ANALISIS MATERI PEMBELAJARAN SENI BUDAYA POKOK BAHASAN SENI RUPA BERBASIS NILAI ISLAM DI SMP ALMUTTAQIN KOTA TASIKMALAYA TAHUN AJARAN 2009 - 2010.

(1)

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

1. Peserta Didik ... 7

2. Sekolah dan Guru ... 7

3. Peneliti ... 7

4. Dinas Pendidikan ... 7

5. Pemerintah Daerah ... 8

E. Telaah Pustaka ... 8

F. Kerangkan Teori... 13

G. Metode Penelitian... 15


(2)

x

1. Metode Penelitian... 16

2. Teknik Pengumpulan Data ... 16

a. Studi Pustaka ... 16

b. Observasi Partisipasi ... 17

c. Wawancara Tidak Berstruktur ... 17

d. Dokumentasi ... 18

I. Sistematika Penulisan ... 18

BAB II MATERI PEMBELAJARAN SENI RUPA DAN NILAI-NILAI ISLAMI ... 21

A. Mata Pelajaran Seni Budaya ... 21

1. Karakteristik Mata Pelajaran Seni Budaya ... 22

2. Sifat Mata Pelajaran Seni Budaya ... 24

B. Pembelajaran Seni Rupa ... 31

1. Pembelajaran ... 31

2. Prinsip Pembelajaran Seni Rupa ... 34

C. Identitas Seni Budaya Islam ... 37

1. Sejarah Seni Rupa Islam ... 38

a. Ciri dan Periodisasi ... 41

b. Seni Rupa Asli Jazirah Arab ... 43

c. Seni Rupa Umayyah ... 43

2. Kurikulum Seni Budaya ... 44


(3)

xi

b. Prinsip-Prinsip Pengembangan

Kurikulum Seni Budaya ... 51

BAB III. KEDUDUKAN MATA PELAJARAN SENI RUPA BERBASIS NILAI ISLAM DALAM STRUKTUR KURIKULUM ... 56

A. Struktur Kurikulum SMP/MTs ... 57

B. Silabus Seni Budaya ... 59

C. Landasan Pengembangan Materi Seni Budaya ... 60

D. Prinsip-Prinsip Pengembangan Materi Seni Budaya ... 62

E. Komponen Materi Seni Budaya ... 65

F. Nilai-Nilai Islam dalam Seni Rupa ... 69

a. Sejarah Seni Kaligrafi ... 70

b.Seni dan Estetika……….70

c. Seni Rupa Islam Nusantara……….72

1. Potensi Seni Budaya Islam Tasikmalaya ... 74

a. Kondisi Objektif Kota Tasikmalaya ... 74

b. Sejarah Kota Tasikmalaya... 74

BAB IV METODE PENELITIAN ... 82

A. Metode Penelitian... 82

B. Subyek dan Lokasi Penelitian ... 85

C. Lokasi Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data ... 87

1. Observasi ... 87

2. Wawancara ... 89


(4)

xii

4. Analisis Data ... 93

BAB V ANALISIS HASIL PENELITIAN ... 96

A. Sekilas Objek Penelitian ... 96

B. Peran Kepala Sekolah dan Guru ... .99

1. Materi Pembelajaran Seni Budaya …….………100

2. Hubungan Kepala Sekolah dan Guru ... 102

3. Analisis Materi Pembelajaran Melalui MGMP a. Bentuk dan Kegiatan MGMP Sekolah………103

b. Pemetaan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar ..106

C. Analisis Kompetensi Dasar Kelompok Pembelajaran Apresiasi ... 106

D. Analisis Kelompok Pembelajaran Ekspresi ... 109

E. Pengembangan Materi Pembelajaran Seni Rupa Islami ... 112

1. Analisis Materi Pembelajaran Seni Rupa Kelas VII ... 131

2. Analisis Materi Pembelajaran Seni Rupa Kelas VIII ... 140

3. Analisis Materi Pembelajaran Seni Rupa Kelas IX ... 144

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 145

A. Kesimpulan………...145

B. Rekomendasi ... 150

C. Efektivitas Bimbingan Teknis ... 150

1. Peranan Pemegang Kebijaksanaan dalam Pendidikan ... 151

2. Pemberdayaan Lembaga Pendidikan ... 153


(5)

xiii

DAFTAR PUSTAKA ... 158 LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1 Pedoman Wawancara Lampiran 2 Ihtisar Analisis Materi Lampiran 3 Materi Hasil Pengembangan

Lampiran 4 Struktur Organisasi Pengurus SMP Al-Muttaqin Lampiran 5 Dokumentasi Objek Penelitian


(6)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Dalam kegiatan belajar mengajar dilembaga formal, semua bidang studi memegang peranan penting dalam mengembangkan potensi peserta didik. Tentu saja diharapkan berdampak pada pengembangan kredibilitas lembaga tersebut. Salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang ada dilembaga formal adalah Seni Budaya. Dalam mata pelajaran seni budaya ada perbedaan dengan mata pelajaran lain, salah satunya adalah mengangkat khazanah budaya Islam didaerah masing-masing. Mata pelajaran ini menitik beratkan terhadap pengembangan bakat dan minat peserta didik yang berjiwa seni dan dilatarbelakangi oleh budaya Islam setempat lebih jauhnya Nusantara secara makro.

Pada kenyataannya, masyarakat dalam kehidupannya tidak lepas dari apa yang disebut budaya, tentu saja sesuai dengan keyakinannya. Seperti yang telah kita sepakati bahwa budaya hubungannya dengan sebuah cita rasa yang membentuk kebiasaan atau sifat dari kecenderungan suatu daerah yang berdampak pada prilaku masyarakat. Hal ini terbentuk atau terimplementasikan kedalam suatu benda seni, dan ini menunjukkan bahwa budaya identik dengan karya seni. Tasikmalaya dikenal dengan Kota Santri, inipun dikarenakan budaya yang berkembang merupakan stigma masyarakat dari hasil implementasi banyaknya pondok pesantren yang ada pada wilayah tersebut. Dikaitkan dengan seni budaya (seni rupa) sampai saat ini masih banyak pertentangan kala dikaitkan dengan


(7)

masyarakat yang berbasis nilai Islam. Padahal Tasikmalaya merupakan salah satu basis daerah yang kental dengan kesenian. Yang ada hubungannya dengan peristiwa keagamaan misalnya tarawangsa, beluk, terbang gebes, terbang sejak dan lain-lain. Yang tentu saja seni tersebut di dalamnya sarat dengan seni rupa.

Pembangunan Nasional digalakkan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan generasi penerus untuk mempertahankan budaya nenek moyang. Hal ini berarti pembangunan bukan hanya membangun dari segi fisik atau lahiriah saja tetapi harus ada keseimbangan dan keserasian antara pembangunan lahiriah dan batiniah melalui budaya yang dalam hal ini karya seni. Berangkat dari konsep dan cita-cita tersebut, tujuan akhirnya adalah pembangunan manusia yang adil dan makmur serta bermartabat.

Dalam merealisasikan pembangunan tersebut perlu adanya penataan dan pemanfaatan sumber daya manusia pada berbagai potensinya masing-masing semaksimal mungkin. Untuk itu perlu diupayakan penataan dan pemecahan masalah yang seringkali timbul dan menjadi krisis sosial peserta didik. Sehingga dengan adanya penataan tersebut dapat membangkitkan respon atau dampak positif bagi peserta didik melalui karya seni budaya, agar menarik semua orang, yang pada akhirnya, solusi permasalahan itu dapat dinikmati seluruh lapisan masyarakat.

Mengingat bahwa pentingnya pendidikan seni rupa Islami yang dilaksanakan, baik secara formal maupun non-formal, khususnya dilembaga

pendidikan SMP Al-Muttaqin Kota Tasikmalaya, perlu adanya pembinaan secara


(8)

benar-benar dapat memberikan kontribusi positif terhadap perkembangan seni rupa Indonesia. Mengingat pula banyak di antara intput dari lembaga pendidikan yang masih dipertanyakan keberadaannya sehingga dalam kodisi demikian, tidak menutup kemungkinan akan terjadi ketidaksiapan dari output dalam menghadapi perubahan-perubahan sosial dimasyarakat. Hal ini karena dalam proses pendidikan yang diselenggarakan mungkin kurang maksimal dalam membina peserta didik untuk mengembangkan bakat dan minatnya khususnya dalam seni rupa Islam.

Kondisi seperti diatas memerlukan perhatian dari berbagai pihak, serta tidak boleh diabaikan begitu saja. Sebab mengabaikan hal tersebut, kemungkinan akan berdampak tidak baik dan mengurangi kepercayaan. Hal ini merupakan masalah yang perlu ditanggapi dan penanganannya dengan rasa kebersamaan dalam memecahkan persoalan-persoalan kehidupan manusia.

Dengan demikian, lembaga pendidikan yang benar-benar mempunyai tanggung-jawab penuh terhadap peserta didik dalam membina bakat minat khususnya seni rupa Islam. Bahkan lembaga pendidikan SMP merupakan

langkah awal untuk membentuk peserta didik dalam mengekpresikannya dibidang seni rupa yang sesuai dengan alam lingkungannya.

Dalam hal ini penulis mencoba meneliti materi pembelajaran bidang studi seni budaya pokok bahasan seni rupa berdasarkan kontek sekolah Islam dalam mengaktualisasasikan karya seni rupa Islami di SMP Al-Muttaqin berstandar Nasioanal dan pada tahun 2010 akan dijadikan sekolah bertarap Internasioanal dan merupakan lembaga pendidikan Islam yang moderat di Kota Tasikmalaya.


(9)

Berangkat dari latar belakang itulah maka penulis mengangkat sebuah tesis berjudul: Analisis Materi Pembelajaran Seni Budaya Pokok Bahasan Seni Rupa Berbasis Nilai Islam di SMP Al-Muttaqin Kota Tasikmalaya Tahun Ajaran 2009-2010.

B. RUMUSAN MASALAH

Sehubungan dengan pembelajaran seni rupa berbasis nilai Islam, maka terdapat fenomena permasalahan. Berdasarkan uraian latar belakang masalah, secara umum pengembangan bakat dan minat peserta didik dalam seni budaya Islam ditingkat lembaga pendidikan SMP Al-Muttaqin Kota Tasikmalaya perlu dikembangkan. Permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kesadaran peserta didik untuk mengembangkan potensi jiwa seninya, prinsip utamanya adalah terjadinya proses perubahan dalam kemampuan menciptakan karya seni Islam yang dicerminkan dalam kebiasaan sehari-hari, adapun permasalahan yang ada adalah:

1. Belum terakomodirnya nilai-nilai Islam dalam kurikulum pembelajaran seni rupa.

2. Belum tersedianya tenaga ahli di bidang seni yang berbasis Islami.

3. Belum tersusunnya KTSP seni rupa untuk SMP/MTS yang berbasis Islam. Badrus Syamsi (2003) mengemukakan pandangannya, bahwa Islam tidak seharusnya mengekang kreatifitas berkesenian manusia selama itu merupakan wujud dari nilai-nilai islam itu sendiri, dia mengatakan:

Kaum Muslim harus mampu mengartikulasikan nilai-nilai etika Islam dalam kehidupan praktis-operasional, misalnya dalam bidang kesenian, jangan


(10)

sampai Islam terkesan sebagai penjara bagi kreasi dan inovasi manusia, hanya karena penafsiran sebagian kaum Muslim.

