Analisis Industri Basis Berdasarkan Pendekatan Location Quotient (LQ) Aspek Tenaga Kerja di Kota Bandung.

(1)

vi Universitas Kristen Maranatha ABSTRACT

Progress of development disparities in a district and one city in the province, causing gaps in development indicators in each district / city, so that the progress of each district / city in the province is also not balanced. Therefore, the provincial government must have a priority development area for each district / city that is diverse. One of the basic priority of development is to know that the industrial sector has a superiority in the district / city using the LQ method (location Quotient), through labor. This method calculates the value of LQ (Location Quotient) in a city in the province of West Java, especially in Bandung City, for three years (2005-2007), which can be specialized industrial in Bandung City. In addition, it can be known how kluster industry (industry cluster) in Bandung City, so it can be discovered: Comparison with industrial workers, number (input) of the industry or infrastructure that is required, find out the production of an industry and find out what kind of product is needed. LQ calculation method using a formula based on the data set using the secondary data in form of labor and industry according to the classification of business and industry as measurements Gross Domestic Income (GDP) in Bandung.


(2)

vii Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK

Disparitas kemajuan pembangunan disuatu wilayah kabupaten/kota dalam satu wilayah provinsi, mengakibatkan kesenjangan indikator pembangunan di setiap wilayah kabupaten/kota, sehingga kemajuan setiap kabupaten/kota dalam satu wilayah provinsi juga tidak seimbang. Oleh karena itu pemerintah provinsi harus memiliki prioritas pembangunan bagi setiap wilayah kabupaten/kota yang beragam tersebut. Salah satu dasar penetapan prioritas pembangunan tersebut adalah mengetahui sektor industri yang memiliki keunggulan di suatu wilayah kabupaten/kota dengan menggunakan metode LQ (location quotient), melalui pendekatan tenaga kerja. Metode ini akan menghitung Bagaimana nilai LQ (location quotient) di suatu kota di provinsi Jawa Barat, yaitu Kota Bandung, selama tiga tahun (2005-2007), sehingga dapat diketahui spesialisasi industri di Kota Bandung. Selain itu, dapat diketahui bagaimana kluster industri (industry cluster) di Kota Bandung, sehingga dapat diketahui : Perbandingan industri dengan tenaga kerja, Jumlah (input) industri atau infrastruktur yang dibutuhkan, mengetahui produksi dari suatu industri dan mengetahui produk apa yang dibutuhkan. Metode LQ menggunakan perhitungan berdasarkan rumus yang ditetapkan dengan menggunakan data sekunder berupa data tenaga kerja dan industri menurut klasifikasi usaha dan industri sebagai tolok ukur Pendapatan Domestik Bruto (PDB) di Kota Bandung. Kata kunci: Location Quotients (LQ), Kluster industri, ekonomi regional


(3)

viii Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL………..…...i

HALAMAN PENGESAHAN………..…...ii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI………...…..iii

KATA PENGANTAR………..……….…….iv

ABSTRACT………..vi

ABSTRAK………..………..…….vii

DAFTAR ISI………...…….……viii

DAFTAR GAMBAR……….……ix

DAFTAR TABEL………...……...x

DAFTAR GRAFIK………..……….xi

DAFTAR LAMPIRAN………xii

BAB I PENDAHULUAN………..1

1.1 Latar Belakang Penelitian……….…..…….1

1.2 Identifikasi Masalah……….………9

1.3 Tujuan Penelitian………..9

1.4 Kegunaan Penelitian………...…..9

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS ………....11

2.1 Kajian Pustaka………...11


(4)

ix Universitas Kristen Maranatha

2.1.2 Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory)……….14

2.1.3 Ekonomi Regional………..15

2.1.4 Kluster Industri………..17

2.1.5 Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia………..…23

2.1.6 Bisnis Jasa……….…23

2.1.7 Manajemen Strategis……….……31

2.2 Kerangka Pemikiran………...…32

2.3 Hipotesis………..…..32

BAB III METODE PENELITIAN………...………...34

3.1 Objek Penelitian………..……...34

3.2 Jenis Penelitian………..…..38

3.3 Teknik Pengumpulan Data………..…39

3.4 Analisis Data………..….39

3.4.1 Analisis Kuantitatif………..….39

3.4.2 Industri Cluster……….…40

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………..42

BAB V SIMPULAN DAN SARAN……….84

DAFTAR PUSTAKA………...………….85

LAMPIRAN………...87


(5)

x Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Elemen-elemen dasar dari proses manajemen strategis……….32 Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Analisis Industri Basis Berdasarkan

