Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wirausaha Migran Makassar di Papua T2 092010004 BAB V

Bab 5

Pengalaman Berusaha Di Kota Jayapura

Pengantar
Bab ini akan secara empiris menceritakan pengalaman berusaha
dari masing-masing Informan, yaitu M uchsin, Ismail, Baco, Ramli dan
Asmi. Untuk itu, pembahasan pada bab ini akan dimulai dari penjelasan
tentang sumber pengetahuan usaha dari para informan. Kemudian
dilanjutkan denga pembahasan tentang alasan yang membuat para
informan memilih untuk terjun ke dunia usaha. Dari kedua
pembahasan ini, diharapkan dapat memberikan penjelasan tentang
mengapa para informan memilih usaha sebagai sumber pendapatan
mereka.
Hal kedua yang menjadi fokus pembahasan pada bab ini adalah
pengalaman mereka dalam hal memulai dan mengembangkan usaha di
Kota Jayapura. Pembahasan inilah yang sesungguhnya menjadi inti dari
bab ini. Karena melalui pembahasan ini akan terlihat bagaimana migran
M akassar mampu memulai usaha, mempertahankan usaha, hingga
mengembangkan usaha yang mereka miliki.
Dari dua pokok bahasan ini, diharapakan dapat memberikan

gambaran, tentang pengalaman berusaha dari masing-masing Informan.
Dengan demikian bab ini akan dapat menjawab pertanyaan tentang
bagaimana
pengalaman
migran
M akassar,
memulai
dan
mengembangkan usaha di Kota Jayapura.

M engenal Dunia Usaha
Saat pertama kali seseorang memutuskan untuk terjuan ke dunia
usaha, tentu didasari oleh suatu alasan yang kuat. Salah satu alasan yang
biasanya menjadi dasar seseorang memutuskan untuk mendirikan
usaha, yaitu karena adanya pengetahuan, atau dia mengenal dunia
55

usaha. Untuk itu, pembahasan pada bagian ini akan memberikan
penjelasan tentang dari mana para informan mengenal dunia usaha,
sehingga mereka berani memutukan untuk terjuan ke dunia usaha.


Orang Tua (Keluarga) Adalah Guru
Pada tahun 1987, ketika M uchsin masih berusia 16 tahun, dan
masih duduk di bangku kelas 3 SM P. Dia harus kehilangan ayahnya
untuk selamanya. Sejak saat itu, M uchsin mulai untuk bekerja keras
membantu mengelola warung makan bersama ibunya. Sehingga bila dia
ditanya kapan dia mulai mengenal dunia usaha secara baik, dia akan
menjawab sejak dia mulai membantu ibunya mengelola warung makan.
Sebagai contoh M uchsin mengatakan bahwa dia mengerti tentang
peluang usaha dan investasi berawal ketika tahun 1988, saat ibunya
memutuskan untuk membuka kios yang menjual kebutuhan bahan
pokok (beras, gula, minyak, dll). Ketika itu dia bertanya pada
ibunya:“kenapa Ibu menjual perahu ayah dan mau membuka kios”? dan
ibunya menjawab: “Ibu menjual perahu ayahmu agar uangnya bisa jadi
modal buat kios. Karena didekat-dekat sini kan belum ada yang jual
beras, minyak, tepung dan lainnya. Jadi kalau ibu jual, pasti banyak
yang beli”.
Pada saat mendengar jawaban demikian, M uchsin mulai
memahami bahwa ketika kebutuhan akan suatu barang atau jasa itu
tinggi, namun barang atau jasa itu langka, maka keadaan seperti

demikian dapat dilihat atau dimanfaatkan sebagai suatu peluang usaha.
Selain itu, dari jawaban ibunya dia mengerti bahwa untuk dapat
memanfaatkan peluang yang ada di perlukan modal. M odal itupun
diperoleh dengan cara menginvestasikan sumber daya yang dimiliki.
Itulah salah satu pengalaman, dari sekian banyaknya pengalaman
yang M uchsin miliki bersama almarhumah ibunya. Karena begitu
banyaknya pengalaman yang diberikan oleh ibunya, maka di dinding
ruang tamu rumahnya kini. M uchin memajang foto ibunya yang
dibingkai rapi dan dibawah foto itu tertulis kalimat dalam bahasa
M akassar; “Amma Iamintu M ata Allo” yang artinya “ibu adalah
matahari”.

56

Selain M uchsin, Ismail juga mengaku bahwa dia mengenal dunia
usaha dari kedua orang tuanya. Karena sejak berusia 12 tahun, dia sudah
aktif dalam membantu usaha ayah dan ibunya. Sehingga tidak heran
bila dia menjawab bahwa pengetahuan usaha yang dia miliki, lebih
banyak bersumber dari pengalaman bersama kedua oarng tuanya.
M enurutnya, dari sekian banyak pengalamannya bersama orang

tuanya. Ada salah satu pengalaman yang dia selalu ingat, yaitu ketika
pada suatu siang, dia diajak ayahnya untuk mengantarkan ikan, ke
rumah salah satu pelanggan. Saat berada dirumah pelanggan itu, Ismail
sempat sangat marah, karena dia sudah merasa lapar, tetapi dia harus
menunggu ayahnya yang sedang membersihkan ikan. Akhirnya setelah
mereka pulang dengan nada marah Ismail menanyakan pada ayahnya;
“Uak (Berarti bapak dalam bahasa M akassar) kenapa Uak mau
membantu membersihkan ikan-ikan itu, kan tugas kita hanya
menjual?”. Jawab ayahnya “M ail, Uak harus membantu membersihkan
ikan-ikan itu, karena diminta oleh ibu itu. Kalau Uak tidak
membantunya besok bisa-bisa ibu itu tidak mau membeli ikan kita lagi”.
Dari jawaban ayahnya itu, Ismail lalu memahami bahwa pelanggan
harus diperlakukan dengan baik, agar pelanggan itu merasa nyaman,
dan tetap mau berlangganan dengan mereka.
M uhadjir Ismail tidak hanya belajar dari ayahnya, dia juga belajar
banyak dari ibunya. Satu hal yang menurutnya merupakan pelajaran
berharga dari ibunya, yaitu bagaimana mengatur kueangan rumah
tangga dan usaha. M uhadjir Ismail menganggap hal ini sangat berharga,
karena baginya pengaturan kueangan yang diterapkan oleh ibunya telah
menjaga keberlangsungan kehidupan mereka, dan usaha mereka ketika

itu.
W alaupun kini dia hanya biasa mengenang mereka berdua melalui
potret yang tergantung bisu di dinding ruang tamunya. Tetapi baginya,
orang tuanya adalah anugrah terindah yang pernah dia miliki dalam
hidup. Karena dari merekalah dia mengenal banyak hal dalam
hidupnya, termasuk dunia usaha.
Pengakuan yang senada juga datang dari informan lainnya, yaitu
Baco. M enurut Baco, karena kedua orang tuanya adalah pelaku usaha.
Sehingga dalam hal pengelaman tentang dunia usaha, lebih banyak
tentu dia dapatkan dari orang tuanya.
57

