BAB. I PENDAHULUAN - KESADARAN INTUITIF GURU DALAM PENGGUNAAN BAHASA ARAB SEBAGAI BAHASA PENGANTAR DALAM PEMBELAJARAN FIKIH ( Studi Kasus di Madrasah Aliyah Al-Irsyad Tengaran dan Madrasah Aliyah Tahfidzul Qur’an As-Surkati Salatiga Tahun 2015) - Test Rep

  

BAB. I

PENDAHULUAN

A.

   Latar Belakang Masalah

  Bahasa adalah satu hal yang sangat penting dalam sebuah kehidupan manusia. Sebab dengan bahasa itulah manusia bisa berkomunikasi dan

  1 menyampaikan gagasan dan isi pikirannya.

  Acep Hermawan dalam Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab menjelaskan bahwa semua bahasa itu penting dan baik untuk kita ketahui. Itu berawal dari bahasa ibu, bahasa pertama yang dikenal manusia pada tahap awal perkembangan yaitu bahasa yang terbiasa anak-anak gunakan dalam

  2 lingkungan keluarganya.

  Setelah belajar bahasa pertama atau bahasa ibu, selanjutnya belajar bahasa yang bukan bahasa pertama ini, yang disebut dengan bahasa kedua (second language) dan bahasa asing (foreign language). Bahasa kedua adalah bahasa yang digunakan di masyarakat luas, atau bahasa yang diperoleh anak dalam pergaulannya di masyarakat. Sedangkan bahasa asing adalah bahasa yang digunakan oleh orang “asing” atau di luar lingkungan masyarakat atau bangsa.

  Bahasa asing (foreign language) adalah bahasa yang digunakan di luar keluarga dan di luar masyarakat secara umum. misalnya bahasa Arab, Inggris, Jerman, Jepang, Mandarin dan sebagainya.

  Khusus pada bahasa Arab, bahasa Arab adalah kalimat-kalimat yang dipergunakan oleh orang Arab untuk mengungkapkan tujuan-tujuan (pikiran dan perasaan) mereka. Bahasa Arab telah banyak memberi banyak kosa kata kepada bahasa lain dari dunia Islam, sama seperti peranan latin kepada kebanyakan bahasa Eropa. Semasa abad pertengahan, bahasa Arab juga merupakan alat utama budaya, terutama dalam sains, matematika dan filsafat, 1 Ulin Nuha, Metodologi Super Efektif Pembelajaran Bahasa Arab, Jogyakarta: Diva Press, 2012, 27. yang menyebabkan banyak bahasa Eropa turut meminjam banyak kosa kata dari bahasa Arab. Sampai sekarang ini, bahasa Arab masih merupakan bahasa yang tetap bertahan keinternasionalannya, sejajar dengan bahasa internasional

  3 modern, yaitu bahasa Inggris dan Perancis.

  Bahasa Arab memiliki kedudukan yang cukup penting di kalangan kaum muslimin. Hal ini bisa dimaklumi karena bahasa yang digunakan oleh al-

  Qur‟andan al-Hadits adalah bahasa Arab. Seseorang yang ingin mendalami ilmu-ilmu agama Islam baik yang berkaitan dengan fikih, hadits, tafsir maupun yang lainnya, diharuskan menguasai bahasa Arab terlebih dahulu. Tidak mungkin seseorang menguasai dengan baik ilmu-ilmu di atas kecuali dengan menguasai bahasa Arab. Sehingga pada akhirnya, menguasai bahasa Arab merupakan sebuah keniscayaan bagi siapa saja yang ingin menguasai ilmu-ilmu dalam agama Islam.

  Berbicara tentang ilmu-ilmu dalam agama Islam, maka dalam hal ini penulis tertarik membahas ilmu-ilmu yang dipelajari dan sudah menjadi bagian dari ilmu pendidikan agama Islam secara umum, yang mana sumber buku yang dipelajari banyak yang diambil dari kitab-kitab bertuliskan dan berbahasa Arab, dan disampaikan sebagai materi pelajaran di kelas dengan menggunakan bahasa Arab.

  Materi pelajaran Agama Islam banyak merujuk pada beberapa kitab, seperti misalnya pada mata pelajaran Fikih yang merujuk pada kitab

  Bidayatul Mujtahid . Pelajaran Hadits yang lebih banyak merujuk pada kitab Bulughul Marram. Dan pelajaran Tafsir yang lebih banyak untuk dapat lebih

  memahami bahasa dan makna dalam al-Quran. Semua itu lebih banyak berkaitan dengan mutu sumber daya guru yang menyampaikan ilmu-ilmu tersebut. Bagaimana materi dapat diterima dengan baik oleh anak didik jika disampaikan oleh guru yang kemampuan bahasa Arabnya belum optimal.

  Kemampuan guru di sini ialah keahlian secara akademik dan non- akademik yang mana keahlian tersebut dapat dilakukan dengan baik oleh 3 Azhar Arsyad, Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya, Jogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010, 11. guru, dan kemampuan ini berkaitan dengan kesadaran yang ada pada setiap guru. Dalam tulisan ini, penulis memfokuskan pada kesadaran intuitif yang terdapat pada guru. Kesadaran intuitif tersebut merupakan rasa sadar yang lahir dari diri guru dan bukan sekedar karena hal disiplin yang harus dijalankan di sekolah.

  Pesantren Modern maupun pesantren tradisional di Indonesia berlomba-lomba dalam meningkatkan kualitas pendidikan di lingkungan pesantren, termasuk di dalamnya pesantren modern Darussalam Gontor di Jawa Timur, Pesantren Darunnajah di Jawa Barat, Pesantren As-Salam di Jawa Tengah, yang mana hampir di setiap mata pelajaran agama menggunakan bahasa Arab sebagai pengantar dalam pembelajaran. Dengan menggunakan bahasa Arab sebagai pengantar pelajaran, maka dalam posisi ini bahasa Arab bukan lagi sebagai bahasa asing melainkan sebagai bahasa kedua.

