Pengaruh kecerdasan emosional pada performansi penjualan - USD Repository

  PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL PADA PERFORMANSI PENJUALAN Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

  Program Studi Psikologi Disusun Oleh :

  Pauline Larissa Sudibyo 089114012 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

  

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL PADA

PERFORMANSI PENJUALAN

Pauline Larissa Sudibyo

  

ABSTRAK

Penelitian kuantitatif non-eksperimen ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh

kecerdasan emosional pada performansi penjualan. Variabel bebas adalah kecerdasan emosional,

sedangkan variabel tergantung adalah performansi penjualan. Hipotesis dalam penelitian ini adalah

kecerdasan emosional berpengaruh secara positif dan signifikan pada performansi penjualan atau

dengan kata lain semakin tinggi kecerdasan emosional maka semakin tinggi pula performansi

penjualan. Subjek penelitian ini adalah 70 mahasiswa dan mahasiswi yang sedang menempuh

pendidikan di Yogyakarta. Pengambilan data dilakukan dengan pengisian skala kecerdasan

emosional dan pencatatan performansi kerja. Uji validitas dan reliabilitas skala kecerdasan

emosional memperoleh 44 item valid dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,905. Metode analisis

data adalah analisis regresi linear sederhana. Hasil analisis data menunjukkan F > F pada

reg tabel

taraf signifikasi 0,00 dan koefisien regresi 0,293, 0,324, dan 0,339 masing-masing untuk tiga

indikator performansi penjualan yaitu kemampuan untuk memperoleh hasil penjualan yang tinggi,

kemampuan untuk menjual sejumlah produk, dan kecepatan dalam menjual produk baru. Hipotesis

dalam penelitian ini diterima; kecerdasan emosional berpengaruh secara positif dan signifikan

pada performansi penjualan atau dengan kata lain semakin tinggi kecerdasan emosional maka

semakin tinggi pula performansi penjualan. Kata kunci : kecerdasan emosional, performansi penjualan

  

THE INFLUENCE OF EMOTIONAL INTELLIGENCE ON

SALES PERFORMANCE

Pauline Larissa Sudibyo

ABSTRACT

  The quantitative non-experimental research aims to investigate the influence of emotional

intelligence on sales performance. The independent variable is emotional intelligence, while the

dependent variable is sales performance. The hypothesis says that emotional intelligence positive-

significantly influences the sales performance or as the emotional intelligence increases, the sales

performance will increase. The subjects were 70 male and female Yogyakarta university students.

Data were collected with the emotional intelligence scale and the amount (financially and units)

and speed of their selling. Emotional intelligence scale validity test and reliability test show 44

valid items with reliability coefficient of 0.905. Data were analyzed using simple linear regression

analysis. Result shows F > F at significance level of 0.00 and regression coefficient 0.293,

reg table

0.324, and 0.339 respectively for the three indicators of sales performance. This reaffirms that

emotional intelligence positive-significantly influences the sales performance or as the emotional

intelligence increases, the sales performance will increase.

  Keywords : emotional intelligence, sales performance

KATA PENGANTAR

  Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa di surga karena atas

kasih dan karunia-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.

  

Pencapaian ini membuat penulis semakin yakin bahwa segala hal dalam

kehidupan ini memang selalu indah pada waktu-Nya. Skripsi dengan judul

“Pengaruh Kecerdasan Emosional pada Performansi Penjualan” ini sebagai salah

satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta dan meraih gelar sarjana psikologi.

  Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

orang-orang yang selama ini memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis,

baik secara moril dan materi hingga terselesaikannya skripsi ini :

  

1. Dr. Ch. Siwi Handayani, S.Psi., M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta sekaligus selaku dosen pembimbing akademik. Terima kasih atas cerita-cerita pengalaman hidup yang sangat

menginspirasi dan membuat penulis selalu semangat dalam menimba ilmu.

  

2. Romo Dr. A. Priyono Marwan, S.J. selaku dosen pembimbing yang dengan

sabar mendampingi dan membimbing penulis dalam penulisan skripsi. Terima kasih juga sudah berbagi banyak hal termasuk penerapan kecerdasan emosional dalam kehidupan sehari-hari, masukan-masukan yang membangun untuk perbaikan diri penulis, kesediaan untuk meluangkan banyak waktu

3. Eddy Suhartanto, M.Psi. dan Dewi Anggraeni, M.Psi. atas referensi-referensi dan masukan yang diberikan di awal penulisan skripsi ini.

  

4. Prof. Dr. A Supratiknya dan Dr. Tjipto Susana, M.Si. selaku dosen penguji

yang telah memberikan banyak sekali masukan yang membangun. Terima kasih atas waktu dan berbagai pengetahuan yang dapat kita diskusikan bersama.

  

5. Semua dosen dan karyawan di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta yang telah membagi ilmu, mendampingi dan membimbing penulis selama mengenyam pendidikan di sini. Terima kasih atas banyak hal yang dapat penulis peroleh dan kebersamaan kita selama 4 tahun ini. Terima kasih pula telah membantu kelancaran proses belajar penulis dari awal masuk sampai terselesaikannya skripsi ini dan penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung perkuliahan.

