Makna ritual Minggu Kliwon Syekher Mania terhadap pembentukan akhlak masyarakat: studi di Desa Grojogan Kecamatan Berbek Kabupaten Nganjuk.

(1)

MAKNA RITUAL MINGGU KLIWON SYEKHER MANIA

TERHADAP PEMBENTUKAN AKHLAK MASYARAKAT

(Studi di Desa Grojogan Kecamatan Berbek Kabupaten Nganjuk)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat

Oleh:

Syauqul Lail (E01212037)

JURUSAN FILSAFAT AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Syauqul Lail, 2017 dengan judul skripsi: Makna Ritual Minggu Kliwon Syekher Mania Terhadap Pembentukan Akhlak Masyarakat (Studi di Desa Grojogan Kecamatan Berbek Kabupaten Nganjuk).

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana ritual Minggu Kliwon dilakukan dan bagaimana kandungan makna dalam ritual Minggu Kliwon. Fokus masalah yang diteliti dalam skripsi ini adalah: (1) Bagaimana ritual minggu kliwon Syekher mania di Desa Grojogan Kecamatan Berbek Kabupaten Nganjuk (2) Bagaimanakah kandungan makna dalam ritual minggu kliwon Syekher mania di Desa Grojogan Kecamatan Berbek Kabupaten Nganjuk. Sedangkan untuk memperoleh data dalam penelitian ini, penulis menggunakan pengumpulan data dengan metode pengamatan (observasi), wawancara (interview), dan dokumentasi. Adapun teori yang digunakan adalah interaksi simbolik yang di dalamnya terdapat makna-makna yang merupakan hasil interaksi sosial dalam masyarakat. Penelitian ini mengidentifikasi bahwa, pertama adanya bacaan rutin ketika ritual minggu kliwon ini berlangsung yaitu: pembacaan yasin, ratib al-haddad, al-barzanji, shalawat, mahallul Qiyam, dan doa. Kedua, Adapun makna-makna yang dapat diambil dari ritual minggu kliwon Syekher mania dari hasil penelitian ini, diantaranya adalah makna kebersamaan, makna persaudaraan, dan makna pendidikan (tarbiyah).


(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

ABSTRAK ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

PEDOMAN TRANSLITERASI ... xii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian... 11

D. Manfaat Penelitian... 11

E. Penegasan Judul ... 12

F. Telaah Pustaka... 13

G. Metode Penelitian ... 15

H. Teknik Pengumpulan data... 17


(8)

J. Sistematika Penulisan ... 19

BAB II. LANDASAN TEORI ... 20

A. Ritual Keagamaan... 20

B. Akhlak dan RuangLingkup ... 23

C. Syekher Mania... 36

D. Interaksi Simbolik ... 42

BAB III. PENYAJIAN DATA ... 48

A. Deskripsi Umum Objek Penelitian... 48

B. Sejarah Ritual Minggu Kliwon ... 53

C. Ritual Minggu Kliwon ... 55

BAB IV. ANALISIS DATA ... 70

A. Kandungan Makna Dalam Ritual Minggu Kliwon Syekher Mania... 70

BAB V. PENUTUP ... 83

A. Kesimpulan... 83

B. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 85 LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP


(9)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Agama Islam adalah Agama yang mengharuskan umatnya menghayati ajaran agama, inilah agama yang bersumberkan pada Al-Qur’an dan Hadis. Begitu pula dalam Pendidikan Agama Islam, tidak hanya ditujukan untuk memperoleh ilmu (knowledge) dan keterampilan (skill) saja. Tetapi yang lebih

penting dari itu semua adalah penanaman sikap (attitude) atau akhlak mulia

yang positif pada diri guru secara khusus dan siswa umumnya. Sebagai agama paripurna, nilai-nilai akhlak yang diajarkan Islam telah mencapai kesempurnaa. Nilai-niali akhlak tersebut membawa kebahagiaan di dunia dan di akhirat bagi siapa saja yang mengamalkannya. Akhlak-akhlak dalam Islam ini banyak diterangkan dalam ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi Saw.1

Allah Swt menciptakan manusia hanya untuk beribadah kepada-Nya. Dalam rangka ibadah kepada Allah Swt, manusia telah diberi petunjuk oleh-Nya. Petunjuk Allah Swt tersebut dinamakan Ad-Din (Agama). Agama adalah

satu kata yang mudah diucapkan dan mudah juga untuk menjelaskan maksudnya (khususnya bagi orang awam), tetapi sangat sulit memberikan batasan (definisi) yang tepat lebih-lebih lagi kepada para pakar. Hal ini disebabkan antara lain, dalam menjelaskan sesuatu secara ilmiah

1

Ali Abdul Halim Mahmud, Akhlak Mulia, terj. Abdul Hayyie al-Kattani (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), 20.


(10)

2

mengharuskan adanya rumusan yang mampu menghimpun semua unsur yang didefinisikan sekaligus mengeluarkan segala yang tidak termasuk unsurnya. Kemudahan yang dialami oleh orang awam disebabkan oleh cara mereka dalam merasakan agama dan perasaan itulah yang mereka lukisan.2

Agama Islam merupakan komponen yang paling penting dalam pendidikan akhlak manusia karena agama memberikan pedoman-pedoman dan petunjuk-petunjuk yang dibutuhkan manusia untuk dapat mencapai budi pekerti yang luhur dan mulia, baik hubungan dengan Allah Swt, Rasul-Nya, dirinya sendiri, keluarga, masyarakat, maupun kepada Negara. Budi pekerti yang baik, berakhlak mulia serta berkepribadian yang luhur merupakan tujuan utama dari pendidikan bagi kalangan muslim, karena akhlak merupakan aspek penting dalam kehidupan setiap manusia.

Pendidikan akhlak merupakan permasalahan yang utama yang selalu menjadi tantangan manusia dalam sepanjang sejarahnya. Sejarah bangsa-bangsa baik yang diabadikan dalam al-Qur’an maupun yang didapat dalam buku-buku sejarah menunjukkan bahwasannya suatu bangsa akan kokoh apabila akhlaknya kokoh dan sebaliknya suatu bangsa akan runtuh apabila akhlaknya rusak. Untuk mewujudkan akhlak yang baik dan mulia bukanlah hal yang mudah, diperlukan adanya kesadaran serta kerjasama antar pihak yang terlihat dalam pendidikan seperti keluarga atau orang tua, sekolah, dan masyarakat guna mengarahkan kepada pembangunan manusia yang seutuhnya

2

Quraish Syihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Al-Qur’an dalam kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 2007), 323.


(11)

3

untuk membentuk sumber daya manusia yang baik secara lahiriyah maupun batiniyah. Agar dapat terwujudnya sumber daya manusia tersebut diperlukan berbagai upaya antara lain dengan meningkatkan pendidikan formal dan pendidikan agama, khususnya pendidikan akhlakul karimah serta pendidikan iman dan taqwa yang dilaksanakan dengan lebih memperdalam pengetahuan, pemahaman, dan peningkatan pengalaman serta nilai-nilai agama Islam untuk membentuk akhlak yang mulia dan mampu menjawab tantangan zaman di era sekarang ini.3

Pendidikan akhlak dalam Islam adalah pendidikan yang mengakui bahwa dalam kehiduapan manusia menghadapi hal yang baik dan hal yang buruk, kebenaran dan kebatilan, keadilan dan kelaziman, serta perdamaian dan perdamaian. Proses pendidikan dapat ditempuh melalui pendidikan yaitu pendidikan formal maupun pendidikan non-formal. Untuk mencapai esensi pendidikan yang khusunyan Islam sangat dibutuhkan peran seorang pendidik atau pembina yang profesional dalam rangka mengupayakan pembentukan akhlak masyarakat di desa Grojogan, Nganjuk melalui majelis shalawat Syekher Mania.4

Berdasarkan hasil pra observasi dan wawancara dengan salah satu anggota majelis shalawat Syekher Mania diperoleh informasi bahwa kegiatan shalawat yang diadakan oleh majelis shalawat Syekher Mania merupakan salah

3

Suwito, Filsafat Pendidikan Akhlak Ibnu Miskawaih, (Yogyakarta: Belukar, 2004), cet. Ke-1, 21.

4


(12)

4

satu langkah untuk meningkatkan pengamalan ajaran Islam khususnya dalam akhlak. Melalui majelis shalawat yang akhir-akhir ini disukai oleh masyarakat yang mana alunan-alunan shalawat dinyanyikan dengan diiringi oleh tabuhan rebana yang menimbulkan kecintaan kepada Rasulullah saw.5

Dengan adanya majelis shalawat ini tidak hanya dapat menghidupkan dan mengamalkan sunnah Nabi Saw, tetapi juga dapat menjadi media dakwah serta media pendidikan dalam memberikan materi-materi tentang ajaran Islam terutama pendidikan akhlak dan juga sebagai tempat sosialisasi masyarakat secara umum. Untuk meraih cinta kepada Allah Swt, tak perlu bersemedi atau melakukan ritual berat. Akan tetapi hanya perlu satu mantra sakti, yakni membaca shalawat.

Shalawat ditunjukan pada Rasullullah Saw sebagai bukti cinta dan hormat kita kepadanya, yaitu umatnya.6 Shalawat itu dari Allah Swt, maka Allah memberikan rahmat kepada semau makhluk. Shalawat juga doa para malaikat, bahkan Allah Swt memerintahkan malaikat untuk mendoakan mereka yang bershalawat, sebagaimana yang dalam firman-Nya surat Al-Ahzab ayat 56:

اًمل ْساتأاو ل اساوأهْيالاعأاوهل اصأاونام أأا ي ذَاأاا هَُأأ اَأ

ۚ

أ بذنلاأ اَاعأ انوهل اصيأهاتاكئ اَاماوأا ذَاأذنِا

5

Hasil wawancara dengan Tasik sebagai Syekher Mania di desa Mojokendil Ngronggot Nganjuk, (Sabtu, 16 Juli 2016, pukul 18.00).

6

Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi (konsep dan Implementasi Kurikulum 2004), (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), 136.


(13)

5

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah

salam penghormatan kepadanya”.7

Nabi Muhammad Saw sebagai Rasul yang telah membawa ajaran Islam sebagai agama, memiliki kedudukan yang sangat istimewa di kalangan umat Islam khusunya Indonesia. Kecintaan mereka kepada Nabi diwujudkan dalam tradisi keagamaan yang dikenal dengan tradisi shalawat. Kegiatan ini mengiringi kegiatan keagamaan lain yaitu tahlilan. Tahlilan adalah kegiatan membaca doa

bersama dengan mambaca kalimah tayyibah, sedangkan shalawat identik dengan membaca doa bersama yang menjadikan Nabi sebagai fokus mengharap syafaat. Memuliakan Nabi, menghormati dan mencintai beliau tidak dapat dipisahkan dari lubuk hati umat Islam diseluruh dunia.8

Di dalam agama Islam majelis shalawat selain digunakan sebagai wadah untuk melantunkan kecintaan kepada Nabi juga sebagai media dakwah yang dapat dilakukan melalui berbagai cara, dengan media yang berbeda-beda pula. Di antaranya dengan pengajian yang diselenggarakan dan sudah dikenal dikalangan masyarakat umum. Pengajian selain wadah untuk berdakwah dapat juga digunakan sebagai sarana silaturahmi, menuntut ilmu, dan menjalin serta memperkuat persatuan dan kesatuan umat Islam.9 Menurut Hiroko Horikoshi, pengajian adalah perkumpulan informal yang tujuannya mengajarkan

7

Departemen Agama, Al-Qur'an dan Terjemahannya, (Semarang: Toha Putera, 1989), 427.

