Pengaruh kecerdasan emosional terhadap konsep diri pada mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Jakarta
KONSEP DIRI PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI
UIN JAKARTA
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi persyaratan
dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi
Oleh:
AKHMEDA FARKHAENI
NIM: 103070029126
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
(2)
ABSTRAK
(A) Fakultas Psikologi (B) Juni 2011
(C) Akhmeda Farkhaeni
(D) Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Konsep Diri Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Jakarta
(E) viii + 73 halaman + 28 Lampiran
Kecerdasan Emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati. kemampuan ini ditandai oleh adanya dimensi atau karakteristik-karakteristik, yaitu kemampuan mengenali emosi diri (self awareness), kemampuan mengelola emosi (self control), kemampuan untuk memotivasi diri (self motivation), kemampuan mengenali emosi orang lain (empathy), dan kemampuan membina hubungan dengan orang lain (social skill).
Konsep diri adalah konsep diri adalah persepsi dan penilaian seorang individu atas dirinya sendiri secara menyeluruh baik fisik, psikologis, maupun sosial. Fitts yang membagi dimensi tersebut dibagi menjadi dua, yaitu dimensi internal dan dimensi eksternal. Dimensi internal meliputi diri identitas, diri perilaku, dan diri penerimaan atau penilaian. Sedangkan dimensi eksternal meliputi diri fisik, diri etik-moral, diri pribadi, diri keluarga, dan diri sosial.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosional terhadap konsep diri mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Jakarta. Penelitian ini melibatkan 130 Subjek yang ditentukan dengan menggunakan teknik purposive sampling
atau sampel bertujuan.
Untuk instrumen pengumpulan data, digunakan skala kecerdasan emosionan dan skala konsep diri. Adapun metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik regresi dengan menggunakan program SPSS versi 19 pada komputer. Dari hasil perhitungan menggunakan pada taraf signifikansi 5% diperoleh nilai signifikasi aspek-aspek kecerdasan emosional yang memberi pengaruh terhadap konsep diri, yaitu mengelola emosi diri (0,011), memotivasi diri (0,00), dan mwmbina hubungan dengan orang lain (0,13). Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai F (54, 387) bila dibandingkan, maka nilai F-hitung lebih besar dari F-tabel 2,44. Oleh karena itu Hipotesis alternatif diterima, yang berarti terdapat pengaruh yang signifikan dan positif antara kecerdasan emosional terhadap konsep diri.
(3)
Dari hasil perhitungan diatas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional memiliki pengaruh positif terhadap konsep diri. Semakin tinggi kecerdasan emosi maka semakin tinggi pula konsep diri, sebaliknya bila kecerdasan emosi rendah maka semakin rendah konsep dirinya. Dari hasil penelitian diketahui bahwa mahasiswa Fakultas Psikologi memiliki kecerdasan emosional yang cenderung positif dan konsep diri yang juga cenderung positif. Selain itu, aspek kecerdasan emosional yang memiliki kontribusi besar terhadap konsep diri adalah mengenali emosi diri, yaitu 30,2%.
Saran dari penelitian ini adalah kepada peneliti selanjutnya sebaiknya responden yang digunakan dalam uji coba tidak diikutsertakan kembali dalam penelitian yang sebenarnya. Dan peneliti dapat lebih menggali variabel yang akan diteliti dengan item-item yang lebih menggambarkan variabel tersebut.
(4)
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmannirrahim
Alhamdulillahirrabbil’alamin, segala puji syukur yang tak terhingga kepada Alloh SWT. Atas segala anugerah yang diberikan, dan seluruh kekuatan yang diberikan sehingga terselesaikannya skripsi ini dengan judul “Pengaruh Kecerdasan emosional terhadap Konsep Diri Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Jakarta.”
Shalawat dan salam penulis haturkan kepada junjungan nabi Muhammad SAW, semoga kelak kita mendapatkan syafaat dan mengumpulkan dalam golongan orang yang shalih.
Skripsi ini ditulis dengan motivasi untuk mengembangkan ilmu dan bermanfaat, untuk itu penulis berterimakasih yang sebesar-besarnya kepada orang-orang yang berada disekitar penulis sebagai motivator dan inspirator dalam rangka penulisan skripsi ini. Penulis berterimakasih kepada:
1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Jahja Umar,Ph.D atas dukungannya kepada penulis selama menimba ilmu di Fakultas Psikologi.
2. Pembantu Dekan Bidang Akademik, Ibu Fadhilah Suralaga,M.Si atas saran dan dukungannya yang banyak membantu penulis.
3. Dosen Pembimbing 1, Bapak Prof. Hamdan Yasun,M.Si atas bimbingan, masukan-masukan yang berharga dan sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Dosen Pembimbing 2, Bapak Prof.Dr.Abdul Mujib,M.Ag atas semua saran dan kritik serta bimbingannya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
5. Keluarga kecilkutercinta, suami dan anakku Syamilov atas doa, motivasi, dukungan, kesabaran, segala bantuan, dan kerelaan yang diberikan kepada penulis.
6. Keluarga besarku tersayang, ibu, bapak, mama, papa, kakak-kakak, dan adik-adikku atas doa, kesabaran dan dukungannya dalam proses pembuatan skripsi ini.
7. Saudara-saudara dan sahabat-sahabatku yang telah memotivasi, membantu, dan menemani penulis dalam mengerjakan skripsi.
(5)
8. Seluruh Staf di Fakultas Psikologi atas bantuannya dalam memenuhi kelengkapan administrasi selama proses pengerjaan skripsi.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan banyak bantuan yang penuh keikhlasan dan begitu berarti bagi penulisan skripsi ini.
Demikian hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi semoga Allah Ta’ala memberikan balasan yang lebih banyak dan balasan terbaik bagi pihak-pihak yang telah membantu penulis. Amiin
Jakarta, Juni 2011
(6)
DAFTAR ISI
Halaman Judul ... i
Halaman Pengesahan ... ii
Lembar Pengesahan ... iii
Dedikasi ... iv
Abstrak ... v
Kata Pengantar ... vi
Daftar Isi ... vii
Daftar Tabel ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 6
1.3 Pembatasan Masalah ... 7
1.4 Perumusan Masalah ... 8
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8
1.6 Sistematika Penulisan ... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10
2.1 Konsep Diri ... 10
2.1.1 Definisi Konsep Diri ... 10
2.1.2 Dimensi-dimensi Konsep Diri ... 13
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri ... 16
2.2 Kecerdasan Emosional ... 20
2.2.1 Definisi Kecerdasan Emosional ... 20
2.2.2 Dimensi-dimensi Kecerdasan Emosional ... 26
2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional ... 29
2.3 Kerangka Berpikir ... 31
(7)
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 37
3.1 Jenis dan Metode Penelitian ... 37
3.2 Definisi Variabel dan Variabel Operasional ... 38
3.3 Populasi, Sampel, dan Pengambilan Sampel ... 39
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 41
3.5 Teknik Uji Instrumen ... 45
3.6 Teknik Analisis Data ... 49
BAB IV ANALISIS DATA ... 51
4.1 Gambaran Umum Responden ... 51
4.2 Deskripsi Statistik ... 52
4.3 Analisis Uji Hipotesis ... 53
4.3.1 Regresi Aspek-aspek Kecerdasan Emosional Terhadap Konsep Diri ... 53
4.3.1 Regresi Aspek-aspek Kecerdasan Emosional Berdasarkan Dimensi Internal Konsep Diri ... 56
4.3.1 Regresi Aspek-aspek Kecerdasan Emosional Berdasarkan Dimensi Eksternal Konsep Diri ... 59
4.3.1 Regresi Berdasarkan Jenis Kelamin dan Semester Terhadap Konsep Diri ... 62
4.4 Analisis Proporsi Varian untuk Masing-masing Independen Variabel ... 64
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN ... 68
5.1 Kesimpulan ... 68
5.2 Diskusi ... 70
5.3 Saran ... 73
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(8)
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Skala Pengukuran Kecerdasan Emosional ... 41
Tabel 3.2 Blue Print Item-item Konsep Diri ... 42
Tabel 3.3 Blue Print Item-item Kecerdasan Emosional ... 43
Tabel 3.4 Blue Print Item-item Kecerdasan Emosional Pasca Uji Coba .. 46
Tabel 3.5 Blue Print Item-item Konsep Diri Pasca Uji Coba ... 47
Tabel 3.6 Kaidah Baku Koefisien Realibilitas Guillford ... 48
Tabel 4.1 Persentase Jumlah Sampel Mahasiswa Laki-laki dan Perempuan ... 51
Tabel 4.2 Distribusi Konsep Diri Terhadap Jenis Kelamin ... 52
Tabel 4.3 Descriptive Statistic ... 52
Tabel 4.4 Anova ... 53
Tabel 4.5 Model Summary ... 54
Tabel 4.6 Koefisien Regresi ... 55
Tabel 4.7 Anova Dimensi Internal ... 57
Tabel 4.8 Model Summary Dimensi Internal ... 57
Tabel 4.9 Koefisien Regresi Dimensi Internal ... 58
Tabel 4.10 Anova Dimensi Eksternal ... 59
Tabel 4.11 Model Summary Dimensi Eksternal ... 60
Tabel 4.12 Koefisien Regresi Dimensi Internal ... 61
Tabel 4.13 Anova Jenis Kelamin dan Semester ... 62
Tabel 4.14 Model Summary Jenis Kelamin dan Semester ... 63
Tabel 4.15 Koefisien Regresi Jenis Kelamin dan Semester ... 63
Tabel 4.16 Proporsi Varians Kecerdasan Emosional ... 65
(9)
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dikemukakan mengenai latar belakang penulisan, perumusan,
dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika
penulisan.
1.1 Latar Belakang
Setiap manusia terdapat sifat-sifat positif dan juga sifat-sifat negatif dan
masing-masing individu diharuskan untuk bertarung dalam dirinya sendiri untuk
mengelola sifat-sifat baik dan buruk tersebut agar menjadikannya makhluk mulia.
Sifat-sifat buruk manusia bisa menjadi dominan ketika ia selalu memperturutkan
hawa nafsunya. Apabila dominasi ini tidak dilawan maka akan menyebabkan ia
terjatuh dalam keburukan yang semakin lama semakin menguat.
