Pemberian Fasilitas Hak Atas Tanah Dalam
DAFTAR ISI
I.
PENDAHULUAN..............................................................................................2
A. Latar Belakang Masalah..............................................................................2
B. Pengantar Tentang Investasi........................................................................5
C. Hak Atas Tanah..........................................................................................11
II. PEMBAHASAN..............................................................................................20
A. Penanaman Modal Dalam Negri................................................................20
B. Penanaman Modal Asing............................................................................22
C. Bidang Usaha Yang Terbuka Untuk Penanaman Modal Asing...................24
D. Pemberian Fasilitas Hak Atas Tanah Dalam Rangka Penanaman Modal
Asing..........................................................................................................25
III. PENUTUP......................................................................................................28
Pemberian Fasilitas Hak Atas Tanah Dalam
Rangka Penanaman Modal Asing di Indonesia
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia telah memproklamirkan kemerdekaanya sejak
tanggal 17 Agustus 1945 dan telah melalui 70 tahun masa
kemerdekaan. Kemerdekaan Indonesia tentunya bertujuan untuk
melepaskandiri dari ketergantungan pada bangsa lain, yang mana
telah menguasai, memeras dan menguras bangsa Indonesia beserta
segala kekayaan alam yang seharusnya menjadi hak bangsa dan
tumpah darah Indonesia. Selain itu cita-cita yang ingin dicapai dari
kemerdekaan tentu adalah kebebasan untk hidup mandiri dan
membangun masyarakat adil makmur.1
Untuk mewujudkan semua itu tentunya Indonesia mesti
melakukan pengembangan ekonomi dan pembangunan. Upaya
pembangunan ini tentunya memerlukan modal atau investasi yang
besar. Kegiatan penanaman Modal di Indonesia telah dimulai sejak
1967, yaitu sejak keluarnya Undang-Undang Nomor 1 tahun 1967
tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Udang Nomor 6 Tahun
1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negri. Dengan adanya kedua
instrumen hukum ini, diharakan agar investor, baik ivestor asing
maupun investor domestik untuk dapat menanamkan modalnya di
Indonesia.2
1
2
Dhaniswara K. Harjono, Hukum Penanaman Modal, Rajawali Pers, Jakarta, 2007,
hlm. 1
Salim H.S. dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, Rajawali Pers,
Jakarta, 2008, hlm. 1
Pada kenyataannya jumlah investor mangalami kenaikan pada zaman
orde baru dan mengalami penurunan pada masa reformasi. Hal ini
disebabkan adanya stabilitas politik, ekonomi, keamanan dan
pertahanan, sosial dan kemasyarakatan, semua dalam keadaan aman
terkendali sehingga para investor mendapat perlindungan dan
jaminan keamanan dalam berusaha di Indonesia.
Sementara itu jumlah investasi khususnya investor asing ke
Indonesia, mengalami penurunan sejak era reformasi. Ada dua
hambatan atau kendala yang dihadapi dalam menggerakkan
investasi di Indonesia, sebagaimana di investarisasi oleh BKPM,
yakni hambatan internal dan eksternal. Hambatan internal antara
lain kesulitan mendapatkan lahan dan proyek yang sesuai; kesulitan
memperoleh bahan baku; kesulitan dana dan pembiayaan; kesulitan
pemasaran; dan adanya sengketa dan perselisihan diantara
pemegang saham. Pada sisi eksternal, kendala yang meliputi antara
lain, faktor lingkungan bisnis yang tidak mendukung dan insentif
atau fasilitas investasi yang diberikan oleh pemerintah kurang
menarik; permasalahan hukum; keamanan, stabilitas politik;
keberadaan perturan daerah, keputusan menteri dan undang-undang
yang turut mendistorsi kegiatan penanaman modal di Indonesia;
adanya ketidakpastian dalam pemanfaatan hutan bagi industri
pertambangan, dan lain sebagainya.3
Untuk meningkatkan jumlah investasi yang ditanamkan oleh
investor di Indonesia, diperlukan adanya perubahan yang radikal.
Salah satu yang perlu dilakukan perubahan yakni terhadap UndangUndang nomor 1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing dan
undnag-undang nomor 6 tahun 1968 tentang penanaman modal
dalam negri. Pada tahun 2006 pemerintah telah mengajukan
rancangan undang-undang tentang penanaman modal, dan pada
tanggal 29 maret 2007, RUU itu telah disahkan oleh DPR RI, dengan
3
Ibid, hlm. 4
ditetapkannya Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang
penanaman modal. Dalam undang-undang ini telah diatur tentang
fasilitas atau kemudahan yang diberikan bagi investor yang mau
menanamkan modalnya di Indonesia, yang mana meliputi :
1) Fasilitas PPh melalui pengurangan penghasilan neto
2) Pembebasan atau keringanan bea masuk impr barang modal
yang belum bisa diproduksi dalam negri
3) Pembebasan bea masuk bahan baku atau penolong untuk
keperluan produksi tertentu.
4) Pembebasan atau penangguhan pajak penghasilan (PPn) atas
impor barang modal
5) Penyusutan atau amortisasi yang dipercepat
6) Keringanan pajak bumi dan bangunan (PBB)
7) Pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan
8) Fasilitas hak atas tanah
9) Fasilitas pelayanan keimigrasian
10) Fasilitas perizinan impor
Dari sekian banyak kemudahan dapat dilihat salah satu poinnya
ialah pemberian fasilitas hak atas tanah, dan bentuk-bentuk hak atas
tanah tersebut, sesuai ketentuan pasal 16 Undang-Undang nomor 5
tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yakni
meliputi :
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
Hak
Hak
Hak
Hak
Hak
Hak
Hak
Milik
Guna Usaha
Guna Bangunan
Pakai
Sewa
Membuka Tanah
Memungut Hasil Hutan
Hak-hak selain diatas yang akan ditetapkan dengan UndangUndang, serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagaimana
dalam pasal 53 Undang-Undang Pokok Agraria
Pada bagian selanjutnya penulis akan membahas mengenai
bentuk-bentuk Hak Atas Tanah yang diberikan bagi penanaman
modal di Indonesia, dan aplikasi pemberian Hak Atas Tanah tersebut
dalam rangka penanaman modal asing di Indonesia.
B.
Pengantar Tentang Investasi
1. Istilah dan Pengertian Investasi
Jika dilihat dari segi terminologinya, Investasi berasal dari
kata invest yang berarti menanam atau menginvestasikan uang
atau modal.4 Istilah investsi atau penanaman modal merupakan
isilah yang dikenal dalam kegiatan bisnis sehari-hari maupun
dalam bahasa perundang-undangan. Istilah investasi merupakan
istilah populer dalam dunia usaha sedangkan istilah penanaman
modal lazim digunakan dalam dalam perundang-undangan. Namun
pada dasarnya kedua istilah tersebut mempunyai pengertian yang
sama sehingga kadangkala digunakan secara interchangeable.5
Investasi memiliki pengrtian yang lebih luas karena dapat
mencakup baik investasi langsung, (direct investment) maupun
investasi tidak langsung (indirect investment/portfolio), sedangkan
penanaman modal lebih memiliki konotasi pada investasi
langsung.6
Menurut Salim H.S. dan Budi Sutrisno, istilah investasi
berasal dari kata investire yang artinya memakai, sedangkan
dalam bahasa ingris disebut investment.7 Fitzgeral mangartikan
investasi adalah aktivitas yang berkaitan dengan usaha penarikan
sumber-sumber (dana) yang dipakai untuk mengadakan barang
modal pada saat sekarang, dan dengan barang modal akan
dihasilkan aliran produk baru dimasa yang akan datang.8
Definisi lain tentan investasi dikemukakan Kamaruddin
Ahmad. Ia mengartikan investasi adalah kegiatan atau tindakan
menempatkan uang atau dana denagn harapan memperoleh
4
5
6
7
8
Hasan Shadily dalam Ana Rokhmatussa’dyah dan Suratman, Hukum Investasi dan
Pasar Modal,
Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm. 3
Ida Bagus Rachmadi Supancana, dalam Ibid.
Dhaniswara K. Harjono dalam Ibid.
Salim H.S. dan Budi Sutrisno, Op. Cit. hlm. 31
Fitzgeral dalam Murdifin Haming dan Salim Basalamah, dalam Ibid.
tambahan nilai atau keuntungan tertentu atas uang atau dana
tersebut. dalam definisi ini investasi difokuskan pada penempatan
uang atau dana. Tujuannya adalah untuk memperoleh keuntungan.
Hal ini erat kaitannya dengan penanaman investasi dibidang Pasar
Modal.9
Dengan adanya berbagai definisi diatas masih belum
menghasilkan suatu definisi yang menyeluruh dan umum, untuk
itu salim H.S. dan Budi Sutrisno menyimpulkan bahwa investasi
sebagai bentuk penanaman modal yang dilakukan investor, baik
investor asing maupun domestik dalam berbagai bidang usaha
yang terbuka untuk investasi, dengan tujuan untuk memperoleh
keuntungan.
Selain pengertian menurut para ahli diatas, Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, pada pasal 1
angka 1, juga merumuskan pengertian dari penanaman modal,
yakni segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam
modal dalam negri maupun penanam modal asing untuk
melakukan usaha di wilayah Republik Indonesia. Selanjutnya
dalam pasal 1 angka 2 disebutkan bahwa, yang dimaksud dengan
penanaman modal dalam negri ialah kegiatan menanam modal
untuk melakukan usaha di wilayah Republik Indonesia yang
digunakan oleh penanam modal dalam negri dengan menggunakan
modal dalam negri. Berikutnya dalam angka 3 disebutkan bahwa
yang dimaksud dengan penanaman modal asing yakni kegiatan
menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara
Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing,
baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya, maupun yang
berpatungan dengan penanam modal dalam negri.
Jadi secara umum investasi atau penanaman modal dapat
diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan baik oleh orang
9
Kamaruddin Ahmad dalam Ibid, hlm. 31-32
pribadi (natural person) maupun badan hukum (juridical person)
dalam upaya untuk meningkatkan dan/atau mempertahankan nilai
modalnya, baik yang berbentuk uang tunai (cash money),
peralatan (equipment), aset tidak bergerak, hak atas kekayaan
intelektual, maupun keahlian.10
Dari beberapa pengertian diatas, dapat ditarik unsur-unsur
terpenting dari kegiatan investasi atau penanaman modal, yaitu :
1) Adanya motif untuk meningkatkan atau setidaknyatidaknya mempertahankan nilai modalnya
2) Bahwa ‘modal’ tersebut tidak hanya mencakup hal-hal
yang bersifat kasat mata dan dapat diraba (tangible),
tetapi juga mencakup sesuatu yang bersifat tidak kasat
mata dan tidak dapat diraba (intangible). Tidak dapat
diraba ini misalnya keahlian, pengetahuan jaringan, dan
sebagainya yang dalam berbagai kontrak kerja sama (joint
venture agreement) biasanya disebut valueable services.11
2. Jenis dan Bentuk Penanaman Modal
Ada dasarnya investasi dapat digolongkan berdasarkan aset,
pengaruh ekonomi, sumber dananya, dan bentuk cara
penanamannya. Kesemuanya akan dijabarkan sebagai berikut :
a) Investasi berdasarkan asetnya
Investasi berdasarkan asetnya dibagi dua jenis12 :
1) Real asset investment, merupakan investasi yang
berwujud, seperti gedung-gedung, kendaraan dan
sebagainya.
2) Financial asset investment, merupakan investasi berupa
dokumen (surat-surat) klaim tidak langsung penegangnya
terhadap aktivitas riil pihak yang menerbitkan sekuritas
tersebut.
10
11
12
Ibid.
Ida Bagus Rachmadi Supancana, dalam Ibid, hlm. 4
Kamaruddin ahmad dalam Salim H.S. dan Budi Sutrisno, Op. Cit. hm. 37
Dalam hal ini, jika dilihat dari segi likuiditas, umumnya
real asset kurang likuid daripada aset keuangan/financial
asset. Hal ini disebabkan oleh sifat heterogennya dan
khusus kegunaannya.
b) Invetasi berdasarkan pengaruhnya
Investasi menurut pengaruhnya merupakan investasi yang
didasarkan pada faktor-faktor yang mempengaruhiatau tidak
berpengaruh dari kegiatan investasi. Investasi berdasarkan
pengaruhnya dibagi menjadi 2 macam, yaitu sebagai berikut13 :
1) Investasi autonomus (berdiri sendiri) merupakan investasi
yang tidak dipengaruhi tingkat pendapatan, bersifat
spekulatif, misalnya pembelian surat-surat berharga
2) Investasi induced (mempengaruhi-menyebabkan)
merupakan investasi yang dipengaruhi kenaikan
permintaan akan barang dan jasa serta tingkat
pendapatan. Misalnya penghasilan transitori, yakni
penghasilan yang didapat selain dari bekerja, seperti
bunga dan sebagainya. Teori ini dikembangkan oleh Milton
Friedman
c) Investasi berdasarkan sumber pembiayaannya
Menurut Undang-Undang Nomor 1 tahun 1967 tentang PMA
dan Undang-Undang nomor 11 tahun 1968tentang PMDN,
investasi berdasarkan sumbernya merupakan investasi yang
didasarkan pada asal-usul investasi itu diperoleh. Investasi
jenis ini dibagi menjadi 2 amcam, yaitu :
1) Investasi yang bersumber dari modal asing (PMA), yang
mana sumber pebiayaanya berasal dari luar negri;
2) Investasi yang bersumber dari modal dalam negri (PMDN),
investasi ini sumbermodalnya berasal dari pembiayaan
dalam negri.
d) Investasi berdasarkan bentuknya
13
Ensiklopedia Indonesia dalam Ibid.
