Kedudukan Qawaid Fiqhiyyah Dalam Mengist (1)

Kedudukan Qawaid Fiqhiyyah Dalam
Mengistimbathkan Hukum Islam
Oleh :
Teungku Riyandi Syafri, S.HI.,MA
NIDN : 0706197901
Dosen Syariah Institut Agama Islam Al-Aziziyah-Samalanga

ABSTRAK

Qawaid Fiqhiyah. Sejak dahulu sampai saat ini hamper tidak ada ulama yang
mengingkari akan penting peranan qawaid fiqhiyah dalam kajian ilmu syariah
(fiqih). Para ulama menghimpun sejumlah persoalan fiqh yang ditempatkan pada
suatu qawaid fiqhiyah. Apabila ada masalah fiqh yang dapat dijangkau oleh suatu
kaidah fiqh, masalah fiqh itu ditempatkan di bawah kaidah fiqh tersebut. Melalui
qawaid fiqhiyah atau kaidah fiqh yang bersifat umum memberikan peluang bagi
ummat yang melakukan studi terhadap fiqh untuk dapat menguasai fiqh dengan
lebih mudah dan tidak memakan waktu yang relatif lama, justru dengan Qawaid
Fiqhiyah penguasaan permasalahan fiqh akan lebih mudah difahami. Qawaid fiqhiyah
(kaidah-kaidah fiqh) adalah suatu kebutuhan bagi kita semua. Banyak dari akademisi
yang kurang mengerti bahkan ada yang belum mengerti sama sekali apa itu
qawaid fiqhiyah. Oleh karena itu, saya selaku penulis mencoba untuk menerangkan

tentang kaidah-kaidah fiqh, mulai dari pengertian, perbedaan, hubungan antara
keduanya, dalil-dalailnya, Qawaid Fiqhiyah dan Ushul fiqih, tujuan, manfaat dan
dasar-dasar pengambilannya. Bertujuan untuk memudahkan pemahaman tentang
qawaid fiqhiyah, di bawah ini dikemukakan pengertian atau definisi qawaid
fiqhiyah yang penulis bahas nantinya dalam bab II. Qawaid Fiqhiyyah merupakan
alat untuk memutuskan perkara-perkara yang belum terdapat nashnya baik dalam
al-qur’an maupun hadist, termasuk pada ibarat nash yang masih umum atau lafadh
ammiyah. qawaid fiqhiyyah merupakan wasilah, jembatan penghubung, antara
dalil dan hukum. Salah satu dasar penggunaan qawaid fiqhiyyah sebagai dalil
untuk memutuskan persoalan syariat terdapat dalam al-qur’an pada firman Allah
SWTdalam surat al-a’raf ayat 199. Urgensi penggunaan qawaid fiqhiyyah dalam
persoalan fiqh mencakupi seluruh hukum yang berhubungan dengan af’al
mukallaf. Baik dalam fiqh ibadat, muamalat, munakahat maupun jinayat.
Kedudukan Qawaid Fiqhiyyah dalam ifta dan qadha terdapat pada istimbath
hukum yang masih umum lafazd.

1

BAB I
PENDAHULUAN


Sesuai dengan perkembangan zaman dari masa kemasa Qawaid Fiqhiyah,
Qawaid Ushuliyah, fiqih dan ushul fiqh tidak dapat dipisahkan antara satu dengan
yang lainnya. Keempat ilmu tersebut saling terkait dengan perkembangan fiqih,
karena pada dasarnya yang menjadi pokok pembicaraan adalah fiqih, Qawaid
fiqhiyah, ushul fiqih dan qawaid ushuliyah adalah ilmu-ilmu yang berbicara
tentang fiqih. Dengan demikian kajian qawaid fiqhiyah, ushul fiqih dan qawaid
usuliyah tersebut adalah alat untuk sampai kepada kajian hukum fiqih.
Kaidah ushuliyah memuat pedoman penggalian hukum dari sumber aslinya
baik Al-Quran maupun sunnah dengan menggunakan pendekatan secara
kebahasaan. Sedangkan kaidah fiqhiyah merupakan petunjuk operasional dalam
mengistinbathkan hukum Islam, dengan melihat kepada hikmah dan rahasiarahasia tasyri’. Namun kedua kaidah tersebut merupakan patokan dalam
mengistinbathkan suatu hukum, satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan
pula
Adanya kaidah ini tentunya sangat membantu dan memudahkan terhadap
pemecahan permasahalan yang muncul ditengah-tengah kehidupan di zaman
modern ini, maka, hendaklah kita memahami secara baik tentang konsep disiplin
ilmu ini karenanya merupakan asas dalam pembentukan hukum Islam. Masih
jarang diantara kaum muslim yang memahami secara baik tentang pedoman


