Perkawinan campur antar etnik Tionghoa dan pribumi pasca 1965 : studi kasus orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap - USD Repository

  PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap)

  Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra

  Universitas Sanata Dharma Skripsi

  Oleh

LINA WIDIATI 014314006 PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007

HALAMAN MOTTO

  

Kebahagiaan

Adalah untuk mereka yang menangis

  Mereka yang tersakiti Mereka yang lebih mencari Dan mereka yang telah mencoba Karena merekalah yang bisa menghargai

  Betapa pentingnya orang 

  Yang telah menyentuh kehidupan mereka (penulis)

  Hargailah cita-cita dan impianmu, karena kedua hal ini adalah anak jiwamu dan cetak biru prestasi puncakmu

(Napoleon Hill)

”Kalian masih muda. Jangan sia-siakan usia itu. Terus bekerja dan bekerja. Kalau sudah tua, kalian Tidak bisa apa-apa lagi selain hanya menanti panggilan Kubur” (Pramoedya Ananta Toer)

HALAMAN PERSEMBAHAN

   Terimakasih Tuhan Yesus atas segala kebaikanmu

dan keajaibanmu sehingga skripsi ini dapat

   terselesaikan Sebuah persembahan untuk :

  Perjalanan hidupku................... papa, mama tercinta di Cilacap yang selalu memberikan aku cinta, kasih sayang, doa dan dukungan.

  For my lovely ”Pupus” (mas X-na) yang selalu ada dalam setiap hari -hariku, setia menemaniku yang selalu memberikan masukan, diskusi, serta motivasi, doa, cinta, ketulusan dan pengorbanan. Untuk kedua kakakku dan kakak ipar, kedua adikku, dan kedua keponakanku, serta Uwa dan Eyang putri. Dan semua keluargaku di Cilacap, serta untuk semua teman baikku, sahabat sejatiku, dan orang -orang tersayang yang telah memberikan dorongan dan semangat dan menjadi kekuatanku, yang telah membuatku tertawa ataupun sedih, kehadiran kalian sangat berarti bagiku dalam menentukan sikap dan membantuku lebih dewasa, aku percaya kalian memang diberikan Tuhan Yesus u ntukku.

  



KATA PENGANTAR

  Puji syukur dan terima kasih yang tak terhingga kepada Tuhan Yang Maha Besar karena atas berkat, rahmat dan kuasanya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

  Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sastra pada Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini belum tentu berhasil jika tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

  1. Bapak Drs. H. Hery Santosa M. Hum., selaku Ketua Prodi Jurusan Ilmu Sejarah, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menulis materi skripsi ini. Terima kasih atas masukan-masukan, nasihat serta bimbingan yang Bapak berikan kepada penulis selama penyu sunan skripsi ini.

  2. Bapak Drs. Silverio, R. L. A. Sampurno M. Hum., selaku pembimbing skripsi yang dengan penuh kesabaran memberikan dorongan, bimbingan, koreksi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini hingga selesai.

3. Bapak Drs. Ign. Sandiwan Suharso, Dr. Baskara T. Wardaya, Drs. G. Moedjanto,

  Drs. H. Purwanta, MA., serta seluruh staf pengajar Program Studi Ilmu Sejarah yang telah memberikan ilmu selama penulis merampungkan studi di Sanata Dharma ini.

  4. Seluruh staf kesekretariatan Sastra khususnya Mas Tri, yang telah memberikan kemudahan dalam membuatkan surat izin penelitian sehingga dapat membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

  5. Seluruh staf Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, staf Perpustakaan Daerah di Cilacap, staf Badan Pusat Statistik di Cilacap, yang telah memberikan pelayanan peminjaman dan izin menggunakan buku -buku yang telah dibutuhkan penulis dalam menyusun skripsi ini.

  6. Semua pihak yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menjadi responden dalam penyu sunan skripsi ini.

  7. Kedua orang tuaku papa dan mama tercinta, terima kasih atas segala usaha, kerja keras, dan air mata serta doa yang kalian berikan. Tidak akan pernah aku lupakan jerih payah kalian sampai sepanjang hayat.

  8. Kekasih sekaligus kakak yang terbaik untukku Mas Krisna ”pupus” terima kasih atas segala perhatian, dorongan, dan semangatnya, serta atas pengorbanan, kesetiaan, kasih sayang, cinta dan ketulusan yang menjadikan sebuah kekuatanku untuk selalu terus maju dalam belajar dan berkarya.

  9. Devid terima kasih telah mengajariku arti dari sebuah hidup, kedewasaan dan cinta. Percayalah Tuhan pasti akan memberikan segala sesuatunya yang indah kepada kita tepat pada waktunya.

  10. Semua keluargaku di Cilacap, Eyang putri, Uwa, Mbak Ria + Mas Hendro, Mbak Wiwik + Mas Dhani, Dek Andre, Dek Enno, si kecil Agung n Ayu, terima kasih karena kalian yang selama ini telah menjadi inspirasiku dan kekuatanku sampai skripsi ini selesai.

  11. Sahabatku Dwi Anita Septiani di Psikologi ”02 UGM, dweek.....terima kasih atas segala kebaikkanmu, perhatianmu dan diskusinya, serta kesediaanmu menemaniku di saat aku takut, mendengarkanku di saat aku curhat, membantuku di saat aku sedang terpuruk, terima kasih dweek semoga kamu selalu sukses dalam meraih impianmu. Amien.

  12. Sahabatku Yuli, Diach, Mei (di Cilacap), serta teman-temanku eks kost lampar 38 especially to: Martina, k. Dian, k. Wuyi, Y. Erna Sari, Lucy, Nita, Iin. Dan teman-temanku Villa n Gagak, Nanang n Retno, I never forget you all and thanks for everythings.