Berdasarkan bentuknya/cara menanamkan modalnya, investasi
dibagi menjadi 2 macam14 :
1) Investasi portofolio, investasi ini dilakukan melalui pasar
modal dan pasar uang dengan instrumen surat berharga,
seperti saham dan obligasi. Penanaman modal ini bersifat
jangka pendek karena pada umumnya mereka melakukan
jual-beli saham dan/atau mata uang dalam jangka waktu
yang relatif singkat, tergantung pada fluktuasi nilai saham
dan/atau mata uang yang hendak mereka perjualbelikan.15
2) Investasi langsung, investasi langsung merupakan
investasi dengan jalan membangun, membeli total, atau
mengakuisisi perusahaan. Kegiatan penanaman modal
secara langsung ini cendrung adanya keterlibatan
langsung dari pemilik modal dalam kegiatan pengelolaan
modal. Penanaman modal ini dapat dilakukan dengan
mendirikan perusahaan patungan (joint venture company)
dengan mitra lokal, dengan melakukan kerjasama operasi
(joint operation scheme) tanpa membentuk perusahaan
baru, dengan mengkonversikan pinjaman menjadi
penyertaan mayoritas dalam perusahaan lokal, dengan
memberikan bantuan teknis dan manajerial (technical and
management assistance), dengan memberikan lisensi dan
lain-lain.16
3. Pengaturan Tentang Penanaman Modal Di Indonesia
Investasi diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007
tentang Penanaman Modal, yang mana dalam ketentuan penutup,
pasal 38 menyatakan mencabut :
14
15
16
Pandji Anoraga dalam Ibid, hlm. 38
Ana Rokhmatussa’dyah dan Suratman, Op. Cit. hlm. 5
Ibid, hlm. 4
1) Undang-Undang No. 1 tahun 1967 tentang penanaman
modal asing sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang No. 11 tahun 1970;
2) Undang-Undang No. 6 tahun 1968 tentang penanaman
modal dalam negri sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang no. 12 tahun 1970
Namun dalam ketentuan peralihan, pasal 37 ayat (1)
menyatakan bahwa segala ketentuan peraturan perundangundangan yang merupakan pepraturan pelaksanaan dari UndangUndang Nomor 1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 11 tahun
1970 jo. Undang-Undang No. 6 tahun 1968 tentang penanaman
modal dalam negri sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang no. 12 tahun 1970 masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dan belum diatur dengan peraturan pelaksanaan
yang baru berdasarkan Undang-Undang No. 25 tahun 2007
tersebut. Peraturan pelaksanaan tersebut antara lain :
1) Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 1992 tentang
persyaratan pemilikan saham dalam perusahaan
penanaman modal asing
2) Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 1994 tentang
pemilikan saham dalam perusahaan yang didirikan dalam
rangka penanaman modal dalam negri
3) Keputusan Presiden nomor 115 tahun 1998 tentang
perubahan atas keputusan presiden nomor 97 tahun 1993
tentang tata cara penanaman modal
4) Keputusan presiden nomor 96 tahun 2000 tentang idang
usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka
dengan persyaratan tertentu bagi penanam modal
5) Keputusan presiden nomor 118 tahun 2000 tentang
perubahan keputusan presiden nomor 96 tahun 2000
tentang bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha
yang terbuka dengan persyaratan tertentu bagi penanam
modal
6) Keputusan mentri negara investasi/ kepala BKPM Nomor
38/SK/1999 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan
Penanaman Modal yang Didirikan dalam Rangka
Penanaman Modal Dalam Negri dan Penanaman Modal
Asing
7) Keputusn kepala BKPM Nomor 57/SK/2004 tentang
Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal
yang Didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Dalam
Negri dan Penanaman Modal Asing
8) Dan lain sebagainya
C.
Hak Atas Tanah
1. Hak Menguasai Negara Atas Tanah
Konsepsi mengenai hak-hak kebendaan dalam KUH Perdata
tentunya sangat berbeda dengan hak-hak kebendaan dalam
Undang-Undang Pokok Agraria. Dalam KUH Perdata seluruh tanah
adalah milik dan kepunyaan negara terkecuali ada yang bisa
membuktikan bahwa itu adalah miliknya. Sedangkan dalam konsep
Undang-Undang Pokok Agraria tanah diseluruh wilayah Indonesia
bukanlah milik Negara Republik Indonesia melainkan adalah milik
seluruh bangsa Indonesia (Pasal 1 ayat (2) UUPA) dan pada
tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara Republik Indonesia,
sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat (Pasal 2 ayat (1)
Undang-Undang Pokok Agraria). Lengkapnya redaksi Pasal 2 Ayat
(1) UUPA berbunyi sebagai berikut :
“Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-Undang
Dasar Tahun 1945, dan hal-hal sebagaimana yang dimaksud dalam
pasal 1, bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam
yang terkandung didalamnya pada tingkatan tertinggi dikuasai
oleh negara sebaga organisasi kekuasaan seluruh rakyat.”
Selanjutnya dalam Pasal 2 Ayat (2) UUPA, terdapat wewenang hak
menguasai yang dikuasakan oleh bangsa kepada negara yang
dijabarkan sebagai berikut17 :
a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,
persediaan, dan pemeliharaan tanah. Termasuk dalam
wewenang ini adalah :
1) Membuat suatu rencana umum mengenai persediaan,
peruntukkan dan penggunaan tanah untuk berbagai
keperluan (Pasal 14 UUPA jo. Undang-Undang No. 24 tahun
1992 tentang penataan ruang yang dinyatakan tidak
17
Urip Santoso, Hukum Agraria (Kajian Komprehensif), Kencana, Jakarta, 2012, hlm.
79
berlaku lagi oleh undang-undang No. 2 tahun 2007 tentang
Penataan Ruang)
2) Mewajibkan kepada pemegang hak atas tanah untuk
memelihara tanah, termasuk menambah kesuburan dan
mencegah kerusakannya (Pasal 15 UUPA)
3) Mewajibkan kepada pemegang hak atas tanah (pertanian)
untuk mengerjakan dan mengusahakan tanahnya sendiri
secara aktif dengan mencegah cara-cara pemerasan (Pasal
10 UUPA)
b. Menentukan dan mengatur hubungan –hubungan hukum
antara orang-orang dengan tanah. Termasuk dalam wewenang
ini adalah :
1) Menetukan hak-hak atas tanah yang diberikan kepada
warga negara Indonesia baik sendiri-sendiri maupun
bersama-sama dengan orang lain, atau kepada badan
hukum. Demikian juga hak atas tanah yang dapat diberikan
kepada warga negara asing (Pasal 16 UUPA)
2) Menetapkan dan mengatur mengenai pembatasan juamlah
bidang luas tanah yang dapat dimiliki atau dikuasai oleh
seseorang atau badan hukum (Pasal 7 jo. Pasal 17 UUPA)
c. Menetapkan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai
tanah. Termasuk dalam wewenang ini adalah :
1) Mengatur pelaksanaan pendaftaran tanah diseluruh
wilayah Republik Indonesia (Pasal 19 UUPA jo. PP No. 24
tahun 1997 tentang Pendaftatan Tanah)
2) Mengatur pelaksanaan peralihan hak atas tanah
3) Mengatur penyelesaian sengketa-sengketa pertanahan baik
yang bersifat perdata maupun tata usaha negara, dengan
mengutamakan cara musyawarah untuk mencapai
kesepakatan
Hak menguasai negara atas tanah bersumber pada hak bangsa
Indonesia atas tanah, yang hakikatnya merupakan pemberian
kuasa pada negara untuk mengatur peruntukan tanah yang
merupakan hak milik bangsa Indonesia secara kolektif. Tugas
mengelola seluruh tanah tidak mungkin dilaksanakan sendiri oleh
seluruh bangsa Indonesia. Sebagai konsekuensi dari hak
menguasai oleh negara (HMN), maka negara diberi kewenangan
dan kekuasaan yang besar dan luas untuk mengatur alokasi atas
sumber-sumber agraria. Keberadaan dan kelangsungan hak-hak
atas sumber-sunber agraria menjadi sangat tergantung dengan
politik hukum dan kepentingan negara.18
Menurut Oloan Sitorus dan Nomadyawati, kewenangan negara
dalam bidang pertanahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (2) UUPA diatas merupakan sebuah pelimpahan wewenang
dari bangsa Indonesia selaku pemilik kepada negara selaku
pengelola untuk mengatur penguasaaan dan memimpin
penggunaan tanah bersama yang merupakan kekayaan nasional.19
Pelaksanaan hak menguasai negara atas tanah tersebut dapat
dikuasakan atau dilimpahkan pada daerah-daerah swantara
(pemerintah daerah) dan masyarakat hukum adat, sekedar
diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional
menurut ketentuan-ketentuan peraturan pemerintah (Pasal 2 ayat
(4) UUPA). Pelimpahan pelaksanaan sebagian kewenangan negara
tersebut dapat juga diberikan kepada badan otorita, perusahaan
negara, dan perusahaan daerah dengan pemberian penguasaan
tanah-tanah tertentu dengan hak pengelolaan (HPL).20
Menurut Boedi Harsono, pengaturan hak penguasaan atas tanah
dalam hukum tanah, dibagi menjadi 2 bentuk21 :
a) Hak Penguasaan Atas Tanah Sebagai Lembaga Hukum
Penguasaan atas tanah ini terjadi sebelum adanya hubungan
yang konkret antara tanah sebagai objek dan orang atau badan
18
Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Bayumedia
Publishing, Malang, 2007, hlm. 5
19 Oloan Sitorus dan Nomadyawati dalam Urip Santoso, Op. Cit., hlm. 80
20 Ibid, hlm. 81
21 Boedi Harsono dalam Ibid, hlm. 76
hukum tertentu sebagai pemegang haknya. Ketentuanketentuan dalam penguasaan atas tanah ini adalah sebagai
berikut :
1) Memberi nama pada hak penguasaan yang bersangkutan
2) Menetapkan isinya, yaitu mengatur apa saja yang boleh,
wajib dan dilarang untuk diperbuat oleh pemegang haknya
serta jangka waktu peguasaannya.
3) Mengatur hal-hal mengenai subjeknya, siapa yang boleh
menajdi pemegang haknya dan syarat-syarat bagi
penguasaannya
4) Mengatur hal-hal mengenai tanahnya
b) Hak Penguasaan Atas Tanah Sebagai Hubungan Hukum Yang
Konkret
Penguasaan atas tanah ini terjadi setelah ada hubungan hukum
yang onkret antara tanah sebagai objek dan orang atau bada
hukum tertentu sebagai subjek atau pemegang haknya.
Ketentuan-ketentuan dalam penguasaan atas tanah ini adalah
sebagai berikut :
1) Mengatur hal-hal mengenai penciptaaannya menjadi suatu
hubungan hukum yang konkret dengan nama atau sebutan
hak penguasaan atas tanah tertentu
2) Mengatur hal-hal mengenai pembebanannya dengan hakhak lain
3) Mengatur hal-hal mengenai pemindahannya kepada pihak
lain
4) Mengatur hal-hal mengenai hapusnya
5) Mengatur hal-hal mengenai pembuktiannya
Pengertian “penguasaan” dapat juga dipakai dalam arti fisik, juga
dapat dalam arti yuridis. Dapat pula dalam beraspek privat dan
beraspek publik. Penguasaan dalam arti yuridis adalah
penguasaan yang dilandasi hak, yang dilindungi oleh hukum dan
pada umumnya memberi kewenangan kepada pemegang hak
untuk menguasai secara fisik tanah yang dihaki, sementara itu ada
juga aspek privat dimana meskipun secara yuridis, ia memiliki
kewenangan atas tanah yang ia haki, namun ia tidak mengasai
secara fisik tanah tersebut dan memberikan penguasaanya keada
pihak lain, dikarenakan suatu perjanjian. Sedangkan dari aspek
publik merupakan penguasaan negara sebagaimana diatur dalam
Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan pasal 2 UUPA. Secara hirarki hak
peguasaan atas tanah dalam UUPA dan Hukum Tanah Nasional
adalah sebagai berikut22 :
a)
b)
c)
d)
Hak bangsa Indonesia atas tanah
Hak menguasai negara atas tanah
Hak ulayat masyarakat Hukum Adat
Hak perseorangan atas tanah, meliputi :
1) hak-hak atas tanah
2) wakaf tanah hak milik
3) hak tanggungan
4) hak milik atas satuan rumah susun
Hak perseorangan atas tanah yang diberikan kepada subjek hak,
memberikan suatu kewenangan untuk menikmati, memungut
hasil, mempergunakan tanah tersebut, tubuh buminya, airnya
serta ruang angkasanya, namun hanya sekedar yang diperlukan
dalam konteks kepentingan lansung yang berhubungan dengan
penggunaan tanah tersebut, dan tentunya hal ini tetap dibatasi
oleh Undang-Undang Pokok Agraria dan instrumen hukum lainnya.
