Hubungan kecerdasan emosional dengan perilaku melanggar peraturan lalu lintas pada pengendara sepeda motor - USD Repository

  

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN

PERILAKU MELANGGAR PERATURAN LALU LINTAS PADA

PENGENDARA SEPEDA MOTOR

SKRIPSI

  Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

  Program Studi Psikologi Disusun oleh:

  Kristianus Nugroho Pudyantoro 049114080

  

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

! " #

  

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN

PERILAKU MELANGGAR PERATURAN LALU LINTAS

Kristianus Nugroho Pudyantoro

  

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara kecerdasan emosional dengan

perilaku melanggar peraturan lalu lintas. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan negatif yang

signifikan antara kecerdasan emosional dengan perilaku melanggar peraturan lalu lintas. Subyek dalam

penelitian ini adalah pengendara sepeda motor yang melakukan pelanggaran lalu lintas di di wilayah

teritorial Kepolisian Resort Sleman dan menjalani Persidangan di PN sebanyak 40 orang. Alat

pengumpul data yang digunakan untuk kecerdasan emosional adalah skala kecerdasan emosional,

sedangkan untuk perilaku melanggar peraturan lalu lintas adalah skala melanggar peraturan lalu

lintas. Melalui hasil uji coba pada skala kecerdasan emosional diperoleh dari 40 item total terdapat 35

item yang sahih dan 5 item yang gugur, sedangkan untuk skala perilaku melanggar peraturan lalu

lintas diperoleh dari 20 item total terdapat 18 item yang sahih dan 2 item yang gugur. Uji reliabilitas

untuk skala kecerdasan emosional diperoleh koefisien reliabilitas Alpha-Cronbach sebesar 0,945 dan

untuk melanggar peraturan lalu lintas diperoleh sebesar 0,883. Metode yang digunakan untuk analisis

data adalah teknik Product Moment Pearson. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa skor korelasi

yang didapat adalah -0,175 pada taraf signifikansi 0,01 dengan probabilitas 0,140 (p < 0,01). Hal

tersebut berarti tidak ada hubungan negatif yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan

perilaku melanggar peraturan lalu lintas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

negatif yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan perilaku melanggar peraturan lalu lintas.

Tingginya kecerdasan emosional tidak berhubungan dengan rendahnya perilaku melanggar peraturan lalu

lintas. Kata Kunci : Kecerdasan Emosional, Perilaku Melanggar Peraturan Lalu Lintas

CORRELATION BETWEEN EMOTIONAL INTELLIGENCE WITH

  

Kristianus Nugroho Pudyantoro

ABSTRACT

This research was aimed to examine relation between emotional intelligence and behavior

violating traffic regulations. A hypothesis proposed was that there is no significant negative relation

between emotional intelligence and behavior violating traffic regulations.The respondents were 40

motorcycle riders who violate traffic in the territory of the Police Resort, Sleman. Data's

collection device for emotional intelligence was emotional intelligence scale while for behavior

violating traffic regulations was violating traffic regulations scale. It was obtained by the result that in

emotional intelligence, from 40 items, there were 35 items valid and 5 items fail, in contrary, on

violating traffic regulations scale, from 20 items, there were 18 items valid and 2 items fail. A

reliability test for emotional intelligence scale, obtamed 0,945 coefficient reliability Alpha-Cronbach

and for behavior violating traffic regulations scale, obtained 0,883.A method was used for analyze the

data was Product Moment Pearson technique. The result showed that the correlation score obtained was

  • -0,175 at significant of 0,01 for probability 0,140 (p < 0,01). It means there was no significant negative

    relation between emotional intelligence and behavior violating traffic regulations. The research result

    showed that no significant negative relation between emotional intelligence and behavior violating

    traffic regulations. Therefore, the high emotional intelligence were not associated with low

    behavior violating traffic regulations.

  Keywords : Emotional Intelligence, Behavior Violating Traffic Regulations

KATA PENGANTAR

  Puji syukur penulis panjatkan kepada Bapa dan Yesus juru selamatku, atas kasih

dan kekuatan yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan

skripsi ini dapat selesai tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

  

1. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas

Sanata Dharma.

  

2. Ibu Kristiana Dewayani, S.Psi., M.Si selaku dosen pembimbing skripsi, yang telah

memberikan masukan, saran, waktu, dan kesabarannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

  3. Bapak Siswa Widyatmoko, S.Psi selaku dosen penguji.

  

4. Ibu Henrietta PDADS., S.Psi., M.A selaku dosen penguji dan sekaligus pembimbing

akademik, terima kasih atas bimbingan dan kesabarannya.

  

5. Kedua orangtuaku A.Y Sardjiman dan V. Sukartinah yang tiada lelah untuk memberi

dukungan terhadap apa yang aku kerjakan selama ini hingga terselesaikan semua tugas skripsi ini.