2

penyelesaian hukum Islam. Menjadi suatu kewajiban sebagai seorang muslim
untuk memahami dan meyikapi persoalan hukum dalam Islam karena proses
kehidupan tidak terlepas dari kegiatan hukum yang berkaitan dengan af’al
mukallaf, apalagi untuk memenuhi kebutuhan hidup dizaman moderen ini, kita
dituntut oleh keadaan untuk menjawab hukum-hukum islam yang terjadi
ditengan-tengah masyarakat lokal maupu non lokal.
Maka kondisi ini membuat penulis tertantang untuk mengupas sedikit
banyaknya tentang Qawaid Fiqhiyah, semoga goresan tangan ini bermanfaat
terutama bagi penulis sendiri dan para pembaca yang budiman.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Defenisi Qawaid Fiqhiyah
Dalam pengertian Qawaid Fiqhiyyah ada dua terminologi yang perlu kami
jelaskan terlebih dahulu, yaitu qawaid dan fiqhiyah. Kata qawaid merupakan
bentuk jama' dari kata qaidah, dalam istilah bahasa Indonesia dikenal dengan kata
'kaidah' yang berarti aturan atau patokan, dalam tinjauan terminologi kaidah
mempuyai beberapa arti. Dr. Ahmad asy-Syafi'i menyatakan bahwa kaidah

adalah:

‫اﻟﻘﻀﺎﯾﺎ اﻟﻜﻠﯿﺔ اﻟﺘﻰ ﯾﻨﺪرج ﺗﺤﺖ ﻛﻞ واﺣﺪة ﻣﻨﮭﺎ ﺣﻜﻢ ﺟﺰﺋﯿﺎت ﻛﺜﯿﺮة‬
"Hukum yang bersifat universal (kulli) yang diikuti oleh satuan-satuan hukum
juz'i yang banyak"1
Sedangkan secara terminologi fiqh berarti, menurut al-Jurjani al-Hanafi:

‫اﻟﻌﻠﻢ ﺑﺎﻻﺣﻜﺎم اﻟﺸﺮﯾﻌﺔ اﻟﻌﻤﻠﯿﺔ ﻣﻦ ادﻟﺘﮭﺎ اﻟﺘﻔﺼﻠﯿﺔ وھﻮ ﻋﻠﻢ ﻣﺴﺘﻨﺒﻂ ﺑﺎﻟﺮأي واﻻﺟﺘﮭﺎد وﯾﺤﺘﺎج‬
‫ﻓﯿﮫ اﻟﻰ اﻟﻨﻈﺮ واﻟﺘﺄﻣﻞ‬

1. Ahmad Muhammad Asy-Syafii, ushul fiqh al-Islami, iskandariyah muassasah
tsaqofah al-Jamiiyah .1983. hal.4.

3

”ilmu yang menerangkan hukum hukum syara yang amaliyah ang diambil dari
dalil-dalilnya yang tafsily dan diistinbatkan melalui ijtihad yang memerlukan
analisa dan perenungan"2

