Analisis segmentasi masyarakat Urban Surabaya : Studi pada Jama'ah Majelis Dzikir Walisongo Lembaga Dakwah NU Surabaya Tahun 2016-2017.
ANALISIS SEGMENTASI MASYARAKAT URBAN KOTA SURABAYA
(Studi pada Jama’ah Majelis Dzikir Walisongo Lembaga Dakwah NU
Surabaya Tahun 2016-2017)
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Dirasah Islamiyah
Oleh : Siti Nur Halimah NIM. F12915307
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
ABSTRAK
Berdakwah memahamkan syariat Islam secara tepat kepada umat. Untuk itu
perlu pendekatan yang tepat dalam berdakwah, agar jama’ah dapat memahami
ajaran dakwah dengan tepat. Apalagi saat ini, lembaga dakwah dihadapkan dengan tantangan dakwah di era globalisasi dan karakteristik masyarakat urban kota Surabaya yang berbeda dengan masyarakat di daerah (pedesaan). Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) merancang program dakwah pada masyarakat urban dengan membentuk Majelis Dzikir Walisongo. Program ini bertujuan untuk optimalisasi kegiatan dakwah pada masyarakat perkotaan, seperti Surabaya. Dalam
merancang kegiatan dakwah yang memperhatikan kebutuhan jama’ah, LDNU melakukan proses segmentasi dan memahami karakteristik jama’ah MDW.
Kedepan, sesuai dengan tujuan dakwah yang dikembangkan LDNU, akan dibentuk majelis - majelis yang fokus dengan pendekatan dan materi dakwah sesuai dengan
karakteristik / kebutuhan jama’ah. Penelitian ini berupaya menganalisa tahapan
segmentasi yang dilakukan manajemen LDNU terhadap jama’ah MDW,
mengetahui preferensi (kecenderungan) produk yang disukai jama’ah terhadap
kegiatan MDW dan pendekatan dakwah yang sesuai berdasarkan karakteristik
segmen jama’ah MDW. Teori yang digunakan adalah teori segmentasi pasar
meliputi pola segmentasi, pendekatan segmentasi post-hoc serta tahapan segmentasi post-hoc. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Dari hasil
penelitian menunjukkan pola segmentasi jama’ah MDW adalah segmentasi homogen (pasar ceruk) dengan karakteristik jama’ah yang menyukai produk tausiyah / ceramah agama karena menginginkan manfaat peningkatan spiritual
dibandingkan dengan wawasan Islam. Mereka juga menyukai ustad atau da’i yang kompeten dalam berdakwah, pandai membawa suasana sehingga membuat jama’ah
merasa lebih dekat kepada Allah. Produk lain seperti istighosah (dzikir dan doa bersama) dan penampilan hadrah tetap disukai namun cenderung bukan merupakan preferensi utama.
Kata kunci : Pemasaran Dakwah, segmentasi post-hoc, Majelis Dzikir Walisongo, LDNU Surabaya.
(7)
DAFTAR ISI
PERNYATAAN KEASLIAN... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ...iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ... ....... v
MOTTO ... vi
UCAPAN TERIMAKASIH ...vii
ABSTRAK ...x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1
B. Identifikasi Masalah ...19
C. Batasan Masalah ...20
D. Rumusan Masalah ...20
E. Tujuan Penelitian ...21
F. Kegunaan Penelitian ...21
G. Penegasan Istilah...21
H. Penelitian Terdahulu ... .25
I. Sistematika Pembahasan ... 27
BAB II : KAJIAN PUSTAKA A. Segmentasi ...30
B. Tujuan Segmentasi ... 33
C. Pendekatan Segmentasi...38
(8)
E. Tahapan/Proses Segmentasi... 48
BAB III : METODE PENELITIAN A. Jenis dan pendekatan penelitian yang digunakan ...56
B. Subyek dan Obyek penelitian...57
C. Sumber data penelitian...57
D. Teknik pengumpulan data...57
F. Teknik Uji keabsahan data ...59
G. Tabulasi Data, sumber data, teknik pengambilan data ...60
H. Teknik analisis data...61
BAB IV : PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA A. Profil Majelis Dzikir Walisongo...62
B. Tahapan Segmentasi Jama’ah Majelis Dzikir Walisongo... 65
1. Mencari hubungan Jama’ah Majelis Dzikir Walisongo dengan produk kegiatan pengajian rutin Majelis Dzikir Walisongo... 65
2. Menetapkan dasar segmentasi yang sesuai dengan kondisi jama’ah Majelis Dzikir Walisongo ... 85
3. Mendeskripsikan profil atau karakteristik tiap segmen jama’ah Majelis Dzikir Walisongo ... 87
C. Preferensi Jama’ah terhadap program pengajian rutin Majelis Dzikir Walisongo ... 92
D. Pendekatan dakwah yang sesuai untuk jama’ah Majelis Dzikir Walisongo...97
BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 100
(9)
B. Saran dan rekomendasi
penelitian... 107
BAB VI : DAFTAR PUSTAKA ... 110
(10)
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Tabel penelitian terdahulu ... 25 Tabel II.1. Pendekatan Segmentasi A-priori dan Post-Hoc ... 36 Tabel II.2. Kerangka teoretik Segmentasi Post-Hoc Jama’ah Majelis Dzikir
Walisongo...54 Tabel II.3. Alternatif dasar segmentasi yang sesuai dengan karakteristik jama’ah
Majelis Dzikir Walisongo...55 Tabel III.1.Tabulasi data, sumber data dan teknik pengumpulan data...60
(11)
DAFTAR GAMBAR
Gambar I.1. Logo Majelis Dzikir Walisongo ... 24 Gambar IV.1. Foto Ustad Edy Rahmatullah M.E.I sedang mengisi pengajian
MDW di Masjid Ababil, Graha Astra
Nawa...81 Gambar IV.2. Foto Ustad Edy Rahmatullah dan puterinya, berdakwah di salah
satu program acara Bios TV ketika peringatan Isra Mi’raj 1438
(12)
(13)
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama dakwah, artinya suatu agama yang mendorong setiap pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah.1 Islam juga disebut sebagai agama dakwah (din al da’wah), karena mengajak orang agar mengikuti seruan Nya.2 Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surat Ali Imron 110:
ۡ ُتنُك
ۡ
ِۡبَۡنوُرُ
َتۡ ِس َن ِ ۡ َج
ِر
خُأٍۡ َمُأَۡ َۡخ
ِۡفوُر عَ
ٱ
ۡ
ِۡ َعَۡن َ نَتَو
ِۡر
َ نُ ٱ
ۡ
ِۡبۡ َن ُنِم ُتَو
ۡهِ َلٱ
ۡ
ۡ ُ ه
َ
أۡ َ َماَءۡ َ َو
ِۡ ٰ َتِ
لٱ
ۡ
ۡۚ ُ
َ ۡام َۡخَۡنَََل
ُۡ ُ نِ م
ۡ ُ
ٱ
َۡن ُنِم
ۡ
ُۡ ُهُ ََ ك
َ
أَو
َۡن ُقِسٰ َف لٱ
ۡ
٠
ۡ
ۡ
Artinya : Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.
Hal ini menunjukkan dakwah mendapat tempat yang sangat penting dalam ajaran Islam. Meskipun tanggung jawab dakwah berperan penting dalam kehidupan umat, tidak berarti diperbolehkan memaksakan nilai dakwah untuk diterapkan. Dakwah mengandung pengertian sebagai suatu
1 M. Masyhur Amin, Dakwah Islam dan Pesan Moral, (Jakarta : Al Amin Press, 1997), 8. 2 Ilyas Ismail & Priyo Hotman, Filsafat Dakwah : Rekayasa Membangun Agama dan Perubahan Islam (Jakarta : Kencana, 2011), 27.
(14)
2
kegiatan ajakan baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku dan sebagainya yang dilakukan secara sadar dan berencana dalam usaha mempengaruhi orang lain baik secara individual maupun secara kelompok agar timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap, penghayatan serta pengamalan terhadap ajaran agama sebagai message yang disampaikan kepadanya tanpa adanya unsur paksaan.3 Sehingga, apabila berdakwah tanpa melakukan upaya penyadaran tentu bertentangan dengan substansi dari kegiatan dakwah sendiri.
Seseorang menerima ajaran Islam melalui jalan dakwah yang berisi nasehat dan membangun kesadaran akan suatu hal yang baik dan buruk, yang benar dan yang salah, yang mendatangkan maslahat atau justru mengakibatkan mudharat. Hal ini sejalan dengan pemikiran Khaidir Khatib Bandaro yang mengartikan dakwah adalah suatu proses penyelenggaraan, suatu usaha atau aktifitas yang dilakukan dengan sadar dan sengaja, dengan upaya meningkatkan taraf nilai hidup manusia yang sesuai ketentuan Allah dan rasul oleh seseorang atau sekelompok secara sadar dan berencana dalam bentuk lisan, tulisan, perbuatan dalam upaya menimbulkan pengertian, kesadaran dan pengalaman terhadap ajaran Islam4. Jamaludin Kafie berpendapat, bahwa dakwah adalah suatu sistem kegiatan seseorang, sekelompok, segolongan umat Islam sebagai aktualisasi imaniah yang dimanifestasikan dalam bentuk seruan, ajakan, panggilan, undangan, dan
3 Prof. H.M. Arifin, M.Ed. Psikologi Dakwah, Ed. 1, Cet 6 (Jakarta : Bumi Aksara, 2004), 6. 4 Khaidir Khatib Bandaro, Suatu Studi Tentang Ilmu Dakwah, Tabligh, Khutbah, Menuju Para Da’i, Mubaligh dan Khatib Profesional (Padang : Syamsa Offset, 1996), 4.
(15)
3
doa yang disampaikan dengan ikhlas dan menggunakan metode, sistem dan teknik tertentu agar menyentuh qalbu dan fitrah seseorang, keluarga, kelompok, massa, dan masyarakat manusia supaya dapat mempengaruhi tingkah lakunya untuk mencapai tujuan tertentu.5 Dengan demikian, semakin nampak bahwa berdakwah merupakan upaya membangun kesadaran pada mad’u dimana tidak diperkenankan adanya sistem, metode ataupun pendekatan dakwah yang “memaksa” kan, sehingga ajaran dakwah menjadi tidak bernilai pemecahan masalah serta mendatangkan rahmatan lil alamin.
Pengenalan dan pemahaman syariat Islam kepada umat secara tepat, diperlukan strategi dakwah yang tepat pula, agar pelaksanaannya dapat mencapai sasaran yang tepat, maka diperlukan perencanaan dakwah yang benar-benar berangkat dari hasil pengamatan dan analisis tentang kondisi obyektif mad’u. Pendekatan dakwah yang tidak tepat, sering memberikan gambaran dan pendapat yang keliru tentang Islam, sehingga kesalahlangkaan dalam operasional dakwah.6 Untuk mengantisipasi hal ini, para pelaku dakwah harusnya mampu merancang pendekatan dakwah yang sesuai dengan mad’u.
Pendekatan dakwah dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap proses dakwah. Terdapat tiga pendekatan
5 Fathul Bahri An-Nabiry, Meniti Jalan Dakwah Bekal Perjuangan Para Da’i. Cet 1, (Jakarta :
Amzah, 2008), 20.
