Perubahan kebudayaan dan pewarisan kebudayaan di lingkungan masyarakat Jawa : studi kasus sikap penutur bahasa Jawa di Pedukuhan Kemiri, Purwobinangun, Pakem - USD Repository

  PERUBAHAN KEBUDAYAAN DAN PEWARISAN KEBUDAYAAN DI LINGKUNGAN MASYARAKAT JAWA:

  STUDI KASUS SIKAP PENUTUR BAHASA JAWA DI PEDUKUHAN KEMIRI, PURWOBINANGUN, PAKEM

  Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Oleh

  Septina Krismawati 064114006

  PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA PERUBAHAN KEBUDAYAAN DAN PEWARISAN KEBUDAYAAN DI LINGKUNGAN MASYARAKAT JAWA:

  STUDI KASUS SIKAP PENUTUR BAHASA JAWA DI PEDUKUHAN KEMIRI, PURWOBINANGUN, PAKEM

  Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Oleh

  Septina Krismawati 064114006

  PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

HALAMAN PERSEMBAHAN

  ! "

  # #

  Kupersembahkan skripsi ini Kupersembahkan skripsi ini Kupersembahkan skripsi ini Kupersembahkan skripsi ini untuk orang untuk orang untuk orang untuk orang----orang orang orang orang yang selalu menyayangi dan mendukungku yang selalu menyayangi dan mendukungku yang selalu menyayangi dan mendukungku yang selalu menyayangi dan mendukungku

  

ABSTRAK

  Krismawati, Septina. 2010. Perubahan Kebudayaan dan Pewarisan Kebudayaan di Lingkungan Masyarakat Jawa: Studi Kasus Sikap Penutur Bahasa Jawa di Pedukuhan Kemiri, Purwobinangun, Pakem.

  Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

  Skripsi ini membahas perubahan kebudayaan dan pewarisan kebudayaan di lingkungan masyarakat Jawa dengan mengadakan studi kasus terhadap sikap penutur bahasa Jawa di Pedukuhan Kemiri, Purwobinangun, Pakem. Topik penelitian dipilih karena tiga alasan. Pertama, tidak banyak individu dalam masyarakat Jawa yang peduli terhadap masalah perubahan kebudayaan dan pewarisan kebudayaan sehingga dikhawatirkan kebudayaan asli dalam masyarakat Jawa, yaitu bahasa Jawa beserta tingkat tuturnya akan hilang. Kedua, pewarisan kebudayaan mutlak diperlukan. Pewarisan kebudayaan tersebut akan membawa banyak manfaat terhadap kelangsungan hidup suatu kebudayaan masyarakat. Ketiga, sebagai daerah yang termasuk dalam wilayah kebudayaan Jawa, seluruh penduduk Pedukuhan Kemiri, Purwobinangun, Pakem berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa. Akan tetapi, tidak semua penduduk pedukuhan ini menaati tingkat tutur dalam bahasa Jawa. Banyak penyimpangan berbahasa yang ditemukan oleh penulis sehingga menarik penulis untuk menjadikan daerah ini sebagai tempat penelitian untuk mengetahui bagaimana sikap penutur bahasa Jawa di pedukuhan ini. Tujuan penelitian ini, yaitu (1) mendeskripsikan sikap penutur bahasa Jawa di Pedukuhan Kemiri, Purwobinangun, Pakem; (2) mendeskripsikan perubahan penggunaan tingkat tutur bahasa Jawa di Pedukuhan Kemiri, Purwobinangun, Pakem; (3) mendeskripsikan pola pewarisan bahasa Jawa di Pedukuhan Kemiri, Purwobinangun, Pakem.

  Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yaitu penelitian tentang data-data yang lengkap secara tipikal dengan objek penelitian berupa makna dibalik tindakan yang mendorong timbulnya gejala sosial. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik survei, teknik interviu, teknik sadap, teknik bebas libat cakap, dan teknik pustaka. Melalui teknik survei, dibagikan kuesioner untuk mengetahui sikap penutur bahasa di Pedukuhan Kemiri. Teknik interviu digunakan untuk lebih mengetahui sikap penutur bahasa di Pedukuhan Kemiri dan untuk mengetahui pola pewarisan bahasa Jawa di Pedukuhan Kemiri. Teknik sadap dan teknik simak bebas libat cakap digunakan untuk mencermati pembicaraan dan penggunaan bahasa oleh penduduk di Pedukuhan Kemiri. Teknik pustaka digunakan untuk mengetahui perubahan kebudayaan dan pewarisan kebudayaan. wawancara, pengamatan yang dituliskan dalam catatan lapangan, dan data yang berupa pustaka. Setelah dibaca, dipelajari, dan ditelaah, tahap berikutnya ialah diadakan pengelompokan data dan data disusun dalam satuan-satuan. Tahap ketiga adalah mengadakan interpretasi terhadap data yang sudah diperoleh dengan didasarkan pada landasan teori sehingga rumusan masalah dapat terjawab. Tahap akhir dari analisis data yaitu pengambilan kesimpulan terhadap masalah yang diteliti.