Salah satu bentuk pembatasan yang dilakukan oleh UndangUndang Pokok Agraria tercermin dalam Pasal 6, yang mana
redaksi lengkap dari pasal tersebut adalah sebagai berikut,
“semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”. Disini dapat
disimpulkan bahwa seseorang tidak memiliki kewenangan mutlak
untuk mempergunakan hak atas tanah itu dengan sekehendak
hatinya, apalagi jika hal tersebut dapat merugikan orang lain.
Apabila kepentingan terhadap tanah lebih besar (kepentingan
umum dan kepentingan masyarakat luas), maka harus
diberlakukan fungsi sosial terhadap hak atas tanah tersebut,
22
Ibid, hlm. 77
dalam arti kepentingan individu harus dikorbankan demi
kepentingan umum.
Jadi prinsip kepemilikan tanah menurut UUPA disamping
menghormati hak-hak individual juga memerhatikan kepentingan
yang lebih luas. Dengan konsep Hak Menguasai negar aseperti
yang diatur dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA maka berdasarkan
ketentuan Pasal 18 UUPA negara mendapat legitimasi untuk
melakukan pencabutan hak atas tanah yang dimiliki oleh warga
masyarakat. Namun kepentingan individu juga diproteksi dengan
adanya ketentuan pemberian ganti rugi yang layak terhadap
individu yang telah mengorbankan hak atas tanahnya demi
kepentingan umum, kepentingan bersama rakyat, bangsa dan
negara, tentunya tetap dalam batasan, yakni penggantian yang
tata caranya diatur dengan Undang-Undang.23
2. Pengaturan dan Ruang Lingkup Hak Atas Tanah
Dengan bertolak dari konsep Hak Menguasai Negara (HMN),
sesuai ketentuan Pasal 4 ayat (1), negara memiliki kewenangan
untuk menetapkan jenis-jenis Hak Atas Tanah yang dapat
diberikan kepada dan dapat dipunyai oleh orang-orang, baik
sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badanbadan hukum, lengkapnya redaksi pasalnya adalah sebagai
berikut, “Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang
dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak
atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan
kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun
bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum.”24
Sesuai ketentuan pasal 16 Undang-Undang No. 5 tahun 1960,
jenis-jenis hak atas tanah antara lain :
a. Hak Milik, diatur dalam pasal 20 sampai pasal 27 UUPA.
Menurut Pasal 50 ayat (1) UUPA, ketentuan lebih lanjut
23
24
Achmad Rubaie, Op. Cit., hlm. 6
Urip Santoso Op. Cit., hlm. 89
mengenai Hak Milik diatur dengan Undang-Undang.
Undang-Undang yang diperintahkan disini sampai sekarang
belum terbentuk. Untuk itu diberlakukanlah Pasal 56 UUPA,
yaitu selama undang-undang tentang Hak Milik belum
terbentuk, maka yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan
Hukum Adat setempat dan peraturan-peraturan lainnya
sepanjang tidak bertentangan dengan UUPA.25
b. Hak Guna Usaha, diatur dalam pasal 28 sampai 34 UUPA.
Menurut pasal 50 ayat (2) UUPA, ketentuan lebih lanjut
mengenai HGU diatur dengan peraturan PerundangUndangan. Peraturan yang dimaksud disini adalah Peraturan
Pemerintah (PP) No. 40 tahun 1996 tentang HGU, HGB, dan
Hak Pakai atas tanah, secara khusus diatur dalam Pasal 2
sampai dengan Pasal 18.
c. Hak Guna Bangunan, diatur dalam pasal 35 sampai 40
UUPA. Menurut Pasal 50 ayat (2) UUPA, ketentuan lebih
lanjut mengenai HGb diatur dengan peraturan perundangundangan. Peraturan perundang-undangan disini adalah
Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996, secara khusus
diatur dalam Pasal 19 sampai dengan Pasal 38.
d. Hak Pakai, diatur dalam pasal 41 sampai pasal 43 Undnag
Undang Pokok Agraria. Menurut Pasal 50 ayat (2) UUPA,
ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Pakai diatur dengan
peraturan perundang-undangan, yakni Peraturan Pemerintah
Nomor 40 tahun 1996, secara khusus diatur dalam Pasal 39
sampai dengan Pasal 58.
e. Hak Sewa Untuk Bangunan, diatur dalam Pasal 44 dan Pasal
45 UUPA. Menurut Pasal 50 ayat (2) UUPA, ketentuan lebih
lanjut mengenai Hak sewa Untuk Bangunan diatur dengan
perturan perundang-undangan. Peraturan perundang-
25
undangan yang diperintahkan disini sampai sekarang belum
terbentuk.
f. Hak atas tanah yang bersifat sementara, diatur dalam pasal
53 UUPA, yang mana menyatakan jenis-jenis hak atas tanah
yang bersifat sementara antara lain hak gadai (gadai tanah);
hak usaha bagi hasil (perjanjian bagi hasil); menumpang;
dan hak sewa tanah pertanian.hak-hak atas tanah ini diatur
dalam UUPA dan diberi sifat sementara, dalam waktu yang
singkat diusahakan akan dihapus dikarenakan mengandung
sifat-sifat pemerasan dan bertentangan dengan jiwa UUPA.
Namun pada kenyataannya sampai saat ini tidak dapat
dihapuskan dan yang dapat dilakukan hanyalah mengurangi
sifat-sifat pemerasan.
Selanjutanya berdasarkan ketentuan pasal 16 jo. Pasal 53 UUPA,
hak atas tanah dapat dibedakan menjadi26 :
a. Hak atas tanah yang bersifat tetap
Hak atas tanah ini akan tetap aada selama UUPA masih berlaku
atau belum dicabut dengan undnag-undang yang baru.
Jenis-jenis hak atas tanah ini adalah Hak Milik, Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Membuka Tanah,
Hak Sewa Untuk Bangunan, dan Hak Meungut Hasil Hutan
b. Hak atas tanah yang bersifat sementara
Hak atas tanah ini sifatnya sementara, dalam waktu yang
singkat akan dihapuskan dikarenakan mengandung sifat-sifat
pemerasan, mengandung sifat feodal, dan bertentangan
dengan jiwa UUPA.
Macam-macam hak atas tanah ini adalah Hak Gadai, (Gadai
Tanah), Hak Usaha Bagi Hasil (Perjanjian Bagi Hasil), Hak
Menumpang dan Hak Sewa Tanah Pertanian.
Pada hak atas tanah yang bersifat tetap diatas, sebenarnya Hak
Membuka Tanah dan Hak Memungut Hasil Hutan bukanlah hak
atas tanah dikarenakan keduanya tidak memberikan wewenang
kepada pemegang haknya untuk menggunakan tanah atau
26
Ibid, hlm. 90-91
mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya. Namun sekedar
menyesuaikan dengan sistematika Hukum Adat, maka kedua hak
tersebut dicantumkan juga kedalam hak atas tanah yang bersifat
tetap. Sebenarnya kedua hak tersebut merupakan
“pengejawantahan” dari hak ulayat masyarakat Hukum Adat.
Selain daripada pembedaan hak atas tanah diatas, hak atas tanah
juga dikelompokkan dari segi asal tanahnya, hak atas tanah
dibedakan menjadi dua kelompok27 :
a. Hak atas tanah yang bersifat primer
Hak atas tanah ini berasal dari tanah negara. Macam-macam
hak atas tanah ini adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak
Guna Bangunan atas tanah negara, Hak Pakai atas tanah
negara
b. Hak atas tanah yang bersifat sekunder
Hak atas tanah ini berasal dari hak atas tanah pihak lain.
Macam-macam hak atas tanah ini adalah Hak Guna Bangunan
atas tanah Hak Pengelolaan, Hak Guna Bangunan atas tanah
Hak Milik, Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan, Hak Pakai
atas tanah Hak Milik, Hak Sewa untuk Bangunan, Hak Gadai
(Gadai Tanah), Hak Usaha Bagi Hasil (Perjanjian Bagi Hasil),
Hak Menumpang, dan Hak Sewa Tanah Pertanian.
27
Ibid.
II.
PEMBAHASAN
A.
Penanaman Modal Dalam Negri
Penanaman modal dalam negri diatur dalam Undang-Undang
Nomor 6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negri.
Undang-Undang No. 6 tahun 1968 tersebut terdiri atas 10 bab dan
25 pasal. Selanjutnya Undang-Undang tersebut diubah dengan
Undang-Undang Nomor 12 tahun 1970 tentang perubahan dan
tambahan Undang-Undang Nomor 6 tahun 1968 dan keduanya telah
dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi digantikan UndangUndang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dengan
demikian yang menjadi payung hukum dari kegiatan penanaman
modal di Indonesia saat ini ialah Undang-Undang Nomor 25 tahun
2007 tenang Penanaman Modal.
Sebelum membicarakan penanaman modal dalam negri,
tentunya harus jelas terlebih dahulu perihal modal dalam negri.
Istilah modal dalam negri berasal dari terjemahan bahasa Inggris,
yakni domestic capital. Pengertian Modal Dalam Negri (MDN) dapat
kita baca dalam pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 tahun
1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negri (MDN) adalah “bagian
daripada kekayaan masyarakat Indonesia, termasuk hak-hak dan
benda-benda, baik yang dimiliki oleh negara maupun swasta nasional
atau swasta asing yang berdomisili di Indonesia, yang
disisihkan/disediakan guna menjalankan sesuatu usaha sepanjang
modal tersebut tidak diatur oleh ketentuan-ketentuan Pasal 2
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal
Asing.”
Pihak swasta yang memiliki modal dalam negri tersebut dapat terdiri
atas :
1. Perorangan dan/atau
2. Badan Hukum yang didirikan berdasarkan hukum yang
berlaku di Indonesia
Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 9 UU no. 25 tahun 2007 tentag
enanaman modal juga disebutkan pengertian modal dalam negri,
yakni “modal yang dimiliki oleh negara Republik Indonesia,
perseorangan WNI, dan/atau badan usaha Indonesia, atau badan
usaha yang berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum.”
Dalam ketentuan ini yang dapat memiliki modal dalam negri adalah :
1. Negara Indonesia
2. Perseorangan warga negara Indonesia;
3. Badan usaha berbentuk badan hukum atau tidak berbadan
hukum
Sementara itu istilah penanaman modal dalam negri (PMDN)
berasal dari bahasa Inggris, yaitu domestic investment. Pengertian
Penanaman Modal Dalam Negri (PMDN) kita temukan dalam Pasal 2
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal
dalam Negri. Penanaman Modal dalam Negri ialah “penggunaan
daripada kekayaan seperti tersebut dalam Pasal 1, baik secara
langsung maupun tidak langsung untuk menjalankan usaha menurut
atau berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-Undang ini.”
Dalam ketentuan Pasal 2 tersebut dapat diketahui bahwa pihak yang
dapat menjadi penanam modal dalam negri adalah :
1. Orang-perorangan warga negara Indonesia
2. Badan Usaha Indonesia
Bentuk hukum dari badan usaha dalam kegiatan penanaman modal
dalam negri, dalam ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, dapat berbentuk :
1. Badan usaha yang berbadan hukum
2. Badan usaha yang tidak berbadan hukum
Didalam hukum positif Indonesia, ada dua jenis badan usaha
yang telah diberi status yuridis sebagai badan hukum, yaitu
Perseroan Terbatas dan Koperasi. Selain itu, yayasan yang
merupakan badan sosial, keagamaan dan kemanusiaan telah
mendapat status yuridis sebagai badan hukum, sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perbedaan antara badan usaha/perusahaan Nasional dengan
perusahaan asing dapat kita temukan dalam Pasal 3 Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1968 tentang penanaman modal dalam negri.
