Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wirausaha Migran Makassar di Papua T2 092010004 BAB VI

Bab 6

Penguatan Identitas Sosial
dan Kemampuan Berusaha

Pengantar

B anyak orang menganggap melakukan kegiatan usaha (berusaha)
adalah kegiatan yang beresiko, karena itu mereka enggan, bahkan takut
untuk melakukan kegiatan usaha. Tetapi melakukan kegiatan usaha
justru mendatangkan kuentungan tersendiri bagi Rauf M uchsin,
M uhajdril Ismail, Sulaiman Baco, Jalnudin Ramli dan Nursama Asmi
(selanjutnya akan disebut; migran M akassar). Karena dengan berusaha
di Jayapura, migran M akassar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya,
dan dapat memiliki berbagai aset fisik, seperti rumah, tanah, kendaraan
dan lain-lain.
Pencapain tersebut secara tidak langsung mencerminkan adanya
kemampuan migran M akassar dalam berusaha di Jayapura. Kenyataan
tersebut, menimbulkan pertanyaan mendasar; bagaimana migran
M akassar mampu memulai dan mengembangkan usahanya di Jayapura,
padahal mereka adalah kaum migran, dan biasanya kaum migran

memiliki akses yang terbatas terhadap sumber daya di daerah migrasi 1.
Bila memgacu pada bab lima, yang membahas tentang pengalaman
berusaha dari migran M akassar. Jawaban untuk pertanyaan di atas,
dapat dengan mudah ditebak. Karena dalam pembahasan bab lima,
secara jelas memperlihatkan bahwa migran M akassar dapat memulai
dan mengembangkan usaha di Jayapura, karena adanya sumber daya
usaha seperti informasi, modal usaha (uang), bahan baku, dan ijin usaha,
yang diberikan oleh organisasi IKBM, dan anggota IKBM lainnya.

1

Untuk memperjelas dan membuktikan bahwa migran biasanya memiliki akses yang
terbatas terhadap sumber daya di daerah migrasi, baca Mc niki, (2014). Erlado, (2014).
Danurmandhany, (2013).

79

Jawaban diatas tidak salah, karena memang kenyataannya
demikian. Tetapi jawaban tersebut, menyisihkan pertanyaan lain, yaitu;
mengapa organisasi IKBM , dan anggota IKBM , bersedia memberikan

dukungan, dalam proses berusaha yang dilakukan migran M akassar, di
Jayapura. Untuk menjawab pertanyaan ini, maka penulis melakukan
sintesa terhadap pembahasan pada bab lima, dan pembahasan pada bab
empat.
Hasil sintesa tersebut, menunjukan bahwa ada hubungan antara
penguatan identitas sosial etnis M akassar, yang dilakukan oleh migran
M akassar. Dengan, kesedian organisasi IKBM dan anggota IKBM ,
memberikan dukungan dalam proses berusaha migran M akassar.
Hubungan itu terletak pada rasa percaya dari organisasi IKBM dan
anggota IKBM, terhadap migran M akassar. Artinya, karena migran
M akassar melakukan penguatan terhadap identitasnya sebagai etnis
M akassar, sehingga ada kepercayaan dari organisasi IKBM dan anggota
IKBM. kepercayaan itulah yang membuat sehingga organisasi IKBM
dan anggota IKBM , bersedia memberikan dukungan dalam proses
berusaha yang dilakukan migran M akassar.
Dengan demikian penjelasan tentang kemampuan berusaha migran
M akassar, di Jayapura, akan menjadi seperti ini; M igran M akassar
mampu berusaha di Jayapura, karena adanya dukungan dari organisasi
IKBM dan anggota IKBM , dalam hal memberikan modal usaha (uang),
informasi, bahan baku, dan ijin usaha. Penjelasan ini sekaligus jawaban

atas pertanyaan mendasar; mengapa migran makassar mampu berusaha
di Jayapura, padahal mereka adalah kaum migran.
Sebagai gambaran awal tentang bagaimana migran M akassar
mampu melakukan kegiatan usaha di Kota Jayapura, maka gambar
berikut merupakan proses yang migran M akassar lalui untuk
memperoleh modal usaha (uang), informasi, bahan baku, dan ijin usaha.