Berdasarkan latarbelakang dan identifikasi masalah, dan memperhatikan tingkat keterbatasan, proses penelitian ini hanya membatasi terhadap permasalahan penyusunan materi pembelajaran seni budaya pokok bahasan seni rupa berbasis nilai Islam ditingkat SMP Al-Muttaqin Kota Tasikmalaya.

Setelah penulis kemukakan latar belakang masalah, maka perlu dijelaskan dan diteliti, apakah materi pembelajaran seni budaya pokok bahasan seni rupa berdasarkan kontek sekolah Islam, dalam membuat hasil karya yang Islami. Sehubungan dengan banyaknya masalah, maka akan memfokuskan pada materi pembelajaran yang memberikan kontribusi bagi pesera didik, dengan demikian rumusan masalah dalam penelitian ini akan kami uraikan dalam tiga pertanyaan diantaranya:

1. Bagaimana bentuk dan isi materi pembelajaran seni rupa di SMP Al-Muttaqin Kota Tasikmalaya?

2. Bagaimana persepsi guru seni rupa di SMP Al-Muttaqin Kota Tasikmalaya terhadap materi pembelajaran seni rupa?

3. Bagaimana nilai Islami dalam materi pembelajaran seni rupa di SMP Al-Muttaqin Kota Tasikmalaya?

C. TUJUAN PENELITIAN

Setelah penulis mengemukakan perumusan masalah, kiranya perlu juga mengemukakan tujuan penelitian adalah sebagai berikut:


(11)

1. Mendeskripsikan peranan guru bidang studi seni rupa dalam engembangkan seni rupa berbasis nilai Islam di SMP Al-Muttaqin Kota Tasikmalaya.

2. Mendeskripsikan formulasi materi pembelajaran seni rupa disekolah yang berbasis Islam di SMP Al-Muttaqin Tasikmalaya, dan

3. Mendeskripsikan terwujudnya pemahaman yang positif dipeserta didik terhadap seni rupa khususnya disekolah yang berbasis Islam.

D. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis bagi pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Manfaat teoritis dapat berupa penambahan teori, pengembangan ide dan konsep-konsep dasar tentang materi pembembelajaran seni budaya pokok bahasan seni rupa berbasis nilai Islam. Dan juga menambah wawasan dan ilmu pengetahuan khususnya bagi guru seni rupa untuk memberikan pembelajaran bagi sekolah yang berbasis nilai-nilai Islam. Lebih lanjut hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pengembangan materi pembelajaran seni budaya yang lebih memperhatikan kebutuhan pembelajaran, baik secara akademik maupun sosiokultur. Dan juga disarankan agar materi ini dijabarkan kedalam bahan ajar sehingga dapat dipakai dikelas, dan bermanfat bagi sekolah yang berbasis nilai-nilai Islam yang sesuai dengan visi dan misinya.

Mudah-mudahan dari hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi semua yang bertanggung-jawab terhadap pendidikan, antara lain:


(12)

1. PESERTA DIDIK

Bagi peserta didik akan merasakan terwujudnya proses pembelajaran seraca interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam dunia seni Islami sehingga mampu mengembangkan bakat dan minatnya dalam bidang seni. Hal tersebut merupakan dasar bagi penyelenggara pendidikan, bahwa pembelajaran harus aktif, kreatif dan menyenangkan.

2. SEKOLAH DAN GURU

Manfaat bagi sekolah, dapat meningkatkan perberdayaan kurikulum seni budaya pokok bahasan seni rupa berbais nilai Islam, terutama yang sesuai dengan lingkungannya, khususnya di SMP Al-Mmuttaqin Kota Tasikmalaya.

3. PENELITI

Bagi peneliti, mudah-muhan penelitian ini menjadi pengalaman yang sangat berharga terutama untuk memperdalam wawasan dan pengetahuan terkait permasalahan materi pembelajaran seni budaya pokok bahasan seni rupa berbasis nilai Islam khususnya di SMP Al-Muttaqin Kota Tasikmalaya.

4. DINAS PENDIDIKAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah masukan yang positif bagi pengembangan didunia pendidikan khususnya bagi sekolah-sekolah yang berbasis nilai Islam di Kota Tasikmalaya, dengan memperoleh gambaran tentang perlunya materi pembelajaran seni budaya pokok bahasan seni rupa yang berbais nialai Islam. Informasi ini dikemudian hari dapat dijadikan sebagai


(13)

masukan untuk meningkatankan kualitas pendidikan, dalam bidang seni budaya di Kota Tasikmalaya.

5. PEMERINTAH DAERAH

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap pemerintah daerah setempat terhadap potensi seni budaya berbasis nilai Islam yang layak dilestarikan. Adanya temuan-temuan yang terdapat dalam penelitian ini, diharapkan pemerintah daerah pada akhirnya dapat memperhatikan lebih seksama dengan melakukan program terpadu dengan pihak pelaksana pendidikan untuk bersama-sama membina peserta didik dalam melestarikan budaya pokok bahasan seni rupa yang berbasis nilai Islam.

E. TELAAH PUSTAKA

Tarjo dan Prawira (2009), dalam bukunya Konsep dan Strategi Pembelajaran Seni Rupa membahas persoalan seni dan nilai-nilai seni. Seni bukanlah sebatas benda seni, tetapi nilai-nilai, estetik dari publik melalui proses pengalaman seni. Antara nilai-nilai dan pengalaman seni tidak bisa lepas dari konteks bahasan filsafat estetika seni dan tentang estetika. Sumardjo, (2000: 25} mengatakan:

Estetika mempersoalkan hakekat keindahan alam dan karya seni. Estetika merupakan pengetahuan tentang keindahan alam dan seni. Keindahan seni memiliki makna, memiliki nilai-nilai lain di samping nilai

keindahan.

Seni dalam Islam merupakan manifestasi budaya yang bersyarat estetika, daya, rasa, karsa, intuisi yang diolah sehingga menjadi sebuah karya. Jadi apa


(14)

yang disampaikan menurut teori diatas bahwa jelas persoalan seni mempunyai nilai-nilai estetik dari lingkungannya.

Yang lebih mendalam dari seni, menerangkan bahwa jejak peradaban Islam sejak masa kerasulan Nabi Muhammad SAW, meninggalkan kepada kita perkembangan pemikiran dan karya seni dalam beragam jenis. Hampir semua kesenian yang dijiwai oleh nilai-nilai peradaban Islam sarat dengan dimensi artistik, estetik dan etika. Ketiganya tak bisa dipisahkan, salah satu dimensi yaitu etika merupakan nilai dasar yang mempengaruhi keseluruhan seni Islam.

Hasil pemikiran dan karya seni ini, dapat ditemukan jejaknya mulai dari kitabah, seni menggambar dan membentuk hurup, pungsinya untuk menegaskan hurup dana kata yang terdengar. Kitabah ( tulisan), sekaligus mengekpresikan apa yang berada didalam fikiran, intuisi, perasaan dan indra manusia. Seperti yang ditegaskan oleh Ibnu Khahldun. Kitabah sebagai ekspresi seni, merupakan faktor yang membedakan manusia dengan binatang.

Apa yang terdapat didalam pikiran, naluri, rasa, dan gerak indra manusia , akan sampai ketempat yang jauh, melalui kitabah. Karenanya kitabah boleh juga disebut sebagai seni transformasi yang mengolah kekuatan imajinasi menjadi kenyataan didalam kehidupan sehari-hari. Kitabah mengubah abstraksi pemikiran dan naluri menjadi deskripsi tekstual, yang bisa diwujudkan lewat bentuk gambar, secara visual, seni kaligrafi, Arstiktur seni reka bentuk bangunan, dan bisa diwujudkan bentuk syair, puisi, dan karya sastra, musik yang kemudian membentuk kebudayaan dan peradaban Islam. Qardhawi, (2009) dalam bukunya, Seni Keindahan Visual, mengatakan:


(15)

Jika jiwa seni adalah rasa adanya keindahan, maka Al Qur'an menggugah dan menegaskannya dalam berbagai topic. Dengan kekuatan dia mengarahkan pandangan kepada hukum "kebaikan" atau "keindahan" yang dititipkan Allah kepada segala sesuatu yang diciptakan agar manusia memandang kepada hukum "manfaat" atau "kegunaan"-nya. Al quran juga mengatur manusia bagaimana menikmati keindahan atau perhiasan dan memanfaatkannya.

Nilai seni Islam menyeruak jagad peradaban manusia, setelah seluruh ekspresi seni kitabah, dalam pandangan Khaldun, menyanyi merupakn paduan selaras antara sajak dan musik dengan mengatur suara secara harmonis, sehingga teratur irama, ritme dan melodinya. Dari sini, paduan syair dan musik dasar yang di timbulkan ritme dan melodi, kian berkembang. Membentuk susunan nada khas

yang terdengar enak, memadukan seluruh keindahan yang dihasilkan. Dalam hal ini kita kaitkan dengan seni rupa bahwa dalam seni rupa pun

terdapat harmonisasi, irama, ritme. Tentu saja memberikan kesenangan kepada manusia. yang berpuncak pada harmonisasi ratio ,naluri, rasa, seni dalam Islam adalah keniscayaan dalam kehidupan, karena manusia menjadi Rahmat atas Alam. Meski sebaliknya berkembang perdebatan tak kunjung usai. Sejak Malik dan Syafi’i penghulu madzhab saling bersoal tentang seni rupa, mulai dari kuraj berbentuk patung unta, sampai qaba-qaba baju lapisan kedua perempuan. perdebatan ini dikarenakan berbagai silang pendapat diantara kritikus seni dan para pemuka agama, seperti yang dikemukakan oleh Guntur, (2006) dalam makalah penelitiannya yaitu, Adakah seni rupa dalam Islam. Meskipun kontroversi yang marak diseluruh dunia baru-baru ini, karena karikatur Nabi Muhammad yang termuat di Koran Denmark, Jyllands-Posten, sesunggsuhnya terdapat perihal yang lebih mendasar, yakni sosok yang disucikan oleh Islam.


(16)

Bagaimana sesungguhnya Islam melihat seni, khususnya seni rupa. Bahwa Islam mengatur kehidupan manusia hingga keaspek terkecilnya, itulah sebabnya pelajaran seni rupa Islam, yang terdiri dari sejarah, konsep, cabang-cabang dan bentuk-bentuknya, maka pelajaran seni rupa Islam cukup logis.

Penulis melihat dan menelaah bahwa seni rupa, dalam hal ini lukisan dan patung, akan selalu bermasalah jika ditinjau dari stigma Islam budaya arab. Ini terlihat dari beberapa hadis yang bersikap tegas melarang gambar dan patung. Di sisi lain Hadist merupakan ajaran Islam yang ke dua setelah Al-quran.

Misalnya saja sebuah hadist yang diriwatkan Muslim, Sesungguhnya orang yang paling berat sisksaannya di Hari Kiamat adalah pelukis. Pelukis dan pematung dianggap mensekutukan dan mendurhakai Allah dengan menyamaratakan sebagai mahluk bernyawa. Dalam riwayat Muslim lain disebutkan, Malaikat tidak akan memasuki rumah yang didalamnya ada gambar patung. Demikianlah sederet dalil yang biasa digunakan untuk mengharamkan gambar dan patung.

Dalam konteks kelahiran Islam dalam ranah budaya Arab, seni rupa dalam bentuk patung erat kaitannya dengan media kemusyrikan. Padahal Islam hendak menegakan ajaran Tauhid dan menghancurkan segala media kemusyrikan. Seni rupa yang dikenal oleh bangsa Arab ketika Islam lahir semata-mata tidak bertujuan sebagai karya seni, tapi sebagai pengkultusan dan sesembahan.