13. Teman-teman semua yang di Ilmu Sejarah angkatan 2001, Erna, Ajeng, Riska,

  Tholo, Thaji, Hendrik, Tatto, Enno, Lazarus, Krisna ”gedhe”, Krisna ”Pupus”, Bertha, Eka ”gundhul”, Edi, pak Eko, dan Gus Adhit, terima kasih untuk semuanya, kalian adalah teman -temanku yang selama ini telah menjadikan suatu kenangan tersendiri dalam hidupku selama di kota Jogjakarta ini.

  14. Waah, temen-temen baruku nech, yang telah memberikan aku semangat dan warna baru dalam kehidupanku, yang bisa memberi aku pengertian tentang arti dari sebuah persahabatan yang sesungguhnya ( Dewi, Anis, Purna, Suprex, Arex, Enthong, Susi, Andre, Wisnu, Heri, Nur, Edi, Ipul, Catur, Eka, Rahayu) I will always remember you. Terimakasih atas semuanya muaaaahhhhh……

  15. Jogjakarta yang sudah membuat aku dewasa dan menemukan kesederhanaan, ketulusan, kesetiaan, kebahagiaan yang hakiki……terus dan tetaplah menjadi Jogja yang indah dan berhati nyaman.

  Penulis menyadari se penuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis dengan senang hati bersedia menerima sumbangan baik pikiran, kritik, maupun saran yang membangun guna penyempurnaan. Semoga skripsi ini berguna bagi siapa pun khususnya bagi masya rakat yang mencintai sejarah dan kebudayaan. Amien.

  Yogjakarta, 08 Maret 2006 PENULIS

  DAFTAR ISI Halaman

  HALAMAN JUDUL................................ ................................ ................................ . i HALAMAN PENGESAHAN ................................ ................................ ................. i HALAMAN MOTTO ................................ ................................ .............................. iv HALAMAN PERSEMBAHAN ................................ ................................ .............. v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA................................ ................................ .. vi KATA PENGANTAR................................ ................................ .............................. vii DAFTAR ISI ..................................... ................................ ................................ ....... xi ABSTRAK......................................... ................................ ................................ ....... xiv ABSTRACT ...................................... ................................ ................................ ....... xv BAB I PENDAHULUAN................................ ................................ ......................

  1 ................................ .......

  1 1.1. Latar Belakang Masalah ................................ ................................ ........

  4 1.2. Rumusan Permasalahan ................................ ............................

  4 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................ ................................ ...................

  5 1.4. Tinjauan Pustaka ................................ ................................ ......................

  7 1.5. Landasan Teori................................ ................................ ...........

  12 1.6. Metodologi Penelitian................................ ................................ ...........

  13 1.7. Sistematika Penulisan ................................

  BAB II ETNIK TIONGHOA DAN ETNIK JAWA DI CILACAP PASCA 1965 ... ................................ ................................ ................................ .......

  15 2.1. Latar Belakang Masuknya Etnik Tionghoa di Cilacap ....................

  15 2.2. Sekitar Pasca 1965................................ ................................ ..............

  19 2.3. Penduduk dan Lingkungan Sosio Kultural ................................ .......

  21

  2.2.1. Data Demografis................................ ................................ .......

  21 2.2.2. Pendidikan................................ ................................ .................

  22 2.2.3. Bahasa................................ ................................ ........................

  24 2.2.4. Agama dan adat istiadat................................ ............................

  27 2.2.5. Mata Pencaharian................................ ................................ ......

  29 2.4. Interaksi Etnik Tionghoa dan Etnik Jawa di Cilacap .......................

  31 BAB III TRADISI PERKAWINAN CAMPUR ETNIK TIONGHOA DAN ETNIK ETNIK JAWA DI CILACAP................................ ...................

  36 3.1. Tinjauan Umum Tentang Perkawinan................................ ................

  36

  3.1.1. Praktik upacara perkawinan di Cilacap periode 1965-1971-an................................ ................................ ............

  36

  3.1.2. Tujuan perkawinan menurut undang-undang No. I Tahun 1974................................ ................................ .....

  36

  3.1.3. Syarat sahnya perkawinan menurut undang-undang No. I Tahun 1974 ................................ ................................ ....

  41

  3.1.4. Perkawinan campur antara kewarganegaraan menurut Undang -undang No. I Tahun 1974 ................................ ........

  43

  3.1.5. Sangsi bagi yang melanggar peraturan perkawinan Campuran menurut UU No. 1 Tahun 1974 ............................

  44 3.2. Perkawinan campur etnik Tionghoa dan Jawa di Cilacap ................

  45 3.2.1. Tujuan perkawinan menurut adat................................ ............

  45

  3.2.3. Perkawinan ideal dan pembatasan jodoh etnik Tionghoa dan etnik Jawa ................................ ................

  45

  3.2.4. Syarat sahnya suatu perkawinan campur antara etnik Tionghoa dan Jawa ................................ ................................ ..

  51

  3.2.5. Tata cara perkawinan bagi perkawinan etnik Tionghoa Dan Jawa di Cilacap ................................ ...............................

  53 BAB IV DAMPAK PERKAWINAN CAMPUR SETELAH MENIKAH........

  58 4.1. Adat menetap sesudah kawin ................................ .........................

  58 4.2. Hubungan suami dan istri serta suami istri dan kerabat...............

  62 4.3. Adat perceraian................................ ................................ ................

  72 4.4. Hukum waris................................ ................................ ....................

  76 4.5. Hal mengenai pendidikan anak................................ ......................

  77

  BAB V PENUTUP................................ ................................ ...............................

  80 5.1. Simpulan................................ ................................ ..........................

  80 5.2. Saran................................ ................................ ................................ .