Pendekatan LQ Aspek Tenaga Kerja………33 Gambar 4.1 Matriks kesamaan antara sektor keuangan, sektor PHR, dan

sektor konstruksi dalam hal tenaga kerja (kompetensi


(6)

xi Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1 Data Indeks Pembangunan Manusia Propinsi Jawa Barat

Tahun 2004-2006………..…….3

Tabel 1.2 Penduduk berumur 10 tahun ke atas Kota Bandung menurut jenis kegiatan utama seminggu yang lalu 2005………...4

Tabel 1.3 Penduduk berumur 10 tahun ke atas Kota Bandung menurut jenis kegiatan utama seminggu yang lalu 2006………...5

Tabel 1.4 Penduduk berumur 10 tahun ke atas Kota Bandung menurut jenis kegiatan utama seminggu yang lalu 2007………...….6

Tabel 2.1 Klasifikasi Jasa………...….27

Tabel 4.1 Hasil perhitungan LQ dengan pendekatan tenaga kerja di Kota Bandung tahun 2005-2007… ……….……42

Tabel 4.2 Perkembangan location quotient (LQ) Kota Bandung per sektor tahun 2005-2006 dan 2006-2007…….………...…47

Tabel 4.3 Kesamaan kompetensi tenaga kerja antarsektor………..……..51

Tabel 4.4 Kesamaan input antarsektor………....…….58

Tabel 4.5 Kesamaan infrastruktur antarsektor……….61


(7)

xii Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR GRAFIK

Halaman Grafik 4.1 Hasil Perhitungan Nilai LQ………...46


(8)

xiii Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman LAMPIRAN A Bank-bank di Kota Bandung……….….87 LAMPIRAN B Hotel dan Penginapan di Kota Bandung……….……91


(9)

Bab I Pendahuluan

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Kelemahan strategi pembangunan ekonomi di masa lalu dan krisis ekonomi yang berkepanjangan, telah menimbulkan berbagai persoalan yang sangat parah dalam perekonomian Indonesia. Masalah kemiskinan, pengangguran, pendapatan yang rendah, ketimpangan ekonomi, ketahanan pangan yang labil, utang luar negeri yang besar, kemerosotan mutu lingkungan hidup dan ketertinggalan perekonomian daerah, merupakan sederetan masalah ekonomi yang sedang melilit perekonomian Indonesia. Untuk memecahkan masalah ekonomi yang begitu kompleks, Indonesia memerlukan penajaman (focusing) strategi pembangunan ekonomi yang dapat diharapkan mampu memberi solusi atas masalah-masalah yang ada, tanpa menimbulkan masalah baru. (Bungaran Saragih, 2001:2).

Ketidakseimbangan pembangunan wilayah merupakan salah satu fenomena penyumbang masalah tersebut diatas. Ketidakseimbangan pembangunan wilayah ini tidak hanya terjadi secara nasional dimana kemajuan pembangunan yang dicapai di Pulau Jawa sangat berbeda dengan kemajuan pembangunan di luar Pulau Jawa. Di Provinsi Jawa Barat kondisinya hampir serupa dengan kondisi nasional. Ketidakseimbangan pembangunan wilayah kabupaten/kota di Jawa Barat memiliki disparitas yang tinggi. Wilayah Jawa Barat yang terbagi atas wilayah Bandung Raya atau Wilayah Priangan yang terdiri atas kabupaten/kota: Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi dan Kabupaten Sumedang.


(10)

Bab I Pendahuluan 2

Universitas Kristen Maranatha Wilayah Priangan Timur yang terdiri dari : Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis dan Kota Banjar. Wilayah Ciayumajakuning, yang terdiri atas Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Majalengka, dan Kabupaten Kuningan, Wilayah Priangan Barat yang terdiri dari, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kabupaten Karawang dan Kabupaten Subang. Wilyah ex Karesidenan Bogor terdiri dari: Kota Depok, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Sukabumi, Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur. Jadi ada 26 wilayah kabupaten/kota di Jawa Barat yang setiap kabupaten/kota tersebut memiliki kemajuan pembangunan yang berbeda apabila dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yang meliputi indek daya beli, indeks kesehatan dan indeks pendidikan, seperti tertera pada tabel berikut.