6Mahmuddin, “Strategi Dakwah terhadap Masyarakat Agraris”, Tabligh Edisi XXVII (Juni, 2013),
(16)
4
dakwah yaitu pendekatan budaya, pendekatan pendidikan dan pendekatan psikologis.7 Pendekatan dakwah tersebut diatas seringkali dikategorikan sebagai pendekatan dakwah yang berfokus pada mad’u. Pendekatan yang berfokus pada mad’u misalnya pemberian materi dakwah yang sesuai kebutuhan mad’u, penggunaan metode dan media dakwah yang dapat menggugah hati mad’u dan sebagainya.8 Penerapan pendekatan ini dapat berpengaruh signifikan dalam ketercapaian tujuan dalam kegiatan dakwah di masyarakat.
Selain itu, penggunaan pendekatan dakwah yang sesuai dengan selera dan kebutuhan mad’u akan menjadi daya tarik tersendiri yang mengantarkan pada pesatnya perkembangan dakwah saat ini. Apalagi dengan kondisi masyarakat era globalisasi yang banyak memberikan tantangan bagi perkembangan dakwah. Globalisasi merupakan zaman dimana arus informasi mengalir deras ke seluruh penjuru dunia secara simultan tanpa memandang adanya perbedaan suku, ras maupun budaya serta ruang dan waktu9. Indikator pesatnya arus globalisasi adalah akses yang semakin mudah terhadap teknologi dan informasi. Tapper mendefinisikan globalisasi sebagai proses integrasi karakteristik lokal kepada arus global yang sebagian besarnya dilakukan melalui teknologi informasi dan komunikasi. Meskipun secara historis globalisasi dipandang sebagai suatu proses
7A. Sunarto AS, “Kyai dan Prostitusi : Pendekatan Dakwah KH. Muhammad Khoiron Suaeb di
Lokalisasi Kota Surabaya, Jurnal Komunikasi Islam, Vol. 3, No 2, (Desember, 2013), 358.
8 Ibid, 359.
9 Istina Rakhmawati, Tantangan Dakwah di Era Globalisasi, ADDIN, Vol. 8, No. 2, Agustus 2014,
(17)
5
mengintegrasikan perekonomian lokal kepada ekonomi dunia, namun makna globalisasi merujuk kepada ruang dimana terjadi proses interaksi global melalui sarana teknologi komunikasi.10 Dengan kata lain, globalisasi menuntut pelaksanaan kegiatan dakwah untuk menyesuaikan kegiatan dakwah dengan budaya dan karakteristik masyarakat global.
Berbagai macam media di era globalisasi seakan mencekoki nilai-nilai yang dibawa dari dunia global, tidak jarang nilai-nilai tersebut bertentangan dengan ajaran Islam. Seperti misalnya sekulerisme, liberalisme, dan konsep-konsep turunannya. Globalisasi ketika dimaknai sebagai sebuah tantangan besar dalam artian sesuatu yang harus dihadapi dan disikapi dengan berbagai macam strategi, juga akan menimbulkan peluang besar untuk menciptakan pemikiran dan aksi strategis untuk menghadapinya. Oleh karena itu, harus disadari bahwa globalisasi adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari oleh masyarakat modern, sehingga yang harus dilakukan adalah bagaimana memiliki cara-cara yang strategis untuk ikut ambil bagian dalam era globalisasi tersebut.11 Masalah krusial yang muncul dalam pelaksanaan kegiatan dakwah di era globalisasi adalah menipisnya ruang relijiusitas masyarakat dikarenakan pertarungan antara nilai-nilai Islam dengan nilai-nilai yang dibawa oleh dunia global sebagaimana diuraikan sebelumnya.
10 H. Tapper, The Potential Risks of The Local in The Global Information society, Journal of Social
Philosophy, 31 April 2000, 434-524
11 Slamet, Dakwah Islam di Tengah Globalisasi Media dan Teknologi Informasi (Jakarta :
(18)
6
Pengaruh globalisasi akan semakin tampak nyata di kota-kota besar termasuk kota Surabaya. Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Ibukota Jakarta. Selain itu, kota Surabaya merupakan ibukota provinsi Jawa Timur. Masyarakat kota Surabaya merupakan masyarakat perkotaan atau yang disebut sebagai Urban Community. Masyarakat perkotaan adalah masyarakat yang anggotanya terdiri dari berbagai macam manusia dari beragam lapisan atau tingkatan hidup, pendidikan, kebudayaan, dan lain-lain. Mayoritas penduduknya hidup berjenis usaha yang bersifat non agraris.12 Sebagaimana karakteristik masyarakat kota besar, kota Surabaya selain mengalami kemajuan ekonomi, teknologi dan informasi juga terdapat banyak perilaku menyimpang. Mulai dari persoalan sex bebas, prostitusi, perjudian, degradasi moral, dan lain-lain. Hal tersebut mengindikasikan dakwah sudah menjadi kebutuhan mendesak yang barangkali merupakan jalan satu-satunya untuk menyelamatkan nilai-nilai agama yang ada di masyarakat.
Berdakwah di konteks masyarakat urban seperti masyarakat kota Surabaya dan kota besar lainnya bukanlah perkara mudah. Dengan adanya arus informasi yang dapat terakses 24 jam nonstop melalui jaringan internet, masyarakat menjadi sangat melek informasi. Sehingga wajar, mereka menjadi semakin kritis terhadap konsep ajaran Islam yang didakwahkan. Selain kekritisan terhadap konten materi dakwah yang meningkat, masyarakat urban di perkotaan juga memiliki banyak tuntutan terhadap
(19)
7
lembaga dakwah. Kalau dulu, berdakwah cukup mendengar dan menerima apa yang disampaikan ulama atau da’i tentang tema dakwah yang disampaikan (bergantung penguasaan tema tersebut dari da’i). Namun saat ini masyarakat urban bahkan memilih dan/atau meminta sendiri tema dakwah yang bagaimana yang ingin mereka kaji. Mereka memilih pengajian yang memberikan pemenuhan kebutuhan spiritual maupun wawasan keislaman spesifik pada apa yang menjadi kebutuhan mereka saja. Kehidupan masyarakat urban yang dekat dengan modernitas juga turut berperan dalam corak tuntutan mereka pada kegiatan dakwah. Misalnya mereka yang berasal dari kalangan muslim menengah atas, tentu menginginkan kegiatan dakwah dilaksanakan di tempat yang nyaman dan terkesan mewah. Mobilitas masyarakat urban yang tergolong tinggi, membuat mereka juga menuntut kemudahan dalam mengikuti kegiatan dakwah, seperti mengkaji wawasan Islam melalui situs dakwah online yang bisa mereka akses kapanpun mereka memiliki waktu luang.
Salah satu contoh pengajian modern yang memenuhi kebutuhan masyarakat urban adalah pengajian Bunda Muslimah Az Zahra yang cukup masyhur di kota Sidoarjo. Pengajian Bunda Muslimah Az Zahra yang diasuh oleh Ustad Ahmad Muzzaky Al-Hafidz, sering mengadakan pengajian rutin di Mall Sun City di Sidoarjo. Pengajian yang saat ini telah diikuti jama’ah ibu-ibu sejumlah 1000 orang tersebut juga kerap mengenalkan eksistensinya melalui media sosial. Bahkan kelompok tersebut telah memiliki website khusus. Tidak hanya ceramah agama,
(20)
8
kelompok pengajian tersebut memiliki beberapa program tambahan yang disesuaikan dengan karakteristik jama’ah masyarakat urban yakni program bhakti sosial, sunatan massal dan pengobatan gratis. Pengelolaannya pun diatur dengan baik dan profesional sehingga jama’ahnya semakin hari semakin bertambah.13
Kegiatan dakwah yang relevan dilakukan pada masyarakat urban adalah dakwah yang berorientasi pada transformasi global dan yang bisa menerima keadaan zaman serta kemajuan teknologi dalam kehidupan kita, baik melalui penyadaran, pendidikan, dialog, maupun ilmu pengetahuan agar mampu menjadi perubahan secara struktural atau kultural yang lebih baik.14 Dengan kata lain, dakwah tidak bisa berkembang hanya dengan metode konvensional yang sudah tidak lagi sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat saat ini. Khususnya masyarakat urban seperti kota Surabaya dan sekitarnya.
Salah satu organisasi dakwah Islam yang sudah lama berdiri di Indonesia adalah organisasi Nahdlatul Ulama (NU). Organisasi Nahdlatul Ulama (NU) didirikan sejak 31 januari 1926. Organisasi ini representatif dari ulama tradisionalis.15 Organisasi NU disebut-sebut sebagai organisasi terbesar di Indonesia dengan jumlah jama’ah terbanyak di Indonesia.16
13 Lihat kenalkan lewat medsos, anggota capai 1000 orang dalam
https://www.pressreader.com/indonesia/jawa-pos/20160322/282544427425664 diakses pada 17
Mei 2017 (Jawa pos, 22 Maret 2016)
14 Ibid
15 Masykur Hasim, Merakit Negeri Berserakan (Surabaya : Yayasan 95, 2002), 6.
(21)
9
Meskipun demikian, tidak membuat organisasi ini berpuas diri sebagai organisasi Islam terbesar. Dalam perkembangannya, mereka membuat inovasi pengembangan dakwah agar tetap relevan dengan perkembangan zaman, menyesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan mad’u nya khususnya di era globalisasi. Sebagai salah satu contoh misalnya pada tahun 2015, Ketua PCNU Surabaya, Dr H. Achmad Muhibin Zuhri, M.Ag melakukan sosialisasi kepada pengurus organisasi NU di Surabaya tentang konsep pengembangan dakwah yang dinamakan NU Urban.
"PBNU sudah memberi amanah kepada kami sebagai NU Kota atau NU Urban yang akan menjadi prototipe NU Kota untuk kota-kota lain," terang Ketua PCNU Surabaya, Dr H Achmad Muhibbin Zuhri M.Ag di Surabaya, Selasa (19/1/2016).17
Lahirnya konsep NU Urban, dilatarbelakangi adanya realitas masyarakat kota Surabaya sebagai sasaran dakwah NU cabang kota Surabaya. Kebutuhan masyarakat Surabaya yang metropolis, melek informasi dan umumnya terpengaruh besar arus globalisasi tentu tidak bisa disamakan dengan kebutuhan jama’ah di daerah lainnya seperti pedesaan. Walaupun organisasi ini pada awal perkembangannya memiliki basis jama’ah kalangan pesantren di pedesaan. Pendekatan dakwah yang diterapkan haruslah lebih modern, menyesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan jama’ah. Apabila metode yang digunakan tetap sebagaimana pembinaan kepada basis jama’ah dari kalangan pesantren dan/atau masyarakat di pedesaan, niscaya masyarakat urban di Surabaya dan
17 Ronny Wicaksono, Canangkan konsep NU urban, PCNU Surabaya buka Hotline Anti-teror, (19
Januari 2016) dalam http://www.batamtimes.com/read/115081/20160119/204545/canangkan-konsep-nu-urban-pcnu-surabaya-buka-hotline-antiteror/
(22)
10
sekitarnya tidak akan banyak tertarik untuk mengikuti kegiatan dakwah NU. Hal ini juga dinyatakan oleh salah satu pengurus, sekretaris LDNU, Ustad Edy Rahmatullah, M.E.I.,
“Kita tinggal di kota surabaya, masyarakatnya beda dengan di daerah, kalau di daerah masyarakatnya homogen, petani ya petani semua. Kalau di kota kan masyarakatnya heterogen. Mereka bermacam-macam profesi, mau mengaji saja sudah untung. Makanya kita ingin berdakwah ke masyarakat yang seperti itu.”18
Namun uniknya dalam konsep NU Urban yang dicanangkan PCNU Surabaya nantinya tetap tidak meninggalkan tradisi dakwah ala organisasi NU dengan tetap menyertakan istighosah, tahlil, diba’ dan semacamnya.19 Penulis juga melakukan konfirmasi kepada pengurus Sebagaimana yakni Ustad Edy Rahmatullah yang menyatakan,
“Karena masyarakat surabaya adalah masyarakat urban sehingga pendekatannya ga bisa alamiah dengan pendekatan tradisional saja. Tetapi tetap dipertahankan cara tradisionalnya, sesuai prinsip NU kan memelihara sesuatu yang lama yang baik kemudian mengambil sesuatu yang baru yang lebih baik.”20
Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) Surabaya, salah satu perangkat departementalisasi organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan Nahdlatul Ulama, khususnya yang berkaitan dengan bidang dakwah21, diberi tanggung jawab untuk melaksanakan program NU Urban untuk menyasar secara lebih luas jama’ah dari kota Surabaya dan sekitarnya. Perbaikan kualitas materi dakwah, metode
18 Edy Rahmatullah, Wawancara, Surabaya, 1 Februari 2017. 19 Ronny Wicaksono, Ibid.
20 Edy Rahmatullah, Wawancara, Surabaya, 1 Februari 2017. 21 http://www.ldnusurabaya.com/profil/
(23)
11
dakwah, pembinaan jama’ah menjadi titik fokus pelaksanaan program NU Urban.
