VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR CAMPURAN PARASETAMOL DAN IBUPROFEN DENGAN PERBANDINGAN 7:4 MENGGUNAKAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK

  

VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR CAMPURAN

PARASETAMOL DAN IBUPROFEN DENGAN PERBANDINGAN 7:4

MENGGUNAKAN METODE KROMATOGRAFI CAIR

KINERJA TINGGI FASE TERBALIK

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

  Program Studi Ilmu Farmasi Oleh :

  Jayanti Micell NIM : 068114094

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2010

  

VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR CAMPURAN

PARASETAMOL DAN IBUPROFEN DENGAN PERBANDINGAN 7:4

MENGGUNAKAN METODE KROMATOGRAFI CAIR

KINERJA TINGGI FASE TERBALIK

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

  Program Studi Ilmu Farmasi Oleh :

  Jayanti Micell NIM : 068114094

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2010

  Skripsi berjudul

  

VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR CAMPURAN

PARASETAMOL DAN IBUPROFEN DENGAN PERBANDINGAN 7:4

MENGGUNAKAN METODE KROMATOGRAFI CAIR

KINERJA TINGGI FASE TERBALIK

  oleh : Jayanti Micell

  NIM : 068114094 telah disetujui oleh :

  Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka .

  Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir .

  Pengkotbah 3 : 11 Untuk yang tersayang,,, Keluargaku, yang selalu mendukungku baik dalam suka maupun duka Sahabat dan teman-temanku, atas bantuan dan supportnya Almamaterku

  

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

  Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Jayanti Micell Nomor Mahasiswa : 068114094

  Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

  “VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR CAMPURAN PARASETAMOL DAN IBUPROFEN DENGAN PERBANDINGAN 7:4 MENGGUNAKAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK”

  beserta perangkat yang diperlukan (bila ada), dengan demikian saya memnerikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya meupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

  Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

  

PRAKATA

  Puji syukur penulis panjatkan kepada Bapa Di Surga, oleh karena hikmat, berkat, kasih, kekuatan, dan penyertaan-Nya maka skripsi yang berjudul “Validasi Metode Penetapan Kadar Campuran Parasetamol dan Ibuprofen Dengan Perbandingan 7:4 Menggunakan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik” dapat terselesaikan dengan baik oleh penulis. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Selama penyusunan skripsi ini, telah banyak pihak yang membantu penulis, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada :

  1. Rita Suhadi, M.Si.,Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  2. Jeffry Julianus, M.Si., selaku pembimbing yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas waktu, kritik dan saran yang telah diberikan selama penyusunan skripsi.

  3. Christine Patramurti, M.Si.,Apt. selaku dosen penguji yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini, baik kritik maupun sarannya.

  4. Dra. M. M. Yetty Tjandrawati, M.Si., selaku dosen penguji atas kritik dan sarannya.

  5. Yohanes Dwiatmaka, S.Si., M.Si. yang telah memberikan ijin melakukan penelitian di laboratorium.

  6. Mas Bimo selaku staf laboratorium Kimia Analisis Instrumental yang telah menyediakan waktunya untuk membantu penulis selama penelitian di laboratorium. Dan seluruh staf laboratorium lainnya yaitu Pak Parlan, Mas Kunto, dan Mas Otok yang telah membantu penulis selama penelitian.

  7. Teman seperjuangan, Angel dan Pungki atas kebersamaan selama penelitian di laboratorium, atas saran dan kritik untuk penulis sehingga dapat terselesaikan dengan baik.

  8. Boim, Tony, Yoki dan Aang atas dukungan dan kebersamaannya selama penelitian di laboratorium.

  9. Marleen dan Riri, atas bantuan, kebersamaan serta doanya.

  10. Meli, Dian, Dani, Hani, Rudy, Nico terima kasih atas bantuan dan doanya.

  Sahabat dan teman-teman lainnya, terima kasih atas dukungannya.

  11. Mas Dwi, Pak Mukmin, Mas Narto atas bantuannya.

  12. Anak-anak Kost Gracia serta Ibu dan Bapak kost yang telah banyak membantu.

  13. Teman-teman FST 2006 atas kebersamaannya, saat-saat yang membahagiakan dan tak terlupakan.

  14. Semua orang yang mungkin tidak dapat disebutkan satu per satu oleh penulis, terima kasih atas bantuan dan kebersamaannya selama ini sehingga menjadi pribadi seperti sekarang ini.

  Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk membantu penulis dalam perkembangan selanjutnya. Akhir kata, semoga skripsi ini berguna bagi kemajuan ilmu pengetahuan.

  Penulis

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, 12 Maret 2010 Penulis

  Jayanti Micell

  

VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR CAMPURAN

PARASETAMOL DAN IBUPROFEN DENGAN PERBANDINGAN 7:4

MENGGUNAKAN METODE KROMATOGRAFI CAIR

KINERJA TINGGI FASE TERBALIK

  

INTISARI

  Penetapan kadar campuran parasetamol dan ibuprofen dapat dilakukan dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) fase terbalik. Oleh karena itu perlu dilakukan validasi metode terlebih dahulu untuk mengetahui metode yang digunakan dapat memberikan hasil yang terpercaya.