  Metode yang dipakai untuk menganalisis data adalah metode pendekatan terhadap masyarakat karena kebudayaan merupakan hal yang bersifat dinamis. Penelitian kebudayaan perlu menyesuaikan dengan perubahan tersebut. Melalui metode pendekatan terhadap masyarakat, dipelajari bagaimana sikap penutur bahasa Jawa di Pedukuhan Kemiri. Selanjutnya, dari apa yang terjadi tersebut dicari teori-teori kebudayaan yang relevan untuk mengkaji masalah tersebut. Teori kebudayaan yang digunakan yaitu akulturasi, asimilasi, dan difusi, yang termasuk teori perubahan kebudayaan serta internalisasi dan sosialisasi yang termasuk teori pewarisan kebudayaan.

  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (i) penutur bahasa Jawa di Pedukuhan Kemiri kurang menaati sistem tingkat tutur berbahasa ketika berkomunikasi, (ii) terjadi perubahan penggunaan tingkat tutur bahasa Jawa di Pedukuhan Kemiri, Purwobinangun, Pakem yang disebabkan oleh berbagai hal, dan (iii) pewarisan bahasa Jawa di Pedukuhan Kemiri dapat dilakukan melalui proses internalisasi dan proses sosialisasi, akan tetapi pola pewarisan melalui kedua proses tersebut tidak sepenuhnya berhasil karena generasi penerima kebudayaan tidak menerima dengan baik warisan kebudayaan mereka.

  

ABSTRACT

  Krismawati, Septina. 2010. Cultural Changes and Cultural Inheritance in Javanese Society: Research Toward the Attitude of Javanese Speakers in Pedukuhan Kemiri, Purwobinangun, Pakem. Thesis. Yogyakarta: Indonesian Literature Study Program, Faculty of Literature, Sanata Dharma University.

  This thesis discusses the cultural changes and cultural inheritance in Javanese society by doing research toward the attitude of Javanese speakers in Pedukuhan Kemiri, Purwobinangun, Pakem. The writer chooses this topic because of three reasons. First, just some people in Javanese society who care about the cultural changes and cultural inheritance that makes the writer worry if the original Javanese culture, which is the utterance level of Javanese language, will be lost. Second, cultural inheritance is completely needed. Cultural inheritance has many functions toward the perpetuity of a culture in the society. Third, as a part of Javanese area, all of the population in Pedukuhan Kemiri, Purwobinangun, Pakem is communicated using Javanese language. The writer is interested in this topic because the writer often found deviation in daily communication and chooses this area as the research object to investigate the attitude of Javanese speakers in this village. The goals of this research are (1) to describe the attitude of Javanese speaker in Pedukuhan Kemiri, Purwobinangun Pakem; (2) to explain the changes of the utterance level in Javanese language in Pedukuhan Kemiri, Purwobinangun, Pakem; (3) to describe the pattern of cultural inheritance in Pedukuhan Kemiri, Purwoinangun, Pakem.

  This research is qualitative research, which is a research about the complete data typically with the object of the research that is the meaning behind the attitude which motivate the appearance of the social symptoms. The data was collected by using survey technique, interview technique, tab technique, speech free involvement observation technique, and literature technique. By using the survey technique, the writer gives questioners to know the speaker attitude in Pedukuhan Kemiri, Purwobinangun, Pakem. The interview technique is used to give more information toward the speakers’ attitude in Pedukuhan Kemiri, Purwobinangun, Pakem and to know the pattern of Javanese language inheritance in Pedukuhan Kemiri, Purwobinangun, Pakem. Tab technique and speech free involvement observation technique is used to investigate to the conversation and language usage by people in Pedukuhan Kemiri, Purwobinangun, Pakem. Literature technique is used to know about the cultural changes and cultural inheritance.

  The writer used four steps to analyze the data. The data analysis began by study all of the data that got from the source which is questioners, interview, observation that was written directly in some events and data that is taken from books and library. After reading, understanding, and analyzing, the next step is to collect the data and arrange it into groups. The third step is to interpret toward the questions could be answered. The last step is to conclude the result of the research which has been analyzed.

  The method which is used to analyze the data is society approach method because culture is dynamic. This cultural research need to adapt to the changes itself. By means of the society approach method, studied how the attitude of Javanese speaker in Pedukuhan Kemiri, Purwobinangun, Pakem. Then, from that situation, the writer looked for culture theories that are appropriate to investigate the research object. The culture theories which are used in this graduating paper are acculturation, assimilation, and diffusion, which part of cultural changes theory also internalization and socialization part of cultural inheritance theories.

  The results of this research found that (i) the Javanese speakers in Pedukuhan Kemiri, Purwobinangun, Pakem are less pay attention to the utterance level system in communication when they are communicated; (ii) there is changes in the usage of utterance level in Javanese language in Pedukuhan Kemiri, Purwobinangun, Pakem because of many reasons and (iii) to inherit the Javanese language in Pedukuhan Kemiri, Purwobinangun, Pakem can be done by internalization process and socialization process. However, the inheritance pattern using those two processes not completely has valid result because the receiver culture generation does not accept it perfectly.

KATA PENGANTAR

  Penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan lindungan-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

  Skripsi yang berjudul Perubahan Kebudayaan dan Pewarisan Kebudayaan di Lingkungan Masyarakat Jawa: Studi Kasus Sikap Penutur Bahasa Jawa di Pedukuhan Kemiri, Purwobinangun, Pakem disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Satra pada Program Studi Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma.

  Skripsi ini dapat terwujud karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan skripsi ini:

  1. Dra. F. Tjandrasih Adji, M.Hum., selaku pembimbing I.

  2. Drs. Hery Antono, M.Hum., selaku pembimbing II.

  3. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum., selaku dosen pembimbing akademik.