  82 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

  

ABSTRAK

  Penelitian ini berjudul Perkawinan Campur Antara Etnik Tionghoa Dan Pribumi Pasca 1965, Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap. Dalam skripsi ini menampilkan tiga permasalahan; Pertama, mengu raikan dan mendeskripsikan tentang etnik Tionghoa dan etnik Jawa di Cilacap pasca 1965 . Kedua, untuk mengetahui tradisi perkawinan campur antara etnik Tionghoa dan Jawa di Cilacap. Ketiga, menguraikan dampak dari perkawinan campur setelah menikah.

  Skripsi ini menggunakan pendekatan sosiologi antropologi. Hal ini dimaksudkan untuk menganalisa permasalahan dengan melihat perubahan yang terjadi dalam kehidupan sosial masyarakat terutama pada etnik Tionghoa dan Jawa di Cilacap. Metode penelitian yang digunakan adalah metode studi literatur dan metode wawancara. Dalam skripsi ini pula menggunakan metodologi penelitian kepustakaan. Dan dari penelitian ini diketahui bahwa terjadinya perkawinan campur an tara etnik Tionghoa dan pribumi yang ada di Cilacap dikarenakan adanya suatu pembauran dan hubungan interaksi yang cukup erat diantara kedua etnik tersebut sehingga menimbulkan adanya suatu ketergantungan atau adanya saling membutuhkan satu sama lain. Maka hal seperti itulah yang menimbulkan terjadinya suatu perkawinan campur diantara kedua etnik tersebut. Selain itu perkawinan campur terjadi juga karena adanya keinginan dari etnik Tionghoa untuk mendapatkan pengakuan dan status yang jelas tentang identitas nya sebagai Warga Negara Indonesia agar dapat diterima menjadi bagian dari masyarakat Indonesia khususnya di wilayah Cilacap.

  Perkawinan campur sudah ada sejak pada masa pemerintahan Belanda di Cilacap, namun pada saat itu perkawinan campur yang di lakukan oleh para pelaku perkawinan campur mendapat pertentangan dari pihak Belanda, karena pemerintah Belanda tidak menyetujui kalau etnik Tionghoa menikah dengan pribumi, akhirnya mereka yang akan melakukan perkawinan campur, menikah tanpa ada peresmian dari pemerintah maupun agama, sehingga perkawinannya tidak di akui oleh masyarakat karena tidak sah menurut hukum agama dan undang-undang. Tetapi sejak terhapusnya pemerintahan Belanda di Indonesia, walaupun etnik Tionghoa selalu mendapat berbagai macam kecaman dari pihak Indonesia, namun masalah perkawinan campur tidak menjadi hambatan bagi mereka. Bahkan pemerintah Cilacap telah membuat kebijakan yang adil terhadap pelaku perkawinan campur, dan keberadaan perkawinan campur pun sudah di akui oleh hukum, agama, dan masyarakat.

  ABSTRACT

  This mini -thesis entitled Cross Marriage Between Tionghoa Ethnic and Indigenous Ethnic Post 1965, Case Study of Tionghoa and Javanese People in Cilacap. In this mini-thesis it revealed three cases: First, analysis about the Tionghoa ethnic and Javanese ethnic in Cilacap post 1965. Second is to know about the tradition of cross marriage between Tionghoa ethnic with Javanese ethnic in Cilacap. Third, analysis the post-marriage impact of cross marriage.

  This mini -thesis used the anthropology sociological approach. It means to analyse the problems by considering the changes that happened in the social life of society especially to the Tionghoa and Javanese ethnic in Cilacap. Research method used literary study method and intervi ew method. This mini -thesis also used methodology of literary research. In this research it known that the existence of cross marriage between Tionghoa ethnic with Javanese ethnic in Cilacap was caused by an assimilation and the closely relations of mutual interaction between those two ethnics. Thus, it emerged the existence of interdependence of mutual needs. Such conditions emerged the existence of cross marriage between those two ethnics. Besides, cross marriage is happened because by the willingness of Tionghoa ethnic to get the confession and clear status about their identity as Indonesia inhabitants in order could be received as the part of Indonesian community, especially in Cilacap regions.

  Cross marriage has been held since Nederland government was in Cilacap. However in that time, the cross marriage has been conducted by the doers of cross marriage got contradicted from the part of Nederland government, because Nederland government did not agree if Tionghoa ethnic marry with indigenous. Finally thos e would hold cross marriage, married without any legalization of either from the government and religion. Thus their marriage was not confessed by the community because it perceived illegal from the perception of religions and laws. However, after the elimination of Nederland government from Indonesia, although Tionghoa ethnic always get various lampooning from Indonesian government, however the problems of cross marriage were barriers to them. Even tough, the Cilacap government has established fair policie s toward the doer of cross marriage, and the existence of cross marriage has been confessed by laws, religions and society.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah sebagai ilmu telah mengalami perkembangan yang cukup pes at,

  terutama setelah ilmu-ilmu lain banyak berkembang . Penulisan sejarah tidak lagi didominasi oleh masalah politik, tetapi juga menjangkau berbagai aspek kehidupan

  1

  manusia. Tentu saja aspek kehidupan manusia yang dibicarakan dalam kajian sejarah sangat luas. Salah satu dari aspek kehidupan itu adalah perkawinan campur, yaitu perkawinan campur antara dua etnik yang berbeda atau yang berbeda agama atau kepercayaan.