  Penelitian ini merupakan penelitian noneksperimental. Parasetamol dan ibuprofen dianalisis secara kuantitatif dengan metode KCKT fase terbalik menggunakan fase diam oktadesilsilan (C

  18 ), fase gerak metanol : aquabidest

  (90:10) dan ditambah asam asetat glasial hingga pH 4,0, kecepatan alir 1,5 ml/menit, detektor UV pada panjang gelombang 230 nm.

  Parameter validasi yang diukur adalah akurasi, presisi, spesifisitas dan linearitas. Hasil penelitian menunjukkan metode memiliki linearitas yang baik yaitu 0,998 pada konsentrasi 70-175 ppm untuk parasetamol dan 0,999 pada konsentrasi 40-100 ppm untuk ibuprofen. Nilai recovery dan CV berturut-turut untuk parasetamol 70 ppm; 122,5 ppm; 175 ppm adalah 101,03-111,55% dan 1,78%; 91,46-98,55% dan 5,04%; 85,44-95,97% dan 3,09% sedangkan ibuprofen 40 ppm; 70 ppm; 100 ppm adalah 85,84-100,75% dan 7,38%; 90,14-101,35% dan 7,99%; 92,53-107,89% dan 7,99%. Berdasarkan hasil tersebut maka metode ini valid untuk penetapan kadar campuran parasetamol dan ibuprofen dengan perbandingan 7:4. Kata kunci : Parasetamol, Ibuprofen, KCKT fase terbalik, Validasi metode

VALIDATION OF QUANTITATIVE ANALYSIS FROM PARACETAMOL AND IBUPROFEN COMBINE WITH 7:4 RATIO METHOD USING HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY REVERSED PHASE METHOD

  

ABSTRACT

  Quantitative analysis paracetamol and ibuprofen combine can be made with high performance liquid chromatography (HPLC) reversed phase method. Therefore in order to have a trusted outcome, necessary to do validation of KCKT reversed phase method previously.

  This research is a nonexperimental research. Paracetamol and ibuprofen are analyze quantitatively by using HPLC reversed phase method with static phase oktadesilsilan (C

  18 ), mobile phase methanol : aquabidest (90:10 v/v) with

  added asetic acid until pH 4,0, flow rate 1,5 ml/menit, UV detector at wavelength 230 nm.

  Validation parameter to be used are accuracy, precision, specificity and linearity. Result of the research for paracetamol and ibuprofen respectively are linearity 0,998 at range 70-175 ppm and 0,999 at range 40-100 ppm; Recovery and CV value respectively are 101,03-111,55% and 1,78%; 91,46-98,55% and 5,04%; 85,44-95,97% and 3,09% for paracetamol 70 ppm; 122,5 ppm; 175 ppm whereas ibuprofen 40 ppm; 70 ppm; 100 ppm are 85,84-100,75% and 7,38%; 90,14-101,35% and 7,99%; 92,53-107,89% and 7,99%. It shows that HPLC reversed phase method can be used for quantitative analysis of paracetamol and ibuprofen combine with 7:4 ratio. Key words : Paracetamol, Ibuprofen, HPLC reversed phase, Validation method

  DAFTAR ISI

  Hal HALAMAN JUDUL................................................................................................ ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN................................................................................. iv HALAMAN PERSEMBAHAN.............................................................................. v PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.................................................... vi PRAKARTA............................................................................................................ vii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA.................................................................. x

  INTISARI................................................................................................................ xi

  

ABSTRACT ............................................................................................................... xii

  DAFTAR ISI............................................................................................................ xiii DAFTAR TABEL.................................................................................................... xvi DAFTAR GAMBAR............................................................................................... xvii DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................ xix BAB I. PENGANTAR.............................................................................................

  1 A. Latar Belakang............................................................................................

  1 1. Permasalahan..........................................................................................

  3 2. Keaslian penelitian.................................................................................

  3 3. Manfaat penelitian..................................................................................

  3 B. Tujuan Penelitian........................................................................................

  4 BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA.....................................................................

  5 A. Parasetamol................................................................................................

  5

  B. Ibuprofen...................................................................................................

  6 C. Penelitian Terdahulu..................................................................................

  7 D. Spektrofotometri UV.................................................................................

  8 E. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi..............................................................

  11 1. Definisi dan instrumentasi.....................................................................

  11 2. Kromatografi partisi...............................................................................

  15 3. Waktu tambat dan resolusi.....................................................................

  17 4. Analisis kualitatif dan kuantitatif..........................................................

  18 F. Validasi Metode.........................................................................................

  19 G. Landasan Teori..........................................................................................

  22 H. Hipotesis....................................................................................................

  23 BAB III. METODE PENELITIAN.........................................................................

  24 A. Jenis dan Rancangan Penelitian................................................................

  24 B. Variabel Penelitian....................................................................................

  24 C. Definisi Operasional.................................................................................

  24 D. Bahan Penelitian.......................................................................................

  25 E. Alat Penelitian..........................................................................................

  25 F. Tata Cara Penelitian..................................................................................

  26 1. Pembuatan fase gerak............................................................................