  

6. Kakak - kakakku MM Isti Handayani, Yohanes Dwi P, Kartika, Indro yang telah

memberi dukungan baik secara moril maupun materil.

  

7. Morina Nadia Endensi yang menjadi penyemangatku dan dengan setia selalu

mendukungku untuk menyelesaikan skripsi ini.

  

8. Teman - teman angkatan 2004 yang menjadi teman seperjuangan dan telah membantu

banyak hal.

  

9. Teman-teman Psynema, P2TKP, UK sepakbola, dan yang berasal dari kegiatan

lainnya di psikologi yang telah berdinamika bersamaku selama ini.

  10. Mas Muji, Mas Gandung, Mas Doni, Pak Gie dan Mbak Naniek yang telah

  membantu di lab dan sekretariat Psikologi, terima kasih telah membantu urusan administrasi.

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL……………………………………………………… . i HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING…………………… ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI…………………………………… iii HALAMAN MOTTO……………………………………………………….. iv HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………….. v HALAMAN KEASLIAN KARYA…………………………………………. vi ABSTRAK…………………………………………………………………… vii ABSTRACT…………………………………………………………………. viii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH……………. ix KATA PENGANTAR………………………………………………………… x DAFTAR ISI………………………………………………………………… xii DAFTAR TABEL…………………………………………………………… xv DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………… xvi BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………………..

  1 A. Latar Belakang Masalah ………………………………………… ........

  1 B. Rumusan Masalah ……………………………………………………..

  7 C. Tujuan Penelitian ……………………………………………………...

  8 D. Manfaat Penelitian …………………………………………………….

  8 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................

  9 A. Perilaku Melanggar Peraturan Lalu Lintas.............................................. 9 1. Pengertian perilaku melanggar peraturan lalu lintas.............................

  9

  2. Aspek – aspek perilaku melanggar peraturan lalu lintas……………

  12 3. Penyebab Terjadinya pelanggaran lalu lintas……………………….

  14 B. Kecerdasan Emosional………………………………………………. 15

  1. Pengertian kecerdasan emosional..…………………………………

  15

  2. Aspek-aspek kecerdasan emosi ……………………………………

  18 C. Hubungan Antara Kecerdasan Emosi dengan perilaku melanggar peraturan lalu lintas…...……………………………………………... 20 D. Skema…………………………………………………………………..

  23 E. Hipotesis………………………………………………………………..

  23 BAB III. METODE PENELITIAN................................................................

  24 A. Jenis Penelitian ………………………………………………………..

  24 B. Identifikasi Variabel - Variabel Penelitian .……………………………

  24 C. Definisi Operasional Variabel Penelitian………… …………………...

  25 D. Subyek Penelitian ……………………………………………………...

  27 E. Metode Pengumpulan Data ……………………………………………

  28 1. Alat Pengumpul Data ……………………………………………....

  29

  2. Alat Ukur……………………………………………………………

  32 F. Metode Analisis Data ………………………………………………….

  34 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…………………

  35 A. Persiapan Penelitian…………………………………………………..... 35 1. Uji Coba Alat Ukur …………………………………………………..

  35

  2. Hasil Uji Coba Alat Ukur………………………………………….... 36

  3. Pelaksanaan Penelitian………………………………………………. 37

  B. Analisis Data Penelitian………………………………………………..

  37

  1. Data Demografis Subyek……………………………………………

  37 2. Deskripsi Skor Data Variabel penelitian……………………………..

  37 C. Validitas dan Reliabilitas…………………………………………….. .. 40

  D. Uji Asumsi …………………………………………………………….. 40 E. Uji Hipotesis …………………………………………………………….

  41 F. Pembahasan ……………………………………………………………

  42 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN.........................................................

  44 A. Kesimpulan …………………………………………………………….

  44 B. Saran…………………………………………………………………… 44

  1. Bagi Pengendara Sepeda Motor………………………………………

  44 2. Bagi Peneliti Lain …………………………………………………….

  45 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………

  46 LAMPIRAN….……………………………………………………………... .. 50 Daftar Tabel Tabel 1 Blue Print Skala Kecerdasan Emosional

  31 Tabel 2 Blue Print Skala Melanggar Peraturan Lalu Lintas

  33 Tabel 3 Spesifikasi Skala Kecerdasan Emosional Setelah Uji Coba

  37 Tabel 4 Subyek Penelitian Berdasarkan Usia

  38 Tabel 5 Subyek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

  38 Tabel 6 Lama Subyek Mengendarai Sepeda Motor

  38 Tabel 7 Pengalaman Subyek Kena Tilang Dalam Satu Tahun Terkahir

  39 Tabel 8 Deskripsi Statistik Data Penelitian

  39 Tabel 9 Hasil Uji Normalitas Sebaran

  40 Tabel 10 Hasil Uji Hipotesis

  41

  Daftar Lampiran

  Lampiran 1 Skala I (Kecerdasan Emosional) Uji Coba

  50 Lampiran 2 Skala II (Melanggar Peraturan Lalu Lintas) Uji Coba

  54 Lampiran 3 Reliabilitas Skala I dan Skala II Uji Coba

  59 Lampiran 5 Skala I (Kecerdasan Emosional) Penelitian

  65 Lampiran 6 Skala II (Melanggar Peraturan Lalu Lintas) Penelitian

  69 Lampiran 7 Reliabilitas Skala I & II Penelitian

  74 Lampiran 8 Skor Total

  79 Lampiran 9 Uji Normalitas

  82 Lampiran 10 Uji Hipotesis

  83

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan segenap kegiatan manusia di bidang ekonomi, sosial,

