BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang masalah - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Hasil Belajar Tema 3 Siswa Kelas 4 SD Negeri 2 Tuksongo Menggunakan Metode Pembelajaran Guided Discovery Learning dalam Kurikulum 201

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang masalah

  Berbagai negara di dunia berambisi untuk menjadi negara paling maju dari negara-negara lain. Begitu juga penduduk dari negara-negara tersebut, juga saling berkompetisi agar menjadi manusia yang terdepan dan tidak dimanfaatkan oleh yang lainnya. Bekal paling penting untuk berkompetisi adalah pendidikan. Manusia yang berpendidikan akan menjadi pribadi yang unggul dibanding yang lain. Hal ini yang menjadi alasan di berbagai negara untuk selalu memajukan sektor pendidikannya. Tujuannya adalah untuk mencetak sumber daya manusia yang unggul dan dapat bersaing dengan yang lainnya.

  Di Indonesia, pendidikan juga menjadi prioritas utama dan dibuktikan dengan dibentuknya Undang-Undang yang mengatur tentang pendidikan. Aspek pendidikan sudah diatur dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2003. Undang-Undang tersebut mengatur tentang sistem pendidikan di Indonesia. Mengacu pada Undang-Undang tersebut dalam bab I pasal 1 poin 1, sudah jelas bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

  Dalam rangka mencapai tujuan yang didefiniskan dalam UU No 23 tahun 2003 harus dimulia ketika dalam fase anak-anak. Hal ini didukung oleh jurnal dari Rahmania Abidin berdasarkan teory perkembangan Vygotsky yang menyatakan bahwa suatu ide bahwa anak usia dini belajar konsep paling baik apabila konsep itu berada dalam zona perkembangan terdekat mereka. Peneliti berpendapat bahwa pendidikan Sekolah Dasar memiliki peran yang vital bagi terbentuknya karakter seseorang saat dewasa nanti. Pendidikan Sekolah Dasar adalah pondasi yang membentuk potensi peserta didik untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara seperti yang tercantum dalam Undang-Undang.

  Guna tercapainya tujuan pendidikan tersebut, dibutuhkan pioner yang terjun langsung dalam rangka penyampaian tujuan tersebut terhadap generasi penerus bangsa Guru adalah sosok sentral dalam rangka tercapainya tujuan pendidikan bangsa

  Indonesia. Undang-Undang juga mengatur tentang tugas guru yaitu dalam Bab XI Pasal

  39 Ayat (2) Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

  Pasal 20 Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Pasal 52 Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008 tentang Guru. Berdasarkan landasan Undang- Undang tersebut, peneliti merangkum terdapat tujuh tugas guru, yaitu :

  a. Merencanakan pembelajaran

  b. Melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu

  c. Menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran

  d. Membimbing dan melatih peserta didik / siswa

  e. Melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat

  f. Melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada kegiatan pokok yang sesuai

  g. Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan Pentingnya peran guru seharusnya diimbangi dengan tanggapnya pemerintah dalam mengatasi permasalahan yang dialami guru, contohnya pemerataan guru di daerah-daerah tertinggal, sebagian guru belum memiliki kompetensi yang layak, sarana dan prasarana yang kurang memadai dan masih banyak lagi. Guru terlibat langsung dengan objek sasaran tujuan pendidikan itu sendiri yaitu siswa. Peran guru terhadap siswa yaitu mewujudkan pembelajaran yang efektif agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

  Dalam pelaksanaan pembelajaran, tidak terlepas dari kurikulum yang diterapkan. Saat ini di Indonesia menerapkan dua jenis kurikulum, yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Kurikulum 2013. Dari kedua kurikulum tersebut memiliki perbedaan besar. Perbedaan tersebut meliputi aspek metode pembelajaranya, kompetensinya, penilaiannya dan lain sebagainya. Tentunya dari kedua kurikulum tersebut masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Terlepas dari hal tersebut pemerintah Indonesia berencana mengaplikasikan Kurikulum 2013 untuk semua tingkat pendidikan. Di tahun 2017 ini pemerintah telah mewajibkan agar setiap instansi sekolah dasar menerapkan Kurikulum 2013 pada kelas satu dan empat. Instansi sekolah harus mau dan bisa menerapkan Kurikulum 2013. Bagi guru kelas 1 dan 4 dituntut harus menguasai pembelajaran yang menerapkan Kurikulm 2013.