(11)

Bab I Pendahuluan 3

Universitas Kristen Maranatha Tabel 1.1

Data indeks pembangunan manusia propinsi Jawa Barat tahun 2004-2006*)

No. Kabupaten/Kota 2004 2005 2006

1. Kab.Bogor 68,10 68,99 69,79

2. Kab. Sukabumi 67,56 68,54 69,04

3. Kab. Cianjur 66,18 66,79 67,44

4. Kab. Bandung 68,52 69,16 70,41

5. Kab. Garut 66,31 67,03 68,61

6. Kab. Tasikmalaya 68,46 69,08 69,74

7. Kab. Ciamis** 70,89 71,08 71,95

8. Kab. Kuningan 68,00 68,80 69,17

9. Kab. Cirebon 63,97 64,58 65,51

10. Kab. Majalengka 68,01 68,52 68,81 11. Kab. Sumedang 70,65 71,40 71,66 12. Kab. Indramayu 63,24 64,48 65,72

13. Kab. Subang 68,20 68,47 69,06

14. Kab. Purwakarta 68,86 69,52 69,85

15. Kab. Karawang 65,04 66,35 66,95

16. Kab. Bekasi 73,78 73,92 71,08

17. Kota Bogor 74,64 74,94 75,09

18. Kota Sukabumi 73,96 74,58 75,09

19. Kota Bandung 77,17 77,42 77,48

20. Kota Cirebon 71,92 72,52 73,05

21. Kota Bekasi 74,95 75,48 75,65

22. Kota Depok 76,85 77,81 77,97

23. Kota Cimahi 73,83 75,16 75,25

24. Kota Tasikmalaya 71,05 71,62 72,33

25. Kota Banjar** 71,52 71,82 71,94

26. Kab. Bandung Barat na na na

Jawa Barat 68,36 69,35 70,28

*) Angka Regional


(12)

Bab I Pendahuluan 4

Universitas Kristen Maranatha Sumber : Kompilasi data kabupaten/kota, 2007

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan suatu alat yang dapat dipergunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan pembangunan yang menggunakan paradigma "Human Centered Development" (lihat Human Centered Development). Ada tiga parameter yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan manusia, antara lain : (1) derajat kesehatan dan panjangnya umur yang terbaca dari angka harapan hidup (Life Expectacy Rate); (2) pendidikan yang diukur dari angka melek huruf rata-rata dan lamanya sekolah; (3) pendapatan yang diukur dengan daya beli masyarakat. (H. Faesal Tamin, 1997).

Pengangguran merupakan masalah tersendiri bagi Propinsi Jawa Barat . Untuk melihat Angkatan Kerja di Jawa Barat dapat dilihat dari tabel-tabel berikut:

Tabel 1.2

Penduduk berumur 10 tahun ke atas Kota Bandung menurut jenis kegiatan utama seminggu yang lalu

(Orang) 2005*) Kota Jenis Kegiatan Angkatan Kerja Bekerja Mencari

pekerjaan Jumlah

Persentase Penduduk

yang Mencari Pekerjaan Kota Bandung 878 590 148 422 1 027 012 14.45

Jawa Barat 15 011 002 2 029 082 17 040 084 11.91 *) Pada tahun 2005, Kota Bandung memiliki penduduk yang bekerja dengan jumlah 878 590 orang, sedangkan di Jawa Barat berjumlah 15 011 002 orang. Prosentase penduduk yang bekerja di Kota Bandung adalah


(13)

Bab I Pendahuluan 5

Universitas Kristen Maranatha sebesar 5.85% bila dibandingkan dengan jumlah penduduk yang bekerja di Jawa Barat.

Sumber : Survei Sosial Ekonomi Daerah (Suseda) 2005, BPS Provinsi Jawa Barat

Tabel 1.3

Penduduk berumur 10 tahun ke atas Kota Bandung menurut jenis kegiatan utama seminggu yang lalu

(Orang) 2006*)

Kota

Jenis Kegiatan Angkatan Kerja

Bekerja

Mencari

pekerjaan Jumlah

Persentase Penduduk

yang Mencari Pekerjaan Kota Bandung 915 120 134 992 1 050 112 12,86

Jawa Barat 15 441 639 1 898 954 17 340 593 10,95 *) Pada tahun 2006, Kota Bandung memiliki penduduk yang bekerja dengan jumlah 915.120 orang, sedangkan di Jawa Barat berjumlah 15.441.639 orang. Prosentase penduduk yang bekerja di Kota Bandung terhadap jumlah penduduk yang bekerja di Jawa Barat pada tahun 2005 dan 2006 adalah sebesar 5.85% dan 5.93%.