  

6. Kedua orang tua saya, Stefanus Sindu Sudibyo dan Patricia Lely Iryani yang

telah merawat dan membesarkan penulis dan memberikan kasih sayang yang begitu besar. Terima kasih atas dukungan doa yang tak henti-hentinya demi kesuksesan penulis dan berbagai pengorbanan yang kalian berikan untuk penulis. Semoga pencapaian ini membuat kalian bangga.

  

7. Adikku, Bernadus Alan Darmasaputra Sudibyo yang sudah menemani hari-

hari penulis dengan keusilan, canda, dan kasih sayangnya. Terima kasih sudah

  8. Teman- teman “Chibi”ku, teman dalam suka dan duka (Anis, Nursih, Heni, Tiwi, Meili) yang sudah mewarnai hari-hariku. Terima kasih atas kehangatan di akhir semester ini, serta dukungan dan doa yang diberikan. Terima kasih secara khusus untuk Anis yang telah menjadi teman bertukar cerita sejak bertemu di Akrab Psikologi 2008. Terima kasih juga secara khusus untuk Nursih atas kebersamaan kita selama ini. Sukses untuk kita semua.

  

9. Cindy, teman kos yang suka heboh di waktu malam. Terima kasih sudah

menjadi teman satu atap yang luar biasa dan teman bertukar cerita, kebersamaan sejak bertemu di Akrab Psikologi 2008, belajar dan berdinamika bersama.

  

10. Nita, Siska, Martha, dan Noni yang selalu saya ganggu untuk bertanya

masalah skripsi, pendaftaran ujian, dan terima kasih atas dukungan kalian untukku.

  

11. Teman-teman seperjuangan Psikologi angkatan 2008 (terutama kelas A) yang

sudah mengajarkan saya banyak hal. Terima kasih atas segala dukungan dan pengalaman berdinamika bersama dalam kelompok selama perkuliahan. Senang bisa mengenal kalian.

  

12. Teman-teman Universitas Sanata Dharma Yogyakarta angkatan 2009 yang

bersedia menjadi subjek penelitian. Terima kasih atas bantuannya, tanpa kalian skripsi ini tidak akan bisa selesai. Sukses untuk kalian semua.

14. Gloria Edukasindo dan semua klien yang sudah memberikan kesempatan belajar dan berbagi banyak hal denganku termasuk semangat untuk melayani.

  Terima kasih atas pengalaman yang sangat berharga ini. Secara khusus, Pak Eko atas kesempatan yang diberikan dan referensi-referensi untuk skripsi ini.

  Terima kasih Pak Donni dan Mas Pedro untuk diskusi kecil tentang skripsiku ini. Terima kasih juga untuk Mas Dhana dan Mba Dita atas masukan-

masukan, referensi, dan dukungan untukku dalam penyelesaian skripsi ini.

  15. And the last but not least , Ardhimas Kusnadi yang telah menjadi “sahabat” setiaku selama 4 tahun ini. Terima kasih atas segala dukungan, doa, dan kebersamaan yang kita jalani. Terima kasih juga karena telah membantuku menjadi pribadi yang lebih mandiri.

  

16. Semua pihak yang telah mendukung dan membantu penulis secara langsung

maupun tidak langsung. Semoga Tuhan selalu menyertai dan membalas kebaikan kalian.

  Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk melengkapi

skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua orang yang

membacanya.

  Yogyakarta, 30 Agustus 2012

  

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ..................................... ii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................... iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH ............................................................................................. vii

i

DAFTAR ISI .................................................................................................... xii

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................... 38

  1. Kecerdasan Emosional ............................................................ 39

  2. Performansi Penjualan ............................................................ 39

  

  

  

  

  

  

  

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................... 50

  

  

  

  

BAB V PENUTUP .......................................................................................... 66

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 68

LAMPIRAN ..................................................................................................... 73

  DAFTAR TABEL Tabel 1 Pemberian Skor Skala Kecerdasan Emosional ………………. 43 Tabel 2 Blueprint Skala Kecerdasan Emosional (Sebelum Analisis dan Seleksi Item

  ) ………………………… 44 Tabel 3 Blueprint Skala Kecerdasan Emosional (Setelah Seleksi Item ) ……………………………………….... 47

  Tabel 4 Deskripsi Jenis Kelamin Subjek Penelitian …………………... 54 Tabel 5 Deskripsi Usia Subjek Penelitian …………………………….. 54 Tabel 6 Uji Normalitas ………………………………………………… 56 Tabel 7 Uji Linieritas (Kecerdasan Emosional-Hasil Penjualan ) ……... 57

Tabel 8 Uji Linieritas (Kecerdasan Emosional-Jumlah Produk Terjual) 58

Tabel 9 Uji Linieritas (Kecerdasan Emosional-

  Waktu Penjualan) ……. 59

Tabel 10 Uji Heteroskedastisitas (Kecerdasan Emosional-Hasil Penjualan)

………………………………………………………………… 60 Tabel 11 Uji Heteroskedastisitas (Kecerdasan Emosional-Jumlah Produk T erjual) ……………………………………………….. 60

  Tabel 12 Uji Heteroskedastisitas (Kecerdasan Emosional-Waktu Penju alan) …………………………………………………….. 60

DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran 1 Skala Kece rdasan Emosional ……………………………… 74 Lampiran 2 Pencatatan Performansi Kerja Tenaga Penjualan …………. 79 Lampiran 3 Data Skor Subjek Skal a Kecerdasan Emosional ………….. 80 Lampiran 4 Data Skor Subjek Pencatatan Performansi Kerja Tenaga Penjualan ………………………………………….. 94 Lampiran 5 Uji Reliabilitas Skala Kecerdasan Emotional ……………... 96 Lampiran 6 Uji Nor malitas ……………………………………………... 101 Lampiran 7 Uji Li nieritas ………………………………………………. 103 Lampiran 8 Uji Heterosk edastisitas ……………………………………..105 Lampiran 9 Uji Hipot esis ………………………………………………. 107

BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah makhluk pekerja bahkan manusia menghabiskan

  sebagian besar waktunya untuk bekerja. Kerja itu sendiri memiliki arti melakukan sesuatu atau sesuatu yang dilakukan, sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah (KBBI, 2005). Tujuan dari kegiatan bekerja ini adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dalam psikologi, kita mengenal adanya Teori Kebutuhan Maslow (Goble, 1987). Kebutuhan-kebutuhan tersebut adalah kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan kasih sayang, kebutuhan akan penghargaan, dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Lima kebutuhan di atas tidak hanya bersifat fisiologis namun juga psikologis. Bekerja merupakan salah satu dari sekian banyak perilaku yang dimotivasi oleh kebutuhan-kebutuhan tersebut. Manusia mengambil peranan penting terhadap segala sesuatu yang terjadi di dunia ini. Peranan ini diwujudkan dalam perilaku manusia. Perilaku-perilaku tersebut muncul

  Psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku dan proses-proses mental. Tujuan dari ilmu pengetahuan psikologi adalah menggambarkan, meramalkan, dan menjelaskan perilaku (King, 2010). Dalam hal ini, masalah-masalah yang sering ditemui dalam suatu organisasi dan perusahaan pun tidak lepas dari perilaku manusia di tempat kerja. Oleh karena itu, psikologi mengambil peranan penting dalam memecahkan masalah-masalah yang terjadi di suatu organisasi dan perusahaan karena dengan mengetahui bagaimana dan mengapa manusia berperilaku kita dapat menghindari dan mengatasi masalah-masalah tersebut (Sonnentag, 2002).

  Dalam dunia kerja, perilaku manusia ditunjukkan salah satunya dalam performansi kerja seseorang.

  Performansi kerja karyawan adalah hasil-hasil yang diperoleh karyawan dari fungsi-fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu (Bernardin, 2003). Performansi kerja karyawan yang bervariasi dan fluktuatif membuat para peneliti tergerak untuk melakukan penelitian. Salah satu penelitian mengatakan bahwa performansi seorang karyawan di suatu organisasi atau perusahaan dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya emosi (Noyes, 2001).

  Berdasarkan penelitiannya pada tahun 1999-2001 dan dalam bukunya yang berjudul Emotional Quality Management, Martin (2003) ketidakmampuan dalam menyalurkan perasaan yang tidak menyenangkan secara positif, (3) sulit mengungkapkan perasaan secara jujur, (4) ketidakmampuan dalam mengendalikan perasaan marah, (5) ketidakmampuan dalam membina hubungan emosi secara sehat untuk jangka panjang, (6) kesulitan memisahkan persoalan pribadi dengan masalah di kantor dan sebaliknya membawa masalah kantor ke dalam rumah tangga, (7) ketidakmampuan menghadapi orang-orang yang bermasalah secara sabar dan dewasa (atasan, rekan, bawahan, atau pelanggan yang sulit), (8) ancaman secara emosional (emotional blackmail) yang dilakukan oleh atasan, rekan, atau bawahan, dan (9) menghadapi atasan atau bawahan dengan karakter yang bermasalah (toxic employee atau toxic leader).

  Penelitian di atas menunjukkan bahwa faktor emosi menjadi masalah yang penting dalam hubungannya dengan kinerja karyawan di perusahaan dan sering kali menyebabkan beban kerja jauh lebih berat. Dengan kata lain, faktor emosi mengambil peranan yang penting dalam performansi kerja seseorang.

  Di samping itu, penelitian yang dilakukan oleh Cote, Christopher, dan Miners (2006) mengatakan bahwa kecerdasan emosional dan task performance memiliki hubungan yang positif. Hal ini menunjukkan pentingnya kecerdasan emosional dalam menentukan tinggi rendahnya

  Dewasa ini, upaya-upaya perusahaan terkait faktor tersebut adalah dengan memberikan training kepada karyawan-karyawannya berupa lokakarya mengenai kecerdasan emosional (Martin, 2012).