Majelis Dzikir Walisongo adalah salah satu program dakwah LDNU Surabaya yang dianggap salah satu prototype dakwah masyarakat Urban yang akan dikembangkan oleh organisasi NU melalui LDNU di Surabaya. Majelis Dzikir Walisongo merupakan majelis ta’lim pengajian yang dibentuk oleh organisasi NU dan pelaksanaannya dibawah pengawasan pengurus LDNU Surabaya. Sebelumnya dakwah organisasi NU hanya diselenggarakan di level kampung. Jam’iyah NU umumnya hanya melangsungkan pengajian rutin seperti istighosah, yasin dan tahlil di kampung-kampung secara berkelompok dan di koordinasi oleh pihak masjid milik NU atau perseorangan. Pelaksanaannya pun tidak menjadi kontrol dari organisasi NU baik di tingkat pusat maupun wilayah/cabang/ranting. Jama’ah pengajian kampung tersebut juga terpecah menurut lokal wilayah rumah tinggal jama’ah dan tidak saling terhubung. Pengasuh kegiatan ta’lim dan da’i yang memberikan pengajian juga merupakan da’i berpaham ahlusunnah wal jama’ah namun bukan berasal dari lembaga dakwah NU secara formal. Bahkan terkadang dalam pelaksanaannya, jama’ah mengundang pembicara dari luar organisasi NU yang memberikan kajian dakwah. Hal ini tentu, tidak sesuai dengan visi misi dari organisasi dimana pengembangan dakwah harus sejalan dengan paham organisasi Nahdlatul Ulama. Dengan adanya Majelis Dzikir Walisongo harapannya organisasi NU memiliki basis jama’ah yang loyal terhadap
(24)
12
kegiatan dakwah organisasi NU dan secara formal terpantau dibawah pengawasan lembaga dakwah NU.
Majelis Dzikir Walisongo (MDW) pertama kali dilaksanakan pada minggu kedua bulan April tahun 2016 yang kemudian selanjutnya diselenggarakan secara rutin pada setiap minggu kedua dalam setiap bulan. Jama’ah yang mengikuti Majelis Dzikir Walisongo saat ini sejumlah 200 orang jama’ah. menurut keterangan Ustad Edy Rahmatullah, pengasuh dan penceramah rutin di MDW, “kalau yg hadir sampai sekarang ada 200 an orang”.
Sejalan dengan pendapat Bapak Didik Wasonohadi selaku ketua pengajian Majelis Dzikir Walisongo tentang jumlah jama’ah yang datang di pengajian.
“yang pertama kita buka satu tahun lalu, tepatnya di bulan april. Sehingga minggu kemarin itu sebenarnya sudah satu tahun. Awalnya kita buka di pagesangan, tempatnya ustad Helmy, jama’ahnya puluhan orang. Kemudian berkembang, saat ini mencapai 100 bahkan sdh sampai 200 an orang”
Jama’ah yang datang berasal dari anggota jam’iyyah NU yang biasanya telah mengikuti program pengajian rutin organisasi NU di kampungnya masing-masing, namun ada juga jama’ah yang merupakan masyarakat umum (sebelumnya bukan jam’iyyah22). Untuk menarik minat non jam’iyyah datang ke kegiatan pengajian Majelis Dzikir Walisongo, LDNU
22Sebutan bagi jama’ah Nahdlatul Ulama, telah mengidentifikasi diri sebagai bagian dari anggota
(25)
13
menggunakan media, pertama, yakni link dari orang-orang atau kerabat terdekat jam’iyyah yang belum pernah mengikuti pengajian LDNU tetapi mau ketika diajak, maka anggota jam’iyyah dihimbau untuk seluas-luasnya mengenalkan adanya program ini ke masyarakat umum. Kedua, mengoptimalkan fungsi masjid-masjid NU yang tersebar di seluruh kecamatan dan kelurahan untuk turut menyosialisasikan adanya pengajian Majelis Dzikir Walisongo kepada warganya. Ketiga, dengan menghimbau para ustadz atau da’i LDNU yang apabila memiliki majelis pengajian dimanapun berada, mereka dihimbau untuk mengenalkan seluas-luasnya adanya kegiatan Majelis Dzikir Walisongo ini sehingga kegiatan ini juga dapat diikuti oleh jama’ah majelis mereka.
Jama’ah Majelis Dzikir Walisongo memiliki beberapa variasi kegiatan seperti ceramah agama (tausiyah) oleh Ustad yang berasal dari LDNU, doa bersama, istighosah juga terdapat acara kesenian hadrah yang dibawakan oleh jama’ah sendiri. Majelis Dzikir Walisongo (MDW) ini kemudian dibentuk kepengurusan sendiri diluar pengurus LDNU. Terdiri dari ketua Majelis, wakil, sekretaris dan bendahara yang kemudian menjalankan program pengajian rutin
Pengurus LDNU memiliki harapan kedepannya, bermula dari pelaksanaan pengajian Majelis Dzikir Walisongo ini, apabila telah memiliki cukup banyak jama’ah, konsep dakwah NU urban akan dapat dikembangkan menjadi lebih sesuai dengan selera masyarakat kota Surabaya. Tentu dengan mempertimbangkan karakter pasar (jama’ah) dari
(26)
14
MDW tersebut. Menurut keterangan Ustad Edy Rahmatullah, M.E.I yang juga merupakan penanggungjawab program pengajian rutin Majelis Dzikir Walisongo sebagai berikut
“Di Majelis Dzikir Walisongo kan ada macam-macam orang, ada orang bisnis, ada orang yang profesi, ada yang sepuh-sepuh juga. Di grup wa itu saling komunikasi dan tanya jawab. Ini sudah berjalan 10 kali. Harapannya dalam satu tahun ini tersaring kebutuhan mereka apa. Ada yang berkebutuhan ziarah walisongo, sebentar lagi akan diadakan ziarah. ada yang ingin memperbagus bacaan Alqurannya, dengan sendirinya nanti akan terbentuk dari komunitas itu. Ada yang ingin seninya seperti qasidah, di majelis dzikir walisongo malah sudah terbentuk setiap kali pengajian majelis dzikir mereka sudah menampilkan itu”23
LDNU juga membuatkan grup Whatsapp untuk para jama’ah Majelis Dzikir Walisongo, dimana grup tersebut berfungsi sebagai media silaturahmi jama’ah serta media sosialisasi program-program LDNU, berikut apabila jama’ah ingin mengajukan pertanyaan seputar masalah ke -Islaman atau materi dakwah maka mereka dapat menanyakannya melalui grup tersebut dan akan dijawab oleh pembicara atau orang yang memahami ilmunya dari LDNU.24 Adanya sistem grup Whatsapp tersebut juga merupakan metode yang dilakukan LDNU untuk melakukan pemetaan terhadap kebutuhan jama’ahnya secara lebih spesifik. lebih lanjut ustadz Edy Rahmatullah, M.E.I menyatakan bahwa dari grup Whatsapp tersebut akan dilakukan pengelompokkan jama’ah Majelis Dzikir Walisongo berbasis pada kebutuhan mereka terhadap kajian Majelis Dzikir Walisongo. Harapannya, dengan memahami pengelompokan karakteristik jama’ah
23 Edy Rahmatullah, Wawancara, Surabaya, 1 Februari 2017. 24 ibid
(27)
15
tersebut, LDNU dapat lebih baik dalam melayani kebutuhan jama’ah khususnya membuatkan majelis pendamping guna memenuhi permintaan dari kelompok-kelompok jama’ah secara lebih spesifik. Misalnya akan dibuatkan majelis tafsir tersendiri untuk mengakomodir kebutuhan dari sebagian jama’ah yang menginginkan lebih dalam mengkaji tafsir, dan lain sebagainya.
Pada awal tahun 2017, mulai diberlakukan sistem jama’ah bertanya dengan menggunakan sistem SMS, jama’ah yang memiliki uneg-uneg seputar pertanyaan yang berhubungan dengan nilai-nilai Islam dipersilahkan untuk mengirimkan sms kepada penanggungjawab pengajian dari LDNU yang tidak lain adalah sekretaris LDNU, Ustadz Edy Rahmatullah, M.E.I. Dari sms jama’ah yang masuk nantinya akan diseleksi dan dipertimbangkan untuk menjadi bahasan kajian rutin Majelis Dzikir Walisongo. Hal ini, menurut pengurus LDNU, merupakan upaya manajemen LDNU ingin melayani kebutuhan jama’ah sesuai dengan apa yang menjadi masalah jama’ah. Pendekatan dakwah yang dikembangkan akan berpijak pada masalah yang selama ini diresahkan oleh jama’ah dalam kehidupannya. Dengan demikian, kebutuhan mereka akan terpenuhi oleh LDNU, jama’ah menjadi puas bahkan rela mereferensikan kepada orang lain tentang adanya kajian tersebut kepada khalayak yang lebih luas.
Berangkat dari fenomena tersebut, penulis memahami bahwa apa yang dilakukan LDNU terhadap program Majelis Dzikir Walisongo ini merupakan langkah efektif dalam memasarkan ajaran dakwah organisasi
(28)
16
NU. Hermawan Kartajaya mendefinisikan pemasaran sebagai sebuah disiplin bisnis strategis yang mengarahkan proses penciptaan, penawaran, dan perubahan values dari satu inisiator, kepada stakeholders-nya, “marketing is a strategic business dicipline that direct the process of creating, offering, and changing value from one initiator to its stakeholders.”25 Lebih lanjut, Hermawan menjelaskan bahwa pemasaran dapat diterapkan untuk setiap entitas “bisnis” baik profit maupun nirlaba.26 Dengan demikian, pemasaran bukan hanya milik perusahaan bisnis atau jasa yang berorientasi laba. Tetapi dapat juga diterapkan dalam organisasi nirlaba, sosial dan/atau dakwah seperti organisasi Nahdlatul Ulama. Kaitannya dengan dakwah, penulis memahami dakwah merupakan salah satu bentuk produk. Dalam bingkai pemasaran, produk dakwah memiliki karakteristik seperti produk dalam pemasaran jasa. Kotler dan Keller menyebutkan, jasa sebagai salah satu bentuk produk didefinisikan sebagai “setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu.27 Sebagai konsep, jasa atau service bisa berupa organisasi bisnis maupun nirlaba yang berkecimpung di sektor jasa28 seperti asuransi kesehatan, lembaga penyedia beasiswa, dan lain sebagainya.