Sumber : Survei Sosial Ekonomi Daerah (Suseda) 2006, BPS Provinsi Jawa Barat


(14)

Bab I Pendahuluan 6

Universitas Kristen Maranatha Tabel 1.4

Penduduk berumur 10 tahun ke atas Kota Bandung menurut jenis kegiatan utama seminggu yang lalu

(Orang) 2007*) Kota Jenis Kegiatan Angkatan Kerja Bekerja Pengangguran

Terbuka Jumlah

Persentase Penduduk

yang Mencari Pekerjaan Kota Bandung 915 047 180 569 1 095 616 16,48

Jawa Barat 15 853 822 2 386 214 18 240

036 13,08 *) Pada tahun 2007, Kota Bandung memiliki penduduk yang bekerja dengan jumlah 915.047 orang, sedangkan di Jawa Barat berjumlah 15.853.822 orang. Prosentase penduduk yang bekerja di Kota Bandung terhadap jumlah penduduk yang bekerja di Jawa Barat pada tahun 2005, 2006, dan 2007 adalah sebesar 5.85%, 5.93%, dan 5.77%.

Sumber : Publikasi Keadaan Angkatan Kerja Nasional Agustus 2007 di Provinsi Jawa Barat

Untuk pembagian kelompok industri mengikuti Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI). Lapangan usaha yang sudah baku secara internasional, yang disebut dengan International Standard Industrial Clasification (ISIC). ISIC ini kemudian diadopsi Indonesia, dan dikenal dengan Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI). Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia ini meliputi : pertanian, pertambangan, industri pengolahan, industri gas dan air minum, kontruksi, perdagangan, perhubungan, keuangan dan bank, jasa-jasa lain.


(15)

Bab I Pendahuluan 7

Universitas Kristen Maranatha Sampai saat ini, BPS telah menerbitkan empat versi klasifikasi lapangan usaha. Tiga versi Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI) yang diterbitkan berturut-turut pada tahun 1977, 1983, dan 1990 disusun berdasarkan International Standard Industrial Classification of All Economics Activities (ISIC). Versi terakhir diterbitkan BPS pada tahun 1997. KLUI versi terakhir ini kemudian disempurnakan

menjadi KBLI 2000. Badan Pusat Statistik (BPS) Nasional mencatat hingga Oktober 2006 jumlah

pengangguran di Indonesia mencapai 11,1 juta orang. Provinsi Jawa Barat menempati urutan pertama jumlah pengangguran, yaitu 3,9 juta orang.

Tingkat pengangguran di Jawa Barat, terutama di Kota Bandung, masih sangat tinggi. Pada tahun 2007. jumlah orang yang mencari pekerjaan di Kota Bandung sebesar 180.569 orang atau sebesar 16,48 % dari jumlah angkatan kerja di Kota Bandung. Sedangkan jumlah pengangguran terbuka di Jawa Barat sebesar 2.386.214 orang atau 13,08%. Pemicunya adalah angka urbanisasi yang tinggi, serta minimnya lapangan pekerjaan yang tersedia karena belum sebanding dengan pertumbuhan angkatan kerja yang sangat tinggi.

Sejak tahun 2004 angka pengangguran di Bandung terus meningkat., Dari beberapa tabel penduduk dan tenagakerja di atas terlihat jumlah pengangguran terbuka di Kota Bandung tahun 2005-2007, yaitu 148.422 orang (tahun 2005), 134.992 orang (tahun 2006) dan 180.569 orang (tahun 2007). Penyerapan tenaga kerja terbilang kecil, hanya sekitar 10.000-15.000 orang. Adapun jumlah angkatan kerja terus meningkat sekitar 20.000-50.000 orang per tahun.