  Dalam penelitian tentang perkawinan campur a ntara etnik Tionghoa dan Jawa di Cilacap ini penulis bermaksud untuk menggambarkan bagian dari masyarakat Indonesia yaitu masyarakat Tionghoa sebagai pendatang yang hidup dan menetap di Cilacap. Masyarakat Tionghoa di Cilacap ini, mempunyai beragam kebudayaan yang sangat khas serta kecerdikannya di dalam bidang perekonomian khususnya perdagangan yang perkembangannya sangat maju pesat, yang sampai saat ini menjadi panutan bagi masyarakat Cilacap. Kehidupan etnik Tionghoa sebagai etnik minoritas di Cilacap walaupun banyak mendapat pertentangan dan perlawanan khususnya dalam bidang kebudayaan yang terjadi sekitar tahun 1965-an, tetapi keberadaanya sebagai etnik 1 Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, Gramedia: Jakarta, minoritas masih terus dipertahan kan dan kebudayaannya juga masih terus dikembangkan sampai saat ini. Yang paling menarik perhatian untuk penulis kembangkan dalam penulisan mengenai etnik Tionghoa ini, yaitu kehidupan perkawinan campurnya yang mereka lakukan dengan pribumi yang sampai saa t ini masih terus dilakukan oleh kedua etnik tersebut. Perkawinan campur ini menghasilkan etnik Tionghoa peranakan. Hal ini membuktikan bahwa komunitas Tionghoa di Cilacap kebanyakan adalah hasil dari perkawinan campur dari pada pendatang aslinya. Ini dibu ktikan dengan adanya jumlah Tionghoa peranakan yang jumlahnya lebih besar dibanding dengan Tionghoa totok di Cilacap. Dan adanya perkawinan campur ini juga yang menyebabkan lunturnya kebudayaan leluhur asli etnik Tionghoa. Dalam hal ini penulis juga akan m engambil latar belakang waktu pasca 1965 sampai pada kira-kira kurun waktu sepuluh tahun kedepan atau sampai pembatasan tahun 1974.

  Perkawinan campur terjadi karena adanya suatu hubungan interaksi yang cukup erat di antara etnik Tionghoa dan Jawa di Cilacap. Keeratan itu terjadi karena di antara kedua pihak sama-sama saling membutuhkan untuk menghasilkan keuntungan bagi masing -masing pihak. Dalam hal ini, etnik Jawa di Cilacap membutuhkan etnik Tionghoa untuk membantu perkembangan perekonomiannya atau ber guru dalam bidang perdagangan karena pribumi menganggap bahwa etnik Tionghoa sangat cerdik dan pandai di dalam bisnis perdagangannya. Sedangkan etnik Tionghoa membutuhkan pribumi untuk melindungi keberadaannya di Cilacap agar mereka dapat diakui secara layak dan pantas sebagai masyarakat minoritas di Cilacap. Maka dari itu, terjadilah adanya suatu simbiosis mutualisme bagi kedua etnik tersebut yang akhirnya menyebabkan adanya suatu perkawinan campur di antara kedua etnik itu.

  Perkawinan campur yang terjadi di Cilacap, pelaksanaannya sudah tidak lagi didominasi oleh faktor -faktor perbedaan suku, ras, etnik, agama, politik, kebudayaan, dan lain sebagainya, karena pemerintah di Cilacap sudah membuat suatu kebijakan yang adil terhadap pelaku perkawinan campur, dan keberadaan perkawinan campur pun sudah di akui oleh hukum, agama, dan masyarakat luas.

  Pada umumnya para pelaku perkawinan campur ini setelah menikah mereka akan membuat suatu kebudayaan baru dalam kehidupan sehari -hari mereka, baik dalam hal mendidik a nak maupun di dalam berbagai hal. Hasil dari perkawinan campur yang biasa di sebut dengan Tionghoa

  Peranakan biasanya mereka lebih terbuka dalam

  menerima kebudayaan baru, dan mereka juga lebih pandai berbaur dengan orang -orang pribumi bila di banding denga n orang Tionghoa Totok yang sulit untuk berinteraksi atau bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya.

  Beranjak dari uraian di atas, maka penelitian ini akan mencoba mendeskripsikan Perkawinan Campur Antara Etnik Tio nghoa dan Jawa Pasca 1965 dengan mengambil studi kasus etnik Tionghoa dan Jawa di Cilacap. Cilacap merupakan sebuah kota kecil yang berada di selatan samudera Indonesia, sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Banyumas, sebelah Timur berbatasan dengan kabupaten Kebumen dan sebelah barat berbatasan dengan propinsi Jawa Barat. Tepatnya di kabupaten Cilacap propinsi Jawa Tengah. Kota Cilacap selain sebagai salah satu kota industri yang perkembangannya sangat pesat di Indonesia juga merupakan sebagai salah satu tempat berbaurnya berbagai macam etn ik yang terdiri dari etnik Menado, Sunda, Arab, Tionghoa, dan lain-lain. Dari sekian banyak etnik tersebut , ternyata etnik Tionghoa adalah etnik yang mempunyai jumlah dan perkembangan yang sangat pesat bila dibanding dengan etnik -etnik lain dan umumnya mereka telah banyak berbaur dengan pribumi.

B. Rumusan Masalah

   1. Apa latar belakang terjadinya perkawinan campur di Cilacap?

  2. Bagaimana proses terjadinya perkawinan campur antara etnik Tionghoa dan Jawa di kota Cilacap?

  3. Bagaimana dampak dari perkawinan campur setelah menikah bagi kedua pihak?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

  Tujuan dari penulisan ini adalah: Mengetahui tentang kehidupan dari orang -orang etnik Tionghoa dari segi sosial budaya, ekonomi, dan politik terutama mengenai perkawinan campuran yang terjadi di dalam masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat Cilacap pada khususnya.

  Manfaat dari penulisan ini adalah:

1. Secara teoretis penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbanga n terhadap perkembangan dan pendalaman studi tentang sejarah pada umumnya.

  2. Secara praktis hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada semua lapisan masyarakat dalam hidup bermasyarakat di Indonesia y ang berasal dari beragam etnis.