  budaya, dan politik semakin meningkat akibat dari hasil pembangunan secara menyeluruh, terutama pertumbuhan di bidang transportasi jalan raya.

  Tumbuhnya perkembangan teknologi yang cukup pesat serta meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memiliki kendaraan bermotor menyebabkan jumlah kendaraan yang melintasi jalan raya semakin meningkat. Hal ini dapat mengakibatkan berbagai masalah dalam berlalu lintas.

  Masalah perilaku berlalu lintas sudah merupakan suatu fenomena yang umum terjadi di kota-kota besar di negara-negara yang sedang berkembang.

  Persoalan ini sering dikaitkan dengan bertambahnya jumlah penduduk kota yang mengakibatkan semakin meningkatnya aktivitas dan kepadatan di jalan raya. Lalu lintas yang beraneka ragam dan pertambahan jumlah kendaraan yang lebih cepat dibandingkan dengan pertambahan prasarana jalan mengakibatkan berbagai masalah lalu lintas, contohnya kemacetan dan kecelakaan.

  Padatnya lalu lintas di sekitar kita tanpa didukung oleh sarana yang baik dan kurangnya kesadaran masyarakat akan disiplin berlalu lintas akan memicu timbulnya berbagai pelanggaran dan ketidak disiplinan. Setiap hari kita bisa dengan mudah melihat sendiri pelanggaran-pelanggaran terjadi baik yang kecil maupun pelanggaran yang dapat membahayakan orang lain. (http://groups.yahoo.com/group/maludong,2006)

  Kecelakaan lalu lintas masih menjadi masalah serius di negara berkembang dan negara maju. Angka kematiannya menurut WHO telah mencapai 1.170.694 orang di seluruh dunia. Jumlah ini setara dengan 2,2% dari seluruh jumlah kematian di dunia, dan menempati urutan ke sembilan dari sepuluh penyebab kematian. Meningkatnya populasi manusia dan mobilitas jumlah kendaraan atau fasilitas transportasi ini menjadi pemicu meningkatnya angka kecelakaan lalu lintas. (www.google/brawijaya.ac.id,2006) .

  Data dari Ditlantas Polri menyebutkan bahwa dari 17.732 kecelakaan yang terjadi pada tahun 2004, 14.223 kecelakaan di antaranya melibatkan sepeda motor. Dengan kata lain, pada tahun 2004 setiap hari ada 39 kecelakaan yang melibatkan sepeda motor. Angka itu didasarkan pada kecelakaan yang dilaporkan kepada kepolisian. Ada perkiraan angka kecelakaan yang tidak dilaporkan kepada polisi lebih besar daripada yang dilaporkan. Di Jakarta, kecelakaan yang melibatkan sepeda motor di jalan raya tidak hanya terjadi karena hal-hal teknis, misalnya tentang seluk beluk motor, tetapi juga karena rendahnya disiplin pengendara dalam berlalu lintas. Bergerombol di depan garis pembatas putih pada lampu pengatur lalu lintas (traffic light), dan beberapa diantaranya menerobos lampu merah bila kesempatan itu ada. Hal-hal tersebut menjadi pemandangan sehari-hari di Jakarta. Belum lagi membelok dimana terdapat rambu-rambu tidak boleh membelok, melawan arus lalu lintas, melawan arah di jalan satu arah, melintas di trotoar yang disediakan bagi pejalan kaki, melintas di jalur sepeda yang disediakan di jembatan penyeberangan, dan menyerobot saat palang perlintasan kereta api ditutup. Selain itu, kendati ada kewajiban untuk menggunakan helm, tetapi dengan mudahnya ditemui pengendara motor berikut penumpangnya yang tidak menggunakan helm. Padahal, helm yang berkualitas baik telah terbukti dapat menyelamatkan nyawa pengendara dan penumpang sepeda motor saat terjadi kecelakaan atau tabrakan. (http://kompas.com/kompas-cetak,2005). Di Surabaya, menurut Sudarso (2000) dari catatan yang diperoleh dari Satlantas Polwiltabes Surabaya diperoleh data bahwa pelanggaran lalu lintas banyak dilakukan pengendara sepeda motor kemudian disusul kendaraan station wagon dan truk.