Peningkatan itu dipicu berbagai kebijakan pemerintah yang menyebabkan tutupnya sejumlah perusahaan pengolahan di Kota Bandung, seperti pabrik tekstil


(16)

Bab I Pendahuluan 8

Universitas Kristen Maranatha yang padat karya. Kebijakan makro secara nasional, seperti kenaikan harga minyak, menyebabkan sektor industri banyak yang kolaps. Akibatnya, pengangguran itu lebih banyak tercipta dari pemutusan hubungan kerja.

Rendahnya tingkat investasi di Bandung juga menghambat penyerapan tenaga kerja. Padahal, investasi diharapkan bisa menjadi peluang dibukanya lapangan pekerjaan baru. Selain itu, mediasi perbankan belum membuahkan hasil nyata. Penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia belum mendapatkan tanggapan positif karena suku bunga kredit masih tinggi.

Pada tahun 2007, sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja terbanyak di Bandung, yaitu sekitar 70 persen dari angkatan kerja yang ada. Salah satunya ialah peningkatan jumlah pedagang informal, yaitu pedagang kaki lima. Terlebih lagi, setelah dibuka Jalan Tol Cipularang, pertumbuhan ekonomi Bandung sangat bergantung pada sektor PHR. (anonim, 2007).

Dalam kondisi sulit seperti ini, guna menjamin terciptanya fundamental ekonomi yang solid, Pemerintah provinsi Jawa Barat, terutama Kota Bandung, harus mampu mengidentifikasi pilihan strategi untuk dapat menggerakkan perekonomiannya melalui industri basis (basis industri), khususnya untuk Kota Bandung, dengan cepat. Mengacu pada berbagai permasalahan tersebut di atas, kajian tentang Ketidakseimbangan Pembangunan Wilayah di Kota Bandung: Pendekatan Location Quotient dari aspek Tenaga Kerja, diharapkan dapat memberikan rekomendasi prioritas pembangunan wilayah Kota Bandung untuk masa yang akan datang. Alat analisa Location Quotient (LQ) akan mengidentifikasi sektor-sektor ekonomi unggulan di Kota Bandung.


(17)

Bab I Pendahuluan 9

Universitas Kristen Maranatha 1.2. Identifikasi Masalah

Penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana nilai LQ di Kota Bandung dalam tiga tahun (2005-2007)? 2. Bagaimana kluster industri di Kota Bandung?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari Penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui nilai LQ (location quotients) sehingga dapat melihat spesialisasi industri di Kota Bandung terhadap Jawa Barat.

2. Untuk mengetahui kluster industri (industry cluster), sehingga dapat diketahui :

a. Perbandingan industri dengan tenaga kerja

b. Jumlah (input) industri atau infrastruktur yang dibutuhkan c. Mengetahui produksi dari suatu industri

d. Mengetahui produk apa yang dibutuhkan

1.4. Kegunaan Penelitian

1. Manfaat bagi akademisi dan pemerintah

Hasil studi ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan kebijakan pembangunan ekonomi di Kota Bandung dalam rangka meningkatkan minat investasi, peningkatan pendapatan penduduk, penciptaan lapangan kerja, mengoptimalkan dan meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya buatan, dan sumber daya


(18)

Bab I Pendahuluan 10

Universitas Kristen Maranatha lainnya; serta mendorong berkembangnya minat untuk dilakukannya studi terhadap perekonomian regional dan lokal kabupaten dan kota.

2. Manfaat bagi praktisi bisnis

Sedangkan manfaat perencanaan ekonomi daerah bagi praktisi di lapangan, para pelaku ekonomi dan siapa saja yang terkait dengan pembangunan ekonomi daerah di Kota Bandung, adalah bahwa hasil-hasil studi ini akan bermanfaat sebagai guidance (petunjuk) dalam upaya mengisi pembangunan perekonomian daerah Kota Bandung.


