PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN NILAI DALAM PEMBELAJARAN INTEGRASI SAINS DAN AGAMADI MA DARUL ULUM JOMBANG JAWA TIMU.

(1)

x

DAFTAR ISI………...vi

DAFTAR GAMBAR...xi

DAFTAR LAMPIRAN...xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………... 1

B. Rumusan Masalah……….11

C. Fokus Penelitian………....11

D. Tujuan Penelitian………... 13

E. Asumsi Penelitian...13

F. Manfaat dan Pentingnya Penelitian...……….... 14

G. Metode Penelitian……….... 15

H. Lokasi dan Sampel Sumber Data...………... 15

BAB II KAJIAN TEORETIK DAN PARADIGMA PENELITIAN A. Sains dan Agama 1. Sains a) Pengertian………...…. 16

b) Sains: Proses, Produk, dan Sikap………. 18

c) Kecenderungan Sains... ………....20

2. Agama a) Pengertian………..22

b) Al-Qur-‘an dan Hadits sebagai Sumber Kebenaran……... 24

3. Integrasi Sains dalam Agama a) Hubungan Sains dan Agama..………...……… 25

b) Integrasi Sains dalam Agama...27

4. Pola-Pola Integrasi a) Objektivikasi Agama... 31

b) Subjektivikasi Sains... 34

5. Filosofi Integrasi Sains dalam Agama a) Pilar Ontologi………... 37

b) Pilar Epistemologi……… 42

c) Pilar Aksiologi………. 44

B. Pembelajaran 1. Pembelajaran dalam Undang-Undang... 47

a) Komponen Pembelajaran 1) Tujuan ... 50

2) Materi ... ... 55

3) Metode ... 58

4) Media ... ... 59


(2)

xi

a) Integrasi Sains dan Agama sebagai Materi Pembelajaran...69

b) Kebutuhan Kognitif Pembelajaran Integratif di MA...72

3. Dampak Pembelajaran: Instructional dan Nurturantt... 75

C. Pendidikan Nilai 1. Pengertian dan Dimensionalitas Nilai... 79

2. Pendidikan Nilai a) Pengertian... 81

b) Subjektivikasi Nilai... 83

c) Pendidikan Nilai dalam Konteks Sekolah 1) Nilai-Nilai dalam Sistem Sekolah... 86

2) Pembelajaran sebagai Pendidikan Nilai... 88

d) Pengembangan Model Pendidikan Nilai... 89

D. Hakekat dan Potensi Manusia 1. Hakekat Manusia...92

2. Potensi Manusia Membangun Pengetahuan a) Kekuatan Potensi Pendengaran... 95

b) Kekuatan Potensi Penglihatan... 96

c) Kekuatan Potensi Fu’ad... 97

E. Studi-Studi Terdahulu yang Relevan... .100

F. Paradigma Penelitian...102

BAB III METODE PENELITIAN A. Bentuk Penelitian…...………...105

B. Definisi Operasional...110

C. Sumber Data 1. Karakteristik MA Darul Ulum...112

2 Sampel Sumber Data...116

3. Batas Sampel Sumber Data...116

D. Pengumpulan Data 1. Instrumen Pengumpulan Data...119

2. Teknik Pengumpulan Data...121

3. Kredibilitas Data... .126

E. Analisis Data ………...127

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Teori Sains dan Ayat yang Diintegrasikan a) Kasus Materi Pembelajaran Kelas I/X...130

b) Kasus Materi Pembelajaran Kelas II/XI tentang Penciptaan Manusia...132


(3)

xii a) Tujuan Integrasi Sains dan Agama dalam Pembelajaran

1) Tujuan Institusional... 138

2) Tujuan Instruksional...141

b) Materi Pembelajaran Integrasi Sains dan Agama 1) Pola Pengembangan Materi Pembelajaran...145

2) Sumber-Sumber Pengembangan Materi...147

3) Prinsip-Prinsip Pengembangan Materi...148

4) Alur Pikir Pengembangan Materi...150

5) Materi Pembelajaran Tematis...151

c) Metode Pembelajaran Integrasi Sains dan Agama 1) Aktivitas Pembelajaran Kelas... 154

2) Aktivitas Pembelajaran Laboratorium...156

3) Aktivitas Pembelajaran Alam...157

4) Aktivitas Pembelajaran Stadium General...158

d) Media Pembelajaran Integrasi Sains dan Agama 1) Laboratorium... 160

2) Alam Semesta... 160

3) Internet...161

4) Peristiwa-Peristiwa di Masyarakat...162

e) Evaluasi 1) Formal...163

2) Catatan Peserta Didik...164

3) Reviu...164

4) Tingkah Laku...165

3. Nilai-Nilai Pembelajaran Integrasi Sains dalam Agama a) Nilai-Nilai Utama 1) Peningkatan Keimanan... 166

2) Sains Baru... 170

b) Nilai-Nilai Pengiring 1) Mata Pelajaran Sains bagaikan Mata Pelajaran Akhlaq... .... 174

2) Jugdment Hukum belajar... 179

3) Membangkitkan Rasa Syukur...180

4) Motivasi Diri... .182

5) Membangkitkan Rasa Ingin Tahu...184

6) Membantu Peserta Didik MA Meningkatkan Rasa Percaya Diri...184

B. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Bagian-Bagian yang Diintegrasikan... ...187


(4)

xiii

Konteks Keilmuan...196

3) Tujuan Pembelajaran Integrasi dalam Konteks Hakikat Manusia...200

b) Materi Pembelajaran Integrasi Sains dan Agama 1) Sains Baru sebagai Cover Integrasi Sains dan Agama………... 204

2) Pola Pengembangan Materi Pembelajaran...208

3) Mempertegaskan Visi Filosofi Materi Pembelajaran ... 213

c) Metode Pembelajaran 1) Metode Ceramah...220

2) Metode Diskusi...221

3) Penugasan...222

4) Metode Observasi...224

5) Metode Penelitian...227

d) Media Pembelajaran 1) Laboratorium...228

2) Alam Semesta...229

3) Internet...230

e) Evaluasi Pembelajaran...231

3. Nilai-Nilai dalam Pembelajaran Integrasi Sains dalam Agama a) Nilai-Nilai yang Ditetapkan 1) Peningkatan Keimanan...236

2) Sains Baru...239

b) Nilai-Nilai yang Diterima 1) Mata Pelajaran Sains: Penalaran Akhlaq...241

2) Hukum Belajar Sains...243

3) Membangkitkan Rasa Syukur... 245

4) Motivasi Diri: Dinamika Rasa Ingin Tahu dari Sesuatu Yang Menarik... 247

5) Rasa Percaya Diri...249

C. Rancangan Hipotetis: Pengembangan Model Pendidikan Nilai 1. Ranah Keilmuan a) Metafisika Sains Baru...254

b) Reasoning Materi Integrasi Sains dan Agama...258

c) Sistem Epistemologi Integrasi Sains dan Agama... 261

d) Aksiologi Integrasi Sains dan Agama... 264

2. Ranah Pembelajaran a) Integrasi Sains dan Agama sebagai Alternatif...267

b) Implementasi Integrasi Sains dan Agama dalam Pembelajaran...269


(5)

xiv Pendidikan Nilai...280 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan ………... 280