Emosi ialah bekal yang diberikan Allah kepada manusia yang membuatnya
dapat melangsungkan hidupnya (Najati,2000:66). Emosi yang ada pada diri
manusia datang dari berbagai faktor dan dapat memberikan efek positif maupun
efek negatif. Apabila seorang individu dapat mengontrol atau mengendalikan
emosinya, maka akan berdampak positif bagi dirinya dan juga orang lain. Begitu
pula sebaliknya jika ia tidak dapat mengendalikan emosional yang muncul, maka
hal tersebut dapat berdampak negatif pula bagi dirinya. Untuk itu Manusia
(10)
Seseorang akan mengalami berbagai macam persoalan, sehingga persoalan itu
akan menjadi semakin kompleks seiring dengan berjalannya usia dan banyaknya
ilmu serta pengalaman yang telah didapat. Setiap permasalahan baik dalam tingkat
yang mudah atau cepat untuk diselesaikan maupun sampai pada masalah yang
membutuhkan banyak waktu dan tenaga kesemuanya harus segera dihadapi.
Manusia menghadapi masalah dengan mencari-cari solusi agar permasalahan
tersebut dapat terkendali hingga selesai, seluruhnya membutuhkan pengendalian
emosi. Pengendalian emosi hanya dilakukan oleh diri individu sendiri.
Masalah yang menuntut penyelesaian turut mengundang emosi. Emosi yang
datang dapat mengacaukan proses penyelesaian masalah apabila tidak
dikendalikan dengan baik. Misalnya, seorang mahasiswa sedang mengalami miss understanding dengan teman sepermainan/sebayanya. Jika mahasiswa itu tidak dapat mengendalikan rasa bencinya sehingga rasa benci lebih mendominasi
daripada rasa sayang terhadap temannya maka yang terjadi adalah kemarahan,
sisi-sisi kenegatifan yang muncul. Akan tetapi bila kebencian dapat diredam maka
dia akan berusaha untuk memaafkan itu semua. Ia akan mencoba untuk tidak
melarutkan rasa kemarahan dalam hatinya.
Pergolakan emosi terjadi pada setiap manusia, tak terkecuali mahasiswa.
Dalam perkembangannya, mahasiswa merupakan masa peralihan dari fase remaja
akhir menuju fase dewasa awal dimana pada masa ini individu mengalami
penyesuaian diri dari karakter remaja yang meletup-letup emosionalnya dan
memiliki energi tinggi menuju kestabilan baik emosional maupun kepribadian.
Pergolakan emosi yang terjadi pada remaja tidak terlepas dari bermacam
(11)
sebaya serta aktivitas-aktivitas yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari.
Masa remaja yang identik dengan lingkungan sosial tempat berinteraksi, membuat
mereka dituntut untuk dapat menyesuaikan diri secara efektif. Bila
aktivitas-aktivitas yang dijalani di tempat belajar (perguruan tinggi) (pada umumnya
mahasiswa lebih banyak menghabiskan waktunya di kampus) tidak memadai
untuk memenuhi tuntutan gejolak energinya, maka seringkali meluapkan
kelebihan energinya ke arah yang negatif, misalnya tawuran, penyalahgunaan obat
terlarang dan pergaulan seks bebas. Hal ini menunjukkan betapa besar gejolak
emosi yang ada dalam diri individu bila berinteraksi dalam lingkungannya.
Para mahasiswa hendaknya memahami dan memiliki apa yang disebut
kecerdasan emosional. Menurut Lazzari (Relawu, 2006:2) menyimpulkan bahwa
bentuk-bentuk perilaku negatif berupa kekerasan, penyalahgunaan obat, dan
bentuk perilaku lain yang merusak pada mahasiswa berhubungan dengan
kurangnya kecerdasan emosi (emotional intelligence). Kecerdasan emosional bagi orang yang berkepribadian baik mampu menahan dan mengendalikan diri
terhadap dorongan-dorongan hawa nafsunya (Hawari, 2005:142).
Mahasiswa dikenal dengan sifatnya individual dengan segala kepentingan dan
idealisme yang dimilikinya. Sehingga terkadang menjadi terkesan sibuk dalam
menjalankan tugas-tugas atau kewajiban-kewajibannya dalam memenuhi
kepentingan tersebut. Selain itu, para mahasiswa juga banyak berkutat dalam
berbagai organisasi dengan tanggungjawab dan program-program kegiatan
masing-masing yang biasanya lebih banyak waktu tergunakan didalamnya, belum
(12)
mengakibatkan berkurangnya komunikasi dan sosialisasi antar mahasiswa serta
seringnya hanya berkumpul dengan sesama organisasi dan kelompok yang diikuti.
Kecerdasan emosional ini terlihat dalam hal-hal seperti bagaimana
mahasiswa mampu untuk memberi kesan yang baik tentang dirinya, mampu
mengungkapkan dengan baik emosinya sendiri, berusaha menyetarakan diri
dengan lingkungan, dapat mengendalikan perasaan dan mampu mengungkapkan
reaksi emosi sesuai dengan waktu dan kondisi yang ada sehingga interaksi dengan
orang lain dapat terjalin dengan lancar dan efektif. Kecerdasan emosional adalah
kemampuan untuk memahami, mengatur/mengelola, dan mengarahkan emosi
dengan tepat. Menurut Goleman (2006) kemampuan ini ditandai oleh adanya
dimensi atau karakteristik-karakteristik, yaitu kemampuan mengenali emosi diri
(self awareness), kemampuan mengelola emosi (self control), kemampuan untuk memotivasi diri (self motivation), kemampuan mengenali emosi orang lain (empathy), dan kemampuan membina hubungan dengan orang lain (social skill).
Kecerdasan emosional ini sungguh dibutuhkan setiap manusia dalam
kehidupannya karena dapat dipastikan bahwa seorang individu tidak bisa lepas
dari emosi diri dan dihadapkan dengan emosi orang lain, yang apabila dikelola
dengan tepat maka berakibat baik bagi diri sendiri dan bagi orang lain. Misalnya,
seorang mahasiswa yang berselisih pendapat dengan mahasiswa lain, disini dapat
dilihat apakah mahasiswa dapat menerima pendapat atau tetap berikeras pada
pendapatnya tanpa mempedulikan pendapat mahasiswa lain.
Hal utama dalam mencapai kecerdasan emosional adalah kemampuan
seseorang mengenali diri sendiri atau kesadaran diri untuk dapat mengetahui
(13)
penilaian individu terhadap dirinya sendiri dimana ia mempunyai kesadaran akan
bagaimana dirinya baik secara fisik, psikologis, maupun sosial. Sehingga mampu
untuk mengatur tingkah lakunya sesuai dengan kualitas konsep dirinya. Dengan
mengenali dirinya secara menyeluruh berarti seseorang pun dapat mengetahui saat
dirinya mengalami emosi, selanjutnya pengelolaan emosi agar emosi tersebut
terkendali dan diarahkan dengan tepat.
Konsep diri yang dimiliki seorang mahasiswa mengarahkannya untuk dapat
mengetahui dan menilai dirinya seperti apa karakter, perilaku, dan bagaimana ia
merasa puas dan menerima diri sepenuhnya. Selain itu, dengan konsep diri yang
baik mahasiswa juga dapat melakukan penilaian tentang diri melalui hubungan
dan aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, dan hal-hal lain diluar dirinya.
William D. Brooks dan Philip Emmert menyatakan konsep diri merupakan
pandangan seseorang terhadap dirinya secara keseluruhan baik secara positif
ataupun negatif. Secara positif ditandai dengan yakin akan kemampuannya
mengatasi masalah, merasa setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa
malu, menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan,
dan perilaku yang tidak seluruhnya disukai masyarakat, dan mampu memperbaiki
dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak
disenanginya dan berusaha memperbaikinya (Rakhmat, 2004:106).
Penulis melakukan penelitian pada mahasiswa Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah, yang berkedudukan di wilayah Jakarta. UIN Syarif
Hidayatullah merupakan Universitas yang menjadi tolak ukur Universitas
keislaman di Indonesia, dimana terdapat keragaman latar belakang sosial budaya,
(14)
keragaman pada sampel yang diperoleh dari latar belakang sosial budaya, suku,
pendidikan dan acuan keseragaman pada latarbelakang keislaman.
Berdasarkan penjelasan di atas konsep diri terlihat mempunyai dimensi yang
berkaitan dengan kecerdasan emosional. Kemampuan seseorang untuk memahami
dirinya, seperti apa dirinya, dan bagaimana dirinya sehingga dapat menguasai atau
mengendalikannya termasuk mengerti pada saat emosi muncul. Demikian juga
dengan hubungan sosial yang terbina, bagaimana seorang mahasiswa membina
hubungan dengan mahasiswa lain ditengah kegiatannya dalam perkuliahan
organisasi dan kelompok. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti apakah
dimensi-dimensi dari kecerdasan emosional memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap konsep diri mahasiswa dan dimensi manakah dari kecerdasan
emosional yang memberikan pengaruh besar bagi konsep diri mahasiswa tersebut.
Dan penelitian ini peneliti beri judul “Pengaruh kecerdasan emosional terhadap konsep diri pada mahasiswa fakultas psikologi UIN Jakarta.”
1.2 Pertanyaan Penelitian
Dalam penelitian ini dimungkinkan muncul beberapa pertanyaan yaitu:
1. Bagaimanakah kecerdasan emosional pada mahasiswa?
2. Bagaimanakah konsep diri seorang mahasiswa?
3. Adakah pengaruh kecerdasan emosional terhadap konsep diri?
4. Dimensi manakah dari kecerdasan emosional yang memberi pengaruh
(15)
1.3 Pembatasan Masalah
Pada penelitian mengenai pengaruh kercerdasan emosional terhadap konsep
diri pada mahasiswa penulis membatasi masalah sebagai berikut :
a. Konsep diri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah persepsi atau
penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri secara menyeluruh baik
psikogis, sosial, maupun fisik. Konsep diri ini diukur dengan
dimensi-dimensi konsep diri yang dikemukakan oleh Fitts yang membagi dimensi-dimensi
tersebut dibagi menjadi dua, yaitu dimensi internal dan dimensi eksternal.
Dimensi internal meliputi diri identitas, diri perilaku, dan diri penerimaan
atau penilaian. Sedangkan dimensi eksternal meliputi diri fisik, diri
etik-moral, diri pribadi, diri keluarga, dan diri sosial.
b. Kecerdasan emosional merupakan kemampuan seseorang untuk
mengendalikan emosi-emosi secara tepat dalam menghadapi
situasi-situasi yang mempengaruhi dirinya yang muncul dari dalam diri seperti
memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, menunda
kepuasan, dan mengatur suasana hati. Maupun pengaruh dari luar diri
seperti lingkungan sehingga sesuai dengan tujuan, mampu menanganinya
secara efektif, dan memotivasi orang lain. Dimensi-dimensi kecerdasan
emosional digunakan berdasarkan teori Daniel Goleman, yaitu mengenali
emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri, mengenali emosi orang
lain, dan dapat membina hubungan dengan orang lain.
c. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas
Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta semester 2
(16)
1.4 Perumusan Masalah
Perumusan masalah pada penelitian ini adalah :
Adakah pengaruh kecerdasan emosional terhadap konsep diri pada mahasiswa
Fakultas psikologi UIN Jakarta?