Ada beberapa pengalaman bersama orang tuanya yang menurutnya
memberikan dia pengetahuan usaha. Sebagai contoh adalah pada saat
ibunya meminta dia untuk membantu mengantarkan pesanan kue ke
salah satu kerabatnya. Ketika itu karena ada kesalahan komunikasi,
maka dari 300 kue yang dibuat oleh ibunya, hanya diambil 150 saja. Hal
itu membuat Baco sangat marah dan mengatakan pada ibunya; “Ibu
tidak usah lagi buat kue ke orang itu, dia itu tidak tau menghargai
orang”. Namun Ibunya meredam kemarahanya dengan menjawab;

“Baco, dalam usaha itu sudah biasa, jadi kalau mau bikin usaha itu harus
siap menghadapi kerugian dan resikonya, serta jangan mudah putus
asa”. Dari penjelasan ibunya itu, Baco lalu memahami bahwa ketika
seseorang memutuskan untuk mendirikan usaha, maka dia harus
memiliki jiwa yang tegar dan pantang menyerah.
Baco juga menambahkan bahwa masih banyak pengalaman
bersama kedua orang tuanya yang memberikan dia pengetahuan
tentang usaha. Karena andil kedua orang tuanya itu, maka ketika Baco
mendirikan salah satu toko kue di Kota Jayapura. Dia lalu memberi
nama toko itu “HamJum”, yang merupakan singkatan dari nama kedua
orang tuannya, yaitu Hamdan dan Jumaidah. Hal itu dia lakukan
sebagai cara untuk mengenang dan menghargai mendiang kedua orang
tuannya.

Pengalaman Kerja
Bila M uchsin, Ismail, dan Baco, mengenal dunia usaha dari orang
tua (keluarga) mereka, maka tidak demikian dengan Ramli. Karena
dalam pengakuannya, Ramli mengaku bahwa dia tidak mengenal dunia
usaha dari orang tuanya. Tetapi dia justru mengenal dunia usaha secara
baik ketika dia bekerja pada usaha milik Baco.

Dari sekian banyak pengalaman yang dia dapatkan bersama Baco,
ada satu pengalaman yang menurutnya begitu berkesan. Pengalaman itu
adalah ketika Baco memintanya untuk melihat beberapa dokumen,
guna memilih dimanakah tempat usaha yang tepat untuk mendirikan
rumah makan. Pada waktu itu dia melihat bahwa Baco menulis arah
jalan dan jalur kendaraan umum, akhirnya dia bertanya pada Baco; “Co
(sapaan Baco), kenapa kamu harus hitung arah jalan dan taxi lagi?”. Lalu
Baco menjawab; “itu supaya bisa lihat, dimana taxi biasa lewat, terus
58

dimana penumpang biasa tunggu taxi, dan dimana mereka turun.
Supaya bisa pilih tempat usaha yang pas dengan itu semua”. Penjelasan
dari Baco itulah, yang diakui oleh Ramli sebagai suatu pelajaran bahwa
tempat usaha berpengaruh terhadap keberhasilan usaha.
Pengalaman yang Ramli lalui bersama Baco, seolah menjadi guru
yang mengajarkannya tentang usaha. Untuk itu, ketika penulis bertanya
padanya tentang dari mana dan kapan dia mengenal dunia usaha secara
baik. Tanpa ragu Ramli menjawab bahwa dia mengenal dunia usaha
dari pengalaman kerjanya bersama Baco. Jawaban ini dia katakan sambil
telunjuknya menujuk toko milik Baco, yang bersebelahan dengan

tempat usahanya.
Seperti halnya Ramli, Asmi juga mengakui bahwa yang membuat
dia mengenal dunia usaha adalah pengalaman kerja yang dia miliki.
Baik pengalaman selama dia bekerja sebagai karyawan pada perusahaan
marmer, maupun pengalamannya selama mengelola toko milik Ramli.
Dari kedua pengalaman kerjanya, dia memiliki cerita masingmasing. Sebagai contoh, dia menceritakan bahwa ketika dia bekerja di
perusahaan marmer. Dia mempelajari bahwa dalam menjalankan usaha,
karyawan adalah aset yang perlu dijaga, dan pemilik usaha harus
bertanggung jawab terhadap para karyawannya. Dia mempelajari hal itu
dari pimpinannya yang selalu memberikan insentif-insentif dan
tunjangan bagi mereka selaku karyawan ketika itu. Bahkan setelah
perusahaan itu tutup, pimpinannya tetap memberika mereka pesangon
yang cukup besar nilanya.
Sedangkan ketika dia bekerja mengelola toko milik Ramli, dia
memiliki cerita lain. Cerita itu berawal ketika secara tidak sengaja dia
menemukan suatu berkas dalam lemari di toko tempat dia bekerja. Dia
lalu membuka berkas itu, dan sekedar membacanya, guna mengetahui
siapa pemilik berkas itu. Setelah dia membaca berkas tersebut, dia baru
menyadari bahwa berkas itu adalah rencana usaha milik Ramli. Dia lalu
mengembalikannya kepada Ramli, sambil bertanya; Bang (sapaan Asmi

pada Ramli), itu rencana usaha ya?”, lalu Ramli menjawab; iya dek, itu
rencana usaha yang abang buat waktu mau bangun toko ini”. Spontan
dia kemudian bertanya; “buat rencana usaha itu harus detail begitu?”,
Ramli lalu menjawab; “ya haruslah, kan usaha itu berkaitan dengan
uang, jadi harus hitung baik-baik”.
59

Demikianlah pengalaman Asmi yang diakuinya sebagai
pengalaman yang mengajarkannya mengenal dunia usaha. W alaupun
saat ini Asmi telah memiliki usaha sendiri, tetapi dia tidak berhenti
untuk menimba pengalaman dari Ramli. Hal itu terbukti ketika penulis
menghadiri acara perayaan ulang tahun anak dari Ramli. Saat itu secara
tidak disengaja penulis mendengar Asmi bertanya pada Ramli tentang
cara memulai usaha angkutan umum.

M emutuskan Terjun Ke Dunia Usaha
Banyak orang menganggap bahwa terjun ke dunia usaha adalah
suatu pilihan yang beresiko. Karena itu, tidak sedikit orang yang
merasa engan, bahkan takut untuk terjun ke dunia usaha. Tetapi
mengapa Rauf M uchsin, M uhajdril Ismail, Sulaiman Baco, Jalnudin

Ramli dan Nursama Asmi, justru memilih untuk terjuan ke dunia usaha,
padahal mereka telah memiliki pekerjaan di Jayapura. Jawaban dari
pertanyaan itu akan menjadi fokus dari pembahasan pada bagian ini.
Artinya, bagian ini akan secara empiris mengungkapkan alasan yang
membuat mereka (Baco, Ismail, M uchsin, Ramli, dan Asmi)
memutuskan untuk terjun ke dunia usaha.