  4. Kedua orang tuaku atas doa dan dukungan yang selalu diberikan.

  5. Seluruh dosen Prodi Sastra Indonesia dan staf Sekretariat Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma.

  6. Pemerintah Desa Purwobinangun.

  7. Bapak Parjiono selaku Kepala Pedukuhan Kemiri, Purwobinangun, Pakem.

  8. Aparat Pemerintahan Pedukuhan Kemiri, Purwobinangun, Pakem.

  9. Seluruh warga masyarakat Pedukuhan Kemiri, Purwobinangun, Pakem yang telah bersedia menjadi responden dan informan dalam penelitian ini.

  10. SD Tarakanita Tritis, Yogyakarta yang bersedia memberikan informasi tentang pelajaran bahasa Jawa di sekolah.

  11. SDN Giriharjo, Yogyakarta yang bersedia memberikan informasi tentang pelajaran bahasa Jawa di sekolah.

  12. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang turut memberikan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

  Penulis menyadari bahwa dalam proses pembuatan skripsi ini masih bayak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Segala kekurangan dan kesalahan yang terdapat dalam skripsi ini menjadi tanggung jawab penulis.

  Penulis

DAFTAR ISI

  Halaman HALAMAN JUDUL ………………………………………………… i HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ……………………… ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ……………………………. iii HALAMAN PERSEMBAHAN ……………………………………… iv ABSTRAK …………………………………………………………… v ABSTRACT …………………………………………………………… vii KATA PENGANTAR ……………………………………………….. ix PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……………………………… xi HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ……. xii DAFTAR ISI …………………………………………………………. xiii DAFTAR TABEL ……………………………………………………. xvi DAFTAR LAMBANG ………………………………………………. xvii BAB I PENDAHULUAN …………………………………………….

  1

  1.1

  1 Latar Belakang Masalah …………………………………..

  1.2

  8 Rumusan Masalah …………………………………………

  1.3

  8 Tujuan Penelitian ………………………………………….

  1.4

  9 Manfaat Penelitian …………………………………………

  1.5

  10 Tinjauan Pustaka …………………………………………..

  1.6

  12 Landasan Teori …………………………………………….

  1.6.1 Kebudayaan ………………………………………….

  12

  1.6.2 Perubahan Kebudayaan ………………………………

  15

  1.6.3 Pewarisan Kebudayaan ………………………………

  18

  1.6.4 Bahasa Jawa …………………………………………

  19

  1.7

  28 Metode Penelitian ………………………………………… 1.7.1 Pengumpulan Data ………………………………….

  28 1.7.2 Analisis Data ………………………………………..

  31

  1.7.3 Penyajian Hasil Analisis Data ………………………

  32

  1.8

  33 Sistematika Penyajian …………………………………….

  BAB II SIKAP PENUTUR BAHASA JAWA DI PEDUKUHAN KEMIRI, PURWOBINANGUN, PAKEM ………………………………

  35 2.1 Pengantar …………………………………………………..

  35

  2.2 Etnografi Pedukuhan Kemiri, Purwobinangun, Pakem ……

  35 2.2.1 Lokasi, Lingkungan Alam, dan Demografi ………….

  35 2.2.2 Asal Mula Pedukuhan Kemiri ……………………….

  37

  2.2.3 Bahasa ……………………………………………….. 38 2.2.4 Sistem Teknologi …………………………………….

  38 2.2.5 Sistem Mata Pencaharian …………………………….

  39 2.2.6 Sistem Kekerabatan dan Organisasi Sosial ………….

  40 2.2.6.1 Sistem Kekerabatan …………………………..

  40 2.2.6.2 Sistem Organisasi Sosial ……………………..

  41

  2.2.7.2 Pengetahuan Melalui Pendidikan ……………

  42 2.2.8 Kesenian …………………………………………….

  42 2.2.9 Sistem Religi dan Kepercayaan …………………….

  42 2.2.9.1 Sistem Religi ………………………………..

  42

  2.2.9.2 Sistem Kepercayaan …………………………

  43

  2.3 Sikap Penutur Bahasa Jawa di Pedukuhan Kemiri, Purwobinangun, Pakem …………………………………...

  50

  2.3.1 Sikap Penutur Bahasa Jawa di Lingkungan Keluarga

  53

  2.3.2 Sikap Penutur Bahasa Jawa di Lingkungan Sekolah

  57

  2.3.3 Sikap Penutur Bahasa Jawa di Lingkungan Pekerjaan

  61

  2.3.4 Sikap Penutur Bahasa Jaawa di Lingkungan Masyarakat 63 2.4 Rangkuman ………………………………………………..

  68 BAB III PERUBAHAN PENGGUNAAN TINGKAT TUTUR BAHASA JAWA DI PEDUKUHAN KEMIRI, PURWOBINANGUN, PAKEM ………………………………………………………

  69

  3.1 Pengantar …………………………………………………

  69

  3.2 Perubahan Penggunaan Tingkat Tutur Bahasa Jawa di Pedukuhan Kemiri, Purwobinangun, Pakem …………....

  69

  3.2.1 Perubahan Tuturan yang Seharusnya Menggunakan Tingkat Tutur Krama Inggil Menjadi Ngoko …………. 70

  3.2.2 Perubahan Tuturan yang Seharusnya Menggunakan Tingkat Tutur Krama Madya Menjadi Ngoko ………… 77

  3.2.3 Perubahan Tuturan yang Seharusnya Menggunakan Tingkat Tutur Ngoko Menjadi Krama .……………….... 80

  3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Tingkat Tutur Bahasa Jawa di Pedukuhan Kemiri, Purwobinangun, Pakem ……………………………………. 81