Menurut pendapat para sejarawan muslim terkemuka dalam karyanya. bangsa muslim pada dasarnya tidak mengenal seni budaya dan peradaban. Mereka mengenal seni, setelah keluar dari sarangnya, tanah Hijaz Saudi Arabia


(17)

saat ini. Islam baru bersinggungan dengan seni rupa, musik dan arsitektur. Terutama pada masa Dinasti Ummayah di Damaskus dan Dinasti Abbasiah di Bagdad Irak. Demikian juga tradisi-tradisi keilmuan Islam seperti tafsir, hadist, fikih, ilmu kalam dan tasauf, yang disusun dan pengaruh dari peradaban-peradaban lain.

Setelah Islam menguasai pusat-pusat peradaban, pendapat ekstrim yang melarang seni tidak populer. Sebab pemimpin-pemimpin politik yang berasal dari dinasti-dinasti Islam sangat menikmati kehidupan seni yang sekuler. Dinasti Umayyah memiliki peranan dalam mengembangkan tradisi keilmuan Islam, mulai dari tafsir, hadist, fikih, dan penerjemahan filsafat Yunani. Mereka juga menikmati kehidupan seni musik, tari, rupa dan lain-lain. Sesudahnya Dinasti Abbasiah adalah Zaman keemasan dan menjadi pusat dan peradaban dunia. Sementara ulama pada saat itu tidak berani menolak secara terang-terangan meskipun mengutuk secara diam-diam kehidupan penguasa Islam yang sekuler.

Jadi dapat disimpulkan bahwa mencari pembenaran terhadap seni rupa dalam doktrin Islam adalah pekerjaan sia-sia. Marilah kita menyadari bahwa seni yang sering diklaim sebagai seni Islam bukanlah berasal dari ajaran normatif Islam, tapi dari sisi-sisi histories Islam. Bukankah Islam sebagai sebuah agama yang an-sich?. Kalau kita cermati dari berbagai macam pendapat diatas memang banyak sekali seni peninggalan Islam yang sering kita jumpai arsitektuktur seni bangunan tempat peribadahan begitu sangat membanggakan dan mengagumkan, sampai saat ini masih dapat dinikmati langsung. Nilai-nilai seni Islam sampai kapanpun seni akan terus berkembang seiring perkembangan zaman dan


(18)

teknologi. Maka berangkat dari sejarah dan teori yang ada alangkah baiknya kita sebagai tenaga pengajar seni budaya, untuk melestarikan dan mengembangkan seni rupa bebasis nilai Islam karena peserta didik merupakan generasi penerus di masa yang akan datang.

F. KERANGKA TEORI

Dalam menghadapi berbagai permasalahan yang timbul dipeserta didik, tingkah laku peserta didik yang kompleks, terutama di tingkat Sekolah Menengah Pertama yang berkatagori jiwanya masih labil untuk menentukan sikap dan kemampuannya. Selayaknya guru sebagai tenaga pengajar yang professional dibidangnya, sangat diharapkan untuk meminij minat dan bakat peserta didik khususnya seni rupa.

Diantara lembaga pendidikan yang mempunyai tanggung-jawab moral maupun sosial untuk peserta didik adalah lembaga pendidikan. Karena penyelenggaraan kegiatan pembelajaran disekolah terstruktur dan kontinyu, sesuai dengan jenjang tingkat kependidikannya. Sekolah bukan hanya bertugas sebagai lembaga pendidikan formal, akan tetapi tempat untuk pengembangan manggali potensi minat dan bakat peserta didik. Diharapkan sekolah dapat menjadi motor penggerak atau pelopor untuk membentuk, mengantarkan cita-cita peserta didik untuk menggapai apa yang diinginkan oleh orang tuanya. Sumardjo, (2000: 156).

Nilai estetik atau keindahan karya seni bukan hanya intrinsik seperti pemandangan, melainkan juga ekstrinsik. Nilai keindahan instrinsik adalah nilai bentuk seni yang dapat diindra dengan mata, telinga atau keduanya. nilai bentuk ini kadang juga disebut nilai struktur, yakni bagaimana cara menyusun nilai-nilai ekstrinsiknya atau nilai bahannya.


(19)

Teori ini mengisyaratkan bahwa, formulasi materi pembelajaran seni rupa khususnya harus sesuai dengan tuntutan lingkungan, dan atau salahsatu usaha pembangunan Nasional yaitu pembangunan seluruh masyarakat Indonesia, sebagaimana tertuang dalam tujuan pendidikan Nasional. Kembali kepada permasalahan yang ada khususnya pelaksanaan pendidikan seni rupa, merupakan pelengkap saja, peserta didik sekedar tahu, dengan demikian nilai seni dalam dunia pendidikan hanya permukaanya saja. Padahal kalau melihat dari sejarah para seniman sangat berjasa sekali dalam membantu perjuangan kemerdekaan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena lewat ungkapan sebuah karya seni atau tulisan dapat mengekpresikan apa yang diinginkan oleh seseorang untuk diketahui oleh khalayak. Satu sisi seni merupakan disiplin ilmu yang menohok kepada rasa dan perasaan. Lebih jauhnya akan membentuk prilaku masyarakat. Bukankah dunia pendidikan bercita cita membangun budaya yang bermartabat. Sejatinya nilai-nilai itu terkandung dalam seni dan budaya.

Dari sekian banyak seni yang berkembang di masyarakat mari kita ambil contoh salah satu seni yaitu seni rupa dalam hal ini seni lukis. Melukis adalah mencoretkan atau membubuhkan cat diatas bidang datar. Pembubuhan cat tersebut dapat mengekpresikan berbagai makna atau nilai subjektip dari pelukisnya. Untuk itulah diperlukan gagasan yang kreatif dalam proses pelaksanaan melukis. Namun demikian kretivitas gagasan diperlukan untuk meningkatkan kualitas karya lukisan. Dari salah satu contoh ini penulis mencoba akan mengkaji bagaimana materi pembelajaran seni rupa yang sesuai dengan pengembangan minat dan bakat untuk membuat hasil karya yang mengandung nilai-nilai Islam khususnya di


(20)

SMP Al-Muttaqin Kota Tasikmalaya. Guru selain memberikan tugas yang ada didalamnya tidak saja membantu peserta didik dalam memahami materi melainkan juga dalam rangka memperluas wawasan serta melatih peserta didik mencintai khasanah budaya Islam, diharapkan peserta didik memahami seni rupa sebagai bagian dari kebudayaan yang memiliki nilai-nilai dan simbol-simbol dalam kehidupannya. Seperti yang dikemukakan Sumardjo, (2000: 4):

Simbol bersifat penggambaran. Simbol terdiri dari simbol diskursif dan presentatif. Simbol diskursif merupakan penjelasan sesuatu melalui bahasa tulis dan lisan untuk keperluan komunikasi. Simbol presentasi berupa gambar sebagai bahasa presentasi yang tidak bisa dikatakan. Simbol seni melampui kedua jenis symbol tersebut. Simbol seni bukan sekedar konsep tapi sesuatu yang besipat transeden, sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang tertinggi, sesuatu yang absolut, konsep, makna, nilai kepercayaan, realita idea.

G. METODE PENELITIAN

Dalam hal ini peserta didik dapat mengungkapkan hasil yang diharapkan secara mendalam menggunakan metode sejarah. Tujuan dari penggunaan metode sejarah adalah memperoleh hasil penelitian berupa rekontruksi masa lampau secara sistimatis dan objektif hingga tingkat yang dapat di pertanggung-jawabkan. Metode sejarah itu terdiri dari empat tahapan, yaitu heuristic, kritik, interprestasi dan histobiografi. Tahapan penelitian diawali dengan pencarian data dan pengumpulan sumber atau dikenal dengan istilah heuristic. Heuristik adalah suatu teknik yang membantu kita mencari jejak-jejak sejarah. Heuristik sebuah tahapan atau kegiatan untuk merumuskan atau menghimpun sumber data dan informasi mengenai masalah yang di angkat baik tertulis maupun tidak tertulis hubungannya, dengan dekumen dan artefak yang dsisesuaikan dengan jenis sejarah yang akan ditulis.


(21)

Dalam rangka mengumpulkan sumber tertulis yang relevan dengan tema yang sedang dikaji, maka penulis melakukan studi kepustakaan. Untuk memperlancar penelitian ini, penulis berusaha menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan histories dan biografi.

H. LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN

1. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik kualitatif, yang bertujuan untuk memberikan gambaran keberadaan pembelajaran seni rupa di SMP Al-Muttaqin Kota Tasikmalaya dengan cara mengungkapkan seni rupa berbasis nilai-nilai Islam dan estetiknya kemudian mengkajinya. Kajian dilakukan dengan cara mengumpulkan, menyusun dan menjelaskan kemudian menganalisa data yang ada. “Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif secara naratif. Penelitian kualitatif memiliki karakteristik diantaranya kajian, bersifat naturalistik, analisis induktif, holistic, data kualitatif. Hubungan dan persepsi pribadi, yang dinamis, orientasi keunikan dan empati netral” (Syaodih, 2005: 95).

2. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

a. STUDI PUSTAKA

Langkah awal dari penelitian ini berupa studi pustaka yaitu dengan mencari data tentang hal-hal yang berhubungan dengan pembelajaran seni rupa berbasis nilai-nilai Islam, melalui buku, jurnal, artikel, majalah, bulletin, skripsi, tesis, ensiklopedi, kamus dan data dari internet.


(22)

b. OBSERVASI PARTISIPASI

Langkah berikutnya melakukan pengamatan langsung dilapangan dan ikut berperan serta. Seperti yang dikatakan Wibowo (1994: 30):

Observasi atau pengamatan merupakan teknik pengumpulan data yang melibatkan interaksi sosial anatara peneliti dan subjek dalam suatu penelitian selama pengumpulan data yang dilakukan peneliti secara sistematis tanpa menampakan diri sebagai peneliti.

Mulyana, (2001: 175) mengemukakan pandangannya fungsi dan kelebihan dari penelitian:

Melalui pengamatan berperan serta, peneliti dapat berpartisipasi dalam rutinitas subjek penelitian baik mengamati apa yang mereka lalkukan, mendengar apa yang mereka katakan, dan menanyai orang-orang lainnya di sekitar mereka selama jangka waktu tertentu.

c. WAWANCARA TIDAK BERSTRUKTUR

Untuk memperoleh data yang lengkap guna memperoleh kajian yang naturalistic, holistic kualitatif, dinamis dan unik dilakukan wawancara tidak berstruktur. Wawancara ini bersifat luwes disesuaikan dengan kebutuhan situasi dan kondisi.”Wawancara tidak berstruktur sering juga disebut wawancara

mendalam, wawancara intensif atau wawancara terbuka” (Mulyana, 2001: 180). Wawancara dilakukan juga secara terarah dan tidak terarah. wawancara tidak terarah adalah wawancara yang bersifat santai, bebas dan

memberikan kesempatan yang ditanyakan sesuai dengan pengalaman yang dimilikinya. Adapun responden yang peneliti wawancarai adalah:

1. Drs.Jenal Alpurqon, M.Pd, umur 45 tahun sebagai Kepala Sekolah.

2. Anang Rusmana, S.Pd, umur 38 tahun, Asep Hilman, S.Ag, umur 43 tahun, Tatang Pahat. S.Pd, umur 36 tahun sebagai guru Seni Budaya.


