Suatu Studi Deskriptif Mengenai Self-Efficacy Pada Calon Pensiunan di PT. "X" Kecamatan Cikampek.

(1)

Kecamatan Cikampek.

Sampel penelitian ini adalah Calon pensiunan PT “X” Kecamatan Cikampek dalam kurun waktu 1 tahun -1,5 tahun mendatang. Sampel diperoleh dengan metode purposive sampling sebanyak 25 orang.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Alat ukur yang digunakan disusun oleh peneliti berdasarkan teori self-efficacy dari Bandura dan terdiri dari 60 item. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman dan didapatkan 34 item valid. Melalui metode Alpha Cronbach didapatkan reliabilitas sebesar 0,819

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa lebih banyak

Calon Pensiunan PT “X” yaitu sebanyak 16 orang (64%) yang memiliki self-efficacy yang rendah terhadap masa pensiun. Sumber self-self-efficacy yang berpengaruh terhadap self-efficacy Calon pensiunan PT “X” adalah verbal persuasion terutama dari keluarga, pengalaman keberhasilan dan kegagalan (vicarious experience) dari rekan kerja yang lebih dulu pensiun.

Selain sumber-sumber self-efficacy, terdapat pula Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap self-efficacy Calon pensiunan PT “X” adalah pekerjaan sampingan, level manajemen dan pendidikan yang dimiliki Calon pensiunan PT

“X”.

Peneliti mengajukan saran bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai kontribusi sumber-sumber dan faktor-faktor yang mempengaruhi self-efficacy calon pensiunan seperti: vicarious experience, verbal persuasion, pekerjaan sampingan, dan anak yang masih ditanggung.


(2)

Samples of this study are the proepective retirees of PT “X” at Cikampek dustrict in the period from 1 to 1.5 years. Samples obtained by purposive sampling method 25 people.

The research design used is descriptive method. Measurements used are developed by the researchers based on self-efficacy theory of Bandura, which consists of 60 items. Data obtained were processed using Spearman's rank correlation test with SPSS 16.0 and 34 items found valid. Through the method of Alpha Cronbach, reliability of 0.819 was obtained.

Base on the research findings, researcher can draw conclusion that prospective Retirees of PT "X" as many as 16 people (64%) are having low self-efficacy towards retirement. Source of self-self-efficacy that influenced the prospective retirees PT "X" is verbal persuasion, especially from families; vicarious experiences of their former colleagues who retired early.

Beside that, there are factor that influenced self-efficacy of prospective

Retirees of PT “X”. there is whether there was a side joB as well as the

management and education level of the prospective retirees of PT “X”.

Researchers propose suggestions for other researchers to conduct further research on the contribution of the sources and the factors that influence self-efficacy prospective retirees, such as vicarious experience, verbal persuasion, side jobs, and children are still closed.


(3)

ABSTRACT ……… ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR SKEMA DAN TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ……….vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ……… 1

1.2Identifikasi Masalah ……….. 10

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian ……….. 10

1.4Kegunaan Penelitian ……….. 10

1.4.1Kegunaan Teoritis ……….. 10 1.4.2Kegunaan Praktis ……… 11 1.5 Kerangka Pikir ………. 12 1.6 Asumsi ………. 23 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Self Efficacy ………. 24

2.1.1 Definisi belief ………... 24 2.1.2 Definisi Self Efficacy ……… 25


(4)

2.2.1. Pengertian masa pensiun ……… 36

2.2.2. Masa persiapan pensiun ………. 37

2.2.3. Jenis-jenis pensiun ………. 41 2.2.4 Fase-fase masa pensiun ……….. 42 2.4 Teori mengenai masa dewasa Madya ………... 46

2.3.1 Usia Dewasa Madya ………... 46

2.3.2. Karakteristik Usia Madya ……….. 47

2.3.3. Tugas-Tugas Perkembangan Pada Usia Madya ……… 53 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian ……….. 55

3.3 Variabel dan Definisi Operasional ………. 56 3.2.1 variabel penelitian ……… 56 3.2.2 Definisi operasional ………. 56 3.4 Alat Ukur ………... 57

3.4.1 Alat ukur Self-Efficacy ………. 57

3.4.2 Data Penunjang ……… 60

3.4.3 Validitas dan reliabilitas Alat Ukur ……….. 61

3.4.4.1 Uji Validitas ………. 61 3.4.4.2 Uji coba reliabilitas ……….. 62


(5)

3.6 Teknik Analisis Data ……….. 63

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ……… 65

4.1.1 Gambaran Sampel………. 65 4.1.2 Hasil Penelitian………. 68

4.2 Pembahasan ………. 71

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ……….. 98

5.2 Saran ………. 99

5.2.1 Saran Keilmuan ... 99

5.2.2 Saran Guna Laksana ... 100

DAFTAR PUSTAKA ……...... 102

DAFTAR RUJUKAN …….... 103


(6)

Skema Metodologi penelitian ... 55

Tabel kisi-kisi kuesioner self-efficacy... 58

Tabel Skor Item ... 59

Tabel kisi-kisi data penunjang ... 61

Tabel Gambaran Sampel ……….. 66

Tabel Hasil Penelitian self-efficacy sampel ……….. 68

Tabel Gambaran Self-efficacy rendah sampel ………. 69


(7)

Lampiran 2: Hasil Pengujian Validitas dan Reliabilitas ……… 120

Lampiran 3: Data Primer ……… 122

Lampiran 4: Tabel Tabulasi Silang ……… 123 Lampiran 5: Profil Perusahaan ………137 Lampiran 6: Struktur Organisasi Perusahaan ……… 140


(8)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perusahaan merupakan tempat di mana dua orang atau lebih bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut, baik menghasilkan suatu barang ataupun jasa, diperlukan adanya kegiatan yang memerlukan sumber daya, seperti sumber daya keuangan, fisik, teknologi, dan sumber daya manusia. Keberadaan sumber daya manusia dalam organisasi sangat penting karena mereka memprakarsai terbentuknya organisasi. Mereka berperan membuat keputusan untuk semua fungsi dan seluruh sistem dalam perusahaan, baik manajemen sumber daya manusia maupun sistem kerja alat pendukung lainnya, dan mereka pula yang menentukan hidup organisasi (Panggabean, Dr. Mutiara. SE, 2004)

Untuk menjalankan roda kehidupan organisasi, dibutuhkan sumber daya manusia yang kompeten dan mampu membuat organisasi tersebut bertahan dalam persaingan. Seberapa kompeten pun manusia sebagai sumber daya dalam suatu organisasi pada akhirnya akan mengalami penurunan ketika mencapai usia lanjut sehingga diasumsikan pekerjaan mereka yang pada awalnya baik akan mengalami penurunan dan pada akhirnya mempengaruhi perusahaan dimana mereka bekerja. Oleh karena itu hampir setiap organisasi memberlakukan sistem pensiun bagi


(9)

karyawan yang telah mencapai usia tertentu dan menggantinya dengan karyawan baru untuk keberlangsungan aktivitas organisasi (Panggabean, Dr. Mutiara. SE, 2004)

PT ”X” merupakan perusahaan pupuk nasional yang berada di Kecamatan Cikampek. Perusahaan yang termasuk dalam kategori BUMN mendistribusikan hasil produksinya ke berbagai daerah di Indonesia yaitu: Indramayu, Subang, Purwakarta, Karawang, Bekasi, Bogor, Majalengka, Sumedang, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Depok dan Cimahi. Setiap tahunnya PT “X” memiliki target tertentu untuk di pasarkan ke daerah-daerah tersebut. Dalam pemenuhan produksi tersebut, PT “X” yang memiliki dua pabrik untuk memproduksi barang membutuhkan karyawan untuk dapat tetap menjalankan roda perusahaan, baik dalam bidang produksi, pengembangan, pemasaran ataupun pendistribusian barang ke berbagai daerah.