Bosan Dengan Rutinitas
Pada tahun 1992 tepatnya bulan April, ketika M uchsin dalam
perjalanan pulang dari perusahan tempat dia bekerja, tiba-tiba terbesit
dalam pemikirannya tentang suatu peluang usaha. Peluang usaha yang
dipikirkannya itu adalah medirikan suatu warung makan atau kios di
perusahaan tempat dia bekerja. Dia menganggap itu suatu peluang
usaha karena di perusahaan tempat dia bekerja belum ada kantin atau
rumah makan yang menyediakan makanan dan kebutuhan lainnya.
Sejak saat itu, secara bertahap Muchsin mulai mengumpulkan
informasi-informasi untuk membuat perencanaan pendirian usahanya.
Hingga pada bulan Agustus tahun 1993, setelah dia merasa yakin,
dengan perencanaan usaha yang dibuatnya. M uchsin kemudian
mengundurkan diri dari pekerjaannya di perusahaan, dan mendirikan

usaha yang dia telah rencanakan.
60

M enurut M uchsin, keputusan untuk terjun ke dunia usaha,
merupakan suatu keputusan pribadi, yang didasari rasa kejenuhan
terhadap pekerjaan di perusahaan. Hal ini seperti yang dia sampaikan
dalam kutipan wawancara berikut;
“pas saya berhenti dari perusahaan, banyak orang, termasuk
mama juga tanya kenapa saya berhenti dari perusahaan. Saya
bilang saja saya sudah bosan dengan aktvitas di perusahaan.
Karena setiap hari saya harus pergi pagi pulang sore, baru
pekerjaan cuma itu saja setiap hari. Itu memang saya alami jadi
saya bosan, dan bikin usaha sendiri”.

M uchsin bukan satu-satunya informan yang merasa jenuh dengan
pekerjaan yang ada, kemudian beralih ke dunia usaha. Karena ada juga
Ramli yang merasa jenuh dengan profesinya sebagai supir dan
pengantar kue, lalu beralih ke dunia usaha. Hal ini seperti yang dia
kemukakan berikut;
“saya merasa senang dan tidak merasa kesulitan waktu kerja
dengan Baco. Gajinya besar, mobil saya ambil ke rumah, saya
tidak harus bayar kontrakan dan lain-lain. Tetapi saya putuskan
untuk berhenti dan bangun usaha sendiri karena saya sudah
mulai merasa bosan dengan pekerjaan itu. Saya mau coba sesuatu
yang baru lagi. Jadi saya berhenti dan beli taksi terus saya bawa
sendiri”.

Ramli menceritakan bahwa dia mulai berpikir untuk membangun
usaha sejak tahun 1996. Pikiran itu berawal ketika dia secara tak sengaja
menanyakan kepada seorang supir angkutan umum (taksi), tentang
penghasilan mereka perhari. Supir itu kemudian menjawab bahwa
penghasilan mereka dapat mencapai tujuh puluh ribu. Hal itu
mengundang ketertarikan Ramli untuk mencoba keberuntungannya di
dunia usaha. Tetapi karena ketika itu Ramli masih merasa nyaman
bekerja dengan Baco, maka ketertarikannya itu dia abaikan.
Setelah berselang setahun dari pertemunya dengan supir taksi itu,
dia mulai merasa bosan atau jenuh dengan pekerjaan yang ada. Akhinya
dia kemudian mengambil keptusan untuk berhenti bekerja pada Baco,
dan membangun usaha sendiri. Dengan demikian sejak pertengahan
agustus 1997, Ramli resmi menjadi salah seorang wirausaha migran
M akassar, di Kota Jayapura.

61

Kondisi yang sama juga dialami oleh Baco, ketika baru menjalani
kehidupan di Kota Jayapura (antara tahun 1990-1991). Ketika itu,
karena telah terlambat untuk mengikuti seleksi pegawai di Kota
Jayapura, maka Baco berniat untuk pulang ke M akassar. Tetapi karena
dia tidak diijinkan pulang oleh pamannya, sehingga dia harus tetap
tinggal di Kota Jayapura, dan menunggu seleksi berikutnya.
Pada saat dia menunggu seleksi berikutnya, dia merasa jenuh
karena seolah-olah dia hidup tanpa aktifitas. Akhirnya untuk mencari
kesibukan, dia memutuskan untuk membuat kue dan dijajakan waktu
pagi, di depan rumah pamannya. Dari sekedar mengisi waktu, akhirnya
dia kemudian tertarik dan menekuni dunia usaha, karena merasa bahwa
penghasilanya dari usaha cukup besar ketika itu.

Terdesak Oleh Keadaan
Pada bulan Agustus 1998, karena M uchsin tidak dapat lagi
melanjutkan usaha rumah makannya, maka Ismail terpaksa harus
kehilangan pekerjaannya. Hal itu membuat Ismail cukup merasa kuatir,
karena pada saat itu, dia sudah menikah dan memiliki tanggung
keluarga.
Ketika itu Ismail merasa dituntut oleh keadaan untuk harus cepat
mencari pekerjaan penganti sebagai sumber nafkah bagi dia dan istrinya
yang tengah mengandung. Pada awalnya dia sangat bingunng untuk
menentukan apakah dia harus mencari pekerjaan ataukah membuka
suatu usaha baru. Di tengah dilema itu, dia lalu coba mendiskusikan
permasalahan tersebut dengan istrinya.
Pada saat berdiskusi dengan istrinya yang adalah seorang sarjana
ekonomi. Istrinya kemudian memberikan dia pandangan bahwa pada
saat itu tengah terjadi krisis moneter, dan banyak perusahaan, juga
kantor-kantor yang terpaksa memutuskan hubungan kerja dengan
sebagian karyawannya. Jadi kecil kemungkinan untuk Ismail dapat
memperoleh lowongan pekerjaan. Berdasarkan penjelasan Istrinya, dan
juga karena alasan harus memenuhi kebutuhan keluarga, maka Ismail
kemudian memutuskan untuk membuka suatu usaha baru.
Pengambilan keputusan ditengah kondisi yang terdesak, juga
dilakukan oleh Asmi. Hal ini bermula pada bulan September tahun
62

2003, ketika Asmi dan Ridwan dianugrahi seorang putra yang diberi
nama Rojit. Pada saat itu, karena harus mengurus bayinya, maka sejak
kelahiran putra mereka ini, Asmi tidak dapat lagi membantu suaminya
untuk mengelola toko milik kakak iparnya. Hal ini memang berdampak
pada penurunan pendapatan keluarga. Namun karena keadaan bayi
mereka yang masih kecil, terpaksa Asmi dan suaminya bertahan hidup
hanya dengan penghasillan dari Ridwan dan tabungan mereka.
M emasuki tahun 2004, Asmi menyadari bahwa mereka tidak
mungkin terus bertahan dengan kondisi demikian. Tetapi di sisi lain,
dia juga menyadari bahwa dia memiliki tanggung jawab untuk
mengasuh bayinya yang masih kecil. Karena itu, sebagai solusi atas
kedua hal tersebut, Asmi memutuskan untuk membuka usaha di
rumahnya.