(23)

3. Ir. Pipit Puspitasari, umur 52 tahun sebagai Ketua Komite Sekolah. 4. Peserta didik secara acak kelas VII, VII dan IX.

d. DEKUMENTASI

Untuk melengkapi, memperjelas dan mempermudah analisis kajian lewat visual yang disertakan dokumentasi foto-foto yang diperlukan. Adapun data-data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi:

(1) Data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumber dimana penelitian ini dilaksanakan. (2) Data sekunder, yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian yang berhubungan dengan permasalahan yang penulis bahas.

I. SISTEMATIKA PENULISAN J. BAB I: PENDAHULUAN

Terdiri dari Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian Telaah Pustaka, Kerangka Teori, Metode Penelitian, Langkah-langkah Penelitian, Sistematika Penulisan.

b. BAB II: LANDASAN TEORI / KAJIAN PUSTAKA

Terdiri dari konsep/teori dan pendapat yang menjadi landasan dalam penelitian ini. Prawira, (2008: 13) menyampaikan pandangannya:

Landasan teori adalah yang relevan yang dapat digunakan untuk menjelaskan tentang variabel yang akan diteliti, sebagai dasar untuk memberi jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang di ajukan/dihipotesis serta penyusunan instrument penelitian

c. BAB III: KEDUDUKAN MATA PELAJARAN SENI BUDAYA DALAM STRUKTUR KURIKULUM


(24)

Menjelaskan perihal kedudukan mata pelajaran Seni Budaya dalam kelembagaan formal, memberikan ilustrasi tentang fenomena pelajaran ini secara eksistensi, serta kendala dalam pembelajaran ke anak didik. Analisa yang kami tawarkan lebih kepada studi kasus.

d. BAB IV: METODOLOGI PENELITIAN

Menjelaskan tentang metode apa yang akan digunakan dalam penelitian, menentukan sumber data, teknik pengumpulan data dan jenis instrumen, penyususnan dan analisis data.

e. BAB V: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Menjelaskan apa, bagaimana dan mengapa hasil penelitian ini diperoleh serta menjelaskan hasil penelitian di SMP Al-Muttaqin Kota Tasikmalaya. Dilakukan pembahasan pendapat peneliti setelah membandingkan teori dan penerapan teori tersebut dalam bentuk uraian.

f. BAB VI: KESIMPULAN DAN SARAN

Merupakan penyimpulan yang ditarik atas dasar pembahasan dan hasil temuan penelitian. Sebagai acuan dalam penyusunan kesimpulan hendaknya peneliti memahami penelitian secara keseluruhan sebagai suatu sistem, memahami tujuan penelitian yang akan dicapai membedakan antara temuan penelitian dan kesimpulan, menarik kesimpulan dari pembahasan, memiliki cara tertib, teratur dan terarah.

Yang dipermasalahkan adalah belum tersedianya tenaga ahli dibidang seni yang berbasis nilai Islam dan belum tersusunnya KTSP seni rupa untuk SMP/MTS yang berbasis Islam. Masalah ini pernah disampaikan Syamsi (2003):


(25)

Kaum Muslim harus mampu mengartikulasikan nilai-nilai etika Islam dalam kehidupan praktis-operasional, misalnya dalam bidang kesenian jangan sampai Islam terkesan sebagai penjara bagi kreasi dan inovasi manusia, hanya karena penafsiran sebagian kaum Muslim.

Berangkat dari permasalahan yang ada, dan memperhatikan tingkat keterbatasan proses penelitian ini hanya membatasi terhadap permasalahan penyusunan materi pembelajaran seni budaya pokok bahasan seni rupa berbasis nilai Islam ditingkat SMP Al-Muttaqin Kota Tasikmalaya. Setelah penulis

kemukakan kondisi objektif lingkungan Kota Tasikmalaya dan SMP Al-Mmuttaqin Kota Tasikmalaya, maka perlu dijelaskan dan diteliti, apakah

materi pembelajaran seni budaya pokok bahasan seni rupa berdasarkan kontek sekolah Islam, dalam membuat hasil karya yang Islami. Sehubungan dengan banyaknya masalah, maka akan memfokuskan pada materi pembelajaran yang memberikan kontribusi bagi pesera didik, dengan demikian dalam penelitian kami uraikan dalam tiga pertanyaan diantaranya: Bagaimana materi pembelajaran seni rupa di SMP Al-Muttaqin Kota Tasikmalaya. Bagaimana persepsi guru seni rupa di SMP Al-Muttaqin terhadap nilai Islam dalam materi pembelajaran seni rupa.Bagaimana nilai Islami dalam materi pembelajaran seni rupa di SMP Al-Muttaqin Kota Tasikmalaya.


(26)

BAB III

KEDUDUKAN MATA PELAJARAN SENI RUPA BERBASIS

NILAI ISLAM DALAM STRUKTUR KURIKULUM

Perbedaan mendasar antara seni dan ilmu sangat mendasar, seni menyangkut penghayatan hasil dari sebuah penemuan estetik. Sedangkan ilmu merupakan pemahaman rasional empiris terhadap keilmuan itu sendiri. Seni menghasilkan sesuatu yang belum ada menjadi ada. Sedangkan ilmu sesuatu berdasarkan kepada sesuatu yang ada dengan pendekatan intelegensi, analisis yang bersipat material. Pendekatan seni mengarah kedalam batin manusia, sementara ilmu merupakan observasi pengamatan yang berjarak dengan objek. Maka timbul pertanyaan mendasar tentang eksistensi matapelajaran seni budaya dilembaga pendidikan formal. Apakah pengajar memberikan keilmuan teori atau wacana tentang seni budaya kepada peserta didik? Siapakah yang bertanggung jawab?.

Sebuah institusi pendidikan sebagai kawah candradimuka berbagai macam disiplin ilmu dan salahsatu didalamnya seni budaya. Hakekatnya institusi pendidikan harus mempertanggungjawabkan kepada yang dikerjakan selama ini supaya peserta didik, menjadi generasi yang cerdas dan berbudaya. Untuk itu seni budaya sebagai salah satu bagian dari kurikulum selayaknya diperlakukan yang sama dengan mata pelajaran lain. malahan dalam mata pelajaran ini ada lebihnya yaitu menohok kesisi batin. Sementara tata nilai atau prilaku justru munculnya dari sisi ini.


(27)

Struktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Kedalaman muatan kurikulum pada setiap mata pelajaran pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi yang harus dikuasai peserta didik sesuai dengan beban belajar yang tercantum dalam struktur kurikulum. Kompetensi yang dimaksud terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi dasar yang nantinya dikembangkan berdasarkan kompetensi lulusan. Kurikulum SMP/MTs meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama tiga tahun mulai kelas VII sampai dengan kelas IX.

Tabel berikut memperlihatkan kedudukan mata pelajaran seni budaya dengan alokasi waktu beban belajarnya disetiap tingkatan.

A. STRUKTUR KURIKULUM SMP/MTS

TABEL 3.1

STRUKTUR KURIKULUM SMP/MTS

Komponen Alokasi Waktu

Semester 1 Smester 2 Mata Pelajaran

Pendidikan Agama

2 2

Pendidikan Kewarganegaraan 2 2

Bahasa Indonesia 4 4

Bahasa Inggris 2 2

Matematika 4 4

Fisika 2 2

Biologi Kimia 2 2 2 2 Sejarah Geografi Ekonomi Sosiologi 1 1 2 2 1 1 2 2


(28)

Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 2 2

Teknologi Informasi dan Komunikasi 2 2

Muatan Lokal /Mulok 1. Bahasa Sunda 2. Ekonomi Sayariah

2 2

2 2

Pengembangan Diri 2*) 2*)

Jumlah 36 36

Sumber: Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional, No. 22 tahun 2006, Tanggal 23 Mei 2006 Pada Struktur Kurikulum SMP/MTs, mata Pelajaran Seni Budaya menempati urutan 13 dengan jumlah 2 jam pelajaran (@ 45 menit ) din semester 1 (satu) dan 2 (dua).

Dari uraian tentang Landasan Pengembangan Kurikulum dan Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum, dapat kita ketahui, bahwa; Pertama, kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam seluruh kegiatan pendidikan karena menentukan proses pelaksanaan dan hasil pendidikan. Pengembangan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan atas hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam; Kedua, Kurikulum memiliki tanggung jawab mentransmisikan dan menafsirkan warisan sosial budaya kepada generasi muda. Dengan demikian, sekolah sebagai suatu lembaga sosial dapat mempengaruhi dan membina tingkah laku siswa sesuai dengan berbagai nilai sosial yang ada dalam masyarakat, sejalan dengan peranan pendidikan sebagai suatu proses sosial. Ketiga, Struktur kurikulum SMP/MTs dalam KTSP memberikan peluang yang luas pada mata pelajaran seni budaya dengan alokasi waktu dua jam pelajaran setiap minggunya dalam setiap semester di kelas VII,VIII, dan IX.


(29)

B. SILABUS SENI BUDAYA

Silabus merupakan rancangan pelajaran yang merangkum semua pengalaman belajar yang disediakan bagi peserta didik di sekolah. Dalam silabus terintegrasi filsafat, nilai-nilai, pengetahuan, dan aktifitas peserta didik. Silabus disusun oleh para ahli pendidikan sesuai dengan bidang keahliannya. Pandangan ini disusun dengan maksud memberi pedoman kepada guru, dalam proses pembelajaran kepada peserta didik, mencapai tujuan yang dicita-citakan oleh peserta didik sendiri, keluarga maupun masyarakat.

Istilah silabus dapat didefinisikan sebagai “Garis besar, ringkasan, ikhtisar, atau pokok-pokok isi atau materi pelajaran“ (Salim, 1987: 98). Istilah silabus digunakan untuk menyebut suatu produk pengembangan kurikulum berupa penjabaran lebih lanjut dari Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang ingin dicapai, dan materi pokok serta uraian materi yang perlu dipelajari peserta didik dalam rangka mencapai SK dan KD. Seperti diketahui, dalam pengembangan kurikulum dan pembelajaran, terlebih dahulu perlu ditentukan SK yang berisikan kebulatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang ingin dicapai, materi yang harus dipelajari, pengalaman belajar yang harus dilakukan, dan sistem evaluasi untuk mencapai pengembangan SK. Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran dengan tema tertentu yang mencakup SK, KD, Materi Pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu dan sumber belajar.

Silabus bermanfaat sebagai pedoman dalam pengembangan pembelajaran lebih lanjut, seperti pembuatan rencana, pengelolaan kegiatan pembelajaran, dan


(30)

pengembangan sistem penilaian. Silabus juga bermanfaat sebagai pedoman untuk merencanakan pengelolaan kegiatan pembelajaran, misalnya kegiatan belajar secara klasikal, kelompok kecil, atau pembelajaran secara individual. Demikian pula, silabus sangat bermanfaat untuk mengembangkan sistem penilaian. Dalam pelaksanaan proses pembelajaran berbasis kompetensi sistem penilaian selalu mengacu pada SK, KD dan indikator yang terdapat didalam silabus.

C. LANDASAN PENGEMBANGAN MATERI SENI BUDAYA

Kurikulum sebagai salahsatu substansi pendidikan perlu didesentralisasikan terutama dalam pengembangan materi pembelajaran dan pelaksanaannya yang disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan peserta didik, keadaan sekolah dan kondisi sekolah atau daerah. Dengan demikian, sekolah atau daerah memiliki cukup kewenangan untuk merancang dan mengembangkan materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran. Landasan formal pengembangan materi pembelajaran tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dijelaskan.

Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan dibawah supervisi Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab terhadap pendidikan untuk TK, SMP, SMA, dan SMK, serta departemen yang menangani


(31)

urusan pemerintahan dibidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK (Pasal 17 ayat 2).

Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materiajar, metode pembelajaran, sumber belajar, dan panilaian hasil belajar (pasal 2).

Berdasarkan ketentuan diatas, daerah atau sekolah memiliki ruang gerak yang luas untuk melakukan modifikasi dan mengembangkan penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan keadaan, potensi, dan kebutuhan daerah, serta kondisi peserta didik.

Sesuai dengan petunjuk yang dibuat oleh BNSP, pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah sekolah atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), dan Dinas Pendidikan. Apabila guru kelas atau guru mata pelajaran karena sesuatu hal belum dapat melaksanakan pengembangan silabus secara mandiri, maka pihak sekolah dapat mengusahakan untuk membentuk kelompok guru kelas atau guru mata pelajaran untuk mengembangkan silabus yang akan dipergunakan oleh sekolah tersebut. Selain dari beberapa sekolah atau sekolah dalam sebuah yayasan lembaga pendidikan dapat bergabung untuk menyusun silabus. Hal ini dimungkinkan sebab sekolah dan komite sekolah karena sesuatu hal belum dapat melaksanakan penyusunan silabus. Kelompok sekolah ini juga dapat meminta bimbingan teknis dari perguruan tinggi, LPMP, dan lembaga terkait seperti Balitbang Depdiknas dalam menyusun silabus. Selanjutnya Dinas


(32)

Pendidikan dapat memfasilitasi penyusunan silabus dengan membentuk sebuah tim yang terdiri dari para guru yang berpengalaman dibidangnya masing-masing.

D. PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN MATERI SENI BUDAYA Untuk memperoleh materi pembelajaran yang baik, dalam penyusunan materi pembelajaran perlu memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:

(a) Ilmiah: Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Di samping itu, strategi pembelajaran yang dirancang dalam silabus perlu memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran dan teori belajar.

(b) Relevan: cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi dalam silabus harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional dan spiritual peserta didik. Prinsip ini mendasari pengembangan silabus, baik dalam pemilihan materi pembelajaran, strategi dan kegiatan dalam kegiatan pembelajaran, penetapan waktu, strategi penilaian maupun dalam mempertimbangkan kebutuhan media dan alat pembelajaran. Kesesuaian antara isi dan pendekatan pembelajaran yang tercermin dalam materi pembelajaran dan kegiatan pembelajaran pada silabus dengan tingkat pengembangan pesertadidik akan mempengaruhi kebermaknaan pembelajaran.

(c) Sistematis: Komponen-komponen materi pemebelajaran saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar merupakan acuan utama dalam pengembangan silabus.


(33)

Dari kedua komponen ini, ditentukan indikator pencapaian, dipilih materi pembelajaran yang diperlukan, strategi pembelajaran yang sesuai, kebutuhan waktu dan media, serta teknik dan instrumen penilaian yang tepat untuk mengetahui pencapaian kompetensi tersebut.

(d) Konsisten: Adanya hubungan yang konsisten antara kompetensi dasar, indikator, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, serta teknik dan instrumen penilaian. Dengan prinsip konsistensi ini, pemilihan materi pembelajaran, penetapan strategi dan pendekatan dalam kegiatan pembelajaran, penggunaan sumber dan media pembelajaran, serta penetapan teknik dan penyusunan instrumen semata-mata diarahkan pada pencapaian kompetensi dasar dalam rangka pencapaian standar kompetensi.

(e) Memadai: Cakupan indikator, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar. Dengan prinsip ini, maka tuntutan kompetensi harus dapat terpenuhi dengan pengembangan materi pembelajaran dan kegiatan pembelajaran yang dikembangkan. Sebagai contoh, jika standar kompetensi dan kompetensi dasar menuntut kemampuan menganalisis suatu objek belajar, maka indikator pencapaian kompetensi, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran dan teknik serta instrumen penilaian harus secara memadai mendukung kemampuan untuk menganalisis.

(f) Aktual dan Kontekstual: Cakupan indikator, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata dan


(34)

peristiwa yang terjadi. Banyak fenomena dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan materi dan dapat mendukung kemudahan dalam mengusai

kompetensi perlu dimanfaatkan dalam pengembangan pembelajaran. Disamping itu, penggunaan media dan sumber belajar berbasis teknologi

informasi, seperti komputer dan internet perlu dioptimalkan, tidak hanya untuk pencapaian kompetensi, melainkan juga untuk menanamkan kebiasaan mencari informasi yang lebih luas kepada peserta didik.

(g) Fleksibel: Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman peserta didik, serta dinamika perubahan yang terjadi disekolah dan kebutuhan masyarakat. Fleksibilitas silabus ini memungkinkan pengembangan dan penyesuaian silabus dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat.

(h) Menyeluruh: Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi, baik kognitif, afektif, maupun psikomotor. Prinsip ini hedaknya dipertimbangkan, baik dalam mengembangkan materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, maupun penilaiannya. Kegiatan pembelajaran dalam silabus perlu dirancang sedemikin rupa sehingga peserta didik memiliki keleluasaan untuk mengembangkan kemampuannya, bukan hanya kemampuan kognitif saja, melainkan juga dapat mempertajam kemampuan afektif dan psikomotoriknya serta dapat secara optimal melatih kecakapan hidup (life skill).

(i) Komponen materi pembelajaran: Materi pembelajaran merupakan salahsatu penjabaran kurikulum. Produk pengembangan kurikulum ini memuat


(35)

pokok-pokok pikiran yang memberikan rambu-rambu dalam memberikan tiga pertanyaan mendasar dalam pembelajaran, yakni:

1. Kompetensi apa yang hendak dikuasai peserta didik.

2. Bagaimana memfasilitasi peserta didik untuk mengusai kompetensi. 3. Bagaimana mengetahui tingkat pencapaian kompetensi oleh peserta didik.

Dari sini jelas bahwa materi pembelajaran memuat pokok-pokok kompetensi dan materi, pokok-pokok strategi pembelajaran dan pokok-pokok penilaian.

Pertanyaan mengenai kompetensi yang hendaknya dikuasai peserta didik dapat terjawab dengan menampilkan secara sistematis, mulai dari standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator pencapaian kompetensi serta hasil identifikasi materi pembelajaran yang digunakan. Pertanyaan mengenai bagaimana memfasilitasi peserta didik agar mencapai kompetensi, dijabarkan dengan mengungkapkan strategi, pendekatan dan metode yang akan dikembangkan dalam kegiatan pembelajaran. Pertanyaan mengenai bagaimana ketercapaian kompetensi dapat dijawab dengan dengan menjabarkan instrumen penilaian. Di samping itu, perlu pula diidentifikasi ketersediaan sumber belajar sebagai pendukung pencapaian kompetensi.

E. KOMPONEN MATERI SENI BUDAYA

Komponen pokok dari silabus yang lazim digunakan terdiri dari 3 (tiga) komponen, yaitu: (1) Komponen pokok (2) Komponen kegiatan pembelajaran; dan (3) Komponen pendukung.


(36)

Komponen yang berkaitan dengan kompetensi yang hendak dikuasai, meliputi: (1) Standar Kompetensi, (b) Kompetensi Dasar; (b) Indikator, (c) Materi Pembelajaran. Komponen yang berkaitan dengan cara menguasai kompetensi, memuat pokok-pokok kegiatan dalam pembelajaran. Komponen yang berkaitan dengan cara mengetahui pencapaian kompetensi, mencakup teknik penilaian yang terdiri dari jenis penilaian, bentuk penilaian dan Instrumen penilaian.

Kompetensi pendukung, terdiri dari: (a) Alokasi waktu dan (b) Sumber belajar.

Sesuai dengan landasan yuridis di atas, maka pengembangan silabus satuan pendidikan mengacu pada dua hal. Acuan yang pertama adalah acuan yang telah ditetapkan secara nasional dan harus diikuti, yang kedua jika satuan pendidikan mengalami kesulitan dalam pengembangan kurikulum satuan pendidikan maka contoh, model dan panduan tersebut dapat dijadikan pedoman. Untuk memperjelas uraian tersebut di atas, dapat digambarkan dalam matrik pada tabel berikut:

SILABUS

Nama Sekolah :... Mata Pelajaran :... Kelas :...

Alokasi Waktu :...

Standar Kompetensi :... TABEL 3.2

SUSUNAN KOMPONEN PADA SILABUS

Kompetensi Dasar

Materi Pembelajaran

Kegiatan

Pembelajaran Indikator Penilaian

Alokasi Waktu

Sumber/ Alat/Bahan


(37)

Sumber : Panduan Umum Pengembangan Silabus, Departemen Pendidikan Nasional, 2008

TABEL 3.3

PEMBAGIAN KEWENANGAN PENGEMBANGAN SILABUS No. Kewenangan Komponen

1. Pemerintah 1. Standar Kompetensi ( SK ) 2. Kompetensi Dasar ( KD ) 2. Sekolah/Guru Materi Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran Indikator

Penilaian Alokai Waktu

Sumber / Alat Belajar

Sehubungan dengan hal tersebut maka berikut ini adalah dokumen yang akan dikembangkan oleh pemerintah pusat yang dijadikan acuan oleh satuan pendidikan untuk mengembangkan materi pembelajaran.

Dokumen yang harus diikuti oleh masing-masing satuan pendidikan yang merupakan pedoman dalam pengembangan materi pembelajaran disatuan pendidikan yang sifatnya telah ditetapkan secara nasional adalah: Kerangka dasar dan Struktur Kurikulum, Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Beban belajar dan kalender pendidikan. Dokumen yang dapat dijadikan panduan dalam pengembangan kurikulum di satuan pendidikan.

Dokumen lain yang dapat dijadikan acuan dalam pengembangan silabus disatuan pendidikan antara lain adalah: Contoh silabus, bahan ajar, model Satuan kredit semester, model sekolah standar mandiri, model kegiatan belajar mengajar,


(38)

model penilaian, model tematis dikelas awal SD, model diversifikasi kurikulum, model pembelajaran pembiasaan, model pembelajaran terintegrasi untuk mata pelajaran Ilmu pengetahuan alam dan mata Ilmu pengetahuan sosial pelajaran di SLTP/SLTA. Materi pembelajaran merupakan satuan pendidikan untuk semua mata pelajaran seni budaya merupakan jabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar kedalam indikator, waktu yang diperlukan untuk mencapai kompetensi dasar. Pengalaman belajar (learning experience) yang bisa diselenggarakan oleh guru untuk peserta didik, penilaian untuk kompetensi dasar dan indikatornya serta sumber belajar yang disarankan.