Dari uraian pengertian diatas baik mengenai qawaid maupun fiqhiyah

maka yang dimaksud dengan qawaid fiqhiyah adalah sebagaimana yang
dikemukakan oleh Imam Tajjudin as-Subki:
‫اﻻﻣﺮ اﻟﻜﻠﻰ اﻟﺬى ﯾﻨﻄﺒﻖ ﻋﻠﻰ ﺟﺰﺋﯿﺎت ﻛﺜﯿﺮة ﺗﻔﮭﻢ اﺣﻜﺎﻣﮭﺎ ﻣﻨﮭﺎ‬
"Suatu perkara kulli yang bersesuaian dengan juziyah yang yang banyak yang
dari padanya diketahui hukum-hukum juziyat itu ." 3
Menurut Musthafa az-Zarqa, Qowaidul Fiqhyah ialah : dasar-dasar fiqih
yang bersifat umum dan bersifat ringkas berbentuk undang-undang yang berisi
hukum-hukum syara’ yang umum terhadap berbagai peristiwa hukum yang
termasuk dalam ruang lingkup kaidah tersebut.4

B. DALIL QAWAID FIQHIYYAH
Dalil untuk menjadikan qawaid fiqhiyyah sebagai metode istimbat hukum
terdapat pada dua dalil yaitu Al-Qur’an dan Hadist.5.
a. Al-Qur’an : Bahwasanya dalil yang diambil untuk memecahkan
sebuah masalah adalah lansung di ambil dari al-Qur’an, sebagai contoh
kasus pada firman Allah SWT dalam suarat al-‘Araf ayat 199.6












  

Artinya : Jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta
berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.

2 . Hasbi as-siddiqy, Pengantar Hukum Islam, Jakarta bulan bintang 1975. hal. 25
3 . Asjmuni A. Rahman, Qaidah-Qaidah Fiqh, Jakarta. Bulan bintang. 1976. hal.11.
4 . Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqih. Amzah : Jakarta, hal.13
5. Aly Ahmad Al-Nadawy, Al-Qawaid Al-Fiqhiyah, Cet . VI. (Dar Al-basyar : Jedah). hal 271272
6. Ali Ahmad Al-Nadhawy, Al-Qaw aid Fiqhiyyah, Cet . VI. (Dar Al-Basyar, Jedah t .t ). hal.
272.

4


Kalimat ‘Khuz,’ yang berartikan perintah untuk melakukan perbuatan
menyambung tali persaudaraan, dan kalimat “afwa” menunjuki kepada
memaafkan kesalahan orang lain, sedangkan kalimat “amar bilma’ruf” dalam
ayat di atas menunjuki kepada menyambung tali persaudaraan dan meningkatkan
ketaqwaan kepada Allah SWT pada jalan yang haram dan yang halal. Selanjutnya
kalimat “wa’arid anil jahilina” menunjuki kepada perintah dilarang melakukan
kezaliman.
Pada ayat di atas, jika kita lihat dari sisi qawaid fiqhiyyah jelas bahwa ayat
tersebut dapat digunakan sebagai dalil untuk memutuskan hukum dalam perkara
syariat Islam

b. Al-Hadist : dalil Qawaid fiqhiyyah juga terdapat pada hadist Nabi
Muhammad SAW seperti pada Hadist tentang “ tiap sesuatu yang
memabukkan haram hukumnya” ini hadist juga berlaku kaidah
ammiyah dengan sebutatan Al-kalimah Al-Ammiyyah. Lebih jelas baca
kitab Al-qawaid Al-Fiqhiyyah karangan Aly Ahmad Al-Nadhawy hal
172.
c. Qawaid fiqhiyah berlaku juga sebagai dail terdapat pada hadist Nabi
Muhammad SAW tentang persoalan Niat, kaidah yang digunakan pada

hadist tersebut adalah qaidah fiqhiyyah Al-Amrru bimaqhasidiha1

C. URGENSI QAWAID FIQHIYAH.
Pendapat

M. az-Zuhayliy dalam kitabnya al-Qawa’id al-fiqhiyyah

berdasarkan cakupannya yang luas terhadap cabang dan permasalahan fiqh, serta
berdasarkan disepakati atau diperselisihkannya qawa’id fiqhiyyah tersebut oleh
madzhab-madzhab atau satu madzhab tertentu, tedapat pada 4 macam, yaitu :
a.