B. Saran-Saran ………... 283


(6)

xv

1.1 Fokus Penelitian...11

2.1 Objektivikasi Islam ke Sains Filosofi Integrasi Sains dan Agama…... 34

2.2 Subjektivikasi Sains ke Islam………...36

2.3 Dimensi Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Sains...46

2.4 Ruang Interaksi Guru dan Peserta Didik...49

2.5 Model dengan Dampak Semuanya Diinginkan...77

2.6 Model dengan Dampak Diinginkan dan Diterima...77

2.7 Model dengan Dampak Diterima, Diinginkan, dan Diterima...78

2.8 Model dengan Dampak Diterima, Diinginkan, dan Diterima...78

2.9 Alur Pikir Teoretik dan Empirik Pengembangan Model Pendidikan Nilai dalam Pembelajaran Integrasi Sains dan Agama...104

3.1 Subjek dan Objek Penelitian...107

3.2 Bagian Materi Pembelajaran sebagai Landasan Pengembangan Model Pendidikan Nilai...108

3.3 Alur Pengambilan Responden Penelitian...118

4.1 Pola Hubungan Pembelajaran Integrasi dengan Dampak Instruksional dan Visi MA Darul Ulum………173

4.2 Pola Hubungan Pembelajaran Integrasi dengan Dampak Pengiring dan Visi MA Darul Ulum...186

4.3 Kesesuaian Tujuan Pendidikan Nasional dengan Pembelajaran Integrasi..196

4.4 Tujuan Mempelajari alam dengan Pembelajaran Integrasi...200

4.5 Tujuan Pembelajaran dengan Hakekat Manusi………...202

4.6 Mekanisme manusia Mengetahui dan Memahami Sesuatu...256

4.7 Pola Logika Pengembangan Materi Pembelajaran Integrasi...258

4.8 Alur Logis dan Sistem Epistemologi Sains dan Agama...260

4.9 Alur Logis dan Sistem Epistemologi Integrasi...261

4.10 Alur Logis, Epistemologi, dan Aksiologi Integrasi...264

4.11 Alur Logis, Epistemologis, Aksiologis, dan implementasinya dalam Pembelajaran...270

4.12 Sistem Pendidikan Nilai dalam Pembelajaran...273


(7)

xvi

Kurikulum MA Darul Ulum ... 293

Foto-Foto Kondisi dan Kegiatan di MA Darul Ulum... 298

1/wk Wawancara Kepala Sekolah...304

2/wk.k Wawancara Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum...307

3/wk.s Wawancara Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan...310

4/ws Wawancara Siswa a.n. Adang Saputra..……….312

5/ws Wawancara Siswa a.n. Syaifudin...314

6/obs Observasi Pembelajaran Sains………...316

7/ws Wawancara Siswa (Pendalaman dari Observasi) Muchlis Sanjaya...318

8/ws Wawancara Siswa (Pendalaman dari Observasi) Mufti Kamal…….321

9/ws Wawancara Siswa (Pendalaman dari Observasi) Fahrur Rahman….323 10/wg Wawancara Guru a.n. Mujazin, S.Pd. M.Pd.I. ………..324

11/wg Wawancara Guru a.n. Suhaerli, S.Pd. M.Pd.I. ………..329

12/ws Wawancara Siswa a.n. Firdiah………...332

13/ws Wawancara Siswa a.n. Fitriana………..335

14/ws.k Wawancara Kelompok a.n. Tim Penelitian Siswa “Pembuatan Tepung dari Talas”……….337

15/ws Wawancara Siswa a.n. Luluk Maghfirah (Pendahuluan) …………..340

16/ob Observasi Team Teaching “Pembelajaran Sains Jurusan III IAI”.…342 17/wg.k Wawancara Guru Konteks Pasca Studium General “Minuman Keras Perspektif Kimia, Biologi, Agama, dan Sosial”...345

18/ws.p Wawancara Siswa (Pendalaman) a.n. Luluk Maghfirah...350

19/w.lab. Wawancara Laboran a.n. Ir. Peni Kendarti, S.Pd. ...352

20/wpp Wawancara Pengasuh a.n. Dr.H.M. Afifudin Dimyati, M.A...353

21/wp.gl Wawancara Pembanding a.n. Drs. Ali Akhmadi Mahali, M.Pd. Guru Biologi MAN di PPDU Jombang...355

22 Kasus Materi Pembelajaran Kelas I/IX tentang Alam Semesta...357

23 Kasus Materi Pembelajaran Kelas II/XI tentang Manusia...379

24 Kasus Materi Pembelajaran Kelas III/XII tentang Isu-Isu Aktual....394

25 Kasus Materi Pembelajaran tentang Isu-Isu Perenealitas...400

26 Kasus Tugas-Tugas Belajar Peserta Didik...411

27 Kasus Laporan Kegiatan Laboratorium Peserta Didik...414

28 Profil dan Program Kerja MA Darul Ulum...417

29 Rencana Pembelajaran Materi IPA-AGAMA Terpadu ...425

30 Deskripsi tentang MA Darul Ulum ...431

31 Surat Keterangan Penelitian...439


(8)

A. Latar Belakang Masalah

Tantangan pengembangan pendidikan nasional saat ini adalah pelayanan pendidikan berkualitas yang dapat diakses oleh sebanyak-banyaknya rakyat Indonesia. Pengembangan pendidikan nasional yang berkualitas akan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas pula. Semakin banyak rakyat yang mampu mengakses pendidikan yang berkualitas, diharapkan terjadi peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia secara signifikan (Ali, 2009). Pada umumnya, dalam sebuah negara ketersediaan pendidikan yang berkualitas akan ekuivalen dengan kualitas sumber daya manusianya. Keadaan sumber daya manusia yang berkualitas akan ekuivalen pula dengan kesejahteraan rakyatnya. Jadi, cita-cita kesejahteraan rakyat Indonesia harus dimulai dari kesungguhan dalam pengembangan pendidikan nasional yang berkualitas.

Pemerintah sebagai pemegang kuasa pembangunan pendidikan nasional harus sungguh-sungguh dan cerdas agar tetap sesuai dengan jati diri Bangsa Indonesia. Oleh karena itu, pengembangan pendidikan nasional harus didasarkan pada undang-undang dan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan (Sudibyo, 2009). Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 (amandemen) menjelaskan bahwa pengembangan pendidikan nasional diorientasikan ”... untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa” (Pasal 31 Ayat 3) dan ”... memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai


(9)

agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia” (Pasal 31 Ayat 5).

Pada pasal 31 ayat 3 di atas, menjelaskan kepada seluruh rakyat Indonesia bahwa kecerdasan harus didasari oleh keimanan dan ketaqwaan kepada Allah serta akhlak mulia. Pada bagian ini, menjelaskan bagaimana pendidikan dilaksanakan dengan sebuah ketentuan agar terwujud kecerdasan peserta didik yang penuh keimanan, ketaqwaan, dan akhlaq mulia. Sementara, pasal 31 ayat 5 menjelaskan mengenai cara mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan tetap memperhatikan nilai-nilai agama. Pada bagian ini lebih menggambarkan pada bagian ilmu yang mestinya menjadi bagian atau materi pembelajaran dalam proses pendidikan. Ranah pembelajaran maupun keilmuan mestinya menjadi bagian dari usaha pengembangan pendidikan nasional agar proses dan hasil sama-sama menjunjung tinggi nilai-nilai ketuhanan.