8

Bambang Irawan, The Power Of Shalawat, (Solo: Tiga Serangkai, 2008), 65. 9


(14)

6

dasar agama kepada masyarakat.10 Bagi umat Islam di Indonesia, pengajian telah menjadi kegiatan sosial-religius (social religious event) yang sangat popular

yang turut merefleksikan realitas masyarakat Indonesia, di mana tradisi pengetahuan disampaikan secara lisan. Selain itu pengajian juga untuk merealisir

ajarannya ditengah-tengah kehidupan umat manusia dalam keadaan

bagaimanapun dan di manapun harus dilaksanakan umat Islam. Pengajian ini biasanya diadakan di rumah, gedung atau masjid. Umumnya pengajian lebih terpusat di masjid, karena masjid telah menjadi media penting bagi transformasi ilmu pengetahuan, terutama ilmu agama Islam dikalangan masyarakat Indonesia.11

Pengajian memiliki fungsi yang sangat kompleks. Kompleksitas tersebut merupakan konsekuensi logis dari berbagai kepentingan yang berada di balik lembaga tersebut, baik untuk kepentingan dakwah, politik, sosial, hingga ekonomi. Hal tersebut dimaklumi karena masyarakat Islam Indonesia adalah massa yang luas dan langgeng yang terus menerus terpelihara melalui hubungan guru ngaji dan masjid, pengajian dan pesantren. Pengajian pada hakikatnya adalah untuk memperoleh keberkahan dan kenyamanan batin. Di dalam pengajian lebih banyak didominasi oleh unsur-unsur keislaman, sehingga

10

Hiroko Horikoshi, Kyai dan Perubahan Sosial, terj. Umar Basalim dan Andi Muarly Sunrawa, (Jakarta: P3M, 1987), 116.

11


(15)

7

pengajian ini meningkatkan ketaqwaan dan pengetahuan agama Islam dalam rangka mencari ridha Allah Swt.12

Pembacaan shalawat di kalangan ulama atau Habib mempunyai makna yang sangat luas, selain diyakini memiliki garis keturunan dengan Nabi dan memiliki posisi sangat istimewa bagi aktivis shalawat juga menjadi motivator yang luar biasa bagi mereka. Tradisi pembacaan shalawat dikalangan para Habib memiliki arti yang sangat mendalam karena ini merupakan wahana kerinduan spiritual dan emosional kepada Nabi Saw.

Dalam beberapa tahun terakhir, tradisi shalawat mengalami perkembangan yang luar biasa dengan ragam dan corak yang variatif. Mulai dari bentuk ritual, bentuk organisasi sampai pada efek sosial yang dihasilkan.13 Diantara sekian banyak kelompok-kelompok pengajian, majelis shalawat Syekher Mania salah satunya menjadi fenomena sosial yang unik dan menarik di

berbagai kota, termasuk kota Nganjuk khususnya. Kelompok sosial yang

menamakan diri sebagai “pecinta Rasulullah” ini terdiri dari berbagai elemen masyarakat dan dari latar belakang sosial-ekonomi yang beragam. Dalam setiap penyelenggaraan majelis shawalat ini digelar, ratusan bahkan ribuan masyarakat dari berbagai daerah antusias berbondong-bondong menghadiri acara tersebut. Namun, majelis shalawat ini tidaklah berarti apa-apa tanpa kehadiran seorang

Habib Syekh bin Abdul Qodir Assegaf yang lebih popular dipanggil “Habib

12

Harry J. Benda, Bulan Sabit dan Matahari Terbit; Islam Indonesia Pada Masa Pendudukan Jepang, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1980), 224-225.

13

Abdul Umar, dkk, Nurul Yaqin (Sejarah Nabi saw), (Surabaya: Toko Kitab Ahmad Nabhan, 1999), 201.


(16)

8

Syekh”. Kehadiran beliau menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk

datang ke acara tersebut. Selain karena suara beliau yang khas saat melantunkan shawalat maulid simtud ad durar yang diiringi musik modifikasi unsur

tradisonal dan modern, beliau juga memiliki kharisma yang membuat masyarakat segan dan menghormatinya.

Popularitas pengajian shalawat Habib Syekh dengan majelis Syekher

Mania semakin hari semakin meluas. Hampir semua masyarakat, terutama

masyarakat Islam tradisonal pulau Jawa menghadirinya. Sosok Habib Syekh pun dekat dengan berbagai lapisan masyarakat, mulai dari elemen petani, nelayan, pejabat pemerintahan, sampai elite politik bahkan instansi pemerintahan.14

Di samping aktivitas pengajian shalawat yang berlangsung, masyarakat yang antusias untuk datang ke pengajian tersebut tidak hanya dengan satu motif, melainkan dengan berbagai motif sampai bermacam interaksi sosial yang terjadi. Dalam proses interaksi yang berlangsung terus menerus, tindakan yang dilakukan tidak lepas dari simbol yang melekat pada tindakan tersebut, dan simbol tersebut memiliki makna yang diberikan oleh seseorang sebagai respon reaktif terhadap simbol itu melalui proses berfikir dan interpretasi terhadap tindakan yang ada.

Seseorang yang hidup di dunia ini khususnya di masyarakat harus berakhlak baik agar bisa menjadi individu yang mampu melaksanakan kewajiban dan pekerjaan dengan baik serta sempurna, sehingga ia dapat hidup

14

Abdul Qadir Umar Mauladdawilah, Gema Shalawat & Dakwah di Nusantara, Bersama Habib Syeikh bin Abdul Qadir Assegaf, (Malang: Pustaka Basma, 2014), 115.


(17)

9

bahagia. Sebaliknya apabila seseorang tidak mempunyai akhlak yang baik maka dapat dikatakan orang tersebut tidak baik, diantara peran Nabi diutus adalah memperbaiki akhlak manusia, agar dapat berakhlak dengan baik yaitu akhlak kepada Allah Swt, akhlak kepada manusia, akhlak kepada lingkungan dan lain sebagainya.15

Menurut ajaran Islam berdasarkan praktek Rasulullah akhlak mulia adalah faktor terpenting dalam membina suatu umat atau membangun suatu bangsa. Suatu pembangunan tidaklah ditentukan semata-mata dengan faktor kredit dan investasi materiil. Betapapun besarnya kredit dan investasi, apabila manusia pelaksananya tidak memiliki akhlak, niscaya segalanya akan berantakan akibat penyelewengan dan korupsi. Oleh karena itu program utama dan perjuangan segala usaha ialah pembinaan akhlak mulia. Ia harus di tanamkan dan ditegakkan kepada seluruh lapisan dan tingkatan masyarakat, mulai dari tingkatan atas sampai lapisan masyarakat tingkatan bawah.16

Masyarakat adalah sejumlah manusia yang terikat oleh suatu kebudayaan yang dianggap sama. Masyarakat juga terdiri dari berbagai kelompok yang saling terikat oleh sistem-sistem, adat istiadat, hukum-hukum yang dianggap sama. Di dalam masyarakat terdapat berbagai permasalahan sosial yang merupakan gejala atau fenomena yang muncul dalam realitas kehidupan masyarakat. Gejala ini berada pada semua lapisan masyarakat.

15

Malik Ibn Anas, Al-Muwatha, (Bairut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiah, 1989), juz: 2, 905. 16


(18)

10

Persoalan masyarakat selamanya hangat dan menarik, baik di negara maju maupun negara yang masih berkembang, karena masyarakat adalah sekelompok individu yang memiliki banyak perbedaan.17 Dari masalah inilah

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ”Makna Ritual Minggu Kliwon Syekher Mania Terhadap Pembentukan Akhlak Masyarakat

(Studi di Desa Grojogan Kecamatan Berbek Kabupaten Nganjuk)”.

B.Rumusan Masalah

Dalam penulisan ini, masalah yang dikaji adalah makna ritual Minggu Kliwon Syekher Mania terhadap pembentukan akhlak masyarakat di Desa Grojogan Kecamatan Berbek Kabupaten Nganjuk dengan mengangkat permasalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah ritual Minggu Kliwon Syekher Mania di Desa Grojogan Kecamatan Berbek Kabupaten Nganjuk ?

2. Bagaimanakah kandungan makna dalam ritual Minggu Kliwon Syekher Mania terhadap pembentukan akhlak masyarakat di Desa Grojogan Kecamatan Berbek Kabupaten Nganjuk ?

C.Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang diajukan di atas maka tujuan penelitian ini adalah :

17

Soerjono Seokanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1990), 15.


(19)

11

1. Untuk mengetahui ritual Minggu Kliwon Syekher Mania di Desa Grojogan Kecamatan Berbek Kabupaten Nganjuk.

2. Untuk mengetahui kandungan makna dalam ritual Minggu Kliwon Syekher Mania terhadap pembentukan akhlak masyarakat di Desa Grojogan Kecamatan Berbek Kabupaten Nganjuk.

D.Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan bermanfaat baik secara teoritis, praktis, maupun secara akademik.

1. Secara teoretik

Penelitian ini disamping sebagai salah satu upaya memenuhi tugas akhir dalam program strata S1 Jurusan Filsafat Agama Fakultas Ushuluddin diharapkan mampu menambah keilmuan peneliti dalam bidang ilmu filsafat secara mendalam.

2. Secara praktis

Sebagai kontribusi ilmu pengetahuan, khususnya mengenai makna ritual Minggu Kliwon Syekher Mania terhadap pembentukan akhlak masyarakat di Desa Grojogan Kecamatan Berbek Kabupaten Nganjuk, dan bahan pertimbangan bagi peneliti lainnya.

3. Secara akademik

Sebagai masukan dan pembendaharaan kepustakaan untuk kepentingan ilmiah, selanjutnya dapat memberikan informasi atau gambaran bagi peneliti lainnya mengenai makna ritual Minggu Kliwon Syekher Mania terhadap


(20)

12

pembentukan akhlak masyarakat di Desa Grojogan Kecamatan Berbek Kabupaten Nganjuk.

E.Penegasan Judul

Makna : Makna adalah hubungan antara lambang bunyi

dengan acuannya. Makna merupakan bentuk responsi dari stimulus yang diperoleh pemeran dalam komunikasi sesuai dengan asosiasi maupun hasil belajar yang dimiliki.18

Ritual : Ritual merupakan tata cara dalam upacara atau

suatu perbuatan keramat yang dilakukan oleh sekelompok umat beragama.19

Syekher Mania : Nama sebuah perkumpulan atau komunitas

pecinta Habib Syekh Abdul Qodir Assegaf dari Solo, Jawa Tengah.20

F. Telaah Pustaka

Dalam penulisan ini tentunya penulis menggunakan sumber primer dan sumber sekunder. Sejauh ini penulis berhasil mengetahui karya ilmiah yang membahas tentang penelitian ini sebagai berikut :

18

Https://id.wikipedia.org/wiki/Makna diakses pada tanggal 21 Desember 2016. 19

Koentjaraningrat, Beberapa Pokok Antropologi Islam, (Jakarta: Dian Rakyat, 1985), 56.