Dalam upayanya mempertahankan kinerja yang baik dari para karyawan, PT “X” berupaya memberikan berbagai jaminan dan fasilitas untuk karyawannya diantaranya: fasilitas rumah dinas termasuk membiayai listrik dan air yang digunakan, fasilitas akomodasi kendaraan dan transportasi yaitu: bus antar jemput yang bertempat tinggal di luar komplek perusahaan sesuai dengan jadwal kerja, kendaraan dinas (termasuk membiayai bahan bakar dan tol jika diperlukan dinas ke luar kota), ambulance, dan kereta jenazah, program pinjaman kesejahteraan, perawatan kesehatan dan pengobatan baik di poliklinik perusahaan atau di rumah sakit rekanan perusahaan bagi karyawan dan keluarganya, pemeriksaan laboratorium bagi karyawan dan pasangan (istri/suami), rekreasi setiap tahun, biaya sekolah yang


(10)

lebih rendah (dipotong langsung dari gaji) bagi anak karyawan yang bersekolah di playgroup hingga SLTP milik perusahaan, dan kemudahan mencicil kebutuhan rumah tangga baik makanan maupun pakaian di koperasi milik perusahaan yang diperuntukan khusus untuk karyawan dan berada di kawasan industru PT “X” tersebut. Kemudahan dan seluruh fasilitas ini akan hilang ketika karyawan tersebut telah mencapai usia memasuki masa pensiun. Mereka harus mencari tempat tinggal baru setelah sebelumnya tinggal di perumahan perusahaan dan mulai membayar tagihan listrik, air, dan jika calon pensiunan masih memiliki anak usia sekolah, maka mereka harus mulai membiayai sendiri sekolah anaknya yang berada di bangku playgroup hingga SLTP karena perusahaan tidak lagi menanggungnya setelah mereka pensiun, mulai menggunakan kendaraan sendiri serta membayar biaya kesehatan sendiri meski ada asuransi dari perusahaan yang diberikan.

Situasi di atas menjelaskan bagaimana perubahan situasi yang akan dialami para calon pensiunan PT “X” ketika memasuki situasi yang dinamakan pensiun. Menurut Elizabeth Hall (1985), Pensiun merupakan situasi dimana seseorang tidak lagi bekerja dan dibayar karena pekerjaannya itu. Pensiun tidak hanya dilihat dari satu perspektif dimana seseorang tidak lagi bekerja namun dari berbagai perubahan yang akan terjadi dalam hidup calon pensiunan seperti: Berkurangnya jumlah pemasukan yang didapat, Meningkatnya waktu luang, Potensi menurunnya kesehatan, Perubahan hubungan antara diri pensiunan dengan lingkungan interpersonalnya, Perubahan persepsi sosial mengenai peran sosialnya setelah


(11)

memasuki masa pensiun. Memasuki keadaan seperti ini, para calon pensiunan memaknainya secara berbeda. Terdapat calon pensiunan yang memaknai masa pensiun sebagai masa depan yang dipenuhi dengan perasaan khawatir dan berbagai pertanyaan yang membingungkan dan terkadang dipandang pula sebagai akhir kehidupan. Mereka membayangkan kondisi yang semakin buruk seperti kehilangan status dan penghormatan, kekurangan penghasilan, kehilangan berbagai fasilitas dan kemudahan, ketersisihan dari pergaulan lama dan perasaan menjadi tua namun ada pula yang mulai menikmati hasil yang selama ini telah mereka raih baik seperti dengan menikmati kebersamaan dengan keluarga lebih banyak, melakukan berbagai kegiatan yang sesuai minat dan sebagainya tanpa memikirkan bagaimana kehidupan mereka karena seharusnya sudah direncanakan sejak awal jauh sebelum masa pensiun tiba. (Sutarto & IsmulCokro, 2008)

Berdasarkan hasil wawancara pada satu orang karyawan personalia PT “X” mengenai dampak perubahan fasilitas yang dialami karyawan PT “X” ketika memasuki masa pensiun, diperoleh data bahwa lebih banyak pensiunan PT. “X” tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya sebagai pensiunan. Beberapa ada yang dapat menyesuaikan diri dengan keadaan itu seperti dengan menikmati kehidupannya bersama keluarga di kota kelahiran, membuka usaha baru atau bahkan mulai aktif di kegiatan keagamaan. Namun lebih yang tidak dapat menyesuaikan diri seperti gagal dalam membuat usaha hingga dana pensiun yang ia dapatkan habis begitu saja, kemudian hanya dapat mengandalkan uang pensiun tiap bulannya untuk


(12)

bertahan hidup dan bahkan yang paling ekstrim adalah tak lama setelah pensiun, mantan karyawan PT. “X” banyak yang mengidap stroke dan akhirnya meninggal dunia. Berdasarkan hasil wawancara kepada enam orang calon pensiunan PT “X”,

dua orang calon pensiunan PT “X” menghayati bahwa mereka merasa cukup

khawatir menghadapi perubahan situasi ketika pensiun nanti dan tidak tahu harus berbuat apa, Dua orang yang lain tidak mau memikirkan masa pensiun yang akan dihadapi dan lebih menjalankan apa yang ada di depannya saat ini dan dua orang sisanya tidak merasa khawatir karena itulah yang harus mereka hadapi di depan sebagai seorang pensiunan. Hal ini dapat menggambarkan bahwa Calon Pensiunan PT ”X” memiliki penghayatan serta kemampuan penyesuaian diri yang berbeda mengenai masa pensiun

Melihat hal seperti, maka sangat penting bagi para Calon Pensiunan PT “X” untuk melakukan persiapan dan perencanaan sebelum benar-benar memasuki masa pensiun. Berdasarkan hasil penelitian Universitas Michigan, dinyatakan bahwa sebanyak 75% pekerja yang membuat persiapan akan menikmati masa pensiunnya dibanding 25% lainnya yang tidak mempersiapkannya (Sutarto & IsmulCokro, 2008, hal 1-12). Persiapan apa dan bagaimana dikaitkan dengan penentuan apa yang ingin diraih ketika memasuki masa pensiun dan bagaimana caranya mencapai tujuan. Tanpa adanya tujuan yang jelas, seseorang hanya akan berusaha tanpa arah dan kurang efektif. Oleh karenanya, dapat dikatakan bahwa persiapan dan kesiapan sebelum masa pensiun tiba sangatlah penting. Jika hal tersebut sudah dipersiapkan


(13)

sebelumnya maka setengah jalan keberhasilan memperoleh apa yang diinginkan ketika pensiun dan menapaki usia lanjut sudah tercapai.

