Fungsi Komunikasi dalam Proses Pemberday

NAMA

: CALVIN ALFONSO

KELAS

: IKOM 4B

NIM

: 1303936

JUMLAH KATA

: 924 Kata

Fungsi Komunikasi dalam Proses Pemberdayaan Masyarakat
1. Pendahuluan
Komunikasi adalah pertukaran verbal dan non verbal pikiran atau gagasan
[ CITATION Joh11 \l 1033 ]. Berdasarkan definisinya, dapat disimpulkan bahwa
komunkasi merupakan salah sati elemen terpenting dalam pemberdayaan masyarakat.

Dalam keseharian, tentunya setiap individu tidak dapat dipisahkan dari komunikasi.
Mulai dari bangun pagi hingga menjelang tidur dimalam hari selalu berkomunikasi,
hampir semua kegiatan dilakukan dengan komunikasi. Komunikasi yang dilakukan
bisa bermacam macam. Mulai dari komunikasi intrapersonal, yaitu komunikasi
dengan diri sendiri; komunikasi antar personal, yaitu komunikasi dengan individu
lain, hingga komunikasi dalam sebuah kelompok.
Dalam artikel ini, akan dibahas tentang bagaimana fungsi komunikasi dalam
kelompok, yaitu dalam proses pemberdayaan masyarakat. Kartasasmita (1995),
mengemukakan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan
harkat dan juga martabat lapisan masyarakat dalam usaha untuk melepaskan diri dari
perangkap kemiskinan dan juga keterbelakangan.

1

2. Isi (Body of Essay)
Peranan komunikasi dalam proses pemberdayaan masyarakat didasari oleh dua
jenis komunikasi, menurut Effendy (2005), dua jenis komunikasi tersebut adalah
komunikasi formal dan non formal.
Kedua jenis komunikasi tersebut dapat digunakan atau dimasukkan dalam
tahap tahap permberdayaan. Perlu diketahui juga bahwa proses pemberdayaan

masyarakat terbagi atas 3 fase. Proses pemberdayaan tersebut bisa dilakukan melalui
tiga fase, yaitu fase Inisiasi, Fase Partisipatoris, dan Fase Emansipatoris (Pranaka dan
Prijono, 1996).

Komunikasi formal adalah komunikasi yang dilakukan berdasarkan struktur
komunikasi secara organisasi (Effendy, 2005). Dan, menurut Mulyana (2005),
komunikasi nonformal adalah komunikasi yang tidak terkait dengan struktur
komunikasi.
Setelah menjelaskan tentang pengertian dari komunikasi formal dan
nonfromal, tim pemberdaya harus mengetahui fungsi fungsi dari komunikasi formal
dan non formal tersebut dalam proses pemberdayaan masyarakat.
Fungsi komunikasi formal yang pertama adalah untuk membangun persepsi
yang baik dari masyarakat terhadap tim pemberdaya. Untuk memudahkan
membentuk persepsi, proses pembentukan persepsi dibagi menjadi tiga aktivitas,
yaitu: seleksi, organisasi, dan interprentasi[CITATION Ser75 \t \l 1033 ]. Yang
dimaksud dari seleksi adalah membangun atensi dari masyarakat yang tinggal
dikomunitas yang sedang dituju. Maka dari itu, sebelumnya ditekankan untuk
2

melakukan penyesuaian diri pada saat dan sebelum terjun ke komunitas tersebut. Hal

ini ditujukan agar dapat berkomunikasi dengan baik sesuai dengan norma-norma dan
etika yang berlaku di komunitas tersebut sehingga tim pemberdaya bisa
mendapatkan atensi yang baik dari masyarakat dan juga mendapatkan pemikiran
positif dari masyarakat.
Fungsi komunikasi formal yang kedua adalah untuk mempersuasi
masyarakat agar tertarik terhadap program yang telah dicanangkan. Persuasi adalah
komunikasi yang digunakan untuk mempengaruhi dan meyakinkan orang lain
[ CITATION Jan09 \l 1033 ]. Dalam mempertimbangkan strategi komunikasi
persuasi yang akan diterapkan, perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
spesifikasi tujuan persuasi, identifikasi kategori sasaran [ CITATION Soe99 \l
1033 ]. Contohnya adalah dalam mempersuasi anak anak dan orang tua tentang
program

kebersihan

lingkungan,

tim

pemberdaya


harus

terlebih

dahulu

mengidentifikasi kategori sasaran yang akan dipersuasi. Misalnya, anak anak akan
lebih mudah dipersuasi dengan cara yang santai seperti game game kecil dan role
play, sedangkan orang tua bisa dipersuasi dengan cara cara yang lebih formal seperti
seminar dibalai desa tentang kebersihan lingkungan.
Menurut mulyana (2005) komunikasi informal adalah komunikasi yang tidak
terkait dengan struktur komunikasi. Maka dari itu, komunikasi nonformal lebih dapat
digunakan untuk perbincangan antar personal antar individu dalam proses
pemberdayaan masyarakat.
Fungsi komunikasi non formal yang pertama dalam proses pemberdayaan
masyarakat adalah untuk memotivasi masyarakat. Dengan menggunakan komunikasi
non formal, tim pemberdaya juga dapat memotivasi warga yang tinggal dilingkungan

3


yang dituju agar masyarakat tetap semangat dalam menjalani program yang telah
direncanakan.