  3.3.1 Bertambah atau Berkurangnya Penduduk …………… 82

  3.3.2 Pengaruh Kebudayaan Masyarakat Lain …………….. 83

  3.3.3 Kemajuan Teknologi …………………………………. 85

  3.3.4 Penggunaan Bahasa Jawa yang Tidak Dioptimalkan oleh Generasi Muda ..................................................... 89

  3.4 Perubahan Penggunaan Tingkat Tutur Bahasa Jawa di Pedukuhan Kemiri Berdasarkan Sifat dan Lama Terjadinya …………………………………….… 91

  3.5 Proses Perubahan Kebudayaan dalam Penggunaan Tingkat Tutur Bahasa Jawa di Pedukuhan Kemiri, Purwobinangun, Pakem …………………………………….

  93

  3.5.1 Akulturasi …………………………………………….. 93

  3.5.2 Asimilasi ……………………………………………… 95

  3.5.3 Difusi …………………………………………………. 97

  3.6 Rangkuman ………………………………………………….. 98

  BAB IV POLA PEWARISAN BAHASA JAWA DI PEDUKUHAN KEMIRI, PURWOBINANGUN PAKEM ………………………………. 100

  Purwobinangun, Pakem …………………………………….. 100

  5.1 Kesimpulan ………………………………………………… 117

  LAMPIRAN 7 DAFTAR KOSAKATA BAHASA JAWA YANG TERDAPAT DALAM SKRIPSI ………………. 149

  LAMPIRAN 6 DAFTAR KOSAKATA BAHASA JAWA DALAM TINGKATAN NGOKO, KRAMA MADYA, DAN KRAMA INGGIL ……………………………….. 142

  LAMPIRAN 5 TUTURAN-TUTURAN OLEH PENDUDUK PEDUKUHAN KEMIRI YANG DISADAP DAN DIJADIKAN DATA …………………………………… 137

  LAMPIRAN 4 DAFTAR INFORMAN POLA PEWARISAN BAHASA JAWA DI PEDUKUHAN KEMIRI, PURWOBINANGUN, PAKEM ………………………... 134

  LAMPIRAN 3 DAFTAR PERTANYAAN POLA PEWARISAN BAHASA JAWA DI PEDUKUHAN KEMIRI, PURWOBINANGUN, PAKEM ………………………… 131

  “SIKAP PENUTUR BAHASA JAWA DI PEDUKUHAN KEMIRI, PURWOBINANGUN, PAKEM” ……………. 18

  PEDUKUHAN KEMIRI, PURWOBINANGUN, PAKEM” 123 LAMPIRAN 2 DAFTAR RESPONDEN KUESIONER

  5.2 Saran ………………………………………………………. 119 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….. 120 LAMPIRAN 1 KUESIONER “SIKAP PENUTUR BAHASA JAWA DI

  BAB V PENUTUP …………………………………………………….. 117

  4.2.1 Pewarisan Bahasa Jawa di Pedukuhan Kemiri, Purwobinangun, Pakem, Melalui Proses Internalisai …. 101

  4.3 Rangkuman ………………………………………………… 116

  4.2.2.7 Aparat Pemerintah ……………………………. 115

  4.2.2.6 Kesenian Rakyat ……………………………… 112

  4.2.2.5 Adat Istiadat dan Kebiasaan Lokal …………... 111

  4.2.2.4 Organisasi Sosial ……………………………... 110

  4.2.2.3 Lingkungan Masyarakat ……………………… 108

  4.2.2.2 Sekolah ……………………………………….. 105

  4.2.2.1 Keluarga ……………………………………… 104

  4.4.2 Pewarisan Bahasa Jawa di Pedukuhan Kemiri, Purwobinangun, Pakem, Melalui Proses Sosialisasi …. 103

  LAMPIRAN 8 PETA PEDUKUHAN KEMIRI, PURWOBINANGUN, PAKEM ………………………………………………… 154

  DAFTAR TABEL

  Halaman Tabel 1 Tingkat Tutur Bahasa Jawa Tradisional ……………………

  21 Tabel 2 Sikap Penutur Bahasa Jawa di Lingkungan Keluarga ………

  53 Tabel 3 Sikap Penutur Bahasa Jawa di Lingkungan Sekolah ……….

  57 Tabel 4 Sikap Penutur Bahasa Jawa di Lingkungan Pekerjaan ……..

  61 Tabel 2 Sikap Penutur Bahasa Jawa di Lingkungan Masyarakat ……

  63

DAFTAR LAMBANG

  Huruf dalam Bahasa Jawa : : arep : ar p : akan

  é: : kowe : kowé : kamu è: : ketel : kètèl : kuali logam untuk memasak nasi Lambang Fonetis dh badhe akan e: : mengko : : nanti