(19)

Bab V Simpulan dan Saran

84 Universitas Kristen Maranatha

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

1. Metode LQ merupakan suatu metode untuk mengidentifikasi sektor basis di suatu kota atau propinsi. Dilihat dari nilai koefisien LQ, maka sektor keuangan merupakan sektor unggulan utama Kota Bandung pada tahun 2005-2007 (sektor basis dengan nilai LQ>1 dan merupakan nilai koefisien tertinggi di antara sektor-sektor lainnya selama kurun waktu penelitian, yaitu sebesar 3,2338; 2,7718; dan 1,8417). Selain sektor keuangan, terdapat 3 (tiga) sektor basis lainnya di Kota Bandung dalam tahun 2005-2007, yaitu sebagai berikut:

™ sektor jasa (=1,6995; 1,4186; dan 1,7196)

™ sektor Perdagangan besar dan eceran, hotel, dan restoran (=1,5; 1,3770; dan 1,4913 )

™ sektor industri pengolahan (=1,2798; 1,4996; dan 1,0327)

2. Beberapa sektor industri di Kota Bandung ini dapat membentuk suatu kluster. Kluster industri ini teridentifikasi melalui penggolongan sektor-sektor berdasarkan kesamaan tenaga kerja (kesamaan kompetensi), input, kebutuhan infrastruktur, dan ketradisionalan atau kemodernan teknologi yang digunakan. Sektor-sektor tersebut adalah sektor keuangan, sektor PHR, dan sektor konstruksi.


(20)

85 Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

BPS Propinsi Jawa Barat (2006), Jawa Barat Dalam Angka 2006, BPS Propinsi Jawa Barat, Bandung.

BPS Propinsi Jawa Barat (2007), Jawa Barat Dalam Angka 2007, BPS Propinsi Jawa Barat, Bandung.

BPS Propinsi Jawa Barat (2008), Jawa Barat Dalam Angka 2008, BPS Propinsi Jawa Barat, Bandung.

BPS-Statistik Indonesia (2008), Produk Domestik Bruto Propinsi-Propinsi di Indonesia Menurut Lapangan Usaha, Jakarta, BPS-Statistics Indonesia.

Dada Rosada Center (2008), Targetnya ”Bandung Kota Seni 2006”. Diakses dari

http://www.dada-rosada.com/index.php?option=com_content&task=view&id=95&Itemid=58 pada tanggal 26 Juli 2009 pukul 21.16.

Dada Rosada Center (2008), Bandung Dalam Catatan. Bidang Seni Budaya, Juni 2008 diakses dari http://www.dada-rosada.com/index.php?option=com_content&task=view&id=95&Itemid=58 pada tanggal 26 Juli 2009 pukul 20.41.

Divisi Pelatihan LP3 E (2008), Pelatihan Ekonometrika (Panel Data Analysis). Diakses dari met.fe.unpad.ac.id/uploaded/files/Informasi%20Pelatihan.pdf pada tanggal 3 April 2009 pukul 15.03.

Hunger, D.J., dan Wheelen, T.L. (2003). Manjemen Strategis. Edisi kedua. Diterjemahkan oleh: Julianto Agung S. SE., S. Kom. Penerbit Andi, Yogyakarta.

http://bandung.detik.com/detailagenda/0801091310492667 diakses dari detikcom pada tanggal 26 Juli 2009 pukul 20.16.

J. B. Thomas, S. M. Clark, dan D.A. Gioia, “Strategic Sensemaking and Organizational Performance: Linkages Among Scanning , Interpretation, Action, anf Outcomes, “Academy of Management Journal (April 1993), hal. 239-270.

Litbang Kota Bandung (2007), Resume Hasil Penelitian Kantor Litbang Kota

Bandung Tahun 2006 diakses dari http://www.bandung.go.id/images/ragaminfo/daf_ringk_hsl_penelitian2006.pdf


(21)

86

Universitas Kristen Maranatha Munir, R. dan Fitanto B. (2007). Pengembangan Ekonomi Lokal Partisipatif:

Masalah,KebijakanPanduan dan Pelaksanaan Kegiatan. Diakses dari

http://jambiprov.go.id/pages/jaip/laporan_antara_mp_jaip/laporan_antara_bab_ 3.pdf pada tanggal 23 April 2009 pukul 13.38.

Rachmat Hendayana (2003). Aplikasi Metode Location Quotient (LQ) Dalam Penentuan Komoditas Unggulan Nasional. Diakses dari www.litbang.deptan.go.id/warta-ip/pdf-file/rahmadi-12.pdf pada tanggal 3 April 2009 pukul 14.57.

Tjiptono, F. (2001). Manajemen Jasa. Edisi Kedua, Peneribit Andi, Yogyakarta. www.bi.go.id/NR/rdonlyres/DF25864D-F84B-4C1A-8DD6

07C6D9E715ED/10554/Boks1.pdf - diakses pada tanggal 3 April 2009 pukul 15.00


(1)

Bab I Pendahuluan 8

Universitas Kristen Maranatha yang padat karya. Kebijakan makro secara nasional, seperti kenaikan harga minyak, menyebabkan sektor industri banyak yang kolaps. Akibatnya, pengangguran itu lebih banyak tercipta dari pemutusan hubungan kerja.