Menurut Ursina Teuscheur (2003), terdapat beberapa hal yang dapat menjadi prediktor untuk melihat kesuksesan seseorang dalam menyesuaikan diri dengan masa pensiun. Salah satu diantaranya adalah self-efficacy terhadap masa pensiun. Self-efficacy merupakan keyakinan akan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki seseorang untuk dapat menghadapi suatu kejadian secara efektif (Bandura, 2002). Dalam masa pensiun, self-efficacy merupakan penilaian kemampuan untuk dapat menghadapi perubahan yang terjadi dalam proses masa pensiun. keyakinan seperti ini dibutuhkan untuk melewati masa transisi seperti masa pensiun. Keyakinan tinggi yang dihasilkan oleh self-efficacy berkaitan dengan semakin nyaman dan yakinnya seseorang atas kemampuannya menghadapi situasi yang menantang seperti masa pensiun yang akan segera dihadapi. Mereka akan memandang masa pensiun dengan lebih baik jika mereka percaya bahwa mereka memiliki kemampuan yang dibutuhkan untuk menghadapi masa transisi ini.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap enam orang Calon Pensiunan PT ”X”, empat orang memiliki rencana untuk mengisi masa pensiunnya yang akan datang dengan membuka usaha sesuai kemampuan dan minat yang mereka miliki agar mereka tetap dapat berkarya dan mendapatkan penghasilan lebih bagi keluarganya, sedangkan dua orang lainnya belum memiliki rencana sama sekali. Dari empat orang Calon Pensiunan PT ”X” yang memiliki rencana tersebut, dua diantaranya sudah


(14)

memiliki usaha tersebut bahkan sebelum mereka benar-benar pensiun. Mereka sudah mengetahui apa yang ingin mereka lakukan, sedangkan dua orang lainnya belum yakin dengan kegiatan usaha seperti apa yang ingin dijalani nanti karena ragu apakah dapat melakukannya atau tidak dan takut mengalami kegagalan jika tetap membuka usaha di daerah yang banyak pesaingnya). Sementara itu, dua orang yang belum memiliki rencana sama sekali mengaku belum melakukan usaha apapun untuk mempertimbangkan apa yang mereka inginkan di masa pensiun dan memilih membiarkan apa yang akan terjadi nanti dibandingkan mengorbankan penghasilan yang mereka miliki saat mengalami resiko kegagalan ketika melakukan usaha tersebut bahkan satu diantaranya lebih memilih kegiatan keagamaan di sekitar perumahan dibandingkan bersusah payah memikirkan usaha yang harus dibuatnya meskipun ia ingin melakukannya.

Dapat dikatakan bahwa Calon Pensiunan PT ”X” lebih banyak yang belum memiliki keyakinan mengenai apa yang akan dilakukan dikarenakan tidak ingin mengambil resiko ataupun belum mengetahui dapat melakukan apa di masa pensiun nanti. Hal tersebut menggambarkan bahwa Calon Pensiunan PT ”X” memiliki keyakinan yang rendah terhadap kemampuannya untuk menghadapi masa pensiunnya. Kekurang-yakinan tersebut berdampak pada usaha yang dilakukan untuk menghadapi masa pensiun. Bandura (2002) menjelaskan bahwa keyakinan yang dimiliki seseorang terhadap kemampuan yang dimiliki untuk menghadapi situasi-situasi yang akan datang (Self Efficacy) dapat mempengaruhi bagaimana dirinya


(15)

membuat pilihan, Usaha yang dikeluarkan untuk menjalankan pilihan tersebut, berapa lama individu bertahan saat dihadapkan pada rintangan-rintangan (dan saat dihadapkan pada kegagalan), serta bagaimana penghayatan perasaannya.

Keyakinan diri mengenai kemampuan Karyawan PT ”X” dalam membuat rencana masa pensiun dipengaruhi oleh empat sumber self-efficacy yang berintegrasi dalam empat proses self-efficacy yaitu pengalaman penguasaan atau pencapaian kinerja (Mastery experience), pengamatan terhadap orang lain sebagai model (Vicarious experiences), persuasi sosial (Verbal persuasion), dan peningkatan fisik dan psikologis (Physiological and Affective state). Dari hasil wawancara tersebut,dua orang yang telah memiliki rencana dalam mengisi masa pensiunnya merasa yakin dengan kemampuannya mengorganisir usahanya tersebut karena sering kali dilakukan ketika mereka bekerja sedangkan enam orang lainnya belum memiliki rencana yang pasti karena merasa tidak memiliki kemampuan yang memadai. Hal ini menggambarkan bagaimana mastery experience yang dimiliki.

Calon pensiunan PT “X” yang yakin dengan kemampuannya, tidak terlalu terganggu dengan pengalaman rekan kerjanya yang sudah lebih dulu pensiun di mana banyak sekali yang mereka dengar mengalami kegagalan dalam menjalankan usaha dan merasa optimis dengan usaha yang akan mereka jalani karena terbantu oleh dukungan keluarga yang mendorongnya untuk melakukan usaha tersebut. Karena hal itu pula mereka merasa optimis dengan apa yang akan di lakukan di masa pensiunnya nanti. Hal ini menggambarkan apa yang disebut Bandura sebagai Vicarious


(16)

experience yaitu pengalaman yang dialami oleh orang lain yang memiliki karakterisitik yang sama dengan calon pensiunan sehingga dapat dihayati sebagai pengalaman dirinya pula. Lain halnya dengan dua orang karyawan yang belum dengan jelas mempertimbangkan usaha yang akan dijalaninya mengutarakan keraguannya perihal kemampuan yang ia miliki dirasa tidak cukup mendukung untuk membuat usaha sendiri. Hal ini disebabkan oleh keluarga yang juga mengingatkan untuk berhati-hati dalam membuat keputusan memasuki masa pensiun, adanya pengalaman rekan kerjanya yang sudah lebih dulu pensiun dan membangun usaha namun gagal, serta hasil perbincangan dengan rekan kerjanya yang menyatakan bahwa membuat suatu usaha itu tidaklah mudah di jaman sekarang membuat mereka merasa ragu untuk melakukan sesuatu meskipun dalam pikirnya mereka telah memiliki keinginan untuk membangun usaha. Dua orang karyawan lain yang belum memiliki rencana untuk masa pensiunnya mempertimbangakan mengenai kegagalan yang akan mereka hadapi jika usaha yang ingin dibuatnya gagal. Mereka mempertimbangkan hal ini ketika melihat rekan kerja mereka yang lebih dulu pensiun gagal ketika membuka usaha sehingga uang pensiun yang dijadikan modal usaha habis sehingga mereka hanya mengandalkan uang pensiun yang diberikan perusahaan setiap bulannya yang kurang dari cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Selain itu, keluarga kedua orang tersebut cenderung meminta mereka untuk menikmati saja masa pensiun yang akan dihadapi dan mengandalkan anak-anaknya saja dibandingkan membuat usaha yang nantinya akan gagal. Hal ini


(17)

membuat mereka seringkali mundur dalam membuat suatu rencana karena mereka pun masih ragu dengan kemampuan yang dapat digunakan untuk membangun sebuah usaha atau rencana.