  Fenomena yang terjadi adalah banyak ditemukan di beberapa sekolah berbasis Islam, pendidik atau guru yang mengajar pada pelajaran Fikih, namun mereka tidak menguasai bahasa Arab dengan baik, sedangkan sumber- sumber pelajaran Fikih, lebih banyak mengambil dari al-Quran, al-Hadits dan beberapa kitab-kitab bertuliskan bahasa Arab.

  Empat tahun lalu, penulis pernah mendapatkan seorang guru Fikih yang keliru dalam mengucapkan dalil-dalil yang dinukil dari hadits, dan yang lebih memprihatinkan adalah kesalahan penafsiran dalam menjelaskan dalil yang bertuliskan bahasa Arab. Jika itu yang terjadi, bagaimana materi yang diajarkan dapat diterima dengan baik oleh murid. Maka dari itu peneliti tertarik mengambil penelitian dengan judul kesadaran intuitif guru dalam penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa pengantar dalam pembelajaran fikih.

  Penelitian ini akan dilakukan di dua sekolah, yaitu MA Al-Irsyad Tengaran dan MA Tahfidzul Qur‟an As-Surkati Salatiga. Penulis memilih dua sekolah tersebut, dikarenakan kelebihan yang ada. MA Al- Irsyad Tengaran, sampai sekarang berhasil meluluskan para alumni yang rata- rata erat dengan kemampuan bahasa Arab yang mereka miliki. Tidak terkecuali kemampuan guru dalam menyampaikan pelajaran di kelas, termasuk guru Mata Pelajaran Fikih. Adapun MA Tahfidzul Qur‟an As-Surkati Salatiga, adalah Madrasah Aliyah dengan konsentrasi hafalan al-Q ur‟an, yang tetap berusaha menjadikan bahasa arab sebagai bahasa pengantar dalam pelajaran ilmu-ilmu agama, sehingga penulis merasa bahwa melakukan penelitian di dua sekolah ini akan memberikan gambaran hasil yang berbeda dan cukup menarik.

B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah

  Agar penelitian ini terarah dan tidak melebar terlalu jauh maka peneliti membatasi masalah dalam penelitian ini, yaitu pada kesadaran intuitif guru Fikih dalam menggunakan bahasa Arab. Adapun penelitian dilaksanakan pada guru pengajar Fikih jenjang Aliyah sebanyak dua sekolah yaitu; MA Al-Irsyad Tengaran dan MA Tahfidzul Qur‟an As- Surkati Salatiga.

2. Rumusan Masalah

  Untuk memberikan kejelasan dan arah dalam penulisan ini, maka rumusan permasalahan dalam penulisan ini adalah : a.

  Bagaimanakah kesadaran intuitif guru Fikih dalam memahami bahasa Arab sebagai bahasa pengantar pelajaran Fikih di MA Al-Irsyad Tengaran dan MA Tahfidzul Qur‟an As- Surkati Salatiga? b. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran intuitif guru Fikih dalam menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa pengantar pada pelajaran Fikih di MA Al- Irsyad Tengaran dan MA Tahfidzul Qur‟an As- Surkati Salatiga?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

  Berdasarkan Latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan ini adalah: a.

  Untuk mengetahui kesadaran intuitif guru Fikih dalam memahami bahasa Arab sebagai bahasa pengantar pelajaran Fikih di MA Al- Irsyad Tenga ran dan MA Tahfidzul Qur‟an As-Surkati Salatiga.

  b.

  Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran intuitif guru Fikih dalam menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa pengantar pada pelajaran Fikih di MA Al-Irsyad Tengaran dan MA Tahfidzul Qur‟an As-Surkati Salatiga.

2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis

  Secara teoritis penulisan ini berguna sebagai pengembangan keilmuan dalam bidang pendidikan khususnya pada strategi, desain atau perencanaan, pengelolaan dan evaluasi pembelajaran pada mata pelajaran Fikih.

b. Manfaat Praktis

  Secara praktis penulisan ini berguna bagi guru-guru mata pelajaran Fikih dalam mencari alternatif penggunaan bahasa pengantar di kelas, sehingga proses pembelajaran lebih efektif dan efisien.

D. Kajian Pustaka 1. Kesadaran Intuitif Guru Kesadaran menurut bahasa ialah keinsafan; keadaan mengerti.

  Menurut istilah, kesadaran berasal dari kata Sadar artinya merasa, tahu atau ingat (kepada keadaan yang sebenarnya), keadaan ingat akan dirinya, ingat kembali (dari pingsannya), siuman, bangun (dari tidur) ingat, tau dan

  4 4 mengerti. Kesadaran sebagai keadaan sadar, bukan merupakan keadaan Suharso dan Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Widya Karya, yang pasif melainkan suatu proses aktif yang terdiri dari dua hal hakiki; diferensiasi dan integrasi. Meskipun secara kronologis perkembangan kesadaran manusia berlangsung pada tiga tahap; sensansi (pengindraan), perseptual (pemahaman), dan konseptual (pengertian).

  Semua Kegiatan Belajar-Mengajar tidak lepas dari sesuatu yang disebut profesionalisme guru, seperti yang dijelaskan oleh Siti Hindun dalam Pengaruh Profesionalisme Guru Terhadap Hasil Belajar Siswa (Studi Kasus Kelas V di Al-Fath Elementary School Cireundeu), penerbit Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2007. Seorang guru profesional harus mempunyai empat kompetensi guru yang sudah ditetapkan dalam Undang- undang. Dalam keempat kompetensi guru seperti yang dimaksud dalam definisi guru profesional seorang guru harus mempunyai kemampuan dalam menguasai materi pembelajaran secara luas serta. Penguasaan ini meliputi konsep dan struktur, serta metode keilmuan dan seni mengajar.

  Dalam definisi guru profesional, seorang guru harus mempunyai kompetensi kepribadian di mana hal tersebut adalah kemampuan kepribadian yang stabil dan dewasa, arif, bijaksana, berakhlak mulia dan berwibawa. Seorang guru juga harus mempunyai kompetensi profesional yang merupakan kemampuan dalam menguasai materi pembelajaran yang luas dan mendalam. Kemampuan menguasai materi antara lain tentang konsep dan struktur materi ajar, materi ajar yang ada di dalam kurikulum, hubungan konsep antar mata pelajaran terkait. Guru profesional juga harus mempunyai kompetensi sosial yang merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat.