  Yogyakarta yang merupakan salah satu kota besar di Indonesia memiliki tingkat kepadatan lalu lintas yang cukup tinggi. Hal ini juga menyebabkan tingkat pelanggaran yang dilakukan para pengguna jalan juga cenderung tinggi. Menurut data yang diperoleh dari Dirlantas Polda DIY sehingga dengan bulan Mei 2009, dapat dilihat bahwa jumlah keseluruhan pelanggaran lalu lintas yang terjadi berjumlah 29.890 kasus. Pelanggaran yang terjadi paling banyak dilakukan oleh pengendara sepeda motor atau roda dua yaitu sebanyak 23613 kasus atau sekitar 79,01% dari seluruh kasus pelanggaran. Jenis pelanggaran yang dilakukan meliputi pelanggaran dalam hal muatan, marka atau rambu lalu lintas, surat dan perlengkapan kendaraan, helm, dan lain-lain.

  Berdasarkan catatan yang ada ternyata pelanggaran lalu lintas terus mengalami kenaikan sampai 50%, karena itu polisi perlu berusaha meningkatkan kesadaran masyarakat agar tertib di jalan, demi keselamatan mereka sendiri (Suara Merdeka, 2004). Data tersebut tentunya belum cukup dijadikan sebagai acuan dalam melihat pelanggaran yang terjadi, karena data pelanggaran lalu lintas setiap hari terus meningkat. Tidak sedikit pelanggaran dengan kasus-kasus kecil yang tidak terdaftar.

  Menurut Ikhsan, M (2009) kecelakaan lalu lintas pada umumnya terjadi karena berbagai faktor penyebab, antara lain manusia, kondisi kendaraan, kondisi jalan, dan kondisi lingkungan. Faktor manusia memegang peranan yang sangat dominan, karena cukup banyak faktor yang mempengaruhi perilakunya. Ia menambahkan, faktor manusia menyumbang 80% sampai 90% terjadinya kecelakaan, sedangkan faktor lainnya hanya berperan 10% sampai 20%. Dari data Ditlantas Polri, ditunjukkan pula mengenai penyebab kecelakaan lalu lintas yang sebagian besar diakibatkan oleh faktor manusia yaitu 89,6%. Sedangkan menurut Abubakar (http://kompas.com/kompas,2004), sedikitnya 80% kecelakaan yang terjadi disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian pengendara. Dari pengamatan yang dilakukan peneliti, di Yogyakarta ditemukan beberapa pelanggaran yang sering dilakukan oleh pengendara sepeda motor, seperti melanggar traffic light, menyeberang jalan tidak pada zebra cross , tidak mengenakan helm, dan beberapa pelanggaran lainnya.

  Menurut Sudarso (2000) kasus kecelakaan umumnya dipandang bersumber dari kesalahan pemakai jalan raya sendiri. Pengemudi tidak terampil membawa kendaraan , laju kecepatan yang melampaui batas, kurang berhati- hati, kebut-kebutan, dan sejenisnya yang cenderung menimpakan kesalahan pada faktor kurangnya kesadaran pemakai jalan raya terhadap bahaya berlalu lintas dan kesadaran hukum yang masih rendah serta kemerosotan etika berlalu lintas sebagai pangkal penyebabnya.

  Faktor dari dalam diri pengemudi seperti emosi juga dapat mempengaruhi terjadinya kecelakaan maupun pelanggaran-pelanggaran tersebut. Emosi sebagai suatu kondisi dalam diri seseorang yang mencerminkan reaksi-reaksi tertentu terhadap stimulus yang diterima. Emosi seseorang dapat mencerminkan apa yang sedang dipikirkan, dirasakan, dan dihayati.

  Emosi tidak hanya memberi kontribusi terhadap intelegensi, tetapi juga keseluruhan kehidupan manusia. Tingginya kemampuan seseorang untuk mengenali dan memantau emosi pribadi dan orang lain, mampu membedakan dan menggunakannya sebagai informasi untuk pengarahan pikiran dan tindakan seseorang, sangat penting bagi penentu kesuksesan hidup seseorang (Goleman, 2001). Dengan kata lain diperlukan suatu kecakapan emosional yang disebut kecerdasan emosi guna mengendalikan diri dan memberikan arahan untuk keseluruhan kehidupan seseorang agar tercapai suatu kesuksesan hidup.

  Goleman (2001) mengatakan kecerdasan emosi adalah kecakapan emosional yang meliputi kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri dan memiliki daya tahan ketika menghadapi rintangan, mampu mengendalikan impuls dan merasa tidak cepat puas, mampu mengatur suasana hati, dan mampu mengelola kecemasan agar tidak mengganggu kemampuan berpikir serta mampu berempati serta berharap.