  : sare : :tidur : nek : :jika, kalau i : lali : : lupa ngelih : ] : lapar k: samangke nanti ditukokke dibelikan ng: nggawa : membawa ny: nyuwun : minta o: kodanan: kehujanan dicaosi : diberi th thole panggilan untuk anak laki-laki u: : tumbas : : beli tulung : : tolong Lambang Lain Kata atau kalimat dicetak miring: Buk, turu sik waé. Lé lunga isih m ngko jam lima kok: kata atau kalimat dalam bahasa Jawa Kata atau kalimat dalam kurung siku: : menunjukkan transkripsi fonetis Kalimat dalam petik tunggal: ‘ ‘: Bu, tidur dulu saja. Perginya masih nanti jam lima’: arti bahasa Indonesia dari kalimat berbahasa Jawa

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

  Dalam puisinya yang berjudul Bahasa Bangsa, Muhammad Yamin berkata bahwa tiada bahasa, bangsa pun hilang (http://mahayana- mahadewa.com/?p=609, download November 2009). Hal itu menunjukkan bahwa hubungan antara bahasa dengan suatu bangsa sangatlah erat. Bahasa bisa menjadi cerminan sebuah bangsa yang menggambarkan seberapa kaya kebudayaan yang dimiliki bangsa tersebut. “Bahasa yang mengkonsepsikan seluruh isi alam pikiran manusia ke dalam lambang-lambang yang berwujud nyata merupakan unsur saka guru dalam tiap kebudayaan” (Koentjaraningrat, 1984: 57).

  Ralp Linton mengatakan salah satu sebab paling penting dalam memperlambangkan budaya sampai mencapai tarafnya seperti sekarang ialah pemakaian bahasa. Bahasa berfungsi sebagai alat berpikir dan alat berkomunikasi. Tanpa kemampuan berpikir dan berkomunikasi kebudayaan tidak ada (Simanjuntak, 1997: 14).

  Dalam berkomunikasi menggunakan bahasa, faktor mitra tutur memegang peranan yang cukup penting. Tingkat sosial mitra tutur tentunya berpengaruh terhadap pemilihan bahasa yang akan digunakan. Bahasa yang digunakan untuk berbicara dengan teman sebaya akan berbeda dengan bahasa yang digunakan untuk berbicara dengan orang yang lebih dihormati. Oleh karena itu, dikenal adanya tingkat tutur dalam berkomunikasi.

  Tingkat tutur dalam bahasa Jawa disebut dengan unggah-ungguhing basa. dan basa krama. “Tingkat tutur ngoko menggambarkan rasa tak berjarak (keakraban) antara pembicara dan lawan bicara, krama menunjukkan arti penuh sopan santun, dan madya di antara keduanya” (Silitonga, 1983: 52).

  Bahasa Jawa merupakan bagian dari kebudayaan Jawa dan berfungsi sebagai alat komunikasi sosial yang menghubungkan antaranggota dalam masyarakat Jawa. Sebagai bagian dari kebudayaan Jawa, bahasa Jawa dapat memberikan gambaran tentang kehidupan masyarakat Jawa.

  Bahasa sebagai salah satu aspek kebudayaan, selain menjadi cermin kebudayaan masyarakat pemakainya juga merupakan sarana pengekspresi kebudayaan. Hal ini umpamanya dapat kita lihat dalam bahasa Jawa. Adanya sistem tingkat tutur (speech levels) yang sangat kompleks dan ekstensif dalam bahasa Jawa dapat dianggap suatu pertanda pentingnya adat sopan santun yang menjalin sistem hubungan perseorangan di dalam masyarakat Jawa (Silitonga, 1983: 51-52).

  Rahardi (2003: 113), mengungkapkan bahwa bahasa memiliki relasi subordinatif dengan kebudayaan. Kebudayaan merupakan sistem induknya, sedangkan bahasa adalah sistem bawahannya. Pendapat itu sejalan dengan pendapat Koentjraningrat (2009: 165), yang memasukkan bahasa dalam urutan pertama cultural universal. Cultural Universals merupakan tujuh unsur kebudayaan yang terdapat di dalam setiap kebudayaan suku bangsa di dunia.

  Penempatan bahasa dalam urutan pertama pada cultural universal didasari oleh teori bahwa bahasa merupakan unsur kebudayaan yang terlebih dahulu ada dalam kebudayaan manusia. Hal tersebut diungkapkan oleh Pujileksono (2006: 176-177) berikut ini:

  Terdapat hipotesis, bahwa manusia purba (Pithecanthropus erectus atau Homo sapiens) yang hidup dalam kelompok-kelompok kecil memiliki didasarkan atas kerjasama, makhluk manusia mengembangkan sistem suara berlambang. Sistem suara berlambang itu adalah bahasa.

  Bahasa Jawa sebagai salah satu bahasa daerah di nusantara juga merupakan salah satu unsur dalam kebudayaan nasional. Hal ini dijelaskan melalui fungsi dan kedudukan bahasa daerah yang diungkapkan dalam Seminar Politik Bahasa Nasional pada tanggal 25-28 Februari 1975 di Jakarta.

  Di dalam hubungannya dengan kedudukan bahasa Indonesia, bahasa- bahasa seperti Sunda, Jawa, Bali, Madura, Bugis, Makasar, dan Batak, yang terdapat di wilayah Republik Indonesia, berkedudukan sebagai bahasa daerah. Kedudukan ini berdasarkan kenyataan bahwa bahasa daerah itu adalah salah satu unsur kebudayaan nasional dan dilindungi oleh negara, sesuai dengan bunyi Penjelasan Pasal 36, Bab XV, Undang- Undang Dasar 1945 (Halim, 1980: 151). Di dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa-bahasa seperti Sunda, Jawa, Bali, Madura, Bugis, Makasar, dan Batak berfungsi sebagai (1) lambang kebanggan daerah, (2) lambang identitas daerah, dan (3) alat perhubungan di dalam keluarga dan masyarakat daerah. Di dalam hubungannya dengan fungsi bahasa Indonesia, bahasa daerah berfungsi sebagai (1) pendukung bahasa basional, (2) bahasa pengantar di sekolah dasar di daerah tertentu pada tingkat permulaan untuk memperlancar pengajaran bahasa Indonesia dan mata pelajaran lain, dan (3) alat pengembangan serta pendukung kebudayaan daerah ( Halim, 1980: 151).