Al-Qawa’id al-Fiqhiyyah al-Asasiyyah al- Kubra, yaitu qaidah-qaidah

fiqh yangg bersifat dasar dan mencakup berbagai bab dan permasalahan fiqh.
Qaidah-qaidah ini disepakati oleh seluruh madzhab. Yang termasuk kategori ini
adalah :
1. Al-Umuru bi maqashidiha.

5


2. Al-Yaqinu la Yuzalu bi asy-Syakk.
3. Al-Masyaqqatu Tajlib at- Taysir.
4. Adh-Dhararu Yuzal,
5. Al- ’Adatu Muhakkamah.
b.

Al-Qawa’id al-Kulliyyah : yaitu qawa’id yang menyeluruh yang

diterima oleh madzhab-madzhab, tetapi cabang-cabang dan cakupannya lebih
sedikit dari pada qawa’id yang lalu. Seperti kaidah : al-Kharaju bi adhdhaman/Hak mendapatkan hasil disebabkan oleh keharusan menanggung
kerugian, dan kaidah : adh-Dharar al- Asyaddu yudfa’ bi adh-Dharar al-Akhaf
Bahaya yang lebih besar dihadapi dengan bahaya yang lebih ringan. Banyak
kaidah- kaidah ini masuk pada kaidah yang 5, atau masuk di bawah kaidah yg
lebih umum.
c.

Al-Qawa’id al-Madzhabiyyah (Kaidah Madzhab), yaitu kaidah-kaidah

yang menyeluruh pada sebagian madzhab, tidak pada madzhab yang lain. Kaidah

ini terbagi pada 2 bagian :
1. Kaidah yang ditetapkan dan disepakati pada satu madzhab.
2. Kaidah yang diperselisihkan pada satu madzhab.
Contoh, kaidah : ar-Rukhash la Tunathu bi al- Ma’ashiy Dispensasi tidak
didapatkan karena maksiat. Kaidah ini masyhur di kalangan madzhab Syafi’i dan
Hanbali, tidak di kalangan mazhab Hanafi, dan dirinci di kalangan madzhab
Maliki.
d.

Al-Qawa’id al-Mukhtalaf fiha fi al-Madzhab al-Wahid, yaitu kaidah

yang diperselisihkan dalam satu madzhab. Kaidah-kaidah itu diaplikasikan dalam
satu furu’ (cabang) fiqh tidak pada furu’ yg lain, dan diperselisihkan dalam furu’
satu madzhab.
Contoh, kaidah : Hal al-’Ibroh bi al-Hal aw bi al-Maal?/Apakah hukum
yang dianggap itu pada waktu sekarang atau waktu nanti? Kaidah ini
diperselisihkan pada madzhab Syafi’i. oleh karena itu pada umumnya diawali
dengan kata :hal apakah.7
7 . H. Asnin Syafiuddin, Lc. MA http://www.slideshare.net/asnin_syafiuddin/01-02pendahuluan diposting pada tanggal 10 september 2012.


6

D. KEDUDUKANNYA DALAM IFTA DAN QADHA
Kedudukan qawaid fiqhiyyah dalam ifta dan qadha pada persoalan hukum
Islam adalah sebagai alat untuk istimbath yaitu sebagai metode dalam mengambil
sebuah hukum yang belum terdapat nashnya baik adalam al-qaur’an maupun
hadist.
Menurut bacaan penulis dalam kitab Al-Qawaid Al-Fiqhiyyah bahwa Ifta
dan Qadha boleh digunakan sebagai alat untuk mengistimbathkan hukum Islam
dengan ketentuan apabila nash tersebut masih umum. Lebih jelas boleh dilihat
dalam kitab Al-qawaid Al-Fiqhiyyah karang Aly Ahmad Al-Nadhawiy pada
halam 333. Pembahasan yang ketiga Ifta dan Qhada’.
Pada akhirnya untuk melihat tentang arti penting dan kegunaan qawa’id
fiqhiyyah dapat dilihat dari pendapat Ali Ahmad al-Nadwi berikut ini:
a. Bahwa qawa’id fiqhiyyah itu mempermudah untuk menguasai fikih Islam,
menghimpun

masalah-masalah

yang

berserakan,

dengan

jalan

menyusun furu’-furu’ yang banyak tersebut dalam satu alur di bawah
satu kaidah.
b.