  26 2. Pembuatan larutan baku parasetamol dan ibuprofen.............................

  26 3. Optimasi metode...................................................................................

  26 4. Validasi metode analisis........................................................................

  28 G. Analisis Hasil............................................................................................

  29

  BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................

  30 A. Pembuatan fase gerak..............................................................................

  30 B. Pembuatan larutan baku...........................................................................

  31 C. Optimasi metode.....................................................................................

  32 D. Analisis kualitatif...................................................................................

  38 E. Validasi metode analisis...........................................................................

  45 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................

  50 A. Kesimpulan..............................................................................................

  50 B. Saran.......................................................................................................

  50 DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................

  51 LAMPIRAN...........................................................................................................

  54 BIOGRAFI PENULIS............................................................................................ 103

  

DAFTAR TABEL

  Hal Tabel I Nilai indeks polaritas pelarut.........................……………………

  14 Tabel II Kriteria rentang recovery yang dapat diterima..…………………

  20 Tabel III Kriteria KV yang dapat diterima..................……………………

  20 Tabel IV Parameter analisis yang harus dipenuhi untuk syarat validasi metode...........................................………………………………

  22 Tabel V Pembuatan larutan campuran parasetamol dan ibuprofen............

  28 Tabel VI Data kurva baku parasetamol........................................................

  36 Tabel VII Data kurva baku ibuprofen...........................................................

  36 Tabel VIII Data waktu retensi........................................................................

  39 Tabel IX Data % recovery parasetamol dan ibuprofen................................

  46 Tabel X Data % CV parasetamol dan ibuprofen........................................

  47

  DAFTAR GAMBAR

  34 Gambar 11. Spektra gabungan parasetamol dan ibuprofen.........................

  43 Gambar 18. Interaksi ibuprofen dengan fase diam......................................

  42 Gambar 17. Interaksi parasetamol dengan fase gerak.................................

  41 Gambar 16. Interaksi parasetamol dengan fase gerak..................................

  40 Gambar 15. Bagian non-polar ibuprofen dan parasetamol............................

  38 Gambar 14. Kromatogram pemisahan dari campuran parasetamol dan ibuprofen dengan fase gerak metanol : aquabidest (90:10 v/v) pH 4,0 kecepatan alir 1,5 ml/menit...........................................

  37 Gambar 13. Kurva baku ibuprofen.............................................................

  35 Gambar 12. Kurva baku parasetamol..........................................................

  33 Gambar 10. Gugus kromofor ibuprofen......................................................

  Hal Gambar 1. Struktur parasetamol.................................................................

  30 Gambar 9. Gugus kromofor dan auksokrom pada parasetamol..............................................................................

  18 Gambar 8. Reaksi kolom oktadesilsilan dengan asam klorida..................

  17 Gambar 7. Pemisahan dua senyawa...........................................................

  16 Gambar 6. Reaksi pembuatan kolom oktadesilsilan..................................

  12 Gambar 5. Reaksi silanisasi........................................................................

  9 Gambar 4. Peralatan KCKT..............................………………………….

  7 Gambar 3. Tingkat energi elektronik molekul...............……………….....

  6 Gambar 2. Struktur ibuprofen....................................................................

  44

  Gambar 19. Interaksi parasetamol dengan fase diam...................................

  44 Gambar 20. Kromatogram campuran parasetamol dan ibuprofen (7:4)......

  48

  

DAFTAR LAMPIRAN

  Hal Lampiran 1. Sertifikat analisis parasetamol.............................................................

  55 Lampiran 2. Sertifikat analisis ibuprofen................................................................

  56 Lampiran 3. Data penimbangan bahan....................................................................

  57 Lampiran 4. Spektra panjang gelombang tumpang tindih parasetamol-ibuprofen dengan perbandingan 7 : 4.................................................................

  58 Lampiran 5. Kromatogram peak ibuprofen mengekor pada pH 5,0......................

  59 Lampiran 6. Kromtogram peak ibuprofen pada pada pH 4,0.................................

  60 Lampiran 7. Kromatogram waktu retensi parasetamol dan ibuprofen..........…….

  61 Lampiran 8. Kromatogram campuran parasetamol dan ibuprofen ( 7 : 4 )……....

  64 Lampiran 9. Data waktu retensi parasetamol dan ibuprofen.................................

  66 Lampiran 10. Contoh perhitungan resolusi pemisahan parasetamol dan ibuprofen (7:4)...................................................................................................

  67 Lampiran 11. Kromatogram fase gerak dan metanol...............................................

  68 Lampiran 12. Kromatogram baku parasetamol..............................………………..

  69 Lampiran 13. Kromatogram baku ibuprofen..............................………………….

  78 Lampiran 14. Kromatogram validasi metode campuran parasetamol dan ibuprofen...........................................……………………………....