  Berkaitan dengan kemampuan yang stabil, dewasa, arif, bijaksana, berakhlak mulia dan berwibawa tersebut, seorang guru juga dituntut untuk mampu menghadirkan kesadaran pada diri sendiri agar pembelajaran berjalan dengan baik. Seperti pada penelitian dengan judul Kesadaran

  

Intuitif Guru Pendidikan Agama Islam Terhadap Penggunaan Media

  Jakarta Selatan) oleh Rosmalia, penerbit Universitas Islam Negeri Syarif

  5 Hidayatullah, Jakarta pada tahun 2007. Jika Rosmalia meneliti mengenai

  kesadaran intuitif guru Pendidikan Agama Islam terhadap penggunaan media, maka dalam penelitian ini, peneliti tertarik melihat Kesadaran guru secara intuitif dalam penggunaan bahasa pengantar dalam pembelajaran Fikih yaitu penggunaan bahasa Arab.

2. Bahasa

  Bahasa adalah kapasitas khusus yang ada pada yang kompleks, dan

  6

  sebuah bahasa adalah contoh spesifik dari sistem tersebut . Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif antar manusia. Karena dalam berbagai macam situasi bahasa dapat dimanfaatkan. Kemampuan berbahasa merupakan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa. Bahasa itu sendiri adalah alat untuk berkomunikasi melalui lisan (bahasa primer) dan tulisan (bahasa sekunder).

  Ma‟rufatul Hasanah menulis sebuah penelitian yang berjudul

  Penggunaan Bilingual dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di

  7 Kelas X SMAN 1 Sooko Mojokerto . Penelitian ini bertujuan untuk

  mengetahui: a.

  Upaya guru Pendidikan Agama Islam dalam meningkatkan kemampuan bilingual untuk Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di kelas X RSBI SMAN I Sooko Mojokerto.

  b.

  Kendala-kendala yang menghambat penggunaan bilingual pada Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di kelas X SMAN 1 Sooko 5 Mojokerto.

  Rosmalia, Kesadaran Intuitif Guru Dalam Menggunakan Media Dalam Pembelajaran, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2007. 28/03/14) c.

  Solusi untuk mengatasi kendala-kendala dalam penggunaan bilingual pada Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di kelas X SMAN I Soko,Mojokerto.

  Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan Penggunaan bilingual dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di kelas X SMAN 1 Sooko Mojokerto meliputi: upaya guru Pendidikan Agama Islam dalam meningkatkan kemampuan bilingual untuk pembelajaran di kelas X SMAN 1 Sooko Mojokerto berupa persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran.

3. Pelajaran Fikih

  Fikih adalah ilmu yang menerangkan hukum-hukum

  syara’ yang

  bersifat far’iyah (cabang), yang dihasilkan dari dalil-dalil yang tafsil (khusus, terinci dan jelas). Tegasnya, para ahli usul mengartikan fikih adalah mengetahui fikih adalah mengetahui hukum dan dalilnya.

  Seorang guru selain mempunyai kemahiran serta keahlian dari segi pemahaman dan keterampilan pada bahasa, mereka juga dituntut untuk dapat mengamalkan keahlian yang mereka miliki, seperti sebuah penelitian yang berjudul Efeketifitas Penggunaan Media Gambar Dalam

  Pembelajaran Fikih di MTSN 19 oleh Santi Paramitha, Fakultas Ilmu

  Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2001. Dalam penelitian ini, penulis menjelaskan tentang kreativitas guru menggunakan media gambar dalam pembelajaran pelajaran Fikih di kelas.

  Moh. Nur Kholis Awwaluddin mengadakan penelitian tentang penggunaan media pembelajaran dalam meningkatkan motivasi siswa

  8

  dalam pembelajaran Fikih , Hasil penelitian menunjukkan bahwa: a.

  Media visual lebih sering digunakan dalam pembelajaran dengan 8 melihat materi yang disampaikan, karena lebih dapat membantu guru

  http://www.academia.edu/1422547/penggunaan media pembelajaran dalam

  Fikih dalam memahamkan siswa saat pembelajaran. Sehingga, siswa tidak perlu membayangkan tentang apa yang dijelaskan oleh guru.

  b.

  Penggunaan media pembelajaran untuk meningkatkan motivasi siswa dalam pembelajaran Fikih.

E. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian

  Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research), yaitu dengan mengadakan penelitian terhadap obyek yang dituju guna memperoleh data yang benar dan terpercaya yang berkaitan dengan kesadaran intuitif guru fikih dalam menggunakan bahasa Arab, ketika guru yang bersangkutan melaksanakan proses belajar mengajar. Penelitian ini bersifat kualitatif, dimana penulis akan menggali informasi dari orang- orang dan perilaku yang diamati. Penelitian akan dilakukan dengan detail dan obyektif dengan tujuan untuk mendapatkan hasil yang akurat.

  2. Metode Penelitian

  Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, di mana penulis akan menggambarkan fakta yang ditemukan di lapangan secara obyektif.

  3. Pengambilan Sampel a. Obyek Penelitian

  Obyek dalam penelitian ini ialah guru pengampu atau guru yang mengajar pelajaran Fikih di MA Al-Irsyad Tengaran dan MA Tahfidzul Qur‟an As- Surkati Salatiga.

b. Sampel Penelitian

  Data yang diambil dari penelitian ini berasal dari guru yang mengajar pelajaran Fikih di MA Al-Irsyad Tengaran dan MA Tahfidzul Qur‟an As-Surkati Salatiga.