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.5.1 Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji adakah pengaruh kecerdasan
emosional terhadap konsep diri pada mahasiswa.
1.5.2 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan
mengenai konsep diri dan kecerdasan emosional, serta mengenai
bagaimanakah pengaruh kecerdasan emosional terhadap konsep diri.
D. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN
Pada bab I ini dijelaskan latar belakang penulisan, identifikasi, perumusan,
dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II KAJIAN TEORI
Pada bab II memaparkan kajian pustaka berisi teori-teori yang
menjelaskan mengenai permasalahan yang akan diteliti, kerangka berpikir,
(17)
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab III ini menjelaskan metodologi penelitian yang berisi pendekatan
penelitian, variable penelitian, definisi operasional variable penelitian,
populasi dan sampel penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisa
data, prosedur penelitian, metode uji instrumen, dan hasil uji instrumen.
BAB IV ANALISIS DATA
Pada bab IV ini memaparkan mengenai analisa data berisi hasil dari
penelitian yang telah dilakukan.
BAB V PENUTUP
Pada Bab V ini menjelaskan kesimpulan, diskusi, dan saran
(18)
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Dalam bab kedua ini penulis akan memaparkan secara teoritis mengenai konsep
diri, dimensi-dimensi, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, kecerdasan
emosional dan dimensi-dimensi kecerdasan emosional, kerangka berpikir, dan
hipotesa.
2.1. Konsep Diri
2.1.1. Definisi Konsep Diri
Diri atau self menurut Sumadi Suryabrata (2002:246) dalam psikologi
mempunyai dua arti, yaitu (a) sikap dan perasaan seseorang terhadap dirinya dan
(2) suatu keseluruhan proses psikologis yang menguasai tingkah laku dan
penyesuaian diri. Arti pertama itu dapat disebut pengertian self sebagai objek
karena menunjukan sikap, perasaan, pengamatan, dan penelitian seseorang
terhadap dirinya sendiri sebagai objek. Dalam hal ini self itu berarti apa yang
dipikirkan orang tentang dirinya. Arti yang kedua dapat disebut pengertian self
sebagai proses. Dalam hal ini self itu adalah suatu kesatuan yang terdiri dari
proses-proses seperti berpikir, mengingat, dan mengamati.
Konsep diri muncul dari pengamatan atas diri sendiri hingga mendapat
gambaran dan penilaian diri. Semakin berkembang seseorang, semakin lebih
mampu dia mengatasi lingkungannya. Namun, sementara seseorang mengetahui
(19)
terhadap dirinya sendiri dan perilakunya. Pengetahuan dan sikap ini dikenal
sebagai konsep diri (Hardy&Heyes, 1988:137).
Hardy dan Heyes membagi konsep diri yang terdiri dari :
a. Citra diri (self image). Bagian ini merupakan deskripsi sederhana, misalnya saya seorang pelajar, saya seorang kakak, saya seorang pemain
bulutangkis, tinggi saya 160 cm, dan sebagainya.
b. Harga diri (self esteem). Bagian ini meliputi suatu penilaian, suatu perkiraan mengenai pantas diri (self worth). Misalnya, saya peramah, saya agak pandai, dan sebagainya.
Sedangkan Anita Taylor dkk, dalam Jalaludin Rakhmat (2004:100),
mendefinisikan konsep diri sebagai,”all you think and feel about you, the entire complex of beliefs and attitudes you hold about yourself.” Dengan demikian, ada dua komponen konsep diri: komponen kognitif dan komponen afektif. Boleh jadi
komponen kognitif Anda berupa,”Saya ini orang bodoh,” dan komponen afektif
Anda berkata,”Saya senang diri saya bodoh; ini lebih baik bagi saya. Boleh jadi
komponen kognitifnya seperti tadi, tapi komponen afektifnya berbunyi,”Saya
malu karena saya menjadi orang bodoh.” Dalam psikologi sosial, komponen
kognitif disebut citra diri (self image) dan komponen afektif disebut harga diri (self esteem).
William James menyatakan bahwa pembahasan mengenai konsep diri
merupakan suatu sistem yang diketahui sebagai teori self (self theory). James memberi batasan mengenai self atau yang disebutnya empirical me itu dalam arti yang umum sekali, yaitu sebagai keseluruhan dari segala yang oleh orang lain
(20)
disebut ”nya” (his) : tubuhnya, sifat-sifatnya, kemampuan-kemampuanya, musuh-musuhnya, pekerjaannya, penganggurannya, dan lain-lain.
Dalam kamus psikologi J.P Chaplin (2005:451) menyebutkan konsep diri
sebagai evaluasi individu mengenai diri sendiri, penilaian atau penaksiran
mengenai diri sendiri oleh individu yang bersangkutan.
Wiliam D. Brooks mendefinisikan konsep diri sebagai,” those physical, social, and psychological perceptions of our self that we have derived from experiences and our interaction with others.” Jadi konsep diri adalah pandangan dan perasaan tentang diri kita. Persepsi tentang diri ini boleh bersifat psikologi,
sosial, dan fisik (Rakhmat, 2004:99).
Menurut Wiliam H. Fitts (Agustiani, 2006:139) menjelaskan konsep diri
secara fenomenologis, dan mengatakan bahwa ketika individu mempersepsikan
dirinya, bereaksi terhadap dirinya, memberikan arti dan penilaian, serta
membentuk abstraksi tentang dirinya, berati ia menunjukan suatu kesadaran diri
(self awareness) dan kemampuan untuk keluar dari dirinya sendiri untuk melihat dirinya seperti yang ia lakukan terhadap dunia diluar dirinya. Diri secara
keseluruhan (total self) seperti yang dialami individu disebut juga fenomenal. Diri fenomenal ini adalah diri yang diamati, dialami, dan dinilai oleh individu sendiri,
yaitu diri yang ia sadari.
Berdasarkan pengertian-pengertian konsep diri diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa konsep diri adalah persepsi dan penilaian seorang individu
atas dirinya sendiri secara menyeluruh baik fisik, psikologis, maupun sosial.
(21)
Konsep diri terbagi atas dua dimensi yang saling berkaitan satu sama lain.
Fitts (Agustiani, 2006:13) membagi konsep diri dalam dua dimensi pokok, yaitu:
a. Dimensi internal
Dimensi internal atau yang disebut juga kerangka acuan internal (internal
frame of reference) adalah penilaian yang dilakukan individu, yakni penilaian
yang dilakukan individu terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia didalam
dirinya. Dimensi ini terdiri dari tiga bentuk :
Identitas Diri (identity self)
Bagian diri ini mengacu pada pertanyaan,”Siapakah saya?” dalam
pertanyaan tersebut tercakup tabel-tabel dan simbol-simbol yang diberikan
pada diri oleh individu yang bersangkutan untuk mengambarkan dirinya
dan membangun identitasnya, misalnya,”Saya Ita.”
Perilaku Diri (behavioral self)
Diri pelaku merupakan persepsi individu tentang tingkahlakunya, yang
berisikan segala kesadaran mengenai ”apa yang dilakukan oleh diri.”
Penerimaan/penilaian Diri (judging self)
Diri penilai berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, dan evaluator.
Kedudukannya adalah sebagai perantara(mediator) antara diri identitas dan
diri pelaku. Penilai diri menentukan kepuasan seseorang akan dirinya atau
seberapa jauh seseorang menerima dirinya.
Ketiga bagian internal ini mempunyai peranan yang berbeda-beda. Namun
saling melengkapi dan berinteraksi membentuk suatu diri yang utuh dan
(22)
b. Dimensi eksternal
Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan
aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain diluar dirinya.
Fitts membedakannya dalam lima bentuk, yaitu :
Physical self
Diri fisik menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya secara
fisik. Dalam hal ini terlihat persepsi seseorang menmgenai kesehatan
dirinya, penampilan dirinya (cantik, jelek, menarik, tidak menarik), dan
keadaan tubuhnya (tinggi, pendek, gemuk, kurus).
Moral-ethical self
Bagian ini merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya dilihat dari
standar pertimbangan moral dan etika. Hal ini menyangkut persepsi
seseorang mengenai hubungannya dengan Tuhan, kepuasan seseorang akan
kehidupan keagamaannya, dan nilai-nilai moral yang dipegangnya yang
meliputi batasan baik dan buruk.
Personal self
Diri pribadi merupakan perasaan atau persepsi seseorang tentang keadaan
pribadinya. Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungan
(23)
puas terhadap pribadinya atau sejauh mana ia merasa dirinya sebagai pribadi
yang tepat.
Family Self
Diri keluarga menunjukan perasaan dan harga diri seseorang dalam
kedudukannya sebagai anggota keluarga. Bagian ini menunjukan seberapa
jauh seseorang merasa terhadap dirinya sebagai anggota keluarga, serta
terhadap peran maupun fungsi yang dijalankannya sebagai anggota dari
suatu keluarga.
Social Self
Bagian ini merupakan penilaian individu terhadap interaksi dirinya dengan
orang lain maupun lingkungan sekitarnya.
Pembentukan penilaian individu terhadap bagian-bagian dirinya dalam dimensi
eksternal ini dapat dipengaruhi oleh penilaian dan interaksinya dengan orang lain.
2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri
M. Argyle (Heyes&Hardy, 1988:138) menyebutkan ada empat faktor yang
sangat berkaitan yang berpengaruh terhadap konsep diri, yaitu :
a. Reaksi dari orang lain
Konsep diri terbentuk dalam waktu yang lama, dan pembentukan ini tidak
dapat diartikan bahwa adanya reaksi yang tidak biasa dari seseorang yang
akan dapat mengubah konsep diri. Akan tetapi, apabila tipe reaksi seperti ini
sangat sering terjadi, atau apabila reaksi ini muncul karena orang lain yang
(24)
teman, dan lain-lain, maka mungkin reaksi ini berpengaruh terhadap konsep
diri.
Konsep diri dapat dibedakan menurut daerah keaktifan seseorang,
misalnya sebagai seorang yang terpelajar, sebagai seorang olahragawan. Jadi,
jati diri orang lain dapat mempengaruhi konsep diri seseorang tergantung
kepada aspek tertentu mana yang membangkitkan respon. Konsep diri relatif
stabil karena biasanya individu memilih teman-teman mana yang menganggap
sebagaimana ia melihat diri sendiri karenanya mereka memperkukuh konsep
diri. C.H. Cooley membuktikan bahwa dengan mengamati pencerminan
perilaku terhadap respon orang lain seseorang dapat mempelajari diri sendiri.