Kaidah-kaidah itu membantu menjaga dan menguasai persoalanpersoalan yang banyak diperdebatkan, dengan cara menjadikan kaidah
itu sebagai jalan untuk menghadirkan hukum.

c.

Mendidik orang yang berbakat fikih dalam mendekatkan analogi (ilhaq)
dan takhrij untuk mengetahui hukum-hukum, yang belum digariskan
dalam fikih.

d.

Mempermudah orang

yang membahas

fikih dalam

mengikuti

(memahami) bagian-bagian hukum dengan mengeluarkannya dari tematema yang berbeda-beda serta meringkasnya dalam satu topik tertentu.
e.

Meringkas persoalan-persoalan dalam satu ikatan yang menunjukkan
bahwa hukum dibentuk untuk menegakkan maslahat yang saling
berdekatan atau menegakkan maslahat yang lebih besar.

f.

Pengetahuan tentang kaidah merupakan kemestian, karena kaidah
mempermudah cara memahami furu’ yang bermacam-macam.

7

Dari satu sisi qawa’id fiqhiyyah sebagai alat untuk mempermudah ahli fiqh
dalam mengistimbatkan hukum disisi lain qawa’id fiqhiyyah jarang sekali
dipergunakan hanya pada saat-saat tertentu yang berhubungan dengan kasus-kasus
hukum.

E. PERBEDAAN QAWAID FIQHIYAH DENGAN USHUL FIQIH
Menurut Ali Ahmad al-Nadawi, perbedaan antara qawaid fiqhiyyah
dengan qawaid ushuliyyah adalah sebagai berikut:8
a.

Ilmu ushul fiqih merupakan parameter (tolak ukur) cara berinstinbat

fikih. Kedudukan ilmu ushul fiqih (dalam fiqih) ibarat kedudukan ilmu nahwu dal
am hal pembicaraan dan penulisan, qawaid fiqhiyyah merupakan wasilah,
jembatan penghubung, antara dalil dan hukum. Tugas qawaid fiqhiyyah adalah
mengeluarkan hukum dari fdalil-dalil yang tafshili (terperinci). Ruang lingkup
qawaid ushuliyyah adalah dalil dan hukum seperti amr itu menunjukan wajib,
nahyi menunjukan haram, dan wajib mukhayar bila telah dikjerjakan sebagaian
orang, maka yang lainya bebas dari tanggung jawab. Qawaid fiqhiyyah adalah
qaidah kulliyah atau aktsariyah (mayoritas) yang juz’i-juz’inya (farsial-farsialnya)
beberapa masalah fiqih dan ruang lingkupnya selslu perbuatan orang mukalaf
b.

Qawaid ushuliyyah merupakan qawaid kulliyah yang dapat

diaplikasikan pada seluruh juz’i dan ruanglingkupnya. Ini berbeda dengan qawaid
fiqhiyyah yang merupakan kaidah berbeda dengan qawaid fiqhiyyah yang
merupakan kaidah aghlabiyah (mayoritas0 yang dapat diaplikasikan pada
sebagaian juz’i-nya, karena ada pengecualiannya.
c.

Qawaid ushuliyyah merupakan dzari’ah (jalan) untuk mengeluarkan

hukum syara’ amali. Qawaid fiqhiyyah merupakan kumpulan dari hukum-hukum
serupa yang mempunyai ‘illat yang sama, dimana tujuannya untuk menekatkan
berbagai persoalan dan mempermudah mengetahuinya.
d.