  87 Lampiran 15. Contoh perhitungan kadar parasetamol............................……….....

  96 Lampiran 16. Persamaan kurva baku dan gambar kurva baku parasetamol...................……………………………………………

  97

  Lampiran 17. Contoh perhitungan kadar ibuprofen...............................…….….…

  98 Lampiran 18. Persamaan kurva baku dan gambar kurva baku ibuprofen.........................……………………………………..…….

  99 Lampiran 19. Nilai AUC dan contoh perhitungan kadar terukur parasetamol dan ibuprofen....………………………………………………….…….. 100 Lampiran 20. Contoh perhitungan recovery parasetamol dan ibuprofen.……………………………………………………….…. 101 Lampiran 21. Contoh perhitungan CV parasetamol dan ibuprofen.....…………………………………………………….…. 102

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, telah banyak obat analgesik yang beredar di pasaran, dengan

  bentuk sediaan obat yang beranekaragam antara lain berupa tablet, kaplet, kapsul, dan lain-lain. Beberapa obat analgesik memiliki zat aktif yang merupakan campuran dua senyawa, antara lain parasetamol yang dikombinasikan dengan ibuprofen. Salah satu produk obat yang beredar di pasaran adalah tablet merk “X” dengan kandungan parasetamol (350 mg) dan ibuprofen (200 mg). Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), tablet parasetamol atau ibuprofen mengandung parasetamol atau ibuprofen tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera dari etiket. Jika kadar parasetamol dan ibuprofen kurang dari yang tertera pada etiket maka efek yang dihasilkan kurang maksimal sedangkan jika kadar parasetamol dan ibuprofen lebih dari yang tertera pada etiket maka dapat mengakibatkan kerusakan hati (Beers et al., 2003). Oleh karena itu perlu dilakukan analisis kuantitatif untuk menjamin kebenaran kadar obat tersebut.

  Penetapan kadar campuran parasetamol dan ibuprofen merupakan cara yang digunakan untuk menjamin kesesuaian kadar yang tertera pada etiket.

  Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik dapat digunakan untuk menetapkan kadar campuran parasetamol dan ibuprofen karena metode ini memiliki daya pisah yang baik, sensitifitas tinggi, peka, penyiapan sampel mudah dan dapat dihubungkan dengan detektor yang sesuai (Jhonson and Stevenson, 1978).

  Telah dilakukan penelitian mengenai “Optimasi Pemisahan Campuran Parasetamol dan Ibuprofen Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik” oleh Prabowo (2010). Berdasarkan penelitian Prabowo (2010) diperoleh kondisi optimal sistem KCKT fase terbalik untuk validasi metode maupun penetapan kadar tablet merk “X”. Kondisi optimal sistem KCKT fase terbalik yang diperoleh adalah fase diam oktadesilsilan (C

  18 ); fase gerak metanol :

  aquabidest (90:10 v/v) dengan penambahan asam asetat glasial hingga pH 4.0; dan kecepatan alir 1,5 ml/menit.

  Jaminan bahwa metode KCKT fase terbalik yang akan digunakan untuk penetapan kadar campuran parasetamol dan ibuprofen dapat diketahui melalui validasi metode. Parasetamol dan ibuprofen merupakan zat aktif yang biasa digunakan sebagai analgesik. Menurut United State of Pharmacopeia (2007), prosedur analisis kuantitatif untuk menetapkan kadar komponen utama bahan obat atau zat aktif dalam sediaan farmasi termasuk kategori 1, dan parameter yang harus dianalisis adalah akurasi, presisi, spesifisitas, dan linearitas. Oleh karena itu, parameter validitas tersebut dianalisis untuk mengetahui bahwa metode yang digunakan valid.

  1. Permasalahan

  Berdasarkan latar belakang tersebut maka permasalahan yang muncul adalah apakah metode KCKT fase terbalik dengan fase gerak metanol : aquabidest (90:10 v/v) dengan penambahan asam asetat glasial hingga pH 4.0 pada penetapan kadar campuran parasetamol dan ibuprofen dengan perbandingan 7:4 memenuhi parameter validitas yaitu akurasi, presisi, spesifisitas dan linearitas yang baik.

  2. Keaslian Penelitian

  Sejauh pengamatan penulis, telah dilakukan penelitian mengenai parasetamol dan ibuprofen dalam suatu tablet menggunakan KCKT fase terbalik dengan fase gerak acetonitrile : phosphate buffer (60:40, v/v, pH 7.0), pada kecepatan alir 0,8 ml/menit dengan detektor Ultraviolet pada 260 nm. Namun penelitian mengenai parasetamol dan ibuprofen dalam suatu tablet menggunakan KCKT fase terbalik dengan fase gerak metanol : aquabidest (90:10 v/v), dengan asam asetat glasial pH 4.0 belum pernah dilakukan sebelumnya.

  3. Manfaat Penelitian

  a. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai parasetamol dan ibuprofen dengan metode KCKT fase terbalik.

  b. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang kefarmasian tentang parameter-parameter validitas parasetamol dan ibuprofen menggunakan metode KCKT fase terbalik.

B. Tujuan Penelitian

  Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang muncul maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui parameter validitas yaitu akurasi, presisi, spesifisitas dan linearitas pada metode KCKT fase terbalik dengan fase gerak metanol : aquabidest (90:10 v/v) dengan penambahan asam asetat glasial hingga pH 4.0 pada penetapan kadar campuran parasetamol dan ibuprofen dengan perbandingan 7:4.