Dengan memperhatikan uraian di atas tentang landasan silabus, prinsip-prinsip silabus dan komponen silabus, dapat kita ketahui bahwa; Pertama, guru menjadi titik sentral sebagai ujung tombak di sekolah dalam mengembangkan silabus. Keberhasilan belajar mengajar antara lain ditentukan oleh kemampuan profesional dan pribadi guru. Oleh karena itu pengembangan silabus harus bertitik tolak dari dalam kelas. Guru hendaknya mengusahakan gagasan kreatif dan melakukan ujicoba materi pembelajaran dikelasnya. Ini merupakan suatu fase penting dalam upaya mengembangkan silabus, disamping sebagai unsur penunjang administrasi secara keseluruhan, Kedua, silabus bersifat dinamis dan senantiasa menuntut kemampuan para pelaksana dan pengelola pendidikan untuk mengembangkannya, sehingga materi pembelajaran sebagai program pendidikan akan mampu memberi warna terhadap kualitas pendidikan. Pengembangan silabus pada tingkat manapun harus mengacu pada aturan yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP). Ketiga, silabus sebagai program pendidikan


(39)

memiliki peluang dan bahkan dituntut untuk terus menerus dikembangkan agar sesuai dengan kehidupan nyata sehari-hari yang senantiasa mengalami perkembangan dan perubahan. Pada umumnya dikenal dua pendekatan pengembangan silabus: (1) top down approach, yaitu pengembangan silabus yang dilakukan oleh pihak pengambil kebijakan (pemerintah/pejabat) ditingkat atas, dan (2) grass roots approach, yaitu pengembangan silabus yang dilakukan atas inisiatif dari pihak bawah (sekolah). Dengan diberlakukannya KTSP, maka harus dilakukan pengembangan silabus menggunakan cara yang keempat, setiap pengembangan materi pembelajaran selain harus berpijak pada sejumlah landasan, juga harus menerapkan prinsip-prinsip tertentu. Dengan adanya prinsip tersebut, setiap pengembangan materi pembelajaran diikat oleh ketentuan atau hukum sehingga dalam pengembangannya mempunyai arah yang jelas sesuai dengan prinsip yang telah disepakati.

NILAI-NILAI ISLAM DALAM SENI RUPA a. SEJARAH SENI KALIGRAFI ISLAM

Al-Qur'an selalu memainkan peranan utama dalam perkembangan tulisan Arab. Keperluan untuk merekap al-Qur'an memaksa memperbaharui tulisan mereka dan memperindahnya sehingga ia pantas menjadi wahyu Ilahi. Al-Qur'an diturunkan kepada Nabi Muhammad dalam bahasa Arab dengan perantaraan malaikat Jibril. Baginda menerima wahyu dan menyiarkannya sampai wafat pada tahun 632 M, sesudah itu wahyu tidak turun lagi dan penyebarannya dari orang


(40)

mukmin yang satu kepada yang lain secara lisan oleh para Huffaz (mereka yang hafal Al-Qur'an).

Pada tahun 633, sejumlah huffaz ini terbunuh dalam peperangan yang timbul setelah wafatnya Nabi. Ini memberikan peringatan kepada kaum Muslimin, khususnya Umar bin Khatab. Umar mendesak Khalifah pertama Abu Bakar supaya mengerjakan penulisan al-Qur'an.Juru tulis Nabi, Zayd bin Thabit diperintahkan menyusun dan mengumpulkan wahyu ke dalam sebuah kitab, yang kemudian ditetapkan oleh Khalifah ketiga, Usman, pada tahun 651. Penyusunan yang disucikan ini kemudian disalin kedalam empat atau lima edisi yang serupa dan dikirim kewilayah-wilayah Islam yang penting untuk digunakan sebagai naskah kitab yang baku.

Salah satu sekian banyak sabda mengenai kaligrafi yang dipandang berasal dari Nabi Muhammad saw adalah:

"Tuhan menulis agar kebenaran tampak nyata". Oleh karena itu tidak mengejutkan, apabila para ahli kaligrafi diayomi dan dihargai demikian tinggi

sepanjang sejarahnya, menjadi faktor paling penting sebagai

penghubung sesama kaum Muslimin, dan mewujudkan diri dalam seluruh

cabang seni Islam,sebagaimana ilustrasi-ilustrasi berikut.

Al-Qur'an, yang merupakan firman Tuhan dan menyentuh setiap segi penghidupan orang Islam, selalu menjadi obyek pengabdian dan pusat perhatian bagi kegeniusan seni Islam. Hal ini tidak saja membuat kaligrafi terangkat ketingkat seni suci, melainkan memb'iat ratusan al-Qur'an yang amat bagus banyak tersalin sebagai hasil yang menjadi bukti tentang kebesaran seni Islam itu sendiri

Sesuai dengan itu, seluruhnya halaman al-Qur'an kaya dengan beragam ilustrasi seperti tampak berikut ini. Pada saat yang sama, kekayaan dan kekompleksan seni kaligrafi hanya dapat diapresiasi melalui kajian terhadap semua inskripsi yang ada pada bata, batu, kuningan, genting, tembikar, kayu dan


(41)

bahan-bahan lain, dan dilengkapi dengan kajian terhadap tulisan dan gaya non-Qur'ani yang dikembangkan dalam berbagai masa oleh tangan para ahli kaligrafi ulung.

b. SENI DAN ESTETIKA

Gazalba, didalam bukunya “Mesjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam”, menyatakan bahwa soal keindahan adalah soal kesenian. Seni adalah semua yang menimbulkan rencana keindahan atau keharuan dan semua yang diciptakan untuk melahirkan rencana itu. Rencana itu melahirkan kesenangan dan bertujuan kesenangan (Gazalba, 1975: 206). Sementara itu, Jerome Stolnitz menyatakan, ”Aesthetics has often been described as the philosophical study of beauty and ugliness” (Stolnitz dalam Edwards dalam Gie, 1996: 26).

Keindahan ini, menurut Gazalba, walaupun tidak identik, berhubungan mesra dengan kebaikan. Dalam hal ini, estetika berkaitan erat dengan etika; yang baik itu indah, yang indah itu baik. Aristoteles dalam bukunya ”Rhetorica” merumuskan keindahan dengan kalimat, ”that which being good is also pleasant”, yaitu sesuatu yang selain baik juga menyenangkan (Gie, 1996: 13). Jika ditelusuri dari asal kata ’beauty’ dalam bahasa Latin, yaitu ’bonum’ yang berarti kebaikan, maka tampaklah bahwa makna beauty (keindahan) berkaitan dengan pengertian kebaikan (Gie, 1996: 17). Lebih jauh, dalam hubungannya dengan agama, akan nyata pula hubungan yang erat antara agama dengan seni, sebagaimana eratnya hubungan antara agama dan etika. Hal ini diperkuat dengan adanya sebuah teori ilmu kebudayaan yang berpendapat bahwa seni lahir dari agama (Gazalba, 1975: 206-207). Didalam kebudayaan yang sederhana hingga yang tinggi tingkatnya,


(42)

misalnya kebudayaan Bali, akan tampak bahwa seni berfungsi sebagai pernyataan agama. Ciptaan-ciptaan seni banyak yang lahir oleh rangsangan rasa agama, dan rasa agama yang menjelma menggerakkan rasa seni untuk mencipta (Gazalba, 1975: 208).

c. SENI RUPA ISLAM NUSANTARA

Seberapa besarkah pengaruh Islam terhadap kesenian di Indonesia? Ada anggapan, kedatangan Islam dikepulauan Nusantara takbanyak mempengaruhi aspek-aspek kesenian yang ada di negeri ini, kecuali kaligrafi dan arsitektur masjid.

Pada zaman Islam, saat mayoritas penduduk Indonesia telah memeluk Islam, negeri kepulauan ini seolah-olah takpunya hasil-hasil seni yang mengesankan seperti pada zaman megalitikum, dimana terdapat kebudayaan batu besar yang halus dan keahlian membuat perkakas upacara dari perunggu. Tapi, apakah yang dimaksud dengan kesenian Islam? Apakah Islam itu mengajarkan kesenian, sebagaimana kita dapati dalam Hinduisme, Buddhisme, atau Katolik Roma?

Mari kita berupaya untuk memahami hubungan antara agama dan seni, dan mencoba mencairkan ketegangan yang ada diantara dua wilayah ini. Pertama, tinjauan seputar terminologi. Apakah yang dimaksud dengan seni rupa Islam? Seni rupa dan Islam adalah dua kategori yang berbeda. Seni rupa, sejauh cakupan makna yang membatasinya, tentu tak akan melampaui wilayah yang lebih besar


(43)

daripada budaya, karena seni adalah bagian dari kebudayaan manusia. Seni rupa adalah kreasi manusia, yang artinya berasal dari kebebasan manusia untuk berkarya. Islam, berbeda dengan seni, bukanlah kebudayaan yang merupakan hasil kreasi manusia. Islam adalah seperangkat aturan dari Allah yang diturunkan kepada manusia agar mencapai keselamatan di dunia dan akhirat.

Karena Islam bukan kebudayaan, maka yang disebut “kesenian Islam” tentunya tidak mengacu kepada jenis budaya tertentu yang bersifat lokal atau etnik, seperti kesenian Bali (contohnya, lukisan Bali) atau kesenian Timur Tengah (semisal orkes gambus). Yang dinamakan kesenian Islam tentunya kesenian yang setidaknya tidak mengandung nilai-nilai yang bertentangan dengan akidah maupun akhlak Islam. Kesenian ini bisa berupa apa saja sesuai konteks geokultural tempat kesenian itu berasal, juga sesuai komunitas pendukungnya (tradisional, modern, atau kontemporer). Dia bisa berupa kesenian lokal seperti lukisan kaca khas Cirebon atau pun instalasi karya alumni perguruan tinggi seni.

Karena Islam bukanlah entitas budaya tertentu, akan lebih tepat bila menjelaskan kesenian yang dimaksud secara adjektival yaitu sebagai “kesenian

yang islami”. Kesenian yang dimaksud mengandung atau setidaknya takmenyalahi nilai-nilai Islam, meski takberasal dari etnik atau komunitas yang

berafiliasi dengan agama Islam. Tari perut, meski berasal dari daerah berpenduduk muslim di Timur Tengah, bukanlah kesenian yang islami karena bertentangan dengan nilai-nilai akhlak Islam.


(44)

2. POTENSI SENI B a. PETA WILAYA

b. SEJARAH KOT

dibagian timur. Kota dibagi lagi menjadi e merupakan Ibukota K administratif, dan sej Undang-undang Nom

Tasikmalaya m maksimal misalnya pemerintah Kota Tasi para pengrajin Tasik berkembang menjadi

I BUDAYA ISLAM TASIKMALAYA AH KOTA TASIKMALAYA

TA TASIKMALAYA

Kota Tasikmalaya, adalah sebuah k Jawa Barat, Indonesia. Terletak 106 km seb Bandung, wilayah kota ini terbentang d Indihiang dibagian barat sampai ke Kecam ta Tasikmalaya ini terdiri atas sepuluh (10) k i enam puluh sembilan (69) kelurahan. Sebelu

Kabupaten Tasikmalaya, kemudian ditingkatk sejak tanggal 21 Juni 2001 ditetapkan menja

mor 10 Tahun 2001.

a memiliki berbagai potensi yang belum dikem a industri bordir yang sudah mendunia, t asikmalaya mulai membuat suatu tempat pamer sik, yang berlokasi di Kawalu. Sekarang k di salah satu pusat perdagangan di Jawa Barat.

kota di Provinsi ebelah timur Kota dari Kecamatan matan Cibeureum kecamatan, yang elumnya, kota ini atkan menjadi kota njadi kota dengan

embangkan secara , tetapi sekarang eran bordir untuk kota ini sedang


(45)

Tasikmalaya dikenal sebagai kota santri, khususnya di-era sebelum 1980-an karena hampir diseluruh diwilayah ini tersebar pondok pes1980-antren y1980-ang mengajarkan agama Islam, baik pondok besar maupun kecil, bahkan melahirkan tokoh perjuangan nasional diantaranya adalah Zainal Mustafa.