Misalnya, apabila para siswa merespon dengan baik pelajaran yang diberikan
oleh seorang guru yang berarti menunjukan adanya minat pada diri subjek.
Maka hal ini akan membantu guru tersebut membentuk citra dirinya sendiri
sebagai guru yang baik, dan sebaliknya.
b. Perbandingan dengan orang lain
Konsep diri sangat tergantung kepada cara bagaimana membandingkan
diri dengan orang lain. Orang-orang dewasa umumnya membuat perbandingan
antara kakak dan adik, rata-rata seorang akan menganggap diri sebagai orang
yang kurang pandai karena secara terus menerus membandingkan dirinya
dengan salah seorang saudaranya yang lebih pandai. Individu biasanya lebih
suka mambandingkan diri sendiri dengan orang yang hampir serupa
dengannya. Jadi, bagian-bagian dari konsep diri berubah cukup cepat dalam
suasana sosial.
(25)
Setiap orang memainkan peran yang berbeda-beda. Dalam peran tersebut
diharapkan akan melakukan perbuatan dengan cara-cara tertentu. Jadi,
harapan-harapan dan pengalaman-pengalaman yang berkaitan dengan peran
yang berbeda mungkin berpengaruh terhadap konsep diri seseorang.
d. Identifikasi orang lain
Cooper Smith menjelaskan bahwa anak-anak yang memiliki harga diri
yang tinggi biasanya memiliki orang tua yang juga memiliki harga diri yang
tinggi. Peran kelamin pun mempengaruhi konsep diri, dan di masyarakat
seorang laki-laki dan perempuan seringkali berbeda sikap karakteristiknya
didalam sifat-sifat seperti keagresifan dan sifat kompetitifnya. Satu dari
berbagai cara bagaimana seorang anak menerima peran kelaminnya didalam
mengembangkan konsep dirinya ialah dengan identifikasi terhadap orang tua
yang berkelamin sama.
Jalaludin Rakhmat (2004:100) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi
konsep diri adalah :
a. Orang lain
Gabriel Marcel menyatakan,”Kita mengenal diri kita dengan mengenal orang
lain terlebih dahulu”. Bagaimana anda menilai diri saya, akan membentuk
konsep diri saya. Harry Stack Sullivian menjelaskan bahwa jika kita diterima
orang lain, dihormati, dan disenangi karena keadaan diri kita, kita akan
(26)
orang lain selalu meremehkan kita, menyalahkan kita, dan menolak kita, kita
akan cenderung tidak menyenangi diri kita.
Tidak semua orang lain mempunyai pengaruh yang sama terhadap diri
seseorang. Ada yang paling berpengaruh, yaitu orang-orang yang paling dekat.
Mereka yang memiliki ikatan emosional, dari merekalah secara perlahan-lahan
membentuk konsep diri. Senyuman, pujian, penghargaan, dan pelukan mereka
menyebabkan seseorang menilai diri secara positif. Ejekan, cemoohan, dan
hardikan membuatnya memandang diri secara negatif.
b. Kelompok rujukan
Dalam pergaulan masyarakat, setiap orang menjadi anggota berbagai
kelompok. Setiap kelompok mempunyai norma-norma tertentu. Ada
kelompok yang secara emosional mengikat, dan berpengaruh terhadap konsep
diri. Ini disebut kolompok rujukan.
Fitts (Agustiani, 2006:139) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi
konsep diri, yaitu:
a. Pengalaman, terutama pengalaman interpersonal, yang memunculkan
perasaan positif dan perasaan berharga.
b. Kompetensi dalam area yang dihargai oleh individu dan orang lain.
c. Aktualisasi diri, atau implementasi dan realisasi diri dari potensi pribadi
yang sebenarnya.
2.2. Kecerdasan Emosional
(27)
Emosional berasal dari kata emosi. Secara etimologi, berasal dari akar bahasa
latin “movere” yang berarti menggerakan, bergerak. Kemudian ditambah awalan
“e” untuk memberi arti bergerak menjauh. Richard S. Lazarus menyatakan emosi dilukiskan dan dijelaskan secara berbeda oleh psikolog yang berbeda, namun
semua sepakat bahwa emosi adalah bentuk yang kompleks dari organisme, yang
melibatkan perubahan fisik dari karakter yang luas- dalam bernapas, denyut nadi,
produksi kelenjar, dsb- dan dari sudut mental adalah suatu keadaaan senang atau
cemas, yang ditandai adanya perasaan yang kuat dan biasanya dorongan dalam
bentuk nyata dari suatu tingkah laku (Hude, 2006:16).
Menurut Nelson dan Low (2003:2), emosi adalah suatu keadaan perasaan yang
merupakan sebuah reaksi fisiologis dan fisik berdasarkan pengalaman sebagai
perasaan-perasaan kuat dan perubahan fisiologis dimana tubuh siap untuk
tindakan cepat. Emosi-emosi mendorong untuk bertindak. Secara fisiologis, emosi
merupakan suatu proses jasmani yang berkaitan dengan perubahan yang tajam
dalam meluapnya perasaan seseorang. Perubahan-perubahan ini terlihat jelas
dalam perubahan denyut jantung, ritme pernapasan, banyaknya keringat, dsb.
Secara psikologis, emosi dialami sebagai reaksi yang sangat menyenangkan atau
reaksi paling tidak menyenangkan yang kini digambarkan dengan kata-kata
seperti gembira dan marah.
Emosi dapat dirumuskan sebagai satu keadaan yang terangsang dari
organisme, mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam
sifatnya, perubahan perilaku (Chaplin, 2008:163). Selain itu J.P. Chaplin juga
mendefinisikan emosional merupakan satu reaksi kompleks yang mengait satu
(28)
dengan perasaan (feeling) yang kuat atau disertai keadaan afektif. Karena itu emosi lebih intens daripada perasaan sederhana dan biasa, dan mencakup pula
organisme selaku satu totalitas. Jika perasaan lembut berisikan unsur kemarahan
atau kejengkelan tidak dapat diamati oleh orang lain, maka kegusaran selalu
dibarengi tingkahlaku yang amat hebat, mendalam, dan ekspresif, yang jelas dapat
dibedakan, bahkan oleh pengamat awam sekalipun.
Emosi menurut Goleman (2006) merujuk pada suatu perasaan dan
pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian
kecenderungan untuk bertindak. Emosi terkadang dibangkitkan oleh motivasi,
sehingga antara emosi dan motivasi terjadi hubungan interaktif. Emosi dapat
mengaktifkan dan mengarahkan perilaku dengan cara yang sama seperti yang
dilakukan motif biologis dan motif psikologis. Sebagian besar perilaku yang
termotivasi mempunyai iringan efektif atau emosional, meskipun dalam usaha
mencapai tujuan mungkin seseorang terlalu asyik memusatkan diri pada
perasaannya saat itu.
Kecerdasaan emosional dapat memberikan emosi-emosi kita untuk menjadi
sumber dari informasi yang berguna dan peristiwa yang bijak, seperti dilawan
untuk mengalihkan gangguan-gangguan, dan karena itu dapat secara signifikan
meningkatkan kapasitas kita untuk sukses. Dan hal itu membantu kita lebih
resilient dalam kenyataan tekanan hidup.
Peter Salovey and John D. Mayer, in their influential article “Emotional Intelligence,” they defined:
emotional intelligence as, “the subset of social intelligence that involves the ability to monitor one's own and others' feelings and emotions, to
(29)
discriminate among them and to use this information to guide one's thinking and actions”.
Kecerdasan emosional adalah bagian dari kecerdasan sosial yang mencakup
kemampuan untuk mengatur perasaan-perasaan dan emosi-emosi diri sendiri dan
orang lain, membedakan antara keduanya, dan menggunakan informasi ini untuk
memandu pikiran dan tindakan seseorang. Kecerdasan emosional menunjukan
kepada kemampuan untuk mengenali maksud dari emosi dan hubungannya,
mempertimbangkan, dan memecahkan masalah yang menjadi dasar emosi
tersebut. Kecerdasan emosional meliputi kapasitas untuk memahami emosi-emosi,
menyesuaikan emosi-menghubungkan perasaan-perasaan, mengerti
keterangan/informasi dari emosi dan mengelolanya.(Meyer, 2001:9)
Menurut Meyer dan Salovey kecerdasan emosi mencakup empat dimensi,
yaitu (1) kemampuan kesadaran emosional untuk memahami emosi-emosi dengan
benar, (2) kemampuan dalam menggunakan emosi-emosi: memudahkan atau
mempercepat berpikir dengan tepat menghubungkan emosi ke sensasi dasar yang
lain dan menggunakan emosi untuk mengubah pandangan, (3) kemampuan
mengerti dan mengetahui makna dari emosi: kemampuan untuk menguraikan
emosi-emosi menjadi beberapa bagian, kemampuan untuk mengerti kemungkinan
perubahan dari satu perasaan ke perasaan lain, dan kemampuan mengerti
perasaan-perasaan yang sulit, (4) kemampuan mengelola emosi: kemampuan
mengelola emosi sendiri dan orang lain (Meyer, 2001:10).
Bar-On (Relawu, 2007:12) mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai segala
kemampuan nonkognitif, kompetensi-kompetensi, dan keterampilan-keterampilan
(30)
tekanan-tekanan. Menurut Bar-On (Meyer, 2001:10) karakteristik kecerdasan
emosional terdiri dari (1) dengan benar memahami kecerdasan emosi pribadi:
kesadaran, ketegasan, penghornatan diri, aktualisasi diri, dan kemerdekaan, (2)
memahami kecerdasan emosi antar pribadi: empati, hubungan antar pribadi, dan
tanggungjawab sosial, (3) dengan benar memahami penyesuaian kecerdasan
emosi: penyelesian masalah dan pengujian yang sebenarnya, (4) dengan benar
memahami manajemen stres kecerdasan emosi: membiarkan/mengabaikan stres
dan mengendalikan dorongan, (5) dengan benar memahami suasana hati secara
umum: kebahagian dan optimis.