80

Gambar 6.1
Pola2 Terbentunya Kemampuan Berusaha
Migran Makassar

M igrasi Berantai, Cara M engatasi Kerentanan Ekonomi
Pada pembahasan bab empat tentang profil informan, migran
M akassar pada umumnya mengatakan bahwa mereka bermigrasi karena
ingin memperbaiki kondisi ekonominya, dan keluarganya. Hal itu
2

Pola terbentuknya kemampuan berusaha migran Makassar, dibuat atas dasar imajinasi

penulis, setelah melakukan peneliskan terhadap dua bab empiris, yaitu bab empat dan
bab lima. Tujuan dari gambar ini, ingin menjelaskan bahwa wirausaha migran Makassar
mengalami kerentanan ekonomidi kampung halaman. Karena itu, mereka berinisiatif
untuk melakukan migrasi mengikuti teman/kerabat, ke Kota Jayapura. Setelah berada di
Jayapura, mereka bergabung dengan I KBM untuk mendapatkan pengakuan sosial dari
sesama migran Makassar di Kota Jayapura (melakukan penguatan identitas sosial etnis).
Karena mereka bergabung dengan I KBM, maka ada rasa kepercayaan dari anggota
I KBM dan organisasi I KBM, sehingga terbentuk jaringan sosial diantara mereka dengan
anggota I KBM dan organisasi I KBM. Jaringan sosial inilah yang kemudian dimanfaatkan
oleh migran Makassar untuk memperoleh sumber daya usaha, seperti I nformasi, bahan
baku, ijin usaha, dan modal usaha. Dengan demikian migran Makassar memiliki
kemampuan untuk memulai dan atau mengembangkan usaha (berusaha), di Kota
Jayapura.

81

berarti migran M akassar mengalami kondisi kerentanan ekonomi di
daerah asalnya (M akassar). Hal ini seperti yang dikatakan oleh
Kerentanan ekonomi adalah kerapuhan secara ekonomi yang dialami
oleh individu, atau keluarga, atau masyarakat, sehingga menyebabkan

kondisi tidak siap secara ekonomi untuk menghadapi ancaman
(Apriliana, 2012)
Kondisi kerentanan ekonomi yang dialami oleh migran M akassar,
awalnya terjadi karena rendahnya pendapatan keluarga (orang tua).
Karena itu, migran M akassar telah berusaha untuk mengatasi
kerentanan ekonomi tersebut, dengan cara bekerja. Tetapi karena
minimnya penghasilan yang diterima oleh migran M akassar, dari
pekerjaan yang mereka lakukan. Sehingga migran M akassar tetap
mengalami kondisi kerentanan ekonomi, di daerah asalnya.
Jika demkian kenyataannya, muncul suatu pertanyaan; mengapa
migran M akassar memilih bermigrasi, sebagai cara untuk mengatasi
kerentanan ekonominya. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, ada
baiknyanya untuk menjawab lebih dulu, tentang bagaimana migran
M akassar bermigrasi.
Dalam hal bermigrasi ke Jayapura, migran M akassar pada
umumnya mengikuti teman atau kerebatnya, yang lebih dulu
bermigrasi dan tinggal di Jayapura. Contohnya, Baco bermigrasi
mengikuti
pamannya,
kemudian

Ramli
mengikuti
Baco
(sahabat/temannya) untuk bermigrasi, dan Ramli mendatangkan adik
iparnya, yaitu Asmi.
Pola migrasi seperti demikian, sering disebut sebagai pola migrasi
berantai. Pola migrasi berantai adalah perpindahan penduduk dari satu
daerah ke daerah yang lain yang kemudian diikuti oleh penduduk
daerah asalnya, karena adanya ajakan atau hasutan dan atau karena
difasiltasi oleh orang pertama yang telah berhasil di daerah tujuan
migrasi (Susanti et al , 2013).
Pola migrasi berantai yang dilakukan migran M akassar, menujukan
bahwa ada pemanfaatan jaringan sosial dalam hal bermigrasi. Hal itu
berarti migran M akassar memilih bermigrasi, sebagai cara untuk
mengatasi kerentanan ekonominya, karena migran M akassar memiliki
sumber daya dalam bentuk jaringan sosial. Itulah jawaban atas
82

pertanyaan; mengapa migran M akassar memilih bermigrasi, sebagai cara
untuk mengatasi kerentanan ekonominya.

Setelah melakukan migrasi berantai, dan bekerja di Kota Jayapura.
Perlahan-lahan, migran M akassar dapat mengatasi kondisi kerentanan
ekonominya. Karena itu, migrasi berantai dikatakan sebagai cara migran
M akassar mengatasi kondisi kerentanan ekonomi yang dihadapinya.