  Kecerdasan emosional adalah isu yang tidak pernah surut pembahasannya. Kecerdasan emosional memberikan pengaruh yang besar terhadap kualitas kehidupan setiap individu dan produktivitas kerja (Martin, 2003). Para peneliti yang menggunakan ability-based approach, mengartikan kecerdasan emosional sebagai sekumpulan kemampuan yang meliputi: kemampuan untuk merasa, menilai, dan mengekspresikan emosi; kemampuan untuk memahami emosi dan pengetahuan emosional; dan kemampuan untuk mengatur emosi sehingga dapat meningkatkan

pertumbuhan emosi dan intelektual (Mayer & Salovey, 1990, hal.23)

  Kecerdasan emosional diartikan sebagai kemampuan untuk mengetahui apa yang dirasakan diri sendiri dan orang lain serta bagaimana cara menggunakan informasi dan energi tersebut secara konstruktif. Sebagian besar sumber bacaan lebih sering menyebutnya sebagai emotional quotient (EQ). Daniel Goleman (1999) dalam bukunya yang berjudul Emotional Intelligence merumuskan bahwa 20% kesuksesan seseorang ditentukan oleh IQ (Intelligence Quotient), tetapi 80% kesuksesannya ditentukan oleh faktor EQ. Begitu juga dengan Mark McCormack (2001) seorang pengarang What The y Don’t Teach You at Harvard Business School Itulah sebutan bagi individu yang memiliki IQ tinggi didampingi dengan EQ yang tinggi pula.

  Di era globalisasi ini, kompetisi bisnis semakin tajam. Perusahaan berlomba-lomba untuk menjadi yang terbaik dalam memenuhi kebutuhan konsumennya. Setiap perusahaan memerlukan strategi dalam upaya memasarkan produk mereka (Kartajaya, 2005). Salah satu pendukung keberhasilan suatu perusahaan adalah sumber daya manusia yang berkualitas (Ahira, 2010). Dari sekian banyak karyawan yang terlibat dalam perusahaan,

penelitian ini menyoroti peran tenaga penjualan dalam sebuah perusahaan.

  Tenaga penjualan memiliki peranan yang sangat penting demi tercapainya tujuan perusahaan. Penjualan merupakan stimulus dalam dunia bisnis sehingga sukses tidaknya suatu perusahaan ditentukan oleh keberhasilan penjualannya sehingga tenaga penjualan dinilai sebagai ujung tombak kegiatan penjualan untuk mendatangkan keuntungan bagi perusahaan (Marines, 2011). Efektivitas penjualan dapat dilihat dari evaluasi keseluruhan dari outcome suatu perusahaan yang salah satunya ditentukan oleh kinerja tenaga penjualan (Baldauf, David, Cravens, & Piercy, 2001).

  Tenaga penjualan diartikan sebagai karyawan perusahaan yang berhubungan langsung dengan konsumen potensial atas suatu produk dan berusaha membujuk mereka untuk membeli produk tersebut (Piercy, Cravens, &

  Penelitian Newman, Joseph, dan MacCann (2010) menunjukkan hasil bahwa kecerdasan emosional memberikan dampak positif bagi performansi kerja karyawan. Maka, peneliti mengambil topik kecerdasan emosional sebagai variabel bebas dalam pengaruhnya pada performansi penjualan sebagai variabel tergantung dalam penelitian ini.

  Sebagaimana penelitian-penelitian di atas, penelitian ini juga akan melibatkan dua ubahan yaitu kecerdasan emosional dan performansi kerja.

  Akan tetapi, penelitian-penelitian di atas melibatkan performansi kerja dari proses produksi yang dilakukan karyawan sedangkan penelitian ini melibatkan performansi kerja yang diwujudkan dalam performansi penjualan.

  Penelitian-penelitian sebelumnya cenderung memilih skala pelaporan diri dan skala yang diisi oleh atasan langsung dari subjek untuk mengetahui performansi kerja subjek penelitian. Seperti penelitian yang dilakukan Carmeli (2003), Silvester, Patterson, dan Ferguson (2003) yang menggunakan rating scale yang dikerjakan secara individual oleh subjek dalam penilaian performansi kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Wu (2011) menggunakan rating scale yang diisi oleh supervisor sebagai atasan langsung dari subjek penelitian. Penelitian lain, yaitu tentang hubungan kecerdasan emosional dengan task performance (Cote et.al., 2006) dan pelaporan diri yang didasarkan teknik rating scale untuk memberikan penilaian performansi kerja. Kelemahan metode ini adalah kemungkinan terjadinya faking oleh subjek dan penilaian yang bersifat subjektif karena masing-masing individu memiliki standar penilaiannya sendiri. Faktor subjektivitas juga sangat berpengaruh pada penilaian yang dilakukan oleh supervisor sebagai atasan langsung. Mereka belum tentu menilai berdasarkan hasil yang diperoleh, namun bisa juga didasarkan atas baik tidaknya hubungan interpersonal antara atasan dan bawahan.

  Penelitian ini menggunakan metode yang lebih objektif, yaitu dengan cara mengambil data yang terdiri dari indikator-indikator performansi penjualan yang dapat diukur dan diamati secara langsung. Pengukuran dalam penelitian ini dilakukan melalui simulasi penjualan yang melibatkan mahasiswa dan mahasiswi di Yogyakarta yang tidak terikat perusahaan. Alasan pemilihan cara tersebut karena peneliti ingin mendapatkan data dan mencatatnya langsung dari hasil penjualan masing-masing subjek yang terlibat dalam simulasi penjualan. Di samping itu, peneliti menjadi lebih mudah dalam mengobservasi proses berjualan yang mereka lakukan secara individual. Berbeda halnya jika peneliti melibatkan tenaga penjualan yang terikat dalam suatu perusahaan. Peneliti akan sulit memperoleh data dan mencatat hasil penjualan secara langsung dari masing-masing subjek karena sehingga peneliti tidak mungkin mengamati mereka sekaligus dalam waktu dan tempat yang sama.