25 Hermawan Kartajaya dkk, Markplus on Strategy (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2002), 11. 26 Ibid, 13.
27 Fandy Tjoptono, Pemasaran Jasa : Prinsip, penerapan dan penelitian, (Yogyakarta : ANDI,
2014), 26.
(29)
17
Salah satu upaya yang penting dalam tahapan pemasaran termasuk pula pemasaran jasa adalah menganalisa siapa segmen pasarnya. Segmentasi pasar adalah salah satu konsep penting dalam literatur perilaku konsumen dan pemasaran. Bahkan alasan utama untuk mempelajari perilaku konsumen adalah untuk mengetahui dasar-dasar pensegmentasian yang efektif, dan sejumlah besar penelitian konsumen yang dilakukan berkaitan dengan segmentasi.29 Dengan melakukan segmentasi, pemasar dapat memeta dan memahami kebutuhan dan keinginan pasarnya secara lebih baik.
Segmentasi pasar tidak hanya dapat diterapkan di organisasi profit tetapi juga dapat diterapkan di organisasi sosial seperti LDNU sebagai lembaga dakwah. Sejalan dengan pendapat, Kotler dan Levy menyatakan bahwa pemasaran merupakan aktivitas sosial yang persuasif sehingga dapat digunakan selain pada organisasi komersial.30 Menurut Leon G. Schiffman dan Leslie Lazar Kanuk, segmentasi pasar adalah sebuah proses pembagian pasar menjadi subset konsumen yang lebih sempit sesuai kebutuhan dan karakteristik yang sama. Jama’ah pengajian Majelis Dzikir Walisongo merupakan pasar dari lembaga dakwah NU. Dengan adanya segmentasi atau pengelompokan jama’ah, kedepannya akan lebih mudah untuk merancang pendekatan dakwah yang tepat sesuai kondisi segmen pasarnya. Dengan
29 J. Paul Peter dan Jerry C. Olson, Consumer Behaviour : Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran. Ed. 4 (Jakarta : Erlangga, 2000), 135.
30 Philip Kotler, Sidney J. Levy, Broadening The Concept Of Marketing, Journal of Marketing,
(30)
18
demikian, harapan LDNU untuk semakin baik dalam melayani kebutuhan jama’ah akan terwujud.
Alasan pentingnya organisasi melakukan segmentasi pasar adalah Pertama, semakin majunya kehidupan manusia, semakin heterogen masyarakat, semakin heterogen kebutuhan dan selera masyarakat. Tidak mungkin ada satu produk yang dapat memuaskan kebutuhan secara tepat. Kedua, segmentasi akan mencegah perusahaan untuk membuang-buang sumber dayanya ditempat yang tidak tepat. Segmentasi dapat membantu organisasi atau perusahaan mengalokasikan sumber dayanya secara tepat pada tempat yang tepat. Ketiga, sebuah produk mungkin tidak dapat memuaskan semua golongan masyarakat, tetapi dapat memuaskan satu golongan masyarakat yang homogen. Dan dengan segmentasi, organisasi atau perusahaan dapat menemukan segmen-segmen yang dapat dilayani secara maksimal oleh perusahaan31.
Penulis belum banyak menjumpai adanya realitas lembaga dakwah yang menerapkan proses segmentasi terhadap jama’ah nya dengan maksud lebih optimal melakukan pelayanan dalam kegiatan dakwah. Dengan kata lain, umumnya dakwah seperti pengajian dan ta’lim hanya dilaksanakan ala kadarnya dan berjalan secara alamiah. Akibatnya, masyarakat tidak lagi merasa dakwah sebagai solusi atas kebutuhannya, karena pelaksanaan dakwahpun tanpa mempertimbangkan secara spesifik kebutuhan dan
31 Rambat Lupiyoadi, Manajemen Pemasaran Jasa : Teori dan Praktik (Jakarta : Salemba Empat,
(31)
19
keinginan mereka. Apalagi karakteristik masyarakat urban dengan kompleksitas masalahnya seringkali membutuhkan pemecahan dalam kegiatan dakwah secara tepat sasaran. Namun apabila lembaga atau organisasi dakwah mampu melakukan segmentasi pada mad’u nya, niscaya kegiatan dakwah tidak akan sepi peminat dan akan terus dapat menjawab tantangan globalisasi dalam konteks masyarakat Urban. Tujuan dakwah yang berupaya untuk memberikan pencerahan, membangun kesadaran dari mad’u juga akan lebih mudah tercapai dengan pendekatan dakwah yang sesuai karakteristik jama’ah.
Bagi Manajemen organisasi NU, khususnya LDNU Surabaya, program dakwah dengan pemahaman terhadap karakteristik mad’u seperti ini merupakan hal yang baru diterapkan, setidak-tidaknya di kalangan NU. Sebelumnya organisasi NU, cenderung belum menaruh perhatian kepada pendekatan dakwah yang disampaikan kepada mad’u, apakah sudah sesuai dengan selera jama’ah khususnya di perkotaan atau yang disebut Masyarakat Urban. Dakwah yang diselenggarakan cenderung mengikuti apa yang selama ini telah berjalan sebagaimana tradisi ajaran NU yang banyak berkembang di pesantren dan daerah pedesaan.
Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti tentang proses segmentasi jama’ah yang dilakukan LDNU dalam program pengajian rutin Majelis Dzikir Walisongo.
(32)
20
Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan di atas, penulis mengidentifikasi beberapa masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Bagaimana karakteristik masyarakat Urban kota Surabaya yang menjadi sasaran dakwah Organisasi NU melalui adanya Majelis Dzikir Walisongo
2. Bagaimana segmentasi jama’ah Majelis Dzikir Walisongo, LDNU Surabaya
3. Bagaimana pendekatan dakwah yang tepat digunakan LDNU berdasarkan hasil segmentasi jama’ah Majelis Dzikir Walisongo.
C. Batasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah, penulis membuat batasan masalah penelitian pada segmentasi jama’ah Majelis Dzikir Walisongo LDNU Surabaya. Serta bagaimana metode dan pendekatan yang tepat digunakan LDNU berdasarkan hasil segmentasi jama’ah Majelis Dzikir Walisongo. Penelitian ini difokuskan pada tahun 2016 akhir yakni bulan Agustus 2016 hingga bulan Mei tahun 2017.
D. Rumusan Masalah
1. Bagaimana segmentasi masyarakat urban pada Jama’ah Majelis Dzikir Walisongo LDNU Surabaya tahun 2016-2017 ?
2. Bagaimana preferensi (kecenderungan) kegiatan yang disukai Jama’ah dari pengajian Majelis Dzikir Walisongo LDNU Surabaya tahun 2016-2017 ?
(33)
21
3. Bagaimana pendekatan dakwah yang sesuai karakteristik jama’ah Majelis Dzikir Walisongo LDNU Surabaya tahun 2016-2017 ?
E. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui segmentasi masyarakat urban pada jama’ah Majelis Dzikir Walisongo LDNU Surabaya tahun 2016-2017
2. Mengetahui preferensi (kecenderungan) kegiatan yang disukai jama’ah dari pengajian Majelis Dzikir Walisongo LDNU Surabaya tahun 2016-2017
3. Mengetahui pendekatan dakwah yang sesuai karakteristik jama’ah Majelis Dzikir Walisongo LDNU Surabaya tahun 2016-2017
F. Kegunaan Penelitian
1. Sebagai pengayaan penerapan ilmu pemasaran khususnya segmentasi pasar dalam lapangan dakwah
2. Memberikan gambaran kepada organisasi atau lembaga dakwah di Indonesia, khususnya yang berdakwah pada masyarakat urban (perkotaan) tentang model segmentasi pasar (jama’ah) pada masyarakat Urban pada bidang dakwah.
G. Penegasan Istilah
Dalam penelitian yang berjudul “Analisis Segmentasi Jama’ah Majelis Dzikir Walisongo Lembaga Dakwah NU Surabaya Tahun 2016-2017”. Penulis merasa perlu untuk menegaskan istilah dalam judul, utamanya pada beberapa kata kunci yang penulis anggap penting sebagai berikut :
(34)
22
Segmentasi pasar adalah kegiatan membagi suatu pasar kedalam kelompok yang berbeda-beda. Masing-masing kelompok tersebut terdiri dari konsumen yang mempunyai ciri/sifat yang hampir sama.32 Segmentasi merupakan upaya pembagian pasar, saluran atau pelanggan ke dalam berbagai kelompok dengan kebutuhan yang berbeda.33
Sehingga segmentasi berbicara mengenai pengelompokan dari suatu obyek sasaran. Dalam dakwah, obyek sasaran diistilahkan dengan mad’u yang menjadi sasaran dari kegiatan dakwah. Sehingga pelaku dakwah bertindak sebagai pemasar yang melakukan pengelompokan mad’u berdasarkan karakteristik tertentu.
2. Jama’ah Majelis Dzikir Walisongo
Secara etimologi, jamaah berasal dari bahasa arab yang memiliki arti berkumpul. Misalnya jamaah pasar berarti perkumpulan orang yang ada di pasar. Jama’ah menurut istilah dapat diartikan sebagai pelaksanaan ibadah secara. bersama-sama yang dipimpin oleh seorang imam. Misalnya jama’ah shalat, jama’ah umrah.
Istilah jama’ah merujuk pada sekelompok orang yang mengikuti kegiatan pengajian / taklim. Mereka memiliki kedudukan sebagai obyek dakwah pada kegiatan tersebut. Dalam penelitian ini, yang dimaksud jama’ah adalah sekelompok peserta pengajian Majelis Dzikir Walisongo yang cukup rutin mengikuti pengajian Majelis Dzikir
32 Sofjan Assuri, Manajemen Pemasaran, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2009), 144. 33 Agus Suryana, Strategi Pemasaran untuk Pemula, (Jakarta : EDSA Mahkota, 2007), 1.
(35)
23
Walisongo minimal 3 kali kedatangan terhitung sejak Agustus 2016 hingga Mei 2017.
3. Majelis Dzikir Walisongo
Majelis Dzikir Walisongo (MDW) adalah program kajian rutin LDNU yang berlangsung setiap minggu kedua setiap bulan dan terbuka untuk umum. Konsep MDW adalah memadukan dzikir dan tausiyah dengan sentuhan motivasi dan pencerahan kepada ummat agar selalu optimis dan bersyukur menikmati kehidupan dunia dan menyongsong kemantapan kehidupan akherat. Untuk mengapresiasi talenta jamaah, MDW juga menampilkan seni hadrah atau qasidah dari komunitas anggota jamaah itu sendiri.34 Seni hadrah tersebut ditampilkan setiap kali pengajian MDW diadakan yakni setelah selesai kegiatan dzikir bersama dan tausiyah.
Majelis Dzikir Walisongo adalah Majelis pengajian yang secara resmi diselenggarakan oleh manajemen organisasi Nahdlatul Ulama (NU) cabang Surabaya. Anggota Majelis Dzikir Walisongo adalah para jam’iyyah dari wilayah sekitar Surabaya, Sidoarjo dan Gresik juga masyarakat umum. Kisaran jumlahnya 200 orang dan mayoritas anggota nya adalah wanita.
34 Majelis Dzikir Walisongo, dalam http://www.ldnusurabaya.com/majelis-dzikir-wali-songo/ (27
(36)
24
Gambar 1.1.