D. Tinjauan Pustaka

  Buku-buku yang membahas tulisan khusus tentang kebudayaan perkawinan campur antara etnik sudah cukup banyak. Buku itu antara lain

  Kultur Cina

dan Jawa Pemahaman Menuju Asimilas i kultural yang ditulis oleh P. Hariyono yang

  berisi tentang stereotipe-stereotipe yang melekat kuat di antara etnik Tionghoa dan Jawa di Yogyakarta. Masalah asimilasi atau pembauran antara kelompok pribumi (suku Jawa) yang mayoritas, Suku Jawa memiliki pengaruh luas dalam percaturan pembauran ini, dengan minoritas Tionghoa lebih menonjol dibandingkan dengan kelompok minoritas lainnya seperti Arab, India bahkan Belanda dan Jepang yang pernah menjajah Indonesia secara langsung. Dalam buku ini juga membahas tentang perkawinan campuran etnik Tionghoa dan pribumi studi kasus etnik Tionghoa di Yogyakarta.

  Selain itu buku yang berjudul

  Negara dan Etnis Tionghoa Kasus Indonesia

  yang ditulis oleh Leo Suryadinata, membahas tentang peranan etnis Tionghoa di Asia Tenggara umumnya dan di Indonesia khususnya dari jaman kolonial sampai masa kini.

  Dan juga memuat tentang kebijakan -kebijakan pemerintah tentang minoritas Tionghoa di Indonesia dari jaman kolonial sampai masa kini. Keadaan etnis Tionghoa di negara - negara Asia Tenggara terkait dengan konsep bangsa dan kebijakan pemerintah tempat mereka berada. Tak terkecuali di Indonesia. Dinamika keadaan mereka di negeri ini, secara tidak langsung, merefleksikan watak penguasa pada masanya, setidaknya sejak masa demokrasi liberal hingga masa pasca Orde Baru ini. Dan juga buku yang berjudul

  Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan Hukum Adat Hukum

Agama karangan Hilman Hadikusuma yang berisi tentang aturan tata tertib

  perkawinan yang tidak saja menyangkut warga negara Indonesia tetapi juga menyangkut warga negara asing, karena bertambah luasnya pergaulan bangsa Indonesia. Selain itu juga membahas tentang budaya perkawinan dan aturan yang berlaku pada suatu masyarakat atau pada suatu bangsa yang dipengaruhi oleh pengetahuan, pengalaman , kepercayaan dan keagamaan yang dianut oleh masyarakat yang bersangkutan. Seperti halnya aturan perkawinan bangsa Indonesia bukan saja dipengaruhi adat budaya masyarakat setempat, tetapi juga dipengaruhi ajaran agama Hindhu, Buddha, Islam dan Kristen, bah kan dipengaruhi budaya perkawinan barat.

  Jadi walaupun bangsa Indonesia kini telah memiliki hukum perkawinan nasional sebagai aturan pokok, namun adalah kenyataan bahwa di kalangan masyarakat Indonesia masih tetap berlaku adat dan tata-upacara perkawinan yang berbeda-beda. Bertolak dari kepustakaan atau sumber-sumber di atas, dari beberapa sumber yang akan digunakan sebagai referensi pada penulisan ini, tidak dijumpai sumber yang mendeskripsikan seluk beluk perkawinan campur antara etnik T ionghoa dan Jawa secara lebih lengkap, yakni mulai dari latar belakang terjadinya perkawinan campur sampai pada dampak pasca perkawinan campur dalam kehidupan sehari -hari mereka.

E. Landasan Teori dan Batasan Permasalahan

1. Landasan Teori

  Skripsi atau penelitian ini berjudul “ Perkawinan Campuran Antara Etnik Tionghoa dan Pribumi Pasca 1965 (studi kasus etnik Jawa dan Tionghoa di Cilacap)”.

  Untuk dapat memberikan penjelasan yang mendalam tentang pembahasan tersebut maka dibutuhkan beberapa konsep yang dianggap mampu untuk membantu menjelas kan tentang pembahasan tersebut.

  Perkawinan campur antara etnik Tionghoa dan pribumi di Cilacap terjadi karena antara etnik Tionghoa dan pribumi sama-sama mau berinteraksi dan mau berbaur satu sama lain sehingga hal i ni menimbulkan suatu hubungan yang cukup baik di antara keduanya. Mereka sama-sama saling membutuhkan baik dalam hubungan perekonomian maupun dalam pergaulan sehari -hari. Dengan keeratan yang mereka jalin tidak jarang menimbulkan terjadinya perkawinan camp ur di antara kedua etnik tersebut, buktinya di Cilacap banyak sekali yang telah melakukan perkawinan campur antar etnik terutama etnik Tionghoa dengan pribumi.

  Interaksi di dalam suatu masyarakat sangat perlu dan harus dilakukan karena tanpa interaksi akan sulit untuk melakukan suatu hubungan di antara satu dengan yang lainnya. Selain itu juga pasti akan sulit untuk masuk ke dalam suatu budaya yang sudah melekat di masyarakat.

  Ada sebuah teori yang membahas masalah ini yaitu teori integrasi yang dikemukakan oleh Parsons. Parsons mengatakan bahwa unsur -unsur kebudayaan asing dapat diterima oleh masyarakat setempat apabila kebudayaan asing tersebut dapat menyesuaikan diri dengan b entuk kebudayaan setempat dan sesuai dengan kepribadian

  2

  masyarakat setempat . Dari teori ini dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa sebuah kebudayaan asing agar dapat diterima oleh masyarakat setempat maka harus dapat bekerjasama dengan kebudayaan asli, sehingga terjadi apa yang disebut asimilasi yaitu percampuran dua buah kebudayaan. Menurut Koentjaraningrat proses asimilasi terjadi apabila ada : (i) golongan-golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda, (ii) saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu yang lama, dan yang terakhir (iii) kebudayaan golongan -golongan tadi masing -masing berubah sifatnya yang khas, dan juga unsur-unsurnya masing -masing berubah wujudnya

  

3

menjadi unsur -unsur kebudayaan campuran .