4. Metode Pengumpulan Data a. Observasi

  Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode observasi atau pengamatan sebagai alat pengumpul data. Instrumen pengambil data dengan menggunakan observasi atau pengamatan yang telah dirancang menuru ukuran yang telah ditentukan. Dalam penelitian ini peneliti akan mencatat indikasi yang terlihat dari guru pelajaran Fikih, sebelum jam pelajaran, saat proses dan pada saat evaluasi. Peneliti akan mencatat semua yang dapat dilihat dari tingkah laku guru yang berkaitan dengan indikasi dari kesadaran intuitif sampel. Dan peneliti akan ikut serta di dalam proses Belajar-Mengajar agar mendapatkan data yang dibutuhkan.

  b. Wawancara

  Metode pengambilan data dalam penelitian ini, lebih menitik beratkan ke teknik wawancara, yang mana sebelum mengadakan wawancara, peneliti merancang terlebih dahulu pertanyaan-pertanyaan yang akan ditanyakan agar ketika wawancara, peneliti mendapatkan data yang dibutuhkan dari sampel.

  c. Dokumentasi

  Dokumentasi digunakan untuk memperoleh data atau informasi yang terdapat pada surat-surat, catatan harian, kenang-kenangan, laporan- laporan kegiatan dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini dokumentasi yang dimaksud adalah data-data yang berkaitan dengan proses pembelajaran fikih, seperti Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), contoh- contoh pertanyaan dalam Ujian Tengah atau Akhir Semester.

5. Metode Analisa Data

  Setelah informasi terhimpun, maka analisis data dilakukan dengan cara: a. Reduksi data; dengan mengidentifikasi satuan terkecil yang dikaitkan dengan fokus pada masalah penulisan. Kegiatan ini dilakukan secara berkesinambungan sejak awal kegiatan hingga akhir pengumpulan data. proses kegiatan belajar mengajar guru pada mata pelajaran fikih di dua Madrasah Aliyah yang diteliti.

  b.

  Kategorisasi atau penyajian data; dengan menyusun kategori, mensintesiskan kategori dan mengkaitkan kategori satu dengan yang lainnya.

  c.

  Menyusun hipotesis kerja atau penarikan kesimpulan, dengan cara merumuskan suatu pernyataan yang proposional, yang sekaligus dapat menjawab pertanyaan penulisan.

F. Sistematika Penelitian

  Peneliti memilih desain penelitian berupa Penelitian lapangan, bertujuan untuk mendapat ragam informasi di lapangan dengan beragam metode yang digunakan. Data diambil melalui wawancara yang sudah disusun menurut indikator variabel penelitian yang sudah ditentukan dan observasi lapangan yang dilakukan oleh peneliti selama terjun dalam penelitian.

  Adapun tulisan yang disajikan mencakup pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan signifikasi penelitian, kajian pustaka, metode dan sistematika penelitian. Selanjutnya adalah bab kedua yang lebih banyak memberikan penjelasan pada kajian atau landasan teori yang berkaitan dengan kesadaran intuitif, bahasa Arab dan pelajaran fikih, serta indikator- indikator yang berkaian dengannya.

  Bab ketiga mengemukakan tentang bentuk gambaran umum MA Al- Irsyad Tenga ran dan MA Tahfidzul Qur‟an As-Surkati Salatiga, serta bentuk kegiatan yang dilakukan oleh guru mata pelajaran Fikih, pada saat melaksanakan proses belajar mengajar di kelas.

  Adapun bab empat berisi pemaparan data beserta analisis kritis tentang kesadaran intuitif guru pelajaran fikih dalam penggunaan bahasa Arab, pada saat proses belajar mengajar. Dilanjutkan dengan bab kelima yaitu penutup. Dalam bab ini, penulis mengambil kesimpulan dari hasil penelitian, yang disertai dengan rekomendasi sebagai hasil akhir dari sebuah penelitian.

BAB. II LANDASAN TEORI A.

   Kesadaran Intuitif 1. Pengertian kesadaran intuitif

  Kesadaran menurut bahasa ialah keinsafan; keadaan mengerti. Dan menurut istilah kesadaran berasal dari kata sadar artinya merasa, tahu atau ingat (kepada keadaan yang sebenarnya), keadaan ingat akan dirinya, ingat kembali (dari pingsannya), siuman, bangun (dari tidur) ingat, tau dan

  9

  mengerti. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia; Intuitif artinya

  10 adalah bersifat (secara) intuisi, berdasar bisikan (gerak) hati .

  11 Menurut JP.Chaplin, dalam Kamus Lengkap Psikologi , Intuisi

  adalah : a.

  Pengetahuan langsung atau segera tanpa kesadaran terlibat dalam kegiatan persiapan berpikir (pikiran pendahuluan).

  b.

  Satu pertimbangan yang dibuat tanpa renungan pendahuluan.

  Dalam dunia pendidikan, selain penalaran induktif dan deduktif, ada juga kegiatan berpikir lain yang dinamakan berpikir intuitif. Pendekatan intuitif adalah suatu bentuk pemecahan masalah dalam mengajar atau proses belajar mengajar dengan menggunakan bisikan atau gerakan hati untuk mengerti dan mengetahui sesuatu tanpa berpikir terlebih dahulu. Pendekatan intuitif merupakan sebuah bentuk lain dari

  12 .

  pendekatan induktif Intuisi adalah kemampuan jiwa manusia dalam mendapatkan 9 kesimpulan dari suatu soal tanpa uraian, tanpa ketenangan dan tanpa

  Suharso dan Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Widya Karya, 2009, 437. 10 Suharso dan Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Widya Karya, 2009, 189. 11 J.P.Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, Jakarta: Raja Grafindo, 2004, 260.

  13 analisa apapun. Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan.

  Intuisi yang dialami oleh seseorang bersifat khas, sulit atau tak bisa dijelaskan, dan tak bisa dipelajari atau ditiru oleh orang lain. Kebenaran yang diperoleh dengan pendekatan intuitif disebut sebagai kebenaran intuitif. Kebenaran intuitif sulit untuk dipertanggung jawabkan, sehingga ada pihak-pihak yang meragukan kebenaran macam ini.

  Dalam sebuah jurnal disebutkan, beberapa fakta mengenai orang-

  14

  orang sukses yang berawal dari intuisi mereka yaitu : a.

  Para astronot menghabiskan waktunya untuk berlatih berkreasi secara intuitif.

  b.