BAB II PENELAAH PUSTAKA A. Parasetamol Parasetamol secara umum dikenalkan pada tahun 1955 untuk mengobati

  rasa sakit dan demam pada anak-anak, namun menjadi obat bebas pada tahun 1960. Parasetamol atau yang juga disebut asetaminofen, bukan merupakan suatu

  

Non-Steroidal Anti Inflammantory Drug (NSAID), namun biasanya dibandingkan

  dengan aspirin dalam mengobati rasa sakit dan demam. Walaupun parasetamol hampir tidak mempunyai efek samping di bagian pencernaan, tetapi mengkonsumsi parasetamol dalam waktu yang lama mempunyai beberapa resiko termasuk kerusakan hati (Beers et al., 2003).

  Parasetamol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0% C

8 H

  9 NO 2 , dihitung terhadap zat anhidrat. Pemeriannya berupa serbuk

  hablur, putih; tidak berbau; rasa sedikit pahit. Kelarutannya yaitu larut dalam air mendidih, dalam natrium hidroksida 1 N, dan mudah larut dalam etanol (Anonim, 1995).

  Parasetamol memiliki pKa 9,5. Serapan maksimum parasetamol pada daerah ultraviolet di larutan asam adalah 244 nm ( = 668) dan dalam larutan basa adalah 257 nm ( = 715) (Clarke, 1986). atau serapan jenis adalah serapan dari larutan 1% zat terlarut dalam sel dengan ketebalan 1 cm (Anonim, 1995).

  OH O H C N 3 H parasetamol

  

Gambar 1. Struktur Parasetamol (Anonim, 1995)

  Parasetamol atau N-(4-hidroksifenil) asetamida merupakan agen analgesik maupun antipiretik. Parasetamol efektif dalam mengobati sakit kepala, neuralgia dan sakit pada otot dan persendian (Battu and Reddy, 2009).

  Penggunaan normal atau dosis yang dianjurkan adalah 650 mg/dosis tunggal dan di atas 3250 mg untuk dewasa. Kelebihan dosis parasetamol dapat menyebabkan kerusakan hati bahkan kematian. Kombinasi parasetamol dan alkohol bisa meracuni liver, maka orang yang mengonsumsi lebih dari tiga gelas minuman beralkohol disarankan untuk mengurangi asupan parasetamol dari dosis biasa (Anonim, 2009b).

B. Ibuprofen

  Ibuprofen mengandung tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih dari 103,0% C H O , dihitung terhadap zat anhidrat. Pemeriannya berupa serbuk

  13

  18

  2

  hablur, putih hingga hampir putih; berbau khas lemah. Kelarutannya yaitu praktis tidak larut dalam air; sangat mudah larut dalam etanol, dalam metanol, dalam aseton dan dalam kloroform; sukar larut dalam etil asetat (Anonim, 1995). Ibuprofen mempunyai pKa 4,4 (Anonim, 2010).

  CH 3 HO CH 3 O CH 3

ibuprofen

  

Gambar 2. Struktur Ibuprofen (Anonim, 1995)

  Ibuprofen mempunyai berat molekul 206 g/mol. Ibuprofen termasuk NSAID, biasa digunakan untuk gejala arthritis, primary dysmenorrheal, demam dan sebagai analgesik (Battu and Reddy, 2009).

  Kelebihan dosis ibuprofen dapat menyebabkan kerusakan pada bagian perut maupun usus halus. Dosis maksimum ibuprofen untuk dewasa adalah 800 mg/dosis atau 3200 mg/hari (4 kali dosis maksimum). Dianjurkan untuk menggunakan dosis terendah untuk menghilangkan rasa sakit, kembung atau demam. Ibuprofen tidak dikonsumsi jika sedang mengkonsumsi aspirin untuk mencegah stroke atau gangguan hati. Ibuprofen dapat membuat efektivitas dari aspirin berkurang dalam melindungi hati dan pembuluh darah. Ketika mengkonsumsi ibuprofen tidak meminum alkohol karena dapat meningkatkan resiko pendarahan pada bagian perut (Anonim, 2009a).

C. Penelitian Terdahulu

  Penelitian mengenai parasetamol dan ibuprofen dalam tablet pernah dilakukan di India. Battu dan Reddy mengemukakan penelitian parasetamol dan ibuprofen dalam tablet menggunakan KCKT fase terbalik dengan fase gerak dengan detektor UV pada panjang gelombang 260 nm memperoleh hasil yang baik. Hasil validasi yang ditunjukkan untuk parasetamol dan ibuprofen berturut- turut yaitu persen recovery 98,90 ± 0,815% dan 96,01 ± 0,580%; koefisien korelasi 0,999 dan 0,998; nilai resolusi 1,30 dan 1,30; nilai Limit of Detection (LOD) 6 ng/ml dan 10 ng/ml; dan nilai Limit of Quantitation (LOQ) 15 ng/ml dan 25 ng/ml (Battu and Reddy, 2009).