Eksistensi qawaid fiqhiyyah baik dalam teori maupun realitas lahir

setelah furu’, karena berfungsi menghimpun furu’ yang berserakan dan
mengalokasikan makna-maknanya. Adapun ushul fiqih dalam teori ditunut
8 . Ali Ahmad al Nadawy, al Qawi’id al Fiqhiyyah, hal. 68,69

8

eksistensinya sebelum eksistensinya furu’, karena akan menjadi dasar seorang
fakih dalam menetapkan hukum. Posisinya seperti al-Qur’an terhadap sunah dan
nash al-Qur’an lebih kuat dari zahirnya. Ushul sebagai pembuka furu’.
Posisinyaseperti anak terhadap ayah, buah terhadap pohon, dan tanaman terhadap
benih.
e.

Qawaid fiqhiyyah sama dengan ushul fiqih dari satu sisi dan berbeda

dari sisi yang lain. Adapun persamaannya yaitu keduannya sama-sama
mempunyai kaidah yang mencakuip berbagai juz’i, sedangkan perbedaannya yaitu
kaidah ushul adalah masalah-masalah yang dicakup oleh bermacam-macam dalil
tafshily yang dapat mengeluarkan hukum syara’. Kalau kaidah fiqih adalah
masalah-masalah yang mengandung hukumhukum fiqih saja. Mujtahid dapat
sampai kepadanya dengan berpegang kepada masalah-masalah yang dijelaskan
ushul fiqih. Kemudidan bila seorang fakih mengapllikasikan hukum-hukum
tersebut terhadap hukum-hukum farsial, maka itu bukanlah kaidah, namun, bila ia
menyebutkan hukum-hukum tersebut dengan qaidah-qaidah kuliyyah (peristiwaperistiwa universal)yang dibawahanya terdapat berbagai hukum juz’i maka itu
disebut kaidah. Qawaid kuliyyah dan hukum-hukum juz’i benar-benar masuk
dalam madlul (kajian) fikih, keduanya menunggu kajian mujtahid terhadap ushul
fiqih yang membangunnya.9

F. HUBUNGAN QAWAID FIQHIYAH DENGAN FIQH, USHUL FIQH
Qawaid Fiqhiyah, fiqh, ushul fiqh dan qawaid fiqhiyah tidak dapat
dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Keempat ilmu tersebut saling terkait
dengan perkembangan fiqih, karena pada dasarnya yang menjadi pokok
pembicaraan adalah fiqih.
Qawaid fiqhiyah, ushul fiqih dan qawaid ushuliyah adalah ilmu-ilmu yang
berbicara tentang fiqih. Dengan demikian kajian qawaid fiqhiyah, ushul fiqih dan
qawaid usuliyah tersebut adalah fiqih.
Menurut al-Baidhawy (w.685) dari kalangan ulama syafiiyyah, ushul fiqih adalah
:
9 . Ade Dedi Rohayana, Ilmu Qawa’id Fiqhiyyah ...., h. 31,32.

9

‫ﻣﻌﺮﻓﺔ دﻻ ﺋﻞ اﻟﻔﻘﮫ اﺟﻤﺎﻻ وﻛﯿﻔﯿﺔ اﻟﺴﺘﻔﺎدة ﻣﻨﮭﺎ وﺣﺎل اﻟﻤﺴﺘﻔﯿﺪ‬
“pengetahuan

secara

penggunaannya,

global

dan

tentang

keadaan

dalil-dalil

(syarat-syarat)