  B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang dapat dirumuskan adalah: “Apakah kecerdasan emosional berpengaruh pada performansi penjualan? ”

  C. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosional pada performansi penjualan.

  D. MANFAAT PENELITIAN Manfaat dari penelitian ini, yaitu :

1. Manfaat Teoritis

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada bidang psikologi industri dan organisasi mengenai pengaruh kecerdasan emosional pada performansi penjualan. Di samping itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan cara pengukuran yang lebih objektif dan bukan merupakan self report.

2. Manfaat Praktis

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada para pelaku perusahaan mengenai pentingnya kecerdasan emosional dalam meningkatkan performansi kerja tenaga penjualan sehingga memudahkan perusahaan dalam mencapai tujuan mereka. Bagi pelaku penjualan sendiri, hasil dari penelitian ini dapat memberikan masukan bagaimana meningkatkan kualitas performansi penjualan mereka melalui peningkatan kecerdasan emosional.

BAB II LANDASAN TEORI Landasan teori ini menguraikan mengenai kecerdasan emosional,

  

performansi penjualan, dinamika pengaruh kecerdasan emosional pada

performansi kerja, skema penelitian, dan hipotesis.

A. KECERDASAN EMOSIONAL

  Pembahasan tentang kecerdasan emosional berisikan tentang definisi kecerdasan emosional, dasar-dasar pemikiran munculnya kecerdasan emosional, faktor-faktor kecerdasan emosional, hal-hal yang mempengaruhi dan dipengaruhi kecerdasan emosional, dan alat ukur kecerdasan emosional.

1. Definisi Kecerdasan Emosional

  Salovey dan Mayer (1990) adalah tokoh yang mencetuskan konsep mengenai kecerdasan emosional untuk pertama kalinya. Mereka adalah pencetus teori kecerdasan emosional yang didasarkan pada beberapa pemikiran mengenai kecerdasan yang telah lahir sebelumnya.

  Pada tahun 1995, Goleman, seorang penulis ilmiah untuk The New York Times, mulai mempublikasikan artikel-artikel tentang kecerdasan emosional. Pada saat itulah, kecerdasan emosional menjadi salah satu

  Amerika Serikat. Dengan begitu, ia disebut-sebut sebagai tokoh yang berjasa mempopulerkan konsep kecerdasan emosional.

  Menurut Salovey dan Mayer (1990), kecerdasan emosional dapat diartikan sebagai kemampuan untuk merasakan, menilai, dan mengekspresikan emosi; kemampuan untuk memahami emosi dan pengetahuan emosional; dan kemampuan untuk mengatur emosi sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan emosi dan intelektual. Kecerdasan emosional tersebut merupakan himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial yang didalamnya terdapat kemampuan memahami orang lain, memilah-milah perasaan dan emosi yang ada, serta menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan.

  Purba (1999) mengemukakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan dalam bidang emosi, yaitu kesanggupan menghadapi frustrasi, kemampuan mengendalikan emosi, semangat optimisme, dan kemampuan menjalin hubungan dengan orang lain. Di samping itu, Goleman (2004) menyatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengetahui apa yang dirasakan diri sendiri dan orang lain serta bagaimana cara menggunakan informasi dan energi tersebut secara konstruktif. pengaruh manusiawi. Kecerdasan emosional menuntut penilikan perasaan untuk belajar mengakui dan menghargai apa yang dirasakan diri sendiri dan orang lain, serta menanggapinya dengan tepat dan menerapkan energi emosi secara efektif dalam kehidupan sehari-hari.

  Howes dan Herald (dalam Abidin, 1999) mengatakan bahwa kecerdasan emosional merupakan komponen yang membuat seseorang lebih pandai dalam menggunakan emosi. Mereka juga menyebutkan bahwa karyawan yang cerdas secara emosi dapat memahami bagaimana emosi itu terjadi, mampu mengatur emosi, mengurangi emosi tidak produktif yang merupakan penghalang dalam bekerjasama dengan orang lain, serta mengambil langkah-langkah proaktif untuk mencapai keberhasilan dalam dunia kerja.

  Begitu banyak definisi kecerdasan emosional yang dikemukakan oleh beberapa tokoh. Mereka menyebutkan bahwa kecerdasan emosional sebagai salah satu faktor penting dalam karir dan kesuksesan hidup individu. Definisi-definisi tersebut memiliki satu kesamaan yaitu menyebut kecerdasan emosional sebagai kemampuan memahami dan mengelola emosi dalam hubungannya dengan orang lain.

  Penelitian ini mengacu pada teori kecerdasan emosional yang disusun oleh Goleman (2004) karena ia terus-menerus mengembangkan aplikasi mengetahui apa yang dirasakan diri sendiri dan orang lain serta bagaimana cara menggunakan informasi dan energi tersebut secara konstruktif (Goleman, 2004).