Rendahnya tingkat investasi di Bandung juga menghambat penyerapan tenaga kerja. Padahal, investasi diharapkan bisa menjadi peluang dibukanya lapangan pekerjaan baru. Selain itu, mediasi perbankan belum membuahkan hasil nyata. Penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia belum mendapatkan tanggapan positif karena suku bunga kredit masih tinggi.

Pada tahun 2007, sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja terbanyak di Bandung, yaitu sekitar 70 persen dari angkatan kerja yang ada. Salah satunya ialah peningkatan jumlah pedagang informal, yaitu pedagang kaki lima. Terlebih lagi, setelah dibuka Jalan Tol Cipularang, pertumbuhan ekonomi Bandung sangat bergantung pada sektor PHR. (anonim, 2007).

Dalam kondisi sulit seperti ini, guna menjamin terciptanya fundamental ekonomi yang solid, Pemerintah provinsi Jawa Barat, terutama Kota Bandung, harus mampu mengidentifikasi pilihan strategi untuk dapat menggerakkan perekonomiannya melalui industri basis (basis industri), khususnya untuk Kota Bandung, dengan cepat. Mengacu pada berbagai permasalahan tersebut di atas, kajian tentang Ketidakseimbangan Pembangunan Wilayah di Kota Bandung: Pendekatan Location Quotient dari aspek Tenaga Kerja, diharapkan dapat memberikan rekomendasi prioritas pembangunan wilayah Kota Bandung untuk masa yang akan datang. Alat analisa Location Quotient (LQ) akan mengidentifikasi sektor-sektor ekonomi unggulan di Kota Bandung.


(2)

Bab I Pendahuluan 9

Universitas Kristen Maranatha 1.2. Identifikasi Masalah

Penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana nilai LQ di Kota Bandung dalam tiga tahun (2005-2007)? 2. Bagaimana kluster industri di Kota Bandung?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari Penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui nilai LQ (location quotients) sehingga dapat melihat spesialisasi industri di Kota Bandung terhadap Jawa Barat.

2. Untuk mengetahui kluster industri (industry cluster), sehingga dapat diketahui :

a. Perbandingan industri dengan tenaga kerja

b. Jumlah (input) industri atau infrastruktur yang dibutuhkan c. Mengetahui produksi dari suatu industri

d. Mengetahui produk apa yang dibutuhkan

1.4. Kegunaan Penelitian

1. Manfaat bagi akademisi dan pemerintah

Hasil studi ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan kebijakan pembangunan ekonomi di Kota Bandung dalam rangka meningkatkan minat investasi, peningkatan pendapatan penduduk, penciptaan lapangan kerja, mengoptimalkan dan meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya buatan, dan sumber daya


(3)

Bab I Pendahuluan 10

Universitas Kristen Maranatha lainnya; serta mendorong berkembangnya minat untuk dilakukannya studi terhadap perekonomian regional dan lokal kabupaten dan kota.

2. Manfaat bagi praktisi bisnis

Sedangkan manfaat perencanaan ekonomi daerah bagi praktisi di lapangan, para pelaku ekonomi dan siapa saja yang terkait dengan pembangunan ekonomi daerah di Kota Bandung, adalah bahwa hasil-hasil studi ini akan bermanfaat sebagai guidance (petunjuk) dalam upaya mengisi pembangunan perekonomian daerah Kota Bandung.