Mempelajari dan mempraktekan kemampuan kecerdasaan emosional
memberikan seseorang untuk mengarahkan dorongan tingkahlakunya dalam suatu
penghargaan diri (Nelson, 2003:2). Sementara Cooper dan Sawaf masih dalam
Nelson (2003:31) mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan
merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi
sebagai sumber energi manusia, informasi, hubungan, dan pengaruh yang
manusiawi. Kecerdasan emosi menuntut penilikan perasaan, untuk belajar
mengakui, menghargai perasaan pada diri dan orang lain serta menanggapinya
dengan tepat, menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan
sehari-hari. Selanjutnya, Howes dan Herald mengatakan pada intinya, kecerdasaan
emosional merupakan komponen yang membuat seseorang menjadi pintar
menggunakan emosi. Lebih lanjut dikatakannya bahwa emosi manusia berada
diwilayah dari perasaan lubuk hati, naluri yang tersembunyi, dan sensasi emosi
(31)
pemahaman yang lebih mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri dan orang
lain.
Goleman (2006:45) mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah
kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan
dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan,
serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang
dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan
mengatur suasana hati. Ia pun berpendapat bahwa meningkatkan kualitas
kecerdasan emosi sangat berbeda dengan IQ. Karena kemampuan yang murni
kognitif relative tidak berubah, maka kecakapan emosi dapat dipelajari kapan saja.
Tidak peduli orang itu peka atau tidak, pemalu, pemarah atau sulit bergaul dengan
orang lain sekalipun dengan motivasi dan usaha yang benar, dapat mempelajari
dan menguasai kecakapan emosi tersebut. Kecerdasan emosi ini dapat meningkat
dan terus ditingkatkan sepanjang hidup kita.
Dari beberapa pengertian diatas penulis dapat simpulkan bahwa kecerdasan
emosional merupakan kemampuan seseorang untuk mengendalikan emosi-emosi
secara tepat dalam menghadapi situasi-situasi yang mempengaruhi dirinya yang
muncul dari dalam diri seperti memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi
kegagalan, menunda kepuasan, dan mengatur suasana hati. Maupun pengaruh dari
luar diri seperti lingkungan sehingga sesuai dengan tujuan, manpu menanganinya
secara efektif, dan memotivasi orang lain.
(32)
Goleman mengungkapkan 5 (lima) wilayah atau komponen-komponen
kecerdasan emosional yang dapat menjadi pedoman bagi individu untuk mencapai
kesuksesan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu :
a. Mengenali emosi diri
Self-awareness, mengamati diri sendiri dan mengenali perasaan yang terjadi. Kesadaran diri dalam mengenali perasaan sewaktu perasaan itu
terjadi merupakan dasar kecerdasan emosional. Socrates mengatakan,
”kenalilah dirimu”, menunjukan kesadaran akan perasaan diri sendiri
sewaktu perasaan itu timbul. Pada tahap ini diperlukan adanya pemantauan
perasaan dari waktu ke waktu agar timbul wawasan psikologi dan
pemahaman tentang diri. Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan yang
sesungguhnya membuat diri berada dalam kekuasaan perasaan. Sehingga
tidak peka akan perasaan yang sesungguhnya yang berakibat buruk bagi
pengambilan keputusan masalah.
Kesadaran diri bukanlah perhatian yang larut ke dalam emosi, bereaksi
secara berlebih-lebihan, dan melebih-lebihkan apa yang diserap. Kesadaran
diri lebih merupakan modus netral yang mempertahankan refleksi-diri
bahkan ditengah badai emosi. Menurut John Mayer (Goleman, 2006:63),
kesadaran diri berarti waspada baik terhadap suasana hati maupun pikiran
tentang suasana hati. Seseorang yang memiliki kesadaran diri peka terhadap
suasana hatinya, mereka mempunyai pola pirkir yang tajam untuk mengatur
emosinya.
(33)
Managing emotions (mengelola emosi), menangani perasaan-perasaan dalam suatu sikap yang layak/pantas; mewujudkan penyebab-penyebab bagi
perasaan khusus; dan menemukan cara untuk berdamai dengan takut,
kecemasan, kemarahan, dan kesedihan. Mengelola emosi berarti menangani
perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan tepat, hal ini merupakan
kecakapan yang sangat bergantung pada kesadaran diri. Emosi dikatakan
berhasil dikelola apabila : mampu menghibur diri ketika ditimpa kesedihan,
dapat melepas kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan bangkit
kembali dengan cepat dari semua itu. Sebaliknya orang yang buruk
kemampuannya dalam mengelola emosi akan terus menerus bertarung
melawan perasaan murung atau melarikan diri pada hal-hal negatif yang
merugikan dirinya sendiri. Mengelola emosi disebut juga kendali diri yang
bertujuannya adalah keseimbangan emosi. Aristoteles (Goleman, 2006:77)
mengamati, yang dikehendaki adalah emosi yang wajar, keselarasan antara
perasaan dan lingkungan. Apabila emosi terlalu ditekan, terciptalah
kebosanan dan jarak. Bila emosi tidak dikendalikan, terlampau ekstrem dan
terus-menerus, emosi akan menjadi sumber penyakit, seperti depresi berat,
cemas berlebihan, amarah yang meluap-luap, dan gangguan emosional yang
berlebihan.
c. Memotivasi diri
Motivating self (memotivasi diri), menggali emosi-emosi dalam menjalankan tujuan, mempunyai kontrol diri emosional, menunda kepuasan,
dan memadamkan/meredakan dorongan hati. Kemampuan seseorang
(34)
mengendalikan dorongan hati; b) derajat kecemasan yang berpengaruh
terhadap unjuk kerja seseorang; c) kekuatan berfikir positif; d) optimisme;
dan e) keadaan flow (mengikuti aliran), yaitu keadaan ketika perhatian seseorang sepenuhnya tercurah ke dalam apa yang sedang terjadi,
pekerjaannya hanya terfokus pada satu objek. Dengan kemampuan
memotivasi diri yang dimilikinya maka seseorang akan cenderung memiliki
pandangan yang positif dalam menilai segala sesuatu yang terjadi dalam
dirinya.
d. Mengenali emosi orang lain
Empathy (empati), menyatakan kepekaan pada perasaan orang lain dan peduli dan mengerti kenginginan mereka, menghargai perbedaan cara orang
lain dalam merasakan sesuatu. Empati atau mengenal emosi orang lain
dibangun berdasarkan pada kesadaran diri. Kemampuan berempati
merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana perasaan orang lain.
Jika seseorang terbuka pada emosi sendiri, maka dapat dipastikan bahwa ia
akan terampil membaca perasaan orang lain. Sebaliknya orang yang tidak
mampu menyesuaikan diri dengan emosinya sendiri dapat dipastikan tidak
akan mampu menghormati perasaan orang lain.
e. Membina hubungan dengan orang lain
Handling relationships (menjaga hubungan dengan orang lain), berdamai dengan emosi-emosi orang lain, kecakapan sosial, dan kemampuan
sosial. Seni dalam membina hubungan dengan orang lain merupakan
keterampilan sosial yang mendukung keberhasilan dalam pergaulan dengan
(35)
kesulitan dalam pergaulan sosial. Sesungguhnya karena tidak dimilikinya
keterampilan-keterampilan semacam inilah yang menyebabkan seseroang
seringkali dianggap angkuh, mengganggu atau tidak berperasaan.
2.2.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional
Walgito (1993) membagi faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi
menjadi dua faktor yaitu :
a. Faktor Internal.
Faktor internal adalah apa yang ada dalam diri individu yang mempengaruhi
kecerdasan emosinya. Faktor internal ini memiliki dua sumber yaitu segi jasmani
dan segi psikologis. Segi jasmani adalah faktor fisik dan kesehatan individu,
apabila fisik dan kesehatan seseorang dapat terganggu dapat dimungkinkan
mempengaruhi proses kecerdasan emosinya. Segi psikologis mencakup
didalamnya pengalaman, perasaan, kemampuan berfikir dan motivasi.
b. Faktor Eksternal.
Faktor ekstemal adalah stimulus dan lingkungan dimana kecerdasan emosi
berlangsung. Faktor ekstemal meliputi: 1) Stimulus itu sendiri, kejenuhan stimulus
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam
memperlakukan kecerdasan emosi tanpa distorsi dan 2) Lingkungan atau situasi
khususnya yang melatarbelakangi proses kecerdasan emosi. Objek lingkungan
(36)
Selain itu, Goleman (2006:268) menyatakan bahwa keluarga merupakan
sekolah pertama untuk mempelajari emosi, dalam lingkungan yang akrab ini
dipelajari bagaimana merasakan perasaan sendiri dan bagaimana orang lain
menanggapi perasaan kita, bagaimana berpikir tentang perasaan-perasaan ini dan
pilihan-pilihan apa yang kita miliki untuk bereaksi, serta bagaimana membaca dan
mengungkapkan harapan dan rasa takut. Pembelajaran emosi ini bukan hanya
melalui hal-hal yang diucapkan dan dilakukan oleh orangtua secara langsung
kepada anak, melainkan juga melalui contoh-contoh yang mereka berikan sewaktu
menangani perasaan mereka sendiri atau perasaan yang muncul antara suami dan
istri. Karena anak adalah murid yang pintar, yang sangat peka terhadap transmisi
emosi yang paling halus sekalipun dalam keluarga.
Orangtua yang terampil secara emosional dapat sangat mambantu anak dengan
memberikan dasar keterampilan emosional berikut: belajar bagaimana mengenali,
mengelola, dan memanfaatkan perasaan-perasaan, berempati, dan menangani
perasaan-perasaan yang muncul dalam hubungan-hubungan mereka. Keuntungan
bagi anak-anak yang orangtuanya terampil secara emosional adalah serangkaian
manfaat yang menakjubkan yang mencakup seluruh spektrum kecerdasan
emosional (Goleman, 2006:271)
2.3. Kerangka Berpikir
Allah swt. Menciptakan setiap manusia sempurna disertai dengan emosi
sebagai bekal guna kelangsungan hidupnya. Melalui emosi manusia terdorong
(37)
Setiap individu dianugerahkan hati dan akal agar bisa mengontrol emosi yang
muncul karena emosi dapat berakibat negatif bila tidak dikendalikan. Demikian
juga mahasiswa adalah orang-orang yang sedang berjuang untuk mencapai
kedudukan sosial yang diinginkan, dan bertarung dengan bermacam-macam
problema hidup untuk memastikan diri, serta mencari pegangan untuk
menentramkan batin dalam perjuangan hidup yang tidak ringan itu (Zakiyah
Darajat, :128).
Krisis identitas, rasa ingin tahu yang tinggi, dan semangat serta energi besar
pada mahasiswa akan menuju ke hal yang negatif apabila lingkungan gagal untuk
mengontrol, mengarahkan, mengajarkan, dan memfasilitasinya dalam hal positif
secara tepat. Berbagai macam kasus yang sering terjadi seperti tawuran antar
mahasiswa, baik lintas kampus maupun lintas fakultas dalam satu kampus yang
sebagian berawal dari kesalahpahaman antar personal, seks bebas, dan narkoba
merupakan hasil dari letupan-letupan emosi yang tidak dapat dikendalikan oleh
individu itu sendiri.