  Kebudayaan bersifat dinamis, artinya kebudayaan akan cenderung berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Pujileksono (2006: 258-259), mengungkapkan bahwa semua kebudayaan pada suatu saat akan mengalami perubahan karena berbagai sebab. Perubahan kebudayaan ada yang dikarenakan perubahan lingkungan yang menuntut perubahan secara adaptif. Perubahan bisa terjadi secara kebetulan, direncanakan, atau karena adanya kontak dengan unsur kebudayaan lain. Apapun sebabnya, perubahan kebudayaan dapat berasal dalam diri masyarakat atau dari luar masyarakat. Berdasarkan aspek waktu, perubahan kebudayaan ada yang berlangsung sangat lamban dan membutuhkan waktu yang lama, namun ada yang begitu cepat dan membutuhkan waktu yang singkat.

  Dalam jangka waktu tertentu bahasa dapat berubah agar komunikasi antar manusia tersebut tetap terjalin secara efektif. Perubahan bisa terjadi karena zaman yang semakin berkembang. Bahasa Jawa sebagai bagian dari kebudayaan,- khususnya kebudayaan Jawa,- juga ikut mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi berkaitan dengan pergeseran fungsi tingkat tutur bahasa Jawa. Salah satu contoh, yaitu tingkat tutur ngoko digunakan untuk berbicara anak kepada orang tuanya sedangkan tingkat tutur krama jarang digunakan. Pergeseran fungsi tingkat tutur dalam bahasa Jawa tersebut bisa disebabkan karena adanya perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, bertambah dan berkurangnya penduduk, pengaruh kebudayaan masyarakat lain, dan penggunaan bahasa Jawa yang tidak dioptimalkan oleh generasi muda.

  Pergeseran fungsi tingkat tutur bahasa Jawa banyak dijumpai di daerah Yogyakarta sebagai salah satu daerah yang mayoritas penduduknya berbahasa Jawa. Misalnya, seorang anak berkata dengan ibunya dengan tingkat tutur ngoko demikian, “Buk, turu sik waé. Lé lunga isih m ngko jam lima kok.” [

  Bu, tidur dulu saja. Perginya masih nanti jam lima’. Secara teori, harusnya si anak berbicara dengan tingkat tutur krama, “Buk, saré rumiyin kémawon. Anggènipun késah taksih mangké jam gangsal.”

  Namun, agar tuturan tersebut lebih komunikatif dan tidak kaku, dalam praktiknya si anak dapat berkata, “Buk, saré sik. Lé tindak isih m ngko jam lima.” Contoh lain, seseorang berkata, “Aku tak siram sik.” ‘Aku mandi dulu’. Orang tersebut juga tidak menggunakan tingkat tutur yang benar. Seharusnya ia berkata menggunakan tingkat tutur ngoko, “Aku tak adus sik.”

  Penggunaan kata krama inggil ‘siram’ memberi kesan bahwa orang tersebut gila hormat, ingin mengunggulkan dan mengagung- agungkan dirinya sendiri.

  Pergeseran fungsi tingkat tutur bahasa Jawa juga dijumpai di Pedukuhan Kemiri, Purwobinangun, Pakem. Pedukuhan Kemiri merupakan salah satu pedukuhan di wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang menjadi sampel dalam penelitian ini. Ada banyak pelanggaran tingkat tutur dalam berbahasa, contohnya sebagai berikut:

  1. Seorang anak berkata kepada ayahnya dengan tingkat tutur ngoko, “Bapak adus sik waé, m ngko gèk g ntian aku.” , ‘Bapak mandi dulu saja, baru kemudian aku yang mandi’. Anak tersebut tidak menggunakan tingkat tutur yang benar ketika berbicara kepada ayahnya. Secara teori, harusnya dalam berbicara dengan ayahnya, anak tersebut menggunakan tingkat tutur krama inggil demikian, “Bapak siram rumiyin kémawon, mangké laj ng kula ingkang adus.”

  Namun, dalam praktiknya agar tuturan lebih komuikatif dan tidak kaku, si anak dapat berbicara demikian, “Mangga Bapak siram rumiyin.”

  2. Ketika bertemu di jalan, seorang anak SD berkata kepada seorang pemuda berusia kira-kira 30 tahun dengan tingkat tutur ngoko demikian: “Mas, kowé ki ar p lunga nèng ndi?”

  ‘Mas, kamu mau pergi ke mana?’ Si anak SD tersebut juga tidak menggunakan tingkat tutur yang benar ketika berbicara kepada orang yang lebih tua. Secara teori, harusnya anak tersebut berkata menggunakan tingkat tutur krama madya, “Mas, sampéyan ki ar p tindak nèng ndi?”