  Ray Croch membeli frenchise Mc.Donald dengan harga yang kelewat tinggi, meskipun sebenarnya uangnya tidak cukup untuk membeli waralaba tersebut. Akan tetapi dia mengatakan: “intuisi saya

  mengatakan agar saya terus membelinya dan harus

  ”. Firasat itu terbukti benar. Mc.Donald pertama kali hanya ada 1 di California, tapi sekarang sudah menjadi frenchise yang mendunia.

  c.

  George Eastment, pendiri Eastment KODAK, menyatakan bahwa merk KODAK yang melegenda itu muncul secara intuitif.

  d.

  Sam Walton pendiri Walt Mart menggunakan intuisinya ketika mendirikan sebuah Toko pada 1962 kini ada lebih dari 1300 Toko di seluruh dunia.

  Pengetahuan ini merupakan hasil dari penghayatan pribadi, sebagai hasil ekspresi dan individualitas seseorang, sehingga validitas pengetahuan ini sangat bersifat pribadi. Pengetahuan intuisi berbeda dengan teori ilmiah. Teori ilmiah yang komplit bukanlah dibentuk dari pengetahuan intuisi. Teori ilmiah itu harus logis dan dapat diuji dengan observasi atau eksperimen ataupun melalui keduanya.

  13 14 Abu Ahmadi, Psikologi Umum, Jakarta: Rineka Cipta, 2003, 189.

  Arman Pranata, Melatih dan Mengasah Intuisi

  Intuisi dalam pandangan dunia pendidikan dapat juga diartikan

  15

  sebagai berpikir, dan beberapa ahli menyebutkan definisi dari intuisi , yaitu : a.

  Lynn B Robinson dalam artikelnya “Intuition in Business” yang muncul di The Harbinger (Nov. 17, 1998) mengatakan, salah satu definisi intuisi adalah tindakan atau pengetahuan yang tidak melalui proses rasionalisasi.

  b.

  Gary Zukav, penulis “The Dancing Wu Li Masters, An Overview of the

  New Physics dan Seats of Soul

  ”, mendefinisikan intuisi sebagai pedoman non fisik yang mengarahkan kita untuk mencapai tujuan hidup kita.

  Kata kunci yang bisa kita simpulkan adalah bahwa intuisi itu merupakan: cara memahami atau menerjemahkan, pengetahuan dan pengalaman, pedoman, serta mengenali dan bertindak.

  Manfaat dari intuisi dalam pembelajaran adalah dengan adanya intuisi, maka siswa ataupun guru dapat mengenali dan bertindak dengan baik sesuai kondisi kelas, dikarenakan telah memahami pengalamannya yang didapat di kelas.

2. Indikasi dari sebuah kesadaran intuitif

  Menurut Nancy C. Pohle dan Ellen L. Selover menyatakan

  16

  beberapa indikator intuisi pada seseorang yaitu: a.

  Melihat Jelas b. Pendengaran Yang Jelas c. Pengindraan Yang Jelas

  Seseorang bisa memiliki intuisi yang baik ketika dia sudah melihat dan mendengar sebuah permasalahan tertentu, dimana sesuatu yang dia lihat dan dia dengar itu kemudian diolah oleh pandangan yang baik pula.

  

(05/03/2014) (1999)/ 04/01/2014

3. Manfaat yang didapatkan dari berkembangnya sebuah kesadaran intuitif.

  Hugh Lynn Cayce menyimpulkan bahwa terdapat tiga tujuan yang

  17

  berharga untuk mengembangkan attunement ( proses) intuitif yaitu: a.

   Peningkatan komunikasi.

  Ketika kita belajar untuk menggunakan intuisi kita dengan cara yang positif, pemahaman yang lebih motivasi, pikiran, dan perasaan orang lain dapat terjadi. Hal ini memungkinkan kita untuk menjadi lebih toleran, menerima, dan mengasihi mereka.

  b. Unleashed ( mengembangkan) kreativitas.

  Wawasan intuitif memotivasi kita untuk tumbuh lebih dekat dengan sumber kreatif, sehingga memicu percikan kreatif kita sendiri dan berekspresi, yang merupakan esensi dari kita yang sebenarnya diri.

  c. Penyembuhan orang lain dan diri kita sendiri.

  Seperti kita membiasakan ke tertinggi dalam diri kita sendiri dan merasa termotivasi untuk membantu orang lain, kita membuka diri untuk orang sekitar dan memungkinkan energy penyembuhan untuk beroperasi melalui kita.

  Fungsi intuitif menurut Jung adalah suatu fungsi merasakan, suatu fungsi yang muncul dengan sendirinya secara alamiah dan digerakan dari alam tak sadar manusia. Menurut Jung (2003) seorang yang intuitif sangat optimis dan mempunyai

  18 antusiasme yang tinggi.

  a.

  Membantu mengurangi stres dengan mengidentifikasi dan menangani masalah secara lebih efektif.

  b.

  Mengeluarkan kreativitas dan imajinasi.

   (1999)/ 04/01/2014 18 Ladislaus Naisaban, Psikologi Jung: Tipe Kepribadian Manusia Dan Rahasia Sukses

  c.

  Menghubungkan diri dengan bawah sadar, sehingga dapat mengungkap kebenaran tersembunyi tentang diri sendiri dan situasi dalam hidup.

  d.

  Karena terhubung dengan intuisi akan menghindari terjadi penumpukan emosi dan pikiran negatif.

  e.

  Mengintegrasikan fungsi otak kiri dan kanan, memberikan anda perspektif yang lebih lengkap tentang berbagai isu.

  f.

  Membantu keputusan yang lebih integrative.

4. Faktor- faktor yang dapat mempengaruhi kesadaran intuitif

  19 Adapun Faktor-faktor yang mempengaruhi pendekatan intuitif ,

  yaitu: a.

   Faktor guru

  Seorang siswa tidak akan berpikir intuitif bila mereka tidak pernah melihat bagaimana gurunya berpikir intuitif.

  b. Penguasaan bahan

  Siswa yang menguasai bidang ilmu tertentu akan lebih sering berpikir intuitif dibandingkan dengan siswa yang tidak menguasainya.

  c. Struktur pengetahuan

  Memahami struktur atau seluk-beluk suatu bidang ilmu memberi kemungkinan yang lebih besar untuk berpikir intuitif.