2. Dasar-dasar Pemikiran Munculnya Kecerdasan Emosional

  Goleman (2004) mengemukakan tiga pemikiran yang mendasari munculnya kecerdasan emosional. Ketiga pemikiran yang mendasari munculnya kecerdasan emosional adalah social intelligence, multiple intelligence, dan big five personality characteristics. Ketiganya lebih lanjut ditinjau dengan lebih rinci sebagai berikut: 1) Social intelligence dari Thorndike (1904)

  Kecerdasan emosional sendiri bukanlah konsep yang baru sama sekali. Lama sebelum Goleman (2004), seorang psikolog Amerika bernama Edward Lee Thorndike (1904) mengungkapkan sebuah konsep tentang social intelligence. Kemampuan ini menurutnya sangat sederhana, yakni kemampuan untuk bergaul dengan orang lain. Ia yakin bahwa kecerdasan ini merupakan syarat yang penting bagi keberhasilan hidup di berbagai aspek kehidupan.

  Istilah kecerdasan emosional pertama kali berasal dari konsep dan matematika, kecerdasan konkret seperti kemampuan memahami dan memanipulasi objek, dan kecerdasan sosial seperti kemampuan berhubungan dengan orang lain.

  Kecerdasan sosial menurut Thorndike (1904) adalah kemampuan untuk memahami dan mengatur orang lain untuk bertindak bijaksana dalam menjalin hubungan, meliputi kecerdasan interpersonal dan kecerdasan intrapersonal. Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk memahami orang lain, sedangkan kecerdasan intrapersonal adalah kemampuan mengelola diri sendiri (dalam Mangkunegara, 2005).

  2) Kecerdasan interpersonal (salah satu dari multiple intelligence) oleh Gardner (1983) Gardner (1983), seorang pionir di bidang kecerdasan majemuk, mengungkapkan 7 kecerdasan penting pada manusia, yaitu kecerdasan linguistik, kecerdasan logis-matematis, kecerdasan visual-spasial, kecerdasan musikal, kecerdasan kinestetik, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan interpersonal. Kecerdasan interpersonal memungkinkan kita berelasi baik dengan orang lain. Rendahnya dimensi kecerdasan ini menyebabkan kita hanya mengukur sekitar 20% dari faktor-faktor penentu kesuksesan seseorang.

  3) Five Factor Model Personality oleh Mc Adams (1992) Lima faktor kepribadian manusia yang sangat penting untuk menjelaskan kesuksesan seseorang dikenal dengan sebutan Five Factor Model Personality. Kelima faktor utama tersebut, antara lain :

  1. Kemampuan untuk beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan berbagai hierarki sosial (extraversion)

  2. Keinginan untuk bekerja sama (agreeableness)

  3. Kapasitas untuk dipercaya serta bertahan pada suatu komitmen (conscientiousness)

  4. Kemampuan untuk bertahan menghadapi stres dan berbagai tekanan (emotional stability)

  5. Keterbukaan diri menghadapi masalah, berpikir inovatif, dan kecerdikan menghadapi masalah (openness)

3. Faktor-faktor Kecerdasan Emosional

  Bermula dari ketiga dasar pemikiran di atas itulah, maka

  1) Kemampuan mengenali emosi diri Kemampuan ini adalah kemampuan dalam menyadari emosi yang sedang dialami dan mempunyai pertimbangan kepantasan, apakah emosi yang dialami ini wajar dan diungkapkan secara alami.

  Kemampuan ini tidak menjamin seseorang dapat mengelola emosinya, namun kemampuan ini merupakan syarat untuk seseorang dapat mengelola emosinya dengan lebih baik. 2) Kemampuan mengelola emosi Kemampuan untuk mengekspresikan emosi dalam perilaku yang sesuai dengan keadaan yang tengah dialami, tidak terlalu larut dalam emosi tertentu sehingga dapat mengendalikan tindakan. Di samping itu, individu mampu menangani emosi agar memberikan dampak positif terhadap pekerjaan, menunda kenikmatan sebelum tujuan tercapai, serta dapat mengendalikan amarah dan kecemasan dan sifat ketergesa-gesaan.

  3) Kemampuan memotivasi diri sendiri Motivasi diri dapat dilihat sebagai dorongan dari dalam diri seseorang untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi diri merupakan bentuk pengungkapan emosi positif. Emosi digerakkan dan dituntun untuk mencapai tujuan yang mau dicapai. Motivasi diri

  4) Kemampuan berempati Empati merupakan kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, memahami apa yang dipikirkan oleh orang lain, dan kemampuan untuk mengerti pemahaman orang lain tentang diri kita. 5) Kemampuan membina hubungan dengan orang lain Kecakapan sosial adalah kemampuan individu untuk mengendalikan emosi ketika bersama orang lain, dapat menempatkan diri sesuai dengan situasi yang tengah terjadi dan memiliki interaksi yang baik dengan orang lain.

  Dalam bukunya yang berjudul Working with Emotional Intelligence, Goleman (1998) menegaskan bahwa perilaku kecerdasan emosional tidak bisa hanya dilihat dari sisi kompetensi kecerdasan emosional satu per satu. Menurutnya, perilaku serta kemampuan kecerdasan emosional tersebut harus dilihat dari keseluruhan dimensi atau cluster-cluster-nya. Kemampuan penyadaran sosial (social awareness) tidak hanya tergantung pada kompetensi empati semata, tetapi juga tergantung pada kemampuan berorientasi pelayanan serta penyadaran terhadap pengenalan akan emosi diri dan begitu juga dengan cukup kompeten dalam hal penyadaran diri (self awareness) maupun penyadaran sosial (social awareness).