Sejarah berdirinya Kota Tasikmalaya sebagai daerah otonomi tidak terlepas dari sejarah berdirinya Kabupaten Tasikmalaya sebagai daerah kabupaten induknya. Maka rangkaian sejarah ini merupakan bagian dari rangakaian perjalanan Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya sampai terbentuknya Pemerintah Kota Tasikmalaya.

Pada waktu A. Bunyamin menjabat sebagai Bupati Tasikmalaya tahun 1976 sampai dengan 1981 tonggak sejarah lahirnya Kota Tasikmalaya dimulai denngan diresmikannya Kota Administratif Tasikmalaya melalui peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1976 oleh Menteri Dalam Negeri H. Amir Machmud. Peristiwa ini ditandai dengan penandatangan prasasti yang sekarang terletak didepan gedung DPRD Kabupaten Tasikmalaya. Pada waktu yang sama dilantik pula Walikota Administratif Pertama yaitu Drs. H. Oman Roosman oleh Gubernur KDH Tingkat I Jawa Barat H. Aang Kunaefi. Pada awal pembentukannya, wilayah Kota Administratif Tasikmalaya meliputi tiga (3) Kecamatan yaitu Cipedes, Cihideung, dan Tawang dengan jumlah desa sebanyak tiga belas (13) desa.

Berkat perjuangan unsur Pemerintahan Kabupaten Tasikmalaya yang dipimpin Bupati saat itu H. Suljana WH beserta tokoh masyarakat Kabupaten Tasikmalaya dirintislah pembentukan Kota Tasikmalaya dengan lahirnya tim


(46)

sukses pembentukan Pemerintahan Kota Tasikmalaya yang diketuai oleh H. Yeng Ds. Partawinata SH. bersama tokoh - tokoh masyarakat lainnya. Melalui proses panjang akhirnya dibawah pimpinan Bupati Drs. Tatang Farhanul Hakim, pada tanggal 17 Oktober 2001 melalui Undang-undang Nomor 10 Tahun 2001, Kota Tasikmalaya diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden RI di Jakarta bersama-sama dengan Kota Lhokseumawe, Kota Langsa, Kota Padang Sidempuan, Kota Prabumulih, Kota Lubuk Linggau, Kota Pagar Alam, Kota Tanjung Pinang, Kota Cimahi, Kota Batu, Kota Singkawang, dan Kota Bau-Bau.

Undang-undang Nomor 10 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Tasikmalaya, telah mengantarkan Pemerintah Kota Administratif Tasikmalaya melewati pintu gerbang Daerah otonom Kota Tasikmalaya untuk menjadi daerah yang mempunyai kewenangan untuk mengatur rumah tangga sendiri.

Pembentukan Pemerintah Kota Tasikmalaya tak lepas dari peran serta semua pihak maupun berbagai stakeholder di Kota Tasikmalaya yang mendukung pembentukan tersebut. Tentunya dengan pembentukan Kota Tasikmalaya harus ditindaklanjuti dengan menyediakan berbagai prasarana maupun sarana guna menunjang penyelenggaraan Pemerintah Kota Tasikmalaya.

Berbagai langkah untuk mempersiapkan prasarana, sarana, maupun personal serta komponen-komponen lainnya guna menunjang penyelengaraan Pemerintahan Kota Tasikmalaya telah dilaksanakan sebagai tuntutan dari pembentukan daerah autonom itu sendiri.

Pada tanggal 18 Oktober 2001 pelantikan Drs. H. Wahyu Suradiharja sebagai Penjabat Walikota Tasikmalaya oleh Gubernur Jawa Barat dilaksanakan


(47)

di Gedung Sate Bandung. Sesuai Undang-Undang No. 10 Tahun 2001 bahwa wilayah Kota Tasikmalaya terdiri dari delapan (8) kecamatan dengan jumlah kelurahan sebanyak lima belas (15) dan desa sebanyak lima puluh empat (54), tetapi dalam perjalanannya melalui Perda No. 30 Tahun 2003 tentang perubahan status desa menjadi kelurahan, desa-desa dilingkungan Pemerintah Kota Tasikmalaya berubah statusnya menjadi kelurahan, oleh karena itu maka jumlah kelurahan menjadi enampuluh sembilan (69) kelurahan. Pada perkembangan selanjutnya, kecamatan di Kota Tasikmalaya bertambah dua menjadi sepuluh kecamatan. Kesepuluh kecamatan tersebut adalah: Kecamatan Tawang, Kecamatan Cihideung, Kecamatan Cipedes, Kecamatan Indihiang, Kecamatan Kawalu, Kecamatan Cibeureum. Kecamatan Mangkubumi, Kecamatan Tamansari, Kecamatan Bungursari, Kecamatan Purbaratu.

Berikut ini urutan pemegang jabatan Walikota Administratif Tasikmalaya, dari terbentuknya Kota Administratif sampai menjelang terbentuknya Pemerintah Kota Tasikmalaya: Oman Roesman (1976-1985), Yeng Ds. Partawinata (1985-1989), R. Y. Wahyu (1989-1992), Erdhi Hardhiana (1992-1999), Bubun Bunyamin (1999-2007), Syarif Hidayat (2007-2012).

Untuk membentuk pemerintah daerah otonom, diperlukan alat kelengkapan lainnya berupa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Melalui Surat Keputusan No. 133, Tahun 2001, Tanggal 13 Desember 2001 Komisi Pemilihan Umum membentuk Panitia Pengisian Keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Kota Tasikmalaya (PPK-DPRD). Melalui proses dan tahapan-tahapan yang dilaksanakan PPK-DPRD Kota Tasikmalaya yang cukup panjang, maka


(48)

pengangkatan anggota DPRD Kota Tasikmalaya disahkan melalui Keputusan Gubernur Jawa Barat, No. 171/Kep.380/Dekon/2002, Tanggal 26 April 2002. Selanjutnya pada tanggal 30 April 2002 keanggotaan DPRD Kota Tasikmalaya pertama diresmikan.

Pada tanggal 14 November 2002 Drs. H. Bubun Bunyamin dilantik sebagai Walikota Tasikmalaya, pelantikan Walikota tersebut adalah puncak momentum dari pemilihan Kepala Daerah pertama di Kota Tasikmalaya sebagai hasil dari tahapan proses pemilihan yang dilaksanakan oleh legislatif.

Masyarakat Indonesia yang religius, dalam kehidupannya tidak lepas dari seni budaya yang sesuai dengan keyakinannya. Di Tasikmalaya yang dikenal dengan daerah Kota Santri yang di dukung dengan banyaknya Pondok Pesantren sejak zaman dahulu. Sampai saat ini konsep seni rupa masih belum disepakati untuk diajarkan khususnya dikalangan kelompok masyarakat yang berbasis Islam. Kota Tasikmalaya dikenal sebagai wilayah yang tidak hanya kental dalam keseniannya, melainkan juga dalam pelaksanaan ritual keagamaan.

Pembangunan Nasional digalakkan dan dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan generasi penerus untuk mempertahankan seni budaya nenek moyang bangsa Indonesia. Hal ini berarti bahwa pembangunan itu sendiri bukan hanya membangun dari segi fisik atau lahiriah saja .Tetapi harus ada keseimbangan dan keserasian antara pembangunan lahiriah dan batiniah melalui karya seni. Barangkali tidak berlebihan apabila dikatakan cita-cita tersebut merupakan tujuan akhir dari pada pembangunan yang adil dan makmur.


(49)

Dalam merealisasikan pembangunan tersebut perlu adanya penataan dan pemanfaatan sumberdaya manusia, pada berbagai potesi yang ada semaksimal mungkin . Hal ini perlu diupayakan dalam menata dan memecahkan berbagai masalah yang timbul dan seringkali menjadi krisis sosial dipeserta didik. Sehingga dengan adanya penataan tersebut dapat membangkitkan respon atau dampak positif bagi peserta didik untuk membangun melalui karya seni budaya yang pada akhirnya hasil dari pembangunan, baik moril maupun spiritual benar-benar dirasakan oleh lapisan manusia.

Mengingat bahwa pentingnya pendidikan seni rupa yang dilaksanakan baik secara formal maupun non-formal khususnya dilembaga pendidikan Sekolah Menengah Pertama Al-Muttaqin Kota Tasikmalaya, Perlu adanya pembinaan secara kontimyu sedini mungkin supaya peserta didik yang ada benar-benar dapat memberikan kontibusi positif terhadap perkembangan seni rupa Indonesia. Mengingat pula banyak diantara output dari lembaga pendidikan yang masih dipertanyakan keberadaannya sehingga dalam kodisi demikian, tidak menutup kemungkinan akan terjadi ketidak siapan dari output dalam menghadapi perubahan-perubahan sosial dimasyarakat. Hal ini karena dalam proses pendidikan yang diselenggarakan mungkin kurang maksimal dalam membina peserta didik untuk mengembangkan bakat dan minatnya khususnya dalam seni rupa Islam.

Kodisi seperti diatas memerlukan perhatian dari berbagai pihak, serta tidak boleh diabaikan begitu saja. Sebab mengabaikan hal tersebut, kemungkinan akan terjadi dampak yang tidak baik dan juga menimbulkan ketidakpercayaan . Hal ini


(50)

merupakan masalah yang perlu ditanggapi dan penanganannya dengan rasa kebersamaan dalam memecahkan persoalan-persoalan kehidupan manusia.

Dengan demikian lembaga pendidikan yang benar-benar mempunyai tanggung-jawab penuh terhadap peserta didik dalam membina bakat minat khususnya seni rupa Islam. Bahkan lembaga pendidikan Sekolah Menengah Pertama merupakan langkah awal untuk membentuk peserta didik dalam mengekpresikannya dibidang seni rupa yang sesuai dengan alam lingkungannya. Dalam hal ini penulis mencoba meneliti materi pembelajaran bidang studi seni budaya, pokok bahasan seni rupa berdasarkan kontek sekolah Islam dalam mengaktualisasasikan karya seni rupa yang Islami di Sekolah Menengah Pertama Al-Muttaqin Kota Tasikmalaya. Berangkat dari latar belakang itulah maka penulis, mengekpresikan menganalisis materi pembelajaran seni budaya pokok bahasan seni rupa berbasis nilai-nilai Islam di SMP Al-Muttaqin Kota Tasikmalaya.

Sehubungan dengan pembelajaran seni rupa berbasis nilai Islam, terdapat fenomena permasalahan, Berdasarkan uraian diatas, secara umum pengembangan bakat dan minat peserta didik dalam seni budaya Islam ditingkat lembaga pendidikan Sekolah Menengah Pertama Al-Muttaqin Kota Tasikmalaya. Permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kesadaran peserta didik untuk mengembangkan potensi jiwa seninya, prinsip utama terjadi proses perubahan dalam kemampuan menciptakan karya seni Islam yang dicerminkan dalam kebiasaan sehari-hari, maka permasalalah yang ada yang perlu dicermati. Belum terakomodirnya nilai-nilai Islam dalam kurikulum pembelajaran seni rupa.