  Perkawinan campur antara etnik Tionghoa dan etnik Jawa di Cilacap merupakan sebagai salah satu bukti adanya suatu integrasi yang terjadi di dalam masyarakat Cilacap. Para pelaku perkawinan campur agar mereka dapat diterima dengan baik oleh masyarakat Cilacap, maka mereka harus dapat menyesuaikan diri dengan budaya asli dan l ingkungan masyarakat Cilacap. Teori inilah yang akhirnya menjawab suatu permasalahan tentang terjadinya perkawinan campur beda etnik yaitu etnik Tionghoa dan pribumi yang ada di Cilacap.

  2 3 Parsons, Mitla Town Of The Souls, Chicago: University of Chicago Press, 1963. hlm. 536

3. Batasan Permasalahan

  Perkawinan menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974 adalah suatu peristiwa yang sakral bagi seorang pria dan wanita karena perkawinan merupakan tanda penyatuan hati antara mereka atas dasar cinta. Meskipun sebenarnya cinta tidak cukup sebagai dasar seseorang untuk melakukan pernikahan, karena berh asil tidaknya suatu perkawinan tidak hanya ditentukan atas dasar cinta tapi masih ada dasar yang lain yaitu kesiapan dari kedua pihak yang akan menikah, baik itu secara fisik maupun

  4 secara mental .

  Perkawinan campuran dapat diartikan sebagai peristiwa bertemunya sepasang (calon) suami istri yang berlainan etnis yang sama-sama bermaksud untuk membentuk suatu rumah tangga (keluarga) yang berdasarkan kasih sayang, yang

  5

  disahkan secara resmi dengan upacara tertentu. Dalam hal ini maka perlu adanya suatu pembahasan mengenai etnis. Untuk itu ada baiknya dipahami terlebih dahulu tentang etnis.

  Etnis berasal dari bahasa Yunani, “ethnos” yang berarti rakyat atau bangsa yang menunjukkan suatu kelompok dengan perasaan etnisitas bersama sebagai etnik.

  Dalam buku

  Ensiklopedia Indonesia dikatakan bahwa etnik berkaitan dengan suatu

4 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan Hukum Adat

  Hukum Agama, Mandar Maju: Bandung, 2003. hlm. 7 5 P. Hariyono, Kultur Cina Jawa Pemahaman Menuju Asimilasi Kultural, Pustaka Sinar Harapan : Jakarta, 1993. hlm 102 kelompok sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu

  

6

karena adat, agama, bahasa, dan sebagainya.

  Kelompok etnik adalah “suatu bentuk kelompok baik kelompok ras maupun yang bukan kelompok ras, yang secara sosial dianggap berada dan telah mengembangkan strukturalnya sendiri”.

  Kelompok etnik: sejumlah orang yang memiliki persamaan ras dan warisan budaya yang membedakan mereka dengan kelompok lainnya. Dengan kata lain, suatu kelompok etnik adalah kelompok yang diakui oleh masyarakat dan oleh kelompok etnik itu sendiri sebagai suatu kelompok yang tersendiri. Walaupun perbedaan kelompok dikaitkan dengan nenek moyang tertentu, namu n ciri-ciri pengenalnya dapat berupa bahasa, agama, wilayah, kediaman, bentuk fisik, atau gabungan dari beberapa

  7 ciri tersebut.

  Perkawinan menurut etnik Tionghoa adalah suatu bentuk untuk melanjutkan hidup klan, sehingga pemilihan jodoh lebih banyak melibatkan keluarga besarnya.

  Dalam memilih pasangan hidupnya biasanya baik, laki -laki maupun perempuan membuat suatu persyaratan yang tidak sama bagi semua bangsa di dunia. Secara umum biasanya masing -masing pihak akan menelusuri latar belakang hidup pihak yang bersangkutan dengan cara melihat

  Shio, She atau Marga si calon atau dengan

  cara meramal calon pasangannya ala orang Tionghoa, jika mereka tid ak mempunyai

  6 7 Hasan Shadily, Ensiklopedia Indonesia, Ichtiar Baru: Jakarta, 1980. hlm. 301.

  

Shio, She, atau Marga yang sama, maka dilakukan pertukaran Men Hu Die, artinya

kesepakatan persyaratan dari kedua belah pihak.

  Sedangkan perkawinan menurut etnik Jawa dimaksudkan untuk membentuk suatu rumah tangga yang berdiri sendiri. Pemilih an calon pasangan merupakan urusan pribadi, keluarga besar memang memegang peranan penting dalam pemilihan calon pasangan. Hanya saja keluarga besar menyarankan agar pemilihan pasangan harus benar-benar memperhatikan prinsip bibit yang berarti asal -usul si calon, bebet yang berarti kelakuan/baik tidaknya watak dan sikap si calon, dan bobot yang berarti kekayaan dan pekerjaannya. Hal itu dilakukan karena keluarga hanya ingin mengetahui asal-usul dan status sosial si calon

  Dari pengertian-pengertian di atas maka dapat diambil kesimpulan tentang terjadinya suatu perkawinan campur antar etnik yang ada di Cilacap. Terjadinya perkawinan campur antara etnik Tionghoa dan etnik Jawa harus membutuhkan adanya suatu interaksi dan hubungan yang erat di antara kedua etnik tersebut di dalam suatu masyarakat, sehingga dapat memudahkan mereka untuk dapat memilih si calon pasangan mengenai status dan asal -usulnya. Maka dalam penulisan mengenai perkawinan campuran ini tidak akan lepas j uga menceritakan pembauran yang dilakukan oleh orang Tionghoa dengan masyarakat sekitar. Oleh karena itu dalam penelitian ini masyarakat adalah sangat penting, karena dipakai sebagai suatu tokoh atau sebagai pelengkap sumber. Maka penulisan ini menggunakan pendekatan dari ilmu sosial khususnya sos iologi dan juga akan menggunakan pendekatan antropologi.