  Telah disebutkan sebelumnya bahwa kecerdasan emosi ini sangat mempengaruhi kehidupan seseorang secara keseluruhan termasuk dalam penyerapan dan penerapan norma-norma lalu lintas, khususnya bagi pengendara sepeda motor. Kecerdasan emosi juga mencakup kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan orang lain, dalam hal ini meliputi rasa tanggung jawab terhadap nyawa diri sendiri maupun orang lain di jalan raya.

  Kecerdasan emosi meliputi kemampuan individu untuk mempunyai kesadaran diri, mampu mengelola emosi diri, mampu memotivasi diri, empati, dan membina hubungan sosial. Hal hal tersebut dapat berpengaruh dalam perilaku berlalu lintas. Individu yang memiliki tingkat kecerdasan emosi tinggi akan lebih mampu untuk mengelola emosi, contohnya pada saat terjadi kemacetan, diperlukan kesabaran dan pengendalian diri agar tidak terpancing emosi untuk marah ataupun hal-hal lain yang menimbulkan perilaku melanggar peraturan lalu lintas. Selain itu adanya rasa empati juga ikut berpengaruh dalam perilaku berlalu lintas. Pada saat berkendara , seseorang tidak hanya mementingkan kepentingan dan keselamatan nyawanya sendiri, tetapi juga mementingkan keselamatan orang lain. Menurut Djafairy (2007) masih banyak pelanggaran-pelanggaran lalu lintas lain. Semua ini terjadi karena memang masyarakat kita belum bisa diajak disiplin karena tidak adanya rasa empati. Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan seseorang di jalan raya selain dapat membahayakan diri sendiri juga dapat membahayakan pengendara lain.

  Contohnya pada saat membelok tetapi tidak menyalakan lampu sein dapat membahayakan pengendara lain yang berada di belakang maupun di depannya Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan akan mengakibatkan berbagai kerugian. Kerugian tersebut dapat berupa kerugian harta benda bahkan nyawa.

  Banyak diantara kita yang mengerti maksud adanya peraturan-peraturan tersebut tetapi terkadang karena kebutuhan, waktu yang mendesak ataupun hal lain terkadang peraturan-peraturan tersebut terabaikan.

  Jumlah pelanggaran terhadap peraturan lalu lintas terus meningkat. Banyak kasus kecelakaan yang diawali oleh pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pengguna jalan itu sendiri. Masih banyak dari mereka yang mengabaikan peraturan lalu lintas tersebut, padahal telah banyak kerugian yang ditimbulkan. Sejauh mana kecerdasan emosi yang dimiliki oleh pengendara sepeda motor dapat berperan atau mempengaruhi kedisiplinan dan ketaatan terhadap peraturan lalu lintas, sehingga tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain. Memang tidak dapat dipungkiri peran kecerdasan emosional sangatlah penting dan sangat dibutuhkan untuk dapat mengurangi kecemasan yang terjadi pada saat mengendarai sepeda motor. Dengan adanya pengelolaan kecerdasan emosional yang baik, orang akan lebih dituntut untuk bisa mengendalikan dirinya, mengatur suasana hatinya, mampu menghargai dirinya dengan segala kelebihan dan kelemahannya sehingga secara tidak langsung orang yang mempunyai kecerdasan emosional akan lebih bisa mengatasi rasa cemasnya untuk mematuhi peraturan lalu lintas ketika mengendarai kendaraan sepeda motor.

B. Rumusan Masalah

  Apakah ada hubungan antara kecerdasan emosional dengan perilaku melanggar peraturan lalu lintas pada pengendara sepeda motor? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosional dengan perilaku melanggar peraturan lalu lintas pada pengendara sepeda motor

D. Manfaat Penelitian

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi dalam bidang psikologi mengenai hubungan antara kecerdasan emosional dengan perilaku melanggar peraturan lalu lintas pada pengendara sepeda motor, selain itu dapat juga dipergunakan sebagai bahan pembanding bagi penulis lain.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Melanggar Peraturan Lalu Lintas

1. Pengertian perilaku melanggar peraturan lalu lintas

  Walgito (2003) menyatakan bahwa perilaku atau aktivitas-aktivitas adalah pengertian-pengertian yang luas, yaitu meliputi perilaku yang tampak (overt behavior) dan juga perilaku yang tidak tampak (innert behavior). Perilaku meliputi aktivitas motorik , aktivitas kognitif, maupun aktivitas emosional. Pengertiannya bahwa perilaku atau aktivitas-aktivitas itu merupakan manifestasi kehidupan psikis. Perilaku atau aktivitas yang ada pada individu atau organisme itu tidak timbul dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat dari adanya stimulus atau rangsang yang mengenai individu atau organisme itu. Perilaku atau aktivitas itu merupakan jawaban atau respon terhadap stimulus yang mengenainya. Walgito (2003) menyatakan perilaku akan berpengaruh pada lingkungan dan diri organisme atau individu.

  Organisme akan berpengaruh pada lingkungan atau perilaku, demikian pula lingkungan akan berpengaruh pada perilaku dan person atau organisme.