20


(21)

13

1) Skripsi karya Akhmad Faizal, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi KPI, 2014 yang berjudul ‘Makna Simbolik Dari Tradisi Sajen Among-among Dalam Memperingati Kematian (Studi Pada Masyarakat Desa

Lamongrejo, Kecamatan Ngimbang, Kabupaten Lamongan)’ membahas tentang bagaimana masyarakat memaknai serta melestarikan kearifan lokal mereka berupa Tradisi Sajen Among-among yang dikhususkan bagi seseorang yang meninggal dunia. Simbol-simbol yang digunakan berupa makanan, kopi, rokok, pakaian, dan kelapa muda. Ritual ini ditunjukkan untuk menghormati dan sekaligus membuat arwah sanak keluarga merasa senang karena dirinya masih diingat oleh keluarga.

2) Skripsi karya Martina Ulfa, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi KPI,

2013 yang berjudul “Komunikasi Ritual Prosesi Nyadran Desa Widang Tuban”. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa (1) simbol-simbol komunikasi yang terdapat dalam tradisi nyadran yang merupakan suatu simbol komunikasi non-verbal (2) makna yang terkandung dalam tradisi nyadran yakni salah satu simbol yang paling dominan bagi masyarakat Desa Widang khususnya para petani sebagai penghargaan manusia atas bumi yang telah memberi kehiduapan bagi manusia, dan untuk menjalin silaturahmi antar warga masyarakat.

Berbeda dari skripsi yang ditulis oleh peneliti terdahulu, peneliti ingin membahas tentang makna ritual Minggu Kliwon Syekher Mania dalam pembentukan akhlak masyarakat (studi di Desa Grojogan Kecamatan Berbek Kabupaten Nganjuk).


(22)

14

G.Metode Penelitian

Dalam karya ilmiah, metode penelitian mempunyai peranan yang sangat penting. Karena metode ini akan memberikan aturan-aturan yang harus ditaati sebagai standar penulisan skripsi. Artinya, agar pengetahuan yang dicapai dalam penelitian mempunyai nilai-nilai ilmiah yang tinggi dan dapat dipertanggung jawabkan. Menurut Koentjaningrat, metodologi adalah pengetahuan tentang berbagai cara kerja yang disesuaikan dengan objeknya terhadap studi ilmu-ilmu yang bersangkutan. Sedangkan metode memiliki arti cara (jalan) dalam mengadakan suatu penelitian agar dapat memahami objek-objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.21 Oleh karena itu, agar penelitian mengenai makna ritual Minggu Kliwon Syekher Mania terhadap pembentukan akhlak masyarakat di desa Grojogan dapat terarah dan sistematis, maka dalam metode penelitian ini ada beberapa hal yang dapat dicermati, yaitu:

1) Jenis penelitian

Metode utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, yaitu penelitian yang dilakukan secara intensif, terperinci, dan mendalam terhadap suatu organisasi, lembaga, dan gejala tertentu. Penelitian ini juga dapat digolongkan sebagai penelitian deskriptif yaitu menganalisis data dan menyajikan fakta secara sistematik tentang keadaan objek sebenarnya tentang makna ritual Minggu Kliwon Syekher Mania

21


(23)

15

terhadap pembentukan akhlak masyarakat (Studi di Desa Grojogan Kecamatan Berbek Kabupaten Nganjuk).

Bagi penulis langkah dan menentukan lokasi penelitian adalah hal yang sangat penting. Syekher Mania adalah nama komunitas pengikut pengajian shalawat Habib Syekh yang tersebar di berbagai tempat. Setelah memperhatiakan dan memahami aktifitas komunitas tersebut, maka penulis menentukan Desa Grojogan Kecamatan Berbek Kabupaten Nganjuk sebagai lokasi penelitian.

2) Sumber data

Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua macam sebagai berikut:

a. Data Primer

Data primer adalah sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui perantara). Data primer ini meliputi wawancara dengan masyarakat di Desa Grojogan Kecamatan Berbek Kabupaten Nganjuk.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah sebagai data pendukung data primer yang meliputi literatur, jurnal, buku-buku, dan dokumentasi.


(24)

16

H.Teknik Pengumpulan Data

a. Metode observasi

Metode oservasi adalah sebuah teknik pengumpulan data yang mengharuskan peneliti untuk turun ke lapangan dengan cara mengamati hal-hal yang berkaitan dengan ruang, tempat, pelaku kegiatan, waktu, dan peristiwa.22 Mencari informasi lokasi penelitian yang meliputi lokasi kegiatan di Desa Grojogan.

b. Metode Wawancara

Metode wawancara adalah metode dalam rangka mengumpulkan data-data yang diperlukan maka peneliti menggunakan teknik wawancara. Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk mendapatkan keterangan lisan melalui bercakap-cakap dan berhadapan muka dengan saru orang atau lebih yang dapat keterangan peneliti.23 Narasumber dari wawancara yang akan diteliti adalah tokoh agama, perangkat desa, warga Grojogan setempat dan masyarakat yang bersangkutan.

c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental daro seseorang. Dokumentasi yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life historis), cerita, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen

22

M. Djunaidi Ghony dan Fuzan Ali Mansur, Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), 165.

23

Mardalis, Metode Penitian Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 64.


(25)

17

yang berbentuk gambar misalnya foto, gambar hidup, sketsa, dan lain-lain. Studi dokumen merupakan pelengkap dari metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.24

I. Teknik Analisa Data

a. Analisa Deskriptif

Analisa deskriptif yaitu mendeskripsikan mengenai “Makna Ritual Minggu Kliwon Terhadap Pembentukan Akhlak Masyarakat di Desa

Grojogan” dan berusaha menggambarkan masalah yang akan dibahas agar

memperoleh kesimpulan dari data yang telah diteliti. b. Analisis Kefilsafatan

Analisa kefilsafatan yaitu menganalisi teori interaksi simbolik yang mendasari alam pikiran, kemudian mengkaji secara menyeluruh dan

mendalam mengenai “Makna Ritual Minggu Kliwon Terhadap

Pembentukan Akhlak Masyarakat di Desa Grojogan”. Dengan

menggunakan metode-metode kefilsafatan yakni metode edukatif, dalam arti memberikan penjelasan secara teratur dan sistematis tentan seluruh bidang filsafat, atau salah satu bidang ilmu yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan yang ada.25

24

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), 248.

25

Anton Bakker dan A. C. Zubair, Metode Penelitian Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1990), 16.


(26)

18

J. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan merupakan rangkuman sementara dari sisi skripsi, yakni gambaran isi skripsi secara keseluruhan. Adapun penyajian skripsi ini dibagi dalam bab-bab, dan secara keseluruhan dibagi dalam empat bab dengan rincian sub-bab secara sistematis dan berkesinambungan.

Adapun penyajiannya dalam tulisan ini akan diawali dengan Bab I, dalam Bab I ini memuat uraian pendahuluan yang di dalamnya terinci latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan masalah, manfaat penelitian, penegasan judul, metode penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisa data dan sistematika pembahasan.

Selanjutnya pada Bab II, pada bab ini dijelaskan tentang kajian teori, ritual keagamaan, akhlak dan ruang lingkup, Syekher Mania, serta landasan teori.

Kemudian Bab III, dalam bab ini berisi tentang penyajian data, gambaran umum Desa Grojogan, Nganjuk, sejarah ritual Minggu Kliwon, dan ritual Minggu Kliwon.

Dan dilanjutkan Bab IV berisi tentang analisis data dari pembahasan dalam penelitian.

Kemudian Bab V berisi tentang penutup dan kesimpulan dari pembahasan dalam penelitian.


(27)

19 BAB II

LANDASAN TEORI A. Ritual Keagamaan

Ritus dan upacara adalah komponen penting dalam sistem religi. Ritus dan upacara dalam sistem religi berwujud aktivitas dan tindakan manusia untuk berkomunikasi dan melaksanakan kebaktiannya terhadap Tuhan, Dewa-dewa, roh nenek moyang, atau makhluk gaib lainnya. Ritus atau upacara religi biasanya berlangsung secara berulang-ulang, baik setiap hari, setiap musim atau kadang-kadang saja. Tergantung dari acaranya, suatu ritus atau upacara religi biasanya terdiri dari suatu kombinasi yang merangkaikan satu, dua atau beberapa tindakan, yaitu: berdoa, bersujud, bersaji, berkorban, makan bersama, berpuasa, bertapa, dan bersemedi.1

Ritual merupakan tata cara dalam upacara atau suatu perbuatan keramat yang dilakukan oleh sekelompok umat beragama. Hal ini ditandani dengan adanya berbagai macam unsur dan komponen, yaitu: adanya waktu, tempat dimana upacara dilakukan, alat-alat upacara, serta orang-orang yang menjalankan upacara.2 Upacara keagamaan di sini adalah upacara keagamaan yang diselenggarakan oleh umat beragama untuk memperingati hari besar agamanya atau peristiwa bersejarah bagi agamanya, seperti peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw oleh umat Islam atau peringatan Natal oleh umat Kristen.

1

Koentjaningrat, Sejarah Teori Antropologi I, (Jakarta: UI Press, 1987), 81. 2


(28)

20

Pada dasarnya ritual adalah rangkaian kata, tindakan pemeluk agama dengan menggunakan benda-benda, peralatan dan perlengkapan tertentu, ditempat tertentu dan memakai pakaian tertentu pula.3 Ritual atau ritus dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan berkah atau rezeki yang banyak dari suatu pekerjaan. Seperti upacara menolak balak dan upacara karena perubahan atau siklus dalam kehidupan manusia seperti kelahiran, pernikahan, dan kematian.4

Salah satu tokoh antropologi yang membahas ritual adalah Victor Turner.5 Menurut Turner, ritus-ritus yang diadakan oleh suatu masyarakat

merupakan penampakan dari keyakinan religius. Ritus-ritus yang dilakukan itu mendorong orang-orang untuk melakukan dan menaati tatanan sosial tertentu. Ritus-ritus juga memberikan motivasi dan nilai-nilai pada tingkat yang paling dalam.6 Menurut Victor Turner, ritus mempunyai beberapa peranan antara lain:

1. Ritus dapat menghilangkan koflik.

2. Ritus dapat membatasi perpecahan dan membangun solidaritas masyarakat.

3. Ritus mempersatukan dua prinsip yang bertentangan.

4. Ritus memberikan kekuatan dan motivasi baru untuk hidup dalam masyarakat sehari-hari.

3

Imam suprayogo, Metodologi Penelitian Sosial-Agama, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001), 41.

4

Bustanuddin Agus, Agama Dalam Kehidupan Manusia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), 95.

5

Y. W. Wartajaya Winangun, Mayarakat Bebas Struktur, Liminitas dan Komunitas Menurut Victor Turner, (Yogyakarta: Kanisius, 1990), 11.