  Menurut Jung terdapat beberapa cara untuk mengembangkan

  20

  kemampuan intuisi dan manfaat mengembangkannya , yaitu: 1.

   Menenangkan pikiran dan mendengarkan.

  Luangkan waktu setiap hari untuk mengalami keheningan. Lakukan latihan menenangkan pikiran dengan menggunakan 19 teknik pernapasan atau meditasi apa pun yang anda inginkan. 20 10-

  02-2014)

  Berikan waktu untuk melepaskan kecenderungan berpikir, atau menganalisis, dan mencoba tahu segalanya. Buka pikiran dan dengarkan. Biarkan pikiran anda berkelana dan terbuka terhadap ide-ide dan solusi yang datang. Intuisi akan menghubungkan anda dengan pengetahuan yang lebih besar. Ini biasanya berkomunikasi melalui simbol-simbol, perasaan dan emosi.

  2. Perhatikan dan Sadari.

  Dalam rangka meningkatkan kemampuan intuitif anda, anda harus memperhatikan apa yang terjadi di sekitar anda. Semakin banyak data dan informasi yang anda serap dari lingkungan anda, maka pikiran bawah sadar anda akan semakin bekerja saat harus membuat sebuah keputusan penting. Karena intuisi anda menggunakan informasi yang dikumpulkan oleh pikiran sadar, semakin banyak tersedia, maka semakin baik solusinya. Demikian juga, pengetahuan dan pemahaman yang diperoleh dari pengalaman berkontribusi terhadap kualitas pandangan yang diberikan oleh intuisi anda. Pikiran bawah sadar mengkomunikasikan informasi kepada pikiran sadar melalui intuisi.

  3. Gunakan pikiran bawah sadar saat anda tidur.

  Sebelum beranjak ke tempat tidur, renungkan pertanyaan dan masalah yang tidak bisa anda temukan solusi pada siang hari. Pikirkan dan cari kemungkinan yang berbeda. Hal ini akan memicu imajinasi anda dan menempatkan bawah sadar bekerja mencari solusi kreatif saat anda tidur. Siapkan pulpen dan kertas sehingga ketika anda bangun pada malam hari anda dapat menulis ide-ide baru yang anda peroleh.

  4. Tuliskan.

  Bila anda meluangkan waktu untuk menulis, anda berada dalam pikiran, perasaan dan ide-ide yang biasanya tidak disadari. pandangan, atau pengetahuan tersembunyi yang berhubungan dengan situasi atau masalah yang memerlukan pemecahan.

B. Bahasa Arab 1. Pengertian Bahasa secara umum a. Pengertian Bahasa

  Bahasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki dua

  21

  pengertian, yaitu : 1)

  Sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. 2)

  Percakapan (perkataan) yang baik; tingkah laku yg baik; sopan santun: baik budi -- nya;-- menunjukkan bangsa, budi bahasa atau perangai serta tutur kata menunjukkan sifat dan tabiat seseorang (baik buruk kelakuan menunjukkan tinggi rendah asal atau keturunan)

  Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif antar manusia. Karena dalam berbagai macam situasi bahasa dapat dimanfaatkan. Kemampuan berbahasa merupakan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa. Bahasa itu sendiri adalah alat untuk berkomunikasi melalui lisan (bahasa primer) dan tulisan (bahasa sekunder). Berkomunikasi melalui lisan (dihasilkan oleh alat ucap manusia), yaitu dalam bentuk simbol bunyi, dimana setiap simbol bunyi memiliki ciri khas tersendiri. Suatu simbol bisa terdengar sama di telinga kita tapi memiliki makna yang sangat jauh berbeda. Misalnya kata

  „sarang‟ dalam bahasa Korea artinya cinta, sedangkan dalam bahasa Indonesia artinya kandang atau tempat. Bahasa sebagai sarana komunikasi mempunyai fungsi utama untuk penyampaian pesan atau makna oleh seseorang kepada orang lain.

21 Suharso dan Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Widya Karya, 2009, 67.

  Menurut Syamsuddin, bahasa memiliki dua pengertian. Pertama, bahasa adalah alat yang dipakai untuk membentuk pikiran dan perasaan, keinginan dan perbuatan-perbuatan, alat yang dipakai untuk mempengaruhi dan dipengaruhi. Kedua, bahasa adalah tanda yang jelas dari kepribadian yang baik maupun yang buruk, tanda yang jelas dari keluarga dan bangsa, tanda yang jelas dari budi

  22 kemanusiaan .

  23

  b. : Fungsi bahasa dalam masyarakat

  1) Alat komunikasi ekspresif, menyampaikan perasaan, pikiran, kehendak atau sikap (simbolik, emotif, efektif).

  2) Alat komunikasi argumentatif, menyampaikan suatu pengetahuan sebagai sebuah pikiran lengkap dengan jalan pikiran yang melatarbelakanginya.

  3) Dengan bahasa maka manusia dapat hidup dalam dunia pengalaman yang nyata dan dunia pengalaman yang simbolik yang hanya dapat dinyatakan dengan bahasa.

  4) Dengan bahasa manusia dapat memberi arti pada kehidupannya.

  Adapun bahasa Indonesia, maka diantara fungsi-fungsinya

  24

  adalah: 1) Lambang kebanggaan nasional. 2) Lambang identitas nasional. 3)

  Alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang social budaya dan bahasanya. 4) Alat perhubungan antar budaya antar daerah.

  

(27/01/2014) 23 24 Kinayati Djojosuroto, Filsafat Bahasa, Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007, 75.

  Masnur Muslich dan I Gusti Ngurah Oka, Perencanaan Bahasa Pada Era Globalisasi, Jakarta: Bumi Aksara, 2010, 34.

  25 c.

   Macam dan jenis ragam bahasa :

  1) Ragam bahasa pada bidang tertentu seperti bahasa istilah hukum bahasa sains, jurnalistik dan sebagainya.