Perusahaan nasional adalah perusahaan yang sekurang-kurangnya
51 % daripada modal dalam negri yang ditanamkan didalamnya
dimiliki oleh negara dan swasta nasional. Persentase tersebut
senantiasa harus ditingkatkan sehingga pada tanggal 1 Januari 1974
menjadi tidak kurang dari 75%.
Apabila dicermati definisi diatas, perusahaan nasional dapat dibagi
menjadi 2 maacam, yaitu :
1. Perusahaan Nasional yang modalnya dimiliki oleh negara
2. Swasta nasional
Undang-Undang yanng mengatur tentang perusahaan negara
adalah Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha
Milik Negara (BUMN), yang mana dapat didefinisikan sebagai
“badan usaha yang seluruh modal atau sebagian besar modalnya
dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang
berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan (Pasal 1 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik
Negara).
Sedangkan perusahaan swasta nasional merupakan perusahaan
yang seluruh modalnya dimiliki oleh pihak swasta. Perusahaan asing
merupakan perusahaan yang seluruh modalnya berasal dariasing
atau merupakan kerja sama antara modal asing dengan modal
domestik. Pemilikan saham modal domestik, minimal 5%, sedangkan
perusahaan asing maksimal 95%.
B.
Penanaman Modal Asing
Awalnya investasi asing di Indonesia memiliki payung hukum
yakni Undang-Undang No. 1 tahun 1967 tentang penanaman modal
asing. Undang-undang ini terdiri atas 13 bab dan 31 pasal. UndangUndang ini telah dilakukan perubahan dan enambahan dengan
Undang-Undang nomor 11 tahun 1970 tentang perubahan dan
tambahan Undang-Undang nomor 1 tahun 1967 tentang penanaman
modal asing. Undang-Undang ini telah dijabarkan dalam Peraturan
Pemerintah, Keputusan Presiden, dan berbagai Peraturan Mentri,
yakni sebagai berikut
1) Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 1992 tentang
persyaratan pemilikan saham dalam perusahaan penanaman
modal asing
2) Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 1994 tentang
pemilikan saham dalam perusahaan yang didirikan dalam
rangka penanaman modal dalam negri
3) Keputusan Presiden nomor 115 tahun 1998 tentang
perubahan atas keputusan presiden nomor 97 tahun 1993
tentang tata cara penanaman modal
4) Keputusan presiden nomor 96 tahun 2000 tentang idang
usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan
persyaratan tertentu bagi penanam modal
5) Keputusan mentri negara investasi/ kepala BKPM Nomor
38/SK/1999 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan
Penanaman Modal yang Didirikan dalam Rangka Penanaman
Modal Dalam Negri dan Penanaman Modal Asing, yang
kemudian diubah dengan Keputusan kepala BKPM Nomor
57/SK/2004
Berikutnya ketentuan ketentuan dalam Undang-Undang No. 25
tahun 2007 yang berkaitan dengan penanaman modal asing adalah
sebagai berikut :
1. Pasal 1 angka 3, angka 6, dan angka 8 tentang pengertian
2.
3.
4.
5.
6.
penanaman modal asing, subjeknya, dan modal asing
Pasal 3 tentang asas dan tujuan penanaman modal asing
Pasal 4 tentang kebijakan dasar penanaman modal
Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) tentang bentuk badan usaha
Pasal 6 tentang perlakuan terhadap penanam modal
Pasal 7 yang mengatur bahwasanya pemerintah tidak akan
melakukan tindakan nasionalisasi dan pengambilalihan hak
7. Pasal 8 tentang kebebasan mengalihkan aset
8. Pasal 9 tentang tanggung jawab hukum yang belum
diselesaikan oleh penanam modal
9. Pasal 10 tentang penggunaan tenaga kerja, khususnya
tenaga kerja asing
10. Pasal 11 tentang penyelesaian perselisihan hubungan
industrial
11. Pasal 12 tentang bidang usaha
12. Pasal 15 sampai dengan pasal 17 tentang hak, kewajiban,
dan tanggung jawab penanam modal.
13. Pasal 18 sampai dengan pasal 24 tentang fasilitas
penanaman modal
14. Pasal 32 ayat (1) dan ayat (3) tentang enyelesaian
sengketa
15. Pasal 33 sampai dengan pasal 34 tentang sanksi
Dalam undang-undang no. 1 tahun 1967 tentang penanaman
modal asing dikenal dua istilah, yakni penanaman modal asing dan
modal asing. Istilah penanaman modal asing merupakan terjemahan
dari bahasa Ingrris, foreign investment. Pengertian penanaman
modal asing dapat kita baca dalam pasal 1 undnag-undang nomor 1
tahun 1967 tentang penanaman modal asing. Penanaman modal
asing adalah “hanya meliputi modal asing secara langsung yang
dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentua undangundang dan digunakan menjalankan perusahaan di Indonesia.
Selanjutnya didalam pasal 1 angka 9 Undang-Undang nomor 25
tahun 2007 tentang penanaman modal juga telah ditentukan
pengertian penanaman modal asing, yakni “kegiatan menanam
modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia
yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan
modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan
penanam modal dalam negri.”
Bentuk-bentuk penanaman modal asing, sesuai ketentuan pasal
1 dan pasal 23 Undang-Undang no. 1 tahun 1967 tentang
penanaman modal asing jo. Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah
nomor 20 tahun 1994 tentang pemilikan saham dalam perusahaan
yang didirikan dalam rangka penanaman modal asing, yakni antara
lain :
1. Patungan antara modal asinng dengan modal yang dimiliki
oleh warga negara Indonesia dan/atau badan hukum
Indonesia. Patungan adalah bersama-sama mengumpulkan
uang untuk suatu maksud tertentu
2. Langsung, dalam artian seluruh modalnya dimiiki oleh warga
negara dan/atau warga negara asing.
C.
Bidang Usaha Yang Terbuka Untuk Penanaman Modal
Asing
Penentuan bidang usaha untuk penanaman modal asing bersifat
dinamis karena setiap waktu dapat berubah yang disesuaikan
dengan kondisi bangsa dan negara. Untuk mengkajinya harus dilihat
kepada berbagai peraturan yang ada. Berikut ini perkembangan
bidang usaha untuk penanaman modal asing, yang sebelumnya
diatur dalam :
1. Pasal 5 sampai dengan pasal 8 undang-undang no. 1 tahun
1967
2. Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 1994,
3. Keputusan presiden nomor 96 tahun 2000 tentang bidang
usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan
persyaratan tertentu bagi penanam modal
4. Keputusan presiden nomor 118 tahun 2000 tentang
perubahan keputusan presiden nomor 96 tahun 2000
Ketentuan tentang daftar bidang usaha khususnya untuk investasi
asing, kini tidak berlaku lagi karena ketentuan telah diganti dengan
Peraturan Pemerintah No. 77 tahun 2007 tentang Daftar Bidang
Usaha Yang Tertutup dan Bidang usaha yang terbuka dengan
persyaratan dibidang penanaman modal. Didalam lampiran II
Peraturan Presiden No, 77 tahun 2007 tersebut telah ditentukan
sebanyak 137 daftar bidang usaha yang diperkenankan untuk
penanaman modal asing. Ada dua bidang usaha yang diperkenankan
untuk investasi asng, yaitu :
Daftar bidang usaha yang dipersyaratkan kepemilikan modalnya,
dimana bidang usaha ini ditentukan secara pasti komposisi investasi
antara investor asing dan investor domestik. Ada 120 daftar bidang
usaha yang dipersyaratkan kepemilikan modalnya, terutama yang
berasal dari investor asing.
D.
Pemberian Fasilitas Hak Atas Tanah Dalam Rangka
Penanaman Modal Asing
Setiap investor yang akan menanamkan modalnya di Indonesia
akan diberikan kemudahan. Salah satu kemudahan itu adalah
kemudahan dalam pemberian pelayanan dan/atau perizinan hak atas
tanah. Dalam pasal 22 Undang-undang No. 25 tahun 2007 tentang
penanaman modal ditentukan bahwa investor diberikan hak untuk
menggunakan hak atas tanah yang terdapat diwilayah Indonesia.
Hak atas tanah yang dapat digunakan oleh investor untuk kegiatan
investasinya adalah :
1. Hak Guna Usaha (HGU);
2. Hak Guna Bangunan (HGB); dan
3. Hak Pakai
Jangka waktu penggunaan hak atas tanah oleh investor itu,
berbeda antara satu dengan yang lainnya. Jangka waktu penggunaan
HGU adalah 95 tahun dengan cara :
1. Diberikan dan diperpanjang dimuka sekaligus selama 60
tahun
2. Diperbaharui selama 35 tahun
Jangka waktu penggunaan HGB adalah 80 tahun, dengan cara :
1. Diberikan dan dapat diperpanjang dimuka sekaligus selama
50 tahun
2. Diperbaharui selama 30 tahun
Jangka waktu penggunaan Hak Pakai adalah 70 tahun dengan cara
dapat :
1. Diberikan dan diperpanjang dimuka sekaligus selama 45
tahun; dan
2. Dapat diperbaharui selama 25 tahun
Namun pada dasarnya tidak semua perusahaan penanaman modal
dapat diberikan hak atas tanah, sesuai dengan jangka waktu
tersebut. Perusahaan tersebut harus memenuhi syarat-syarat yang
telah ditentukan dalam Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang nomor 25
tahun 2007 tentang penanaman modal. Ada lima persyaratan, yakni
1. Yang dilakukan dalam jangka panjang dan terkait dengan
perubahan struktur perekonomian Indonesia yang lebih
berdaya saing
2. Dengan tingkat risiko penanaman modal yang memerlukan
pengembalian modal dalam jangka panjang sesuai dengan
jenis kegiatan penanaman modal yang dilakukan risiko
pengembalian investasi lama
3. Tidak memerlukan area yang luas
4. Menggunakan hak atas tanah negara
5. Tidak mengganggu rasa keadilan masyarakat dan tidak
merugikan kepentingan umum
Jangka waktu penggunaan hak atas tanah itu sungguh sangat lama.
Ini bertentangan dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun
1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai
Atas Tanah
Dalam kedua ketentuan itu ditentukan jangka waktu penggunaan :
1. Hak Guna Usaha, diberikan untuk jangka waktu paling lama 35 tahun
dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 25 tahun (pasal 8
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996). Jadi total jangka waktu
Hak Guna Usaha adalah selama 60 tahun.
2. Hak Guna Bangunan, diberikan untuk jangka waktu paling lama 35
tahun dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun
(Pasal 25 Peraturan Pemerintah No. 40 tahun 1996). Jadi total jangka
waktu Hak Guna Bangunan selama 55 tahun
3. Hak Pakai Atas Tanah Negara, diberikan untuk jangka waktunpaling
lama 25 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling
lama 20 tahun (Pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun
1996). Jadi total jangka waktu hak pakai selama 45 tahun.
III. PENUTUP
Kesimpulan
Pemberian Fasilitas Hak Atas Tanah Dalam Rangka Penanaman Modal
Asing, dapat berupa :
1. Hak Guna Usaha (HGU);
2. Hak Guna Bangunan (HGB); dan
3. Hak Pakai
Jangka waktu penggunaan hak atas tanah oleh investor itu, berbeda
antara satu dengan yang lainnya. Jangka waktu penggunaan HGU
adalah 95 tahun dengan cara :
1. Diberikan dan diperpanjang dimuka sekaligus selama 60 tahun
2. Diperbaharui selama 35 tahun
Jangka waktu penggunaan HGB adalah 80 tahun, dengan cara :
1. Diberikan dan dapat diperpanjang dimuka sekaligus selama 50
tahun
2. Diperbaharui selama 30 tahun
Jangka waktu penggunaan Hak Pakai adalah 70 tahun dengan cara
dapat :
1. Diberikan dan diperpanjang dimuka sekaligus selama 45 tahun;
dan
2. Dapat diperbaharui selama 25 tahun
Jangka waktu penggunaan hak atas tanah itu sungguh sangat lama. Ini
bertentangan dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam UndangUndang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria dan Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 tentang Hak
Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah
Dalam kedua ketentuan itu ditentukan jangka waktu penggunaan :
1. Hak Guna Usaha, diberikan untuk jangka waktu paling lama 35
tahun dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 25
tahun (pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996). Jadi
total jangka waktu Hak Guna Usaha adalah selama 60 tahun.
2. Hak Guna Bangunan, diberikan untuk jangka waktu paling lama
35 tahun dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20
tahun (Pasal 25 Peraturan Pemerintah No. 40 tahun 1996). Jadi
total jangka waktu Hak Guna Bangunan selama 55 tahun
3. Hak Pakai Atas Tanah Negara, diberikan untuk jangka
waktunpaling lama 25 tahun dan dapat diperpanjang untuk
jangka waktu paling lama 20 tahun (Pasal 45 Peraturan
Pemerintah Nomor 40 tahun 1996). Jadi total jangka waktu hak
pakai selama 45 tahun.