I dentitas M akassar
Untuk dapat mengetahui identitas seseorang, tidak selamanya harus
mendengar pengakuan dari orang tersebut. Kerena identitas seseorang
dapat nampak dari ciri-ciri fisik, penampilan, atau bahasa yang
dipergunakannya. Identitas seseorang juga dapat nampak dari perilaku
dan sifat yang ditampilkannya.
M asyarakat kota Jayapura pada umumnya, sering menganggap
seorang yang beridentitas M akassar adalah orang dengan kulit putih
kekuningan (sawo mateng), serta mengunakan perhiasan yang banyak,
dan berbusana dengan warna mencolok (merah, hijau muda, ungu).
Hal itu berarti identitas seorang M akassar, dapat dikenal dari bentuk
fisik dan penampilannya.
Selain itu, seorang M akassar juga dapat dengan mudah dikenali
identitasnya, karena sering berbicara dengan intonasi kuat dan tegas,
sambil mengunakan kata-kata seperti; ididih, tena-me. atau a-nu toh.

Artinya, identitas seorang M akassar juga dapat dikenal dari cara
berbicra dan bahasa (istilah) yang sering diucapkan.
Itulah beberapa parameter yang secara lazim digunakan orang
(khususnya masyarakat Jayapura), untuk mengenali orang yang
beridentitas M akassar. Disamping beberapa parameter lainya, seperti ;
agama, tempat tinggal, profesi, sifat, adat istiadat, dan senjata untuk
membela diri.
Tidak menutup kemungkinan migran M akassar (anggota IKBM ) di
Jayapura, juga menggunakan parameter yang sama untuk mengenali
orang M akassar. Tetapi yang menjadi pertanyaan; apakah parameter
yang sama juga menjadi tipe ideal bagi migran M akassar untuk
melakukan kategorisasi sosial (untuk membedakan in-grup dan out
83

grup). Untuk itu, dalam kajian ini akan membahas salah satu tipe ideal
yang harus dipenuhi oleh seorang migran M akassar, agar identitas sosial
M akassar yang disandangnya, boleh mendapat pengakuan sosial dan
kesetaraan sosial dari sesama migran M akassar, di Jayapura. Serta
bagaiman seorang migran M akassar, dapat memperkuat identitas
sosialnya.


Tipe I deal I dentitas M akassar Di Jayapura.
Tak bisa dipungkiri bahwa etnis merupakan suatu identitas sosial
yang given. Tetapi dalam kenyataanya, identitas etnis sering
dikontruksikan berdasarkan sejarah. Untuk itu, suatu kelompok etnis
migran juga biasanya mengkontruksi identitas etnis mereka,
berdasarkan sejarah atau kebiasaan mereka di daerah migrasi. Karena
itulah, maka munculah tipe ideal, yang harus dipenuhi oleh seorang
migran, agar identitas sosial etnis yang disandangnya, bisa mendapat
pengakuan sosial dan kesetaraan sosial dari sesama etnisnya di daerah
migrasi (Rayaho, 2010, Davis, 2013).
Jika demikian, maka tentu migran M akassar di Jayapura, juga
mengkontruksi identitas etnis mereka, berdasarkan sejarah atau
kebiasaan mereka di Jayapura. Hal itulah yang memunculkan adanya
tipe ideal, yang harus dipenuhi oleh seorang migran M akassar, agar
identitas sosial M akassar yang disandangnya, boleh mendapat
pengakuan sosial dan kesetaraan sosial dari sesama migran M akassar, di
Jayapura.
Bila mengamati bab empat tentang alasan meraka bergabung
dengan IKBM. Akan nampak bahwa salah satu tipe ideal yang harus

dipenuhi oleh seorang migran M akassar, yaitu menjadi anggota
organisasi IKBM . Tipe ideal ini muncul karena berdasarkan sejarah
keberadaan migran M akassar, di Jayapura. Pada tahun 1970-an, migran
M akassar di Jayapura, telah mendeklarasikan bahwa mereka telah
bergabung menjadi satu dalam organisasi IKBM. Organisasi IKBM
merupakan salah satu organisasi masyarakat (ormas) di Kota Jayapura.
Tujuan organisasi IKBM didirikan adalah untuk menghimpun dan
memberdayakan masyarakat migran M akassar di Jayapura. Agar tercipta
kekerabatan, keharmonisan dan kesejahkteraaan hidup migran
M akassar di Jayapura.
84