Tentu saja, harapan ini telah terekspresikan dalam tujuan pendidikan nasional sebagaimana dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, bahwa:

... bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlaqul karimah, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Bab II Pasal 3). Sekarang persoalannya adalah bagaimana caranya mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut. Menyimak pasal 31 ayat 5 UUD 1945, maka substansi ayat 5 tersebut dapat menjadi salah satu cara mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu dengan cara mengembangkan materi pembelajaran dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama.


(10)

Persoalannya apa dan bagaimana bentuk ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 31 ayat 5 UUD 1945 tersebut. Sebelum menjawab pertanyaan tersebut akan sangat menarik jika diajukan pertanyaan mengapa ayat 5 tersebut muncul menjadi bagian ayat dari pasal-pasal UUD 1945. Mengapa mengajukan pertanyaan yang terakhir ini menjadi bagian yang penting, karena dengan mengajukan pertanyaan tersebut diharapkan diketahui latar belakang ditetapkannya ayat tersebut. Terlepas dari latar belakang yang sesungguhnya, peneliti mencoba menduga dengan menggunakan hukum dialektika Hegel (Filsuf Jerman Abad -19) bahwa ”setiap tesa baru (sintesis) pasti didahului adanya pertentangan antara tesis dan antitesis” (Hadiwijono, 2005). Sebagai tesisnya adalah nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai nilai-nilai luhur Bangsa Indonesia. Sementara, antitesisnya adalah sains dan teknologi Barat beserta peradabannya yang sekuler sangat mendominasi kehidupan nyata anak bangsa ini. Dengan demikian, sains teknologi yang mempresentasikan peradaban Barat dan nilai-nilai agama yang mempresentasikan keluhuran bangsa ini, maka muncul bunyi ayat 5 tersebut.

Berdasarkan dugaan tersebut, peneliti mengasumsikan bahwa sains dan teknologi Barat beserta peradabannya yang sekuler tidak sesuai dengan nilai-nilai Bangsa Indonesia, sehingga diperlukan usaha-usaha baru membangun sains dan teknologi yang sesuai dengan nilai-nilai agama. Sains dan teknologi itu barangkali seperti tawaran Purwanto D.Sc. Pakar Fisika Partikel Teoretik Institut Teknologi Surabaya (ITS) melalui bukunya ”Ayat-Ayat Semesta: Sisi-Sisi al-Qur’an yang Terlupakan” atau Said (2008) melalui konsepnya ”Sains Kesyukuran”, yaitu ilmu


(11)

pengetahuan yang mendorong manusia untuk bersyukur kepada Allah. Sains dan teknologi yang tidak mengeksploitasi, tetapi yang mengelola dan memanfaatkan alam ini untuk kesejahteraan umat manusia dalam rangka membangun kesadaran diri mengenai besarnya kekuasaan Allah atas semua ciptaan-Nya. Kedua tawaran tersebut, jika dianalisis secara mendalam identik dengan isu integrasi sains dan agama (Islam) serta harmoni antara alam semesta dan manusia.

Agenda integrasi ini merupakan agenda besar umat Islam yang telah ditelaah ulang secara lebih intensif sejak Konferensi Pendidikan Islam se-Dunia ke-1 di Mekkah pada tahun 1977, lalu di Islamabad pada tahun 1980 dan 1981, dan di Indonesia pada tahun 1983. Menurut Daud (1998) bahwa konferensi tersebut telah merekomendasikan perlunya dikembangkan model pendidikan Islam yang tidak dikhotomis, yaitu melalui pengintegrasian ilmu pengetahuan umum dengan agama. Integrasi ini membutuhkan wahana sebagai ruang sosialisasinya, terutama dalam aktivitas pembelajaran di sekolah/madrasah. Karena, integrasi ini merupakan cita-cita besar umat Islam menuju kebenaran tertinggi, yaitu kebenaran empiris yang menyimbolkan kekuasaan-Nya.

Pengembangan sains dan teknologi yang menjunjung nilai-nilai juga sejalan dengan tuntutan dan tantangan terbesar abad ke-21 yang dihadapi oleh dunia Islam, yaitu menurut Bakar (2008) adalah imperialisme ekonomi dari adidaya ekonomi dunia. Imperialisme itu berwujud tindak perbudakan tubuh, ekonomi, pikiran, dan jiwa kaum muslim, sehingga menimbulkan implikasi buruk terhadap religiusitas dan spiritualitas, politik dan ekonomi, serta kehidupan sosial dan budaya umat Islam. Respon terbaik menghadapi imperialisme tersebut adalah


(12)

membangun kemandirian ekonomi. Untuk mencapai kemandirian ekonomi dibutuhkan perangkat yang paling penting adalah sains dan teknologi yang berbasis pada struktur sosial dan budaya Sang Muslim itu sendiri.

Dengan demikian, saat ini perlu dikembangkan lembaga pendidikan yang membelajarakan sains dan teknologi yang berbasis pada struktur sosial Sang Muslim itu sendiri (Bakar) atau sains dan teknologi yang menjunjung nilai-nilai agama (Pasal 31 ayat 5 UUD 1945), agar mampu menghasilkan saintis-saintis atau teknolog-teknolog ”jenis baru” yang didalam dirinya berkembang kebijakan dan pengetahuan, iman spiritual dan pikiran rasional, kreativitas dan moralitas, kekuatan inovatif dan etis, serta sensitif ekologis tanpa meruntuhkan keinginan mereka menjadi sang spesialis atau ahli dalam bidangnya.

Untuk membangun manusia dengan karakter dan kompetensi sebagaimana saintis-saintis dan teknolog-teknolog ”jenis baru” tersebut dibutuhkan proses pendidikan sains dan teknologi yang integral dan holistik. Umat Islam sudah saatnya meninggalkan model pendidikan yang tidak seimbang dan reduksionis yang menjadi mainstream norma pembelajaran dewasa ini (Bakar: 2008). Model pendidikan tersebut biasanya menekankan keahlian dalam satu bidang tertentu (spesialisasi) dengan meninggalkan bidang atau aspek lain yang mungkin lebih penting. Menurut Surya (2000) pembelajaran harus menjadikan nilai-nilai agama sebagai landasan bagi keseluruhan proses perencanaan dan pelaksanaannya, terutama materi pembelajarannya, sehingga terbangun pembelajaran yang holistik atau integral.


(13)

Salah satu tawaran yang dikembangkan beberapa lembaga pendidikan di lingkungan Kementrian Agama Republik Indonesia (Depag. RI) adalah pembelajaran integrasi sains dan agama. Melalui integrasi ini diharapkan menjawab kompleksitas keutuhan kepribadian manusia sebagaimana telah dideskripsikan dalam tujuan pendidikan nasional. Menurut Ali (Prof. Dr. H. Mohammad Ali, M.A. Dirjen. Pendidikan Islam Kementrian Agama RI) integrasi sains dan agama dalam pembelajaran diharapkan mampu mewujudkan model pengembangan kompetensi sains dan teknologi serta pembinaan moral siswa secara bersama-sama (Republika, 1-02-2007). Pola pembelajaran yang telah dikembangkan pada 29 Madrasah Aliyah (MA) seluruh Indonesia yang memperoleh Science and Technology Equity Program Phase 2 (STEP-2) kerja sama Depag. RI dan Islamic Development Bank (IDB) pada tahun 2007.