  Menurut Walgito (2003) perilaku pada manusia dapat dibedakan antara perilaku yang refleksif dan perilaku yang non-refleksif. Perilaku yang refleksif merupakan perilaku yang terjadi atas reaksi secara spontan terhadap stimulus yang mengenai organisme tersebut. Misalnya reaksi kedip mata bila kena sinar; gerak lutut bila kena sentuhan palu; menarik jari bila jari kena api dan sebagainya. Dalam perilaku refleksif respons langsung timbul begitu menerima stimulus. Dengan kata lain begitu stimulus diterima oleh reseptor, begitu langsung respons timbul melalui afektor, tanpa melalui pusat kesadaran atau otak.

  Lain halnya dengan perilaku yang non-refleksif. Perilaku ini dikendalikan atau diatur oleh pusat kesadaran atau otak. Dalam kaitan ini stimulus setelah diterima oleh reseptor kemudian diteruskan ke otak sebagai pusat syaraf, baru kemudian terjadi respons melalui afektor. Proses yang terjadi dalam otak atau pusat kesadaran ini yang disebut proses psikologis. Walgito (2003) mengatakan perilaku atau aktivitas atas dasar proses psikologis inilah yang disebut aktivitas atau perilaku psikologis. Pada manusia, perilaku psikologis inilah yang dominan. Perilaku ini merupakan perilaku yang dibentuk, dapat dikendalikan, karena dapat berubah dari waktu ke waktu sebagai hasil proses belajar.

  Perilaku mendapat pengaruh yang kuat dari motif kepentingan. Bukan hanya kepentingan yang disadari namun kondisi lingkungan (dari luar) juga mempengaruhi terbentuknya perilaku seseorang. Perilaku tersebut secara tidak langsung membentuk tindakan individual. Tindakan secara individual tersebut baik disadari ataupun tidak terkadang bertentangan dengan peraturan yang berlaku di masyarakat. Perbuatan individu yang menyalahi aturan atau tidak melaksanakan aturan yang berlaku dalam kehidupan masyarakat berarti orang tersebut telah melanggar aturan yang berlaku. Tindakan yang timbul dalam hubungan itu adalah respon spontan (gerak refleks) terhadap kondisi tersebut. Jadi, perilaku melanggar atau pelanggaran dipengaruhi oleh kondisi yang datang dari luar (lingkungan) dan kepentingan yang disadari (dari dalam) oleh yang bersangkutan (Ndraha, 2003). Hal ini juga berlaku ketika kita melanggar peraturan yang berlaku dalam berlalu lintas.

  Berdasarkan UU No.22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan dijelaskan bahwa pelanggaran lalu lintas jalan adalah suatu perbuatan atau tindakan seseorang yang bertentangan dengan peraturan perundang- undangan lalu lintas jalan. Sedangkan tindakan melawan hukum ialah tiap-tiap perbuatan atau kelalaian yang melanggar hak seseorang atau bertentangan dengan kewajiban pelaku atau berlawanan dengan kesusilaan dengan ketertiban yang ada dalam masyarakat.

  Adapun peraturan dalam berlalu lintas diatur dalam Undang-undang Lalu Lintas dan angkutan jalan No.22 Tahun 2009. Ada beberapa aspek penting dari UU Lalu Lintas yang menjangkau hajat hidup orang banyak, sehingga perlu dimasyarakatkan sedini mungkin. Perlu diperhatikan juga tentang pendaftaran kendaraan bermotor, pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan khususnya masalah Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB), dan Surat Izin Mengemudi (SIM). Hal ini dianggap sebagai sarana pengendalian operasi Kamtibmas. Dengan demikian, melanggar lalu lintas terjadi dalam perkara tindak pidana yang berkaitan dengan kendaraan bermotor dapat ditangani lebih cepat oleh instansi yang berwenang. Dalam hal ini kehadiran Polri sebagai penegak hukum perlu mendapat perhatian. Dalam perumusan peraturan pelaksanaan diharapkan mampu mencerminkan keterkaitan dan keterpaduan antar sektor secara transparan. Setidaknya rumusan itu mampu memberi pedoman atau batasan dan arah yang jelas agar kepentingan masyarakat dalam penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan dapat dilindungi secara optimal. (Palandeng, Wibowo, dan Pasaribu, 1993).

2. Aspek-aspek perilaku melanggar peraturan lalu lintas

  Seperti telah dipaparkan di depan bahwa perilaku manusia sebagian besar ialah berupa perilaku yang dibentuk, perilaku yang dipelajari. Berkaitan dengan hal tersebut maka salah satu persoalan ialah bagaimana cara membentuk perilaku itu sesuai dengan yang diharapkan. Walgito (2003) menyatakan cara pembentukan perilaku sebagai berikut.

  a. Cara pembentukan perilaku dengan kondisioning atau kebiasaan. Cara membiasakan diri untuk berperilaku seperti yang diharapkan, akhirnya akan terbentuklah perilaku tersebut. Misal anak dibiasakan bangun pagi, atau menggosok sebelum tidur, mengucapkan terima kasih bila diberi sesuatu oleh orang lain, membiasakan diri untuk datang tidak terlambat disekolah dan sebagainya.

  b. Pembentukan perilaku dengan pengertian (insight). Cara ini berdasarkan atas teori belajar kognitif, yaitu belajar dengan disertai adanya pengertian.