6


(29)

21

Dari penelitiannya ia dapat menggolongkan ritus ke dalam dua bagian, yaitu ritus krisis hidup dan ritus gangguan. Pertama, ritus krisis hidup ialah

ritus-ritus yang diadakan untuk mengiringi krisis-krisis hidup yang dialami manusia. mengalami krisis, karena ia beralih dari satu tahapan ke tahapan berikutnya. Ritus ini meliputi kelahiran, pubertas, perkawinan, dan kematian. Ritus-ritus ini tidak hanya berpusat pada individu, melainkan juga tanda adanya perubahan dalam relasi sosial diantara orang yang berhubungan dengan mereka, dengan ikatan darah, perkawinan, kontrol sosial dan sebagainya.7

Kedua, ritus gangguan. Pada ritus gangguan ini masyarakat Ndembu

menghubungkan nasib sial dalam berburu, ketidak teraturan reproduksi pada para wanita dan lain sebagainya dengan tindakan roh orang yang mati. Roh para leluhur yang menggangu orang sehingga mengakibatkan nasib sial atau buruk.8

Ritual sangat berkaitan dengan sistem kalender jawa atau penanggalan jawa yang memiliki dua siklus yaitu: siklus mingguan yang terdiri dari tujuh hari (Ahad sampai Sabtu) dan siklus pekan pancawara yang terdiri dari lima hari pasaran. Minggu atau hari minggu adalah hari pertama dalam satu pekan. Kata minggu diambil dari bahasa Portugis Domingo (dari bahasa latin dies Dominicus,

yang berarti “dia do Senhor” atau “hari Tuhan kita”). Dalam bahasa Melayu yang

lebih awal, kata ini dieja sebagai Dominggu. Baru sekitar abad ke-19 dan awal abad ke-20, kata ini dieja Minggu. Kata minggu (“m” dalam huruf kecil) berarti pekan, satuan yang terdiri dari tujuh hari. Nama lain dari hari minggu adalah ahad

7

Ibid., 21. 8


(30)

22

berasal dari bahasa Arab

دح

أ لا

أ

yang memiliki arti satu. Sedangkan Kliwon adalah

nama hari dalam sepasar atau juga disebut pancawara. Pancawara adalah nama dari sebuah pekan atau minggu yang terdiri dari lima hari dalam budaya Jawa dan Bali. Nama-nama dalam sistem pancawara ini adalah: pahing, pon, wage, kliwon, dan legi.9

Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa ritual merupakan serangkaian perbuatan keramat yang dialakukan oleh umat beragama dengan menggunakan berbagai macam unsur dan komponen yaitu: waktu, tempat, alat-alat upacara, serta orang-orang yang menjalankan upacara. Namun ritual memiliki fungsi yang sama yaitu untuk berdoa agar mendapatkan suatu berkah atau rezeki. Ritual-ritual tersebut tidak bisa dilepas dari suatu masyarakat beragama yang meyakininya. Ritual demikian merupakan sebagai tanda untuk menghormati orang yang sudah meninggal. Semua agama di dunia memiliki ritual upacara sendiri-sendiri untuk menghormati para leluhur yang sudah meninggal dunia. Sedangkan Minggu Kliwon adalah adalah penanggalan masyarakat Jawa dan Bali yang terdiri dari siklus mingguan dan siklus pekan pancawara atau pasaran.

B. Akhlak dan Ruang Lingkup

a. Pengertian Akhlak

Secara etimologis kata akhlak merupakan bentuk jamak dari al-khuluq

atau al-khulq, yang berarti (1) tabiat, budi pekerti, (2) kebiasaan atau adat, (3)

9


(31)

23

keperwiraan, kejantanan, (4) agama, dan (5) kemarahan. Karena akhlak merupakan suatu keadaan yang melekat dalam jiwa, suatu perbuatan baru disebut akhlak kalau terpenuhi beberapa syarat, yaitu: (1) perbuatan itu dilakukan berulang-ulang. Kalau hanya dilakukan sesekali, maka suatu perbuatan tidak dapat disebut akhlak. (2) perbuatan itu timbul dengan mudah tanpa dipikirkan atau diteliti terlebih dahulu sehingga ia benar-benar merupakan suatu kebiasaan. Jika timbul karena terpaksa atau setelah dipikirkan dan dipertimbangkan secara matang, perbuatan itu tidak disebut akhlak.

Akhlak menepati posisi yang sangat penting dalam Islam, sehingga setiap aspek dari ajaran agama ini selalu berorientasi pada pembentukan dan pembinaan akhlak yang mulia yang disebut al-akhlak al-karimah. Akhlak Nabi Muhammad

Saw biasanya disebut dengan akhlak Islam. Karena akhlak ini bersumber dari

al-Qur’an dan al-Qur’an datang dari Allah Swt.10 Rasulullahh Saw selalu mendorong segenap umat agar berperilaku dengan akhlak yang mulia, dan memperingatkan mereka dari keburukan akhlak. Perhatian Rasulullah terhadap umatnya agar berperilaku dengan akhlak mulia sampai pada titik kulminatif dengan menginformasikan kepada mereka bahwa orang yang berbudi pekerti baik akan terangkat derajatnya sejajar dengan orang-orang yang aktif mendekatkan diri kepada Allah Swt dengan shalat dan puasa.11

10

Ensiklopedi Islam, vol 1, Azyumardi Azra (ed), dkk, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve), 130-131.

11

Muhammad Fauqi Hajjaj, Tasawuf Islam dan Akhlak, terj. Kamran As’at Irsyady dan Fakhri Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), cet ke-2, 316.


(32)

24

Dari segi termonologi (istilah) kata “akhlak” menurut ahli memiliki

definisi sebagai berikut:

a) Ibnu Maskawaih

Akhlak adalah kebiasaan jiwa sesorang yang mendorongnya

untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui

pertimbangan pikiran (lebih dahulu).

b) Ahmad Amin

Akhlak adalah “Adatul-Iradah” atau kehendak yang dibiasakan. Artinya bahwa kehendak itu bila membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu dinamakan akhlak.

c) M. Abdullah Dirroz

Akhlak adalah suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan dan kehendak yang mana berkombinasi membawa kecenderungan pada pemilihan pihak yang benar (dalam hal akhlak yang baik) atau pihak yang jahat (dalam hal akhlak yang jahat).12

12


(33)

25

d) Ibrahim Anis

Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik dan buruk tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.13

e) Abu Ahmadi dan Noor Salimi

Akhlak adalah sebuah sistem yang lengkap yang terdiri dari karakteristik-karakteristik akal atau tingkah laku yang membuat sesorang menjadi istimewa. Karakteristik-karakteristik ini membentuk kerangka psikologi seseorang dan membuatnya berperilaku sesuai dengan dirinya dan nilai yang cocok dengan dirinya dalam kondisi-kondisi yang berbeda.14

f) Abuddin Nata

Menurut Abuddin Nata ada lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak. Pertama, perbuatan akhlak tersebut sudah

menjadi kepribadian yang tertanam kuat dalam jiwa seseorang. Kedua, perbuatan akhlak merupakan perbuatan yang dilakukan

dengan acceptable dan tanpa pemikiran (unthought). Ketiga,

perbuatan akhlak merupakan perbuatan tanpa paksaan. Keempat,

perbuatan dilakukan dengan sebenarnya tanpa ada unsur

13

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), cet ke-II, 4. 14

Abu Ahmadi dan Noor Salimi, Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), 198.


(34)

26

sandiwara. Kelima, perbuatan dialakukan untuk menegakkan

kalimat Allah.15

Dari beberapa pengertian di atas dapat diambil kesimpulan tentang pengertian akhlak. Pertama, perbuatan-perbuatan itu dilakukan berulang kali

dalam bentuk yang sama. Kedua, perbuatan-perbuatan itu dilakukan karena

adanya dorongan emosi jiwanya, bukan karena adanya tekanan-tekanan dari luar seperti paksaan. Ketiga, perbuatan tersebut dilakukan dengan spontan tanpa

adanya pertimbangan dan pemikiran dahulu.16

Kata akhlak sering disebut juga dengan etika, moral, kesusilaan, dan kesopanan. Kata akhlak berasal dari bahasa Arab, akan tetapi kata itu tidak ditemukan dalam al-Qur’an. Di dalam al-Qur’an hanya ditemukan bentuk tunggal yaitu khuluq yaitu surat al-Qalam ayat 4. Ayat tersebut dinilai sebagai

pengangkatan Nabi Muhammad saw sebagai Rasul: “Sesunggunnya engkau (Muhammad) berada di atas budi pekerti yang agung” (QS. Al-Qalam: 4).17

Seperti halnya dengan banyak istilah yang menyangkut konteks ilmiah, istilah etika berasal dari Yunani kuno ethos, kata ini dalam bentuk tunggal

memiliki banyak arti yaitu: tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang habitat, kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, dan cara berpikir. Dalam bentuk jamak (ta etha) artinya adalah adat kebiasaan. Jadi, jika kita membatasi

diri pada asal-usul kata ini, maka etika adalah ilmu tentang apa yang biasa

15

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Press, 2010), 6. 16

Humaidi Tatapangarsa, Pengantar Kuliah Akhlak, (Surabaya: Bina Ilmu, 1990), 10. 17


(35)

27

dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.18 Pengertian etika sering disamakan dengak akhlak dan moral, ada pula ulama yang menyatakan bahwa akhlak merupakan etika Islam. Moral berasal dari bahasa Latin mos dan jamaknya mores

yang berarti kebiasaan atau adat. Menurut K. Berten kata “moral” sama denga

etimologi “etika” sekalipun bahasa asalnya berbeda.19

Kesusilaan adalah keseluruhan aturan, kaidah atau hukum yang mengambil bentuk amar dan larangan. Kesusilaan mengatur perilaku masyarakat yang di dalamnya terdapat manusia.20 Kesopanan adalah sama pengertiannya dengan kesusilaan sebagai suatu norma untuk menyatakan perbuatan manusia. Jadi, istilah ini bukan suatu ilmu, melainkan suatu perbuatan praktek manusia.21

Dalam diri setiap manusia, terdapat potensi dasar yang dapat mewujudkan akhlak baik dan buruk, tetapi sebaliknya pada diri manusia juga dilengkapi dengan rasio (pertimbangan pemikiran) dan agama dapat menuntun perbuatannya, sehingga potensi keburukan dalam dirinya akan ditekan kemudian potensi kebaikan dalam dirinya akan berkembang.22

18

K. Bertens, Etika, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011), cet ke-11, 4. 19

Ibid., 7. 20

De Vos, Pengantar Etika, terj. Soejono Soemargono, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1987), 3.

21

Mahjuddin, Kuliah Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Kalam Mulia, 1999), 8.

22

Menurut Imam al-Ghazali bahwa akhlak adalah suatu tatanan dalam jiwa (manusia), yang dapat melahirkan suatu perbuatan yang gampang dilakukan tanpa melalui maksud untuk memikirkan (lebih lama). Maka sifat tersebut melahirkan suatu tindakan terpuji menurut ketentuan rasio dan norma agama, dinamakan akhlak baik atau terpuji. Akan tetapi manakala melahirkan tindakan buruk, maka dinamakan akhlak buruk atau tidak terpuji. Untuk lebih lanjut, lihat Mahjuddin, Akhlak Tasawuf II : Pencarian Ma’rifah Bagi Sufi Klasik dan Penemuan Kebahagiaan Batin Bagi Sufi Kontemporer, (Jakarta: Kalam Mulia, 2010), 2.


(36)

28

b. Jenis-Jenis Akhlak

Para ulama menyatakan bahwa akhlak yang baik merupakan sifat para Nabi dan orang-orang Siddiq, sedangkan akhlak yang buruk merupakan sifat

syaitan dan orang-orang yang tercela. Sehingga pada dasarnya, akhlak itu terbagi menjadi dua jenis:

1. Akhlak baik atau terpuji (Al-Akhlaqu al-Mahmudah), yaitu perbuatan baik terhadap Tuhan, sesama manusia dan makhluk-makhluk yang lain. Akhlak baik ini meliputi: bertaubat Tauba>h), bersabar Sabru), bersyukur Shukru), bertawakkal Tawakku>l), ikhlas (al-Ikhla>s), raja (al-Raja>’), bersikap takut (al-Khau>f).