(51)

Dari paparan diatas, dapat kita ketahui bahwa; Pertama, beragamnya wujud warisan seni budaya Islam khususnya seni rupa memberi kita kesempatan untuk mempelajari kearifan nilai-nilai Islam dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi dimasa lalu. Masalahnya kearifan niali-nilai Islam tersebut tersebut sering kali diabaikan, dianggap tidak ada relevansinya dengan masa sekarang apalagi masa depan. Dampaknya adalah banyak warisan seni budaya khususnya seni rupa yang lapuk dimakan usia, terlantar, terabaikan dan dilecehkan keberadaannya; Kedua, keanekaragaman seni budaya Islam khususnya seni rupa menjadikan sesuatu yang sangat bernilai ketika digali, diolah dan dikembangkan sehingga menjadikan sumbangsih untuk eksistensi kultur budaya nasional; Ketiga, dengan menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar maka besar kemungkinan peserta didik dapat mengamati, melakukan percobaan atau kegiatan sendiri. Belajar mencari, mengolah, menemukan informasi sendiri dan

menggunakan informasi untuk memecahkan masalah yang abadi dilingkungannya merupakan pola dasar dari belajar. Keempat, Seni budaya Islam

khususnya seni rupa sebagai identitas budaya umat Islam, tidaklah sekedar dapat menyebutkan dan memahaminya, tetapi lebih daripada itu adalah untuk mengupayakannya sebagai sumber inspirasi atau sumber perubahan. Pada tataran konsep seperti ini, seni budaya Islam khususnya seni rupa adalah sistem gagasan yang harus dikembangkan dan diberdayakan melalui pengembangan silabus sehingga masuk dalam proses pembelajaran disekolah. Kemudian melihat dari sejarah seni rupa islam sangatlah bermanfaat untuk kehidupan masyarakat yang mengagungkan nilai-nilai Islam.


(52)

(1)

120

untuk baju koko

dengan kerja nyata, yaitu mengunggulkan busana muslimah di pasaran. 2.2 Mengidentifikasi berbagai jenis

hiasan dinding Islami • Hiasan timbul yang Islami • Hiasan pemandangan Islami • Foto kenangan yang sopan dan

indah

• Menutup aurat

Dengan cara berkunjung ke galeri seni Islami para siswa akan terinspirasi untuk membujat karya-karya yang bernilai islam.

3.1 Menampilkan sikap apresiatif terhadap karya-karya hiasan dinding Islami

• Melakukan kunjungan ke galeri hiasan dinding Islami

• Melihat keunikan dari hiasan-hiasan dinding Islami

Ini juga sama agar para peserta didik mendapatkan inspirasi dari karya-karya orang lain atau untuk menambah kecintaan merek pada agamanya.

3.2 Mengeks-presikan diri melalui karya seni grafis Islami

• Pengetahuan seni grafis Islami cetak tinggi , datar dan fotografi Islami

• Teknik pembuatan grafis Islami cetak tinggi dan datar

• Teknik pembuatan fotografi Islami

Materi ini memberi

kesempatan kepada peserta didik untk mengekspresikan idenya ke dalam bentuk seni grafis Islami.

4.1 Menyiapkan karya seni rupa Islami hasil karya sendiri untuk pameran kelas atau sekolah.

• Persiapan pameran seni rupa Islami di kelas

• Proposal pameran seni rupa Islami di kelas

Selain dari yang sudah disebut terdahulu,

pameranpun dilaksanakan untuk meenampilkan islam dari sisi keindahannya dan agar semakin dikenal bahwa Islam mencintai keindahan.

IX

1.1 Mengidentifikasi seni rupa Islam murni yang diciptakan di Nusantara / Mancanagara

• Pengertian seni rupa Islam murni Nusantara / Mancanagara

• Ragam karya seni rupa Islam murni Nusantara / Mancanegara : seni lukis, dan seni patung.

• Pandangan Islam tentang

Ini juga penting agar siswa mampu berwacana tentang seni rupa Islam


(2)

121

seni patung dan seni lukis 1.2 Menampilkan sikap apresiatif

terhadap keunikan gagasan dan teknik seni rupa Islam murni Nusantara / Mancanagara

• Tema seni rupa Islam murni • Gaya seni rupa murni

• Keunikan gagasan/tema dan gaya seni rupa Islam murni Nusantara / Mancanagara

• Teknik pembuatan karya seni rupa Islam murni Nusantara / Mancanagar

Dalam materi pelajaran ini wawasan siswa tentang teori seni rupa Islam diperluas lagi hingga ke tema dan gayanya, dan ini sangat penting untuk semakin menambah pengetahuan mereka dari pada

sebelumnya.

2.1

Memilih unsur seni rupa Nusantara

• Unsur-unsur seni rupa Islam murni Nusantara: tema dan gaya seni rupa murni Islami dan mencoba menduplikasinya

Pengalaman adalah guru terbaik, dan pada foint ini siswa diajak langsung memilih hasil karya seni rupa Islam dan langsung mencoba menirunya. Meniru adalah awal dari setip

pembelajaran. 2.2 Mengekspresikan diri melalui

karya seni rupa Islam murni yang dikembangkan dari unsur seni rupa Nusantara / Mancanagara

• Konsep seni lukis Islam • Bahan dan alat melukis • Teknik melukis lukisan Islami • Langkah-langkah melukis

lukisan Islami

Selain diajak bersenang-senang dengan

mengekspresikan diri, siswa pun diajak untuk berusaha mengekspresikan dirinya pada seni yang sehat dan bermanfaat.

1.1 Mengidentifikasi karya seni rupa Islami murni yang diciptakan di Indonesia

• Pengertian seni rupa Islami murni Nusantara

• Jenis karya seni rupa Islami murni: seni lukis, seni patung, dan seni grafis

• Gaya seni rupa Islami: tradisional, modern, dan posmodern

Gaya seni selera muda Gaya seni selera tua

Sama dengan materi sebelumnya, di sini siswa diberikan wawasan tentang pengertian seni rupa Islam murni serta jenis-jenis, bentuk dan gayanya.

1.2 Menampilkan sikap apresiatif terhadap keunikan gagasan dan

Menggali keunikan adalah mencari sisi menarik dari


(3)

122

teknik dalam karya seni rupa Islami murni Indonesia

• Keunikan gagasan karya seni rupa Islami murni Nusantara

Melihat pengaruhnya pada kehidupan masyarakat Melihat pengaruh masyarakat pada

perkembangan seni rupa itu • Teknik pembuatan karya seni

rupa Islami murni Nusantara

sesuatu, dan dengan

menggali keunikan seni rupa Islam berarti berusaha membuat seni rupa Islam itu menarik banyak orang. Sedangkan dengan menghayati bagaimana pengaruhnya, peserta didik akan mampu melihat seni rupa mana yang bisa

dijadikannya sarana dakwah mengajak orang-orang mencintai agamanya. 2.1

Mengekspresikan diri melalui karya seni rupa murni yang

dikembangkan dari beragam unsur seni rupa Nusantara dan

mancanegara di luar Asia • Pengertian seni patung • Fungsi patung

• Corak patung • Jenis patung

• Bahan dan alat patung

• Pandangan ulama Islam tentang pembuatan seni patung

Seni ini menjadi sumber perdebatan dalam Islam, namun karena mayoritas ulama mengharamkannya, maka lebih baik ini tidak usah dicantumkan dalam kurikulum. Adapun wawasan tentang seni patung, itupun tidak perlu disampaikan, dikhawatirkan mereka tertarik untuk berekspresi melalui seni patung yang dilarang, misalnya membuat patung manusia.

2.2 Menyiapkan karya seni rupa Islami yang diciptakan untuk pameran di sekolah atau di luar sekolah

• Pengertian pameran seni rupa Islami di sekolah

• Persiapan pameran seni rupa Islami

• Pengorganisasian • Pameran seni Islami

Di sini para siswa

mengumpulkan hasil karya diri dan temannya dari karya-karya seni rupa islami, dengan tujuan selain yang telah disampaikan di muka juga untuk belajar

menghargai hasil karya orang lain.

Keterangan Sumber :

- KTSP, Silabus BNSP Menteri Pendidikan Nasioanal - KTSP, Silabus, LPI AL-Muttaqin Kota Tasikmalaya


(4)

158

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A.Chaedar, (2003). Pokoknya Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya

_________________,dan Suzana Alwasilah Senny. (2005). Pokoknya Menulis ,

Cara baru Menulis dengan Metode Kolaborasi. Bandung. PT Kiblat

Buku Utama.

Arikunto, Suharsimi, (2006). Prosudur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta.

Al-Bagdadi, Abd.Rahman, (2006). Seni Dalam Pandangan Islam, Gema Insani Press.htt:/www.musikdebu.com/seni/indek.html.

Badudu, JS. Dan Sutan Mohammad Zain (1994). Kamus Umum Bahasa

Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Budiman, Kris, (2005). Semiotika Sastra dan Seni Visual, Yogyakarta, Buku Baik.

____________, (2004). Semiotika Visual, Yogyakarta; Buku Baik.

E Mulyasa. (2002). Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep, Strategi, Implementas. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Gandaprawira, Nanang, (2008). Pengantar Metodologi Penelitian. Bandung : UPI.

___________________, (2009)a. Pengantar Estetika, Jurusan Pendidikan Seni. Universitas Pendidikan Indonesia.

___________________, (2009)b. Benang Merah Seni Rupa Modern, Bandung; CV. Bintang Warli Artika.

Ghulsyani, Mahdi, (1988). Filsafat–Sain menurut AL-QURAN. Bandung: Penerbit Mizan

Hartoko, Dick.(1984). Manusia dan seni. Yogyakarya: Yayasan Kanisius.

Masunah, Juju dan Narawati Tati. (2003). Seni Pendidikan Seni. Bandung: P4STUPI.

Mendiknas. (2008). Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran/KTSP Seni Budaya.

SMP/MTS.


(5)

159

Mulyana, Deddy. (2001). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Mulyasa, E. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik,

Implementasi, dan Inovasi. Cetakan Kedua. PT. Remaja Rosdakarya,

Bandung.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 14 tahun 2005 tentang Organisasi

dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta: Direktorat

Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Permendiknas, RI No. 22 Tahun 2006, Tentang Standar Isi untuk Satuan

Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.

Permendiknas, RI No. 23 Tahun 2006, Tentang Standar Kompetensi untuk Satuan

Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.

Pirdaus A.D, (2003) Perjalanan Merambah Seni Rupa Islam di Indonesia. Purwadarminto, (1996). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka Ramli Zaenudin, (1995). Islam ,Seni dan Kekuasaan Tentang Pergulatan,Ingatan

dari festival Istiqlal 1991-1995.

Romli Guntur. M, (2006). Adakah Seni Rupa Dalam Islam. Kliping, Digdaya. Sumardjo, Jakob.(2000). Filsafat Seni. Bandung: ITB.

Tarjo, Enday dan Ganda Prawira, Nanang, (2009). Konsep dan Strategi

Pembelajaran Seni Rupa. Bandung: CV. Bintang Wali Atika.

Sudjana, Nana, (2004). Tuntunan usunan Karya Ilmiah Makalah-Skripsi-Tesis,

Desertasi. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Sukmadinata, Nana Syaodih, (2005)a. Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek, Bandung: Remaja Rosdakarya.

________________________, (2005)b. Metode Penelitian Pendidikan .Bandung : UPI.

Syamsi, Badrus, (2003). Islam dan Pornografi, Gagasan, Jaringan Islam Liberal Lib. Com.


(6)

160

Wiyoso Yudoseputra, (2008). Jejak-jejak Tradisi Bahasa Rupa Indonesia Lama, Jakarta: Yayasan Seni Visual Indonesia.

Qardhawi, Yusuf, (2009), Islam Bicara Seni:

htt://hanaoki.wordpress.com/2009/05/14/Islam-bicara-seni.

Gazalba, Sidi, (1975), Mesjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam, Bandung: Gema Insani.