Integrasi sains dan agama diharapkan berkembang luas dalam pembelajaran di MA, sehingga integrasi bukan hanya wacana menuju spiritualitas sains, tetapi menjadi fakta pembelajaran yang meningkatkan kompetensi intelektual dan spiritual peserta didik (Hayat, 2007). Integrasi bukan hanya penting bagi pengembangan sains Islam, tetapi jauh lebih penting karena al-Qur-’an menurut Syaikh Jauhari Thanthawi, Guru Besar Universitas Kairo, dalam al-Qur-’an terdapat lebih dari 750 ayat kauniyah dan sekitar 150 ayat fiqh (Purwanto, 2008). Perbandingan ini menggambarkan potensi betapa banyaknya al-Qur-’an “berteori” atau eksplanasi tentang alam semesta. Berdasarkan fakta tersebut, al-Qur-’an mestinya dapat menjadi penjelas bagi kajian sains atau menemukan sains baru, agar sains tidak diklaim sebagai ilmu yang bebas nilai.


(14)

Namun demikian, pada dataran implementatif pembelajaran integrasi sains dan agama tidak mudah diwujudkan. Persoalan utama dalam melangsungkan pembelajaran integrasi sains dan agama adalah persoalan integrasi itu sendiri. Bagaimana dan apa produk akhir dari integrasi tersebut yang sampai saat ini masih terus diperdebatkan, sehingga tidak salah kalau al-Attas dalam Daud (1998) menyebutkan bahwa persoalan mendasar dalam pendidikan Islam terletak pada materi/isi pembelajarannya. Pendidikan Islam masih menjadikan sains Barat yang sekuler atau bebas nilai menjadi materi pembelajarannya yang utama.

Oleh karena itu, sangat tepat pandangan Ali (2007) bahwa materi pembelajaran madrasah harus khas, seperti karakteristik madrasah yang khas. Karena madrasah merupakan lembaga pendidikan Islam, maka Islam harus menjadi penciri utama dari seluruh materi pembelajaran di madrasah. Ayat-ayat al-Qur’an atau hadits dapat menjadi bagian yang memperdalam atau memperluas suatu kajian konsep-konsep sains atau menurut Kertanegara (2007) temuan ilmuwan muslim masa lalu dapat menjadi pembanding, misalnya hukum gravitasi yang pernah diperkenalkan oleh ilmuwan muslim sejak abad -11 Masehi. Hal ini berarti umat Islam secara historis telah memiliki kekayaan intelektual yang dapat menjadi sumber materi pembelajaran di madrasah saat ini.

Pondok Pesantren Darul Ulum (PPDU) Jombang yang bergerak dalam dunia pendidikan sejak 1891, telah memutuskan mengembangkan unit pendidikan dalam bentuk sekolah dan madrasah yang mengimplementasikan pembelajaran integrasi sains dan agama. Pembelajaran integrasi ini dianggap mampu mengembangkan multi potensi manusia menjadi individu utuh (integral). Individu


(15)

beriman kepada Allah, terampil hidup dalam beragam situasi, dan bertanggung jawab secara sosial atau seperti visi PPDU Jombang, yaitu ”... ”Mencetak” Santri yang Berotak London dan Berhati Masjidil Haram”. Visi tersebut telah menjadi inspirasi bagi pengembangan pembelajaran di seluruh unit pendidikan di lingkungan PPDU Jombang.

MA Darul Ulum, salah satu unit pendidikan di PPDU, adalah penjelmaan dari Madrasah Aliyah Program Keagamaan (MAPK) Darul Ulum. MA Darul Ulum telah merintis upaya-upaya pembelajaran integrasi sains dengan agama sejak tahun 2005, terutama dalam pembelajaran pelajaran IPA (Fisika, Kimia, dan Biologi) dan Sains sebagai mata pelajaran muatan lokal. Melalui integrasi ini diharapkan peserta didik mampu meningkatkan penguasaan sains dan agama secara holistik, baik kognitif, afektif, dan psikomotorik atau dalam ranah keilmuan, kepribadian, dan kecakapan hidup. Harapan ini sebagaimana telah dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan terkait dengan tujuan pendidikan menengah, yaitu ”... meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri, dan mengikuti pendidikan lebih lanjut” (No. 19 Tahun 2005 Pasal 26).

Memanfaatkan Proyek Depag. RI dan Islamic Development Bank (IDB), yaitu Science and Technology Equity Program Phase Two (STEP-2) MA Darul Ulum berkomitmen tetap mempertahankan kualitas pembelajaran agama, walaupun telah menerima program penguatan sains dan teknologi. Untuk mempertahankan kualitas pembelajaran agama, pelajaran agama tetap menjadi bagian yang penting dalam setiap pembelajaran pelajaran yang lain, sehingga


(16)

terwujud integrasi nilai-nilai ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dengan iman taqwa (imtaq), yaitu peserta didik yang menguasai sains dan teknologi sekaligus kuat iman dan taqwanya sebagaimana visinya, yaitu ”beriman tangguh, handal dalam sains dan teknologi, dan berbudi luhur”. Berdasarkan visi tersebut profil peserta didik yang diharapkan terbentuk adalah ’ulama yang menguasai sains atau saintis/teknokrat yang ’ulama (ahli agama yang menguasai sains atau saintis/teknokrat yang ahli agama)

Selama tiga tahun implementasi integrasi, secara perlahan namun pasti salah seorang pengasuh PPDU telah mengakui kemajuan yang dicapai oleh MA Darul Ulum tersebut. Mereka tidak lagi meng-”anak emas”-kan sekolah-sekolah umum unggulan di lingkungan PPDU, kerena model integrasi yang dikembangkan MA Darul Ulum justru dianggap yang paling mendekati pencapaian visi PPDU Jombang. Berdasarkan hasil studi pendahuluan, peneliti mengidentifikasi bahwa implementasi integrasi sains dan agama dalam pembelajaran mampu memunculkan identitas yang menyimbolkan integrasi. Identitas dengan keyakinan dan kompetensi sains dan agama secara terintegrasi. Barangkali, inilah wujud nyata visi PPDU Jombang ”... ”Mencetak” Santri Berotak London berhati Masjidil Haram” (kesimpulan wawancara dengan Kepala MA Darul Ulum pada 5 Desember 2008).

Peneliti mengidentifikasi munculnya kecenderungan berkembangnya rasa ingin tahu yang lebih pada diri peserta didik, ketika melihat adanya keselarasan antara wahyu dan konsep atau teori sains. Rasa ingin tahu ini juga mendorong lahirnya motivasi belajar yang lebih pada diri peserta didik MA Darul Ulum


(17)

(kesimpulan hasil observasi saat mereka melaksanakan eksperimen mengenai kandungan beberapa sampel minuman keras). Peneliti juga mengidentifikasi bahwa peserta didik MA Darul Ulum menunjukkan kemampuan memahami sains dan agama dengan nalar integratif. Artinya, peserta didik dengan penalarannya mampu mengembangkan keyakinan dan pemahaman bahwa antara sains dan agama terdapat keselarasan. Keselarasan karena terdapat kesesuaian atau kebenaran antara temuan empiris dengan al-Qur’an. (kesimpulan hasil wawancara dengan beberapa peserta didik pada 5 Desember 2008).

