dan informasi untuk merealisasikan kebijakan sehingga menimbulkan dampak nyata pada masyarakat. Dalam kenyataan, keberhasilan implementasi suatu program atau kebijakan dapat diukur dari hasil akhir

Dalam rangka mencapai tujuan nasionalnya, pemerintah Indonesia telah banyak menghasilkan dan mengimplementasikan program pembangunan, baik program pembangunan teknologi maupun pembangunan sosial. Namun demikian, dari sekian banyak kebijakan yang diterapkan, dalam kenyataan banyak yang tidak mencapai sasaran, terjadi penyelewengan dan sebagainya sehingga tidak mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Dengan kata lain semakin menuntut kita untuk menguji keefektifan program-program tersebut. Untuk itu diperlukan suatu penelitian yang menguji kembali proses kebijakan, pelaksanaan kebijakan dan pengukuran hasil kebijakan. Dengan demikian dapat digunakan oleh para pengambil kebijakan dan pelaksana kebijakan untuk digunakan di tingkat politik sebagai bahan pertimbangan untuk memutuskan apakah kebijakan itu dapat diteruskan, diperluas, dipersempit atau diubah sama sekali. Selain itu juga untuk mengetahui penyebab kegagalan dari suatu program agar hal yang sama tidak terulang kembali di masa depan. Informasi tersebut dapat diperoleh dengan adanya evaluasi kebijakan. Untuk mengetahui apa itu evaluasi kebijakan, sebelumnya perlu diketahui arti kebijakan itu sendiri.

James E. Anderson dalam buku Solichin Abdul Wahab menjelaskan makna kebijakan adalah: “langkah tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh seorang

aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan adanya masalah atau persoalan tertentu yang dihadapi.” (Solichin A. Wahab, 2005 : 3)

Dari pengertian ini mendalilkan bahwa perhatian kita dalam mempelajari kebijakan ini seyogyanya diarahkan pada apa yang senyatanya dilakukan pemerintah dan bukan sekedar apa yang ingin dilakukan. Disamping itu konsep tersebut juga membedakan secara tegas antara kebijakan (policy) dan keputusan (decision), yang mengandung arti pemilihan diantara sejumlah alternatif yang tersedia.

Carl J. Friedrick (dalam Solichin Abdul Wahab, 2005 : 3) merumuskan kebijakan sebagai berikut : “…serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau

pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu...”

Sedangkan menurut pandangan Prof. Heinz Eulau dan Kenneth Prewith (dalam Solichin Abdul Wahab, 2005 : 3) kebijakan dinyatakan sebagai berikut :

“a standing decision characterized by behavioral consistency and repetitiveness on the part of both those who make it and those who abide by it” . (keputusan tetap yang bercirikan dengan konsistensi dan pengulangan dari pihak yang membuatnya dan yang mematuhinya).

Dari ketiga pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa kebijakan (policy) adalah serangkaian tindakan yang dipatuhi dan dilaksanakan untuk memecahkan masalah dalam suatu bidang tertentu dan mencapai tujuan tertentu setelah adanya pemilihan dari berbagai alternatif yang tersedia.

Setelah mengetahui arti kebijakan, maka perlu diketahui juga definisi evaluasi kebijakan, Lester dan Stewart (dalam Budi Winarno, 2008 : 226) memberikan definisi sebagai berikut :

“evaluasi kebijakan adalah suatu usaha untuk melihat apakah suatu kebijakan mencapai tujuan atau dampak yang diinginkan atau tidak, dan untuk menilai keberhasilan atau kegagalan dari suatu kebijakan berdasarkan standard atau kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya”.

Subarsono (2005:119) juga memberikan definisi evaluasi kebijakan menurut pengertiannya sebagai berikut : “evaluasi adalah kegiatan untuk menilai tingkat kinerja suatu

kebijakan. Evaluasi baru dapat dilakukan kalau suatu kebijakan sudah berjalan cukup lama.”

Abdillah Hanafi dan Mulyadi Guntur (1984:16) memberikan pengertian yang hampir sama mengenai evaluasi, yakni : “Yang dapat dilakukan oleh evaluasi adalah memberikan data

untuk mengurangi ketidakpastian dan menjelaskan perolehan- perolehan dan kerugian-kerugian yang menyertai setiap keputusan. Dalam hal ini evaluasi memungkinkan pembuat keputusan menerapkan nilai-nilai dan preferensinya secara lebih tepat, dengan pengetahuan yang lebih baik mengenai alternative-alternatif yang akan diputuskan.”

Sedangkan Suchman (dalam Moh. Nazir, 1988:108) mendefinisikan evaluasi adalah : “penentuan (apakah berdasarkan opini, catatan, data subjektif atau

objektif) hasil (apakah baik atau tidak baik, sementara atau permanent, segera atau ditunda) yang diperoleh dengan beberapa kegiatan (suatu program, sebagian dari program dan sebagainya) yang dibuat untuk memperoleh suatu tujuan mengenai nilai atau performance.”