  Dalam belajar yang penting adalah pengertian atau insight.

  c. Pembentukan perilaku dengan menggunakan model. Contoh, kalau orang bicara bahwa orang tua sebagai contoh anak-anaknya, pemimpin sebagai panutan yang dipimpinnya, hal tersebut menunjukkan pembentukan perilaku dengan menggunakan model.

  Dikatakan oleh Ikhsan, M (2009) melanggar lalu lintas dibedakan menjadi dua macam, yaitu: a. Melanggar dalam surat-surat antara lain SIM dan STNK

  b. Melanggar dalam perbuatan, antara lain:

  1. Melanggar rambu-rambu lalu lintas 2.

  Melakukan kesalahan saat di perjalanan seperti mengendarai motor melebihi batas kecepatan maksimal sesuai tanda rambu lalu lintas.

3. Motor tidak sesuai dengan aturan yang berlaku

  Pendapat Ikhsan, M (2009) tersebut dapat disimpulkan menjadi aspek- aspek perilaku berlalu lintas, yaitu tentang :

  1. Kelengkapan syarat berkendara Pengendara tidak membawa SIM dan atau STNK saat mengendarai sepeda motor

  2. Rambu-rambu lalu lintas Melanggar rambu-rambu lalu lintas

  3. Perilaku mengendarai sepeda motor 1) Melakukan kesalahan saat di perjalanan seperti mengendarai motor melebihi batas kecepatan maksimal sesuai tanda rambu lalu lintas.

  2) Motor tidak sesuai dengan aturan yang berlaku Perilaku manusia tidak dapat lepas dari keadaan individu itu sendiri dan lingkungan dimana individu itu berada. Perilaku manusia itu didorong oleh motif tertentu sehingga manusia itu berperilaku. Bentuk-bentuk perilaku menurut Morgan (Ndraha,2003) dibedakan atas perilaku sebagai upaya memenuhi kepentingan atau guna mencapai sasaran dan perilaku sebagai respon terhadap lingkungan. Perilaku terbentuk oleh gerak dari dalam dan berjalan secara sadar. Penggerak dari dalam itu adalah sistem nilai yang ditambahkan dan atau tertanam, melembaga dan hidup di dalam diri orang yang bersangkutan. Nilai tertanam dan berarti nilai menjadi keyakinan, pendirian, atau pegangan. Hal itu terjadi melalui pembuktian pengalaman bahwa nilai.

  Dengan mempelajari perilaku, bisa diperoleh pemahaman tentang keyakinan atau pendirian seseorang, kendatipun perilaku yang sama belum tentu merupakan cerminan atau aktualisasi pendirian yang sama.

  Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek perilaku melanggar peraturan lalu lintas meliputi aspek-aspek: 1. kelengkapan syarat berkendara 2. rambu-rambu lalu lintas 3. perilaku mengendarai sepeda motor.

3. Penyebab terjadinya pelanggaran peraturan lalu lintas

  Walgito (2003) menyatakan bahwa perilaku, lingkungan dan organisme atau person itu sebenarnya satu dengan yang lain saling pengaruh mempengaruhi. Perilaku akan berpengaruh pada lingkungan dan diri organisme atau individu. Setiap organisme akan berpengaruh pada lingkungan atau perilaku, demikian pula lingkungan akan berpengaruh pada perilaku dan person atau organisme. Dari formulasi di atas menunjukkan adanya berbagai macam formulasi mengenai perilaku, namun dapatlah dikemukakan bahwa dalam perilaku organisme itu tidak dapat lepas dari pengaruh lingkungan dan individu itu sendiri.

  Menurut Palupi (2004) hal yang mendorong seseorang melakukan pelanggaran ada dua, yaitu dari dalam dan dari luar diri individu. Kedua hal tersebut saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Dari dalam misalnya emosional pengemudi tersebut, sedangkan dari luar dapat juga karena kondisi jalan yang kurang memadai dengan arus lalu lintas yang padat dan kondisi jalan yang banyak mengalami kerusakan sehingga mendorong pengemudi kurang memperhatikan rambu-rambu yang ada. Selain itu faktor kelelahan dan kejenuhan sangat berpengaruh terhadap kemampuan pengemudi dalam mengemudikan kendaraan bermotor secara wajar sebagaimana terdapat pada UU No. 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan.