Sejak adanya deklarasi tersebut, migran M akassar di Jayapura selalu
diidentikan dengan organisasi IKBM. Karena itu, menjadi anggota
organisasi IKBM adalah salah satu tipe ideal, yang harus dipenuhi oleh
seorang migran M akassar, agar identitas sosial etnis M akassar yang
disandangnya, mendapat pengakuan sosial dan kesetaraan sosial dari
sesama M akassar, di Jayapura.
Tipe ideal ini terus dipertahankan hingga saat ini, melalui doktrindoktrin yang terus dilancarakan oleh pengurus organisasi IKBM,
bahkan juga oleh anggota IKBM pada umumnya. Sebagai contoh adanya

doktrin, yang mempertahankan keberadaan tipe ideal ini, yaitu
pernyataan M uchsin berikut;
“saya pertama tidak mau bergabung dengan IKBM, karena saya
pikir; saya datang untuk kerja, bukan untuk ikut segala macam. Tapi
akhirnya saya gabung dengan IKBM, karena Yusman bilang ke saya;
‘Muchsin, kita ini kan dirantau, jadi kita harus cari teman, makanya
kau harus ikut IKBM, supaya orang Makassar lain bisa kenal kau,
dan anggap kau juga orang Makassar, biar kalau kau susah, mereka
mau bantu’. Kata-kata itu juga yang saya pakai untuk ajak ismail
gabung dengan IKBM”.

Pernyataan M uchsin dengan jelas memperlihatkan adanya doktrin
pendahulu yang membuat sehingga muncul presepsi bahwa menjadi
anggota IKBM , merupakan salah satu tipe ideal yang harus dipenuhi
oleh seorang migran M akassar, agar identitas sosial M akassar yang
disandangnya, mendapat pengakuan dari sesama migran M akassar.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa menjadi anggota IKBM ,
merupakan salah satu tipe ideal identitas sosial M akassar, di Jayapura.
Tipe ideal ini dikontruksikan berdasarkan sejarah keberadaan migran
M akassar di Jayapura, dan tipe ideal ini dipertahankan melalui doktrin
dari pengurus organisasi IKBM, maupun anggota IKBM pada umumnya.

Penguatan I dentitas Sosial M akassar
Karena menjadi anggota organisasi IKBM merupakan salah satu
tipe ideal yang harus dipenuhi oleh seorang migran M akassar, agar
identitas sosial etnis M akassar yang disandangnya, mendapat pengakuan
sosial dan kesetaraan sosial dari sesama M akassar, di Jayapura. Sehingga
dengan kata lain, menjadi anggota organisasi IKBM merupakan salah
85

bentuk penguatan terhadap identitas sosial, yang dimiliki migran
M akassar.
Untuk menjadi anggota IKBM , tidak memerlukan biaya ataupun
syarat-syarat yang sulit. Syarat utama untuk menjadi anggota IKBM
adalah harus berasal dari daerah M akassar. Kemudian, syarat kedua
adalah sekali mengikuti kegiatan silaturahmi IKBM, dan mengisi
formulir keanggotaan IKBM .
Tetapi yang menjadi pertanyaan, yaitu bagaimana seorang migran
M akassar, yang baru datang dari M akassar, ke Jayapura. Dapat
mengetahui adanya organisasi IKBM , dan bergabung menjadi anggota
IKBM. Padahal IKBM , tidak pernah melakukan promosi akan
keberadaannya di Kota Jayapura.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka ada baiknya untuk
melihat kembali pembahasan pada bab empat, khusunya pembahasan
tentang pengalaman awal migran M akassar di Kota Jayapura. Karena
pada pembahasan tersebut, migran M akassar telah mengisahkan
bagaimana mereka dapat mengenal dan bergabung dengan IKBM.
Sebagai contoh adalah kisah yang diceritakan oleh Baco, ketika dia baru
datang dari M akassar, ke Jayapura. Dalam penuturannya, Baco mengaku
mengetahui adanya organisasi IKBM, karena diperkenalkan oleh
Pamannya. Kemudian dia dapat bergabung menjadi anggota IKBM,
karena dia diajak oleh pamanya, untuk mengikuti silaturahmi IKBM.
Kisah yang serupa juga dituturkan oleh migran M akassar lainnya,
yaitu M uchsin, Ismail, Ramli dan Asmi. M ereka juga pada umumnya
mengaku dapat mengenal dan dapat bergabung dengan organisasi
IKBM, karena diperkenalkan dan diajak oleh teman atau kerabat, yang
lebih dulu tinggal di Jayapura, dan menjadi anggota IKBM. Dari
pengalaman empiris migran M akassar, dapat ditarik suatu kesimpulan
bahwa karena adanya peran aktor, yang memfasilitasi migran M akassar
untuk bergabung dengan organisasi IKBM, maka migran M akassar
dapat melakukan penguatan terhadap identitas sosialnya.