Berdasarkan hasil identifikasi persoalan yang muncul dalam uraian di atas, peneliti akan mengorganisasi keseluruhan persoalan yang berkembang dalam sebuah sistem pembelajaran, yaitu: (i) bagian-bagian apa dari sains dan agama yang dapat diintegrasi kan, (ii) bagaimana menjadikan integrasi sains dan agama dalam pembelajaran, dan (iii) nilai-nilai apa yang berkembang dari pembelajaran yang mengintegrasikan antara sains dan agama. Dari keseluruhan masalah yang berkembang, peneliti mencoba untuk menyatukan agar menjadi sebuah sistem pembelajaran. Penyatuan ini merupakan upaya peneliti untuk menyusun rancangan hipotetis mengenai pengembangan model pendidikan nilai dalam pembelajaran integrasi sains dan agama.

Berdasarkan pada uraian tersebut, maka peneliti sangat tertarik untuk mengkaji dan memahami secara objektif, sistematis, dan mendalam mengenai pembelajaran integrasi sains dan agama di MA Darul Ulum Jombang Jawa Timur sebagai pijakan (building block) untuk mengkonstruk pengembangan model pendidikan nilai.


(18)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana sistem pembelajaran integrasi sains dan agama di MA Darul Ulum

Jombang.

a) Materi apa dari bidang sains dan agama yang dapat diintegrasikan dalam pembelajaran di MA Darul Ulum Jombang.

b) Bagaimana proses pembelajaran integrasi sains dan agama di MA Darul Ulum Jombang.

c) Nilai-nilai apa yang berkembang dalam pembelajaran integrasi sains dan agama di MA Darul Ulum Jombang.

2. Bagaimana pengembangan model pendidikan nilai yang didasarkan pada pembelajaran integrasi sains dan agama di MA Darul Ulum Jombang.

C. Fokus Penelitian

Bagian-bagian utama penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1.1 Fokus Penelitian Proses Pembelajaran (Integrasi Sains - Agama) Media Tujuan Evaluasi Metode Materi Pengorganisasian Nilai-Nilai Utama Efek Instruksional Efek Pengiring Pengorganisasian Nilai yang Diterima

Pengemb. Model Pend. Nilai

Area Eksternal Area Internal/Mind

Guru

Peserta Didik


(19)

Gambar di atas menggambarkan area-area atau ranah-ranah yang akan diteliti dalam penelitian ini. Materi pembelajaran merupakan komponen utama dalam pembelajaran sains dan agama. Tujuan, metode, media, dan evaluasi pembelajaran menjadi penopang untuk mencapai dampak pembelajaran yang ditetapkan (instructional effect) maupun yang diharapkan (nurturant effect). Proses pembelajaran merupakan area stimulasi lingkungan atau aktivitas yang bersifat eksternal.

Respon peserta didik atas stimulasi akan diproses dalam mind yang memberikan dampak, baik secara kognitif, afektif, maupun psikomotorik, yang akan dipilah menjadi dua bagian instructional dan nurturant effect. Karena respon dan proses pengorganisasian stimulasi berada dalam mind individu, maka bagian ini menjadi area internal. Kedua dampak pembelajaran merupakan nilai-nilai yang berkembang dalam diri peserta didik. Nilai bukan sesuatu yang berada di luar individu (eksternal), tetapi sebuah keyakinan atas sesuatu (internal).

Walaupun demikian pembentukan dan pengembangan nilai dalam diri itu bersifat eksternal sekaligus internal. Bersifat eksternal, karena pembentukan dan pengembangan nilai-nilai dalam diri dipengaruhi juga oleh faktor-faktor eksternal yang dinamis. Dalam konteks ini, pembelajaran integrasi sains dan agama merupakan faktor yang mampu membentuk nilai dalam diri peserta didik. Namun demikian, faktor-faktor eksternal ini tetap diorganisasi dalam mind peserta didik yang bersifat internal. Kesatuan kerja antara faktor eksternal sebagai input, faktor internal sebagai proses, nilai-nilai sebagai output merupakan kerja sistem yang menopang kerja sebuah model.


(20)

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk menggambarkan mengenai proses pembelajaran integrasi sains dan agama sebagai pengembangan model pendidikan nilai di MA Darul Ulum Jombang.

2. Tujuan Khusus

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan khusus sebagai berikut:

1. Menggambarkan sistem pembelajaran integrasi sains dan agama di MA Darul Ulum Jombang.

a) Menggambarakan materi dari bidang sains dan agama yang dapat diintegrasikan dalam pembelajaran di MA Darul Ulum Jombang.

b) Menggambarkan proses pembelajaran integrasi sains dan agama di MA Darul Ulum Jombang.

c) Menggambarkan nilai-nilai yang berkembang dalam pembelajaran integrasi sains dan agama di MA Darul Ulum Jombang.

2. Menggambarkan pengembangan model pendidikan nilai yang didasarkan pada pembelajaran integrasi sains dan agama di MA Darul Ulum Jombang.

E. Asumsi Penelitian

Sebagai langkah awal, peneliti telah menetapkan beberapa anggapan dasar sebagai titik tolak untuk menjawab tujuan penelitian ini, yaitu:

1. Tujuan pendidikan nasional dapat tercapai, jika pemerintah mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama sebagai bagian dari pembelajaran di sekolah/madrasah.


(21)

2. Sains Barat dan peradaban sekular merupakan sebuah tesa, agama merupakan anti tesanya, sehingga dialektika ini melahirkan integrasi sains dan agama (Islam) sebagai wujud ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama.

3. Pondok Pesantren Darul Ulum Jombang dengan visinya ”... ”Mencetak” santri yang berotak London dan berhati Masjidil Haram” telah mengembangkan MA Darul Ulum yang menjadikan integrasi sains dan agama sebagai bagian dari pembelajarannya.

F. Manfaat dan Pentingnya Penelitian

Secara ilmiah, penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi pengembangan model pendidikan nilai yang berbasis pada agama dan sains. Agama sebagai sumber kebenaran tertinggi diintegrasikan dengan sains yang memiliki kebenaran yang relatif. Kombinasi ini akan melahirkan praktek pendidikan nilai tidak langsung dengan berbasis sains dan agama, sehingga diperoleh pemahaman pengetahuan dan nilai-nilai secara integratif.

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan dalam upaya mengembangkan pembelajaran integratif dan mensistematisasi praktek pendidikan nilai di sekolah/madrasah secara tidak langsung. Metode tidak langsung masih menjadi alternatif utama, karena sebagai pendekatan masih dianggap lebih efektif untuk menanamkan nilai-nilai pada peserta didik dari pada pendekatan langsung. Melalui pembelajaran integratif diharapkan mampu memberikan pengalaman belajar yang lebih luas, sehingga identitas peserta didik sebagaimana digambarkan dalam tujuan pendidikan nasional dapat diwujudkan.


(22)

G. Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan paradigma naturalistik. Dunia atau objek yang sesungguhnya adalah kejadian atau peristiwa alamiah yang tidak dimanipulasi. Ia bukan hanya sebagai dirinya sendiri, tetapi sekaligus menjadi bagian dari kejadian atau peristiwa lainnya. Kejadian atau peristiwa itu terhubungkan dengan kejadian-kejadian lainnya. Teknik pengumpulan data penelitian ini adalah analisis dokumen, interviu, dan observasi.