M erencanakan Usaha
Dalam memulai melakukan kegiatan usaha, migran M akassar tidak
memulainya tanpa perencanaan. Tetapi mereka membuat suatu
perencanaan usaha, hal ini seperti yang dilakukan oleh M uchsin,
Ismail, Baco, Ramli, dan Asmi. Untuk itu, pada bagian ini akan
membahas proses perencanaan usaha yang dilakukan oleh M uchsin,
Ismail, Baco, Ramli, dan Asmi. Dengan demikian dapat memberikan
gambaran tentang bagaimana mereka mengakses informasi, guna
merencanakan suatu pengambilan keputusan.

Jaman Komputer
Sebelum seseorang melakukan kegiatan usaha, sudah sempatasnya
untuk direncnakan terlebih dulu. Itulah salah satu pengetahuan yang
diajarkan oleh Ramli pada Asmi. Sehingga sebelum Asmi memulai
usaha, dia terlebih dulu dia membuat perencanaan usaha.
Dalam membuat perencanaan usaha, dia selalu meminta Ramli
untuk menuntunnya. Tetapi karena kesibukan Ramli dalam mengurusi
usaha pribadinya. Sehingga Ramli menganjurkan Asmi untuk
mengumpulkan informasi di sekertariat IKBM.
Asmi yang juga sering mendengar hal itu ketika mengikuti
silaturahmi IKBM , langsung mendatangi sekertariat IKBM. Ketika dia
63

mendatangi sekertariat IKBM , dia dipersilahkan untuk mengakses datadata usaha yang telah terangkum dalam beberapa komputer yang
tersedia, di ruangan pengembangan masyarakat, IKBM .
Asmi yang kesehariannya cukup jarang menyentuh komputer,
pada awalnya merasa janggal dengan pengoprasian komputer. Tetapi
berkat tuntutan dari beberapa pengurus IKBM, akhirnya dia dapat
mengoprasikan komputer dan aplikasi usaha yang tersedia. Selama
kurang lebih tiga jam, Asmi sudah mampu memilih jenis usaha seperti
apa. Berikut tanggapan Asmi;
“pertama kali saya bikin komputer, saya tidak tau bagaimana,
tapi terus saya tanya petugas di situ, terus dijelaskan; “caranya
begini bu masukan jenis usaha disini, untuk cek modal begini,
untuk cek bahan baku di sini, untuk cek peluang usaha begini”.
saya waktu itu malu, tapi terus saya malas pusing saja, dan saya
mulai bikin semua kaya yang dia bilang. Hari itu juga saya bisa
langsung bikin rencana usaha, cuma hampir dua jam lebih saja,
saya sudah bisa susun rencana usaha nasi kuning. Saya tahu dari
situ, waktu saya mau usaha lagi saya pergi ke sana, terus cari
informasi di sana.

Cerita yang dikemukakan oleh Asmi, kemudian penulis tanyakan
kembali kepada Ramli. Tanpa basa-basi Ramli membenarkan apa yang
dikatakan oleh Asmi. Lalu penulis menanyakan dari mana dia tahu
tentang adanya informasi-informasi usaha di IKBM. Dia lalu
menjawabnya dengan terlebih dulu menceritakan kisah awal dia
menyusun rencana usaha.
M enurutnya, pada awal dia berpikir untuk membangun usaha, dia
memang sudah merencanakan usaha sendiri. Rencana usaha yang dia
buat adalah rencana usaha angkutan umum. Tetapi karena rencana
usaha itu dia susun berdasarkan pengetahuannya, maka dia kurang
yakin untuk hal itu. Dia lalu mencari informasi guna meyakinkannya
bahwa perencanaan yang dibuatnya sudah tepat.
Sementara dia mencoba mencari informasi tambahan, dia
kemudian berdiskusi mengenai perencanaan usaha dengan Baco. Tetapi
ketika itu dia tidak menyampiakan ingin membangun usaha, karena
menjaga perasaan Baco. M elalui diskusi itu, Ramli mengetahui bahwa
Baco sering ke IKBM untuk mengumpulkan informasi di sana.
64

Akhirnya dia kemudian berencana untuk pergi ke IKBM pada keesokan harinya.
Pada besok harinya, setelah Ramli menyelesaikan tugasnya
mengantarkan kue. Dia lalu bergegas untuk pergi ke sekertariat IKBM.
Setelah tiba disana dan menyampikan maksudnya pada pengurus di
sana. Dia kemudian dituntun untuk mengoprasikan aplikasi di
komputer yang tersedia. Selanjutnya, Ramli mencocokan perencanaan
usaha yang telah dia buat, dengan apa yang ada di komputer itu.
M enurutnya, memang ada perbedaan, tetapi tidak terlalu jauh. Setelah
melakukan koreksi, dia kemudian merasa yakin dengan apa yang dia
buat.
Kisah dari Ramli memiliki kemiripan dengan apa yang diceritakan
oleh Ismail. M enurutnya, ketika dia memutuskan untuk mendirikan
usaha. Dia sama sekali belum mengerti atau membayangkan tentang
jenis usaha apa yang harus dia bangun. Tetapi pada saat itu dia teringat
tentang obrolannya dengan seorang rekan (sesama migran M akassar).
Karena pada obrolan itu rekannya sempat menyampaikan bahwa ada
informasi usaha yang disediakan oleh IKBM.
Setelah mengingat hal itu, Ismail bergegas menuju IKBM dan
menyampaikan
maksudnya.
Pengurus
IKBM
kemudian
mempersilahkannya masuk, dan menuntunnya untuk mengoprasikan
aplikasi di komputer yang tersedia. M elalui informasi yang berhasil dia
himpun, dia lalu dapat merencanakan jenis usaha dan tempat usaha
bagi usahanya.

M asih M anual
Ketika penulis meminta konfirmasi dari M uchsin, tentang apa
yang diceritakan oleh Ismail. Dia sambil tersenyum dan berkata;
“itu jamannya Ismail mereka, jaman saya baru bangun usaha
tahun sembilan tiga, kita itu ke IKBM, mereka hanya kasi datadata dalam map, terus kita pulang dan lihat baru susun manual.
Tapi memang benar apa yang Ramli cerita, mulai dari tahun
sembilan lima sudah mulai pakai komputer, jadi tinggal
masukan mau usaha apa, sudah ada segela macam yang bisa
dapat. Saya juga pakai barang itu untuk saya punya usaha-usaha
yang baru”.