  2) Ragam bahasa pada perorangan atau idiolek seperti gaya bahasa mantan Presiden Soeharto, gaya bahasa Binyamin. S dan sebagainya.

  3) Ragam bahasa pada sekelompok anggota masyarakat suatu wilayah seperti dialeg bahasa madura, medan, sunda, dan lain- lain.

  4) Ragam bahasa pada masyarakat suatu golongan seperti ragam bahasa orang akademisi berbeda dengan ragam bahasa orang jalanan.

  5) Ragam bahasa pada bentuk bahasa seperti bahasa lisan dan bahasa tulisan.

  6) Ragam bahasa pada suatu situasi seperti ragam bahasa formal dan informal.

  Bahasa Pengantar sendiri adalah bahasa yang dipakai untuk berkomunikasi dalam perundingan, pemberian pelajaran di sekolah dan sebagainya.

2. Kedudukan bahasa Arab a. Terdapat kaitan yang erat antara al-Qur’andengan bahasa Arab, yaitu:

  1) Al-Qur‟anditurunkan oleh Allah Ta’ala dengan menggunakan bahasa arab. Ini telah dijelaskan dalam surat An-Nahl ayat 103:

  (( ِهٍَْنِإ ٌَوُذ ِحْهٌُ يِزَّنا ٌُاَسِن ٌشَشَت ُهًُِّهَؼٌُ اًَََِّإ ٌَىُنىُقٌَ ْىُهَََّأ ُىَهْؼََ ْذَقَن َو )) ٌٍٍِثُي ًٌِّت َشَػ ٌٌاَسِن اَزَه َو ًًٌَِّجْػَأ

  25 (28/01/2014)

  Artinya: “Dan sesungguhnya kami mengetahui bahwa mereka berkata: sesungguhnya Al-

  Qur‟anitu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad). Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya bahasa ‟Ajam, sedang al-Qur‟anadalah dalam bahasa Arab yang terang”. (QS. An-Nahl : 103). 2)

  Maksud dari kandungan al-Qur‟ansecara menyeluruh tidak akan bisa difahami dengan baik, kecuali oleh orang-orang yang memahami bahasa arab. 3)

  Syarat penafsir adalah mengusai bahasa Arab. Orang yang ingin menafsirkan al-Q ur‟an, maka dia harus menguasai bahasa Arab terlebih dahulu, karena al-

  Qur‟anditurunkan dengan menggunakan

  26 bahasa Arab.

  4) Adanya perintah untuk menguasai ilmu nahwu dan ilmu balaghah, sehingga seorang mufassir mampu untuk mengetahui

  i’jaz yang

  27

  ada dalam al-Q ur‟an.

  b.

  Bahasa Arab dan al-hadits an-nabawi: 1)

  Hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallama menggunakan bahasa Arab. Dalam

  Jaami’ul Ushul fii Ahaaditsir Rasul, Ibnul

  Atsir telah menjelaskan bahwa dasar untuk dapat mengetahui dan memahami hadits Rasulullah

  Shallallahu ‘alaihi wa Sallama

  adalah dengan menguasai bahasa Arab. Beliau mengatakan:

  ِد ْوُس ُىِن ِثٌِْذَحنا ِحَف ِشْؼًَِن ٌمْصَأ اًَُه ٌٍَِْزَّهنا ِبا َشْػِلإا َو ِحَغُّهنا ُحَف ِشْؼَي " ."ِب َشَؼنا ٌِاَسِهِت ِج َشَّهَطًُنا ِحَؼٌْ ِشَّشنا

  26 27 Manna‟ Al-Qatthan, Mabahits fii uluum al-qur’an, Muassasah Ar-Risalah, 2009, 331.

  

Manna‟ Al-Qatthan, Mabahits fii uluum al-qur’an, Muassasah Ar-Risalah, 2009, 331.

  Artinya: “Mengetahui bahasa Arab dan i’rab adalah dasar untuk dapat mengerti hadits, karena syariat yang suci ini datang dengan

  28

  menggunakan bahasa Arab ”. 2)

  Menyesalnya seorang ulama hadits karena tidak mendalami bahasa Arab. Imam Abdurrahman bin Mahdi pernah mengungkapkan penyesalannya karena tidak mendalami masalah bahasa Arab, sebagaimana ungkapannya:

  "ِحٍَِّت َشَؼنا ًِف ْشُظََْأ ْىَن ًََِّأ ًِْرَياَذََ ٍئٍَْش ىَهَػ ُدْي ِذََ اَي"

  Artinya: “Tidaklah aku menyesal atas sesuatu seperti penyesalanku

  29

  bahwa aku tidak mendalami bahasa Arab ”. 3)

  Kejahilan terhadap ilmu nahwu (tata bahasa Arab) dapat menjadikan orang berdusta atas nama Rasulullah Shallallahu

  Alaihi wa Sallamaa . Apabila seseorang tidak memahami nahwu

  (ilmu tata bahasa Arab), maka dia akan banyak mengucapkan hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallamaa dengan salah ditinjau dari susunan tata bahasa Arab, padahal hadits dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallamaa tidak ada yang salah susunannya.

  4) Orang yang lahn (salah) dalam meriwayatkan dari syaikhnya dapat menyebabkan terjatuh ke dalam kedustaan. Seorang murid yang mengambil suatu hadits dari syaikhnya secara selamat dari lahn, kemudian ia meriwayatkannya secara lahn, maka ia telah berdusta atas syaikhnya itu. Hammad bin Salamah berkata:

  "ًََّهَػ َبَزَك ْطَقَف ،ًِثٌِْذَح ًِف ٍََحَن ٍَْي "

  “Barangsiapa yang lahn (salah) dalam haditsku maka sungguh ia

  30 28 telah berdusta atasku ”.

  Ibnu Al-Atsir Al-Jazari, Jaami’ul Ushul fii Ahaaditsir Rasul, Maktabah Darul Bayan, 1969, I/37. 29 Ibnu Hibban Al-Busti, Ra udhatul Uqola’, As- Syariqah, Darul Fath, 1995, 268.