86

Peran I KBM dan Sesama Anggota I KBM
Dalam konteks relasi sosial, tak satu orang pun memiliki identitas
sosial tunggal (single-identity). Dengan kata lain, dalam diri setiap
orang selalu melekat identitas sosial majemuk (multiple-identities).
Tetapi terkadang untuk mencapai tujuan tertentu dalam hidup,
seseorang akan lebih mengidentifikasikan dirinya kepada identitas
sosial tertentu ketimbang identitas sosial lain yang sama-sama melekat
pada dirinya. Artinya, ketika seseorang malakukan penguatan identitas
sosialnya, maka dia memiliki tujuan tertentu.
Berangkat dari pernyataan di atas, maka tentu migran M akassar
juga memiliki tujuan di balik penguatan identitas sosial yang
dilakukannya. M enurut Sjaf (2013), tujuan migran melakukan
penguatan terhadap identitas sosial-nya, yaitu agar mendapat dukungan
dalam upayanya mencapai economic interest (kepentingan ekonomi),
dan atau power interest (kepentingan kekuasaan). Dengan demikian
tujuan penguatan identitas sosial yang dilakukan migran M akassar juga
tidak terlepas dari upayanya mencapai kepentingan ekonomi, dan
kepentingan kekuasaan, di Jayapura.
Penguatan identitas dianggap bisa memfasilitasi pencapaian
kepentingan ekonomi, dan kepentingan kekuasaan, di Jayapura. Karena
dengan seseorang melakukan penguatan identitas sosialnya, secara
khusus identitas yang embedded (melekat/tertanam) dalam dirinya,
seperti identitas suku (etnis) dan agama. Orang tersebut akan
mendapatkan dukungan dari relasi sosial, yang terbentuk akibat adanya
kesamaan identitas yang embedded (Sjaf, 2013). Hal semacam itu yang
terlihat dari fenomena penguatan identitas yang dilakukan oleh migran
M akassar. Artinya, karena migran M akassar melakukan penguatan
identitas, maka organisasi IKBM secara kolektif dan anggota IKBM,
memberikan dukungan dalam proses pendirian dan pengembangan
usaha dari migran M akassar, di Jayapura.
Tetapi mengapa penguatan identitas yang dilakukan migran
M akassar, dapat membuat organisasi IKBM , dan anggota IKBM
memberikan dukungan pada proses berusaha migran M akassar.
jawabanya, yaitu karena setelah migran M akassar melakukan penguatan
identitas sosial, maka ada kepercayaan dari organisasi IKBM , dan
anggota IKBM . Dengan adanya rasa kepercayaan dari organisasi IKBM,
87

dan anggota IKBM , maka mereka bersedia
yang terjalin antara
mereka, telah membentuk jaringan sosial yang memberikan dukungan
pada proses berusaha migran M akassar. Tetapi, mengapa dukungan
organisasi IKBM, dan anggota organisasi IKBM , menjadi penting bagi
kemampuan Berusaha migran M akassar. Untuk itu dalam kajian ini,
penulis akan membahas kenapa modal usaha dan akses terhadap modal
usaha, informasi, legalitas usaha, serta mitra usaha, dapat mendukung
kemampuan Berusaha.

M enyediakan I nformasi
Bila merujuk pada bab empat, tampak bahwa sebelum migran
M akassar memutuskan untuk memulai Berusaha, atau mengembangkan
usahanya. M igran M akassar selalu berupaya mengumpulkan informasi
tentang tempat usaha, keterdapatan modal usaha, harga barang, dan
lain-lain. Sebagai contoh, Ketika Ismail (seorang migran M akassar)
hendak memulai untuk Berusaha, di Kota Jayapura. Ismail tidak tahu
harus memulai dengan jenis usaha apa, dan dimana dia dapat Berusaha.
Karena itu, Ismail lalu mengumpulkan informasi dari organisasi IKBM,
maupun anggota IKBM lainnya. Berdasarkan informasi itulah, akhirnya
Ismail dapat memilih jenis usaha, dan tempat usaha yang tepat baginya.
Tindakan migran M akassar membuktikan bahwa informasi sangat
penting dalam pengambilan keputusan Berusaha. Informasi di anggap
sangat penting, karena informasi adalah suatu data terorganisasi yang
dapat mendukung ketepatan dan kepastian pengambilan keputusan.
Untuk itu, informasi diperlukan oleh seorang wirausaha, untuk menjadi
bahan pertimbangan sebelum memutuskan suatu keputusan bagi
usahanya.
Informasi yang dibutuhkan para wirausaha, antara lain meliputi
informasi mengenai konsumen, permintaan dan penawaran, pesaingan,
advertensi, produk saingan, pengembangan produk, desain, dan prilaku
konsumen. Dengan adanya informasi-informasi tersebut, maka
wirausaha dapat melakukan pengambilan keputusan dalam hal
penentuan jenis usaha, tempat usaha, pemasaran, dan penyelesaian
permasalah usaha yang dihadapi
Karena informasi merupakan hal penting dalam pengambilan
keputusan usaha, maka tentu seorang wirausaha sangat membutuhkan
88