  Namun, dalam praktiknya agar antarkeduanya terlihat akrab, si anak dapat berkata, “Mas, sampéyan ar p nèng ndi?”

  3. Seorang pemuda bertemu dengan seorang kakek di jalan dan berkata, “Ar p nèng ndi Mbah?” ‘Mau ke mana, Kek?’ Pemuda tersebut menggunakan tingkat tutur ngoko ketika berbicara dengan orang yang lebih tua. Secara teori harusnya ia menggunakan tingkat tutur krama inggil, “Panj n ngan badhé tindak pundi Mbah?”

  Namun, agar tuturan lebih komunikatif, dalam praktiknya ia dapat berkata, Badhé t ng pundhi Mbah?”

4. Seorang cucu mengajak kekeknya makan dengan tingkat tutur ngoko, “Ayo

  secara teori cucu tersebut menggunakan tingkat tutur krama inggil, “Mangga dhahar rumiyin, Pak Uwo.” Namun, dalam praktiknya, agar tuturan tidak kaku, cucu tersebut dapat berkata, “Dhahar sik Pak Uwo.”

  Dari contoh di atas bisa dikatakan bahwa kondisi tingkat tutur bahasa Jawa mengalami kekacauan. Hal tersebut tentunya menjadi suatu keprihatianan dalam masyarakat Jawa karena akan mempengaruhi kebudayaan Jawa. Jika mengikuti pernyataan Koentjaraningrat (1984: 57) yang menyebutkan bahwa bahasa adalah saka guru dalam kebudayaan, masyarakat Jawa akan kehilangan saka guru kebudayaannya dan bila berpedoman pada fungsi bahasa daerah, masyarakat Jawa akan kehilangan kebanggan akan daerahnya dan identitas daerahnya.

  Fenomena di atas menarik perhatian penulis untuk meneliti lebih lanjut mengenai penggunaan bahasa Jawa di Pedukuhan Kemiri, Purwobinangun, Pakem. “Pengertian istilah “penggunaan bahasa” mengacu pada cara penutur asli Jawa ketika mereka memanfaatkan potensi bahasa ibu sebagai media komunikasi dalam praktik interaksi sehari-hari” (Purwoko, 2008: 2). Penelitian menitikberatkan pada penggunaan berbagai bahasa oleh masyarakat di Pedukuhan Kemiri, Purwobinangun, Pakem, dalam hubungannya dengan kerangka kebudayaan dari pada penjelasan tentang tata bahasa Jawa.

  Ada tiga alasan pemilihan topik penelitian ini. Pertama, tidak banyak individu dalam masyarakat Jawa yang peduli terhadap masalah perubahan kebudayaan dan pewarisan kebudayaan sehingga dikhawatirkan kebudayaan asli Kedua, pewarisan kebudayaan mutlak diperlukan. Pewarisan kebudayaan tersebut akan membawa banyak manfaat terhadap kelangsungan hidup suatu kebudayaan masyarakat. Ketiga, sebagai daerah yang termasuk dalam wilayah kebudayaan Jawa, seluruh penduduk Pedukuhan Kemiri, Purwobinangun, Pakem berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa. Akan tetapi, tidak semua penduduk pedukuhan ini menaati tingkat tutur dalam bahasa Jawa. Banyak penyimpangan berbahasa yang ditemukan oleh penulis sehingga menarik penulis untuk menjadikan daerah ini sebagai tempat penelitian untuk mengetahui bagaimana sikap penutur bahasa Jawa di pedukuhan ini.

1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1.2.1 Bagaimana sikap penutur bahasa Jawa di Pedukuhan Kemiri, Purwobinangun, Pakem?

  1.2.2 Bagaimana perubahan penggunaan tingkat tutur bahasa Jawa di Pedukuhan Kemiri, Purwobinangun, Pakem berlangsung?

  1.2.3 Bagaimana pola pewarisan bahasa Jawa di Pedukuhan Kemiri, Purwobinangun, Pakem berlangsung?

1.3 Tujuan Penelitian

  Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah dapat dirinci tujuan

  1.3.1 Mendeskripsikan sikap penutur bahasa Jawa di Pedukuhan Kemiri, Purwobinangun, Pakem.

  1.3.2 Mendeskripsikan perubahan penggunaan tingkat tutur bahasa Jawa di Pedukuhan Kemiri, Purwobinangun, Pakem.

  1.3.3 Mendeskripsikan pola pewarisan bahasa Jawa di Pedukuhan Kemiri, Purwobinangun, Pakem.

1.4 Manfaat Penelitian

  Hasil penelitian ini berupa deskripsi sikap penutur bahasa Jawa di Pedukuhan Kemiri, Purwobinangun, Pakem beserta perubahan penggunaan tingkat tutur Bahasa Jawa. Dari penelitian ini juga dapat diketahui pola pewarisan bahasa Jawa di Pedukuhan Kemiri, Purwobinangun, Pakem berlangsung.

  Dari uraian di atas, penelitian ini memberikan manfaat bagi bidang kebudayaan. Pertama, dapat menambah pustaka mengenai sarana pewarisan kebudayaan, khususnya bahasa Jawa, yang efektif dan efisien. Kedua, menambah wawasan dan kepustakaan mengenai kebudayaan Jawa, khususnya bahasa Jawa.

  Ketiga, dapat dimanfaatkan oleh pemerintah daerah atau dinas kebudayaan untuk menjaga salah satu warisan kebudayaan masyarakat Jawa. Keempat, dapat dijadikan sebagai titik tolak untuk mengadakan penelitian baru dalam bidang kebudayaan khususnya kebudayaan Jawa.