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi dan Hal-hal yang Dipengaruhi Kecerdasan Emosional

  1) Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional Perkembangan manusia dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal (Passer & Smith, 2007). Kecerdasan emosional juga dipengaruhi oleh dua faktor ini. Faktor internal dapat berupa struktur tubuh, sistem saraf yang tidak dapat terlepas dari mutasi gen, sedangkan faktor eksternal berupa stimulus dari lingkungan sosial. Adapun penjelasan yang lebih rinci adalah sebagai berikut: a) Faktor Internal Faktor internal yang berpengaruh pada kecerdasan emosi adalah struktur saraf dalam otak. Berdasarkan penelitian sebelumnya, amygdala adalah bagian dari sistem limbik yang mengorganisasi respon dari motivasi dan emosi (Passer & Smith, 2007). Amygdala adalah bagian penting yang mengontrol kemarahan dan ketakutan serta bagian penting yang menyimpan mengalami kehilangan memori emosi yang mengakibatkan kehilangan ikatan emosional dengan orang-orang dan lingkungan sekitar.

  Selain otak, faktor internal yang berpengaruh pada kecerdasan emosional adalah kepribadian seseorang. Penelitian meta analisis yang dilakukan oleh Newman, et.al., (2010) menyatakan bahwa banyak penelitian yang menunjukkan hubungan antara pola-pola kepribadian seseorang dengan kecerdasan emosional.

  b) Faktor Eksternal Faktor eksternal berupa relasi yang terjadi di lingkungan keluarga, sekolah ataupun lingkungan masyarakat yang merupakan tempat individu mulai berkembang dan mempelajari cara berinteraksi dengan orang lain dan menghadapi masalah (Othman, 2003).

  2) Hal-hal yang dipengaruhi kecerdasan emosional Kecerdasan emosional merupakan gejala umum yang dapat dilekatkan dalam konteks yang sangat luas baik dalam kehidupan keluarga, pendidikan, kehidupan sosial, dan dunia kerja. Dinamika sebagai sebuah kompetensi dasar untuk mengembangkan diri dan organisasi.

  Kecerdasan emosional memberikan dampak tersendiri di tempat kerja. Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kecerdasan emosional memberikan dampak positif bagi sikap kerja seperti komitmen kerja, komitmen organisasi, kepuasan kerja (Carmeli, 2003). Penelitian yang dilakukan oleh Newman, et.al. (2010) menunjukkan bahwa kecerdasan emosional memberikan dampak positif bagi performansi kerja karyawan.

  Dari berbagai pengaruh yang diberikan oleh kecerdasan emosional, penulis tertarik pada topik mengenai performansi kerja karyawan yang didalamnya termasuk tenaga penjualan sebagai salah satu variabel dalam penelitian ini.

5. Alat Ukur Kecerdasan Emosional

  Berbeda dengan Intelligence Quotient (IQ) yang dapat diukur serta memiliki tes standar, Emotional Quotient (EQ) cenderung situasional dan berubah sesuai dengan pengalaman serta usia. Banyak bermunculan cara-cara untuk membuat tes EQ menjadi suatu tes yang terstandar dengan baik. Menurut Goleman (2004), EQ harus mengukur

  1. Kemampuan mengenali emosi diri

  2. Kemampuan mengelola emosi

  3. Kemampuan memotivasi diri sendiri

  4. Kemampuan berempati

  5. Kemampuan membina hubungan dengan orang lain Petrides dan Furnham (2001) telah mencoba mengklasifikasi jenis tes kecerdasan emosional berdasarkan model item ke dalam dua kategori utama, yaitu :

  1. Trait EQ Jenis tes ini diukur melalui hasil laporan diri

  (inventory) atau dengan gabungan hasil penilaian orang lain. Item-item didalamnya adalah pernyataan langsung yang merupakan gambaran diri individu. Salah satu tes EQ jenis ini yang banyak dikenal adalah EQ-i (Emotional Quotient Inventory) yang dikembangkan oleh seorang tokoh kecerdasan emosional yang cukup terkenal, Reuven Bar-On (1996).

  Keuntungan dari jenis tes yang sifatnya laporan diri (inventory) adalah lebih mudah, lebih praktis, dan tidak adalah kemungkinan terjadinya upaya untuk memanipulasi jawaban (faking). Kadang-kadang, karena takut dinilai buruk maka seseorang bisa saja berbohong dengan menjawab hal-hal yang baik tentang dirinya (faking good).

2. Information Processing EQ

  Tes EQ jenis ini berkaitan erat dengan hasil pilihan individu saat dihadapkan pada berbagai situasi. Item-item dalam tes ini merupakan kasus-kasus dalam kehidupan sehari-hari kemudian disediakan pilihan bagaimana individu akan menanggapi situasi tersebut. Konsekuensinya, tes ini harus diukur dengan menggunakan standar maksimum dari mereka yang terbukti EQ-nya tinggi dalam pengetesan yang telah dilakukan sebelumnya. Contoh dari tes EQ yang termasuk model information processing EQ ini adalah tes Emotional Competence Inventory yang dikembangkan oleh Hay Group bekerja sama dengan Daniel Goleman.