  Proses belajar mengajar di dalam kelas dengan menerapkan Kurikulum 2013 akan sangat berbeda dengan proses belajar mengajar menggunakan kurikulum KTSP. Pendekatan dari Kurikulum 2013 menjadi hal pembeda dibanding kurikulum sebelumnya. Pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam Kurikulum 2013 adalah

  

scientific learning atau pembelajaran saintifik. Pembelajaran saintifik meliputi beberapa

  elemen pembelajaran. Ridwan Abdulah Sani (2014:53) menjelaskan bahwa pembelajaran saintifik memiliki beberapa elemen yang harus dilakukan oleh siswa selama proses belajar mengajar yaitu observasi, bertanya, mencoba/mengumpulkan informasi, menalar, networking/komunikasi. Guna mencakup kelima elemen tersebut guru harus menerapkan pembelajaran yang berbeda, artinya dari segi metode pembelajaran, penilaian, dan kompetensi harus sesuai dengan Kurikulum 2013.

  Pemilihan metode pembelajaran yang tepat menjadi hal yang penting dalam pelaksanaan proses belajar mengajar. Berdasarkan simpulan sebuah jurnal ilmiah dari Samiudin (130:2016) bahwa peran metode pembelajaran yang baik sangat efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Terlebih Kurikulum 2013 mengharuskan guru agar lebih pandai mensiasati proses belajar mengajar. Ridwan Abdulah Sani (2014:52) memberikan tiga alternatif metode pembelajaran yaitu

  

Problem Based Learning /pembelajaran berbasis masalah, Project Based

  /pembalajaran berbasis proyek dan Discovery Learning/pembelajaran

  Learning

  penemuan. Dari ketiga jenis metode pembelajaran tersebut tentunya memiliki keunggulan dan kelemahan. Untuk itu pemilihan metode pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi sekolah serta siswanya sehingga akan tercapai tujuan dari pembelajan itu sendiri.

  Discovery Learning adalah salah satu metode pembelajaran yang dianjurkan

  dalam kurikulum 2013. Metode Discovery Learning diperkenalkan dalam dunia pendidikan oleh seorang tokoh pendidik bernama Bruner. Bruner dalam Mohamad

  Takdir Illahi (2012:43) meyakini bahwa Discovery Learning dapat memberikan jaminan ideal bagi kematangan anak didik dalam mengikuti materi pelajaran, sehingga dalam perkembangan selanjutnya dapat memperkuat wacana intelektual mereka. Artinya dengan menggunakan metode pembelajaran ini siswa akan memahami konsep dari pelajaran yang mereka terima.

  Dalam pembagian materinya, Kurikulum 2013 dibagi kedalam berbagai tema dan sub tema. Kelas 4 memiliki 9 tema dan dalam penelitian ini akan dilakukan penelitian pada tema 3 yaitu “Peduli terhadap Mahluk Hidup”.

  Peneliti akan melaksanakan kegiatan penelitian di salah satu sekolah di Kabupaten Temanggng yaitu SD Negeri 2 Tuksongo yang notabene adalah salah satu sekolah yang ditunjuk dalam rangka uji coba Kurikulum 2013. Hal ini berakibat pada bergantinya kurikulum dari KTSP ke Kurikulum 2013 sehingga terdapat banyak hal yang harus disesuakan. Berdasarkan hasil penilaian Ulangan Tengah Semester 1 didapat data sebagai berikut: dari 23 jumlah siswa kelas 4 yang mengikuti UTS, jumlah siswa yang mendapat nilai lebih dari Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sebanyak 6 siswa dan 18 sisanya mendapat nilai di bawah KKM. Jika diprosentasekan hanya sebanyak 26,08% siswa yang mencapai KKM. Untuk menghadapi pergantian kurikulum ini maka SD Negeri 2 Tuksongo khususnya kelas 4 harus memiliki kesiapan dari berbagai segi mulai dari sistem penilaian, proses pembelajaran, media pembelajaran dan lain sebagainya. Dalam hal ini metode pembelajaran yang akan menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini.