(4)

Bab V Simpulan dan Saran

84 Universitas Kristen Maranatha

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

1. Metode LQ merupakan suatu metode untuk mengidentifikasi sektor basis di suatu kota atau propinsi. Dilihat dari nilai koefisien LQ, maka sektor keuangan merupakan sektor unggulan utama Kota Bandung pada tahun 2005-2007 (sektor basis dengan nilai LQ>1 dan merupakan nilai koefisien tertinggi di antara sektor-sektor lainnya selama kurun waktu penelitian, yaitu sebesar 3,2338; 2,7718; dan 1,8417). Selain sektor keuangan, terdapat 3 (tiga) sektor basis lainnya di Kota Bandung dalam tahun 2005-2007, yaitu sebagai berikut: ™ sektor jasa (=1,6995; 1,4186; dan 1,7196)

™ sektor Perdagangan besar dan eceran, hotel, dan restoran (=1,5; 1,3770; dan 1,4913 )

™ sektor industri pengolahan (=1,2798; 1,4996; dan 1,0327)

2. Beberapa sektor industri di Kota Bandung ini dapat membentuk suatu kluster. Kluster industri ini teridentifikasi melalui penggolongan sektor-sektor berdasarkan kesamaan tenaga kerja (kesamaan kompetensi), input, kebutuhan infrastruktur, dan ketradisionalan atau kemodernan teknologi yang digunakan. Sektor-sektor tersebut adalah sektor keuangan, sektor PHR, dan sektor konstruksi.


(5)

85 Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

BPS Propinsi Jawa Barat (2006), Jawa Barat Dalam Angka 2006, BPS Propinsi Jawa Barat, Bandung.

BPS Propinsi Jawa Barat (2007), Jawa Barat Dalam Angka 2007, BPS Propinsi Jawa Barat, Bandung.

BPS Propinsi Jawa Barat (2008), Jawa Barat Dalam Angka 2008, BPS Propinsi Jawa Barat, Bandung.

BPS-Statistik Indonesia (2008), Produk Domestik Bruto Propinsi-Propinsi di Indonesia Menurut Lapangan Usaha, Jakarta, BPS-Statistics Indonesia.

Dada Rosada Center (2008), Targetnya ”Bandung Kota Seni 2006”. Diakses dari

http://www.dada-rosada.com/index.php?option=com_content&task=view&id=95&Itemid=58 pada tanggal 26 Juli 2009 pukul 21.16.

Dada Rosada Center (2008), Bandung Dalam Catatan. Bidang Seni Budaya, Juni 2008 diakses dari http://www.dada-rosada.com/index.php?option=com_content&task=view&id=95&Itemid=58 pada tanggal 26 Juli 2009 pukul 20.41.

Divisi Pelatihan LP3 E (2008), Pelatihan Ekonometrika (Panel Data Analysis). Diakses dari met.fe.unpad.ac.id/uploaded/files/Informasi%20Pelatihan.pdf pada tanggal 3 April 2009 pukul 15.03.

Hunger, D.J., dan Wheelen, T.L. (2003). Manjemen Strategis. Edisi kedua. Diterjemahkan oleh: Julianto Agung S. SE., S. Kom. Penerbit Andi, Yogyakarta.

http://bandung.detik.com/detailagenda/0801091310492667 diakses dari detikcom pada tanggal 26 Juli 2009 pukul 20.16.

J. B. Thomas, S. M. Clark, dan D.A. Gioia, “Strategic Sensemaking and Organizational Performance: Linkages Among Scanning , Interpretation, Action, anf Outcomes, “Academy of Management Journal (April 1993), hal. 239-270.

Litbang Kota Bandung (2007), Resume Hasil Penelitian Kantor Litbang Kota

Bandung Tahun 2006 diakses dari http://www.bandung.go.id/images/ragaminfo/daf_ringk_hsl_penelitian2006.pdf


(6)

86

Universitas Kristen Maranatha

Munir, R. dan Fitanto B. (2007). Pengembangan Ekonomi Lokal Partisipatif:

Masalah,KebijakanPanduan dan Pelaksanaan Kegiatan. Diakses dari

http://jambiprov.go.id/pages/jaip/laporan_antara_mp_jaip/laporan_antara_bab_ 3.pdf pada tanggal 23 April 2009 pukul 13.38.

Rachmat Hendayana (2003). Aplikasi Metode Location Quotient (LQ) Dalam Penentuan Komoditas Unggulan Nasional. Diakses dari www.litbang.deptan.go.id/warta-ip/pdf-file/rahmadi-12.pdf pada tanggal 3 April 2009 pukul 14.57.

Tjiptono, F. (2001). Manajemen Jasa. Edisi Kedua, Peneribit Andi, Yogyakarta. www.bi.go.id/NR/rdonlyres/DF25864D-F84B-4C1A-8DD6

07C6D9E715ED/10554/Boks1.pdf - diakses pada tanggal 3 April 2009 pukul 15.00