Situasi dan gejala-gejala yang terjadi pada para Calon Pensiunan PT ”X” yang akan pensiun dalam perusahaan inilah yang kemudian membuat peneliti ingin mengetahui bagaimana Self-efficacy yang dimiliki oleh para calon pensiunan PT

“X” di Kecamatan Cikampek.

1.2 Identifikasi Masalah

Bagaimana self-efficacy para calon pensiunan PT “X” di Kecamatan Cikampek.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Untuk memperoleh gambaran self-efficacy para calon pensiunan PT. “X” di kecamatan Cikampek.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui gambaran mengenai self-efficacy para calon pensiunan PT “X” di Kecamatan Cikampek serta sumber-sumber dan faktor-faktor yang mempengaruhinya


(18)

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

a. Memberikan informasi tambahan dalam bidang kajian psikologi perkembangan mengenai self-efficacy pada masa dewasa akhir.

b. Memberikan masukan bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian mengenai self-efficacy dalam menghadapi masa pensiun.

1.4.2 Kegunaan Praktis

a. Memberikan informasi tambahan kepada PT. “X” Cikampek mengenai self-efficacy dan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada para calon pensiunan yang dapat digunakan untuk membuat suatu program edukasi bagi para calon pensiunan agar dapat mempersiapkan masa pensiun yang akan segera dihadapi dengan baik.

b. Memberikan informasi mengenai bagaimana self-efficacy pada karyawan yang akan memasuki masa pensiun ke dalam bidang kajian psikologi industri dan organisasi.

1.5Kerangka Pemikiran

Karyawan PT “X” akan memasuki masa pensiun ketika mereka mencapai usia 56 tahun dimana usia ini merupakan masa dewasa madya (Hurlock, 1980). Masa


(19)

prestasi baik dalam pekerjaan maupun lingkungan sosialnya, merupakan masa evaluasi terhadap karir yang dimiliki berdasarkan aspirasi dan harapan-harapan sekelilingnya terutama keluarga dan teman, merupakan masa transisi dimana Calon pensiunan PT “X” akan mulai mengalami perubahan baik fisik, minat, nilai, perilaku maupun peran baik dalam lingkungan sosial maupun pekerjaan. Masa ini juga dianggap sebagai masa yang menimbulkan stress karena banyaknya perubahan yang terjadi seperti perubahan peran ketika memasuki masa pensiun

Pensiun merupakan situasi dimana seseorang tidak lagi bekerja dan dibayar karena pekerjaannya itu (Elizabeth Hall, 1985). Pensiun tidak hanya dilihat dari satu perspektif dimana seseorang tidak lagi bekerja namun dari berbagai perubahan yang akan terjadi dalam hidup calon pensiunan PT “X” seperti: berkurangnya jumlah pemasukan yang didapat, meningkatnya waktu luang, potensi menurunnya kesehatan, perubahan hubungan antara diri pensiunan dengan lingkungan interpersonalnya, perubahan persepsi sosial mengenai peran sosialnya setelah memasuki masa pensiun. Calon pensiunan PT “X” dihadapkan pada berbagai perubahan yang terjadi secara tiba-tiba, seperti perubahan keadaan ekonomi, gaya hidup, yang bila tidak dipersiapkan dengan baik maka akan mempengaruhi penyesuaian diri individu pada masa pensiunnya.

Menurut Ursina Teuscheur (1995), terdapat beberapa hal yang dapat menjadi prediktor untuk melihat kesuksesan seseorang dalam menyesuaikan diri dengan masa pensiun, yaitu: hubungan interpesonal dan peran sosial, hubungan emosional dengan


(20)

pekerjaannya saat ini, aktivitas lain yang dilakukan di waktu luang, dan sumber internal dalam diri individu seperti internal locus of control, sense of coherence , dan Self-efficacy belief yang sangat diperlukan untuk melewati masa transisi seperti masa pensiun ini dengan baik.

Self–efficacy merupakan keyakinan akan kemampuan seseorang dalam mengatur dan menggunakan sumber-sumber dari tindakan yang dibutuhkan untuk mengatur situasi-situasi yang berorientasi ke masa depan (Bandura, 2002). Self-efficacy adalah salah satu bentuk dari belief. Pengembangan terhadap self-Self-efficacy calon pensiunan juga dipengaruhi oleh belief-nya yang merupakan suatu keyakinan dari individu yang ditampilkan pada apa yang dilakukannya. Self-efficacy belief menentukan saat seseorang merasa, berpikir, memotivasi diri dan bertingkah laku (Bandura, 2002).

Keyakinan calon pensiunan PT “X” yang tinggi terhadap kemampuannya

sendiri akan membantu calon pensiunan PT “X” tersebut untuk mempersiapkan diri

pada masa yang berbeda dengan saat ia masih bekerja, sedangkan keyakinan calon pensiunan PT “X” yang rendah terhadap kemampuan dirinya akan menghambat penyesuaian diri yang harus dilakukannya. Perencanaan masa pensiun dituntut untuk dilakukan jauh sebelum masa pensiun tiba sehingga para calon pensiunan PT “X” dapat menikmati masa pensiunnya kelak dengan puas seperti mengerjakan kegiatan yang diinginkan dengan baik, menikmati masa pensiun tanpa khawatir mengenai kehidupan sosial ataupun keuangan karena telah dipersiapkan sebelumnya.


(21)

Beberapa faktor yang dapat berpengaruh terhadap derajat self-efficacy dari Calon Pensiunan PT “X” di kecamatan Cikampek adalah pendidikan, lamanya masa bekerja, pekerjaan sampingan yang dimiliki, dan level manajemen yang dimiliki oleh karyawan. Faktor pendidikan dapat mempengaruhi wawasan dan keterampilan yang dimiliki oleh karyawan serta mempengaruhi level manajemen yang dapat diraih dalam pekerjaan. Lamanya masa bekerja seorang Calon Pensiunan PT “X” di kecamatan Cikampek akan mempengaruhi besar tunjangan pensiun yang diterimanya. Semakin lama Calon Pensiunan PT “X” di kecamatan Cikampek tersebut bekerja maka semakin besar tunjangan yang diperoleh. Calon Pensiunan PT “X” di kecamatan Cikampek yang memiliki pekerjaan sampingan akan merasa yakin bahwa mereka akan mampu menghadapi masa pensiun dengan baik karena setelah mereka pensiun maka mereka masih memiliki penghasilan yang dapat menunjang kebutuhan hidup mereka, sedangkan bagi Calon Pensiunan PT “X” di kecamatan Cikampek yang tidak memiliki pekerjaan sampingan, setelah mereka mengalami pensiun maka mereka tidak memiliki penghasilan tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Level manajemen yang dimiliki Calon Pensiunan PT “X” di kecamatan Cikampek dapat berpengaruh terhadap derajat self- efficacy karena level manajemen yang dimiliki Calon Pensiunan PT “X” di kecamatan Cikampek berdampak pada kompetensi yang dimiliki Calon Pensiunan PT “X” di kecamatan Cikampek dan variasi pengalaman kerja yang dimiliki juga besarnya tunjangan yang akan didapat. Calon Pensiunan PT “X” di kecamatan Cikampek yang termasuk dalam level


(22)

manajemen bawah memiliki perkembangan karir yang cenderung lambat dan menetap, sedangkan Calon Pensiunan PT “X” di kecamatan Cikampek yang termasuk level manajemen atas cenderung memiliki perkembangan karir yang relatif lebih cepat dan pekerjaan yang lebih bervariasi seperti berpindah bagian sehingga dapat mengembangkan keterampilan yang dimiliki dibandingkan karyawan level manajemen bawah (lapangan) yang tergolong menetap pada satu bagian saja.