Salah satu karakteristik penelitian kualitatif adalah peneliti sebagai instrumen utama penelitian. Konsekuensinya, peneliti harus melakukan langsung seluruh kegiatan pengumpulan data dengan menggunakan alat bantu pengumpul data berupa pedoman wawancara, catatan-diri kasus, kaset, dan tape recorder. Untuk menjaga validitas data penelitian akan digunakan metode (i) melakukan triangulasi, (ii) peer debriefing, (iii) menganalisis kasus negatif, (iv) menggunakan bahan referensi, dan (v) mengadakan member check. Data yang dikumpulkan akan dianalisis dengan langkah-langkah metodis sebagai berikut: (i) reduksi data, (ii) display data, (iii) rekonstruksi data, dan (iv) menarik kesimpulan.

H. Lokasi dan Sampel Sumber Data

Lokasi penelitian ini di MA Darul Ulum Jombang yang keberadaan terpadu dengan Pondok Pesantren Darul Ulum Jombang. Unit analisis penelitian ini adalah semua unsur yang terlibat dalam proses pendidikan di MA Darul Ulum Jombang, terutama konteks pembelajaran integrasi sains dan agama. Subjek penelitian ini ditentukan dengan menggunakan metode sampling purposif.


(23)

A. Bentuk Penelitian

Penelitian ini adalah studi kasus dengan paradigma naturalistik. Studi kasus adalah ”... a method involvement sistematically gathering enough information about a particular person, social setting ... to permit the researcher to effectively understanding how the subject operates or funtions” (Berg, 2007:283). Studi kasus adalah usaha pengumpulan data secara sistematik dari social setting tertentu dan memahami bekerjanya social setting tersebut. Social setting yang dimaksud adalah pembelajaran integrasi sains dan agama. Naturalistik menggambarkan sifat konteks alamiah dalam eksistensinya yang bulat dan utuh. Konteks alamiah dipahami sebagai keseluruhan dan hubungan yang terbangun bersifat timbal balik, bukan linier kausalitas. Konteks adalah tempat dan situasi dari sistem dimana seseorang melakukan aktivitas. Tempat yang dimaksud menunjuk pada lingkungan fisik MA Darul Ulum. Situasi menunjuk lingkungan psikologis yang digambarkan dalam pembelajaran integrasi sains dan agama.

Baik tempat dan situasi adalah satu kesatuan sistemik dan timbal balik dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kesatuan tersebut mencirikan bagian-bagian microsystem, dalam hal ini MA Darul Ulum. Tempat belajar dan proses pembelajaran merupakan dua aspek fundamental dalam sistem pendidikan persekolahan. Sistem mikro adalah salah satu bagian dari konteks, yaitu menurut Bronfenbrener dalam Santrock (2004) tersusun atas sistem (i) mikro, (ii) meso, (iii) ekso, dan (iv) makro.


(24)

Keberadan MA Darul Ulum harus dipahami sebagai bagian sistem itu sendiri (microsystem) dan sistem yang lebih luas, yaitu meso, ekso, makro. Sebagai bagian sistem itu sendiri, MA Darul Ulum dipastikan memiliki area belajar dan pembelajaran dalam mencapai tujuan penyelenggaraan pendidikan. Sebagai bagian dari sistem yang lebih luas, MA Darul Ulum menjadi bagian dari sekolah/madrasah lain di lingkungan PPDU/keluarga peserta didik (mesosystem). MA Darul Ulum sebagai bagian sistem pendidikan Islam tidak dapat dilepaskan dari opini-opini mengenai idealisasi pendidikan Islam (exosystem). MA Darul Ulum sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional selalu terkait dengan kebijakan Kemendiknas dan Kemenag (macrosystem). Itulah MA Darul Ulum dalam sifatnya yang alamiah dan eksistensinya yang bulat dan utuh.

MA Darul Ulum sebagai konteks tidak dapat dipahami secara empirik saja, tetapi didalamnya terlibat adanya persepsi, pemikiran, atau perasaan subjek pebelajar. Persepsi, pemikiran, dan perasaan mengenai integrasi sains dan agama dalam pembelajaran menjadi ranah dampak pembelajaran yang menentukan cara pandang subjek pebelajar mengenai dunia sekitarnya. Fenomenologi digunakan sebagai pendekatan untuk memungkinkan menguak mengenai dampak dari aktivitas pembelajaran terhadap subjek pebelajar. Pembelajaran integrasi sains dan agama adalah aktivitas yang memberikan pengalaman belajar yang berdampak pula terhadap dinamika perkembangan peserta didik. Hal ini sejalan dengan pandangan fenomenologi objek ilmu harus berpijak pada yang eksperensial (Denzin & Lincoln, 2009) atau aspek subjektif perilaku dengan


(25)

berusaha masuk kedalam dunia konseptual subjek (Geertz) agar dapat memahami dan menemukan makna.

Di bawah ini dapat digambarkan mengenai bagian-bagian yang menjadi fokus penelitian ini, yaitu:

Subjek-Objek Penelitian Hasil Penelitian

Gambar 3.1:

Subjek dan Objek Penelitian

Integrasi Sains & Agama sbg Materi Pembelajaran

o Tujuan o Metode o Media o Evaluasi - Ontologi - Epistemologi - Aksiologi Rekonstruksi Filosofis Integrasi Sains & Agama

Instruct. Effect

Nurturant Effect

Dinamika Kognitif, Afektif, & Psikomotorik

Deskriptif, Evaluatif, & Preskriptif Interaksi Guru &

Peserta Didik, Serta Lingk. Sosial Budayanya Peserta Didik Dimensi Nilai Sains-Agama Tujuan Rekonstruksi Ranc. Hipotetis: Pengemb. Model Pendidikan


(26)

Berikut ini akan digambarkan mengenai bagian ranah pembelajaran integrasi sains dan agama dalam kerangka pengembangan model pendidikan nilai sebagai berikut:

Ket. :

: Refleksi

Gambar 3.2:

Bagian Materi Pembelajaran

sebagai Landasan Pengembangan Model Pendidikan Nilai Tujuan Pembel.

Integrasi Sains-Agama

Dampak Instruksional

Dampak Pengiring

Nilai-Nilai yang ditetapkan &

Diterima

Rekonstruksi Filosofis Integrasi Sains

& Agama

Ranc. Hipotetis: Pengemb. Model Pendidikan Nilai dlm Pembel. Integrasi Sains

& Agama

Fakta/Fenomena Premis Qur’anik

Metode, Media, & Evaluasi

Dimensi Nilai: Deskriptif, Evaluatif,


(27)

B. Definisi Operasional

Pada bagian ini akan digambarkan secara konseptual dan operasional variabel penelitian ini, yaitu:

Definisi Konseptual:

- Model adalah gambaran dinamis dari pola-pola hubungan bagian-bagian dengan keseluruhan sistem (Anderson & Carter,1984).

- Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuknya ... (UU RI No.20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 Butir 1).

- Nilai adalah keyakinan seseorang atas sesuatu (fenomena) yang berdimensi deskriptif (benar-salah), evaluatif (baik-buruk), dan preskriptif (mendorong-menghambat menuju perilaku) (Rokeach, 1973).