  Penelitian mengenai “Optimasi Pemisahan Campuran Parasetamol dan Ibuprofen Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik” juga telah dilakukan oleh Prabowo di Yogyakarta. Kondisi optimal sistem Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik yang didapat adalah fase gerak metanol : aquabidest dengan perbandingan 90:10 dengan penambahan asam asetat glasial hingga pH 4 pada kecepatan alir 1,5 ml/menit, dengan nilai resolusi sebesar ± 6,40 menggunakan detektor UV pada panjang gelombang 230 nm (Prabowo, 2010).

D. Spektrofotometri UV

  Spektroskopi adalah salah satu teknik analisis fisika-kimia yang mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik (REM). Spektrofotometri UV merupakan suatu teknik analisis spektroskopi yang memakai sumber radiasi elektromagnetik (190–380 nm) dengan instrumen spektrofotometer. Hasil interaksi molekul yang dianalisis dengan radiasi elektromagnetik dapat digambarkan oleh suatu grafik yang menghubungkan banyaknya radiasi elektromagnetik yang diserap dengan panjang gelombangnya, yang disebut dengan spektrum absorpsi (Mulja dan Suharman, 1995).

  Suatu molekul jika dikenai radiasi elektromagnetik maka akan terjadi eksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi yang dikenal sebagai orbital elektron

  antibonding. Terdapat 4 tipe transisi elektronik yang mungkin terjadi yaitu

  σ 

  , n  , n  , . Eksitasi elektron ( ) memberikan energi σ σ π π  π σ  σ terbesar dan terjadi pada daerah ultraviolet jauh yang diberikan oleh ikatan

  • tunggal, misalnya alkana. Eksitasi elektron (n  ) terjadi pada gugus karbonil

  σ (dimetil keton dan asetaldehid) yang terjadi pada daerah ultraviolet jauh. Eksitasi

  • elektron ( ) diberikan oleh ikatan rangkap dua dan tiga, yang juga terjadi

  π  π pada daerah ultraviolet jauh (Mulja dan Suharman, 1995).

  

Gambar 3. Tingkat energi elektronik molekul (Skoog et al., 1998)

  Senyawa yang dapat diukur secara spektrofotometri ultraviolet harus memiliki gugus kromofor dan auksokrom (Mulja dan Suharman, 1995). Molekul suatu senyawa dapat memberikan serapan radiasi elektromagnetik jika memiliki kromofor, yaitu gugus penyerap dalam molekul. Molekul yang mengandung kromofor disebut kromogen. Pada senyawa organik dikenal pula gugus auksokrom, yaitu gugus yang tidak menyerap radiasi namun terikat bersama dengan kromofor dan dapat meningkatkan penyerapan oleh kromofor atau mengubah panjang gelombang serapan maksimum (Christian, 2004).

  Dalam praktek spektrofotometri ultraviolet digunakan terbatas pada sistem terkonjugasi. Meskipun demikian terdapat keuntungan yang selektif dari serapan ultraviolet, yaitu gugus-gugus karakteristik dapat dikenal dalam molekul yang sangat kompleks (Sastrohamidjojo, 2002).

  Spektrofotometri ultraviolet melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometer ultraviolet lebih banyak untuk analisis kuantitatif daripada kualitatif. Analisis kuantitatif selalu melibatkan pembacaan absorban radiasi elektromagnetik oleh molekul, atau radiasi elektromagnetik yang diteruskan, yang disebut absorben (A) tanpa satuan dan transmitan dengan satuan persen (%T). Bouger, Lambert, dan Beer membuat formula secara matematik hubungan antara transmitan atau absorben terhadap intensitas radiasi atau konsentrasi zat yang dianalisis dan tebal larutan yang mengabsorpsi sebagai berikut (Mulja dan Suharman, 1995):

  (1) (2) Dimana T = persen transmitan I = intensitas radiasi yang datang I t = intensitas radiasi yang diteruskan

  • 1 -1

  .cm ) ฀ = daya serap molar (Lt.mol

  • 1

  c = konsentrasi (mol. Lt ) b = tebal larutan (cm) A = serapan/absorbansi

E. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

1. Definisi dan Instrumentasi

  Kromatografi adalah teknik pemisahan fisik suatu campuran zat-zat kimia yang berdasar pada perbedaan migrasi dari masing-masing komponen campuran yang terpisah pada fase diam di bawah pengaruh pergerakan fase yang bergerak. Kromatografi bertujuan untuk memisahkan komponen dari matriks sampel dan tetap dibiarkan dalam fase diam kemudian ditentukan untuk analisis (Mulja dan Suharman, 1995).

  Kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang sensitif telah menyebabkan perubahan kromatografi kolom cair menjadi suatu sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi. Metode ini dikenal sebagai kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) (Anonim, 1995).

  Kromatografi cair kinerja tinggi merupakan salah satu metode kromatografi cair yang fase geraknya dialirkan secara cepat dengan bantuan tekanan dan hasilnya dideteksi dengan instrumen. Tidak seperti kromatografi gas, KCKT tidak dibatasi oleh volatilitas analit atau ketahanan analit terhadap panas.

  KCKT memiliki fase diam yang lebih banyak jenisnya sehingga memungkinkan lebih banyak interaksi spesifik untuk terjadinya pemisahan senyawa (Willard et al. , 1988).