Keyakinan mengenai efficacy calon pensiunan PT “X” secara kognitif dapat dikembangkan melalui empat sumber pengaruh utama, yaitu mastery experiences, vicarious experiences, verbal persuasion dan physiological and affective states. Penghayatan yang paling kuat mengenai self-efficacy adalah melalui mastery experiences atau pengalaman karyawan yang akan pensiun di masa lalunya. Pengalaman keberhasilan atau kegagalan di masa lalu dalam bidang pekerjaan akan mempengaruhi derajat efficacy dalam diri para karyawan yang akan pensiun tersebut. Keberhasilan di masa lalu akan membantu Calon pensiunan PT “X” membangun keyakinan dalam dirinya bahwa ia mampu sedangkan Calon pensiunan PT “X” yang mengalami kegagalan di masa lalunya cenderung akan mengalami hambatan dalam membangun keyakinan dalam dirinya bahwa ia mampu

Sumber kedua dalam membentuk self-efficacy adalah melalui vicarious experience yaitu pengalaman yang diamati Calon pensiunan PT “X” dari model sosial misalnya rekan kerja atau orang signifikan lainnya. Calon pensiunan PT “X” yang melihat rekan kerja atau orang lain yang mirip dengan dirinya mengalami


(23)

keberhasilan dalam mempersiapkan masa pensiunnya dengan berbagai usaha akan meningkatkan keyakinan dirinya untuk mencapai keberhasilan yang kurang lebih sama dengan rekan kerjanya tersebut. Dengan cara yang sama pula, calon pensiunan PT “X” mengamati kegagalan teman sekerjanya atau orang yang signifikan lainnya walaupun sudah melakukannya dengan berbagai cara akan menurunkan penilaian terhadap efficacy mereka dan juga menurunkan usaha mereka untuk tetap bertahan. Modelling akan berpengaruh terhadap self-efficacy belief tergantung dari seberapa banyaknya kesamaan karakteristik calon pensiunan PT “X” dengan model sosial yang diamatinya. Semakin besar kesamaan calon pensiunan PT “X”” dengan model sosial yang diamatinya, maka semakin besar pula pengaruh kesuksesan dan kegagalan model terhadap calon pensiunan PT “X” tersebut.

Sumber ketiga yang membentuk self-efficacy calon pensiunan PT “X” dalam mempersiapkan rencana masa pensiunnya agar berhasil adalah social persuasion. Dukungan atau persuasi positif secara verbal disampaikan oleh pasangan, anak-anak, rekan sekerja, atasan dan lain sebagainya akan memperkuat penilaian efficacy bahwa mereka mampu menguasai aktivitas-aktivitas dalam menyesuaikan diri, menyusun, mempersiapkan masa pensiun serta mengerahkan usaha yang lebih besar untuk mencapainya. Sementara itu calon pensiunan PT “X” yang kurang mendapat dukungan positif secara verbal akan cenderung ragu pada kemampuan dirinya saat menghadapi masalah serta menghindari aktivitas-aktivitas yang menantang. Mereka cenderung kurang mengerahkan energi untuk berusaha lebih keras.


(24)

Sumber keempat yang dapat membentuk dan menguatkan self-efficacy belief adalah dengan psychological dan affectives states, yaitu kondisi fisik dan emosional yang dialami calon pensiunan PT “X” yang akan pensiun. Calon pensiunan PT “X” yang tidak menginterpretasikan kondisi emosional (stress, cemas, dan lain sebagainya) dan keadaan fisik (sakit, lelah, dan sebagainya) sebagai kekurangmampuan dirinya dalam proses penyesuaian diri, penyusunan, dan persiapan masa pensiun akan tetap meningkatkan keyakinannya dibandingkan dengan calon pensiunan PT “X” yang menilai kondisi fisik dan emosionalnya sebagai tanda-tanda kekurangmampuannya dalam penyusunan dan persiapan masa pensiun yang akan menurunkan keyakinan dirinya akan kemampuannya untuk menyesuaikan diri, menyusun, dan mempersiapkan masa pensiunnya misalnya karena kondisi fisik yang menurun membuat calon pensiunan PT “X” merasa tidak lagi mampu melakukan hal yang diinginkan sebelumnya sehingga mengurangi keyakinan terhadap kemampuannya sendiri.

Keyakinan terhadap kemampuan diri (self-efficacy) seseorang dapat terbentuk, meningkat atau menurun berdasarkan pengaruh terhadap salah satu sumber atau kombinasi dari beberapa sumber dalam pembentukannya. Keempat sumber self- efficacy tersebut adalah kumpulan informasi bagi calon pensiunan PT ”X” kecamatan Cikampek yang kemudian akan diolah secara kognitif dalam pembentukan keyakinan akan kemampuan diri. Calon pensiunan PT ”X” kecamatan Cikampek menyeleksi, mengintegrasi, dan menginterpretasikan kumpulan informasi sebagai sesuatu yang


(25)

dapat mempengaruhi keyakinan diri mereka dalam mengatasi rintangan dan mencapai tujuannya. Adanya pemahaman kognitif mengenai sumber-sumber self-efficacy tersebut kemudian mempengaruhi penghayatan calon pensiunan PT ”X” kecamatan Cikampek terhadap self-efficacy yang ada dalam diri mereka. Jadi, self-efficacy tidak terbentuk dengan sendirinya berdasarkan empat sumber yang tersedia, namun harus diolah secara kognitif terlebih dahulu hingga pengolahan dari empat sumber self-efficacy disimpan dan dapat diterapkan pada situasi serupa di masa yang akan datang, dalam hal ini berkaitan dengan persiapan masa pensiun yang akan segera dihadapi.

Tinggi rendahnya self-efficacy calon pensiunan PT ’X” kecamatan cikampek dapat terlihat dari bagaimana calon pensiunan PT ’X” kecamatan cikampek menentukan pilihan untuk masa depannya, seberapa besar usaha yang akan dikerahkan untuk mewujudkan pilihan yang telah ditentukannya tersebut, seberapa lama calon pensiunan PT ’X” kecamatan cikampek bertahan terhadap usaha yang dikerahkannya ketika menghadapi tantangan, dan bagaimana penghayatan perasaan para calon pensiunan PT “X” yang akan pensiun terhadap masa pensiun yang akan dihadapinya nanti.