Definisi Operasional:

Model Pendidikan Nilai adalah gambaran dinamis dari pola-pola hubungan dalam setiap langkah-langkah untuk mewujudkan sistem pembelajaran agar peserta didik mampu membangun keyakinan diri yang berdimensi deskriptif, evaluatif, dan preskriptif.

Definisi Konseptual:

- Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dalam proses interaksi ini diorganisasi berdasarkan tujuan, materi, metode, media, dan evaluasi pembelajaran (UU RI No.20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 Butir 20).


(28)

- Integrasi sains dan agama adalah upaya untuk mengkaitkan antara perspektif teoretik dan wahyu (kitab suci al-Qur’an atau Hadits) atas fenomea tertentu (objek pengetahuan tertentu).

Definisi Operasional:

Pembelajaran integrasi sains dan agama aktivitas guru dengan peserta didik yang diorganisasi dalam kesatuan antara materi, tujuan, metode, media, dan evaluasi pembelajaran dengan menjadikan perspektif keilmuan secara teoretik dan al-Qur’an/Hadits sebagai sumber belajarnya .

Definisi Konseptual:

Pengembangan adalah upaya mengkonstruksi kerangka kerja baru dengan menjadikan kerangka kerja lama sebagai landasannya.

Definisi Operasional:

Pengembangan adalah langkah-langkah menyusun kerangka sistem baru berdasarkan sistem lama dengan temuan-temuan baru.

Definisi operasional secara keseluruhan:

Pengembangan model pendidikan nilai dalam pembelajaran integrasi sains dan agama adalah langkah-langkah menyusun kerangka sistem baru dengan pola-pola yang saling terhubungkan secara sistematis dengan bersandar pada aktivitas guru dan peserta dengan menempatkan perspektif keilmuan secara teoretik dan Qur’ani sebagai sumber belajarnya agar terbentuk keyakinan diri yang berdimensi deskriptif, evaluatif, dan preskriptif.


(29)

C. Sumber Data

1. Karakteristik MA Darul Ulum a) Dari MAK menjadi MA Darul Ulum

Perkembangan MA Darul Ulum (MA DU) tidak dapat dilepaskan dari keberadaan Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK) Darul Ulum. MAK Darul Ulum berdiri sejak tahun1991 dan telah banyak mencetak siswa yang melanjutkan studi ke perguruan tinggi negeri umum maupun Islam dalam negeri maupun luar negeri. MAK Darul Ulum merupakan sebuah madrasah yang didesain khusus untuk ”mencetak” siswa yang memiliki ilmu dan pengamalan agama yang mendalam dan menyeluruh. MAK Darul Ulum didirikan dengan Ilmu Agama Islam sebagai basis keilmuannya, seperti halnya MAKN Jember, MAKN Solo, atau madrasah-madrasah keagamaan lain yang sudah lebih dulu mapan.

Pendirian MAK Darul Ulum merupakan upaya mengimbangi perkembangan sekolah/madrasah di lingkungan Pondok Pesantren Daru Ulum yang semuanya berbasis ilmu pengetahuan umum. Pimpinan Majelis Pondok Pesantren Darul Ulum merasa perlu untuk mengembangkan madrasah yang berbasis ilmu keagamaan, sehingga budaya salaf dan intelegensi bidang keagamaan dapat mulai dibangkitkan kembali. Oleh karena itu, tercetuslah usaha untuk mendirikan sekolah/madrasah yang mengkhusus pada bidang agama yang akhirnya diberi nama MTsK dan MAK Darul Ulum tepatnya pada tahun 1991.

Dalam perjalanannya, MAK Darul Ulum mengalami jatuh bangun seperti anak kecil yang sedang mencoba belajar berdiri. Untuk membentuk madrasah keagamaan yaang benar-benar berkualitas, didatangkanlah guru-guru yang sudah


(30)

dianggap ahli dalam bidang agama atau yang berpendidikan tinggi Timur Tengah. Perkembangan MAK yang tidak begitu menggembirakan, mendorong pimpinan majelis PPDU untuk menerima bantuan senilai Rp. 2.7 milliar untuk pembangunan gedung laboratorium dan isinya pada tahun 2005. Karena program Departemen Agama itu untuk penguatan sains dan teknologi, maka konsekuensinya MAK harus berubah menjadi MA agar dapat mengakomodasi tujuan dari pemberian fasilitas laboratorium dari STEP -2 tersebut.

b) MA Darul Ulum sebagai MA STEP -2

Departemen Agama Republik Indonesia bekerjasama dengan Islamic Development Bank (IDB) dalam Science and Technology Equity Program Phase -2 (STEP--2) memberikan bantuan kepada MA Darul Ulum berupa laboratorium lengkap antara lain laboratorium bahasa, komputer, fisika, kimia, biologi, dan ketrampilan beserta bangunan gedung untuk ruang-ruang laboratorium tersebut. Karena bantuan yang begitu besar, seringkali kiai-kiai, guru-guru, siswa, dan orang tua menyebut MA Darul Ulum sebagai MA STEP -2. STEP -2 merupakan kelanjutan dari STEP -1 yang telah berhasil mengembangkan MA Unggulan Serpong dan MA Unggulan Gorontalo. Melalui STEP -2 ini diharapkan lahir MA-MA unggulan baru yang dapat menjadi simbol mutu pendidikan madrasah di Indonesia.

Melalui laboratorium itu inovasi pembelajaran semakin dikembangkan dengan sebuah harapan mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yaitu penguatan sains dan teknologi peserta didik MA. Pada tahun tahun 2006, MA STEP -2 ini secara resmi menerima pendaftaran siswa baru untuk status MA umum atau tidak


(31)

mengkhusukan hanya pada bidang agama saja. MA Darul Ulum merupakan madrasah unggulan di lingkungan Pondok Pesantren Darul Ulum. Pelekatan nama unggulan dibelakang MA adalah upaya memotivasi diri untuk benar-benar menjadi MA Darul Ulum menjadi madarasah unggulan nasional.

Untuk mencapai taraf unggulan yang ditetapkan oleh Majelis PPDU, maka ditetapkan sistem sekolah full day, yaitu masuk pukul 6.45. dan pulang 16.00 WIB. Khusus Hari Minggu, Rabu, dan Kamis sore digunakan untuk kegiatan ekstrakurikuler.

c) MA Pewaris Moto ”Berotak London Berhati Masjidil Haram”.

Visi dan misi MA Darul Ulum merupakan turunan dari motto Darul Ulum, yaitu ”Mencetak Santri yang Berotak London dan Berhati Masjidil Haram”. Berangkat dari moto tersebut dikembangkanlah visi dan misi MA Darul Ulum., yaitu ”Beriman Tangguh, Handal dalam Sains-Teknologi, dan Berbudi Luhur”. Untuk mewujudkan visi tersebut lembaga memilih untuk mengembangkan pola integrasi sains dan agama. Pola ini diharapkan mengintegrasikan dua keilmuan atau lebih menjadi satu keilmuan, satu rasa, satu dorongan, sehingga mewujudkan satu kepribadian tunggal/utuh, yaitu insan kaffah. Insah kaffah tersebut telah digambarkan dalam tujuan pendidikan di MA Darul Ulum sebagai berikut:

- Membentuk siswa yang mempunyai wawasan modern yang bertumpu pada akhlakul karimah.