Emosional datang dari berbagai faktor internal maupun eksternal individu.
Seseorang akan mengalami berbagai macam persoalan, persoalan itu akan
menjadi semakin kompleks seiring dengan berjalannya usia dan banyaknya ilmu
serta pengalaman yang telah didapat. Setiap permasalahan baik dalam tingkat
yang mudah atau cepat untuk diselesaikan maupun sampai pada masalah yang
membutuhkan banyak waktu dan tenaga kesemuanya harus segera dihadapi.
Menghadapi masalah dengan mencari-cari solusi agar permasalahan tersebut
dapat terkendali hingga selesai membutuhkan pengendalian emosi. Pengendalian
(38)
manusia dalam kehidupannya karena dapat dipastikan bahwa seorang individu
tidak bisa lepas dari emosi diri dan dihadapkan dengan emosi orang lain, yang
apabila dikelola dengan tepat maka berakibat baik bagi diri sendiri dan bagi orang
lain.
Kecerdasan emosional ini terlihat dalam hal-hal seperti bagaimana
mahasiswa mampu untuk memberi kesan yang baik tentang dirinya, mampu
mengungkapkan dengan baik emosinya sendiri, berusaha menyetarakan diri
dengan lingkungan, dapat mengendalikan perasaan dan mampu mengungkapkan
reaksi emosi sesuai dengan waktu dan kondisi yang ada sehingga interaksi dengan
orang lain dapat terjalin dengan lancar dan efektif. Dalam membentuk kecerdasan
emosional selain kemampuan yang bersifat internal; kemampuan mengenali emosi
diri, mengelola emosi, dan memotivasi diri,harus dilengkapi pula dengan
kemampuan yang bersifat eksternal; mengenali emosi orang lain dan membina
hubungan dengan orang lain. Kemampuan eksternal ini hanya didapatkan melalui
interaksi dengan orang.
Kesan tersebut berkaitan dengan individu yang mempunyai konsep diri,
karena konsep diri merupakan persepsi atau pandangan seorang individu terhadap
dirinya sendiri secara menyeluruh. Mahasiswa yang mempunyai konsep diri yang
baik akan dapat menilai diri secara internal dan eksternal. Secara internal, ia akan
memandang, menerima, dan menilai diri dan perilakunya dengan baik, bisa
memahami dirinya dengan demikian ia mengetahui emosi yang terjadi pada
dirinya sehingga mampu untuk mengendalikan emosi yang muncul itu dan
(39)
menerima, dan menilai dirinya berdasarkan kondisi fisik, moral, pribadinya,
hubungan ia dengan keluarga dan hubungan dengan orang lain.
Oleh karena itu, setiap mahasiswa perlu untuk tetap menjalin hubungan
komunikasi yang baik dengan mahasiswa-mahasiswa yang lain walaupun tidak
tergabung dalam satu organisasi dan kelompok yang sama. Dengan demikian
adakah pengaruh dari kecerdasan emosional terhadap konsep diri pada
mahasiswa?
Berikut gambaran kerangka berpikir dalam penelitian ini:
2.4. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir diatas peneliti ingin melihat pengaruh variabel
bebas (independent variable) terhadap variabel terikat (dependent variabel).
Variabel bebas yang diteliti adalah kecerdasan emosional yang kemudian dipecah
menjadi lima variabel menurut dimensi-dimensi kecerdasan emosional, yaitu
mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri, mengenali emosi
orang lain, dan membina hubungan dengan orang lain yang diasumsikan Mengenali Emosi
Diri
Mengelola emosi diri
Memotivasi diri
Mengenali emosi orang lain
Membina hubungan dengan orang lain Kecerdasan
Emosional
KONSEP DIRI Dimensi
Internal
Dimensi Eksternal
(40)
mempengaruhi konsep diri dalam dimensi internal dan dimensi eksternal yang
menjadi variabel terikat.
Hipotesis utama penelitian (Ha1) : ”Ada Pengaruh Yang Signifikan Antara Kecerdasan Emosional Terhadap Konsep Diri Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Jakarta.”
Adapun hipotesis minor dalam penelitian ini:
Ha2 = Ada pengaruh aspek mengenali emosi diri terhadap dimensi internal
konsep diri mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Jakarta.
Ha3 = Ada pengaruh aspek mengelola emosi terhadap dimensi internal Konsep
diri pada mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Jakarta.
Ha4 = Ada pengaruh aspek memotivasi diri terhadap dimensi internal konsep diri
pada mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Jakarta.
Ha5 = Ada pengaruh aspek mengenali emosi orang lain terhadap dimensi internal
konsep diri pada mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Jakarta.
Ha6 = Ada pengaruh aspek membina hubungan dengan orang lain terhadap
dimensi internal konsep diri pada mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Jakarta.
Ha7 = Ada pengaruh aspek mengenali emosi diri terhadap dimensi eksternal
konsep diri mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Jakarta.
Ha8 = Ada pengaruh aspek mengelola emosi terhadap dimensi eksternal Konsep
diri pada mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Jakarta.
Ha9 = Ada pengaruh aspek memotivasi diri terhadap dimensi eksternal konsep
diri pada mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Jakarta.
Ha10 = Ada pengaruh aspek mengenali emosi orang lain terhadap dimensi
(41)
Ha11 = Ada pengaruh aspek membina hubungan dengan orang lain terhadap
(42)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab III mengenai Metodologi Penelitian ini berisi pendekatan dan metode
penelitian, definisi variabel dan variabel operasional, populasi dan sampel, teknik
pengumpulan data, dan teknik analisa data.
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif. Sedangkan penelitian
kuantitatif merupakan penelitian yang dituntut banyak menggunakan angka, mulai
dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan dari
hasilnya.(Arikunto, 2002:10)
2. Metode Penelitian
Metode dari penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan jenis
penelitian regresi. Penelitian deskriptif adalah kegiatan yang meliputi
pengumpulan data dalam rangka menuji hipotesis atau menjawab pertanyaan yang
menyangkut keadaan pada waktu yang sedang berjalan dari pokok suatu
penelitian. Penelitian regresi adalah penelitian yang dirancang untuk memprediksi
seberapa jauh perubahan nilai variabel dependen bila nilai variabel independen
dimanipulasi/diubah-ubah atau dinaik-turunkan.
(43)
1. Definisi Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik
perhatian suatu penelitian. Variabel adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai
berbeda atau bervariasi. Variabel dibedakan menjadi dua, yaitu variabel terikat
merupakan nilai-nilai dari objek penelitian yang terkait dengan permasalahan
yang sedang diteliti, dan variabel bebas ialah variabel yang mempunyai pengaruh
terhadap variabel terikat.
a. Variabel Terikat (Dependent Variabel) : Konsep Diri
b. Variabel Bebas (Independent Variabel) : Kecerdasan Emosional yang
dibagi sesuai dengan dimensi-dimensinya, yaitu mengenali emosi diri,
mengelola emosi diri, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan
membina hubungan dengan orang lain.
2. Variabel Operasional
Definisi operasional merupakan suatu definisi yang memberikan batasan atau
arti suatu variabel dengan merinci hal yang harus dikerjakan oleh peneliti untuk
mengukur variabel tersebut. (Kerlinger, 1990:51). Variabel operasional dari
penelitian ini adalah :
a. Kecerdasan emosional
Skor yang diperoleh dari mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Jakarta tentang
kemampuan mengendalikan emosi kemampuan seseorang untuk mengendalikan
emosi-emosi secara tepat dalam menghadapi situasi yang mempengaruhi dirinya
yang diukur dengan skala kecerdasan emosional dengan indikator
(44)
emosi (management emotional), memotivasi diri (self motivating), mengenali emsi orang lain (emphaty), membina hubungan dengan orang lain (handling relationships).
b. Konsep diri
Skor yang diperoleh dari mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Jakarrta tentang
persepsi atau penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri secara menyeluruh
baik fisik, psikogis maupun social yang diukur berdasarkan skala konsep diri
dengan indikator dimensi internal yang meliputi diri identitas, diri perilaku, dan
diri penerimaan atau penilaian, dimensi eksternal mencakup diri fisik, diri
etik-moral, diri pribadi, diri keluarga, dan diri sosial.
3.3 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling
1. Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Psikologi. Fakultas psikologi UIN
Jakarta berjumlah 748 mahasiswa. Jumlah tersebut terdiri atas 162
mahasiswa semester 2, 238 mahasiswa semester 4, 176 mahasiswa semester
6, dan 172 mahasiswa semester 8. Hal ini dikutip dari buku akademik tahun
ajaran 2010/2011.
2. Sampel
Sampel dari penelitian ini mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta Fakultas Psikologi sejumlah 130 mahasiswa semester 2
(45)
3. Teknik sampling
Teknik sampel menggunakan teknik sampel bertujuan atau purposive sample, yaitu pemilihan sekelompok subjek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat
dengan ciri-ciri atau sifat-sifat yang populasi sudah diketahui sebelumnya
(Hadi, 2004:91). Pengambilan sampel dilakukan secara acak dimana setiap
individu dalam populasi memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi
anggota sampel (Hadi, 2004:83)
3.4 Teknik Pengumpulan Data
1. Metode Penelitian
Metode penelitian dalam penelitian ini adalah metode angket atau daftar isian.
Metode angket adalah metode yang menggunakan angket sebagai instrumen
dalam penelitiannya, yaitu sejumlah pernyataan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi dari responden. Supranto (2000: 23), daftar isian adalah
satu set pernyataan yang tersusun secara sistematis dan standar sehingga
pertanyaan yang sama dapat diajukan terhadap setiap responden. Sistematis
dimaksud disini bahwa item-item pernyataan disusun menurut logika sesuai
(46)
adalah setiap item pertanyaan mempunyai pengertian, konsep, dan defini yang
sama.
Jenis pernyataan dalam kuesioner yang digunakan untuk penelitian ini berupa
pernyataan tertutup dengan skala Likert. Skala Likert adalah skala untuk
mengukur sikap atau pendapat individu, dalam skala ini subjek penelitian diminta
memilih jawaban terhadap suatu penyataan yang paling sesuai dengan kondisinya.