65

M enyambung dari itu, M uchsin mengisahkan bahwa ketika dia
hendak bangun usaha. Dia mulai dengan membuat perencanaan
usaha, satu tahun sebelumnya. Untuk membuat perencanaan itu, dia
mencoba mengumpulkan informasi dari teman-teman sesama migran
M akassar, dan IKBM . M enurutnya, dia mengetahui bahwa di IKBM
tersedia informasi usaha, karena dalam silaturahmi IKBM , hal itu
sering diumumkan. Dengan demikian dia mengatakan bahwa
walaupun dia hanya disuguhkan data mentah dari IKBM, maupun
rekan-rekannya. Tetapi dia cukup bersyukur atas semuannya itu.
Karena dengan informasi-informasi yang ada, dia berhasil menyusun
rencana usahanya. Itulah cara M uchsin dalam menyusun rencana
usahanya.
Penyusunan perencanaan usaha secara manual juga dilakukan
oleh Baco. M enurut Baco, meskipun ketika dia melakukan usaha
awal, hanya sekedar mengisi waktu. Tetapi dia tetap membuat suatu
perencanaan usaha, walaupun hanya dengan suatu perencanaan
sederhana, pada selembar kertas. Dia kemudian menyambung bahwa
untuk membuat perencanaan usaha awal, dia hanya kumpulkan
informasi dari warga sekitar.
Sedangkan pada saat dia telah memutuskan untuk benar-benar
mendirikan suatu usaha. Dia mencoba membuat suatu perencanaan
usaha yang lebih detail. Ketika sedang membuat perencanaan usaha,
pamannya kemudian menyampaikan bahwa di IKBM , tersedia datadata yang dapat dijadikan rujukan. Dengan demikian dia lalu
mendatangi sekertariat IKBM, dan mengupulkan informasi yang ada.
Baco membenarkan apa yang dikatakan oleh M uchsin, karena
dia juga mengalami hal yang sama ketika mendatangi sekertariat
IKBM pada tahun 1991. M enurutnya, pada saat itu dia juga
disuguhkan dengan data yang cukup banyak, dari pihak IKBM . Tetapi
dengan pengalaman yang dia miliki, dia mampu memilah data-data
yang ada, kemudian menyusun sutau perencanaan usaha.

66

M emulai dan M engembangkan Usaha
Bila suatu perencanaan usaha telah dibuat, maka tahap selanjutnya
adalah memulai usaha. Untuk itu, pada bagian ini akan membahas
tentang bagaimana mereka memulai usaha sesuai dengan rencana
usahanya. Dengan demikian akan nampak pada saat memulai usaha,
mereka memulai dengan jenis usaha seperti apa, dimana tempat
usahanya, serta dari mana modal (uang) yang mereka gunakan untuk
membangun usahanya.

Usaha Kecil-Kecilan
Rencana usaha yang disusun oleh Baco, adalah rencana usaha kue
dan roti. Baco memilih usaha kue dan roti karena dia memang
memiliki keahlian dalam hal membuat kue dan roti. Dalam
perencanaannya, tempat usaha yang dia pilih adalah tetap di depan
rumah pamannya. Dengan pertimbangan bahwa di sekitar rumah
pamannya, dia tidak perlu mengeluarkan biaya pembelian lahan, dan
pada waktu itu belum ada yang menjual roti ataupun kue.
Dalam hal bahan bangunan dan bahan baku (tepung, gula, dll)
untuk usahanya. Dia memilih untuk mendatangkan dari Bapak
Hamzha (Alm), di daerah pasar lama Abepura. Alasannya memilih
Bapak Hamzha karena berdasarkan data dari IKBM , Bapak Hamzha
adalah pemilik grosir yang cukup lengkap, ketika itu. Lebih dari itu,
karena Baco mengenal Bapak Hamzha yang juga adalah migran
M akassar, dan merupakan anggota IKBM .
Dari perhitungan bahan bangunan, dan bahan baku, hingga
peralatan pembuat kue atau roti. Baco mengegentahui bahwa biaya
(modal) awal yang dia butuhkan ketika itu (1991) adalah Rp 5.000.000.
Untuk mendapatkan modal tersebut, dia mengajukan pinjaman modal
usaha ke IKBM . Karena berdasarkan informasi dari IKBM, Organisasi
IKBM memberikan pinjaman modal usaha bagi anggotanya.
Baco memilih meminjam dari IKBM karena memandang bahwa
jamina pinjamannya tidak memberatkan (hanya ijasah terakhir), dan
bunga pinjamannya juga sangat kecil. Selain itu, pertimbangan lain
yang membuat Baco memilih IKBM karena bila terjadi masalah
dikemudian hari, akan lebih mudah untuk menyelesaikannya. Dengan
67

berbagai pertimbangan itu, Baco lalu mengantarkan proposal usahanya,
beserta semua persyaratannya ke sekertariat IKBM.
Sesampainya di sekertariat IKBM , pengurus IKBM memberikan
dia formulir untuk diisi lalu di paraf, dan setelah itu mereka
memintanya untuk kembali pada hari berikutnya. Berselang sehari
Baco lalu kembali ke sekertariat IKBM , dan langsung menerima modal
usaha yang diperlukannya. Sejak saat itu Baco langsung mendatangkan
bahan bangunan untuk usahanya, dan membangun satu bangunan
permanen di depan rumah pamannya. Bagunan itu akhirnya digunakan
oleh Baco pada penghujung tahun 1991. Pada saat itulah Baco memulai
untuk menjadi seorang wirausaha di Kota Jayapura.
Proses yang tidak jauh berbeda juga dilalui oleh M uchsin ketika
pertama kali hendak membangun usaha rumah makan. M uchsin
memilih jenis usaha rumah makan karena dia memang sudah terbiasa
mengelola rumah makan. Sedangkan dia memilih tempat usaha di
pertigaan jalan perusahaan dan jalan umum agar tempat usahanya
mudah di akses, baik oleh para karyawan perusahaan, maupun
masyarakat lainnya. Disamping itu, tempat usaha ini juga sangat dekat
dengan tempat tinggalnya ketika itu.
Karena tempat usaha yang dipilih M uchsin adalah tanah
perusahaan, maka tentu dia harus menyewanya. Sekaligus dia hanya
bisa mendirikan rumah makan non-permanen. Dengan pertimbangan
dan alasan yang tidak jauh berbeda dari Baco, maka ketika itu M uchsin
juga memilih Bapak Hamzha untuk menjadi suplyer bahan bangunan
dan bahan baku untuk usaha-nya.
Dalam perencanaan yang disusun oleh M uchsin, modal awal yang
dia butuhkan, ketika itu (1993) Rp. 10.000.000. Dengan pertimbangan
yang sama dengan Baco, Muchsin juga mengajukan proposal usaha ke
IKBM. Setelah melalui prosedur yang sama dengan Baco, akhirnya
permohonan M uchsin di kabulkan. Tanpa membuang waktu, M uchsin
bersama dengan Yusuf (temannya sesama migran M akassar),
membangun rumah makan, seperti yang direncanakan oleh M uchsin.
Rumah makan itu resmi beroprasi pada bulan November 1993.
M igran M akassar lainnya, yang mendapat suntikan modal dari
IKBM adalah Ismail. M odal usaha yang diberikan IKBM ketika itu
68