2. Akhlak buruk atau tercela (Al-Akhlaqu al-Madhmumah), yaitu perbuatan buruk terhadap Tuhan, sesama manusia dan makhluk-makhluk yang lain. Akhlak buruk ini meliputi: takabbur (al-Kibru>), musyrik (al-Isyra>k), murtad (al-Ridda>h), munafiq (an-Nifa>q), riya’

(ar-Riya>), boros atau berfoya-foya Isra>f), rakus atau tamak (al-Hirsu atau al-Tama>u).23

c. Ruang Lingkup Akhlak

Secara garis besar, lapangan akhlak Islam amat luas dan seluas ajaran Islam itu sendiri, karena esensi dari akhlak adalah ketentuan kebaikan dan

23

Mahjuddin, Akhlak tasawuf I : Mukjizat Nabi, Karamah Wali dan Makrifah Sufi, (Jakarta: Kalam Mulia, 2010), 10-21.


(37)

29

keburukan dari perbuatan manusia. secara kategoris, ruang lingkup atau muara perlaksanaan akhlak Islam itu ada 4 yaitu: 1. Akhlak terhadap Allah 2. Akhlak terhadap diri sendiri 3. Akhlak terhadap sesama manusia, dan 4. Akhlak terhadap alam semesta. Sebagaimana yang di jelaskan sebagai berikut:

1. Akhlak Kepada Allah Swt

Berakhlak kepada Allah pada prinsipnya berangkat dari kewajiban seorang hamba untuk percaya dan beriman kepada Allah sebagai Tuhan. Berkhlak seperti itu artinya menampilkan performa kedirian manusia sebagai hamba yang menghendaki komunikasi kepada Allah dengan sebaik-baiknya berdasarkan petunjuk-Nya. Hal ini diistilahkan Rasulullah, sebagaimana dalam sabdanya sebagai ihsan kepada Allah. Ihsan (berbuat sebaik-baiknya) kepada Allah

merupakan indikator akhlak yang baik. Dengan ungkapan lain, ihsan adalah manifestasi akhlak yang mulia kepada Allah.

Berakhlak kepada Allah bagi seorang hamba merupakan sebuah pengabdian yang bernilai tinggi dan bahkan pengabdian (ibadah) hamba tersebut berfungsi sebagai bukti dari akhlak seorang hamba. Namun, ibadah yang dimaksud adalah ibadah dengan penuh keikhlasan dan pengagungan terhadap Allah Swt. Percaya kepada Allah adalah suatu kewajiban hamba berdasarkan wahyu (menurut faham Sunni) dan akal (menurut faham Muktazilah). Namun demikian, beriman di sini tidak sekedar percaya berupa ikrar lisan, tetapi dikuatkan dengan hati dan dimanifestasikan dengan perbuatan. Percaya atau iman tersebut merupakan iman yang berbasis akhlak, berkualitas baik yang juga disebut


(38)

30

etiket (adab) kepada Allah.24 Menurut Hamzah Ya’cob beribadah kepada Allah swt dibagi menjadi dua macam:

a. Ibadah umum, adalah segala sesuatu yang dicintai oleh Allah dan diridhai-Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan dengan kata terang-terangan atau tersembunyi. Seperti berbakti kepada orang tua, berbuat baik kepada tetangga, teman, dan menghormati guru.

b. Ibadah khusus, adalah perkara yang dilakukan oleh orang Islam sebagai satu cara untuk mengabdikan diri kepada Allah swt, seperti sholat, zakat, puasa, dan haji.25

2. Akhlak Terhadap Diri Sendiri

Sebagai makhluk ciptaan Allah di antara makhluk-makhluk lain, manusia harus mau memikirkan apa yang ada di dalam dirinya sendiri, disamping itu juga harus mau memperhatikan makhluk-makhluk di luar dirinya, termasuk alam semesta. Tujuan dari kegiatan berpikir dan perhatian tersebut adalah mengetahui kebesaran Sang Pencipta yang memberikan anugerah terhadap hamba-hamba-Nya. Aktivitas seperti itu di dalam agama disebut dengan zikir.

Manusia yang baik adalah manusia yang mau berzikir. Sedangkan hamba yang tidak mau berzikir dengan merenungkan diri sendiri akan mendapat kerugian, karena kehilangan berbagai hikmahnya, sehingga menjadi manusia yang

24

Hamzah Tualeka Zn, dkk, Akhlak Tasawuf, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2012),107-110.

25

Aminuddin, dkk, Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005), 154.


(39)

31

keras dan kasar batinnya. Di antara hikmah memikirkan dan meneliti kedirian manusia adalah terbentuknya ilmu pengetahuan tentang manusia itu sendiri seperti: biologi, fisiologi, psikologi, ilmu kesehatan dan lain-lain. Tetapi bukan itu semua tujuan religiusnya, melainkan sebaliknya yaitu menjadikan manusia sebagai makhluk yang memiliki kesadaran diri dan akhlak yang mulia.26

Manusia merupakan makhluk yang unik, berbeda dengan makhluk yang lain karena manusia terdiri dari dua esensi yang menyatu yaitu zhahir (khalq) dan

batin (khuluq). Kedua dimensi ini tidak dapat dipisahkan sehingga manusia dapat

memposisikan dirinya menjadi dua entitas, sebagimana kemampuannya untuk melakukan individualisasi. Kemampuan individualisasi ini telah dinyatakan oleh Allah sendiri sebagaimana dalam perintah-Nya untuk memikirkan dirinya sendiri, dianjurkan pula oleh Nabi Muhammad sebagaimana himbauannya agar manusia selalu berintropeksi diri. Sabda Nabi Muhammad yang artinya: “Periksalah

dirimu sebelum diperiksa oleh pihak lain.”

Memeriksa diri sendiri adalah melibatkan upaya membagi diri ini menjadi dua: diri sebagai subjek dan diri sebagai objek. Hal ini dilakukan dalam dua pola. Pertama, dengan cara membayangkan dirinya berperilaku di tengah-tengah

masyarakat sebagai sosok orang lain. Orang tersebut dikoreksi, bahwa selama melakukan sesuatu pada saat tertentu dan di tempat tertentu apakah sudah baik dan benar, atau melakukan kesalah dan seterusnya. Kedua, dirinya diimaginerkan

sebagai orang lain sebagai warga masyarakat yang selalu memantau dan

26


(40)

32

mengoreksi dirinya tersebut, bahwa selama ini telah melakukan apa, bagaimana, dan seterusnya.

3. Akhlak Terhadap Sesama Manusia

Lingkup akhlak ini berangkat dari keimanan bahwa semua manusia adalah sama dan selevel dalam pandangan Allah Swt. Keimanan dan tauhid yang mengharuskan manusia untuk berbuat baik terhadap sesama. Dalam nuansa tauhid juga manusia disadarkan bahwa semua manusia adalah keluarga besar Allah. Artinya, semua manusia diurusi, ditanggung, dan dirawat oleh Allah. Rasulullah Saw menjelaskan bahwa Allah tidak menengok pada bentuk rupa dan tubuh kalian, tetapi menengok pada hati (batin) dan perbuatan kalian.27

Terlihat jelas bahwa hati dan perbuatan itu tidak lain adalah akhlak itu sendiri. Akhlak adalah sifat batin yang melekat sehingga menjadi “bentuk rohani” tiap-tiap orang. Bentuk rohani itulah yang menjadi sumber perbuatan akhlak setiap manusia dan dinilai oleh Allah. Sudah menjadi keyakinan setiap Muslim bahwa rohani-lah yang abadi dari manusia, bukan jasmani dan yang kembali menghadap Allah adalah rohani. Adapun jasmani, untuk di akhirat kelak adalah menyesuaikan bentuk rohani. Jika rohani baik maka jasmani akan baik pula di akhirat.

Terkait dengan ruang lingkup akhlak terhadap sesama manusia, maka konsep yang muncul adalah hak dan kewajiban. Setiap manusia memiliki hak dan

27


(41)

33

kewajiban yang harus berjalan secara seimbang. Artinya, disamping menikmati hak-haknya manusia juga melaksanakan kewajibannya. Bergaul dengan sesama manusia adalah sebuah kebaikan dan lebih disenangi oleh agama daripada menyendiri, karena dengan bergaul; akan dapat berwujud aktivitas ibadah seperti tolong-menolong, saling membantu, dan kasih sayang sesama manusia yang kesemuanya dinilai ibadah.

Sifat baik terhadap sesama manusia dapat dipilah-pilah menjadi tiga kategori. Pertama, akhlak antara orang tua terhadap anak dan anak terhadap orang

tua. Kedua, akhlak antara tetangga, sahabat, dan saudara. Ketiga, akhlak antara

suami terhadap istri dan sebaliknya.28

4. Akhlak Terhadap Lingkungan

Maksud dari lingkungan ini adalah segala sesuatu yang di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak bernyawa. Dalam lingkup akhlak ini, tatakrama atau adab yang mengatur hubungan baik yang terjadi antara manusa dengan lingkungan. Prinsip utama lingkup akhlak ini adalah keyakinan mendasar bahwa manusia diciptakan oleh Allah dan dihadirkan di dunia sebagai khalifatullah. Kata khalifatullah memiliki arti “wakil Allah” dalam fungsi pengelolaan. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap alam. Kekhalifahan mengandung arti

28


(42)

34

pengayoman, pemeliharaan, serta bimbingan agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaannya.

Dalam pandangan Islam, seseorang tidak dibenarkan mengambil buah sebelum matang, atau memetik bunga sebelum mekar, karena hal ini tidak memberi kesempatan kepada makhluk untuk mencapai tujuan penciptaanya. Ini berarti manusia dituntut untuk mampu menghormati proses-proses yang sedang berjalan, dan terhadap semua proses yang sedang terjadi. Alam dengan segala isinya ditundukkan Tuhan kepada manusia, sehingga dengan mudah manusia dapat memanfaatkannya. Jika demikian, manusia tidak mencari kemenangan, akan tetapi keselarasan dengan alam. Keduanya tunduk kepada Allah, sehingga mereka harus bersahabat. Penunjukan manusia sebagai khalifah adalah memberi kesempatan kepada manusia untuk beramal dan bertingkah laku guna membentuk rohani (akhlak) sebagai bekal untuk menghadap Allah.

Selain itu keberadaan manusia sebagai khalifah bukan tanpa alasan, karena memang postur tubuh dan rohaninya sempurna. Kesempurnaan rohani yang menjadikan manusia memiliki kebebasan bertindak (free will) adalah satu

faktornya. Akal menjadikan manusia mampu memperkaya konsep-konsep ilmu pengetahuan, menjadi manusia yang berteknologi. Dengan demikian, jelaslah bahwa fungsi khalifah ini adalah berkaitan dengan akhlak manusia dengan alam semesta.29

29


(43)

35

C. Syekher Mania

1. Sebelum penulis memaparkan tentang sejarah Syekher Mania, penulis terlebih dahulu memaparkan biografi Habib Syeikh Abdul Qadir bin Assegaf. Nama Habib Syeikh bin Abdul Qadir Assegaf sering sekali terdengar di telinga melalui acara shawalat akbar yang diselenggarakan di berbagai kota di Indonesia. Setiap kali mendengar akan diadakan acara shalawat yang dihadiri oleh Habib Syeikh (julukan familiar Habis Syeikh bin Abdul Qadir Assegaf), maka para Syeikher Mania berbondong-bondong dengan penuh antusias mendatangi tempat dimana diadakan acara shalawat tersebut.