I.
PENDAHULUAN..............................................................................................2
A. Latar Belakang Masalah..............................................................................2
B. Pengantar Tentang Investasi........................................................................5
C. Hak Atas Tanah..........................................................................................11
II. PEMBAHASAN..............................................................................................20
A. Penanaman Modal Dalam Negri................................................................20
B. Penanaman Modal Asing............................................................................22
C. Bidang Usaha Yang Terbuka Untuk Penanaman Modal Asing...................24
D. Pemberian Fasilitas Hak Atas Tanah Dalam Rangka Penanaman Modal
Asing..........................................................................................................25
III. PENUTUP......................................................................................................28
Pemberian Fasilitas Hak Atas Tanah Dalam
Rangka Penanaman Modal Asing di Indonesia
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia telah memproklamirkan kemerdekaanya sejak
tanggal 17 Agustus 1945 dan telah melalui 70 tahun masa
kemerdekaan. Kemerdekaan Indonesia tentunya bertujuan untuk
melepaskandiri dari ketergantungan pada bangsa lain, yang mana
telah menguasai, memeras dan menguras bangsa Indonesia beserta
segala kekayaan alam yang seharusnya menjadi hak bangsa dan
tumpah darah Indonesia. Selain itu cita-cita yang ingin dicapai dari
kemerdekaan tentu adalah kebebasan untk hidup mandiri dan
membangun masyarakat adil makmur.1
Untuk mewujudkan semua itu tentunya Indonesia mesti
melakukan pengembangan ekonomi dan pembangunan. Upaya
pembangunan ini tentunya memerlukan modal atau investasi yang
besar. Kegiatan penanaman Modal di Indonesia telah dimulai sejak
1967, yaitu sejak keluarnya Undang-Undang Nomor 1 tahun 1967
tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Udang Nomor 6 Tahun
1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negri. Dengan adanya kedua
instrumen hukum ini, diharakan agar investor, baik ivestor asing
maupun investor domestik untuk dapat menanamkan modalnya di
Indonesia.2
1
2
Dhaniswara K. Harjono, Hukum Penanaman Modal, Rajawali Pers, Jakarta, 2007,
hlm. 1
Salim H.S. dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, Rajawali Pers,
Jakarta, 2008, hlm. 1
Pada kenyataannya jumlah investor mangalami kenaikan pada zaman
orde baru dan mengalami penurunan pada masa reformasi. Hal ini
disebabkan adanya stabilitas politik, ekonomi, keamanan dan
pertahanan, sosial dan kemasyarakatan, semua dalam keadaan aman
terkendali sehingga para investor mendapat perlindungan dan
jaminan keamanan dalam berusaha di Indonesia.
Sementara itu jumlah investasi khususnya investor asing ke
Indonesia, mengalami penurunan sejak era reformasi. Ada dua
hambatan atau kendala yang dihadapi dalam menggerakkan
investasi di Indonesia, sebagaimana di investarisasi oleh BKPM,
yakni hambatan internal dan eksternal. Hambatan internal antara
lain kesulitan mendapatkan lahan dan proyek yang sesuai; kesulitan
memperoleh bahan baku; kesulitan dana dan pembiayaan; kesulitan
pemasaran; dan adanya sengketa dan perselisihan diantara
pemegang saham. Pada sisi eksternal, kendala yang meliputi antara
lain, faktor lingkungan bisnis yang tidak mendukung dan insentif
atau fasilitas investasi yang diberikan oleh pemerintah kurang
menarik; permasalahan hukum; keamanan, stabilitas politik;
keberadaan perturan daerah, keputusan menteri dan undang-undang
yang turut mendistorsi kegiatan penanaman modal di Indonesia;
adanya ketidakpastian dalam pemanfaatan hutan bagi industri
pertambangan, dan lain sebagainya.3
Untuk meningkatkan jumlah investasi yang ditanamkan oleh
investor di Indonesia, diperlukan adanya perubahan yang radikal.
Salah satu yang perlu dilakukan perubahan yakni terhadap UndangUndang nomor 1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing dan
undnag-undang nomor 6 tahun 1968 tentang penanaman modal
dalam negri. Pada tahun 2006 pemerintah telah mengajukan
rancangan undang-undang tentang penanaman modal, dan pada
tanggal 29 maret 2007, RUU itu telah disahkan oleh DPR RI, dengan
3
Ibid, hlm. 4
ditetapkannya Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang
penanaman modal. Dalam undang-undang ini telah diatur tentang
fasilitas atau kemudahan yang diberikan bagi investor yang mau
menanamkan modalnya di Indonesia, yang mana meliputi :
1) Fasilitas PPh melalui pengurangan penghasilan neto
2) Pembebasan atau keringanan bea masuk impr barang modal
yang belum bisa diproduksi dalam negri
3) Pembebasan bea masuk bahan baku atau penolong untuk
keperluan produksi tertentu.
4) Pembebasan atau penangguhan pajak penghasilan (PPn) atas
impor barang modal
5) Penyusutan atau amortisasi yang dipercepat
6) Keringanan pajak bumi dan bangunan (PBB)
7) Pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan
8) Fasilitas hak atas tanah
9) Fasilitas pelayanan keimigrasian
10) Fasilitas perizinan impor
Dari sekian banyak kemudahan dapat dilihat salah satu poinnya
ialah pemberian fasilitas hak atas tanah, dan bentuk-bentuk hak atas
tanah tersebut, sesuai ketentuan pasal 16 Undang-Undang nomor 5
tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yakni
meliputi :
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
Hak
Hak
Hak
Hak
Hak
Hak
Hak
Milik
Guna Usaha
Guna Bangunan
Pakai
Sewa
Membuka Tanah
Memungut Hasil Hutan
Hak-hak selain diatas yang akan ditetapkan dengan UndangUndang, serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagaimana
dalam pasal 53 Undang-Undang Pokok Agraria
Pada bagian selanjutnya penulis akan membahas mengenai
bentuk-bentuk Hak Atas Tanah yang diberikan bagi penanaman
modal di Indonesia, dan aplikasi pemberian Hak Atas Tanah tersebut
dalam rangka penanaman modal asing di Indonesia.
B.
Pengantar Tentang Investasi
1. Istilah dan Pengertian Investasi
Jika dilihat dari segi terminologinya, Investasi berasal dari
kata invest yang berarti menanam atau menginvestasikan uang
atau modal.4 Istilah investsi atau penanaman modal merupakan
isilah yang dikenal dalam kegiatan bisnis sehari-hari maupun
dalam bahasa perundang-undangan. Istilah investasi merupakan
istilah populer dalam dunia usaha sedangkan istilah penanaman
modal lazim digunakan dalam dalam perundang-undangan. Namun
pada dasarnya kedua istilah tersebut mempunyai pengertian yang
sama sehingga kadangkala digunakan secara interchangeable.5
Investasi memiliki pengrtian yang lebih luas karena dapat
mencakup baik investasi langsung, (direct investment) maupun
investasi tidak langsung (indirect investment/portfolio), sedangkan
penanaman modal lebih memiliki konotasi pada investasi
langsung.6
Menurut Salim H.S. dan Budi Sutrisno, istilah investasi
berasal dari kata investire yang artinya memakai, sedangkan
dalam bahasa ingris disebut investment.7 Fitzgeral mangartikan
investasi adalah aktivitas yang berkaitan dengan usaha penarikan
sumber-sumber (dana) yang dipakai untuk mengadakan barang
modal pada saat sekarang, dan dengan barang modal akan
dihasilkan aliran produk baru dimasa yang akan datang.8
Definisi lain tentan investasi dikemukakan Kamaruddin
Ahmad. Ia mengartikan investasi adalah kegiatan atau tindakan
menempatkan uang atau dana denagn harapan memperoleh
4
5
6
7
8
Hasan Shadily dalam Ana Rokhmatussa’dyah dan Suratman, Hukum Investasi dan
Pasar Modal,
Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm. 3
Ida Bagus Rachmadi Supancana, dalam Ibid.
Dhaniswara K. Harjono dalam Ibid.
Salim H.S. dan Budi Sutrisno, Op. Cit. hlm. 31
Fitzgeral dalam Murdifin Haming dan Salim Basalamah, dalam Ibid.
tambahan nilai atau keuntungan tertentu atas uang atau dana
tersebut. dalam definisi ini investasi difokuskan pada penempatan
uang atau dana. Tujuannya adalah untuk memperoleh keuntungan.
Hal ini erat kaitannya dengan penanaman investasi dibidang Pasar
Modal.9
Dengan adanya berbagai definisi diatas masih belum
menghasilkan suatu definisi yang menyeluruh dan umum, untuk
itu salim H.S. dan Budi Sutrisno menyimpulkan bahwa investasi
sebagai bentuk penanaman modal yang dilakukan investor, baik
investor asing maupun domestik dalam berbagai bidang usaha
yang terbuka untuk investasi, dengan tujuan untuk memperoleh
keuntungan.
Selain pengertian menurut para ahli diatas, Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, pada pasal 1
angka 1, juga merumuskan pengertian dari penanaman modal,
yakni segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam
modal dalam negri maupun penanam modal asing untuk
melakukan usaha di wilayah Republik Indonesia. Selanjutnya
dalam pasal 1 angka 2 disebutkan bahwa, yang dimaksud dengan
penanaman modal dalam negri ialah kegiatan menanam modal
untuk melakukan usaha di wilayah Republik Indonesia yang
digunakan oleh penanam modal dalam negri dengan menggunakan
modal dalam negri. Berikutnya dalam angka 3 disebutkan bahwa
yang dimaksud dengan penanaman modal asing yakni kegiatan
menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara
Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing,
baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya, maupun yang
berpatungan dengan penanam modal dalam negri.
Jadi secara umum investasi atau penanaman modal dapat
diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan baik oleh orang
9
Kamaruddin Ahmad dalam Ibid, hlm. 31-32
pribadi (natural person) maupun badan hukum (juridical person)
dalam upaya untuk meningkatkan dan/atau mempertahankan nilai
modalnya, baik yang berbentuk uang tunai (cash money),
peralatan (equipment), aset tidak bergerak, hak atas kekayaan
intelektual, maupun keahlian.10
Dari beberapa pengertian diatas, dapat ditarik unsur-unsur
terpenting dari kegiatan investasi atau penanaman modal, yaitu :
1) Adanya motif untuk meningkatkan atau setidaknyatidaknya mempertahankan nilai modalnya
2) Bahwa ‘modal’ tersebut tidak hanya mencakup hal-hal
yang bersifat kasat mata dan dapat diraba (tangible),
tetapi juga mencakup sesuatu yang bersifat tidak kasat
mata dan tidak dapat diraba (intangible). Tidak dapat
diraba ini misalnya keahlian, pengetahuan jaringan, dan
sebagainya yang dalam berbagai kontrak kerja sama (joint
venture agreement) biasanya disebut valueable services.11
2. Jenis dan Bentuk Penanaman Modal
Ada dasarnya investasi dapat digolongkan berdasarkan aset,
pengaruh ekonomi, sumber dananya, dan bentuk cara
penanamannya. Kesemuanya akan dijabarkan sebagai berikut :
a) Investasi berdasarkan asetnya
Investasi berdasarkan asetnya dibagi dua jenis12 :
1) Real asset investment, merupakan investasi yang
berwujud, seperti gedung-gedung, kendaraan dan
sebagainya.
2) Financial asset investment, merupakan investasi berupa
dokumen (surat-surat) klaim tidak langsung penegangnya
terhadap aktivitas riil pihak yang menerbitkan sekuritas
tersebut.
10
11
12
Ibid.
Ida Bagus Rachmadi Supancana, dalam Ibid, hlm. 4
Kamaruddin ahmad dalam Salim H.S. dan Budi Sutrisno, Op. Cit. hm. 37
Dalam hal ini, jika dilihat dari segi likuiditas, umumnya
real asset kurang likuid daripada aset keuangan/financial
asset. Hal ini disebabkan oleh sifat heterogennya dan
khusus kegunaannya.
b) Invetasi berdasarkan pengaruhnya
Investasi menurut pengaruhnya merupakan investasi yang
didasarkan pada faktor-faktor yang mempengaruhiatau tidak
berpengaruh dari kegiatan investasi. Investasi berdasarkan
pengaruhnya dibagi menjadi 2 macam, yaitu sebagai berikut13 :
1) Investasi autonomus (berdiri sendiri) merupakan investasi
yang tidak dipengaruhi tingkat pendapatan, bersifat
spekulatif, misalnya pembelian surat-surat berharga
2) Investasi induced (mempengaruhi-menyebabkan)
merupakan investasi yang dipengaruhi kenaikan
permintaan akan barang dan jasa serta tingkat
pendapatan. Misalnya penghasilan transitori, yakni
penghasilan yang didapat selain dari bekerja, seperti
bunga dan sebagainya. Teori ini dikembangkan oleh Milton
Friedman
c) Investasi berdasarkan sumber pembiayaannya
Menurut Undang-Undang Nomor 1 tahun 1967 tentang PMA
dan Undang-Undang nomor 11 tahun 1968tentang PMDN,
investasi berdasarkan sumbernya merupakan investasi yang
didasarkan pada asal-usul investasi itu diperoleh. Investasi
jenis ini dibagi menjadi 2 amcam, yaitu :
1) Investasi yang bersumber dari modal asing (PMA), yang
mana sumber pebiayaanya berasal dari luar negri;
2) Investasi yang bersumber dari modal dalam negri (PMDN),
investasi ini sumbermodalnya berasal dari pembiayaan
dalam negri.
d) Investasi berdasarkan bentuknya
13
Ensiklopedia Indonesia dalam Ibid.