  Metode KCKT banyak digunakan karena mempunyai banyak keuntungan, antara lain: mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran, mudah melaksanakannya, kecepatan analisis dan kepekaan tinggi, dapat menghindari terjadinya dekomposisi atau kerusakan bahan yang dianalisis, resolusi yang baik, dapat digunakan untuk bermacam-macam detektor, kolom dapat digunakan kembali, mudah melakukan “sample recovery” (Snyder and

  )

  Kirkland, 1979 . Selain itu, zat – zat yang tidak menguap atau tidak tahan panas dapat dikromatografi tanpa peruraian atau tanpa perlunya membuat derivat yang dapat menguap (Anonim, 1995).

  Keterbatasan metode KCKT adalah untuk mengidentifikasi senyawa kecuali jika KCKT dihubungkan dengan spektrometer massa (MS). Keterbatasan lainnya adalah jika analit yang akan digunakan sangat kompleks maka resolusi yang baik sulit diperoleh (Rohman dan Gandjar, 2007). Peralatan KCKT dapat dilihat pada gambar 4.

  

Gambar 4. Paralatan KCKT (Kazakevich and Nair, 1996) Tiga variabel utama yang harus diperhatikan untuk proses pemisahan dan analisis menggunakan KCKT adalah fase gerak, fase diam dan detektor.

  a. Fase gerak. Kemampuan KCKT untuk memisahkan banyak senyawa terutama tergantung pada keanekaragaman fase gerak. Fase gerak pada KCKT sangat berpengaruh pada tambatan dan pemisahan senyawa (Munson, 1984). Fase gerak untuk analisis secara KCKT harus murni untuk mencegah adanya peak pengganggu yang dapat tumpang tindih dengan peak analit, tidak bereaksi atau mempengaruhi kolom, dapat melarutkan analit, memiliki titik didih 20-50 C di atas temperatur kolom, viskositasnya rendah (tidak lebih dari 50 cP) dan memungkinkan untuk memperoleh kembali analit dengan mudah (jika diperlukan), tidak mudah terbakar dan toksisitasnya rendah, memiliki harga yang wajar (Skoog et al., 1985). Fase gerak KCKT juga harus bebas dari gas yang terlarut karena dapat mempengaruhi respon detektor sehingga memunculkan sinyal palsu dan akan mempengaruhi kolom (Gritter et al., 1985). Oleh karena itu, peralatan degassing diperlukan untuk menghilangkan gas yang terlarut di dalam fase gerak (Dean, 1995).

  Berikut ini merupakan tabel beberapa nilai indeksi polaritas dari beberapa pelarut yang sering digunakan:

  

Tabel I. Nilai indeks polaritas pelarut (Snyder and Kirkland, 1997)

Solvent Index Eluotropic values UV Cut Polarity off alumina C 18 Silica

  (nm)

  • Hexane 0,1 0,01 0,00 195
  • Cyclohexane 0,2 0,04 200 -
  • 2,4 0,29 0,22 284

  Toluene Tetrahydrofuram 4,0 0,45 3,7 0,53 212

  • Ethyl acetate 4,4 0,58 0,48 256 5,1 0,56 8,8 0,53 330

  Acetone Methanol 5,1 0,95 1,0 0,7 205 Acetonitrile 5,8 0,65 3,1 0,52 190

  • 6,4 7,6 268

  Dimethylformamide

  • Dimethylsulfoxide 7,2 0,62 268 -
  • Water 10,2

  190

  Tabel di atas menunjukkan bahwa semakin besar eluotropic values dari pelarut menunjukkan semakin mudah untuk mengelusi sampel. Semakin besar indeks polaritas yang dimiliki oleh pelarut maka semakin bersifat polar pelarut yang digunakan (Snyder and Kirkland, 1997).

  b. Fase diam. Kolom merupakan bagian yang sangat penting dalam pemisahan komponen-komponen sampel. Keberhasilan pemisahan komponen sampel bergantung pada keadaan kolom (Mulja dan Suharman, 1995). Kolom pada KCKT dapat berupa gelas atau baja tidak berkarat. Kolom gelas dapat menahan tekanan sampai 50 atm. Panjang kolom bervariasi antara 15-150 cm. Pengisi kolom biasanya adalah silika gel, alumina dan elit (Khopkar, 1990).

  Analit yang polar, terutama yang bersifat basa atau memiliki gugus amin akan memberikan puncak yang mengekor (tailing peak) pada penggunaan fase diam silika fase terikat. Hal ini disebabkan oleh adanya interaksi adsorbsi antara gugus amin pada analit dengan residual silanol dan pengotor logam yang terdapat pada silika. Hal ini dapat diatasi dengan end-capping yaitu suatu proses menutup residual silanol dengan gugus trimetilsilil dan menggunakan silika dengan kemurnian tinggi (kandungan logam < 1 ppm) (Rohman dan Gandjar, 2007).

  c. Detektor. Detektor UV umumnya digunakan untuk analisis bahan organik bergugus fungsi (Khopkar, 1990). Detektor ini didasarkan pada adanya penyerapan radiasi ultraviolet oleh spesies analit yang mempunyai struktur atau gugus kromoforik. Detektor dengan panjang gelombang yang bervariasi lebih berguna karena seorang analisis dapat memilih panjang gelombang dengan sensitifitas yang paling tinggi (Rohman dan Gandjar, 2007).