(1998) sebesar Rp. 8.000.000. Ismail meminjam modal usaha ke IKBM
melalui prosedur yang sama dengan Baco, dan M uchsin. Dia memilih
meminjam modal usaha dari IKBM atas saran Muchsin.
M odal usaha ini digunakan Ismail untuk mendirikan warung ikan
bakar di depan sebelah KORAM IL Abepura. Alasan dia memilih
tempat itu karena selain dekat dengan rumahnya, juga karena di
tempat itu merupakan pusat keramaian dan belum ada yang berjualan
ikan bakar sekitar tempat itu. Sedangkan dia memilih usaha tersebut,
karena dia memiliki keahlian dalam mengelola ikan.
Bahan baku untuk usahanya, dia dapatkan dari seorang rekan
migran M akassar di pasar Hamadi. Dia memilih mendatangkan bahan
baku (ikan, kepiting, bumbu, dan lain-lain) dari Hamadi karena dia
mengenal suplyer itu sebagai sesama anggota IKBM . Pertimbangan
lainnya, yaitu karena bahan baku seperti ikan, udang dan kepiting,
terkesan lebih segar dan murah di Hamadi.
Asmi sebagai seorang wirausaha yang baru memulai usaha di
tahuan 2004, turut mendapatkan bantuan modal dari IKBM. Asmi
mendaptkan bantuan modal dari IKBM melalui prosedur yang sama,
dan dia memang memilih IKBM karena memiliki pertimbangan yang
sama dengan Baco. Bantuan modal yang Asmi dapatkan ketika itu
sebesar, Rp 5.000.000, dan digunakan untuk membuat usaha warung
nasi kuning di daerah pasar lama, tepatnya di ruang tamu rumah
kontrakannya. Dia memilih membuat nasi kuning karena punya
kemampuan untuk membuat nasi kuning. Sedangkan karena harus
merawat anaknya, maka dia memilih membuat usaha itu di ruang tamu
rumah kontrakannya.
Ramli adalah satu-satunya informan dalam penelitian ini yang
memulai usaha dengan modal pribadi, dan modal IKBM. M odal untuk
memulai usahanya adalah Rp.25.000.000. Untuk memenuhi kebutuhan
modal usahanya, dia menjual sebidang tanah miliknya di M akassar.
Tetapi karena harga tanah itu terjual Rp 20.000.000, maka dia
melakukan penjaman usaha di IKBM sebesar Rp. 5.000.000. M odal
usaha ini dia gunakan untuk membeli satu unit mobil starwagon, guna
dijadikan angkutan umum (taksi entrop). Ramli memilih usaha ini
karena Ramli punya keahlian mengemudi. Dalam hal pemilihan rute
69

jalur angkutan, dia memilih jalur Entrop-Abe (pergi pulang). Dengan
alasan bahwa ketika itu (1997) transpotasi di daerah itu masih terbatas.

Suatu Loncatan
Usaha rumah makan yang dirilis oleh M uchsin, perlahan-lahan
menjadi begitu sibuk, karena banyaknya pelanggan, dan juga pesanan.
Hingga pada tahun 1994, M uchsin mulai merasa kewalahan dan
memboyong Ismail dari M akassar ke Jayapura. Muchsin dan Ismail
kemudian bekerja sama mengelola usaha rumah makan itu. Hasilnya
cukup memuaskan, karena kuentungan bersih yang diraih perhari ratarata mencapai Rp.50.000.
Dengan penghasilan demkian, secara brtahap M uchsin
mengembalikan modal usaha dari IKBM. M odal usaha itu berhasil dia
kembalikan tahun 1995. Pada tahun 1996, M uchsin menikah, dan pada
tahun 1997 M uchsin melakukan kredit satu unit rumah yang
disediakan pemerintah. Hal-hal itu membuat M uchsin tidak
mengembangkan usahanya.
Pada tahun 1998, dia mendapat surat dari perusahaan, yang
menyampaikan bahwa tanah yang dia sewa, harus segera dikembalikan
ke perusahaan. Hari itu itu juga dia coba negoisasi dengan pihak
perusahaan, perihal surat itu. Tetapi pihak perusahaan tetap pada
pandirian. Rumah makan miliknya lalu dibongkar, dan akhirnya
M uchsin harus menganggur, begitu juga dengan Ismail.
Ismail kemudin memutuskan untuk usaha sendiri, sementara
M uchsin membuat kios di depan rumahnya. M odal untuk mendirikan
kios, dia dapatkan dari IKBM , sebesar Rp 3.000.000. Penghasilan dari
kios yang dibuat cukup baik, karena hampir mencapai Rp 25.000/hari.
Dengan penghasilan itu, dia dan istrinya berusaha mengatur agar dapat
membayar cicilan rumah. Sementara untuk pengembalian modal usaha,
pihak IKBM memberikan kelonggaran waktu yang cukup panjang,
karena memahami kondisi M uchsin.
Selama masa-masa awal pendirian usahanya (kios), barang
dagangan untuk usahanya, M uchsin datangkan dari seorang rekannya
sesama anggota IKBM. Sehingga ketika itu dia bisa ambil barang
dengan sistim utang. M uchsin dan Istrinya terus bertahan hidup
70

dengan pendapatan dari kios itu. Hingga tahun 2002, dia berhasil
melunasi semua pinjaman untuk usahanya.
M engetahui informasi dari IKBM , bahwa pasar Abe akan
direlokasi ke jalan baru, M uchsni melihatnya sebagai peluang. Dia lalu
mencoba mencari sebidang tanah di daerah jalan baru. Setelah
menemukannya, dia langsung membuat perencanaan pendirian Toko.
Dari perencanaan itu, modal yang dia butuhkan adalah Rp 650.000.000.
Dia coba untuk meminjam dari IKBM, tetapi karena jumlah
modalnya sudah melewati batas peminjaman di IKBM . Sehingga IKBM
lalu menyarankannya untuk meminjam dari bank. Tetapi karena dia
tidak punya jaminan yang sesuai, maka IKBM melalui ketuanya
memberikan memo untuknya, agar pergi menemui seorang migran
M akassar yang bekerja di salah satu bank swasta. Dengan memo itu
akhirnya M uchsin berhasil mendapat pinjaman usaha dari bank. M odal
itulah yang digunakan oleh M uchsin untuk membangun toko di daerah
jalan baru. Toko milik M uchsin resmi dioprasikan tahun 2004, dan
menyediakan berbagai kebutuhan pokok, juga melayani grosir.
M elalui proses yang sama, Ismail juga mendaptkan pinjaman
modal usaha dari bank, ketika dia hendak membangun ruko pada awal
tahun 2006. Tetapi karena jumlah modal yang dibutuhkan Ismail,
melebihi satu milyar, maka mau tidak mau dia harus menyerahkan
sertifikat tanah sebagai jaminan di bank. Untuk itu dia dan istrinya
sepakat untuk menyerahkan sertifikat tanah warisan dari orang tua
istrinya. Dengan begitu, dia dapat memperoleh pinjaman modal usaha
dari bank, dan dapat membangun satu ruko lantai tiga, dan salah satu
ruangan dari ruko itu dijadikan warnet milik Ismail. Roko itu resmi
dibuka pada tahun 2008.
Ramli yang sejak tahun 1997 menekuni usaha angkutan umum.
Akhirnya dapat mengembangkan usahanya pada tahun 2000, berkat
sokongan modal dari bank. Untuk memperoleh modal usaha tersebut,
dia juga melalui porses yang sama dengan M uchsin. Ramli
mengembangkan usahanya dengan membeli satu ruko di daerah
Abepura (tepatnya di M aspul), dan membuatnya menjadi toko baju dan
sepatu. Baju dan sepatu yang dijualnya, dia datangkan dari M akassar,
melalui jasa seorang rekan (sesama anggota IKBM), yang bekerja di
kapal barang. Penghasilan dari toko ini cukup baik, rata-rata perhari
71