Calon pensiunan PT “X” yang memiliki Self-efficacy tinggi akan membuat pilihan mengenai rencana masa pensiun yang lebih baik dibandingkan calon pensiunan PT “X” yang memiliki self-efficacy yang rendah. Calon pensiunan PT “X” yang memiliki self-efficacy tinggi akan memilih rencana yang lebih menantang seperti membangun usaha, mencari pekerjaan yang lain yang sesuai dengan


(26)

kemampuannya dan membayangkan keberhasilan yang akan diraihnya kelak. Sementara itu, calon pensiunan PT “X” yang memiliki self-efficacy yang rendah memilih rencana yang aman dan menghindari kegagalan yang ia bayangkan akan didapatnya kelak misalnya memilih untuk diam di rumah karena membayangkan jika membuat usaha ia akan mengalami kegagalan jika membangun suatu usaha atau mencari pekerjaan lagi.

Self-efficacy pun mempengaruhi calon pensiunan PT “X” dalam usaha yang dikeluarkannya untuk mencapai pilihan yang telah ia buat berupa rencana masa pensiun yang akan segera dihadapi calon pensiunan PT “X”. Calon pensiunan PT “X” yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan mencoba lebih keras dan berusaha sebaik mungkin untuk menjalankan rencananya tersebut dibandingkan calon pensiunan PT “X” yang memiliki self-efficacy yang rendah. Misalnya jika calon pensiunan PT “X” tersebut memilih untuk membuat usaha di masa pensiunnya nanti, calon pensiunan PT “X” yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan mencari info lebih banyak mengenai usaha yang ingin dilakukan, mencari tempat yang cocok untuk memulai usahanya, memikirkan strategi menjalankan usaha, dan lain sebagainya dibandingkan calon pensiunan PT “X” yang memiliki self-efficacy yang rendah yang tidak akan banyak melakukan usaha untuk menjalankan rencana yang sama. Calon pensiunan PT “X” tersebut hanya akan berpikir untuk membuat usaha tertentu namun ragu dalam menjalankan dan membuat strategi usaha yang ingin dilakukannya tersebut.


(27)

Self-efficacy pun mempengaruhi daya tahan calon pensiunan PT “X” yang akan pensiun ketika menghadapi rintangan atau kegagalan ketika berusaha mencapai pilihan yang dibuat. Calon pensiunan PT “X” yang akan pensiun yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan lebih dapat bertahan dan bangkit kembali saat menghadapi masalah atau kegagalan ataupun mencari alternatif yang mungkin dapat dilakukan dibanding calon pensiunan PT “X” yang memiliki self-efficacy yang rendah dimana calon pensiunan PT “X” tersebut akan cenderung menyerah saat muncul rintangan. Ketika calon pensiunan PT “X” menghadapi persoalan, misalnya modal yang dimiliki ternyata tidak mencukupi usaha yang diinginkan serta banyaknya pesaing di daerah tersebut, calon pensiunan PT “X” dengan self-efficacy yang tinggi akan berusaha mencari jalan keluar misalnya mencari pinjaman atau menyesuaikan usaha dengan modal yang dimiliki serta membuat strategi bisnis yang lebih baik dibandingkan para pesaingnya. Sedangkan calon pensiunan PT “X” yang memiliki self-efficacy yang rendah cenderung akan lebih mudah menyerah.

Derajat self-efficacy yang dimiliki oleh calon pensiunan PT “X” juga akan mempengaruhi penghayatan perasaannya terhadap masa pensiun yang akan dihadapinya nanti. Calon pensiunan PT “X” yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan memandang bahwa masa pensiun yang akan dihadapinya nanti sebagai sebuah kesempatan yang menjanjikan untuk mengembangkan kemampuan, keinginan yang belum sempat tercapai sehingga calon pensiunan PT “X” tersebut memandang masa pensiun sebagai hal yang positif. Berbeda dengan calon pensiunan PT “X” yang


(28)

memiliki self-efficacy rendah, ia akan memandang masa pensiun sebagai masa yang tidak ada kepastian mengenai apa yang dapat mereka lakukan, kehilangan banyak hal yang selama ini dimiliki misalnya penghasilan, kedudukan dan lain sebagainya sehingga membuatnya memandang masa pensiun sebagai hal yang negatif sehingga tak jarang mereka lebih banyak mengalami stress dibandingkan calon pensiunan PT “X” yang akan pensiun yang memiliki self-efficacy yang tinggi.

Keempat tingkah laku tersebut diatas merupakan perilaku dari self-efficacy belief yang dimiliki calon pensiunan PT ’X” kecamatan Cikampek sebagai dampak dari empat sumber self-efficacy yang dihayati oleh calon pensiunan PT ’X” kecamatan cikampek yang akan menentukan bagaimana karyawan PT “X” yang akan pensiun tersebut menghabiskan hari-hari di masa pensiunnya kelak.

Berdasarkan uraian kerangka pikir di atas, berikut ini akan ditampilkan skema kerangka pikir.


(29)

1.1 Skema Kerangka Pemikiran Calon Pensiunan PT “X”

Kecamatan Cikampek

Self-efficacy tinggi

Self-efficacy rendah Indikator Self Efficacy :

1. Pilihan yang dibuat 2. Usaha yang dikeluarkan 3. Berapa lama karyawan

PT ”X” bertahan saat dihadapkan pada

rintangan-rintangan (dan saat dihadapkan pada kegagalan)

4. Penghayatan perasaan Self-efficacy Proses

Kognitif

Faktor yang berpengaruh: - Pendidikan

- Lama bekerja

- Pekerjaan sampingan - Level manajemen 1. Mastery Experience 2. Vicarious Experience 3. Social / Verbal

Persuation

4. Physiological dan affective states


(30)

1.6 Asumsi

Berdasarkan kerangka pikir yang dikembangkan diatas, maka asumsi yag dapat ditarik sebagai berikut:

a. Calon pensiunan PT “X” kecamatan Cikampek memiliki sumber-sumber

informasi berupa mastery experience, vicarious experience, verbal persuasion, dan physiological and affective states yang akan mempengaruhi keyakinan (Self-efficacy) mereka dalam menghadapi masa pensiun.

b. Calon pensiunan PT “X” kecamatan Cikampek memiliki Faktor-Faktor berupa: Pendidikan, Pekerjaan sampingan, dan level manajemen ketika mereka bekerja yang akan mempengaruhi keyakinan (Self-efficacy) mereka dalam menghadapi masa pensiun.

c. Derajat Self-efficacy dapat dilihat dari perilaku calon pensiunan PT “X” kecamatan Cikampek meliputi: Pilihan yang diambil, Usaha yang akan dikerahkan untuk mewujudkan pilihan tersebut, Daya tahan ketika menghadapi tantangan, dan Penghayatan perasaan mengenai masa pensiun yang akan dihadapinya nanti.

d. Calon Pensiunan PT “X” akan memiliki derajat self-eficcacy yang tergolong tinggi atau rendah dalam menghadapi masa pensiunannya nanti.