  5) Banyaknya celaan ulama terhadap pelajar ilmu hadits yang tidak memahami kaidah bahasa Arab. Termasuk kekurangan yang dimiliki oleh pelajar ilmu hadits adalah apabila dia tidak mengetahui ilmu nahwu dan kaidah bahasa Arab. Banyak ulama yang mencela orang tersebut, di antaranya adalah pernyataan Syu‟bah berikut ini:

  اَهٍَْهَػ ِحَّتاَّذنا ُمْثِي َىْحَُّنا ُف ِشْؼٌَ َلَ َو َثٌِْذَحنا ُةُهْطٌَ يِزَّنا ُمَثَي " "ٌئٍَْش اَهٍِْف َسٍَْن ُج َّلََّخًُنا

  Artinya: “Perumpamaan orang yang belajar ilmu hadits, tetapi dia tidak mengerti nahwu adalah seperti binatang yang di atasnya

  31

  terdapat keranjang akan tetapi tidak ada apa-apanya ”. 6)

  Banyaknya anjuran bagi para penuntut ilmu hadits untuk belajar bahasa Arab. Para ulama ahli hadits telah banyak menganjurkan para penuntut ilmu hadits agar belajar bahasa Arab. 7)

  Mengutamakan hadits yang sesuai dengan kaidah bahasa daripada yang menyimpang darinya. Imam Abu Bakar al-Khathib al- Baghdadi juga telah membuat bab khusus dalam Al-

  Jaami’ , yaitu:

  “Pembahasan tentang pengembalian hadits kepada kebenaran

  apabila orang yang meriwayatkannya telah menyelisihi 32 kandungan i’rob”.

30 Abdurrahman Al-Anbari, Nuz- hatul Alibba’ fi Thobaqootil Udaba’, Al-Qahirah: Darul Fikri Al- Arabi, 1998, 45.

  31 32 Ibnu Hibban Al-Busti, Ra udhatul Uqola’, As- Syariqah, Darul Fath, 1995, 175.

  Al-Khatib Al-Baghdadi, Al- Jaami’ lii Akhalaaqi Ar- Rawi, Beirut: Muassasah Ar- Risalah, 1996, II/5.

c. Ada hubungan erat antara bahasa Arab dan ilmu fikih, yaitu:

1) Sumber utama fikih Islami adalah dan al-Hadits.

  Mengingat bahwa sumber utama fikih adalah al- Qur‟andan al-Hadits yang memakai bahasa Arab, maka sudah sepantasnya bagi orang yang belajar fikih untuk menguasai bahasa Arab.

  2) Referensi asli masalah fikih dari berbagai madzhab menggunakan bahasa Arab.

  Kitab-kitab induk dalam masalah fikih aslinya adalah dengan menggunakan bahasa Arab. Sedangkan belajar ilmu fikih tidak dapat lepas dari kitab-kitab induk tersebut. 3)

  Memahami kosa kata Arab adalah salah satu kebutuhan penuntut ilmu fikih.

  Seorang penuntut ilmu fikih seharusnya dapat menguasai dan memahami kosa kata dalam bahasa Arab. Hal itu karena dasar utama masalah fikih

  • – yaitu al-Qur‟an dan al-Hadits – berbahasa Arab. Selain itu referensi masalah fikih dari berbagai madzhab juga dalam bahasa Arab.

  4) Pemahamannya lebih mendalam

  Orang yang memahami bahasa Arab lebih memahami apa yang difirmankan Allah dan disabdakan oleh Rasulullah

  

Shallallahu ‘alaihi wa Sallamaa. Imam Syafi‟i berkata:

  "

  "ْىُهُشٍَْغ ُش ِصْثٌُ َلَ اَي ٌَ ْوُش ِصْثٌُ ، ِسَْ ِلإا ٍُّ ِج ِحٍَِّت َشَؼنا ُباَحْصَأ

  Artinya: “Para ahli bahasa Arab adalah jinnya manusia, karena mereka dapat mengetahui apa yang tidak dilihat oleh orang selain

  33

  mereka .”

  5) Belajar bahasa Arab bertahun-tahun agar dapat mengetahui fikih

  Imam Syafi‟i adalah seorang ahli fikih yang asli keturunan 33 Arab yaitu dari kabilah Quraisy. Meskipun demikian beliau tetap

  Al- Baihaqi, Manaaqibusy Syafi’i, Al- Qahirah: Daru At-Turats, II/53, 1970. belajar bahasa Arab selama dua puluh tahun, dan beliau mengatakan: "

  "ِهْقِفنا ىَهَػ َحََاَؼِرْسِلَا َّلَِإ اَزَهِت ُخْدَسَأ اَي

  Artinya: “Tidaklah aku menginginkan dalam mempelajari ini, 34 melainkan agar mudah dalam mempelajari fikih .”

  Bahasa Arab juga memiliki hubungan yang erat dengan munculnya dan tersebarnya bid‟ah. Hal itu karena di antara sebab timbulnya bid‟ah adalah al-jahl bil lughotil ’arobiyyah (kejahilan terhadap bahasa Arab). Artinya bahwa tatkala ada orang yang tidak memahami bahasa Arab dengan pemahaman yang sebaik-baiknya kemudian dia membaca nash- nash syar‟i, maka ia dapat memahaminya dengan pemahaman yang salah, sehingga terjatuhnya ke dalam bid‟ah, baik dalam masalah aqidah maupun masalah ibadah amaliyyah.

34 Al-Baihaqi, Manaaqibusy Syafi’i, Al- Qahirah: Daru At-Turats, II/42, 1970.

C. Fikih 1. Pengertian fikih

  35 Menurut bahasa, Fikih berarti faham atau tahu. Menurut istilah,

  fikih berarti ilmu yang menerangkan tentang hukum- hukum syara‟ yang berkenaan dengan amal perbuatan manusia yang diperoleh dari dalil-dalil

  36 tafsil (jelas). Orang yang mendalami fikih disebut dengan fakih.

  Jamaknya adalah fuqaha, yakni orang-orang yang mendalami fikih.

  2. Obyek ilmu fikih