Berdasarkan bentuknya/cara menanamkan modalnya, investasi
dibagi menjadi 2 macam14 :
1) Investasi portofolio, investasi ini dilakukan melalui pasar
modal dan pasar uang dengan instrumen surat berharga,
seperti saham dan obligasi. Penanaman modal ini bersifat
jangka pendek karena pada umumnya mereka melakukan
jual-beli saham dan/atau mata uang dalam jangka waktu
yang relatif singkat, tergantung pada fluktuasi nilai saham
dan/atau mata uang yang hendak mereka perjualbelikan.15
2) Investasi langsung, investasi langsung merupakan
investasi dengan jalan membangun, membeli total, atau
mengakuisisi perusahaan. Kegiatan penanaman modal
secara langsung ini cendrung adanya keterlibatan
langsung dari pemilik modal dalam kegiatan pengelolaan
modal. Penanaman modal ini dapat dilakukan dengan
mendirikan perusahaan patungan (joint venture company)
dengan mitra lokal, dengan melakukan kerjasama operasi
(joint operation scheme) tanpa membentuk perusahaan
baru, dengan mengkonversikan pinjaman menjadi
penyertaan mayoritas dalam perusahaan lokal, dengan
memberikan bantuan teknis dan manajerial (technical and
management assistance), dengan memberikan lisensi dan
lain-lain.16
3. Pengaturan Tentang Penanaman Modal Di Indonesia
Investasi diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007
tentang Penanaman Modal, yang mana dalam ketentuan penutup,
pasal 38 menyatakan mencabut :
14
15
16
Pandji Anoraga dalam Ibid, hlm. 38
Ana Rokhmatussa’dyah dan Suratman, Op. Cit. hlm. 5
Ibid, hlm. 4
1) Undang-Undang No. 1 tahun 1967 tentang penanaman
modal asing sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang No. 11 tahun 1970;
2) Undang-Undang No. 6 tahun 1968 tentang penanaman
modal dalam negri sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang no. 12 tahun 1970
Namun dalam ketentuan peralihan, pasal 37 ayat (1)
menyatakan bahwa segala ketentuan peraturan perundangundangan yang merupakan pepraturan pelaksanaan dari UndangUndang Nomor 1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 11 tahun
1970 jo. Undang-Undang No. 6 tahun 1968 tentang penanaman
modal dalam negri sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang no. 12 tahun 1970 masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dan belum diatur dengan peraturan pelaksanaan
yang baru berdasarkan Undang-Undang No. 25 tahun 2007
tersebut. Peraturan pelaksanaan tersebut antara lain :
1) Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 1992 tentang
persyaratan pemilikan saham dalam perusahaan
penanaman modal asing
2) Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 1994 tentang
pemilikan saham dalam perusahaan yang didirikan dalam
rangka penanaman modal dalam negri
3) Keputusan Presiden nomor 115 tahun 1998 tentang
perubahan atas keputusan presiden nomor 97 tahun 1993
tentang tata cara penanaman modal
4) Keputusan presiden nomor 96 tahun 2000 tentang idang
usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka
dengan persyaratan tertentu bagi penanam modal
5) Keputusan presiden nomor 118 tahun 2000 tentang
perubahan keputusan presiden nomor 96 tahun 2000
tentang bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha
yang terbuka dengan persyaratan tertentu bagi penanam
modal
6) Keputusan mentri negara investasi/ kepala BKPM Nomor
38/SK/1999 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan
Penanaman Modal yang Didirikan dalam Rangka
Penanaman Modal Dalam Negri dan Penanaman Modal
Asing
7) Keputusn kepala BKPM Nomor 57/SK/2004 tentang
Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal
yang Didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Dalam
Negri dan Penanaman Modal Asing
8) Dan lain sebagainya
C.
Hak Atas Tanah
1. Hak Menguasai Negara Atas Tanah
Konsepsi mengenai hak-hak kebendaan dalam KUH Perdata
tentunya sangat berbeda dengan hak-hak kebendaan dalam
Undang-Undang Pokok Agraria. Dalam KUH Perdata seluruh tanah
adalah milik dan kepunyaan negara terkecuali ada yang bisa
membuktikan bahwa itu adalah miliknya. Sedangkan dalam konsep
Undang-Undang Pokok Agraria tanah diseluruh wilayah Indonesia
bukanlah milik Negara Republik Indonesia melainkan adalah milik
seluruh bangsa Indonesia (Pasal 1 ayat (2) UUPA) dan pada
tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara Republik Indonesia,
sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat (Pasal 2 ayat (1)
Undang-Undang Pokok Agraria). Lengkapnya redaksi Pasal 2 Ayat
(1) UUPA berbunyi sebagai berikut :
“Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-Undang
Dasar Tahun 1945, dan hal-hal sebagaimana yang dimaksud dalam
pasal 1, bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam
yang terkandung didalamnya pada tingkatan tertinggi dikuasai
oleh negara sebaga organisasi kekuasaan seluruh rakyat.”
Selanjutnya dalam Pasal 2 Ayat (2) UUPA, terdapat wewenang hak
menguasai yang dikuasakan oleh bangsa kepada negara yang
dijabarkan sebagai berikut17 :
a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,
persediaan, dan pemeliharaan tanah. Termasuk dalam
wewenang ini adalah :
1) Membuat suatu rencana umum mengenai persediaan,
peruntukkan dan penggunaan tanah untuk berbagai
keperluan (Pasal 14 UUPA jo. Undang-Undang No. 24 tahun
1992 tentang penataan ruang yang dinyatakan tidak
17
Urip Santoso, Hukum Agraria (Kajian Komprehensif), Kencana, Jakarta, 2012, hlm.
79
berlaku lagi oleh undang-undang No. 2 tahun 2007 tentang
Penataan Ruang)
2) Mewajibkan kepada pemegang hak atas tanah untuk
memelihara tanah, termasuk menambah kesuburan dan
mencegah kerusakannya (Pasal 15 UUPA)
3) Mewajibkan kepada pemegang hak atas tanah (pertanian)
untuk mengerjakan dan mengusahakan tanahnya sendiri
secara aktif dengan mencegah cara-cara pemerasan (Pasal
10 UUPA)
b. Menentukan dan mengatur hubungan –hubungan hukum
antara orang-orang dengan tanah. Termasuk dalam wewenang
ini adalah :
1) Menetukan hak-hak atas tanah yang diberikan kepada
warga negara Indonesia baik sendiri-sendiri maupun
bersama-sama dengan orang lain, atau kepada badan
hukum. Demikian juga hak atas tanah yang dapat diberikan
kepada warga negara asing (Pasal 16 UUPA)
2) Menetapkan dan mengatur mengenai pembatasan juamlah
bidang luas tanah yang dapat dimiliki atau dikuasai oleh
seseorang atau badan hukum (Pasal 7 jo. Pasal 17 UUPA)
c. Menetapkan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai
tanah. Termasuk dalam wewenang ini adalah :
1) Mengatur pelaksanaan pendaftaran tanah diseluruh
wilayah Republik Indonesia (Pasal 19 UUPA jo. PP No. 24
tahun 1997 tentang Pendaftatan Tanah)
2) Mengatur pelaksanaan peralihan hak atas tanah
3) Mengatur penyelesaian sengketa-sengketa pertanahan baik
yang bersifat perdata maupun tata usaha negara, dengan
mengutamakan cara musyawarah untuk mencapai
kesepakatan
Hak menguasai negara atas tanah bersumber pada hak bangsa
Indonesia atas tanah, yang hakikatnya merupakan pemberian
kuasa pada negara untuk mengatur peruntukan tanah yang
merupakan hak milik bangsa Indonesia secara kolektif. Tugas
mengelola seluruh tanah tidak mungkin dilaksanakan sendiri oleh
seluruh bangsa Indonesia. Sebagai konsekuensi dari hak
menguasai oleh negara (HMN), maka negara diberi kewenangan
dan kekuasaan yang besar dan luas untuk mengatur alokasi atas
sumber-sumber agraria. Keberadaan dan kelangsungan hak-hak
atas sumber-sunber agraria menjadi sangat tergantung dengan
politik hukum dan kepentingan negara.18
Menurut Oloan Sitorus dan Nomadyawati, kewenangan negara
dalam bidang pertanahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (2) UUPA diatas merupakan sebuah pelimpahan wewenang
dari bangsa Indonesia selaku pemilik kepada negara selaku
pengelola untuk mengatur penguasaaan dan memimpin
penggunaan tanah bersama yang merupakan kekayaan nasional.19
Pelaksanaan hak menguasai negara atas tanah tersebut dapat
dikuasakan atau dilimpahkan pada daerah-daerah swantara
(pemerintah daerah) dan masyarakat hukum adat, sekedar
diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional
menurut ketentuan-ketentuan peraturan pemerintah (Pasal 2 ayat
(4) UUPA). Pelimpahan pelaksanaan sebagian kewenangan negara
tersebut dapat juga diberikan kepada badan otorita, perusahaan
negara, dan perusahaan daerah dengan pemberian penguasaan
tanah-tanah tertentu dengan hak pengelolaan (HPL).20
Menurut Boedi Harsono, pengaturan hak penguasaan atas tanah
dalam hukum tanah, dibagi menjadi 2 bentuk21 :
a) Hak Penguasaan Atas Tanah Sebagai Lembaga Hukum
Penguasaan atas tanah ini terjadi sebelum adanya hubungan
yang konkret antara tanah sebagai objek dan orang atau badan
18
Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Bayumedia
Publishing, Malang, 2007, hlm. 5
19 Oloan Sitorus dan Nomadyawati dalam Urip Santoso, Op. Cit., hlm. 80
20 Ibid, hlm. 81
21 Boedi Harsono dalam Ibid, hlm. 76
hukum tertentu sebagai pemegang haknya. Ketentuanketentuan dalam penguasaan atas tanah ini adalah sebagai
berikut :
1) Memberi nama pada hak penguasaan yang bersangkutan
2) Menetapkan isinya, yaitu mengatur apa saja yang boleh,
wajib dan dilarang untuk diperbuat oleh pemegang haknya
serta jangka waktu peguasaannya.
3) Mengatur hal-hal mengenai subjeknya, siapa yang boleh
menajdi pemegang haknya dan syarat-syarat bagi
penguasaannya
4) Mengatur hal-hal mengenai tanahnya
b) Hak Penguasaan Atas Tanah Sebagai Hubungan Hukum Yang
Konkret
Penguasaan atas tanah ini terjadi setelah ada hubungan hukum
yang onkret antara tanah sebagai objek dan orang atau bada
hukum tertentu sebagai subjek atau pemegang haknya.
Ketentuan-ketentuan dalam penguasaan atas tanah ini adalah
sebagai berikut :
1) Mengatur hal-hal mengenai penciptaaannya menjadi suatu
hubungan hukum yang konkret dengan nama atau sebutan
hak penguasaan atas tanah tertentu
2) Mengatur hal-hal mengenai pembebanannya dengan hakhak lain
3) Mengatur hal-hal mengenai pemindahannya kepada pihak
lain
4) Mengatur hal-hal mengenai hapusnya
5) Mengatur hal-hal mengenai pembuktiannya
Pengertian “penguasaan” dapat juga dipakai dalam arti fisik, juga
dapat dalam arti yuridis. Dapat pula dalam beraspek privat dan
beraspek publik. Penguasaan dalam arti yuridis adalah
penguasaan yang dilandasi hak, yang dilindungi oleh hukum dan
pada umumnya memberi kewenangan kepada pemegang hak
untuk menguasai secara fisik tanah yang dihaki, sementara itu ada
juga aspek privat dimana meskipun secara yuridis, ia memiliki
kewenangan atas tanah yang ia haki, namun ia tidak mengasai
secara fisik tanah tersebut dan memberikan penguasaanya keada
pihak lain, dikarenakan suatu perjanjian. Sedangkan dari aspek
publik merupakan penguasaan negara sebagaimana diatur dalam
Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan pasal 2 UUPA. Secara hirarki hak
peguasaan atas tanah dalam UUPA dan Hukum Tanah Nasional
adalah sebagai berikut22 :
a)
b)
c)
d)
Hak bangsa Indonesia atas tanah
Hak menguasai negara atas tanah
Hak ulayat masyarakat Hukum Adat
Hak perseorangan atas tanah, meliputi :
1) hak-hak atas tanah
2) wakaf tanah hak milik
3) hak tanggungan
4) hak milik atas satuan rumah susun
Hak perseorangan atas tanah yang diberikan kepada subjek hak,
memberikan suatu kewenangan untuk menikmati, memungut
hasil, mempergunakan tanah tersebut, tubuh buminya, airnya
serta ruang angkasanya, namun hanya sekedar yang diperlukan
dalam konteks kepentingan lansung yang berhubungan dengan
penggunaan tanah tersebut, dan tentunya hal ini tetap dibatasi
oleh Undang-Undang Pokok Agraria dan instrumen hukum lainnya.