Logo Majelis Dzikir Walisongo 4. Lembaga Dakwah NU
Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) adalah perangkat departementasi organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan Nahdlatul Ulama, khususnya yang berkaitan dengan bidang dakwah. LDNU bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan agama Islam yang menganut faham Ahlussunnah wal Jamaah. Struktur LDNU berjenjang mulai pusat (PBNU), wilayah (PWNU), cabang (PCNU) hingga kecamatan (MWC) dan ranting (desa/kelurahan). Pengurus LDNU Surabaya Periode 2015-2020 terdiri atas35 :
Pelindung / Penasehat : KH. Mas Sulaiman Dr. H. A. Muhibbin Zuhri
Ketua : H. Helmy M. Noor, S.I.P
Sekretaris : Edi Rahmatullah, M.E.I
(37)
25
Bendahara : H. Moch. Saiful Bachri, S.Ag
H. Penelitian Terdahulu
Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu
Judul Penelitian
Analisis Segmentasi Jama’ah Majelis Dzikir Walisongo Lembaga Dakwah NU Surabaya Tahun 2016-2017
Penelitian yang dianggap relevan
Judul Deskripsi Penelitian Persamaan Perbedaan Segmentasi Politik Pemilih Pasangan Pemenang Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kota Padang Tahun 2008 (Nora Eka Putri, Vol 7 No, 1, 2011)
Dalam penelitian tersebut yang menjadi subyek penelitian adalah lembaga partai politik PKS dan PAN yang melakukan segmentasi pasar pemilih pasangan pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah. Segmentasi politik dapat dilakukan dengan berbagai macam metode, salah satu metode yang relevan digunakan adalah metode sebab akibat yaitu mengelompokkan masyarakat berdasarkan perilaku yang muncul berdasarkan isu-isu politik. Metode sebab akibat ini
Obyek
penelitian pada lembaga sosial (bukan institusi bisnis)
Menggunakan pendekatan teori segmentasi politik karena termasuk
marketing politik
(38)
26 melandaskan metode pengelompokan berdasarkan pemilih rasional, tradisional, kritis dan pemilih mendua. Disamping itu juga melihat orientasi ideologi partai politik atau kandidat kepala daerah dan wakil kepala daerah. Hasil temuan penelitian adalah segmentasi politik pemilih dengan metode sebab akibat diantaranya dilakukan dengan metode policy problem solving, yaitu pemilih menaruh perhatian yang sangat tinggi terhadap partai politik atau kandidat dalam menawarkan solusi sebuah permasalahan. Policy problem solving dapat dilihat melalui media massa, kinerja ekonomi dan tanggungjawab politik, penilaian terhadap policy problem solving dan position (kedekatan pendapatnya dengan kebijakan yg akan dibuat kandidat) Analisis Segmentasi Pasar Perawatan Penelitian ini merupakan penelitian dengan melakukan Teori yang digunakan hampir sama yakni basis Obyek penelitian
(39)
27 Kulit Wajah Natasha Skin Care Yogyakarta (Mikhriani, Jurnal Dakwah, Vol. 13 No. 1, 2012)
segmentasi pasar berbasis perilaku dan psikografis. Aspek perilaku terdiri dari manfaat dan kualitas yang diinginkan pasarnya. Dengan metode survey lapangan kuantitatif segmentasi berdasarkan perilaku dan psikografis, hanya saja dalam penelitian ini akan ditambahkan segmentasi berdasarkan demografi dan geografi agar hasilnya lebih eksploratif dan mendalam merupakan institusi bisnis Analisis Segmentasi Pengguna Telkom Speedy di Bandung (Lusiana Kartika, Refi Rifaldi Windya Giri, Jurnal Manajemen Indonesia, Vol 12 No 4, April 2013)
Telkom melakukan segmentasi pasar kepada pengguna produk Telkom Speedy di Bandung dengan metode Clustering. Segmentasi dilakukan berdasarkan demografi, geografi, psikografi dan perilaku dengan model Vals II (Value and Lifestyle) Sama pendekatan teori menggunakan basis segmen demografi, geografi, perilaku dan psikografis Tidak spesifik menggunakan Vals II, penelitian ini (LDNU) ditambahkan Rumusan masalah sampai pada rumusan metode dan pendekatan yang sesuai digunakan untuk pasar (jama’ah Majelis Dzikir Walisongo)
I. Sistematika Pembahasan
Untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh tentang pembahasan penulisan tesis ini, maka penulis mendeskripsikan sistematika pembahasan yang terdiri dari V BAB
(40)
28
Dalam bab ini, penulis menguraikan tentang latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah yang dikaji, tujuan penelitian, penelitian terdahulu serta sistematika pembahasan
BAB II : KAJIAN PUSTAKA
Dalam bab ini, penulis menguraikan kajian pustaka untuk menjawab rumusan masalah penelitian yakni tentang konsep segmentasi post-hoc. Pembahasannya meliputi pengertian segmentasi, tujuan segmentasi, pendekatan atau dasar segmentasi, segmentasi post-hoc dan Tahapan segmentasi post-hoc.
BAB III : METODE PENELITIAN
Penulis menguraikan metode penelitian yang meliputi jenis dan pendekatan penelitian, Subyek dan obyek penelitian, teknik pengumpulan data, teknik uji keabsahan data, teknik analisa data
BAB IV : PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS
Dalam bab ini, penulis menguraikan penyajian data yang diperoleh dari sumber data lapangan meliputi gambaran umum profil obyek penelitian yakni program pengajian rutin Majelis Dzikir Walisongo yang diselenggarakan oleh manajemen LDNU Surabaya. Kemudian data-data faktual temuan penulis selama melakukan penelitian tentang
(41)
29
segmentasi jama’ah Majelis Dzikir Walisongo. selanjutnya penulis juga melakukan interpretasi terhadap temuan data lapangan dengan teori segmentasi post-hoc untuk menjawab rumusan masalah penelitian
BAB V : PENUTUP
Bab ini merupakan penutup yang berisi kesimpulan hasil penelitian yang telah dilakukan dan saran untuk penelitian lanjutan
(42)
30
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Segmentasi
Menurut kotler, strategi pemasaran terdiri atas tiga tahap yakni segmentasi, targetting, positioning. Segmentasi pasar pada dasarnya adalah suatu strategi untuk memahami struktur audience, targetting adalah persoalan bagaimana memilih, menyeleksi dan menjangkau audience yang menjadi sasaran. Proses selanjutnya adalah melakukan positioning yaitu suatu strategi untuk memasuki jendela otak konsumen sehingga dapat membentuk persepsi baik di benak konsumen.1
Eric Berkowitz dan rekannya sebagaimana dikutip oleh Morissan,
mendefinisikan segmen pasar sebagai “dividing up market into distinc
groups that (1) have common needs, (2) will respond similarly to a market action.” Artinya membagi suatu pasar kedalam kelompok-kelompok yang jelas yang (1) memiliki kebutuhan yang sama, (2) memberikan respons yang sama terhadap suatu tindakan pemasaran.2
Pasar terdiri dari pembeli, dan pembeli berbeda dalam berbagai cara. Pembeli bisa mempunyai perbedaan keinginan, sumber daya, lokasi, sikap pembelian, dan praktek pembelian. Melalui segmentasi pasar, perusahaan membagi pasar yang besar dan heterogen menjadi segmen yang lebih kecil yang dapat dicapai secara lebih efisien dan efektif dengan produk yang
1 Morrisan, Manajemen Media Penyiaran (Jakarta : Kencana, 2011), 174. 2 Ibid, 178.
(43)
31
sesuai kebutuhan unik mereka. Dengan kata lain, Segmentasi pasar adalah membagi pasar menjadi kelompok-kelompok kecil dengan kebutuhan, karakteristik atau perilaku berbeda yang mungkin memerlukan produk atau bauran pemasaran tersendiri.3
Definisi segmentasi pasar yang paling sering diucapkan para ahli adalah
“suatu proses untuk membagi-bagi dan mengelompok-kelompokkan
konsumen ke dalam kotak-kotak yang lebih homogen”. Karena pasar sifatnya heterogen, maka akan sulit bagi produsen atau pemasar untuk melayaninya. Oleh karenanya pemasar harus memilih segmen-segmen tertentu saja dan meninggalkan bagian pasar yang lainnya. bagian atau segmen yang dipilih itu adalah bagian yang homogen yang memiliki ciri-ciri yang sama dan cocok dengan kemampuan perusahaan untuk memenuhi tuntutan-tuntutannya.4 Namun pengertian segmentasi tersebut diatas dipandang oleh Rhenald Kasali, dalam bukunya Membidik Pasar Indonesia, masih kurang tepat. Sebab membagi pasar yang heterogen ke dalam pasar yang lebih homogen ternyata tidak memberikan hasil yang memuaskan. Lebih lanjut Rhenald mendefinisikan segmentasi adalah proses mengkotak-kotakkan pasar (yang heterogen) ke dalam kelompok-kelompok “potential customers” yang memiliki kesamaan kebutuhan dan/atau kesamaan karakter yang memiliki respon yang sama dalam membelanjakan.5
3 Philip Kotler, Gary Armstrong, Prinsip-Prinsip Pemasaran, Edisi 12, Jilid 1 (Jakarta : Erlangga,
2008), 225.
4 Rhenald Kasali, Membidik Pasar Indonesia : Segmentasi, Targeting, Positioning, (Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama, 1998), 118-119.
(44)
32
Segmentasi adalah salah satu konsep terpenting dalam pemasaran. Organisasi atau perusahaan jasa memiliki kemampuan yang berbeda untuk melayani jenis pelanggan yang berbeda.6 Perusahaan yang memahami kebutuhan pelanggan mungkin akan memilih untuk menerapkan pendekatan segmentasi berbasis kebutuhan, yang berfokus pada pelanggan yang menghargai atribut spesifik.7
Menurut Tjiptono, segmentasi pasar memiliki 3 (tiga) macam pola yang berbeda, yaitu : preferensi homogen, preferensi tersebar dan preferensi perkelompok.8
1. Preferensi Homogen.
Pasar dimana konsumen memiliki pilihan barang dan jasa yang relatif sama.
2. Preferensi Tersebar.
Pada pola ini, pilihan pelanggan terhadap barang dan jasa lebih berbeda-beda. Pilihan dari produk yang diminati oleh konsumen lebih beragam, yang disesuaikan dengan kepribadiaan masing-masing konsumen. 3. Preferensi Terkelompok
Preferensi Terkelompok merupakan pola yang menunjukkan bahwa konsumen memiliki preferensi yang berkelompok-kelompok. Konsumen yang berada dalam kelompok yang sama juga memiliki kesamaan
6 Christopher Lovelock, Jochen Wirtz, Jacky Mussry, Pemasaran Jasa : Manusia, Teknologi dan Strategi, Perspektif Indonesia, Jilid 1, Edisi 7 (Jakarta : Erlangga, 2010), 75.
7 Ibid.
(45)
33
preferensi. Artinya konsumen yang berada dalam kelompok yang sama cenderung memiliki selera yang sama terhadap suatu produk
B. Tujuan Segmentasi
Pada penjelasan sebelumnya diketahui bahwa tujuan melakukan segmentasi adalah untuk memahami secara lebih efektif efisien tentang kebutuhan, karakteristik atau perilaku konsumen yang berbeda yang mungkin memerlukan produk atau bauran pemasaran tersendiri. Setidaknya ada 5 keuntungan yang diperoleh dengan melakukan segmentasi pasar9 : 1. Mendesain produk-produk yang lebih responsif terhadap kebutuhan
pasar.
Hanya dengan memahami segmen-segmen yang responsif terhadap suatu stimuli maka anda dapat mendisain produk yang sesuai dengan kebutuhan/keinginan segmen-segmen ini. Artinya, produk yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan/keinginan pemasar terkadang tidak memiliki nilai tinggi pada suatu segmen. Namun, bisa jadi sangat bernilai bagi segmen lainnya, Sehingga pemasar atau organisasi dapat mengganti dengan disain produk yang lebih sesuai dengan kebutuhan/keinginan pasar dalam suatu segmen.