F. Metodologi Penelitian.

a. Metode pengumpulan data

   Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data tertulis dan data

  lisan, maka pengumpulan data yang digunakan dalam penel itian ini adalah metode studi literatur, yakni metode pengumpulan data dengan cara memanfaatkan sumber -sumber tertulis yang ada.

  Karena periode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah periode kontemporer, maka mau tidak mau, penggunaan metode wawancara harus dipergunakan dalam penelitian ini.

  b. Analisis Data Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat

  8

  dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data . Dari pengertian di atas dapat dinyatakan bahwa sebuah analisis merupakan bagian dari suatu penelitian dan proses ini merupakan proses yang penting. Di dalam proses analisis juga terdapat proses verivikasi, dimana data yang sudah diperoleh di lapangan dipil ah-pilah kembali atau dengan kata lain dilakukan pengorganisasian untuk menentukan mana data yang sekiranya relevan dengan tujuan penulisan dan mana yang tidak. Hal ini dilakukan agar tujuan penulisan dapat tercapai dengan baik dan tulisan yang disajikan t idak keluar dari jalur.

8 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Karya CV, 1989.

  Data-data yang diperoleh dari penelitian kepustakaa n dan lapangan diolah dan dianalisis secara kualitatif, artinya semua data yang diperoleh akan dianalisis berdasarkan pada apa yang telah dinyatakan oleh responden dan nara sumbe r secara tertulis dan nyata serta mempelajari gejala dan masalah yang timbul dalam praktek sebagai suatu yang utuh. Setelah data dianalisis, selanjutnya akan ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode berpikir deduktif yaitu suatu pola pikir yang berdasarkan pada hal-hal yang bersifat umum, kemudian ditarik suatu kesimpulan yang bersifat khusus.

c. Historiografi atau penulisan

  Historiografi adalah proses mengkisahkan kembali peristiwa yang sudah ada berdasarkan data-data yang ada. Dalam proses historiografi dilakukan interpretasi.

  Interpretasi adalah penafsiran terhadap sumber -sumber yang ada yang telah diyakini kebenarannya untuk memperoleh hasil yang maksimal dan mendekati kebenaran dari suatu peristiwa. Proses ini dilakukan untuk menghindari unsur subye ktivitas. Bentuk penulisan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis. Di mana dalam penulisan ini peristiwa-peristiwa yang ada tidak hanya diceritakan secara kronologis tetapi juga mengandung analisis.

  G. Sistematika Penulisan Secara keseluruhan penulisan skripsi ini dibagi menjadi enam bab sebagai berikut:

  Bab 1 merupakan pendahuluan yang berisi lata r belakang dan permasalahan, tujuan penulisan dan manfaat penulisan, tinjauan pustaka, kerangka teori dan pendekatan, metode penelitian dan penggu naan sumber serta sistematika penulis.

  Bab II mendeskripsikan latar belakang terjadinya perkawinan campur antara etnik Tionghoa dan etnik Jawa di Cilacap. Bab III berisi tentang proses perkawinan campur antara etnik Tionghoa dan pribumi pasca 1965. Bagian ini merupakan bagian yang s ecara rinci mengemukakan tentang praktik perkawinan pasca 1965, pengertian dan tujuan perkawinan, syarat syahnya perkawinan, dan tata cara perkawinan menurut adat yang dipakai dalam prosesi pernikahan yang dilaksanakan.

  Bab IV berisi tentang bagaimana proses setelah be rlangsungnya perkawinan, yang menyangkut tentang adat menetap sesudah perkawinan, hubungan antara suami dan istri dan antara suami istri dengan kerabatnya, hal perceraian, hukum waris, dan hal pendidikan anak -anaknya.

  Bab V merupakan kesimpulan yang menjawab permasalahan yang diajukan.

BAB II ETNIK TIONGHOA DAN ETNIK JAWA DI CILACAP PASCA 1965 A. Latar belakang masuknya etnik Tionghoa di Cilacap Berdiamnya etnik Tionghoa di Cilacap adalah akibat migrasi, karena adanya

  suatu perdagangan yang mereka lakukan dengan berbagai pedagang -pedagang lain di Nusantara kurang lebih sejak tahun 413 M, perdagangan yang dilakukan dengan perlahan meninggalkan beberapa kelompok etnik Tionghoa di pelabuhan -pelabuhan Nusantara. Jumlah ini tentu makin meningkat, mengingat kekayaan Nusantara yang luar biasa itu. Walaupun agak perlahan dan bertahap, kemudian terjadilah perkawinan campur antara etnik Tionghoa Totok dengan pribumi. Hubungan tersebut melahirkan kelompok Tionghoa Peranakan. Pada tahap ini menurut Hans J. Daeng, para generasi- generasi awal Tionghoa Peranakan itu pasti ditarik ke dalam lingkungan pergaulan

  9

  dengan golongan Tionghoa .

  Totok, mereka dididik menjadi Tionghoa Totok

  Sejak abad ke-17 hingga 20, posisi etnik Tionghoa di Cilacap makin diperkuat lantaran mereka dibutuhkan Belanda sebagai pedagang -antara. Mereka diharapkan menjadi penghubung dalam bidang perdagangan antara pribumi dengan Belanda yang memiliki jaringan perdagangan yang jauh lebih luas. Kasarnya, Tionghoa menguasai

9 Hans. J. Daeng, Manusia, Kebudayaan dan Lingkungan , Pustaka Pelajar: Yogyakarta,

  pasar-pasar desa sampai ke pelabuhan-pelabuhan besar. Semuanya terpelihara dalam sistem jaringan pekerjaan yang saling m enguntungkan.