Salah satu bentuk pembatasan yang dilakukan oleh UndangUndang Pokok Agraria tercermin dalam Pasal 6, yang mana
redaksi lengkap dari pasal tersebut adalah sebagai berikut,
“semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”. Disini dapat
disimpulkan bahwa seseorang tidak memiliki kewenangan mutlak
untuk mempergunakan hak atas tanah itu dengan sekehendak
hatinya, apalagi jika hal tersebut dapat merugikan orang lain.
Apabila kepentingan terhadap tanah lebih besar (kepentingan
umum dan kepentingan masyarakat luas), maka harus
diberlakukan fungsi sosial terhadap hak atas tanah tersebut,
22
Ibid, hlm. 77
dalam arti kepentingan individu harus dikorbankan demi
kepentingan umum.
Jadi prinsip kepemilikan tanah menurut UUPA disamping
menghormati hak-hak individual juga memerhatikan kepentingan
yang lebih luas. Dengan konsep Hak Menguasai negar aseperti
yang diatur dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA maka berdasarkan
ketentuan Pasal 18 UUPA negara mendapat legitimasi untuk
melakukan pencabutan hak atas tanah yang dimiliki oleh warga
masyarakat. Namun kepentingan individu juga diproteksi dengan
adanya ketentuan pemberian ganti rugi yang layak terhadap
individu yang telah mengorbankan hak atas tanahnya demi
kepentingan umum, kepentingan bersama rakyat, bangsa dan
negara, tentunya tetap dalam batasan, yakni penggantian yang
tata caranya diatur dengan Undang-Undang.23
2. Pengaturan dan Ruang Lingkup Hak Atas Tanah
Dengan bertolak dari konsep Hak Menguasai Negara (HMN),
sesuai ketentuan Pasal 4 ayat (1), negara memiliki kewenangan
untuk menetapkan jenis-jenis Hak Atas Tanah yang dapat
diberikan kepada dan dapat dipunyai oleh orang-orang, baik
sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badanbadan hukum, lengkapnya redaksi pasalnya adalah sebagai
berikut, “Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang
dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak
atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan
kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun
bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum.”24
Sesuai ketentuan pasal 16 Undang-Undang No. 5 tahun 1960,
jenis-jenis hak atas tanah antara lain :
a. Hak Milik, diatur dalam pasal 20 sampai pasal 27 UUPA.
Menurut Pasal 50 ayat (1) UUPA, ketentuan lebih lanjut
23
24
Achmad Rubaie, Op. Cit., hlm. 6
Urip Santoso Op. Cit., hlm. 89
mengenai Hak Milik diatur dengan Undang-Undang.
Undang-Undang yang diperintahkan disini sampai sekarang
belum terbentuk. Untuk itu diberlakukanlah Pasal 56 UUPA,
yaitu selama undang-undang tentang Hak Milik belum
terbentuk, maka yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan
Hukum Adat setempat dan peraturan-peraturan lainnya
sepanjang tidak bertentangan dengan UUPA.25
b. Hak Guna Usaha, diatur dalam pasal 28 sampai 34 UUPA.
Menurut pasal 50 ayat (2) UUPA, ketentuan lebih lanjut
mengenai HGU diatur dengan peraturan PerundangUndangan. Peraturan yang dimaksud disini adalah Peraturan
Pemerintah (PP) No. 40 tahun 1996 tentang HGU, HGB, dan
Hak Pakai atas tanah, secara khusus diatur dalam Pasal 2
sampai dengan Pasal 18.
c. Hak Guna Bangunan, diatur dalam pasal 35 sampai 40
UUPA. Menurut Pasal 50 ayat (2) UUPA, ketentuan lebih
lanjut mengenai HGb diatur dengan peraturan perundangundangan. Peraturan perundang-undangan disini adalah
Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996, secara khusus
diatur dalam Pasal 19 sampai dengan Pasal 38.
d. Hak Pakai, diatur dalam pasal 41 sampai pasal 43 Undnag
Undang Pokok Agraria. Menurut Pasal 50 ayat (2) UUPA,
ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Pakai diatur dengan
peraturan perundang-undangan, yakni Peraturan Pemerintah
Nomor 40 tahun 1996, secara khusus diatur dalam Pasal 39
sampai dengan Pasal 58.
e. Hak Sewa Untuk Bangunan, diatur dalam Pasal 44 dan Pasal
45 UUPA. Menurut Pasal 50 ayat (2) UUPA, ketentuan lebih
lanjut mengenai Hak sewa Untuk Bangunan diatur dengan
perturan perundang-undangan. Peraturan perundang-
25
undangan yang diperintahkan disini sampai sekarang belum
terbentuk.
f. Hak atas tanah yang bersifat sementara, diatur dalam pasal
53 UUPA, yang mana menyatakan jenis-jenis hak atas tanah
yang bersifat sementara antara lain hak gadai (gadai tanah);
hak usaha bagi hasil (perjanjian bagi hasil); menumpang;
dan hak sewa tanah pertanian.hak-hak atas tanah ini diatur
dalam UUPA dan diberi sifat sementara, dalam waktu yang
singkat diusahakan akan dihapus dikarenakan mengandung
sifat-sifat pemerasan dan bertentangan dengan jiwa UUPA.
Namun pada kenyataannya sampai saat ini tidak dapat
dihapuskan dan yang dapat dilakukan hanyalah mengurangi
sifat-sifat pemerasan.
Selanjutanya berdasarkan ketentuan pasal 16 jo. Pasal 53 UUPA,
hak atas tanah dapat dibedakan menjadi26 :
a. Hak atas tanah yang bersifat tetap
Hak atas tanah ini akan tetap aada selama UUPA masih berlaku
atau belum dicabut dengan undnag-undang yang baru.
Jenis-jenis hak atas tanah ini adalah Hak Milik, Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Membuka Tanah,
Hak Sewa Untuk Bangunan, dan Hak Meungut Hasil Hutan
b. Hak atas tanah yang bersifat sementara
Hak atas tanah ini sifatnya sementara, dalam waktu yang
singkat akan dihapuskan dikarenakan mengandung sifat-sifat
pemerasan, mengandung sifat feodal, dan bertentangan
dengan jiwa UUPA.
Macam-macam hak atas tanah ini adalah Hak Gadai, (Gadai
Tanah), Hak Usaha Bagi Hasil (Perjanjian Bagi Hasil), Hak
Menumpang dan Hak Sewa Tanah Pertanian.
Pada hak atas tanah yang bersifat tetap diatas, sebenarnya Hak
Membuka Tanah dan Hak Memungut Hasil Hutan bukanlah hak
atas tanah dikarenakan keduanya tidak memberikan wewenang
kepada pemegang haknya untuk menggunakan tanah atau
26
Ibid, hlm. 90-91
mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya. Namun sekedar
menyesuaikan dengan sistematika Hukum Adat, maka kedua hak
tersebut dicantumkan juga kedalam hak atas tanah yang bersifat
tetap. Sebenarnya kedua hak tersebut merupakan
“pengejawantahan” dari hak ulayat masyarakat Hukum Adat.
Selain daripada pembedaan hak atas tanah diatas, hak atas tanah
juga dikelompokkan dari segi asal tanahnya, hak atas tanah
dibedakan menjadi dua kelompok27 :
a. Hak atas tanah yang bersifat primer
Hak atas tanah ini berasal dari tanah negara. Macam-macam
hak atas tanah ini adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak
Guna Bangunan atas tanah negara, Hak Pakai atas tanah
negara
b. Hak atas tanah yang bersifat sekunder
Hak atas tanah ini berasal dari hak atas tanah pihak lain.
Macam-macam hak atas tanah ini adalah Hak Guna Bangunan
atas tanah Hak Pengelolaan, Hak Guna Bangunan atas tanah
Hak Milik, Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan, Hak Pakai
atas tanah Hak Milik, Hak Sewa untuk Bangunan, Hak Gadai
(Gadai Tanah), Hak Usaha Bagi Hasil (Perjanjian Bagi Hasil),
Hak Menumpang, dan Hak Sewa Tanah Pertanian.
27
Ibid.
II.
PEMBAHASAN
A.
Penanaman Modal Dalam Negri
Penanaman modal dalam negri diatur dalam Undang-Undang
Nomor 6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negri.
Undang-Undang No. 6 tahun 1968 tersebut terdiri atas 10 bab dan
25 pasal. Selanjutnya Undang-Undang tersebut diubah dengan
Undang-Undang Nomor 12 tahun 1970 tentang perubahan dan
tambahan Undang-Undang Nomor 6 tahun 1968 dan keduanya telah
dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi digantikan UndangUndang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dengan
demikian yang menjadi payung hukum dari kegiatan penanaman
modal di Indonesia saat ini ialah Undang-Undang Nomor 25 tahun
2007 tenang Penanaman Modal.
Sebelum membicarakan penanaman modal dalam negri,
tentunya harus jelas terlebih dahulu perihal modal dalam negri.
Istilah modal dalam negri berasal dari terjemahan bahasa Inggris,
yakni domestic capital. Pengertian Modal Dalam Negri (MDN) dapat
kita baca dalam pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 tahun
1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negri (MDN) adalah “bagian
daripada kekayaan masyarakat Indonesia, termasuk hak-hak dan
benda-benda, baik yang dimiliki oleh negara maupun swasta nasional
atau swasta asing yang berdomisili di Indonesia, yang
disisihkan/disediakan guna menjalankan sesuatu usaha sepanjang
modal tersebut tidak diatur oleh ketentuan-ketentuan Pasal 2
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal
Asing.”
Pihak swasta yang memiliki modal dalam negri tersebut dapat terdiri
atas :
1. Perorangan dan/atau
2. Badan Hukum yang didirikan berdasarkan hukum yang
berlaku di Indonesia
Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 9 UU no. 25 tahun 2007 tentag
enanaman modal juga disebutkan pengertian modal dalam negri,
yakni “modal yang dimiliki oleh negara Republik Indonesia,
perseorangan WNI, dan/atau badan usaha Indonesia, atau badan
usaha yang berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum.”
Dalam ketentuan ini yang dapat memiliki modal dalam negri adalah :
1. Negara Indonesia
2. Perseorangan warga negara Indonesia;
3. Badan usaha berbentuk badan hukum atau tidak berbadan
hukum
Sementara itu istilah penanaman modal dalam negri (PMDN)
berasal dari bahasa Inggris, yaitu domestic investment. Pengertian
Penanaman Modal Dalam Negri (PMDN) kita temukan dalam Pasal 2
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal
dalam Negri. Penanaman Modal dalam Negri ialah “penggunaan
daripada kekayaan seperti tersebut dalam Pasal 1, baik secara
langsung maupun tidak langsung untuk menjalankan usaha menurut
atau berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-Undang ini.”
Dalam ketentuan Pasal 2 tersebut dapat diketahui bahwa pihak yang
dapat menjadi penanam modal dalam negri adalah :
1. Orang-perorangan warga negara Indonesia
2. Badan Usaha Indonesia
Bentuk hukum dari badan usaha dalam kegiatan penanaman modal
dalam negri, dalam ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, dapat berbentuk :
1. Badan usaha yang berbadan hukum
2. Badan usaha yang tidak berbadan hukum
Didalam hukum positif Indonesia, ada dua jenis badan usaha
yang telah diberi status yuridis sebagai badan hukum, yaitu
Perseroan Terbatas dan Koperasi. Selain itu, yayasan yang
merupakan badan sosial, keagamaan dan kemanusiaan telah
mendapat status yuridis sebagai badan hukum, sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perbedaan antara badan usaha/perusahaan Nasional dengan
perusahaan asing dapat kita temukan dalam Pasal 3 Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1968 tentang penanaman modal dalam negri.