2. Menganalisis pasar.
Segmentasi pasar membantu eksekutif mendeteksi siapa saja yang akan menggerogoti pasar produknya. Artinya, dengan melakukan segmentasi,
(46)
34
memudahkan organisasi untuk mendeteksi siapa kompetitornya di segmen tersebut.
3. Menemukan peluang.
Setelah menganalisis pasar, mereka yang menguasai konsep segmentasi dengan baik akan sampai pada ide untuk menemukan peluang. Peluang ini tidak selalu sesuatu yang besar, tetapi pada masanya ia akan menjadi
besar. Ingatlah konsumen perlu “belajar” mengenali sesuatu atau “mengikuti” orang lain, atau “merasa butuh” terhadap suatu produk.
Artinya, dengan melakukan segmentasi, pemasar atau organisasi dapat menetapkan peluang untuk menawarkan suatu produk yang sesuai dengan kebutuhan/keinginan pasar namun sifatnya masih potensial. Peluang tersebut umumnya belum ditangkap oleh pemasar lain yang pernah ada, sehingga kemungkinan besar akan membawa keuntungan besar untuk pemasar di kemudian hari.
4. Menguasai posisi yang superior dan kompetitif.
Mereka yang menguasai segmen dengan baik, umumnya adalah mereka yang paham betul konsumennya. Mereka mempelajari pergeseran yang terjadi di dalam segmennya. Artinya, dengan melakukan segmentasi, pemasar dapat mengetahui perubahan kecenderungan perilaku pasar pada segmennya.
5. Menentukan strategi komunikasi yang efektif dan efisien. Kalau anda tahu persis siapa segmen anda, maka anda akan tahu bagaimana berkomunikasi yang baik dengan mereka. Artinya, dengan melakukan
(47)
35
segmentasi, pemasar dapat menyesuaikan pola komunikasi persuasif untuk memasarkan produknya kepada tiap-tiap segmen (dengan karakternya masing-masing). Cara komunikasi termasuk menetapkan media yang tepat digunakan untuk mempromosikan produknya.
Rhenald kasali berpendapat bahwa sebagian besar konsep segmentasi yang dipelajari di Indonesia adalah segmentasi A-priori, yaitu segmentasi yang dilakukan sebelum suatu produk/jasa/ide diluncurkan kepada pasar. Dengan cara A-priori, para profesional menunjukkan siapa sasaran pasarnya, berapa usianya, berapa penghasilannya perbulan, di mana kelas sosialnya, di mana mereka dapat dijangkau, dan tentu saja bagaimana perilaku mereka. Biasanya dari hasil segmentasi tersebut dijadikan pertimbangan memilih satu atau beberapa segmen pasar yang tepat untuk dikenai usaha pemasaran. Secara umum, konsep segmentasi A-priori berbicara mengenai segmentasi pasar yang dilakukan sebelum memulai melakukan pemasaran. Rhenald kemudian menambahkan jenis segmentasi yang ditujukan untuk perumusan produk atau layanan yang tepat bagi konsumen yang disebut dengan segmentasi Post-Hoc. Segmentasi Post-Hoc pada dasarnya adalah segmentasi yang dilakukan setelah produk/jasa/ide/kampanye dijalankan.10 Segmen dibuat setelah pemasar memilih pasarnya, data pasar yang dimiliki (mengonsumsi produk/jasa/ide) tersebut kemudian dikumpulkan dan dianalisis sesuai dengan atribut produk yang dianggap penting. Jadi segmentasi Post-Hoc adalah pendekatan yang
(48)
36
berorientasi pada riset dan dikembangkan untuk produk-produk spesifik pada suatu jangkauan waktu tertentu.11 Pemasar dapat menggunakan geografi atau demografi untuk melakukan segmentasi Post-Hoc namun yang paling sering adalah menggunakan pendekatan perilaku (behaviours), survey yang mengukur tentang sikap, kebutuhan-kebutuhan atau manfaat yang dicari (benefit sought).
Tabel 2.1
Pendekatan Segmentasi Apriori dan Post-hoc 1. Segmentasi A-Priori : “I already know the segment”.
Dasar : demografi, geografi, psikografi
2. Segmentasi Post-Hoc : “I am going to let the customer data show me the segment”
Dasar : Demografi atau perilaku, Survei-survei tentang sikap, kebutuhan psikografi atau manfaat, preferensi / pilihan.
Segmentasi disebut juga pemangsaan. Ada dua cara untuk melanjutkan analisis pemangsaan, yakni pendekatan A-priori atau Post-hoc.12 Pendekatan A-priori dalam segmentasi pasar pada dasarnya adalah pendekatan berdasarkan atribut konsumen atau mensegmentasikan pasar menurut karakter konsumen yang homogen misalnya seperti usia, pekerjaan, perilaku, kelas sosial, dan sebagainya. Sedangkan pendekatan
11 Ibid, 348-349.
12Yoram Wind, “Issues and advances in segmentation research.” Journal of Marketing Research
(49)
37
Post-Hoc lebih menekankan pada ciri-ciri produk. Pendekatan produk sering dikaitkan dengan sikap konsumen. Sikap konsumen yang dipelajari adalah spesifik terhadap produk-produk tertentu (Attitude toward the product) sehingga pendekatan Post-Hoc seringkali disebut sebagai pendekatan segmentasi berdasarkan pendekatan atribut-atribut produk.
Struhl menyebut segmentasi A-priori sebagai pre determined segmentation. Dan kebanyakan ahli pemasaran bila berbicara tentang segmentasi pasar umumnya mengacu pada pendekatan A-priori. Bagi Struhl, pendekatan ini dianggap sebagai penyalahgunaan konsep segmentasi karena kelompok-kelompok itu dapat melakukan respon yang berbeda-beda terhadap produk yang berbeda. Dalam hal inilah para ahli segmentasi mengembangkan segmentasi Post-Hoc.13 Segmentasi Post-Hoc justru dilakukan setelah melakukan kegiatan pemasaran. Bila pemasar ingin melihat siapa konsumennya yang sebenarnya (actual consumer). Struhl menyebut teknik Post Hoc ini sebagai market defined segmentation. Dalam monogramnya, Struhl menulis, “Market defined (Post Hoc) segmentation tries to identify segments based on actual market investigastions, in particular, analysis of answer to survey quetions intending to predict marketplace responses.”14
Adapun pendekatan yang dapat dikembangkan untuk membuat segmentasi Post-Hoc adalah15 :
13 Rhenald Kasali, ibid, 557. 14 Ibid, 558
(50)
38
1. Kuantitas pemakaian produk (usage rates) 2. Pola pemakaian (usage pattern)
3. Manfaat produk (benefit / features desired)
4. Kebutuhan – kebutuhan yang belum terpenuhi (attribute deficiencies)
C. Pendekatan Segmentasi
Menurut Rambat Lupiyoadi dalam buku Manajemen Pemasaran Jasa, Pendekatan segmentasi dapat dibagi menjadi 2 yaitu berdasarkan karakteristik konsumen dan berdasarkan respon konsumen.
1. Segmentasi berdasarkan karakteristik konsumen
a. Segmentasi demografis membagi pasar menjadi kelompok berdasarkan pada variabel-variabel seperti umur, jenis kelamin, besar keluarga, siklus kehidupan keluarga, pendidikan, agama, pekerjaan, dan pendapatan. Faktor demografis merupakan dasar paling populer untuk membuat segmen kelompok pelanggan. Hal ini karena kebutuhan konsumen, keinginan, dan tingkat penggunaan seringkali sangat dekat dengan variabel demografi, dan variabel ini lebih mudah diukur daripada jenis variabel lainnya
b. Segmentasi berdasarkan psikografis, yakni membagi pembeli menjadi kelompok berbeda berdasarkan pada perilaku, gaya hidup atau kepribadian
(51)
39
c. Segmentasi geografis membagi pasar menjadi beberapa unit berdasarkan kondisi geografis seperti negara, pulau, provinsi, kota, desa, pantai, pegunungan, atau kompleks perumahan
2. Segmentasi berdasarkan respon konsumen a. Segmentasi manfaat
Segmentasi manfaat membagi pasar menjadi kelompok menurut beraneka manfaat yang dicari konsumen. Contoh dari segmentasi ini ada dalam bisnis hotel. Ada beberapa konsumen yang mencari manfaat yang berbeda dari hotel. Segmen pertama mungkin mencari hotel mewah yang sesuai dengan gengsinya, segmen ketiga mencari hotel dengan pemandangan dan fasilitas wisata yang menyenangkan, segmen keempat mencari hotel dengan fasilitas bisnis yang memadai dan seterusnya
b. Segmentasi penggunaan
Segmentasi penggunaan membagi konsumen dalam pengguna berat, pengguna menengah dan pengguna ringan. Pengguna berat biasanya hanya memiliki persentase kecil dari seluruh pasar, tetapi memiliki persentase yang tinggi dari total pembelian
c. Respons promosi
Segmentasi respons promosi mengelompokkan konsumen berdasarkan bagaimana konsumen merespons bentuk-bentuk promosi. Yang termasuk di dalam segmentasi ini adalah respons
(52)
40
terhadap iklan, promosi penjualan, pameran, dan peragaan di dalam toko.
d. Loyalitas
Pasar dapat disegmentasikan berdasarkan loyalitas konsumen. Beberapa konsumen benar-benar setia / loyal terhadap satu macam produk. Kelompok lainnya agak setia, mereka setia terhadap dua produk atau menyukai suatu produk, tetapi terkadang menggunakan produk lain. Kelompok lainnya suka pindah / beralih (switching) dari memfavoritkan satu produk ke produk lain. Kelompok terakhir tidak menunjukkan loyalitas terhadap merek apapun, mereka menyukai sesuatu yang baru muncul (switcher)
e. Jasa
Segmentasi berdasarkan jasa berfokus pada apakah penawaran jasa dapat dibedakan, Apakah sebuah produk membutuhkan level jasa yang sama. Dan bisakah pengelompokan konsumen diidentifikasikan dengan permintaan jasa yang sama. Dengan kata lain, segmentasi berdasarkan jasa membagi pasar menjadi kelompok yang memiliki kebutuhan terhadap jasa yang berbeda-beda atau tingkatan treatmen jasa yang dapat dibedakan satu dengan lainnya.
Menurut Kotler, Segmentasi dibagi menjadi empat variabel segmentasi utama bagi konsumen. Variabel segmentasi yang umum
(53)
41
digunakan adalah variabel geografis, demografis, psikografis, dan perilaku.16
a. Segmentasi geografis
Segmentasi geografis digunakan untuk mengklasifikasikan pasar berdasarkan lokasi yang akan mempengaruhi biaya operasional dan jumlah permintaan secara berbeda. Dalam segmentasi geografi, pasar dibagi menjadi unit geografis, seperti: negara, provinsi, kota atau lingkungan. Segmentasi pasar ini dilakukan dengan mengelompokkan konsumen menjadi bagian pasar menurut skala wilayah atau letak geografis yang dapat dibedakan berdasarkan :
1) Wilayah
Dapat diperoleh segmen pasar yang berupa pasar lokal, pasar regional, pasar nasional, dan pasar luar negeri atau ekspor. Masing-masing pasar berdasarkan wilayah ini berbeda-beda potensi dan cara menanganinya.