  Dapat disimpulkan terjadinya perilaku melanggar peraturan lalu lintas meliputi pribadi individu, kurangnya informasi tentang peraturan lalu lintas, lingkungan keluarga, nilai moral yang mulai turun dalam diri pengendara dan aparat lalu lintas, lingkungan luar, serta kelelahan dan kejenuhan.

B. Kecerdasan Emosional

1. Pengertian Kecerdasan Emosional

  Walgito (2003) berpendapat bahwa emosi merupakan reaksi yang kompleks yang mengandung aktivitas dengan derajat yang tinggi dan adanya perubahan dalam kejasmanian serta berkaitan dengan perasaan yang kuat. Emosional mengakibatkan sering terjadinya perubahan perilaku. Sedangkan Goleman (1997) menganggap emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran- pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Budiman dan Baradja, (2001) menyatakan bahwa emosi adalah suatu pengalaman batin yang berfungsi sebagai: a. Memberi arti pada seluruh perjalanan hidup manusia. Misalnya ada perasaan menyenangkan, kita tertawa gembira. Sebaliknya ada rasa sedih yang membuat hati gundah gulana meneteskan air mata. Senang, sedih, takut, gelisah adalah kekuatan emosi yang memberi arti bagi pengalaman hidup b. Memberi perlindungan dan kesejahteraan dalam bentuk rasa aman dan kepuasan hidup. Misalnya emosi takut berguna agar anda bersikap hati-hati terhadap obyek tertentu, sehingga anda bisa terhindar dari sesuatu yang tidak diinginkan.

  c. Memperkaya dan memberi warna variasi pada kehidupan sehingga dapat dinikmati. Misalnya emosi sedih dan senang akan datang berselang-seling.

  Emosi takut dan emosi berani akan datang bergantian dan lain-lain.

  Kecerdasan emosional menurut Goleman (2001) merujuk kepada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Kecerdasan emosional mencakup kemampuan-kemampuan yang berbeda, tetapi saling melengkapi, dengan kecerdasan akademik (academic intelligence), yaitu kemampuan-kemampuan kognitif murni yang diukur dengan IQ. Ditambahkan juga bahwa kecerdasan emosional menentukan potensi kita untuk mempelajari keterampilan-keterampilan praktis yang didasarkan pada lima unsurnya: kesadaran diri, motivasi, pengaturan diri, empati, dan kecakapan dalam membina hubungan dengan orang lain.

  Goleman (2001) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain, serta menggunakan perasaan-perasaan itu untuk memandu pikiran dan tindakan. Sedangkan menurut Cooper dan Sawaf (2000), kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosional sebagai sumber energi, informasi, koneksi, dan pengaruh yang manusiawi.

  Salovey dan Mayer (Sari,2005) berpendapat bahwa kecerdasan emosional adalah kualitas emosional yang penting bagi keberhasilan, yaitu meliputi empati, mengungkapkan dan memahami perasaan, mengendalikan amarah, kemandirian, menyesuaikan diri, memecahkan masalah antar pribadi, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan, dan sikap hormat. Artinya bahwa kecerdasan emosional merupakan kualitas untuk mengenali emosi pada diri sendiri kemudian emosi tersebut dikelola dan digunakan untuk memotivasi diri sendiri dan memberi manfaat dalam hubungannya dengan orang lain sehingga individu akan dapat membangun hubungan yang produktif dan meraih keberhasilan secara optimal sekalipun individu tersebut sedang menghadapi masalah.

  Dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali dan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain, untuk menanggapi dengan tepat, menerapkan dengan efektif informasi dan energi emosi dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari sehingga individu akan dapat membangun hubungan yang produktif dan meraih keberhasilan secara optimal.

2. Aspek-aspek kecerdasan emosional

  Menurut Goleman (1997) aspek-aspek kecerdasan emosional terdiri atas dua aspek. Pertama, kecerdasan intra-personal yang mencakup kemampuan mengendalikan dorongan hati, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan bersikap optimis. Kedua, kecerdasan antar-personal yang meliputi kemampuan untuk berempati pada orang lain.

  Seiring dengan berjalannya waktu Goleman (2002) kembali berpendapat bahwa orang yang memiliki tingkat kecerdasan emosional yang tinggi adalah orang yang mampu mengetahui dan menangani perasaan mereka sendiri dengan baik, mampu membaca dan menghadapi perasaan orang lain dengan efektif, memiliki keuntungan dalam setiap bidang kehidupan. Cooper dan Sawaf (1998) mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosional sebagai sumber energi dan pengaruh pada diri sendiri dan orang lain serta menanggapi dengan tepat, menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari.

  Menurut Goleman (2001), dasar kecakapan emosional dan sosial yaitu sebagai berikut : a. Sadar diri Mengetahui apa yang kita rasakan pada suatu saat, dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri.

  Selain itu kita menjadi memiliki tolak ukur yang realistis atas kemampuan dan kepercayaan diri yang kuat.