fiqih,
orang

metode
yang

menggunakannya.”
Definisi ini menekankan tiga objek kajian ushul fiqih, yaitu :
1. Dalil (sumber hukum)
2. Metode penggunaan dalil, sumber hukum, atau metode penggalian
hukum dari sumbernya.
3. Syarat-syarat orang yang berkompeten dalam menggali (mengistinbath)
hukum dan sumbernya.
Dengan demikian, ushul fiqih adalah sebuah ilmu yang mengkaji dalil atau
sumber hukum dan metode penggalian (istinbath) hukum dari dalil atau
sumbernya. Metode penggalian hukum dari sumbernya tersebut harus ditempuh
oleh orang yang berkompeten. Hukum yang digali dari dalil/sumber hukum itulah
yang kemudian dikenal dengan nama fiqih. Jadi fiqih adalah produk operasional
ushul fiqih. Sebuah hukum fiqih tidak dapat dikeluarkan dari dalil/sumbernya
(nash al-Qur’an dab sunah) tanpa melalui ushul fiqih. Ini sejalan dengan
pengertian harfiah ushul fiqih, yaitu dasar-dasar (landasan) fiqih.
Misalnya hukum wajib sholat dan zakat yang digali (istyinbath) dari ayat
Al-Qur’an surat al-Baqarah (2) ayat 43 yang berbunyi
....... ‫واﻗﯿﻤﻮا اﻟﺼﻼة وءاﺗﻮااﻟﺰﻛﻮة‬
“dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat ...”

Firman Allah diatas berbentuk perintah yang menurut ilmu ushul fiqih,
perintah pada asalnya menunjukan wajib selama tidak ada dalil yang merubah
ketentuan tersebut
( ‫)اﻻﺻﻞ ﻓﻰ اﻻﻣﺮ ﻟﻠﻮﺟﻮب‬.
Disamping itu qawaid fiqhiyah dapat dijadikan sebagai kerangka acuan
dalam mengetahui hukum perbuatan seorang mukalaf. Ini karena dalam
menjalanklan hukum fiqih kadang-kadang mengalami kendala-kendala. Misalnya

10

kewajiban shalat lima waktu yang harus dikerjakan tepat pada waktunya.
Kemudian seorang mukalaf dalam menjalankan kewajibannya mendapat
halangan, misalnya ia diancam bunuh jika mengerjakan shalat tepat pada
waktunya. Dalam kasusu seperti ini, mualaf tersebut boleh menunda sholat dari
waktunya karena jiwanya terancam. Hukum boleh ini dapat ditetapkan lewat
pendekatan qawaid fiqhiyah, yaitu dengan menggunakan qaidah :”‫“اﻟﻀﺮار ﯾﺰال‬
bahaya wajid dihilangkan. Ini adalah salah satu perbedaan antara qawaid
ushuliyah dengan qawaid fiqhiyah. Qawaid ushuliyah menkaji dalil hukum (nash
al-Qur’an dan sunah) dan hukum syarak, sedangkan qawaid fiqhiyah mengkaji
perbuatan mukalaf dan hukum syarak.
Demikianlah hubungan antara fiqih, qawaid fiqhiyah, ushul fiqih dan.
Hukum syarak (fiqih) adalah hukum yang diistinbath dari nash al-Qur’an dan
sunnah melalui pendekatan ushul fiqih yang diantaranya menggunakan qawaid
ushuliyah. Hukum syarak (fiqih) yang telah diistinbath tersebut diikat oleh qawaid
fiqhiyah, dengan maksud supaya lebih mudah difahami dan identfikasi.10

G. MANFAAT QAWAID FIQHIYAH
Manfat mempelajari qawaid fiqhiyah itu adalah untuk mendapatkan
manfaat dari ilmu qawaid fiqhiyah itu sendiri, manfaat qawaid fiqhiyah ialah:
1. Dengan mempelajari kaidah-kidah fiqh kita akan mengetahui prinsipprinsip umum fiqh dan akan mengetahui pokok masalah yang
mewarnai fiqh dan kemudian menjadi titik temu dari masalah-masalah
fiqh.
2. Dengan memperhatikan kaidah-kaidah fiqh akan lebih mudah
menetapkan hukum bagi masalah-masalah yang dihadapi.
3.

Dengan mempelajari kaidah fiqh akan lebih arif dalam menerapkan
materi-materi dalam waktu dan tempat yang berbeda, untuk keadaan
dan adat yang berbeda.