  Keuntungan dari model tes ini adalah adanya standar yang jelas. Sekilas tes ini benar-benar mirip dengan tes baku dimana setiap jawaban memiliki skor. Bagi orang- cukup sulit karena kebingungan mengenai siapa yang akan dijadikan acuan untuk membuat standar skor. Maka, proses pembuatan tes EQ model ini sangat tidak mudah. Penelitian ini menggunakan tes kecerdasan emosional yang tergolong dalam jenis Trait EQ karena skala kecerdasan emosional yang digunakan dalam penelitian ini bersifat pelaporan diri dan item-itemnya terdiri dari pernyataan langsung yang merupakan gambaran diri individu.

B. PERFORMANSI PENJUALAN

  Bagian ini menguraikan mengenai definisi performansi kerja, indikator performansi penjualan, faktor-faktor yang mempengaruhi performansi kerja karyawan, dan pengukuran performansi kerja.

1. Definisi Performansi Kerja

  Performansi kerja adalah istilah yang sudah tidak asing lagi di kalangan industri dan organisasi. Performansi kerja merupakan suatu konsep yang bersifat universal yang merupakan efektivitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi, dan karyawannya berdasarkan standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.

  Winardi (1996) mengemukakan bahwa pada dasarnya organisasi dijalankan oleh manusia maka performansi kerja merupakan

  (2002) menyatakan bahwa pada dasarnya performansi kerja karyawan merupakan apa yang dikerjakan dan yang tidak dikerjakan oleh karyawan. Kinerja karyawan mempengaruhi seberapa banyak mereka memberikan kontribusi kepada organisasi.

  Bernardin (2003) memberikan pengertian performansi kerja karyawan, yaitu hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama kurun waktu tertentu.

  Menurut Irawan (2002), performansi kerja adalah hasil kerja yang bersifat konkret, dapat diamati, dan dapat diukur. Jika kita mengenal tiga macam tujuan, yaitu tujuan organisasi, tujuan unit, dan tujuan karyawan itu sendiri, maka kita juga mengenal tiga macam kinerja, yaitu kinerja organisasi, kinerja unit, dan kinerja karyawan. Dessler (2000) berpendapat bahwa performansi kerja karyawan adalah performansi aktual karyawan dibandingkan dengan performansi yang diharapkan dari karyawan. Performansi yang diharapkan adalah performansi standar yang disusun sebagai acuan sehingga dapat melihat kinerja karyawan sesuai dengan posisinya dibandingkan dengan standar yang dibuat. Selain itu, dapat juga dilihat kinerja karyawan tersebut dibandingkan kinerja karyawan yang lain.

  Performansi kerja karyawan bisa dilihat dari dua sisi, yaitu rekan kerja, bawahan, atau pelanggan. Performansi kerja objektif adalah penilaian hasil kerja yang lebih berfokus pada kuantitas, misalnya jumlah produksi (Riggio, 2003).

  Banyak sekali tokoh yang memiliki pandangan yang berbeda- beda mengenai definisi performansi kerja karyawan. Satu hal yang menjembatani definisi-definisi yang ada, yaitu performansi kerja karyawan merupakan hasil kerja karyawan yang dibandingkan dengan standar tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya.

  Penelitian ini mengacu pada definisi performansi kerja karyawan yang secara khusus mengarah pada performansi penjualan.

  Performansi penjualan merupakan evaluasi kontribusi tenaga penjualan untuk mencapai tujuan perusahaan (Cravens et.al., 1993; Oliver & Anderson, dalam Baldauf et.al., 2001).

2. Indikator Performansi Penjualan

  Penelitian ini mengacu pada rumusan Sujan, Harish, Barton, Weitz, dan Kumar (1994) mengenai enam indikator performansi kerja khususnya dalam performansi penjualan, yaitu:

  1. Kemampuan mengidentifikasikan pelanggan potensial

  2. Kemampuan memperoleh hasil penjualan yang tinggi

  6. Kemampuan membantu supervisor dalam mencapai target penjualan kelompok Indikator performansi kerja karyawan adalah ukuran kuantitatif dan/atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian karyawan terhadap suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Indikator performansi kerja karyawan harus merupakan sesuatu yang dapat dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk melihat dan menilai tingkat performansi kerja karyawan. Silvester, Patterson, dan Ferguson (2003) merumuskan syarat-syarat yang berlaku untuk penentuan indikator performansi kerja bagi semua kelompok performansi kerja, antara lain:

  1. Spesifik dan jelas sehingga mudah dipahami dan tidak ada kesalahan interpretasi.

  2. Dapat diukur secara objektif baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif yaitu dua atau lebih yang mengukur indikator kinerja mempunyai kesimpulan yang sama.

  3. Relevan, indikator kerja harus menangani aspek-aspek objektif yang relevan.

  4. Penting atau terpilih, dapat dicapai dan harus berguna untuk menunjukkan keberhasilan masukan, keluaran, hasil, manfaat, dan