sumber-sumber informasi usaha yang lengkap, akurat, dan muktahir.
Karena bila sumber informasi yang dipilih wirausaha tidak memenuhi
syarat-syarat tersebut, maka biasanya keputusan usaha yang dihasilkan
kurang sempurna. Di samping harus lengkap, akurat, dan muktahir,
sumber-sumber informasi itu juga harus mudah diakses.
Dalam konteks seperti itu, menarik untuk melihat; mengapa migran
M akassar pada umumnya, memilih mengakses informasi dari organisasi
IKBM, atau informasi apa saja yang disediakan organisasi IKBM , dan
bagaimana organisasi IKBM menyajikan informasi tersebut, sehingga
migran M akassar memilih organisasi IKBM sebagai sumber informasi
baginya.
M enurut Bapak Haji JR, selaku ketua organisasi IKBM Kota Jayapura.
Organisasi IKBM melalui biro pengembangan anggota, selalu berusaha
mendata kepemilikin usaha dari setiap anggotanya. Selain sebagai
kelengkapan data untuk organisasi IKBM , pendataan itu juga
dimaksudkan agar dapat menjadi informasi dan bahan referensi bagi
anggota lain yang hendak Berusaha. Lebih lanjut Haji JR menambahkan
bahwa organisasi IKBM setiap minggu menerbitkan buletin gratis yang
berisi informasi-informasi umum tentang Kota Jayapura, dan ada kolom
khusus tentang usaha, yang biasanya berisikan informasi-informasi
usaha, seperti peluang usaha, tanah yang dijual, harga barang, dan berita
ekonomi lainnya. Bahkan menurut Haji JR, organisasi IKBM juga
memberikan layanan konsultasi usaha bagi anggotanya yang
membutuhkan. Layanan tersebut disediakan secara gratis, dan dapat
diakses melalui telepon, SM S (short message service), dan email,
maupun Facebook.
Jika benar apa yang disampikan oleh Haji JR, maka alasan migran
M akassar memilih organisasi IKBM sebagai sumber informasi, yaitu
karena organisasi IKBM mampu memberikan informasi-informasi yang
lengkap, akurat, muktahir dan mudah di akses. Untuk itu, dapat
dikatakan bahwa karena organisasi IKBM menyediakan informasiinformasi yang relefan dengan kebutuhan migran M akassar, maka
migran M akassar mampu membuat keputusan-keputusan yang tepat
bagi usahanya. Dengan adanya keputusan-keputusan usaha yang tepat,
maka migran M akassar dapat memulai usaha dengan yakin dan dapat
mengembangkan usaha mereka, di Jayapura.
89

M enyediakan M odal Usaha dan Akses Terhadap M odal Usaha
Seperti yang telah di jelaskan bahwa dalam menjalankan sebuah
usaha, salah satu faktor pendukung yang dibutuhkan adalah modal
usaha (uang), jika memulai usaha diibaratkan dengan membangun
sebuah rumah, maka adanya modal merupakan bagian fondasi dari
rumah yang akan dibangun. Semakin kuat fondasi yang dibuat, maka
semakin kokoh pula rumah yang dibangun. Begitu juga pengaruh modal
terhadap sebuah usaha, keberadaannya menjadi fondasi awal usaha
yang akan dibangun. M odal usaha adalah mutlak diperlukan untuk
melakukan kegiatan usaha.
Bila modal usaha merupakan hal mutlak dalam suatu kegiatan
usaha (berusaha), maka tentu migran M akassar juga menggunakan
modal dalam Berusaha. Tetapi pertanyaannya; dari mana migran
M akassar mendapatkan modal untuk berwirausah, dan modal seperti
apa yang mereka gunakan dalam Berusaha, serta bagaimana mereka
memperoleh modal untuk Berusaha.
Ada tiga sumber modal usaha, yaitu modal sendiri, bantuan
pemerintah, pinjaman lembaga kueangan baik bank dan lembaga
kueangan non bank. Untuk itu, bila mengacu pada pembahasan bab
lima, migran M akassar lebih memilih untuk memulai dan
mengembangkan usahanya dengan modal pinjaman (Elsiyani et al,
2014).
Pada umumnya modal pinjaman untuk memulai usaha, migran
M akassar peroleh dengan memanfaatkan program modal bergulir yang
dibuat oleh IKBM . M odal pinjaman bergulir adalah pinjaman modal
bagi wirausaha untuk melakukan usaha menggunakan modal yang ada.
Dalam konteks ini, pemberi modal yang akan digunakan untuk usaha
hanya memberikan dukungan modal dan peminjam harus
mengembangkan modal tersebut dalam pekerjaannya. Kemudian, dalam
jangka waktu tertentu (biasanya tiga bulan setelah mulai Berusaha),
peminjam diwajibkan mengembalikan modal tersebut secara berangsurangsur, hingga batas waktu yang telah disepakati bersama. Dengan
begitu modal tersebut dapat digulirkan (diberikan) bagi wirausaha lain
yang membutuhkan (Buera et a, 2014).
Sistem modal bergulir sebenarnya sangat rawan sekali untuk tidak
bisa bergulir pada yang lainnya. Karena ada kemungkinan modal
tersebut tidak bisa dikembalikan oleh peminjam. Untuk itu, ornganisasi
90