Secara rinci Ripley (dalam Samodra Wibawa, 1994:8-9) mengemukakan beberapa persoalan yang harus dijawab oleh suatu kegiatan evaluasi sebagai berikut :

1. Kelompok dan kepentingan mana yang memiliki akses di dalam pembuatan kebijakan ?

2. Apakah proses pembuatannya cukup rinci, terbuka, dan memenuhi prosedur ?

3. Apakah program didesain secara logis ?

4. Apakah sumber daya yang menjadi input program telah cukup memadai untuk mencapai tujuan ?

5. Apa standar implementasi yang baik menurut kebijakan tersebut ?

6. Apakah program dilaksanakan sesuai standar efisiensi dan ekonomi ?

7. Apakah kelompok sasaran memperoleh pelayanan dan barang seperti yang didesain dalam program ?

8. Apakah program memberikan dampak kepada kelompok non sasaran ? Apa jenis dampaknya ?

9. Apa dampaknya, baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan, terhadap masyarakat ?

10. Kapan tindakan program dilakukan dan dampaknya diterima oleh masyarakat ?

11. Apakah tindakan dan dampak tersebut sesuai dengan yang diharapkan ?

Sementara Leslie A. Pal (1987:52) membagi evaluasi kebijakan dalam empat kategori :

1. Planning and needs evaluations

Mencakup penilaian terhadap target populasi, kebutuhan sekarang dan yang akan datang serta sumber daya yang ada.

2. Process evaluations Evaluasi terhadap tindakan pelaksana, media pelaksanaan program dan system informasi.

3. Impact evaluations Evaluasi dampak kebijakan baik yang diharapkan serta perluasan hasil program.

4. Efficiency evaluations Evaluasi efisiensi kebijakan yang dapat dilihat dari perbandingan keuntungan biaya.

Dalam penelitian ini penulis tidak mengevaluasi keseluruhan tahap kebijakan, melainkan memilih salah satu tahap kebijakan, yaitu implementasinya (evaluasi implementasi) dengan latar belakang bahwa implementasi merupakan hal yang penting dalam keseluruhan tahap kebijakan. Seperti yang diungkapkan oleh Chief. J O. Udoji (dalam Solichin A. Wahab, 2005:59) :

“the execution of policies is as important if not more important than policy making. Policies will remain dreams or blue prints file jackets unless they are implemented .” (pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting, bahkan mungkin jauh lebih penting daripada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan)

Menurut Van Meter dan Van Horn (dalam Solichin A. Wahab, 2005:65) implementasi adalah sebagai berikut : “those actions by public or private individuals (or groups) that are

directed at the achievement of objectives set forth in prior policy directed at the achievement of objectives set forth in prior policy

Pariatra Westra (1989:32) memberikan definisi implementasi atau pelaksanaan yaitu : “usaha-usaha yang dilakukan untuk melaksanakan semua rencana

dan kebijakan yang telah dirumuskan dan ditetapkan, dengan melengkapi segala kebutuhan alat-alat yang diperlukan, siapa yang melaksanakan, dimana tempat pelaksanaannya, kapan waktu dimulai dan berakhirnya serta cara yang harus dilaksanakan.”

Evaluasi implementasi dirumuskan oleh Ripley (dalam Samodra W, 1994:10-11) sebagai berikut :

1. Evaluasi ditujukan untuk melaksanakan evaluasi proses.

2. Dilaksanakan dengan menambah pertanyaan yang harus dijawab pada perspektif apa yang terjadi selain pada perspektif kepatuhan.

3. Dilakukan untuk melaksanakan evaluasi aspek-aspek dampak kebijakan yang terjadi jangka pendek.

3. Evaluasi Pelaksanaan Program

Suatu keputusan kebijakan akan dapat diimplementasikan jika telah diinterprestasikan ke dalam program-program aksi yang lebih operasional. Definisi program menurut Pariatra Westra (1989:41) adalah perumusan yang memuat gambaran pekerjaan-pekerjaan yang akan dilaksanakan berikut petunjuk mengenai cara pelaksanaannya. Biasanya dalam program ini dikemukakan pula fasilitas-fasilitas yang diperlukan, Suatu keputusan kebijakan akan dapat diimplementasikan jika telah diinterprestasikan ke dalam program-program aksi yang lebih operasional. Definisi program menurut Pariatra Westra (1989:41) adalah perumusan yang memuat gambaran pekerjaan-pekerjaan yang akan dilaksanakan berikut petunjuk mengenai cara pelaksanaannya. Biasanya dalam program ini dikemukakan pula fasilitas-fasilitas yang diperlukan,

Menurut Pariatra Westra (1989:42), dalam suatu program terkandung komponen kebijakan yang lain yaitu siapa pelaksananya, berapa besar dan darimana dana diperoleh, siapa kelompok sasaran, bagaimana program dilaksanakan serta bagaimana kinerja keberhasilan program diukur. Selanjutnya agar lebih operasional lagi, program dirumuskan sebagai proyek, yang dengannya pelaksana di tingkat lapangan dapat bertindak. Proyek adalah suatu bagian dari program yang relatif lebih terpisah dan mempunyai batas-batas yang tegas yang direncanakan dan dilaksanakan tersendiri. Jadi evaluasi pelaksanaan program adalah penilaian terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan, kebutuhan yang diperlukan, sikap pelaksana, waktu pelaksana, dan cara pelaksanaan serta dampak yang terjadi jangka pendek.

Grindle berpendapat bahwa pengukuran keberhasilan implementasi program dilaksanakan pada program aksi dan hasil kebijakan. Program aksi meliputi isi kebijakan dan konteks implementasi sedangkan hasil kebijakan terdiri dari dampak dan perubahan pada masyarakat. Selengkapnya seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut :

Bagan 1.1 Model Implementasi Kebijakan Menurut Grindle

Keterangan :

a. Isi Kebijakan :

1. Kepentingan yang dipengaruhi Kebijakan yang menyangkut banyak kepentingan yang berbeda akan lebih sulit diimplementasikan dibanding yang menyangkut sedikit kepentingan.

2. Tipe manfaat Suatu kebijakan yang memberikan manfaat yang aktual dan langsung dapat dirasakan oleh sasaran bukan hanya formal, ritual dan simbolis akan lebih mudah diimplementasikan.