(31)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Lebih banyak Calon Pensiunan PT “X” di Kecamatan Cikampek yang

memiliki self-efficacy rendah dibandingkan dengan self-efficacy tinggi. 2. Sumber verbal persuasion yang positif dari keluarga terutama istri, atasan

dan rekan kerja merupakan sumber berpengaruh terhadap self-efficacy para Calon Pensiunan PT “X” kecamatan Cikampek.

3. Sumber vicarious experience mempengaruhi self-efficacy para Calon Pensiunan PT “X” kecamatan Cikampek. Pengalaman kegagalan rekan kerja yang lebih dulu pensiun mempengaruhi Calon Pensiunan PT “X” dalam menentukan kegiatan seperti apa yang akan dilakukan di masa pensiun.

4. Faktor pekerjaan sampingan menjadi salah satu faktor yang berpengaruh pada Self-efficacy Calon Pensiunan PT “X”. Sebagian besar Calon

Pensiunan PT “X” yang tidak memiliki pekerjaan sampingan serta


(32)

5. Faktor pendidikan berpengaruh terhadap self-efficacy Calon Pensiunan PT “X” Kecamatan Cikampek. Seluruh Calon Pensiunan PT “X” yang memiliki tingkat pendidikan S2 memiliki self-efficacy yang tinggi sedangkan yang memiliki tingkat SLTP memiliki self-efficacy yang rendah. Pada Calon Pensiunan PT “X” berpendidikan SMA/STM dan SLTP menghayati ilmu dan wawasan yang dimiliki tidak cukup sehingga mempengaruhi keyakinan mereka dalam menghadapi masa pensiun.

6. Faktor level manajemen berpengaruh terhadap self-efficacy Calon Pensiunan PT “X” Kecamatan Cikampek. Calon Pensiunan PT “X” yang berada pada level pekerjaan eselon II cenderung menghayati keberhasilan dalam pekerjaannya (mastery experience) sebagai perkembangan karir yang cepat dan pengalaman kerja yang bervariasi serta hubungan kerja yang dimiliki sehingga mempengaruhi keyakinan mereka dalam melakukan kegiatan yang diinginkan sesuai kemampuan yang dimiliki ketika memasuki masa pensiun nanti.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian ini dapat diajukan beberapa saran, diantaranya:

5.2.1 Saran Keilmuan

Untuk peneliti lain yang berminat, disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan mengenai self-efficacy, khususnya dalam setting industri atau organisasi.


(33)

5.2.3 Saran Guna Laksana

Berdasarkan penelitian ini dapat diajukan beberapa saran yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

a. Bagi Calon Pensiunan PT “X” yang memiliki self-efficacy rendah disarankan untuk meningkatkan self-efficacy dalam menghadapi masa pensiun dengan mengembangkan keterampilan yang dimiliki atau yang diminati, mulai menyusun rencana perubahan keuangan, lingkungan sosial dan kerja, melihat hal yang positif dari keberhasilan rekan yang telah pensiun, mendengarkan masukan yang positif dari keluarga atau rekan kerja serta menjaga kesehatan.

b. Bagi pihak perusahaan disarankan agar dapat mempertimbangkan untuk membuat program persiapan masa pensiun yang dapat membantu calon pensiunan PT “X” seperti; memberikan alternatif kegiatan di masa pensiun yang dapat dilakukan, konseling berkala mengenai persiapan masa pensiun baik bagi diri Calon Pensiunan maupun bersama pasangan, membantu penyusunan perencanaan keuangan dalam menghadapi perubahan keuangan, serta penyesuaian diri terhadap perubahan lingkungan kerja dan sosial yang akan dijalani setelah masa pensiun tiba

c. Mengingat bahwa verbal persuasion merupakan sumber yang berpengaruh pada derajat self-efficacy calon pensiunan PT “X” maka disarankan agar Keluarga dapat memberikan lebih banyak dukungan yang


(34)

positif seperti memberikan pujian ketika calon pensiunan PT “X” mengalami keberhasilan dan memberikan banyak masukan dan dukungan terhadap apa yang dilakukannya untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi masa pensiun sehingga calon pensiunan PT “X” dapat meningkatkan keyakinan dirinya terhadap kemampuan yang dimilikinya untuk menghadapi masa pensiun tersebut.

d. Sama halnya dengan dukungan yang dilakukan oleh keluarga, atasan dan rekan kerja diharapkan dapat lebih banyak memberikan dukungan positif seperti memberikan pujian pada karyawan ketika mereka berhasil dalam melakukan pekerjaan dan mendukung secara moril ketika akan menghadapi masa pensiun sehingga Calon Pensiunan dapat lebih yakin terhadap diri sendiri ketika menghadapi masa pensiun.

e. Mengingat bahwa Vicarious experience juga menjadi sumber yang mempengaruhi self-efficacy calon pensiunan, sharing pengalaman keberhasilan yang dicapai karyawan yang sudah lebih dulu pensiun ataupun menyediakan kesempatan untuk berdiskusi dengan sesama calon pensiunan, akan menjadi salah satu cara yang baik untuk meningkatkan self-efficacy calon pensiunan.


(35)

DAFTAR PUSTAKA

Bandura, Albert. 2002. Self-Efficacy : The Exercise of Control. New York: Freeman Perlmutter, Marion. Elizabeth Hall, 1985. Adult Development And Aging. New York.

Wiley & Sons, Inc

Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. 2007. Panduan Penelitian Skripsi Sarjana : Bandung

Hurlock, Elizabeth. 1980. Psikologi Perkembangan. Edisi kelima.

J. Tito Sutarto, C. IsmulCokro, 2008. Pensiun Bukan Akhir Segalanya (cara cerdas menyiasati pensiun). Jakarta : PT. Gramedia

Luthans, Fred. 2006. Perilaku Organisasi. Edisi kesepuluh.

Panggabean, M.E, DR. Mutiara Sibarani. 2004. Manajemen Sumber daya Manusia. Bogor: Ghalia Indonesia


(36)

DAFTAR RUJUKAN

Analya, Priska. 2006. Studi kasus mengenai self-efficacy pada karyawan yang akan memasuki masa pensiun dalam waktu 1 tahun mendatang. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Kusumawardani, Widhiarini. 2009. Kontribusi sumber-sumber self-efficacy terhadap academic self-efficacy pada anggota muda perhimpunan penjelajah alam Jamadagni di kota Bandung. Usulan Penelitian. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Teuscher,Ursina. 2003. Change and Persistence of Personal Identities Transition to Retirement and Aging. Thesis. Switzerland : (http://google.com, diakses 24 Januari 2010)

Price, Ph.D, Christine A. Stages of retirement (online) (http://ohioline.osu.edu/ss-fact/0201.html, diakses 10 Agustus 2009)

http://library.usu.ac.id

www. wikipedia.com

www.pupuk-kujang.co.id

www.google.com


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan, maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut:

1.

Lebih banyak Calon Pensiunan PT “X” di Kecamatan Cikampek yang

memiliki self-efficacy rendah dibandingkan dengan self-efficacy tinggi.