IKBM hanya memberikan pinjaman modal bergulir bagi migran
M akassar yang telah dipercaya dan dikenal identitasnya (yang telah
menjadi anggota IKBM ). Kemungkinan tidak kembalinya modal yang
dipinjamankan, mungkin –penulis mengunakan kata ‘mungkin’ karena
perlu penelitian lebih lanjut- menjadi salah satu alasan, mengapa IKBM
berperan aktif dalam proses berusaha migran M akassar.
Sedangkan modal pinjaman untuk pengembangan usaha, migran
M akassar dapatkan dari bank yang melayani kredit. Tetapi tetap melalui
pengatar dari organisasi IKBM. M enurut oknum bank, bentuk pinjaman
modal usaha dari bank, yang biasanya menjadi favorit migran M akassar,
yaitu pinjaman modal bunga ringan. Pinjaman modal bunga ringan
merupakan salah satu jenis permodalan usaha yang diberikan pihak
bank dengan mewajibkan peminjam mengembalikan dana pinjaman
secara berkala dengan bunga kecil, dan dalam jangka waktu yang relatif
panjang. Dengan demikian tidak memberatkan peminjam atau
wirausaha.
Dengan demikian organisasi IKBM , memiliki pengaruh besar dalam
kepemilikian modal usaha bagi migran M akassar. Hal itu ditunjukan
dengan peran organisasi IKBM , yang menyediakan modal usaha, dan
menyediakan akses terhadap kepemilikan modal usaha. Ketersediaan
modal usaha, dapat dikatakan sebagai salah satu alasan, yang
memampukan migran M akassar mampu memulai dan mengembangkan
usaha di Jayapura. Karena modal usaha adalah sejumlah uang yang
digunakan oleh pengusaha untuk membeli apa yang mereka butuhkan
untuk membuat produk mereka atau untuk menyediakan layanan
kepada sektor ekonomi di mana operasi mereka didasarkan. (Burhn dan
Zia, 2013)

M anjamin Legalitas Usaha
M emulai suatu usaha baru (memulai usaha), memerlukan berbagai
macam persiapan. Salah satu hal yang perlu dipersiapkan adalah unsur
legalitas dari usaha tersebut. Dalam suatu usaha, legalitas ini berwujud
pada kepemilikan surat izin usaha. Artinya, dengan memiliki izin usaha
maka kegiatan usaha yang dijalankan tidak disibukkan dengan isu-isu
penertiban atau pembongkaran. M anfaat yang diperoleh dari
kepemilikan izin usaha tersebut adalah sebagai sarana perlindungan
hukum.
91