2) Iklim
Dengan dasar ini, diperoleh segmen pasar yang berupa pasar daerah pegunungan dan dataran tinggi serta pasar daerah pantai dan dataran rendah. Masing-masing pasar berdasarkan iklim ini berbeda kebutuhan, keinginan, dan preferensinya
3) Kota atau desa
(54)
42
Dapat diperoleh segmen pasar yang berupa pasar daerah perkotaan dan pasar daerah desa atau pertanian. Masing-masing segmen pasar ini berbeda potensi serta motif, perilaku, dan kebiasaan pembeliannya sehingga membutuhkan cara penanganan pemasaran berbeda.
b. Segmentasi demografis
Dalam segmentasi demografis, pasar dibagi menjadi kelompok-kelompok berdasarkan variabel-variabel demografis seperti usia, ukuran keluarga, siklus kehidupan keluarga, jenis kelamin, penghasilan, pekerjaan, agama, ras, generasi kewarganegaraan, dan kelas sosial. Variabel-variabel demografis adalah dasar yang paling populer untuk membedakan kelompok-kelompok pelanggan. Hal ini karena kebutuhan konsumen, keinginan, dan tingkat penggunaan seringkali sangat dekat dengan variabel demografi, dan variabel ini lebih mudah diukur daripada jenis variabel segmentasi lainnya17 c. Segmentasi psikografis
Segmentasi psikografis, segmen pasar ini dilakukan dengan mengelompokkan konsumen atau pembeli menjadi bagian pasar menurut variabel-variabel pola atau gaya hidup (life style) dan kepribadian (personality). Sebagai contoh, segmen pasar masyarakat yang bergaya hidup konsumtif dan mewah berbeda dengan segmen
(55)
43
pasar masyarakat yang bergaya hidup produktif dan hemat yang mementingkan kualitas dengan harga yang relatif murah.
d. Segmentasi perilaku
Dalam segmentasi perilaku pasar diklasifikasi dalam kelompok - kelompok yang dibedakan berdasarkan pengetahuan, sikap, penggunaan atau respon terhadap suatu produk.
Dalam konteks penelitian ini, Proses segmentasi yang dilakukan oleh manajemen LDNU pada Majelis Dzikir Walisongo lebih sesuai dengan konteks penggunaan pendekatan segmentasi post-hoc dibandingkan dengan pendekatan segmentasi Apriori. Hal ini dikarenakan pengurus LDNU
Surabaya melakukan segmentasi jama’ah Majelis Dzikir Walisongo setelah
menawarkan kegiatan kajian rutin Majelis Dzikir Walisongo sebagai bentuk produknya. sehingga akan lebih relevan bila penulis memfokuskan pada penggunaan pendekatan segmentasi Post-Hoc, bukan Apriori.
Merujuk pada istilah penggunaan segmentasi A-Priori dan Post-Hoc. Pendekatan segmentasi post-hoc dalam konsep segmentasi menurut Rambat Lupiyoadi sama dengan pendekatan menurut respon konsumen. Sedangkan dalam konsep segmentasi Kotler, masuk ke dalam pendekatan segmentasi perilaku dimana didalamnya juga terdapat kegiatan membagi segmen berdasarkan respon konsumen terhadap suatu produk sebagai salah satu bentuk perilaku konsumen. Sehingga dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan segmentasi berdasarkan landasan respon konsumen dimana salah satu jenis variabelnya adalah segmentasi
(56)
44
berdasarkan manfaat dari program atau kegiatan yang ditawarkan Majelis
Dzikir Walisongo kepada jama’ah.
D. Segmentasi Post-Hoc
1. Kuantitas pemakaian produk (usage rates)18.
Dalam pemasaran barang-barang konsumsi berlaku hukum 80-20. Artinya, 80 % konsumsi barang-barang tertentu datang hanya dari 20% konsumen. Ke 20% konsumen ini dalam pemasaran disebut heavy users (pecandu berat). Misalnya jasa transportasi udara dari Garuda dapat diduga hanya berasal dari 20% seluruh konsumen penerbangan. Konsumen ini umumnya adalah orang-orang bisnis yang harus melakukan kunjungan minimal seminggu dua kali, pulang pagi Jakarta-Surabaya, Jakarta-Medan, Jakarta-Ujung Pandang, Jakarta-Singapura, atau lokasi lainnya. sebagian diantara mereka bahkan ada yang mengunjungi tiga kota sekaligus dalam satu hari penerbangan. Mereka yang disebut dengan heavy users.
Mereka yang menggunakan produk-produk itu dengan frekuensi yang tinggi diklasifikasikan sebagai heavy users. Dalam industri jasa perbankan, diketahui pula bahwa 60% aset yang dimiliki oleh bank-bank nasional hanya berasal dari sekitar 10% nasabah kelas kakap. Selebihnya adalah nasabah eceran yang menabung secara harian dalam jumlah kecil-kecil.
(57)
45
Berbagai jenis jasa memang memiliki konsumen yang orangnya itu-itu saja. Mereka itu-itulah yang disebut dengan heavy users. Prinsip ini sering tak dipahami produsen karena mereka terjebak dalam segmen-segmen berdasarkan karakteristik konsumen. Memang benar bahwa heavy users adalah sangat heterogen. Mereka bisa terdiri dari anak-anak, remaja hingga orang dewasa dan manula. Lelaki atau perempuan. Yang berprofesi sebagai dokter atau akuntan.19
2. Pola pemakaian (usage pattern).
Selain frekuensi pemakaian, konsumen suatu produk juga dapat diklasifikasikan menurut cara bagaimana konsumen menempatkan atau menggunakan suatu produk. Dalam suatu studi belum lama ini, produsen pengharum ruangan cair (air freshner) menanyakan kepada konsumennya dimana benda ini biasanya ditempatkan. Beberapa konsumen mengaku hanya menempatkan pengharum ruangan di dapur dan di kamar mandi. Yang lain menempatkannya di kamar tidur dan ruang tamu. Sebagian lagi di gudang atau ruang kerja. Sementara sisanya menempatkan pula di kendaraan mereka dan melakukan kombinasi tempat.
Contoh lainnya adalah pola belanja. Ada konsumen yang berbelanja di pasar tradisional setiap hari, ada yang menggabungkannya dengan berbelanja di pasar swalayan untuk produk-produk tertentu (seperti toiletries), ada pula yang sepenuhnya menggunakan pasar swalayan, grosir, dan sebagainya. Mereka semua memiliki karakter yang berbeda-beda dan
(58)
46
tentu saja memberi respon yang berbeda pula. Pemahaman ini memberi gambaran bahwa konsumen memerlukan berbagai variasi untuk memenuhi pola penggunaan produk yang berbeda-beda.20
3. Manfaat produk (benefit / features desired).
Segmentasi jenis ini umumnya dilakukan untuk memberikan value bagi konsumen terhadap produk yang ia cari. Di sini marketer mendisain
produknya dengan menanyakan, “manfaat apa yang anda cari dari produk ini?”. Misalkan produknya adalah jasa pendidikan bergelar sarjana. Manfaat
yang dicari para calon mahasiswa adalah sangat bervariasi, mulai dari sekadar gelar untuk bekerja, ilmu pengetahuan, status, pemenuhan self esteem, pergaulan dan networking, dan lain sebagainya.
Russell Haley (1968), bapak segmentasi, berdasarkan manfaat (benefit) yang pertama-tama menunjukkan validitas segmentasi cara ini. Dalam sebuah artikelnya yang dimuat dalam Engel, Fiorillo, dan Calley (1972), Haley mengatakan
“The belief underlying this segmentation strategy is that the benefits which people are seeking in consuming a given product are the basic reasons for existence of true market segmens. Experience with this approach has shown that benefits sought by consumers determine their behaviour much more accurately than do demographics characteristics or volume of consumption.”
Haley menemukan manfaat yang dicari konsumen memberi indikasi yang lebih baik daripada demografi untuk meramalkan perilaku konsumen.
(59)
47
meski begitu, Haley kemudian mengingatkan bahwa pendekatan ini tidak dengan sendirinya mematikan pendekatan demografi. Ia mengatakan21
Once people have been classified into segmentation accordance with the benefits they are seeking, each segment is contrasted with all of the other segments in term of its demography, its volume of consumption, its brand perceptions, its media habits, its personality and life style, and so forth.
4. Kebutuhan – kebutuhan yang belum terpenuhi (attribute deficiencies) Filosofis berpikir segmentasi Post-Hoc adalah pertama, ketika masyarakat suatu bangsa mengalami kemajuan (baik penghasilan maupun kesejahteraannya), maka akan timbul prioritas-prioritas baru dalam masyarakat itu. Selain akan muncul kebutuhan-kebutuhan baru, masyarakat itu akan cenderung meminta perbaikan-perbaikan dari segi kualitas. Mereka akan menuntut atribut-atribut baru yang lebih baik, lebih sesuai dengan tuntutan kehidupan dan kadang-kadang harga mulai kurang menjadi masalah.
Kedua, berkembangnya teknologi-teknologi baru telah mampu membuat para produsen lebih mudah memenuhi tuntutan-tuntutan konsumen. Ketiga, persaingan yang dinamis akan membuat konsumen dimanjakan, cepat jenuh dan menuntut hal-hal yang lebih baru. Ketiga hal tersebut mengakibatkan selalu saja terdapat gap antara hal-hal (atribut) yang sudah tersedia di pasar dengan yang diinginkan konsumen. Maka riset pasar dapat dilakukan dengan menanyakan responden brand performance pada setiap atribut dengan yang diinginkannya. Dengan
(60)
48
membendingkan kedua standar ini kita dapat menemukan siapa saja yang masuk dalam segmen yang masih menuntut atribut yang lebih baik dan siapa saja yang sudah puas. Segmen ini dapat dianggap sebagai segmen yang the most directly actionable. Artinya selain mengidentifikasi pasar, segmentasi ini memberi petunjuk yang jelas produk seperti apa yang dikehendaki dan bagaimana menyampaikannya kepada konsumen. E. Proses Segmentasi
Segmentasi pasar mencakup empat langkah yakni sebagai berikut:22
1. Mengenali produk terkait untuk memenuhi suatu set kebutuhan pada pasar sasaran. Segmen dari pasar sasaran yang dipilih oleh suatu perusahaan sudah tentu telah disesuaikan dengan kemampuan yang dimilikinya, kemampuan perusahaan antara lain reputasi, produk yang telah mampu diproduksi, suatu teknologi atau keterampilan lainnya yang menyangkut pengembangan produk, promosi, distribusi, dan pelayanan yang bisa memuaskan konsumen. Tugas pertama dari perusahaan ialah mengenali set kebutuhan (need set) dimana perusahaan mampu memenuhinya. Istilah set kebutuhan dipergunakan untuk merefleksikan kenyataan bahwa sebagian besar produk dari negara yang sudah maju (Amerika, Eropa, Jepang) bisa memenuhi lebih dari satu kebutuhan. Sebagai contoh misalnya mobil memenuhi lebih dari satu kebutuhan, bukan hanya sebagai alat transportasi atau alat
22 J. Supranto, Nandan H. Limakrisna, Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran Untuk Memenangkan Persaingan Bisnis, Edisi 1 (Jakarta : Mitra Wacana Media, 2007), 9-10.
(61)
49
angkut. Seseorang membeli mobil untuk memenuhi alat transportasi (ke kantor) dan status.