  Melihat keberadaan subjek penelitian yang diamati, maka penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah rem bagi suku bangsa Jawa pada umumnya dan kekacuan tingkat tutur bahasa Jawa tidak semakin parah. Dari penelitian ini juga diharapkan ada pembenahan terhadap kekacauan tingkat tutur bahasa Jawa sehingga bahasa Jawa sebagai bagian dari kebudayaan Jawa tidak musnah.

1.5 Tinjauan Pustaka

  Soedjiatno, dkk (1984: 29-84) dalam buku berjudul Perkembangan Bahasa Jawa Sesudah Perang Dunia Kedua membahas tentang latar belakang sosial budaya yang dapat mempengaruhi atau menyebabkan terjadinya perubahan atau perkembangan kosa kata bahasa Jawa sesudah Perang Dunia II, kegiatan- kegiatan kebahasaan yang mempengaruhi ataupun menyebabkan terjadinya perubahan atau perkembangan kosa kata bahasa Jawa sesudah Perang Dunia II, dan perubahan-perubahan atau perkembangan kosa kata bahasa Jawa yang ada sesudah Perang Dunia II. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa latar belakang sosial budaya yang mempengaruhi atau menyebabkan terjadinya perubahan atau perkembangan kosa kata bahasa Jawa sesudah Perang Dunia II berupa pandangan hidup pemakai bahasa Jawa, pusat perkembangan budaya Jawa, situasi sosial budaya, latar belakang kependidikan, kehidupan kebahasaan, struktur sosial masyarakat Jawa, dan tradisi sastra. Kegiatan-kegiatan kebahasaan yang berpengaruh berupa serapan mutlak tulis, serapan intim tulis, serapan mutlak lisan, serapan intim lisan, dan serapan dialek lisan. Serapan mutlak bersumber pada bahasa Belanda, bahasa Arab, dan bahasa Inggris. Bahasa Indonesia sebagai serapan intim dan bahasa Cina sebagai serapan dialek. Perkembangan kosa kata mencakup empat aspek, yaitu perubahan makna kata, hilangnya kata, munculnya kata-kata baru, dan munculnya kembali kata-kata lama.

  Purwoko (2008: 139-142) dalam buku berjudul Jawa Ngoko Ekspresi Komunikasi Arus Bawah membahas penggunaan tingkat tutur ngoko untuk berkomunikasi dengan mengambil sampel kota Semarang sebagai salah satu daerah tempat berkembangnya bahasa Jawa. Dari hasil pembahasannya dapat disimpulkan bahwa para penutur asli Jawa dari kelas bawah di Semarang cenderung menggunakan kode ngoko untuk berkomunikasi. Kode ngoko merupakan bahasa dasar (basic) dalam bahasa Jawa. Kode ini sering digunakan oleh mayoritas penutur asli bahasa Jawa dalam interaksi sehari-hari.

  Soemardjan (1984: 1-19) dalam artikel berjudul Kesenian dalam Perubahan Kebudayaan membahas tentang perubahan salah satu unsur kebudayaan, yaitu kesenian. Dari hasi pembahasannya dapat disimpulkan bahwa kesenian akan ikut bertahan atau berubah mengikuti gerak kebudayaan induknya.

  Pujileksono (2006: 254-267) dalam buku berjudul Petualangan Antropologi Sebuah Pengantar Ilmu Antropologi membahas tentang perubahan kebudayaan. Perubahan kebudayaan tersebut dijelaskan melalui ilustrasi perubahan kebudayaan, mekanisme perubahan kebudayaan, dan perubahan kebudayaan secara paksa. Ilustrasi perubahan kebudayaan digambarkan dengan mengambil contoh kehidupan masyarakat Sakai di Riau, masyarakat Enggano di sebelah barat Sumatera, dan suku Sasak di daerah Demen Lombok. Menurutnya, mekanisme perubahan kebudayaan dapat terjadi karena adanya penemuan baru, Bentuk-bentuk perubahan secara paksa adalah kolonialisme dan penaklukan serta pemberontakan dan revolusi.

  Kuntowijoyo (2006: 31-43) dalam buku Budaya dan Masyarakat menulis artikel berjudul “Pengkajian Perubahan Kebudayaan: Suatu Analisa Sosial”.

  Dalam artikel tersebut dibahas bahwa kebudayaan bukan saja gejala etis, estetis, simbolis, tetapi juga gejala sosial. Dari hasil pembahasannya dapat diperoleh beberapa kesimpulan bahwa gejala retradisional sama kuatnya dengan gejala erosi nilai-nilai tradisional, adanya dualisme kebudayaan antara desa dan kota, di kota sudah ada kebudayaan nasional sedangkan di desa kebudayaan tradisional lebih kuat, masalah etnosentrisme tidak lagi menjadi masalah kebudayaan masa kini, dan penelitian kebudayaan perlu memperhatikan juga hubungan dengan masalah sosial-ekonomis.

  Dari beberapa tinjauan pustaka di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian terhadap perubahan kebudayaan dan pewarisan kebudayaan di lingkungan masyarakat Jawa belum pernah dilakukan. Studi kasus mengenai sikap penutur bahasa Jawa di Pedukuhan Kemiri, Purwobinangun, Pakem juga merupakan hal yang baru.