mencapai Rp 300.000. Karena penghasilan dari toko ini yang cukup
memuaskan, sehingga dalam waktu enam tahun, Ramli dapat
mengembalikan modal bank sebesar Rp 150.000.000.
Pada tahun 2008, Ramli kembali meminjam modal dari bank
dengan proses yang sama. M odal itu digunakan untuk membeli
sebidang tanah di Abepura. Tanah itu kemudian dibangun rumah
makan, tempat kos, sekaligus rumah tinggal untuk Ramli dan
keluarganya. Hingga saat ini Ramli masih melakukan angsuran untuk
melunasi pinjaman bank, sebesar Rp 500.000.000.
Saat Asmi mengembangkan usahanya ke daerah Abepura, dia
mengghabiskan modal usaha sebesar Rp 100.000.000. M odal usaha
yang digunakan berasal dari pinjaman bank. Dia mendaptkan pinjaman
modal usaha dari bank melalui proses yang hampir mirip dengan
Ramli. Sedangkan bahan baku untuk usahanya di datangkan dari
seorang migran M akassar, yang juga adalah anggota IKBM. Usaha yang
dikembangkan oleh Asmi ketika itu (2006) adalah rumah makan coto
M akassar.
Perkembangan usaha juga dilakukan oleh Baco, tetapi
perkembangan usaha yang dilakukan oleh Baco terjadi dalam kurun
waktu yang cukup cepat, yaitu satu tahun. Baco mengembangkan
usahanya setelah berhasil mengembalikan modal usaha dari IKBM,
dengan bantuan biaya dari keluarganya. Baco mengembangkan
usahanya dengan cara membeli satu bangunan tua di daerah Kota Raja,
dan kemudian merenovasi banguna itu menjadi toko kue serta rumah
makan.
Baco dapat mengembangkan usahanya karena dia mendapat modal
usaha dari bank dan dari IKBM. IKBM memberikan bantuan modal
usaha bagi Baco sebagai bentuk penghargaan karena dia mampu
menyelesaikan pinjaman modal usaha awal dalam waktu kurang dari
setahun. Sedangkan modal usaha dari bank Baco dapatkan melalui cara
yang sama dengan para migran M akassar yang lain. Bahan baku usaha
untuk rumah makan dan toko kue miliknya, dia datangkan dari sesame
migran M akassar yang ada di Jayapura. Hingga tahun 2012, Baco tetap
menjalankan dan mengembangkan dua usahanya ini, yaitu toko kue
dan rumah makan, serta kios kue di depan rumah pamannya.
72

Demikianlah perkembangan usaha yang dilakukan oleh M uchsin,
Ismail, Baco, Ramli, dan Asmi. Dari pembahasan ini, dapat terlihat
bagaimana perkembangan usaha dari migran M akassar di Jayapura,
yang terjadi karena adanya dukungan IKBM . Sehingga dapat dikatakan
bahwa perkembangan usaha migran M akassar yang terjadi dengan
pesat dan cepat, tidak terlepas dari dukungan IKBM Kota Jayapura.

M enjalani Usaha Bukan Tanpa M asalah
Pada saat M uchsin tengah menjalankan usaha rumah makan
miliknya. Pada tahun 1996 M uchsin sempat mengalami permasalahan
dengan ijin usaha. Karena ketika itu Jayapura yang baru beralih menjadi
Kota M adya, mulai menertipkan tentang surat-surat usaha. Pada saat itu
M uchsin adalah salah satu dari sekian banyak wirausaha di Kota
Jayapura yang tidak memiliki ijin usaha.
Dari sekian banyak wirausaha yang tidak memiliki surat ijin usaha.
wirausaha asal M akassar (anggota IKBM ) adalah yang terbanyak tidak
memiliki ijin usaha. Hal ini memaksa IKBM untuk segera bertindak
dalam rangka mengamankan para anggottannya. Sehingga pada saat itu
para pengurus IKBM mengambil langkah untuk membahas hal tersebut
dalam pertemuan bulanan IKBM (silaturahmi IKBM ).
Pertemuan yang berlangsung di M asjid Besar Entrop ini,
berlangsung pada akhir maret 1996, dan dihadiri oleh hampir empat
ratus orang, yang sebagian besar adalah wirausaha. Setelah melakukan
pembicaraan selama satu jam lebih, mereka lalu sepakat bahwa dalam
hal pengurusan surat ijin usaha pada pemerintah akan dilakukan oleh
pengurus IKBM. Untuk itu setiap anggota IKBM yang ingin mempunyai
surat ijin usaha, harus melengkapi persyaratan ijin usaha dan
diserahkan ke IKBM .
Dua hari setelah pertemuan IKBM tersebut, M uchsin menyerahkan
kelengkapan berkas dan juga biaya yang diminta ke sekertariat IKBM,
untuk dapat memperoleh ijin usaha. Ijin usaha dari M uchsin yang
diurus melalui IKBM, baru dapat diterimanya pada awal M ei 1996.
Semenjak itu M uchsin terdaftar sebagai salah satu pengusaha di kota
Jayapura.
Cerita dari M uchsin dibenarkan oleh Baco, yang ketika itu juga
mengalami hal yang sama dengan M uchsin. Sedangkan untuk Ismail,
73

Ramli, dan Asmi, hal itu bukan merupakan masalah. Karena ketika
mereka memulai usaha, mereka telah mendaftarkan diri ke IKBM untuk
memperoleh surat ijin usaha. Prosedur yang mereka tempuh juga tidak
jauh berbeda dengan apa yang ditempuh oleh M uchsin. Bahkan durasi
waktu untuk dapat memiliki ijin usaha lebih cepat. Karena hanya
berjangka waktu empat hari dari waktu pendaftara.
Selain permasalahan surat ijin usaha, masih banyak masalah lainnya
yang sering dihadapi oleh informan. Sebagai contoh lambatnya
distribusi bahan baku, orang mabuk yang sering mengacau, banyaknya
demo, dan lain sebagainya. Tetapi masalah-masalah demikian bagi
mereka adalah resiko usaha, hal itulah yang membuat mereka tetap
menjalankan usahanya di Kota Jayapura.