Perusahaan nasional adalah perusahaan yang sekurang-kurangnya
51 % daripada modal dalam negri yang ditanamkan didalamnya
dimiliki oleh negara dan swasta nasional. Persentase tersebut
senantiasa harus ditingkatkan sehingga pada tanggal 1 Januari 1974
menjadi tidak kurang dari 75%.
Apabila dicermati definisi diatas, perusahaan nasional dapat dibagi
menjadi 2 maacam, yaitu :
1. Perusahaan Nasional yang modalnya dimiliki oleh negara
2. Swasta nasional
Undang-Undang yanng mengatur tentang perusahaan negara
adalah Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha
Milik Negara (BUMN), yang mana dapat didefinisikan sebagai
“badan usaha yang seluruh modal atau sebagian besar modalnya
dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang
berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan (Pasal 1 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik
Negara).
Sedangkan perusahaan swasta nasional merupakan perusahaan
yang seluruh modalnya dimiliki oleh pihak swasta. Perusahaan asing
merupakan perusahaan yang seluruh modalnya berasal dariasing
atau merupakan kerja sama antara modal asing dengan modal
domestik. Pemilikan saham modal domestik, minimal 5%, sedangkan
perusahaan asing maksimal 95%.
B.
Penanaman Modal Asing
Awalnya investasi asing di Indonesia memiliki payung hukum
yakni Undang-Undang No. 1 tahun 1967 tentang penanaman modal
asing. Undang-undang ini terdiri atas 13 bab dan 31 pasal. UndangUndang ini telah dilakukan perubahan dan enambahan dengan
Undang-Undang nomor 11 tahun 1970 tentang perubahan dan
tambahan Undang-Undang nomor 1 tahun 1967 tentang penanaman
modal asing. Undang-Undang ini telah dijabarkan dalam Peraturan
Pemerintah, Keputusan Presiden, dan berbagai Peraturan Mentri,
yakni sebagai berikut
1) Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 1992 tentang
persyaratan pemilikan saham dalam perusahaan penanaman
modal asing
2) Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 1994 tentang
pemilikan saham dalam perusahaan yang didirikan dalam
rangka penanaman modal dalam negri
3) Keputusan Presiden nomor 115 tahun 1998 tentang
perubahan atas keputusan presiden nomor 97 tahun 1993
tentang tata cara penanaman modal
4) Keputusan presiden nomor 96 tahun 2000 tentang idang
usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan
persyaratan tertentu bagi penanam modal
5) Keputusan mentri negara investasi/ kepala BKPM Nomor
38/SK/1999 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan
Penanaman Modal yang Didirikan dalam Rangka Penanaman
Modal Dalam Negri dan Penanaman Modal Asing, yang
kemudian diubah dengan Keputusan kepala BKPM Nomor
57/SK/2004
Berikutnya ketentuan ketentuan dalam Undang-Undang No. 25
tahun 2007 yang berkaitan dengan penanaman modal asing adalah
sebagai berikut :
1. Pasal 1 angka 3, angka 6, dan angka 8 tentang pengertian
2.
3.
4.
5.
6.
penanaman modal asing, subjeknya, dan modal asing
Pasal 3 tentang asas dan tujuan penanaman modal asing
Pasal 4 tentang kebijakan dasar penanaman modal
Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) tentang bentuk badan usaha
Pasal 6 tentang perlakuan terhadap penanam modal
Pasal 7 yang mengatur bahwasanya pemerintah tidak akan
melakukan tindakan nasionalisasi dan pengambilalihan hak
7. Pasal 8 tentang kebebasan mengalihkan aset
8. Pasal 9 tentang tanggung jawab hukum yang belum
diselesaikan oleh penanam modal
9. Pasal 10 tentang penggunaan tenaga kerja, khususnya
tenaga kerja asing
10. Pasal 11 tentang penyelesaian perselisihan hubungan
industrial
11. Pasal 12 tentang bidang usaha
12. Pasal 15 sampai dengan pasal 17 tentang hak, kewajiban,
dan tanggung jawab penanam modal.
13. Pasal 18 sampai dengan pasal 24 tentang fasilitas
penanaman modal
14. Pasal 32 ayat (1) dan ayat (3) tentang enyelesaian
sengketa
15. Pasal 33 sampai dengan pasal 34 tentang sanksi
Dalam undang-undang no. 1 tahun 1967 tentang penanaman
modal asing dikenal dua istilah, yakni penanaman modal asing dan
modal asing. Istilah penanaman modal asing merupakan terjemahan
dari bahasa Ingrris, foreign investment. Pengertian penanaman
modal asing dapat kita baca dalam pasal 1 undnag-undang nomor 1
tahun 1967 tentang penanaman modal asing. Penanaman modal
asing adalah “hanya meliputi modal asing secara langsung yang
dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentua undangundang dan digunakan menjalankan perusahaan di Indonesia.
Selanjutnya didalam pasal 1 angka 9 Undang-Undang nomor 25
tahun 2007 tentang penanaman modal juga telah ditentukan
pengertian penanaman modal asing, yakni “kegiatan menanam
modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia
yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan
modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan
penanam modal dalam negri.”
Bentuk-bentuk penanaman modal asing, sesuai ketentuan pasal
1 dan pasal 23 Undang-Undang no. 1 tahun 1967 tentang
penanaman modal asing jo. Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah
nomor 20 tahun 1994 tentang pemilikan saham dalam perusahaan
yang didirikan dalam rangka penanaman modal asing, yakni antara
lain :
1. Patungan antara modal asinng dengan modal yang dimiliki
oleh warga negara Indonesia dan/atau badan hukum
Indonesia. Patungan adalah bersama-sama mengumpulkan
uang untuk suatu maksud tertentu
2. Langsung, dalam artian seluruh modalnya dimiiki oleh warga
negara dan/atau warga negara asing.
C.
Bidang Usaha Yang Terbuka Untuk Penanaman Modal
Asing
Penentuan bidang usaha untuk penanaman modal asing bersifat
dinamis karena setiap waktu dapat berubah yang disesuaikan
dengan kondisi bangsa dan negara. Untuk mengkajinya harus dilihat
kepada berbagai peraturan yang ada. Berikut ini perkembangan
bidang usaha untuk penanaman modal asing, yang sebelumnya
diatur dalam :
1. Pasal 5 sampai dengan pasal 8 undang-undang no. 1 tahun
1967
2. Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 1994,
3. Keputusan presiden nomor 96 tahun 2000 tentang bidang
usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan
persyaratan tertentu bagi penanam modal
4. Keputusan presiden nomor 118 tahun 2000 tentang
perubahan keputusan presiden nomor 96 tahun 2000
Ketentuan tentang daftar bidang usaha khususnya untuk investasi
asing, kini tidak berlaku lagi karena ketentuan telah diganti dengan
Peraturan Pemerintah No. 77 tahun 2007 tentang Daftar Bidang
Usaha Yang Tertutup dan Bidang usaha yang terbuka dengan
persyaratan dibidang penanaman modal. Didalam lampiran II
Peraturan Presiden No, 77 tahun 2007 tersebut telah ditentukan
sebanyak 137 daftar bidang usaha yang diperkenankan untuk
penanaman modal asing. Ada dua bidang usaha yang diperkenankan
untuk investasi asng, yaitu :
Daftar bidang usaha yang dipersyaratkan kepemilikan modalnya,
dimana bidang usaha ini ditentukan secara pasti komposisi investasi
antara investor asing dan investor domestik. Ada 120 daftar bidang
usaha yang dipersyaratkan kepemilikan modalnya, terutama yang
berasal dari investor asing.
D.
Pemberian Fasilitas Hak Atas Tanah Dalam Rangka
Penanaman Modal Asing
Setiap investor yang akan menanamkan modalnya di Indonesia
akan diberikan kemudahan. Salah satu kemudahan itu adalah
kemudahan dalam pemberian pelayanan dan/atau perizinan hak atas
tanah. Dalam pasal 22 Undang-undang No. 25 tahun 2007 tentang
penanaman modal ditentukan bahwa investor diberikan hak untuk
menggunakan hak atas tanah yang terdapat diwilayah Indonesia.
Hak atas tanah yang dapat digunakan oleh investor untuk kegiatan
investasinya adalah :
1. Hak Guna Usaha (HGU);
2. Hak Guna Bangunan (HGB); dan
3. Hak Pakai
Jangka waktu penggunaan hak atas tanah oleh investor itu,
berbeda antara satu dengan yang lainnya. Jangka waktu penggunaan
HGU adalah 95 tahun dengan cara :
1. Diberikan dan diperpanjang dimuka sekaligus selama 60
tahun
2. Diperbaharui selama 35 tahun
Jangka waktu penggunaan HGB adalah 80 tahun, dengan cara :
1. Diberikan dan dapat diperpanjang dimuka sekaligus selama
50 tahun
2. Diperbaharui selama 30 tahun
Jangka waktu penggunaan Hak Pakai adalah 70 tahun dengan cara
dapat :
1. Diberikan dan diperpanjang dimuka sekaligus selama 45
tahun; dan
2. Dapat diperbaharui selama 25 tahun
Namun pada dasarnya tidak semua perusahaan penanaman modal
dapat diberikan hak atas tanah, sesuai dengan jangka waktu
tersebut. Perusahaan tersebut harus memenuhi syarat-syarat yang
telah ditentukan dalam Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang nomor 25
tahun 2007 tentang penanaman modal. Ada lima persyaratan, yakni
1. Yang dilakukan dalam jangka panjang dan terkait dengan
perubahan struktur perekonomian Indonesia yang lebih
berdaya saing
2. Dengan tingkat risiko penanaman modal yang memerlukan
pengembalian modal dalam jangka panjang sesuai dengan
jenis kegiatan penanaman modal yang dilakukan risiko
pengembalian investasi lama
3. Tidak memerlukan area yang luas
4. Menggunakan hak atas tanah negara
5. Tidak mengganggu rasa keadilan masyarakat dan tidak
merugikan kepentingan umum
Jangka waktu penggunaan hak atas tanah itu sungguh sangat lama.
Ini bertentangan dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun
1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai
Atas Tanah
Dalam kedua ketentuan itu ditentukan jangka waktu penggunaan :
1. Hak Guna Usaha, diberikan untuk jangka waktu paling lama 35 tahun
dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 25 tahun (pasal 8
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996). Jadi total jangka waktu
Hak Guna Usaha adalah selama 60 tahun.
2. Hak Guna Bangunan, diberikan untuk jangka waktu paling lama 35
tahun dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun
(Pasal 25 Peraturan Pemerintah No. 40 tahun 1996). Jadi total jangka
waktu Hak Guna Bangunan selama 55 tahun
3. Hak Pakai Atas Tanah Negara, diberikan untuk jangka waktunpaling
lama 25 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling
lama 20 tahun (Pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun
1996). Jadi total jangka waktu hak pakai selama 45 tahun.
III. PENUTUP
Kesimpulan
Pemberian Fasilitas Hak Atas Tanah Dalam Rangka Penanaman Modal
Asing, dapat berupa :
1. Hak Guna Usaha (HGU);
2. Hak Guna Bangunan (HGB); dan
3. Hak Pakai
Jangka waktu penggunaan hak atas tanah oleh investor itu, berbeda
antara satu dengan yang lainnya. Jangka waktu penggunaan HGU
adalah 95 tahun dengan cara :
1. Diberikan dan diperpanjang dimuka sekaligus selama 60 tahun
2. Diperbaharui selama 35 tahun
Jangka waktu penggunaan HGB adalah 80 tahun, dengan cara :
1. Diberikan dan dapat diperpanjang dimuka sekaligus selama 50
tahun
2. Diperbaharui selama 30 tahun
Jangka waktu penggunaan Hak Pakai adalah 70 tahun dengan cara
dapat :
1. Diberikan dan diperpanjang dimuka sekaligus selama 45 tahun;
dan
2. Dapat diperbaharui selama 25 tahun
Jangka waktu penggunaan hak atas tanah itu sungguh sangat lama. Ini
bertentangan dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam UndangUndang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria dan Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 tentang Hak
Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah
Dalam kedua ketentuan itu ditentukan jangka waktu penggunaan :
1. Hak Guna Usaha, diberikan untuk jangka waktu paling lama 35
tahun dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 25
tahun (pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996). Jadi
total jangka waktu Hak Guna Usaha adalah selama 60 tahun.
2. Hak Guna Bangunan, diberikan untuk jangka waktu paling lama
35 tahun dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20
tahun (Pasal 25 Peraturan Pemerintah No. 40 tahun 1996). Jadi
total jangka waktu Hak Guna Bangunan selama 55 tahun
3. Hak Pakai Atas Tanah Negara, diberikan untuk jangka
waktunpaling lama 25 tahun dan dapat diperpanjang untuk
jangka waktu paling lama 20 tahun (Pasal 45 Peraturan
Pemerintah Nomor 40 tahun 1996). Jadi total jangka waktu hak
pakai selama 45 tahun.