Dalam

memotivasi

masyarakat,

tim

pemberdayaan

harus

memperhatikan 5 tingkatan kebutuhan agar para masyarakat dapat merasa nyaman
dan tetap semangat dan termotivasi dalam berpartisipasi dalam program yang
dijalankan.
Lima tingkatan kebutuhan yang harus diperhatikan antara lain fisiologis,

keselamatan dan keamanan, rasa memiliki, penghargaan, dan aktualisasi diri
[CITATION Mas131 \t \l 1033 ]. Agar dapat memotivasi masyarakat kita harus dapat
memenuhi minimal tingkatan keselamatan, dan keamanan agar dapat memotivasi
masyarakat dalam melaksanakan program kita. Jika tingkat keselamatan dan
keamanan sudah dapat terpenuhi maka secara langsung masyarakat akan memilki
perasaan memiliki program kita dan akan menjaga program kita agar dapat terus
berjalan.
Fungsi komunikasi non formal yang kedua dalam proses pemberdayaan
masyarakat adalah sebagai sarana untuk menyesuaikan diri. Agar memudahkan kita
untuk menyesuaikan diri, tim pemberdaya juga harus mengetahui konteks budaya
disetiap daerah. Edward T. Hall (1973) membedakan 2 konteks budaya, yaitu budaya
yang memiliki konteks komunikasi tinggi dan budaya yang memiliki konteks
komunikasi rendah. Yang dimaksud dengan budaya yang memiliki konteks
komunikasi rendah adalah budaya yang mengedepankan pesan verbal dan eksplisit,
gaya bicara langsung, lugas dan berterus terang. Sebaliknya budaya konteks tinggi
lebih mengedepankan pesan nonverbal dibandingkan verbal, penganut budaya
konteks tinggi biasanya menyembunyikan makna yang sebenarnya dari pesan verbal
melalu gerak tubuh, lirikan mata, gerak tangan, dll.
4


Teori ini dapat digunakan dalam proses penyesuaian diri terhadap masyarakat
yang akan berdayakan. Dengan mengetahui konteks budaya dalam sebuah budaya
yang ada dalam masyarakat, tim pemberdaya dapat lebih tahu bagaimana cara
berkomunikasi dengan masyarakat didaerah yang akan dituju tersebut agar lebih
memudahkan untuk berkomunikasi dan menyesuaikan diri dengan masyarakat
didaerah yang akan dituju, dan agar tidak terjadi kesalah pahaman.
Perbedaan bahasa juga berpengaruh pada kebiasaan dan pola pikir dari sebuah
komunitas. Maka dari itu, kita juga harus memperhatikan aspek bahasa. Misalnya
bahasa Sunda menganut undak usuk bahasa yang membuat masyarakat Sunda
menjadi lebih segan untuk berbicara kepada orang yang lebih tua.
Maka dari itu, dalam berkomunikasi dengan masyarakat didaerah tujuan, tim
pemberdaya juga harus memperhatikan konteks budaya tersebut agar masyarakat
didaerah yang dituju tidak merasa tersinggung dan merasa tidak nyaman.
3. Kesimpulan
Inti dari semua pembahasan yang telah dijabarkan sebelumnya adalah fungsi
komunikasi dalam proses pemberdayaan masyarakat dibagi dari dua jenis
komunikasi, yaitu komunikasi formal dan komunikasi nonformal, dan juga ingin
ditekankan bahwa komunikasi merupakan salah satu elemen terpenting dalam proses
pemberdayaan masyarakat karena dengan komunikasi kita bisa melakukan segala hal


Bibliography
Effendy, O. U. (2005). Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung: Rosdakarya.
Hall, E. T. (1973). The silent language. New York: Anchor books.

5

Hobben, J. B. (2011). Definisi komunikasi. In D. Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar
(p. 61). Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Janasz, S. C., Karen , O. D., & Beth, Z. S. (2009). Interpersonal Skills in Organization. New
York: Mc Graw-Hill.
Kartasasmita, Ginanjar. (1995). Pemberdayaan Masyarakat. Kumpulan Materi Community
Development: Pustaka Pribadi Alizar Isna.Msi.
Maslow. (1954). Teori Hierarki Kebutuhan. In D. Mulyana, Komunikasi Organisasi (pp. 120121). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Mulyana, D. (2005). Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Rosdakarya.
Pranaka, A.M.W., dan Onny S. Prijono. (1996). Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan dan
Implementasi. CSIS: Jakarta.
Sereno, K. K., & Edward, M. B. (1975). Trans-Per Understanding Human Communication.
Boston:
Soemirat, S., Hidayat , S., & Asep Suryana. (1999). Komunikasi Persuasif. Jakarta: Universitas
Terbuka.


6