Rahasia Umum M igran M akassar
Kendati awalnya Bapak Haji JR sempat menolak dan tidak
membenarkan apa yang dikatakan oleh ke-lima informan. Tetapi
akhirnya dia mengakui bahwa apa yang mereka katakan semuanya
benar. Tetapi lebih lanjut dia berkata; “saya tadi sengaja tidak mau
beritahu karena hal-hal itu sebenarnya telah menjadi rahasia umum di
kalangan kita orang M akassar di Jayapura”.
Sambil mengajak penulis melihat beberapa data dan ruangan
komputer yang tersedia di sekertariat itu. Bapak Haji JR menjelaskan
bahwa organisasi IKBM melalui biro pengembangan anggota, selalu
berusaha mengakomodir kepentingan-kepentingan usaha dan politk
dari setiap anggotanya. Hal ini bertujuan untuk menciptakan nilai tawar
orang M akassar di Jayapura.
Bapak Haji JR kemudian menujukan aplikasi-aplikasi proyeksi usaha,
dan pendukung informasi lainnya, yang dimiliki IKBM . Dia juga
menambahkan bahwa anggota IKBM itu terdiri dari berbagai kalangan.
Sehingga tidak mengherankan bila IKBM dapat mengakses dan
mempengarahui kebijakan-kebijakan dalam pemerintahaan, dan dapat
memperoleh sumber daya organisasi.
Apa yang dikatakan oleh Bapak Haji JR, dibenarkan oleh mantan
ketua IKBM , sekaligus sesepuh migran M akassar, Bapak HJ. Dari cerita
74

yang disampaikan oleh Bapak Haji JR dan Bapak HJ. Terungkap
beberapa nama oknum PNS dan pegawai bank swasta yang biasanya
memperlicin urusan migran M akassar.
Karena itulah penulis kemudian meminta waktu dengan mereka
(oknum PNS dan pegawai bank swasta), untuk dapat bertemu.
W alaupun mereka bersedia menemui penulis, namun pada awalnya
mereka tidak ingin diwawancarai. Tetapi setelah penulis berjanji akan
menyembunyikan identiatas mereka, mereka akhirnya bersedia.
Dalam wawancara bersama mereka secara terpisah, pada akhir bulan
September. M ereka mengakui apa yang diceritakan oleh Informan,
maupun Bapak HJ dan Bapak Haji JR. Bahkan satu diantara ke-enam
orang itu menujukan daftar pinjaman migran M akassar di bank tempat
dia bekerja. Diantara nama-nama itu, ada tertera nama M ucsin dan
Ramli.

Profil I nforman di Tahun 2012
M uhadjir Ismail telah menikah dengan seorang perempuan yang
berasal dari jawa barat, bernama Riska Dwiyansari, sejak lima belas
tahun yang lalu (1997-2012). Saat ini mereka berdua telah dikarunia
dua orang putri (M aharani dan Jesica). Istrinya adalah anak kedua dari
bapak Deddy Hary dan Ibu Indah Evita, kedua orang tua dari istrinya
berprofesi sebagai petani di daerah Arso Kabupaten Kerom Papua
(warga transmigrasi di daerah arso). Hingga akhir tahun 2012, menurut
perhitungan Ismail rata-rata penghasilan bersinya tiap bulan sebesar Rp
15.000.000. Dengan penghasilan dari usaha persewaan ruko dan warnet,
kini Ismail telah memiliki satu mobil pribadi, dan tiga sepeda motor.
Selain itu, aset usaha yang dia miliki adalah ruko tiga lantai (lantai ke
tiga rumah pribadinya), dua puluh unit komputer. Dia memiliki dua
karyawan yang juga merupakan migran M akassar, yaitu Iwan dan Anto.
Pada dipenghujung tahun 2012, M uchsin memilki usaha
minimarket, dan satu toko. Semua usaha tersebut menurut perhitungan
M uchsin dapat memberinya pengahasilan Rp 10.000.000/bulan. Selain
itu dia juga memiliki asset pribadi berupa tanah + satu rumah, dua
motor dan satu mobil. Diusianya yang ke 42 tahun saat ini, M uchsin
telah dikaruniakan dua anak (Nahdah,17 dan Nafisal, 12) dari seorang
75

istri bernama Syaidah Ulfah. Istri Muchsin adalah anak dari bapak Latif
Ambo dan Ibu Sahfirah (anak pertama dari tiga orang bersaudara). Istri
M uchsin berasal dari kampung yang sama dengan M uchsin dan
memiliki latar belakang keluarga yang mirip dengan M uchsin.
Dari pengamatan dan wawancara penulis dengan Baco. Penulis
mendapati bahwa tahun 2012 Baco telah menikah dengan wanita
bernama M aqfira Tafni, yang berasal dari kampung Untia M akassar.
Istrinya adalah putri ke dua dari tiga orang bersaudara anak dari Bapak
Safian dan Ibu Hamiihdah. Ayah dari istrinya berprofesi sebagai guru
sekolah dasar dan ibu dari istriinya adalah pedagang buah-buahan dan
sayur. Dari pernikahannya saat ini Baco telah memiliki tiga orang anak
(dua perempuan, satu laki-laki), yaitu Nabiilah, Nafisah dan Irfan.
Untuk masalah pendapatan, Baco mengaku mendapat penghasillan
bersih rata-rata pencapai Rp 20.000.000/bulan. Dia juga menjelaskan
bahwa penghasilan yang dia dapatkan sejak memulai usaha hingga kini,
dia telah memiliki asset pribadi berupa 1 rumah, 1 mobil, 4 motor.
Sedangkan menurut perhitungan Ramli, hingga pertengahan
tahun 2012, pendapatan bersinya setiap bulan rata-rata Rp 15.000.000.
Pendapatan ini dia terima dari usaha-usaha milikinya, yaitu usaha
angkutan umum, usaha toko pakaian, usaha tempat kos, usaha dan
rumah makan. Dengan Penghasilannya sejak dia memulai usaha, kini
Ramli telah memiliki aset pribadi selain asat usaha, yaitu satu rumah,
satu motor, satu mobil. Ditahun 2012, Ramli telah dikaruniakan dua
orang anak, yaitu Zarrah dan Zainal, dari seorang istri bernama Erna
Aatifah. Istrinya adalah anak kedua dari pasangan bapak Aziem dan ibu
Kaznah. Istrinya merupakan wanita yang juga berasal dari kampung
Lette M akassar.
Dari pernikahan Asmi dan Ridwan, mereka telah dikaruniai dua
orang putra (Rojit,9 dan Rohan,6). Kuentungan dari usaha Asmi tararata Rp 8.000.000/bulan. Dari kuentungan yang dipeolehnya, saat ini
Asmi telah memiliki satu rumah pribadi di Jayapura, tiga motor dan
memiliki tabungan di bank kurang lebih Rp 10.000.000. Selain itu,
dengan kuentungannya saat ini, dia juga dapat memberikan pendidikan
yang baik bagi kedua anaknya dan memberikan kehidupan yang layak
bagi keluarganya.
76

Demikianlah potret dari Asmi, Ismail, Ramli Baco, dan M uchsin.
M ereka saat ini dapat hidup dengan tentram dan damai, karena dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya di Kota Jayapura. Hal ini tentu berbeda
sekali dengan kondisi awal ketika mereka datang ke Jayapura. Sehingga
ketika penulis melontarkan pertanyaan tentang apakah ada niat mereka
untuk kembali ke kampung halaman mereka, mereka dengan lugas
menjawab bahwa mereka telah menganggap Kota Jayapura adalah
kampung halaman mereka.

77