Nama lengkapnya adalah Habib Syeikh bin Abdul Qadir bin Abdurrahman Assegaf. Habib Syeikh dilahirkan di kota Solo, Jawa Tengah pada tanggal 20 September 1961 M. Ia merupakan salah satu putera dari 16 bersaudara (alm) al-Habib Abdul Qadir bin Abdurrahman Assegaf, seorang tokoh alim dan

imam Masjid Jami’ Assegaf di Pasar Kliwon, Kota Solo, Jawa Tengah.30

2. Syekher Mania adalah wadah komunitas para pecinta dan pengamal "Sholawat Nabi Muhammad Saw" yang bersemangat penuh keikhlasan dalam bersholawat karena dorongan dari "Sang Motivator Sholawat" yaitu Beliau al-Habib Syekh bin Abdul Qadir Assegaf selaku Pengasuh Majelis Ta'lim dan Sholawat "Ahbaabul Musthofa" dari Solo, Jawa Tengah. Beliau selalu menggembleng kepada jiwa muda yang terlena oleh gemerlapnya kehidupan dunia untuk ingat Sholawat atas Nabi Muhammad Saw. Dengan melalui metode

30


(44)

36

dakwah "Sholawat ala Habib Syekh" juga atas dasar "kebersamaan" yang selalu beliau tekankan, mengajak dan membimbing kita untuk :

a) Cinta Kepada Gusti Allah Subhanahu wa ta'alaa.

b) Cinta kepada Kanjeng Nabi Muhammad Shollallohu 'alaihi wa sallam. c) Cinta antar sesama, khususnya yang seiman dan seaqidah.

d) Meneruskan dakwah para Habaib, Masyayikh dan Sholihin terdahulu. Sehingga dengan rasa cinta tersebut, bisa menjadikan kokohnya iman dan Islam kita. Untuk selalu bersama sama mengibarkan "Bendera Sholawat" di atas bumi pertiwi ini. Sehingga menjadi kuatnya benteng idiologi "Ahlussunnah wal jama'ah" demi tegaknya NKRI ini. Semoga Kehadiran Syekher mania bisa menjadi motivasi kepada kita semua khususnya kaum muda darimanapun berada, untuk menjalin silaturahmi dan Tholabul 'ilmi dengan kalangan para pecinta dan

Jama'ah Sholawat dari dan di manapun berada. Syekher Mania tidak kemana mana tapi ada dimana-mana, di majelis manapun yang beraqidah Ahlus Sunnah

wal Jama'ah.31

Awal mula Syekher Mania dari yang punya gagasan inisiator yang bernama Muhammad Miftahud Dhuha mengatakan: "Segala sesuatu bisa di ambil kemanfaatannya, walaupun itu terkesan kurang baik di awalnya. Sebagaimana sarana internet dengan dunia mayanya. Apabila bisa mengambil hal positif di dalamnya, pastilah besar manfaat dan hikmahnya. Namun jika sebaliknya, madhorotlah yang akan di dapatnya.

31


(45)

37

Dalam dunia Internet juga bisa kita gunakan sebagai sarana dakwah. Begitupun dengan inisiator, awalnya dengan apa yang dia bisa berkecimpung di dunia Blogger. dengan membuat sebuah web blog "Ahbabul Musthofa" salah satu daerah Kabupaten. Saat itu bebarengan juga (lebih dulu) dengan di buatnya blog "Ahbabul Musthofa Pusat" Solo, yang sebagai adminnya adalah Habib Hasan Faiq al-Habsyi. Karena pengunjung blogger terbatas hanya tertentu kepada pemakai PC atau komputer. Apabila belum mempunyai komputer untuk membuka website mesti ke warnet tentunya. Setelah beberapa lama, maka inisiator pun mencoba dengan membuka akun profile di facebook. Karena dengan facebook mudah untuk menjadi anggota, juga bisa di akses oleh para pengguna seluler atau handphone. Dengan maraknya pengguna fasilitas pertemanan di internet tersebut, maka rekan rekan AM yang tanggap dengan kesempatan ini dimanfaatkanlah jaringan itu untuk saling berkomunikasi dan memberi informasi kegiatan antar daerah jama'ah AM kecuali dengan cara membuat profile pribadi atau membuat group facebook, mereka ada yang memakai nama "Ahbabul Musthofa" termasuk inisiator sendiri. Sebagai cara mereka untuk menunjukkan bahwa AM juga ada di daerahnya (maklum saat itu facebook resmi AM Pusat ataupun AM daerah atau Kabupaten belum di dilucurkan). Memang dengan adanya group itu, sangatlah bermanfaat terlebih bagi jama'ah setempat yang ingin mengetahui jadwal kegiatan pengajian AM bersama Habib Syekh yang sudah ada dan besar di Jawa Tengah khususnya. Akan tetapi lama-kelamaan dalam satu daerah muncul beberapa group facebook AM yang baru dengan nama yang sama. Semakin bertambah banyaknya group itulah, ada kesan saling bersaing dalam menyampaikan informasi ataupun


(46)

38

status. Oleh karena itu dari inisiator yang kebetulan juga merupakan salah satu ketua AM Kabupaten punya gagasan untuk membuat halaman atau group facebook yang baru. Dengan tujuan supaya bisa mengurangi atau menghilangkan

kesan “saingan atau bersaing” sesama Jama'ah AM. Lebih dari itu dapat melaksanakan dawuh beliau al-Habib Syekh yang sering menyerukan kepada

semua jama'ah untuk selalu dalam “Kebersamaan”. Sudah pasti, sebelum

membuat sebuah halaman facebook, inisiator punya beberapa pertimbangan. sebagiannya yaitu:

1. Tidak mungkin memakai nama AM, karena AM pusatlah yang berhak dengan nama itu.

2. Nama yang bisa menjadi underbow atau menjadi bagian dari kegiatan AM.

3. Nama yang sifatnya menyeluruh bukan individu.

4. Nama yang bisa mudah dan akrab disesuaikan dengan keberadaan zaman.

5. Nama yang mudah di terima oleh jama'ah yang baru atau akan bergabung, khususnya kawula muda.

Karena kurang lebih dari ratusan ribu jama'ah AM, 75% nya di dominasi oleh kalangan muda. Perlu di ketahui, bahwa saat ini bila mengajak saudara atau teman untuk kegiatan religi termasuk bersholawat mereka enggan. Terlebih

kawula muda “wong enom (anak muda)” biasanya kalau di ajak dengan bahasa

yang langsung menjurus seperti kata: "Sholawatan yuk ...!!" mereka akan enggan bahkan gengsi atau malu. Tetapi kalau kita mengajak dengan bahasa atau nama


(47)

39

yang sifatnya lebih umum sesuai dengan apa yang lagi rame (trend) mereka akan mau dan datang dengan ringan hati. apalagi sholawatnnya bareng dengan Habib Syekh, sosok figur yang mempunyai aura dan magnet atau daya tarik yang tinggi. Karena suara emasnya beliau dalam melantunkan Maulid dan Qashidah juga dalam penyampaian dakwah atau tausyiyahnya yang mudah di terima. Tidak hanya itu, setiap do'a yang beliau bacakan tanpa terasa uraian air matapun berlinang. Banyak jama'ah yang hadir di majelis beliau, mereka merasakan akan hal itu.

Akhirnya inisiator menentukan sebuah nama untuk halaman facebook, yaitu dengan nama: "Syekher Mania Club (Pecinta Habib Syekh Bin Abdul Qodir Assegaf)". Isi dari halaman Facebook tersebut, kecuali menyampaikan berita yang berkaitan dengan kegiatan Al-Habib Syekh dengan AM pusatnya, juga menampung kegiatan AM dari berbagai daerah, baik informasi, jadwal ataupun hal lain untuk di share ke anggota facebook tersebut. ternyata rekan rekan Jama'ah AM yang mempunyai akun facebook juga rekan yang baru tahu tentang keberadaan AM banyak yang bergabung & merespon dengan baik. Karena atas

munculnya halaman facebook ini selalu mengedepankan “kebersamaan”. Sampai

saat ini yang bergabung difacebook “Syekher Mania Club” sudah mencapai 20.000 anggota.

Tentang nama yang terkesan agak trend tersebut, oleh inisiator awal dulu

pernah atau sempat matur kepada beliau Habib Syech. Inisiator juga mohon maaf kepada beliau, karena dirinya merasa telah membuat nama atau istilah yang


(48)

40

setelah di angan-angan kurang pasatau kurang sopan. Tetapi beliau tidak mempermasalahkan, malahan beliau mendukung dan merestui. Tidak hanya itu, sering kali beliau menyampaikan sebuah pesan, do'a, dawuh-dawuh serta ucapan setiap ada peringatan hari besar islam maupun hal hal lain lewat facebook tersebut.

Tidak hanya itu, karena banyaknya group yang bermunculan dengan nama AM dan adanya reaksi akan hal-hal yang tidak etis dari pesan dan kata yang di sampaikan oleh status group tersebut, dan juga karena menyangkut nama baik "Ahabaabul Musthofa". Maka akhirnya atas intruksi beliau lewat orang dekat, yaitu Muhammad Yaser. Inisiator pun di dawuhi untuk membuat facebook resmi mulai dari AM pusat hingga AM daerah atau Kabupaten.

Setelah perjalanan waktu yang belum begitu lama, istilah "Syekher Mania Club" itupun lebih dikenal dengan sebutan "Syekher Mania". Semacam Under Bow dari Majlis Ta'lim dan sholawat "Ahbaabul Mustofa" juga menjadi

sebuah nama kebesaran dan kebanggan bagi ribuan pecinta Al-Habib Syekh, khususnya para kawula muda (anak muda) yang selalu mengikuti kegiatan beliau di manapun berada. Tak ayal berbagai atribut pun muncul layaknya suporter bola mania. seperti membawa atau mengibarkan bendera di sepanjang perjalanan dari rumah sampai majelis pengajian. Tetapi sayangnya, di dalam majelis mereka juga mengibarkan bendera yang ukurannya besar. Terlalu banyaknya yang membawa atribut tersebut sehingga menggangu jama'ah yang hadir, terlebih yang ada di belakang. oleh karena itu, beliau selalu menghimbau kepada jama'ah yang


(49)

41

membawa bendera untuk tidak mengibarkan saat acara berlangsung, terlebih di dalam Masjid. Silahkan bila di luar majelis atau di perjalanan, asalkan selalu menjaga sopan santun dan mengikuti aturan tata tertib lalu lintas. Karena hal itupun ada manfaatnya juga.32

D. Teori Interaksi Simbolik

Kerangka pemikiran mempunyai pengaruh yang besar dalam penelitian ini. Karena didalamnya memiliki kecenderungan pemikiran yang sangat kuat untuk menganalisis penelitian ini, dan untuk lebih jelasnya akan dibahas peneliti mengenai kerangka berpikir tersebut, yaitu teori interaksi simbolik.