Skala alat tes untuk mengukur kecerdasan emosional pada penelitian ini terdiri
dari empat tingkatan dengan nilai untuk pernyataan favorabel dan unfavorabel,
sebagai berikut:
Tabel 3.1. Skala Pengukuran Kecerdasan Emosional
Skala Favorabel Unfavorabel
SS= Sangat Sesuai 4 1
S= Sesuai 3 2
TS= Tidak Sesuai 2 3
STS= Sangat Tidak Sesuai 1 4
2. Instrumen Penelitian
Instrumen pengukuran mengenai konsep diri positif diukur berdasarkan
dimensi-dimensi konsep diri yang dikemukakan oleh Fitts. Skala konsep diri
terdiri atas 30 pernyataan dengan butir-butir penyebaran berdasarkan
dimensi-dimensi konsep diri sebagai berikut :
(47)
No Dimensi Sub Dimensi Favorable Unfavorable
Diri Identitas 1, 2 3, 4
Diri Perilaku 5, 6 7, 8
1. Internal
Diri Penerimaan 9, 10 11, 12
Diri Fisik 13, 14 15, 16
Diri Keluarga 17, 18 19, 20
Diri Etik Moral 21, 22 23, 24
Diri Pribadi 25, 26 27
2. Eksternal
Diri Sosial 28, 29 30
Jumlah 16 14
Sedangkan instrumen pengukuran mengenai kecerdasan emosional akan
diukur menggunakan dengan skala kecerdasan emosional dengan 51 butir
pernyataan yang meliputi lima dimensi kecerdasan emosional, yaitu self awareness, self control, self motivation, empathy, dan social skill dengan penyebaran butir-butir berdasarkan dimensi-dimensi kecerdasan emosional
sebagai berikut:
Tabel 3.3. Blue Print item-item Kecerdasan Emosional
No Dimensi Indikator Favorable Unfavorable Jumlah
Mengamati
diri sendiri 1, 3 2,4
1. Self-Awareness (Kesadaran Diri) Mengenali perasaan yang terjadi
5, 6, 7 8
8 2. Self Control (managing emotion) (mengelola Mengalami perasaan dalam suatu sikap yang layak
(48)
Mewujudkan penyebab bagi
perasaan khusus
12, 13 14
emosi diri) Menemukan cara untuk berdamai dengan takut, cemas, marah, dan sedih
15, 16 17, 18
Menggali emosi dalam menjalankan
tujuan
21, 51 19, 20
Mempunyai kontrol diri emosional
22 23, 24
Menunda
kepuasan 25, 26 27
3. Self Motivation (Motivasi Diri) Meredakan
dorongan hati 28 29, 30
13 Menyatakan kepekaan pada perasaan orang lain, peduli, dan mengerti keinginan mereka
31, 33, 34 32
4.
Empathy
(Mengenali emosi
oranglain) Menghargai perbedaan cara oranglain
dalam merasakan
sesuatu
36, 37 35, 38, 39
9
Berdamai dengan
emosi-emosi orang lain
40 41, 42
5.
Social Skill (Handling Relationship)
Kecakapan
social 43, 44, 45 46
(49)
Kemampuan
social 48, 50 47, 49
Jumlah 28 23 51
3.5 Teknik Uji Instrumen Penelitian
Uji instrumen penelitian dilakukan untuk mengetahui apakah item-item
pernyataan yang terdapat pada kuesioner telah sesuai atau tidak sesuai untuk
mengukur permasalahan penelitian. Oleh karena itu, peneliti menguji validitas
dan reliabilitas dari pernyataan-pernyataan dalam kuesioner dengan melakukan
tryout kepada beberapa orang diluar sampel yang sesungguhnya akan diteliti tetapi dalam karakteristik yang sama. Uji validitas bertujuan untuk mengukur
sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi
ukurnya (Azwar, 2004:5) dan uji reliabilitas untuk mengetahui sejauhmana hasil
suatu pengukuran dapat dipercaya. Untuk mendapatkan alat ukur yang baik,
dalam arti alat ukur tersebut dapat dipercaya dan tepat harus dilakukan pengujian
reliabilitas dan validitas terhadap alat ukur tersebut.
Sebelum melaksanakan penelitian yang sesungguhnya, dilakukan terlebih
dahulu uji instrumen atau try out. Try out dilakukan pada 40 mahasiswa yang
selanjutnya diikutsertakan kembali dalam penelitian sesungguhnya. Uji instrumen
ini bertujuan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas dari instrumen itu sendiri.
Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan teknik korelasi bivariate Pearson’s
Product Moment. Analisis ini mengkorelasikan masing-masing skor item dengan
(50)
item-item tersebut mampu memberikan dukungan dalam mengungkapkan apa
yang ingin diungkap (Priyatno, 2010:90).
Hasil yang diperoleh setelah dilakukan uji coba pada 40 mahasiswa tersebut
terdapat beberapa item yang tidak valid sehingga harus dibuang. Berikut
item-item yang memiliki validitas karena r-hitung lebih sama dengan r-tabel :
Instrumen Kecerdasan Emosional pasca uji coba :
Tabel 3.4. Blue Print item-item Kecerdasan Emosional Pasca Uji Coba
No Dimensi Favorable Unfavorable Jumlah
1. Self-Awareness
(Kesadaran Diri) 1, 3, 5, 6, 7
2*, 4, 8*
2
2.
Self Control
(managing emotion) (mengelola emosi
diri)
9*, 11*, 12*, 13,
15*, 16* 10*, 14*, 17*, 18
8
3. Self Motivation (Motivasi Diri)
21*, 22*, 25*, 26*, 28
19*, 20*, 23, 24, 27*, 29*, 30*
10
4.
Empathy
(Mengenali emosi oranglain)
31, 33*, 34*, 36*, 37*
32*, 35*, 38*,
39* 8
5.
Social Skill (Handling Relationship)
40, 43*, 44, 45, 48*, 50*
41*, 42*, 46*, 47*, 49*
8
Jumlah 17 19 36
Instrumen Konsep Diri pasca uji coba
(51)
No Dimensi Sub Dimensi Favorable Unfavorable
Diri Identitas 1, 2* 3*, 4*
Diri Perilaku 5*, 6* 7*, 8*
1. Internal
Diri Penerimaan 9*, 10* 11*, 12*
Diri Fisik 13*, 14* 15*, 16*
Diri Keluarga 17*, 18* 19*, 20*
Diri Etik Moral 21*, 22* 23*, 24*
Diri Pribadi 25, 26* 27*
2. Eksternal
Diri Sosial 28*, 29 30*
Jumlah 13 14
Pengujian reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini memakai metode internal
konsistensi, melakukan hanya satu kali pengetesan pada sekelompok subjek yang
diteliti, dengan formula Alpha Cronbach yang dihitung menggunakan SPSS 19
for windows.
Tabel 3.6. Kaidah Baku Koefisien Reliabilitas Guilford
Kriteria Koefisien Reliabilitas
Sangat Reliabel > 0,9
Reliabel 0,7 – 0,9
Cukup Reliabel 0,4 – 0,7
Kurang Reliabel 0,2 – 0,4
Tidak Reliabel <0,2
Setelah dilakukan uji coba kemudian dihasilkan reliabilitas dari skala
kecerdasan emosional sebesar 0,908 dan reliabilitas dari skala konsep diri sebesar
0,887. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa instrumen keduanya
(52)
Berdasarkan hasil instrumen yang telah diuji coba, maka berikut skala atau
instrumen yang digunakan untuk mengukur kecerdasan Emosional dan konsep diri
:
Tabel 3.7 Instrumen Pengukuran Kecerdasan Emosional
No Dimensi Favorable Unfavorable Jumlah
1. Self-Awareness (Kesadaran Diri)
1, 2
2
2.
Self Control
(managing emotion) (mengelola emosi
diri)
3, 5, 6, 8, 9 4, 7, 10
8
3. Self Motivation (Motivasi Diri)
13, 14, 15, 16 36
11, 12, 17, 18, 19
10
4.
Empathy
(Mengenali emosi oranglain)
21, 22, 24, 25 20, 23, 26, 27 8
5.
Social Skill (Handling Relationship)
30, 33, 35
28, 29, 31,
32, 34 8
Jumlah 17 19 36
Tabel 3.8 Instrumen Pengukuran Konsep Diri
No Dimensi Sub Dimensi Favorable Unfavorable
Diri Identitas 1 2, 3
Diri Perilaku 4, 5 6, 7
1. Internal
Diri Penerimaan 8, 9 10, 11
(53)
Diri Keluarga 16, 17 18, 18
Diri Etik Moral 20, 21 22, 23
Diri Pribadi 24 25
Diri Sosial 26 27
Jumlah 13 14
3.6 Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan teknik analisis data dengan multi regresi. Teknik
multi regresi merupakan alat analisis yang menjelaskan tentang akibat-akibat dan
besarnya akibat yang ditimbulkan oleh satu atau lebih variabel bebas terhadap satu
variabel terikat. Taraf nyata atau signifikansi yang digunakan 5% (0,05) atau 1%
(0,01) (Iqbal Hasan, 2004:145).
Selanjutnya R2 dapat diuji signifikansinya seperti uji signifikan pada F test
biasa. Selain itu juga uji signifikan bisa juga dilakukan dengan tujuan melihat
apakah pengaruh dari IV terhadap DV signifikan atau tidak. Pembagi disini adalah
R2 itu sendiri dengan df nya (dilambangkan k), yaitu sejumlah IV yang dianalisis,
sedangkan penyebutnya (1 – R2) dibagi dengan df nya N – k – 1 dimana N adalah
total sampel. Untuk df dari pembagi sebagai numerator sedangkan df penyebut
sebagai denumerator. Jika digambarkan maka :
Kemudian selanjutnya peneliti melakukan uji koefisien regresi dari tiap-tiap
IV yang dianalisis. Maksud uji koefisien regresi adalah melihat apakah signifikan
dampak dari tiap IV terhadap DV, oleh karenanya sebelum didapat nilai t dari tiap
(54)
yang didapatkan melalui akar Msres dibagi dengan SSx. Setelah didapat nilai Sb
barulah bisa dilakukan uji t, yaitu hasil bagi dari b (koefisien regresi) dengan Sb itu sendiri. Jika ditulis dengan rumus maka :
(55)
BAB IV
ANALISIS DATA
Pada bab ini akan dipaparkan mengenai hasil pengolahan data dari penelitian.
Disini disampaikan gambaran responden dan hasil dari penelitian yang telah
dilakukan.