  Metode pembelajaran Discovery Learning cocok diterapkan dalam tema 3 ini karena dalam tema ini dituntut untuk banyak melakukan eksplorasi. Dalam tema ini juga siswa dituntut untuk melakukan pengamatan terhadap kegiatan-kegiatan mahluk hidup di lingkungan sekitar tempat tinggal mereka. Dengan menerapkan metode

  

Discovery Learning dalam tema ini, diharapkan siswa mampu memahami tujuan dari

  pembelajaran kemudian dikonversi kedalam pengalaman mereka sehingga kegiatan pembelajaran tema 3 ini menjadi bermakna bagi siswa. Seperti pendapat dari Ilahi (2012) yaitu model ini (Discovery Learning) kegiatan dan pengalaman dilakukan secara langsung sehingga lebih menarik perhatian anak didik untuk belajar dan memungkinkan pembentukan konsep-konsep abstrak yang mempunyai makna, serta memberi banyak kesempatan bagi siswa untuk terlibat langsung dalam kegiatan belajar.

  Discovery Learning adalah metode yang mengharuskan siswa untuk mencari

  pengetahuan yang mereka butuhkan secara mandiri. Seperti halnya para ilmuan yang sedang melakukan penelitian sehingga metode Discovery Learning memiliki kelemahan jika diaplikasikan langsung pada siswa khususnya siswa SD. Untuk siswa yang memiliki intelejensi kurang akan sangat kesulitan jika model ini diterapkan. Oleh karena itu perlu adanya modifikasi terhadap metode Discovery Learning jika subyeknya adalah siswa sekolah dasar.

  Peran guru sangat penting guna tercapainya pembelajaran ideal menggunakan metode Discovery Learning. Guided Discovery Learnig adalah salah satu cabang dari metode Discovery Learning yang mana siswa tetap melakukan penelitian secara pribadi terhadap pembelajaran mereka namun dengan bantuan guru. Dalam hal ini guru berperan sebagai pembimbing dan fasilitator siswa dalam rangka discovery mereka. Dengan adanya peran guru maka kemungkinan siswa mengalami miskonsepsi tentang hasil temuan belajarnya akan berkurang sehingga memperbesar kemungkinan tercapainya tujuan pembelajaran. Ridwan Abdulah Sani (2014:97) menyatakan bahwa

  Guided Discovery atau Discovery terbimbing merupakan metode yang digunakan untuk

  membangun konsep dibawah pengawasan guru. Metode ini juga mendorong siswa agar bekerja lebih aktif tapi menyenangkan. Terlebih pada siswa kelas empat SD Negeri 2 Tuksongo terdapat siswa yang aktif dalam hal belajarnya. Dengan penelitian ini diharapkan guru dapat menerapkan metode pembelajaran Guided Discovery Learning sehingga dapat mendongkrak prestasi siswa kelas 4 di SD Negeri 2 Tuksongo.

1.2 Identifikasi Masalah

  Peneliti melakukan beberapa rangkaian observasi pada kelas 4 di SD Negeri 2 Tuksongo. Hasil pengamatan sebagai berikut : 1.

  SD Negeri 2 Tuksongo merupakan salah satu Sekolah Dasar di kabupaten Temanggung yang ditunjuk sebagai uji coba Kurikulum 2013. Maka Kurikulum 2013 adalah Kurikulum baru yang dijalankan di SD tersebut. Oleh karena Sekolah khususnya guru belum sepenuhnya siap dan mampu melaksanakan pembelajaran dengan optimal.