Penulis mendefinisikan interaksi simbolik adalah segala hal yang saling berhubungan dengan pembentukan makna dari suatu benda atau lambang atau simbol, baik benda mati, benda hidup, melalui komunikasi baik sebagai pesan verbal maupun non-verbal. Tujuan akhir dari interaksi simbolik ini adalah memakai lambang atau simbol (objek) berdasarkan kesepakatan bersama yang berlaku di wilayah atau kelompok komunitas masyarakat tersebut. Fenomena pada rangkaian kegiatan ritual minggu kliwon di Desa Grojogan, Kecamatan Berbek, Nganjuk ini akan akan dijabarkan menggunakan toeri interaksi simbolik.

Teori interaksi simbolik merupakan salah satu perspektif teori yang baru muncul setelah adanya teori aksi (action theory), yang dipelopori dan

dikembangkan oleh Max Weber. Beberapa tokoh mempunyai andil utama sebagai

32


(50)

42

perintis interaksionisme simbolik, diantaranya William James, John Dewey, Charles Horton Cooley, George Simmel, William James, W.I. Thomas, dan George Herbert Mead. Akan tetapi Mead yang paling populer sebagai perintis dasar teori tersebut.33

Proposisi paling mendasar dari interaksi simbolik adalah perilaku dan interaksi manusia itu dapat diperbedakan karena ditampilkan melalui simbol dan maknanya. Mencari makna dibalik yang sensual menjadi penting dalam interaksi simbolik. Ide utama dari interaksionisme simbolik berangkat dari idealisme Jerman yang mengemukakan bahwa manusia membangun dunianya, membangun realitas. Ribot mengemukakan bahwa simpasi merupakan the foundation of all

social existence, dan Max Scheler mengembangkan tiga bentuk simpasi dari Ribot

menjadi delapan bentuk simpasi, dua bentuknya yang tertinggi adalah Menschenliebe (mencintai sesama manusia) dan Gottesliebe (mencintai Tuhan).34

Secara umum ada enam proporsi yang diapakai dalam interaksi simbolik,

yaitu:

1. Perilaku manusia mempunyai makna di balik yang menggejala.

2. Pemaknaan kemanusiaan perlu dicari sumber interaksi sosial manusia.

33

Ida Bagus Wirawan, Teori-teori Sosial Dalam Tiga Paradigma (Fakta Sosial, Definisi Sosial, dan Perilaku Sosial), (Jakarta: Kencana, 2013), 110.

34

Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif Pendekatan Positivistik, Rasionalistik, Phenomenologik, dan Realisme Metaphisik Telaah Studi Teks dan Penelitian Agama, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996), cet ke-7, 135.


(51)

43

3. Masyarakat merupakan proses yang berkembang holistik, tidak

terpisah, tidak linier, dan tidak terduga.

4. Perilaku manusia itu berlaku berdasarkan penafsiran fenomenologik, yaitu berlangsung atas maksud, pemaknaan, dan tujuan, bukan didasarkan atas proses mekanik dan otomatis.

5. Konsep mental manusia itu berkembang dialektik.

6. Perilaku manusia itu wajar dan konstruktif reaktif.35

Karakter dasar dari teori interkasi simbolik ini adalah suatu hubungan yang terjadi secara alami antara manusia dalam masyarakat dan hubungan masyarakat dengan individu. Interaksi yang terjadi antar-individu berkembang melalui simbol-simbol yang mereka ciptakan. Realitas sosial merupakan rangkaian peristiwa yang terjadi pada beberapa individu dalam masyarakat. Interaksi yang dilakukan antar individu itu berlangsung secara sadar. Interaksi simbolik juga berkaitan dengan gerak tubuh, antara lain suara atau vokal, gerakan fisik, ekspresi tubuh yang semuanya itu mempunyai maksud dan disebut dengan

“simbol”.

Interaksi simbolik dilakukan dengan menggunakan bahasa sebagai salah satu simbol yang terpenting dan isyarat (decoding). Akan tetapi, simbol bukan

merupakan faktor-faktor yang telah terjadi (given), melainkan merupakan suatu

proses yang berlanjut. Maksudnya, ia merupakan suatu proses penyampaian

35


(52)

44

“makna”. Penyampaian makna dan simbol inilah yang menjadi subject matter dalam teori interaksi simbolik. Pada prinsipnya, interaksi simbolik berlangsung di antara berbagai pemikiran dan makna yang menjadi karakter masyarakat. Dalam interaksi simbolik, kedirian individual (one self) dan masyarakat sama-sama

merupakan aktor. Individu dan masyarakat merupakan satu unit yang tidak dapat dipisahkan, keduanya saling menentukan satu dengan lainnya. Dengan kata lain,

tindakan seseorang adalah hasil dari “stimulus internal dan eksternal” atau dari “bentuk sosial diri dan masyarakat”.36

Asumsi-asumsi interaksi simbolik dari Herbert Blumer bertumpu pada tiga premis meliputi:

1. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang dimiliki pada benda itu bagi mereka.

2. Makna itu merupakan hasil dari interaksi sosial dalam masyarakat.

3. Makna-makna tersebut disempuranakan disaat proses interaksi sosial berlangsung.37

“Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna yang dimiliki

benda itu (bagi mereka), di mana makna dari simbol-simbol itu merupakan hasil dari interkasi sosial dalam masyarakat itu.” Hal ini mengandung maksud bahwa interaksi antar manusia dijembatani oleh penggunaan simbol-simbol, penafsiran,

36

Ibid., 117-119.

37

Margaret M Poloma, Sosiologi Kontemporer, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007) 120.


(53)

45

dan kepastian makna dari tindakan-tindakan orang lain. Dengan demikian, tindakan mereka bukan hanya saling bereaksi terhadap setiap tindakan menurut pola stimulus-respon, melainkan juga diyakini oleh kaum behaviorisme.38

Teori behaviorisme mempunyai pandangan bahwa perilaku individu adalah sesuatu yang diamati, artinya mempelajari tingkah laku manusia secara objektif dari luar. Sedangkan Interaksi simbolik menurut Mead adalah mempelajari tindakan sosial dengan menggunakan teknik intropeksi untuk dapat mengetahui sesuatu yang melatarbelakangi tindakan sosial itu dari sudut aktor. Jadi, interaksi simbolik memandang manusia bertindak bukan semata-mata karena stimulus-respon, melainkan juga didasarkan atas makna yang diberikan terhadap tindakan tersebut.

Menurut Mead, manusia mempunyai sejumlah kemungkinan tindakan dalam pemikirannya sebelum ia memulai tindakan yang sebenarnya. Sebelum melakukan tindakan yang sebenarnya, seseorang mencoba terlebih dahulu berbagai alternatif tindakan itu melalui pertimbangan pemikirannya. Karena itu, dalam proses tindakan manusia terdapat suatu proses mental yang tertutup yang mendahului proses tindakan yang sebenarnya.

Berpikir menurut Mead adalah suatu proses individu berinteraksi dengan dirinya sendiri dengan menggunakan simbol-simbol yang bermakna. Melalui proses interaksi dengan diri sendiri, individu memilih mana di antara stimulus

38


(54)

46

yang tertuju kepadanya akan ditanggapinya. Dengan demikian individu tidak secara langsung menanggapi stimulus, tetapi terlebih dahulu memilih dan kemudian memutuskan stimulus yang akan ditanggapinya.39

George Ritzer meringkas teori interaksi simbolik ke dalam prinsip-prinsip, sebagai berikut:

a. Tidak seperti binatang, manusia dibekali kemampuan untuk berpikir.

b. Kemampuan berpikir dibentuk oleh interaksi sosial.

c. Dalam interkasi sosial manusia mempelajari arti dan simbol yang memungkinkan mereka menggunakan kemampuan berpikir mereka yang khusus itu.

d. Makna dan simbol memungkinkan manusia melanjutkan tindakan khusus dan berinteraksi.

e. Manusia mampu mengubah arti dan simbol yang mereka gunakan dalam tindakan dan interaksi berdasarkan penafsiran mereka terhadap situasi.

f. Manusia mampu membuat kebijakan modifikasi dan perubahan, sebagian karena kemampuan mereka berinteraksi dengan diri mereka sendiri, yang memungkinkan mereka menguji serangkaian peluang

39


(55)

47

tindakan, menilai keuntungan dan kerugian relatif mereka, dan kemungkinan memilih satu diantara serangkaian peluang tindakan itu.

g. Pola tindakan dan interaksi yang saling berkaitan akan membentuk kelompok dan masyarakat.40

40

George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, terj. Aliamandan, (Jakarta: Kencana, 2004), 289.


(56)

BAB III

PENYAJIAN DATA

A. Deskripsi Umum Objek Penelitian

Kabupaten Nganjuk merupakan Kabupetan yang terdapat di Provinsi Jawa Timur. Secara geografis letak Kabupaten Nganjuk adalah antara 111°

5’-112° 13’ Bujur Timur dan 7° 20’-7° 50’ Lintang Selatan, dengan batas wilayah:

1. Sebelah Utara: Kabupaten Bojonegoro 2. Sebelah Timur: Kabupaten Jombang 3. Sebelah Selatan: Kabupaten Kediri 4. Sebelah Barat: Kabupaten Madiun

Secara administratif Kabupaten Nganjuk terbagi atas 20 Kecamatan dan 284 Kelurahan/Desa. Sementara itu di Kabupaten Nganjuk terbagi menjadi desa pedesaan (rural area) dan desa perkotaan (urban area). Salah satu desa

perkotaan di Kabupaten Nganjuk adalah Desa Grojogan yang terdapat ritual Minggu Kliwon.

Secara geografis Desa Grojogan merupakan desa yang memiliki luas wilayah keseluruhan 166,430 Ha.1

1


(57)

49

Desa Grojogan terletak di antara beberapa desa:

a. Sebelah Utara: Giri Rejo b. Sebelah Timur: Sono Patik c. Sebelah Selatan: Sumber Urip d. Sebelah Barat: Bulu

Jarak Desa Grojogan dengan Pusat Pemerintahan Kecamatan Berbek sejauh 8 km, dengan Pusat Pemerintahan Kabupaten Nganjuk 8 km.

B. Demografi Desa Grojogan

Penduduk Desa Grojogan secara keseluruhan berjumlah 925 KK yang terdiri atas 790 KK berjenis kelamin laki-laki dan 132 KK berjenis kelamin perempuan.

Desa Grojogan terdapat sarana dan dan prasarana yang meliputi:

a. Prasarana kesehatan yang meliputi: puskesamas pembantu, posyandu dan polindes.

b. Pertokoan meliputi: kios, toko pakaian, warung makan dan minum, dan lain-lain.

c. Prasarana hubungan datar: roda dua dan roda empat. d. Prasarana pendidikan: PAUD, TK, MI/SD, TPQ.2

2


(58)

50

Mobilitas penduduk Desa Grojogan cukup dinamis, baik dari faktor fertilitas, mortalitas, maupun migrasi. Jumlah penduduk menurut mobilitas atau mutasi penduduk pada 2016 adalah sebagai berikut:

Tabel. 1 Jumlah Penduduk

No Jenis Kelamin Orang

1 Laki-laki 1.649

2 Perempuan 1.409

Jumlah 3.058

1. Pendidikan Masyarakat Desa Grojogan

Pendidikan dapat dijadikan tolak ukur sejauh mana tinggi rendahnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki oleh suatu masyarakat. Di Desa Grojogan pendidikan tidak hanya diperoleh secara formal melainkan juga diperoleh secara non-formal. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa semakin banyak masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, maka semakin banyak pula tingkat kecerdasan atau kemajuan yang dimiliki oleh masyarakat tersebut, begitu juga sebaliknya.