Selain itu, manfaat kepemilikan ijin usaha, yaitu dapat
mempermudah dalam proses pengajuan kredit kepada perbankan atau
lembaga kueangan lainnya, dan mendapat prioritas pembinaan dari
instansi pemerintah yang menangani pembinaan usaha kecil dan
instansi terkait lainnya. Lebih dari itu merupakan bukti bahwa
pengusaha tersebut benar-benar memiliki dan menjalankan
usaha, sehingga lebih dipercaya bila ingin melakukan kerjasama dengan
pihak ketiga.
Dalam konteks migran M akassar, mereka juga pada umumnya
sadar akan pentingnya legalitas usaha. Karena itu, migran M akassar
dengan sadar mengurus surat perijinan usaha, walaupun biasanya
setelah mereka memulai usahanya. Hal itu dapat terlihat dari
pembahasan pada bab empat, khususnya pembahasan tentang
penangulangan permasalahan usaha.
Untuk dapat memperoleh surat ijin usaha, baik itu Surat Ijin Usaha
Perdangan (SIUP), Surat Ijin Tempat Usaha (SITU), ataupun Surat Ijin
Pengusaha Angkutan (SIPA). M igran M akassar memilih untuk
mengurunya melalui pihak IKBM , dengan alasan lebih mudah dan
cepat. Sebagai contoh, ketika Asmi hendak mengurus surat ijin usaha
melalui IKBM. Pada saat itu, dia mengaku hanya mengisi formulir dan
menandatandatangani formulir tersebut, diatas meterai enam ribu.
Kemudian menyerahkan sejumlah uang untuk biaya administrasi
pengurusan. Setelah itu tidak lebih dari satu minggu, Asmi telah
mendapatkan surat ijin usaha yang diperlukannya.
Pengalaman Asmi, membuktikan bahwa adanya peran organisasi
IKBM dalam hal menjamin legalitas usaha migran M akassar. Hal itu di
akui oleh bapak Haji JR, bahkan dia menambahkan bahwa organisasi
IKBM memainkan peran tersebut, semata-mata untuk memberikan
perlindungan hukum atas usaha yang dimiliki migran M akassar.
Dengan begitu diharapkan migran M akassar lebih percaya diri dalam
menjalankan usaha, di Jayapura.
Rasa percaya diri itu-lah yang membuat migran M akassar mampu
memulai dan mengmbangkan usaha di Jayapura. Karena keberhasilan
atau kegagalan dalam suatu usaha, lebih ditentukan oleh sikap mental,
dan sikap mental yang percaya diri adalah suatu akar kemampuan dan
kesuksesan usaha/bisnis.
92

M enjadi Supplier Bahan Baku

Dalam perkembangan ekonomi dewasa ini dimana dunia usaha
tumbuh dengan pesat di Indonesia, wirausaha dituntut untuk bekerja
dengan lebih efisien dalam menghadapi persaingan yang lebih ketat
demi menjaga kelangsungan proses Berusaha yang dilakukannya. Untuk
itu, dalam Berusaha, wirausaha perlu untuk melakukan efisiensi
terhadap faktor-faktor produksinya.
Sebelum melakukan kegiatan Berusaha, wirausaha terlebih dahulu
menyiapkan faktor-faktor produksinya diantaranya adalah bahan baku
yang akan diolah menjadi produk jadi. Bahan baku dalam kegiatan
Berusaha, bisa berupa bahan baku mentah, bahan setengah jadi,
maupun bahan jadi. Dalam pengadaan bahan baku untuk Berusaha,
wirausaha dapat membuat sendiri bahan baku-nya, tetapi juga dapat
membeli bahan baku tersebut dari supplier (pemasok). Tetapi lebih
banyak wirausaha memilih untuk membeli bahan baku dari supplier.
Salah satu hal yang penting dalam kelangsungan kegiatan berusaha,
yaitu pemilihan supplier bahan baku. Pemasok atau supplier adalah
individu atau organisasi bisnis (perusahaan) yang menyediakan barang
atau jasa kepada wirausaha dengan imbalan yang telah disepakati
berdasarkan kompensasi yang telah disepakati pula.

Supplier bahan baku merupakan bagian terpenting dari suatu
usaha. Karena supplier -lah yang menyediakan ketersedian bahan baku
bagi suatu usaha, dan sekaligus menentukan ada tidaknya bahan baku
bagi suatu usaha. Sehingga menurut penelitian dari Klemn et al (2005),
Valderma (2013), dan Harriatte dan Sanders (2013), memilih supplier
untuk suatu usaha, harus yang dapat memberikan nilai ekonomis dan
dapat menjamin ketersedian bahan baku.
Pentingnya supplier bahan baku, tampaknya telah disadari oleh
migran M akassar, yang berusaha di Kota Jayapura. Karena jika
menyimak pembahasan pada bab empat, khususnya pembahasan
tentang pendirian usaha. Nampak bahwa pada umumnya migran
M akassar memilih supplier bahan baku dari sesama migran M akassar,
dengan alasan bisa saling mempercayai, dan dapat memperoleh harga
lebih rendah, atau bahkan dapat membayar secara berangsur. Dengan

93

begitu migran M akassar dapat memiliki bahan baku usaha yang secara
lebih mudah dan cepat.
Adanya sesama anggota IKBM yang berperan sebagai supplier
bahan baku, secara langsung telah memberikan kemampuan usaha bagi
migran M akassar, di Jayapura. Karena menurut Harriatte dan Sanders
(2013), kelancaran suatu proses usaha, sangat ditentukan oleh
ketersediaan bahan baku. Artinya, dengan bahan baku, seorang
wirausaha
dapat
memhasilkan
produknya
dan
kemudian
memasarkannya. Dengan demikian akan mendatangkan keuntungan
ekonomis bagi wirausaha tersebut (Valderma, 2013).

94