  Etnik Tionghoa yang ada di Cilacap, sebenarnya berasal dari beberapa kelompok dari berbagai daerah dan beberapa propinsi di negara Cina, di antaranya yaitu

  

Fukien dan Kwangtung, yang sangat terpencar daerah-daerahnya. Setiap imigran yang

  datang ke Cilacap menggunakan bahasa Hokkien, Toechiu, Hakka, dan Kanton yang demikian besar perbedaannya, sehingga pembicaraan dari bahasa yang satu tak dapat

  10

  dimengerti pembicara dari yang lain . Walaupun etnik Tionghoa perantau itu, terdiri dari paling sedikit empat suku -bangsa, namun dalam pandangan masyarakat Cilacap

  11

  pada umumnya hanya terbagi ke dalam dua golongan yaitu Peranakan dan Totok .

  Masyarakat Tionghoa di Cilacap bukan merupakan masyarakat minoritas homogen. Dari sudut kebudayaan, etnik Tionghoa terbagi menjadi dua golongan yaitu golongan Peranakan dan golongan Totok. Golongan Peranakan adalah etnik Tionghoa yang sudah lama tinggal di Cilacap atau hasil dari perkawinan campur dengan pribumi dan umumnya sudah berbaur. Mereka berbahasa Indonesia sebagai bahasa sehari -hari dan bertingkah laku seperti pribumi. Golongan Totok adalah etnik Tionghoa yang sulit beradaptasi dan tidak pernah berbaur dengan masyarakat pribumi, umumnya mereka membuat komunitas sendiri yang mereka lakukan bersama dengan sesama orang Tionghoa Totok. Namun dengan berhentinya migrasi dari Tiongkok, jumlah Totok sudah

10 Kontjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia , Djambatan: Jakarta, 2002. hlm.

  351 11 menurun dan keturunan Totok pun telah mengalami pembauran. Karena itu, generasi

  12 muda Tionghoa di Cilacap sebetulnya sudah mengalami .

  Peranakan

  Penggolongan tersebut bukan hanya berdasarkan kelahiran saja, artinya: golongan

  Peranakan itu, bukan hanya etnik Tionghoa yang lahir di Cilacap atau hasil

  perkawinan campuran antara etnik Tionghoa dengan pribumi, sedangkan golongan

  

Totok bukan hanya etnik Tionghoa yang lahir di negara Tionghoa. Penggolongan

  tersebut juga menyangkut soal derajat penyesuaian atau akulturasi dari para perantau Tionghoa itu terhadap kebudayaan Indonesia yang berada di sekita rnya, sedangkan derajat akulturasi itu tergantung kepada jumlah generasi para perantau itu yang telah berada di Cilacap dan kepada intensitas perkawinan campuran yang telah terjadi diantara para perantau itu dengan etnik Jawa di Cilacap.

  Salah satu hal yang perlu diterangkan mengenai soal identifikasi etnik Tionghoa, ialah soal kewarganegaraan yang merupakan suatu hal yang rumit. Dalam zaman kolonial semua etnik Tionghoa yang ada di Indonesia, secara yuridis diperlukan sebagai satu golongan yang dikenakan sistem hukum perdata yang berbeda dengan orang pribumi, ialah hukum untuk orang Timur Asing. Dalam negara Cina, yang menetapkan ke-dwinegaraan bagi etnik Tionghoa di Indonesia, agar mereka dapat dikenakan aturan-aturan hukum Hindia-Belanda. Keadaan ini diwa risi oleh negara kita, waktu Belanda menyerahkan kedaulatannya kepada kita, pada tahun 1949. pada waktu itu semua etnik Tionghoa di Indonesia mempunyai ke -dwinegaraan, yaitu menjadi warga negara Cina sekaligus merangkap menjadi warga negara Indonesia. 12 Leo Suryadinata, Negara dan Etnis Tionghoa Kasus Indonesia , Pustaka LP3ES Indonesia:

  Sistem kekerabatan etnik Tionghoa di Cilacap sangat kuat. Seperti yang terlihat dalam hubungan yang terjalin antara lapisan buruh dan lapisan majikan, mereka hidup bersama tanpa ada suatu perbedaan yang mencolok. Hal ini disebabkan karena ikatan kekeluargaan yang terjalin diantara mereka sangat harmonis, sehingga perbedaan diantara lapisan buruh dan lapisan majikan pun hampir tidak kentara.

  Pada umumnya etnik Tionghoa di Cilacap mempunyai mata pencaharian sebagai pedagang. Mereka umumnya para pedagang yang dapat membina hubungan baik dengan para penguasa pribumi. Mula-mula di Banten, tetapi kemudian di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Para usahawan Tionghoa ini berfungsi sebagai penghubung antara Indonesia dengan dunia luar, terutama antara Indonesia dengan Tiongkok.

  Mengenai agama, di Cilacap umumnya orang menganggap bahwa etnik Tionghoa itu memeluk agama Buddha. Memang di negara Cina sebagian besar rakyatnya memeluk agama Buddha, tetapi di Cilacap etnik Tionghoa adalah pemeluk agama Buddha, Kungfu-tse, Tao, Protestan, Katholik, atau Islam. Mengenai agama Buddha, Kungfu-tse, dan Tao ketiga-tiganya dipuja bersama-sama oleh suatu unit perkumpulan yang bernama perkumpulan Sam Kauw Hwee atau yang lebih terkenal dengan sebutan perkumpulan tiga agama.