4. Meskipun kaidah-kaidah fiqh merupakan teori-teori fiqh yang
10. Syarif Hidayatullah, Qawa’id Fiqhiyyah dan Penerapannya dalam Transaksi
Keuangan Syari’ah Kontemporer (Mu’amalat, Maliyyah islamiyyah, mu’ashirah), hal. 32-35.

11

diciptakan oleh Ulama, pada dasarnya kaidah fiqh yang sudah mapan
sebenarnya mengikuti al-Qur’an dan al-Sunnah, meskipun dengan
cara yang tidak langsung.
5. Mempermudah dalam menguasai materi hukum.
6. Kaidah membantu menjaga dan menguasai persoalan-persoalan yang
banyak diperdebatkan.
7. Mendidik orang yang berbakat fiqh dalam melakukan analogi (ilhaq)
dan takhrij untuk memahami permasalahan-permasalahan baru.
8. Mempermudah

orang

yang

berbakat

fiqh

dalam

mengikuti

(memahami) bagian-bagian hukum dengan mengeluarkannya dari
tempatnya.11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan beberapa kesimpulan :
1. Qawaid Fiqhiyyah merupakan alat untuk memutuskan perkara-perkara
yang belum terdapat nashnya baik dalam al-qur’an maupun hadist,
termasuk pada ibarat nash yang masih umum atau lafadh ammiyah. qawaid
fiqhiyyah merupakan wasilah, jembatan penghubung, antara dalil dan
hukum.
2. Salah satu

dasar penggunaan qawaid fiqhiyyah sebagai dalil untuk

memutuskan persoalan syariat terdapat dalam al-qur’an pada firman Allah
SWTdalam surat al-a’raf ayat 199.
3. Urgensi penggunaan qawaid fiqhiyyah dalam persoalan fiqh mencakupi
seluruh hukum yang berhubungan dengan af’al mukallaf. Baik dalam fiqh
ibadat, muamalat, munakahat maupun jinayat.
4. Kedudukan Qawaid Fiqhiyyah dalam ifta dan qadha terdapat pada
istimbath hukum yang masih umum lafazd.

11 . H. Asnin Syafiuddin, Lc. MA http://www.slideshare.net/asnin_syafiuddin/01-02pendahuluan diposting pada tanggal 18 Oktober 2013

12

B. Saran-Saran.
Penulis menyadari bahwa jurnal ini masih banyak kekurangan dan
jauh sekali dari kesempurnaan, oleh sebab itu saran dan kritikan yang
bersifat membangun dari kawan-kawan sangat penulis harapkan. Semoga
beranfaat Amin yarabbal Alamin.

SEKIAN
DAN TERIMA KASIH

DAFTAR PUSTAKA

Ali Ahmad Al-Nadhawy, Al-Qawaid Fiqhiyyah, Cet. VI. (Dar Al-Basyar, Jedah
t.t).
Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqih. Amzah : Jakarta.
Ade Dedi Rohayana, Ilmu Qawa’id Fiqhiyyah, (Jakarta: GayaMedia
Pratama, 2008).
Ahmad Muhammad Asy-Syafii, ushul fiqh al-Islami, iskandariyah
muassasah tsaqofah al-

Jamiiyah .1983.

Ali Ahmad al Nadawy, al Qawi’id al Fiqhiyyah, (Dmasascus; Dar al
Qalam, 1994).
Asjmuni A. Rahman, Qaidah-Qaidah Fiqh, Jakarta. Bulan bintang. 1976.
Hasbi as-siddiqy, Pengantar Hukum Islam, Jakarta bulan bintang 1975.
http://www.slideshare.net/asnin_syafiuddin/01-02-pendahuluan oleh H. Asnin
Syafiuddin, Lc. MA diposting pada tanggal 10 september 2012.
Syarif Hidayatullah, Qawa’id Fiqhiyyah dan Penerapannya dalam
Transaksi Keuangan Syari’ah Kontemporer (Mu’amalat, Maliyyah islamiyyah,
mu’ashirah), (Depok, Gramata Publishing).

13

14