2.

Sumber verbal persuasion yang positif dari keluarga terutama istri, atasan

dan rekan kerja merupakan sumber berpengaruh terhadap self-efficacy para

Calon Pensiunan PT “X” kecamatan Cikampek.

3.

Sumber vicarious experience mempengaruhi self-efficacy para Calon

Pensiunan PT “X” kecamatan Cikampek. Pengalaman kegagalan rekan

kerja yang lebih dulu pensiun mempengaruhi Calon Pensiunan PT “X”

dalam menentukan kegiatan seperti apa yang akan dilakukan di masa

pensiun.

4.

Faktor pekerjaan sampingan menjadi salah satu faktor yang berpengaruh

pada Self-efficacy

Calon Pensiunan PT “X”. Sebagian besar Calon

Pensiunan PT “X” yang tidak memiliki pekerjaan sampingan

serta

memiliki self-efficacy yang rendah dalam menghadapi masa pensiun.


(2)

5.

Faktor pendidikan berpengaruh terhadap self-efficacy Calon Pensiunan PT

“X” Kecamatan Cikampek. Seluruh Calon Pensiunan PT “X” yang memiliki

tingkat pendidikan S2 memiliki self-efficacy yang tinggi sedangkan yang

memiliki tingkat SLTP memiliki self-efficacy yang rendah. Pada Calon

Pensiunan PT “X” berpendidikan SMA/STM dan SLTP menghayati ilmu dan

wawasan yang dimiliki tidak cukup sehingga mempengaruhi keyakinan

mereka dalam menghadapi masa pensiun.

6.

Faktor level manajemen berpengaruh terhadap self-efficacy Calon Pensiunan

PT “X” Kecamatan Cikampek. Calon Pensiunan PT “X” yang berada pada

level pekerjaan eselon II cenderung menghayati keberhasilan dalam

pekerjaannya (mastery experience) sebagai perkembangan karir yang cepat

dan pengalaman kerja yang bervariasi serta hubungan kerja yang dimiliki

sehingga mempengaruhi keyakinan mereka dalam melakukan kegiatan yang

diinginkan sesuai kemampuan yang dimiliki ketika memasuki masa pensiun

nanti.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian ini dapat diajukan beberapa saran, diantaranya:

5.2.1 Saran Keilmuan

Untuk peneliti lain yang berminat, disarankan untuk melakukan penelitian

lanjutan mengenai self-efficacy, khususnya dalam setting industri atau organisasi.


(3)

5.2.3 Saran Guna Laksana

Berdasarkan penelitian ini dapat diajukan beberapa saran yang

diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

a.

Bagi Calon Pensiunan PT “X” yang memiliki

self-efficacy rendah

disarankan untuk meningkatkan self-efficacy

dalam menghadapi masa

pensiun dengan mengembangkan keterampilan yang dimiliki atau yang

diminati, mulai menyusun rencana perubahan keuangan, lingkungan

sosial dan kerja, melihat hal yang positif

dari keberhasilan rekan yang

telah pensiun, mendengarkan masukan yang

positif dari keluarga atau

rekan kerja serta menjaga kesehatan.

b.

Bagi pihak perusahaan disarankan agar dapat

mempertimbangkan untuk

membuat program persiapan masa

pensiun yang dapat membantu calon

pensiunan PT “X”

seperti; memberikan alternatif kegiatan di masa

pensiun yang dapat dilakukan, konseling berkala mengenai persiapan

masa pensiun baik bagi diri Calon Pensiunan maupun bersama pasangan,

membantu penyusunan perencanaan keuangan dalam menghadapi

perubahan keuangan, serta penyesuaian diri terhadap perubahan

lingkungan kerja dan sosial yang akan dijalani setelah masa pensiun tiba

c.

Mengingat bahwa verbal persuasion merupakan sumber yang

berpengaruh

pada derajat self-efficacy

calon pensiunan PT “X” maka

disarankan agar Keluarga dapat memberikan lebih banyak dukungan yang


(4)

positif seperti memberikan pujian ketika calon pensiun

an PT “X”

mengalami keberhasilan dan memberikan banyak masukan dan dukungan

terhadap apa yang dilakukannya untuk mempersiapkan diri dalam

menghadapi masa pensiun sehingga calon pensiunan PT “X” dapat

meningkatkan keyakinan dirinya terhadap kemampuan yang dimilikinya

untuk menghadapi masa pensiun tersebut.

d.

Sama halnya dengan dukungan yang dilakukan oleh keluarga, atasan dan

rekan kerja diharapkan dapat lebih banyak memberikan dukungan positif

seperti memberikan pujian pada karyawan ketika mereka berhasil dalam

melakukan pekerjaan dan mendukung secara moril ketika akan

menghadapi masa pensiun sehingga Calon Pensiunan dapat lebih yakin

terhadap diri sendiri ketika menghadapi masa pensiun.

e.

Mengingat bahwa Vicarious experience juga menjadi sumber yang

mempengaruhi self-efficacy calon pensiunan, sharing pengalaman

keberhasilan yang dicapai karyawan yang sudah lebih dulu pensiun

ataupun menyediakan kesempatan untuk berdiskusi dengan sesama calon

pensiunan, akan menjadi salah satu cara yang baik untuk meningkatkan

self-efficacy calon pensiunan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Bandura, Albert. 2002. Self-Efficacy : The Exercise of Control. New York: Freeman

Perlmutter, Marion. Elizabeth Hall, 1985. Adult Development And Aging. New York.

Wiley & Sons, Inc

Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. 2007. Panduan Penelitian Skripsi

Sarjana : Bandung

Hurlock, Elizabeth. 1980. Psikologi Perkembangan. Edisi kelima.

J. Tito Sutarto, C. IsmulCokro, 2008. Pensiun Bukan Akhir Segalanya (cara cerdas

menyiasati pensiun). Jakarta : PT. Gramedia

Luthans, Fred. 2006. Perilaku Organisasi. Edisi kesepuluh.

Panggabean, M.E, DR. Mutiara Sibarani. 2004. Manajemen Sumber daya Manusia.

Bogor: Ghalia Indonesia


(6)

DAFTAR RUJUKAN

Analya, Priska. 2006. Studi kasus mengenai self-efficacy pada karyawan yang akan

memasuki masa pensiun dalam waktu 1 tahun mendatang. Skripsi. Bandung:

Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Kusumawardani, Widhiarini. 2009. Kontribusi sumber-sumber self-efficacy terhadap

academic self-efficacy pada anggota muda perhimpunan penjelajah alam

Jamadagni di kota Bandung. Usulan Penelitian. Bandung : Fakultas Psikologi

Universitas Kristen Maranatha

Teuscher,Ursina. 2003. Change and Persistence of Personal Identities Transition to

Retirement and Aging. Thesis. Switzerland : (http://google.com, diakses 24

Januari 2010)

Price, Ph.D, Christine A. Stages of retirement (online)

(http://ohioline.osu.edu/ss-fact/0201.html, diakses 10 Agustus 2009)

http://library.usu.ac.id

www. wikipedia.com

www.pupuk-kujang.co.id

www.google.com