  2. Guru yang menerapkan pembelajaran dengan Kurikulum 2013 masih minim referensi dalam hal pembelajaran khususnya metode, karena dengan Kurikulum 2013 guru dituntut melakukan pembelajaran dengan metode yang variatif.

  3. Terdapat beberapa siswa di kelas 4 yang memiliki karakteristik siswa yang aktif bahkan hiperaktif, kritis, dan rasa ingin tahu yang tinggi sehingga jika diterapkan metode pembelajaran konvensional (hanya beroriantasi pada materi pembelajaran saja) akan menghambat optimalisasi kemampuan siswa.

  1.3 Rumusan Masalah

  Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu, apakah penggunaan model pembelajaran Guided Discovery Learning dapat meningkatkan hasil belajar muatan tema 3 kelas empat SD Negeri 2 Tuksongo dalam kurikulum 2013 tahun ajaran 2017/2018?

  1.4 Tujuan penelitian

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penggunaan metode belajar

  Guided Discovery Learning dapat meningkatkan hasil belajar kelas 4 di SD Negeri 2 Tuksongo dalam kurikulum 2013 tema 3 tahun ajaran 2017/2018.

  1.5 Manfaat penelitian

  1.5.1 Manfaat Teoritis

  Dengan dilakukanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi, memperkaya kajian teori, memperkuat teori-teori terkait dengan penerapan metode

  Guided Discovery Learning pada kelas 4 dalam kurikulum 2013 di masa mendatang

  1.5.2 Manfaat Praktis a.

  Bagi Siswa Memberikan pengalaman suasana belajar yang aktif dan menyenangkan terhadap pembelajaran siswa SD N 2 Tuksongo sehingga menghasilkan produk berupa nilai meningkat serta melatih cara berfikir siswa agar lebih terkonsep.

  b.

  Bagi Guru Guru mendapatkan referensi model pembelajaran guna diterapkan di kemudian hari.

  c.

  Bagi Sekolah Sebagai bahan pertimbangan dan masukan agar dapat meningkatkan mutu pendidikan SD Negeri 2 Tuksongo di masa mendatang.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektifitas Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match dalam Pencapaian Hasil Belajar IPS Siswa Kelas 4 SD Dabin II Penawangan Semester II Tahun Pelajaran 2014/ 2015

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektifitas Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match dalam Pencapaian Hasil Belajar IPS Siswa Kelas 4 SD Dabin II Penawangan Semester II Tahun Pelajaran 2014/ 2015

0 0 17

Tabel 4.1 Data Subjek Penelitian Jenis Kelamin Nama SD SD N Watupawon (Kelas Eksperimen) SD N 2 Leyangan (Kelas Kontrol)

0 0 16

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH DALAM PENCAPAIAN HASIL BELAJAR IPS SISWA KELAS 4 SD DABIN II PENAWANGAN SEMESTER II TAHUN PELAJARAN 2014 2015 SKRIPSI

0 1 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektifitas Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match dalam Pencapaian Hasil Belajar IPS Siswa Kelas 4 SD Dabin II Penawangan Semester II Tahun Pelajaran 2014/ 2015

0 1 71

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Pembelajaran Mind Mapping untuk Meningkatkan Kreativitas Siswa Kelas V SD Negeri Klero 02 Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajaran 2017/2018

0 0 27

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri Klero 02 Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang tahun ajaran 20172018 yang berjumlah 30 siswa yang terdiri dari 15 laki-laki dan 15 perempuan. 3.3 Waktu Penelitian

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Pembelajaran Mind Mapping untuk Meningkatkan Kreativitas Siswa Kelas V SD Negeri Klero 02 Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajaran 2017/2018

0 0 30

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Pembelajaran Mind Mapping untuk Meningkatkan Kreativitas Siswa Kelas V SD Negeri Klero 02 Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajaran 2017/2018

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Pembelajaran Mind Mapping untuk Meningkatkan Kreativitas Siswa Kelas V SD Negeri Klero 02 Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajaran 2017/2018

0 0 54