4.1. Gambaran Umum Responden
Penelitian ini dilakukan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta Fakultas Psikologi. Dalam penelitian ini populasi reponden yang akan
diteliti adalah mahasiswa UIN Jakarta Fakultas Psikologi sebanyak 748
mahasiswa. Jumlah tersebut terdiri atas 162 mahasiswa tingkat I, 238 mahasiswa
tingkat II, 176 mahasiswa tingkat III, dan 172 mahasiswa tingkat IV. Dari jumlah
populasi itu maka peneliti hanya mengambil sampel sebanyak 130 mahasiswa
dengan persentasi berikut:
Tabel 4.1 Persentase Jumlah Sampel Mahasiswa Laki-Laki Dan Perempuan
Jenis Kelamin Jumlah Persentase
Laki-laki 44 33,85%
Perempuan 86 66,15%
Total 130 100%
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah mahasiswa
(56)
laki-laki 44 orang sedangkan jumlah mahasiswa perempuan 86 orang yang diperoleh
secara acak.
Selanjutnya peneliti memaparkan distribusi frekuensi dan uji beda dengan
t-test untuk mengetahui ada atau tidaknya beda rata-rata antara dua kelompok
(laki-laki dan perempuan).
Tabel 4.2 Distribusi Konsep Diri Terhadap Jenis Kelamin
Group Statistics
jeniskelamin N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
laki-laki 44 78.95 9.977 1.504
konsepdiri
perempuan 86 79.65 6.126 .661
Berdasarkan tabel di atas perolehan mean dari mahasiswa laki-laki dan
perempuan mempunyai selisih yang tidak jauh berbeda. Kemudian peneliti
menguji dengan independent t-test, maka didapat tidak ada perbedaan antara mean
laki-laki dan perempuan (P > 0,05). Hal ini bisa dilihat langsung pada selisih
mean antara laki-laki dan perempuan.
4.2. Deskripsi Statistik
Berikut ini adalah deskrpsi statistik berdasarkan skor dari subjek penelitian
dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 4.3 Descriptive Statistic
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
(1)
BAB V
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Pada bab ini, peneliti akan menyimpulkan hasil penelitian. Dalam bab ini juga akan dimuat kesimpulan, diskusi, dan saran.
5.1 Kesimpulan
Hasil uji hipotesis pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :
a. “Terdapat pengaruh secara signifikan dari dimensi-dimensi atau aspek-aspek kecerdasan emosional terhadap konsep diri pada mahasiswa fakultas psikologi UIN Jakarta”. Semakin tinggi kecerdasan emosional mahasiswa berarti semakin tinggi pula konsep dirinya.
b. Pada aspek mengenali emosi diri diperoleh nilai t-hitung 0,927 dan nilai signifikan 0,356, hal ini menunjukan tidak terdapat pengaruh mengenali emosi diri terhadap dimensi internal konsep diri.
c. Pada aspek mengelola emosi diri diperoleh nilai t-hitung 4,756 (>t-tabel 1,979) dan nilai signifikan 0,000 hal ini menunjukan terdapat pengaruh yang signifikan antara mengelola emosi diri terhadap dimensi internal konsep diri.
d. Pada aspek memotivasi diri diperoleh nilai t-hitung 2,738 (>t-tabel) dan nilai signifikan 0,007 (<0,05)hal ini menunjukan terdapat pengaruh yang signifikan antara memotivasi diri terhadap dimensi internal konsep diri.
(2)
e. Pada aspek memotivasi diri diperoleh nilai t-hitung 2,738 (>t-tabel) dan nilai signifikan 0,007 (<0,05)hal ini menunjukan terdapat pengaruh yang signifikan antara memotivasi diri terhadap dimensi internal konsep diri. f. Pada aspek membina hubungan dengan orang lain diperoleh nilai t-hitung
1, 987 dan nilai signifikan 0,049, hal ini menunjukan ada pengaruh antara membina hubungan dengan orang lain terhadap dimensi internal konsep diri.
g. Pada aspek mengenali emosi diri diperoleh nilai t-hitung 0,503 dan nilai signifikan 0,616, hal ini menunjukan tidak terdapat pengaruh mengenali emosi diri terhadap dimensi eksternal konsep diri.
h. Pada aspek mengelola emosi diri diperoleh nilai t-hitung 0,374 dan nilai signifikan 0,709, hal ini menunjukan tidak adanya pengaruh mengelola emosi diri terhadap dimensi eksternal konsep diri.
i. Pada aspek memotivasi diri diperoleh nilai t-hitung 4,785 dan nilai signifikan 0,000, hal ini menunjukan adanya pengaruh memotivasi diri terhadap dimensi eksternal konsep diri.
j. Pada aspek mengenali emosi orang lain (empati) diperoleh nilai t-hitung 2,292 dan nilai signifikan 0,024, hal ini menunjukan ada pengaruh signifikan antara mengenali emosi orang lain terhadap dimensi eksternal konsep diri.
k. Pada aspek membina hubungan dengan orang lain diperoleh nilai t-hitung 1, 386 dan nilai signifikan 0,168, hal ini menunjukan tidak ada pengaruh antara membina hubungan dengan orang lain terhadap dimensi eksternal konsep diri.
(3)
Pada kelima independen variabel aspek-aspek kecerdasan emosional, variabel yang memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap konsep diri, yaitu mengelola emosi diri, memotivasi diri, dan membina hubungan dengan orang lain. Aspek-aspek kecerdasan emosional tersebut mempunyai nilai signifikan yang tinggi 0,011 untuk mengelola emosi diri, 0,00 untuk memotivasi diri, dan 0,013 untuk membina hubungan dengan orang lain. Oleh karena itu, berdasarkan hasil penelitian ini jika ingin diberi intervensi mahasiswa fakultas psikologi untuk meningkatkankan konsep diri, maka aspek-aspek yang paling diperhatikan adalah mengelola emosi diri, memotivasi diri dan membina hubungan dengan orang lain.
Sedangkan pada proporsi varians atau kontribusi yang diberikan aspek-aspek kecerdasan emosional tersebut, yaitu 24,5% untuk mengelola emosi diri, 10,8 % untuk memotivasi diri, untuk 0,5% mengenali emosi orang lain, dan 1,4 % untuk membina hubungan dengan orang lain, serta 30,2% untuk mengenali emosi diri. Pada IV mengenali emosi orang lain, walaupun hasil yang diperoleh paling sedikit tetapi tetap mempunyai hubungan yang positif terhadap konsep diri.
Pada variabel jenis kelamin dan semester tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap konsep diri dengan sumbangan varians masing-masing 2% untuk jenis kelamin dan 1% berdasarkan semester, maka dapat disimpulkan tidak ada pengaruh yang signifikan antara kecerdasan emosional berdasarkan jenis kelamin dan semester dengan konsep diri.
5.2 Diskusi
Korelasi kelima variabel tersebut bersifat positif, hal ini sesuai dengan koefisien regresi mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri,
(4)
mengenali emosi orang lain (empati), dan membina hubungan dengan orang lain pada DV tersebut yang bernilai postif. Artinya jika semakin tinggi mengenali emosi diri seorang mahasiswa, maka semakin tinggi pula konsep diri mahasiswa tersebut. Begitupun juga pada variabel mengelola emosi diri, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain (empati), dan membina hubungan dengan orang lain.
Dari hasil analisis data dibuktikan, bahwa mengenali emosi diri dan mengelola emosi diri memberikan sumbangan varians masing-masing sebesar 30,2 % dan 24,5% terhadap konsep diri, hal ini sesuai dengan teori dari Wiliam H. Fitts (Agustiani, 2006:139) menjelaskan konsep diri secara fenomenologis, dan mengatakan bahwa ketika individu mempersepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya, memberikan arti dan penilaian, serta membentuk abstraksi tentang dirinya.
Sedangkan pada motivasi diri, sumbangan varian sejumlah 10,8% terhadap konsep diri, hal ini bersesuaian dengan teori yang disampaikan Goleman (2006:45) mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri dan dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati.
Dari hasil analisis data dibuktikan, bahwa mengenali emosi orang lain dan mengelola emosi diri memberikan sumbangan masing-masing varians sebesar 30,2 % dan 24,5% terhadap konsep diri, selisih yang tidak terlalu jauh terhadap masing-masing faktor menunjukan hal ini sesuai dengan teori dari C.H. Cooley membuktikan bahwa dengan mengamati pencerminan perilaku terhadap respon orang lain seseorang dapat mempelajari diri sendiri. Variabel mengenali emosi
(5)
orang lain dan membina hubungan dengan orang lain juga merupakan variabel yang paling besar kontribusinya dalam pengaruhnya terhadap konsep diri.
Mahasiswa sudah seharusnya dapat mengenali emosi dan mampu mengelola emosi dalam dirinya karena dengan kemampuan tersebut maka akan membuatnya peka kepada emosi orang lain. Ia menjadi bisa mengontrol diri apabila emosinya muncul sehingga tidak merugikan perasaan orang lain dan dengan mampu mengenali emosi seseorang akan dapat memahami bila suatu saat orang lain mengalami hal yang pernah dirasakan sebelumnya. Hal ini mencerminkan bagaimana konsep diri, jika seorang mahasiswa mempunyai konsep diri yang positif maka itu berasal dari bagaimana ia memandang dirinya secara positif yang kemudian menciptakan tingkah laku positif. Konsep diri dipengaruhi oleh pandangan orang lain terhadap diri, kemampuan untuk berempati dan membina hubungan dengan orang lain akan membentuk pandangan yang positif dari orang lain kepada dirinya sehingga konsep diri menjadi positif juga dan menghasilkan tingkah laku positif.
5.3 Saran
Peneliti menyadari banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karena itu peneliti membagi saran menjadi 2, yaitu saran teoritis dan saran praktis. Saran tersebut dapat dijadikan pertimbangan bagi penelitian lain yang akan meneliti yang sama.
(6)
5.3.1 Saran Teoritis
Pada penelitian ini penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut : 1. Peneliti dapat lebih menggali variabel yang diteliti melalui item-tem
pernyataan yang lebih detail dalam menggambarkan variabel terutama pada variabel mengenali emosi diri.
2. Peneliti selanjutnya sebaiknya tidak menggunakan responden yang berbeda dalam menguji instrumen dan dalam melakukan penelitian yang sebenarnya
5.3.2 Saran Praktis
1. Untuk meningkatkan konsep diri, berdasarkan hasil penelitian ini, maka kecerdasan emosional pada mahasiswa juga perlu untuk ditingkatkan terutama pada aspek yang paling diperhatikan adalah mengelola emosi diri, memotivasi diri dan membina hubungan dengan orang lain.
2. Variabel mengenali emosi orang lain dan membina hubungan orang lain merupakan variabel yang paling besar kontribusinya terhadap konsep diri, maka hendaknya perlu bagi setiap mahasiswa untuk lebih peka terhadap emosi dan perasaan orang lain dan membina hubungan interaksi yang baik dengan mahasiswa yang lain.