Tingkat pendidikan masyarakat Grojogan digolongkan 2 macam yaitu tingkat pendidikan formal dan tingkat pendidikan khusus. Pada tingkat pendidikan formal, jumlah masyarakat yang berpendidikan TK sebanyak (76)


(59)

51

orang, jumlah masyarakat yang berpendidikan akhir SD sebanyak (159) orang, jumlah masyarakat yang berpendidikan akhir SMP/SLTP sebanyak (940) orang, jumlah masyarakat yang berpendidikan SMA/SLTA sebanyak (745) orang, jumlah masyarakat yang berpendidikan D-1 sebanyak (63) orang, D-2 sebanyak (0) orang, D-3 sebanyak (0) orang, dan jumlah masyarakat yang berpendidikan S-1 sebanyak (21) orang, S-2 sebanyak (1) orang, S-3 sebanyak (0) orang.

Di desa Grojogan terdapat sarana pendidikan, baik sarana pendidikan formal maupun pendidikan non-formal. Sarana pendidikan formal terdiri dari gedung sekolah TK sebanyak () gedung, gedung SD/MI sebanyak () gedung.

Tabel. 2 Lulusan Pendidikan

No Tingkat Pendidikan Orang

1. TK 36

2. SD/MI 159

3. SMP/Sederajat 940

4. SMA/Sederajat 745

5. D1 63

6. D2 -

7. D3 -


(60)

52

9. S2 1

10. S3 -

Jumlah 1965

2. Kondisi Sosial Keagamaan

Penduduk Desa Grojogan beragama Islam, hal ini terbukti dengan tidak adanya pemeluk agama lain.3 Dengan banyaknya pemeluk agama Islam maka tidak heran jika banyak sarana peribadahan masjid dan musholla. Di Desa Grojokan terdapat masjid sebanyak (3) buah, sedangkan mushollah sebanyak (16) buah.

Tabel. 3 Sarana Peribadatan

No Tempat Peribadatan Gedung

A. Masjid 3

B. Musholla 16

Jumlah 19

Di era globalisasi ini banyak sekali kita jumpai berbagai macam musik dan dakwah dengan tujuan untuk mencari popularitas atau sebagai alat

3


(1)

84

makna spritual adanya pendidikan (tarbiyah) tentang moral dan ubudiyah dan

makna sosial adanya kebersamaan dan ukhuwah Islamiah yang semakin

memperkuat Islam. Dengan adanya ritual Minggu Kliwon ini juga memberikan dampak terhadap akhlak individu mulai dari individu yang suka berfoya-foya, nongkrong, dan keluar malam tanpa tujuan yang jelas yang akhirnya merubah kebiasaan yang buruk itu menjadi hal yang bermanfaat atau hal yang positif.

B. Saran

Skripsi ini hanya membatasi permasalahan tentang ritual yang dilakukan dan makna yang terkandung di dalam ritual Minggu Kliwon Syekher mania tersebut. Perlu adanya penelitian lebih tentang makna ritual Minggu Kliwon Syekher mania terhadap pembentukan akhlak, sehingga manfaat dari mengikuti ritual Minggu Kliwon Syekher mania dapat diketahui dan dirasakan secara langsung.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Ahmad Zainal. 2014. Hati Putih Habib Syech. Jogjakarta: Saufa. Ahmad Mahmuddin. Wawancara, 25 Oktober 2016.

Ahmadi, Abu dan Noor Salimi. 2004. Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Al-Batawy, Saiful Anwar. 2012. Dahsyatnya Berdoa saat Subuh. Jakarta: Kunci Iman.

Aminuddin, dkk. 2005. Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Amin, Moh. 1977. Sepuluh Induk Akhlak Terpuji. Jakarta: Kalam Mulia. Anas, Malik Ibn. 1989. Al-Muwatha. Bairut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiah. Atjeh, Abu Bakar. 1996. Pengantar Ilmu Tarekat. Solo: Ramadhoni.

Azra, Azyumardi. 2007. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan

Nusantara. Jakarta: Kencana.

Bakker, Anton dan A. C. Zubair. 1990. Metode Penelitian Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.

Bapak Sahlan. Wawancara, 8 Oktober 2016

Bertens, K. 2011. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Bustanuddin Agus. 2007. Agama Dalam Kehidupan Manusia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Dahlan, Abdul Aziz. 2001. Ensiklopedia Islam I. Jakarta: PT. Ichtiar Baroe Van Hoave.

Departemen Agama. 1989. Al-Qur'an dan Terjemahannya. Semarang: Toha Putera.

Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Ensiklopedi Islam, vol 1, Azyumardi Azra (ed), dkk. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van


(3)

82

Fisher, Aubrey. 1986. Teori-teori Komunikasi, terjemahan Soerjono Trimo. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Ghony, M. Djunaidi dan Fuzan Ali Mansur. 2012. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Hasan. Wawancara, 16 September 2016.

Hajar, Ahmad bin. 2001. Sejarah Baca Tulis. Yogyakarta: Pustaka Iqra.

Hajjaj, Muhammad Fauqi. 2013. Tasawuf Islam dan Akhlak, terj. Kamran As’at

Irsyady dan Fakhri Ghazali. Jakarta: Bumi Aksara.

Horikoshi, Hiroko. 1987. Kyai dan Perubahan Sosial, terj. Umar Basalim dan Andi Muarly Sunrawa. Jakarta: P3M.

Imam suprayogo. 2001. Metodologi Penelitian Sosial-Agama. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Irawan, Bambang. 2008. The Power Of Shalawat. Solo: Tiga Serangkai.

J, Harry. 1980. Benda, Bulan Sabit dan Matahari Terbit; Islam Indonesia Pada

Masa Pendudukan Jepang. Jakarta: Pustaka Jaya.

Kaelany HD. 2000. Islam dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan. Jakarta: Bumi Aksara.

Kincaid, Lawrence. 1987. Asas-asas Komunikasi antar Manusia, terjemahan Agus Setiadi. Jakarta: LP3ES.

Koentjaraningrat. 1985. Beberapa Pokok Antropologi Islam. Jakarta: Dian Rakyat.

_____________. 1985. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia.

______________. 1987. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: UI Press. Mahjuddin. 1999. Kuliah Akhlak Tasawuf. Jakarta: Kalam Mulia.

_________. 2010. Akhlak tasawuf I : Mukjizat Nabi, Karamah Wali dan Makrifah Sufi. Jakarta: Kalam Mulia.

_________. 2010. Akhlak Tasawuf II : Pencarian Ma’rifah Bagi Sufi Klasik dan

Penemuan Kebahagiaan Batin Bagi Sufi Kontemporer. Jakarta: Kalam


(4)

83

Mahmud. Wawancara, 10 Nopember 2016.

Mahmud, Ali Abdul Halim. 2004. Akhlak Mulia, terj. Abdul Hayyie al-Kattani. Jakarta: Gema Insani Press.

Majid, Abdul dan Dian Andayani. 2006. Pendidikan Agama Islam Berbasis

Kompetensi (Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004). Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Mardalis. 1995. Metode Penitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara.

Mauladdawilah, Abdul Qadir Umar. 2014. Gema Shalawat & Dakwah di

Nusantara, Bersama Habib Syeikh bin Abdul Qadir Assegaf. Malang:

Pustaka Basma.

Muhadjir, Noeng. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif Pendekatan Positivistik, Rasionalistik, Phenomenologik, dan Realisme Metaphisik Telaah Studi Teks

dan Penelitian Agama. Yogyakarta: Rake Sarasin.

Muhyiddin, Abdusshomad. 2007. Fiqih Tradisional Jawaban Berbagai Persoalan

Keagamaan Sehari-hari. Malang: Pustaka Bayan.

Musthofa, A. 1999. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia.

Moleong, Lexy J. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Nanang Adi.Wawancara, 25 Oktober 2016.

Nata, Abuddin. 1997. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Nata, Abuddin. 2010. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Rajawali Press.

Poloma, Margaret M. 2007. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Q.S al-Ashr [103], 1-3. Q.S al-Imran [3], 103. Q.S al-Hujarat [49], 10.

Rajab, Ibnu. 2002. Jami’ul Ulum Wal Hikam (Panduan Ilmu dan Hikmah Syarah


(5)

84

Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2004. Teori Sosiologi Modern, terj. Aliamandan. Jakarta: Kencana.

Rizqi. Wawancara, 16 Nopember 2016.

Schimmel, Annemarie. 1992. Dan Muhammad Adalah Utusan Allah, terj. Rahmani Astuti dan Ilyas Hasan. Bandung: Mizan.

Shaleh, Abdur Rosyad. 1877. Manajemen Da’wah Islam. Jakarta: Bulan Bintang. Sholikin, Muhammad. 2009. Jalan Menggapai Mahkota Sufi Syekh ‘Abdul Qadir

al-Jailani. Yogyakarta: Mutiara Media.

Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sudarsono. 1989. Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja. Jakarta: Rineka Cipta. Suwito. 2004. Filsafat Pendidikan Akhlak Ibnu Miskawaih. Yogyakarta: Belukar . Syaiful Anam. Wawancara, 22 Nopember 2016.

Syihab, Quraish. 2007. Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Al-Qur’an

dalam kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan.

Tasik. Wawancara, 16 Juli 2016.

Tatapangarsa, Humaidi. 1990. Pengantar Kuliah Akhlak. Surabaya: Bina Ilmu. Umar, Abdul dkk. 1999. Nurul Yaqin (Sejarah Nabi saw). Surabaya: Toko Kitab

Ahmad Nabhan.

Vos, De. 1987. Pengantar Etika, terj. Soejono Soemargono. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.

Winangun, Y. W. Wartajaya. 1990. Mayarakat Bebas Struktur, Liminitas dan

Komunitas Menurut Victor Turner. Yogyakarta: Kanisius.

Wirawan, Ida Bagus. 2013. Teori-teori Sosial Dalam Tiga Paradigma (Fakta

Sosial, Definisi Sosial, dan Perilaku Sosial). Jakarta: Kencana.

Zain, Saifuddin Zuhri. T.t. Kado Dari Pesantren. Jombang: Ponpes Tebuireng. Zn, Hamzah Tualeka dkk. 2012. Akhlak Tasawuf. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press.


(6)

85

Internet:

Https://id.wikipedia.org/wiki/Makna, 21 Desember 2016. Https://syechermania.wordpress.com, 13 September 2016. Https://id.wikipedia.org/wiki/Pancawara, 10 Oktober 2016.

Https://www.facebook.com/Syekhermania PUSAT, 14 Oktober 2016. Http://eprints.walisongo.ac.id, 4 Desember 2016.

Http://www.sarkub.com/sejarah-al-barzanji, 29 November 2016. Http://fadilmahmud.blogspot.co.id, 2 Desember 2016.

Http://www.embunhati.com/asal-mula-dan-sejarah-mahallul-qiyaam-berdiri-di-dalam-acara-pembacaan-maulid, 20 Desember 2016.

Https://dalwadakwah.blogspot.co.id/2015/04/ratib-al-haddad-dan-terjemahannya, 29 November 2016, 20.00.

Http://sastraindonesiaoke.blogspot.co.id/p/pengertian-makna-kata.html, 24 Desember 2016.