2. Mengelompokkan konsumen dengan set kebutuhan yang serupa. Langkah berikutnya mengelompokkan konsumen dengan set kebutuhan serupa (similar need set). Sebagai contoh kebutuhan tentang harga yang tidak terlalu mahal, kesenangan (fun), mobil sport (untuk anak muda bujangan dan banyak uang), pasangan suami istri (belum mempunyai anak). Konsumen-konsumen ini bisa dikelompokkan menjadi satu segmen selama fitur produk dan citra produk yang dibutuhkan serupa / mirip atau bahkan sama, walaupun secara demografis mungkin berbeda misalnya kelompok umur yang berbeda.
3. Menguraikan profil setiap kelompok atau setiap segmen.
Segera setelah konsumen dengan set kebutuhan sudah dikenali, konsumen-konsumen tersebut harus diuraikan, dinyatakan dalam karakteristik demografis, gaya hidup dan penggunaan media. Agar mampu mendesain/merancang program pemasaran yang efektif. Perlu mempunyai pemahaman yang lengkap memungkinkan pemasar mampu mengenali set kebutuhan dari konsumen. Sebagai tambahan, pemasar tak mungkin bisa berkomunikasi secara efektif kalau pemasar tidak memahami bagaimana produk yang dijualnya dibeli dan dikonsumsi/dipakai/dipergunakan, bagaimana produk dipikirkan oleh konsumen dan bagaimana konsumen menggunakan bahasa untuk menjelaskan tentang produk yang dibutuhkan dan diinginkan.
(1)
107
Kegiatan hadrah atau qasidah mendapatkan urutan kelima dalam preferensi jama’ah terhadap kegiatan pengajian rutin Majelis Dzikir Walisongo.
3. Pendekatan Dakwah yang sesuai untuk Jama’ah Majelis Dzikir Walisongo
Berdasarkan temuan data profil jama’ah MDW juga preferensi terkait kegiatan yang ditawarkan dalam pengajian rutin MDW, maka pendekatan yang sesuai digunakan adalah pendekatan psikologis. Kebutuhan utama atau manfaat kegiatan yang menonjol dari pengajian MDW di benak para
jama’ah adalah tausiyah sebagai siraman rohani berupa nilai-nilai agama
yang sudah jarang mereka temui dalam masyarakat urban seperti kota Surabaya. Hal ini merupakan indikator kebutuhan psikologis yang akan relevan jika pemecahannya menggunakan dakwah pendekatan psikologis. Melihat usianya yang sudah tergolong menjelang usia lanjut usia, bahkan kebanyakan sudah berusia 50 tahun, maka pendekatan dakwah melalui pendidikan tidak lagi relevan. Penulis merekomendasikan menggunakan pendekatan psikologis terhadap mereka yang menimbulkan rasa kebermaknaan serta peningkatan spiritualitas dan merasa dekat dengan Sang Pencipta. Dalam penerapannya, pendekatan psikologis ini dapat mengangkat kedekatan antara jama’ah dan pengurus LDNU atau Majelis Dzikir Walisongo.
B.Saran dan rekomendasi penelitian
(2)
108
Dari hasil penelitian ini, ditemukan bahwa ada beberapa hal yang menjadi daya tarik kuat dari MDW untuk jama’ahnya seperti misalnya kegiatan tausiyah atau ceramah agama yang bermanfaat untuk meningkatkan
spiritualitas jama’ah. Kemudian kualitas penceramah yang mampu
berdakwah dengan baik. Sedangkan kegiatan lain seperti istighosah, qasidah juga manfaat dapat bersosialisasi dengan teman-teman baru adalah manfaat yang disukai namun tingkatnya masih dibawah manfaat siraman rohani. Agar misi pelaksanaan dakwah masyarakat urban berjalan dengan optimal, maka setidak-tidaknya manajemen MDW dapat mengoptimalkan mana saja bagian dari kegiatan MDW yang perlu dioptimalkan kualitasnya dari sebelumnya, dan mana saja yang tidak terlalu prioritas untuk dioptimalkan
dikarenakan tidak menjadi kebutuhan jama’ah. Sehingga kapasitas yang
dimiliki organisasi dapat digunakan secara efektif dan efisien untuk mencapai misi dakwah yang ditetapkan melalui Majelis Dzikir Walisongo. 2. Untuk penelitian lanjutan
Penelitian ini mencoba mengeksplorasi bagaimana karakteristik jama’ah Majelis Dzikir Walisongo dalam bingkai teori segmentasi yang hasilnya adalah pola segmen homogen. Untuk menjadikan pijakan rekomendasi strategi pemasaran, seperti merancang kegiatan dakwah yang sesuai, promosi yang efektif, dan lain sebagainya dibutuhkan lebih banyak eksplorasi preferensi dari banyak jama’ah. Dengan kata lain semakin banyak jama’ah yang menjadi subyek penelitian, maka semakin baik dan mewakili hasilnya untuk melakukan generalisasi karakteristik jama’ah MDW secara
(3)
109
keseluruhan. Dikarenakan keterbatasan waktu, biaya, tenaga yang dimiliki peneliti, maka hanya diambil 10 orang jama’ah saja. Untuk penelitian selanjutnya bisa diperkuat dan diperdalam eksplorasinya dengan cara menambah jumlah jama’ah yang diteliti.
Dibalik sikap dan keputusan jama’ah tentang lebih menyukai suatu kegiatan dakwah dibandingkan kegiatan dakwah lainnya pasti ada alasan yang jika dieksplorasi sedemikian rupa mungkin dapat menghasilkan temuan data yang berarti sebagai masukan bagi organisasi khususnya manajemen MDW dan organisasi dakwah Islam pada umumnya.
(4)
110
DAFTAR PUSTAKA Buku
Amin, M. Masyhur, Dakwah Islam dan Pesan Moral, Jakarta : Al Amin Press, 1997.
Arifin, Psikologi Dakwah, Ed. 1, Cet 6, Jakarta : Bumi Aksara, 2004.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta, 2010.
Assuri, Sofjan, Manajemen Pemasaran, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2009. Bandaro, Khaidir Khatib, Suatu Studi Tentang Ilmu Dakwah, Tabligh, Khutbah, Menuju Para Da’i, Mubaligh dan Khatib Profesional, Padang : Syamsa Offset, 1996.
Basrowi & Suwandi, Memahami penelitian kualitatif, Jakarta : Rineka Cipta, 2008. Belk, Russel W., “A Free Response Approach to Developing Product Specific
Consumption Situation Taxonomies”, dalam Analytic Approaches to Product
and Marketing Planning, Ed. Allan, D. Shocker, Cambridge : Mass Marketing Science Institute, 1979.
Ghony, M. Djunaidi & Fauzan Almanshur. Metode Penelitian Kualitatif, Jogjakarta : Ar-Ruuz Media, 2012.
Guba, Egon G. & Yvona S. Lincoln, Effective Evaluation, San Fransisco : Jossey-Bass, Inc., 1981.
Halim, Abdul, Sejarah Perjuangan KH, Abdul Wahab, Bandung : Baru, 1970.
Halley, Russel I., “Benefit Segmentation: A decision-Oriented Research Tool”,
Journal of Marketing, Juli, 1968
Halley, Russel I., “Beyond Benefit Segmentation”, Journal of Advertising
Research, Agustus 1971.
Hasim, Masykur, Merakit Negeri Berserakan, Surabaya : Yayasan 95, 2002. Ismail, Ilyas & Hotman, Priyo, Filsafat Dakwah : Rekayasa Membangun Agama
dan Perubahan Islam. Jakarta : Kencana, 2011.
Kartajaya, Hermawan, dkk. Markplus on Strategy, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2002.
Kartinah & Sudaryanto, Agus, “Masalah Psikososial pada lanjut Usia.” Berita Ilmu
Keperawatan, Vol 1, No. 1, Juni 2008.
Kasali, Rhenald, Membidik Pasar Indonesia : Segmentasi, Targeting, Positioning,
(5)
111
Kotler, Philip & Gary Armstrong, Prinsip-Prinsip Pemasaran, Edisi 12, Jilid 1, Jakarta : Erlangga, 2008.
Kotler, Philip & Sidney J. Levy, Broadening The Concept Of Marketing, Journal of Marketing, Vol 33, January 1969.
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2008.
Lovelock, Christopher, dkk, Pemasaran Jasa : Manusia, Teknologi dan Strategi, Perspektif Indonesia, Jilid 1, Edisi 7. Jakarta : Erlangga, 2010.
Lupiyoadi, Rambat Manajemen Pemasaran Jasa : Teori dan Praktik, Jakarta : Salemba Empat, 2001.
Lupiyoadi, Rambat, Manajemen Pemasaran Jasa, Jakarta : Salemba Empat, 2014.
Maggard, John P., “Positioning Revisited”, Journal of Marketing, Januari 1976.
Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung : Pustaka Setia, 2011.
Mahmuddin, “Strategi Dakwah terhadap Masyarakat Agraris”, Tabligh Edisi
XXVII, Juni 2013.
Mangkunegara, Anwar Prabu, Perilaku Konsumen, Bandung : Refika, 2009. Mansyur, Cholil, Sosiologi Masyarakat Kota dan Desa, Surabaya : Usaha Nasional,
2005.
Morrisan, Manajemen Media Penyiaran, Jakarta : Kencana, 2011.
Mulyana, Deddy, Ilmu Komunikasi, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2005. Nabiry (an), Fathul Bahri. Meniti Jalan Dakwah Bekal Perjuangan Para Da’i. Cet
1, Jakarta : Amzah, 2008.
Neuman, Lawrence W, Social Research Methods : Qualitative and Quantitative Approaches, Boston : Allyn and Bacon, 2000.
Patilima, Hamid, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : Alfabeta, 2007.
Peter, J. Paul, dan Jerry C. Olson, Consumer Behaviour : Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran. Ed. 4, Jakarta : Erlangga, 2000.
R. Bogdan & S.K. Biklen, Qualitative Research for Education : an introduction to theory and methods, Boston, Ally and Bacon Inc, 1992.
Rakhmawati, Istina, Tantangan Dakwah di Era Globalisasi, ADDIN, Vol. 8, No. 2, Agustus 2014.
Sa’ud, Udin Syaefudin, Modul Metodologi Penelitian Pendidikan Dasar, Bandung
: UPI, 2007.
(6)
112
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, Bandung : Alfabeta, 2015.
Suhandang, Kustadi, Ilmu Dakwah : Perspektif Komunikasi, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2013.
Sunarto AS, “Kyai dan Prostitusi : Pendekatan Dakwah KH. Muhammad Khoiron
Suaeb di Lokalisasi Kota Surabaya, Jurnal Komunikasi Islam, Vol. 3, No 2, Desember 2013.
Supranto, Nandan H. Limakrisna, Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran Untuk Memenangkan Persaingan Bisnis, Edisi 1, Jakarta : Mitra Wacana Media, 2007.
Suryana, Agus, Strategi Pemasaran untuk Pemula, Jakarta : EDSA Mahkota, 2007. Tapper, The Potential Risks of The Local in The Global Information society, Journal
of Social Philosophy, 31 April 2000.
Tjiptono, Fandy, Pemasaran Jasa : Prinsip, penerapan dan penelitian, Yogyakarta : ANDI, 2014.
Tjiptono, Fandy. Strategi Pemasaran, Yogyakarta : Penerbit Andi, 2002.
Wind, Yoram, “Issues and advances in segmentation research.” Journal of Marketing Research, 19 Agustus 1978.
Website
https://www.pressreader.com/indonesia/jawa-pos/20160322/282544427425664
http://www.batamtimes.com/read/115081/20160119/204545/canangkan-konsep-nu-urban-pcnu-surabaya-buka-hotline-antiteror/ http://www.ldnusurabaya.com/profil
http://nusurabaya.or.id/2016/08/14/pengajian-ldnu-surabaya-jemaah-penuhi-masjid-ababil/