  Persyaratan detektor KCKT adalah sensitifitasnya harus sangat tinggi

  • 8 -15

  (10 -10 g analit/detik); kestabilan dan reprodusibilitas yang baik; memberikan respon yang linier terhadap konsentrasi analit; dapat bekerja pada temperatur kamar sampai 400 C; tidak terpengaruh oleh perubahan temperatur dan kecepatan fase gerak; mudah didapat dan mudah dioperasikan; selektif terhadap berbagai macam analit di dalam fase gerak; tidak merusak analit; dapat menghilangkan

  

“zone broadening” dengan adanya pengaruh minimal internal volume (Mulja dan

Suharman, 1995).

2. Kromatografi partisi

  Prinsip kromatografi partisi didasarkan pada partisi solut di antara dua fase yang tidak saling campur, karena adanya perbedaan koefisien distribusi dari masing-masing senyawa. Jika solut ditambahkan ke dalam sistem yang terdiri dari dua pelarut tidak saling campur dan keseluruhan sistem dibiarkan setimbang, maka solut akan tersebar di antara kedua fase menurut persamaan :

  (3) K adalah koefisien distribusi, Cs adalah konsentrasi solut dalam fase diam, dan Cm adalah konsentrasi solut dalam fase gerak (Jhonson and Stevenson, 1978).

  Pada kromatografi partisi, fase diam dapat polar atau nonpolar. Bila fase diam polar dan fase gerak nonpolar disebut kromatografi partisi fase normal, sedangkan bila fase diam nonpolar dan fase gerak polar dinamakan kromatografi fase terbalik (Munson, 1984).

  Penggunaan temperatur kolom hanya beberapa derajat di bawah temperatur kamar akan meningkatkan reprodusibilitas waktu retensi dan meningkatkan presisi analisis kuantitatif. Permukaan silika pada kolom memilki gugus silanol (Si-OH) sampai 8

  μmol per meter persegi. Gugus silanol akan

  • mengalami disosiasi menjadi bermuatan negatif Si-O pada pH di atas 3. Gugus
  • Si-O akan mengikat gugus amin terprotonasi secara kuat dan menyebabkan

  

tailing. Kromatografi partisi menggunakan fase diam silika yang ditempeli gugus

  secara kovalen pada permukaannya (Harris, 1999). Gugus yang ditempelkan pada silanol tersebut pada umumnya adalah hidrokarbon rantai panjang sehingga fase gerak umumnya lebih polar dari fase diam (Skoog et al., 1988). Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

  HCl

  • O Si(CH ) R +

  OH Si(CH ) R Si Si Cl 3 2 3 2 Gambar 5. Reaksi silanisasi (Harris, 1999) Reaksi tersebut digunakan untuk membuat isian kolom oktadesilsilan (ODS) gugus silanol dan oktadesilklorosilan sebagai berikut :

  Si Cl 2 17 3 O Si (CH ) CH Si 2 17 3 + HCl

Gambar 6. Reaksi pembuatan kolom oktadesilsilan

  • OH Si (CH ) CH

  Pada kromatografi partisi fase terbalik dengan kemasan fase terikat, R pada siloksan biasanya berupa gugus C atau C . Panjang pendeknya rantai

  

18

  8 karbon mempengaruhi tertambatnya senyawa pada fase diam (Skoog et al., 1998).

3. Waktu tambat (t ) dan resolusi R

  Waktu tambat atau retensi (t R ) merupakan selang waktu yang diperlukan oleh analit mulai saat injeksi hingga keluar dari kolom dan sinyalnya ditangkap detektor (Mulja dan Suharman, 1995). Faktor resolusi adalah ukuran pemisahan dari 2 puncak. Daya pisah, R, diukur dengan persamaan berikut :

  (4) Harga t dan t adalah waktu retensi senyawa, diukur pada titik maksimum

R2 R1

  puncak d R2 dan t R1 . Harga w

  2 dan w 1 adalah lebar alas

  an Δt adalah selisih antara t puncak. Pemisahan dua senyawa dapat dilihat pada gambar berikut:

  

Gambar 7. Pemisahan dua senyawa (Jhonson and Stevenson, 1978)

  Harga R > 1,5 disebut baseline resolution, yaitu pemisahan sempurna dari dua puncak dengan ukuran yang sama. Namun dalam prakteknya, pemisahan dengan harga R = 1,0 (kedua puncak berhimpit lebih kurang 2%) dianggap memadai (Pescok et al., 1976).

4. Analisis kualitatif dan kuantitatif

  Kromatografi Cair Kinerja Tinggi digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif dari suatu sampel atau cuplikan selain untuk memisahkan senyawa dalam sampel. Hasil dari pemisahan adalah kromatogram. Dari kromatogram diperoleh informasi mengenai waktu retensi suatu senyawa (Noegrohati, 1994).