- Mempunyai siswa yang mampu berkomunikasi dengan Bahasa Arab dan Inggris.


(32)

- Memiliki siswa yang berprestasi dalam bidang akademik dan non akademik. - Memiliki siswa yang mampu mengintegrasikan agama, sains, dan teknologi. - Menghasilkan siswa yang mampu menerapkan pengetahuan dan teknologi.

Untuk mewujudkan insan kaffah telah ditetapkan langkah-langkah kerja pembelajaran sebagaimana digambarkan dalam misi MA Darul Ulum, yaitu: - Menumbuhkan penghayatan terhadap pelajaran agama, sehingga dapat

mengimplementasikan dalam segala tindakan kehidupan.

- Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan yang efektif, sehingga siswa dapat berkembang secara optimal sesuai dengan potensinya.

- Mewujdukan prestasi setiap siswa dalam bidang sains dan teknologi, sehingga mampu menghadapi perkembangan teknologi di era globalisasi.

- Mengembangkan sistem manajemen yang profesional dan berkualitas dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Hubungan antara moto, visi, dan misi tersebut dapat dijelaskan bahwa moto itu menginspirasi penetapan visi dan misi MA Darul Ulum. Moto itu merupakan gagasan besar dan mimpi Alm. Dr. K.H. Mustain Romli yang sampai saat ini menjadi tokoh terbesar dalam sejarah Darul Ulum.

d) MA Darul Ulum sebagai MA Unggulan

MA Darul Ulum mengklaim diri sebagai MA Unggulan. Hal ini dilakukan sebagai ikhtiar awal menjadi MA yang benar-benar unggulan sebagaimana telah dilakukan SMA Darul Ulum 2 yang kini telah berstandar internasional. Secara faktual harus diakui bahwa MA Darul Ulum sangat layak disebut sebagai MA Unggulan, karena fasilitas laboratorium fisika, kimia, biologi, komputer, dan


(33)

bahasa sangat lengkap, serta didukung oleh guru-guru yang sesuai bidangnya dan sebagian besar bergelar magister. Tahun 2008, 2009, dan 2010 nilai rata-rata UAN (ujian akhir nasional) MA Darul Ulum mendapat kategori A. Sebagian besar lulusannya diterima di UIN, tetapi cukup banyak juga yang diterima di UGM, IPB, ITS, Unair, Unes, dan lain-lain. Dan ada beberapa yang diterima kuliah dengan beasiswa penuh di perguruan tinggi Malaysia dan Pakistan.

MA Darul Ulum tergolong aktif mengikuti kegiatan perlombaan ilmiah pada tingkat kabupaten, propinsi, maupun nasional. Pada tahun 2008 misalnya menjadi Finalis Lomba Karya Listrik dan Elektronika Kategori Web Desaign se-Jawa Timur di UNES Surabaya (satu-satu MA yang masuk finalis), tahun 2009 pada Madrasah Sains Expo (MSE) di Yogyakarta Juara I Kategori Bidang Desain Majalah, Juara II Kategori Karya Ilmiah Remaja, dan Juaran II Kategori Bidang Peragaan Alat Peraga. Belum lagi lomba-lomba di tingkat kabupaten MA Darul Ulum sangat mendominasi. Pada tahun 2009, MA Darul Ulum menyempurnakan diri dengan memperoleh akreditasi A.

Mulai tahun 2010, seleksi masuk MA Darul Ulum dilakukan oleh tim BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) sebagaimana juga dilakukan oleh sekolah-sekolah unggulan lain di PPDU. Melalui seleksi ini diharapkan diperoleh input yang sesuai, sehingga nantinya mereka mampu berproses dengan baik. Melalui kerja sama dengan BPPT ini diharapkan mampu meningkatkan proses pembelajaran sains secara signifikan, sehingga MA Darul Ulum menjadi MA favorit. Sejauh ini, cukup banyak calon peserta didik yang tidak diterima di MA Darul Ulum, kemudian mereka dialihkan ke MAN di PPDU.


(34)

2. Sampel Sumber Data

Sampel dalam tradisi penelitian kualitatif bukan hanya meliputi manusia (aktor), tetapi juga latar (setting, dalam penelitian ini konteks) dan kejadian atau aktivitas yang terjadi dalam konteks (Alwasilah, 2008). Dengan bahasa yang berbeda, Spradley (1980) membagi sampel penelitian menjadi: (i) aktor (actor), (ii) tempat (place), dan (iii) kegiatan (activity). Keseluruhan bentuk sampel itu menjadi unsur utama dalam organisasi situasi sosial (Sugiyono, 2008). Situasi sosial (social situation) dalam tradisi penelitian kualitatif sama dengan populasi dalam tradisi penelitian kuantitatif.

Dalam penelitian ini (i) konteks atau tempat yang dimaksud adalah MA Darul Ulum Jombang, (ii) aktor atau pelaku dalam konteks di atas adalah peserta didik, guru, dan tenaga kependidikan, dan (iii) kegiatan yang dimaksud disini adalah pembelajaran integrasi sains dan agama.

3. Batas Sampel Sumber Data

Besaran sampel penelitian ini ditetapkan menggunakan metode sampling purposif (pertimbangan tujuan/teori tertentu). Menurut Guba dan Lincoln (1985) sampling purposif adalah teknik pengambilan sampel/sumber data dengan pertimbangan tertentu, misalnya orang yang paling mengerti mengenai apa yang diharapkan peneliti. Peneliti baru menentukan sampel penelitian setelah peneliti memasuki lapangan dan selama penelitian (emergent samplin desaign). Selanjutnya, berdasarkan pada data atau informasi yang diperoleh dari sampel pertama peneliti akan menetapkan sampel lainnya yang dipertimbangkan akan memberikan data yang lebih lengkap. Model sampling ini oleh Guba dan Lincoln


(35)

disebut “serial selection of sample unit” (Sugiyono, 2008). Berdasarkan pada pertimbangan di atas, maka sampel pertama penelitian ini adalah kepala sekolah yang terlibat dalam pengelolaan proses pembelajaran integrasi sains dan agama di MA Darul Ulum Jombang. Berdasarkan pada informasi pertama ini dipilih sampel penelitian berikutnya ke bawah guru dan siswa dan ke atas pimpinan proyek STEP-2 dan kiai.

Siswa dan guru merupakan sampel utama sampel penelitian ini, karena merekalah sebenarnya yang merencanakan, melaksanakan, dan mengalami pembelajaran integrasi sains dan agama di MA Darul Ulum Jombang. Kiai sebagai pemegang otoritas pesantren memiliki pengaruh yang kuat terhadap perkembangan belajar siswa dan guru. Pelaksana STEP-2 menjadi penting, mengingat merekalah yang menggagas pentingnya integrasi sains dan agama dalam pembelajaran dan memfasilitasi guru-guru MA yang memperoleh program STEP-2 dalam mengimplementasikan integrasi sains dan agama dalam pembelajaran di madrasah.

Berdasarkan pada uraian di atas dapat digambarkan proses pemilihan sampel penelitian ini sebagai berikut:


(36)

Gambar 3.3 :

Alur Pengambilan Responden Penelitian

Agar mendapatkan sampel penelitian yang mampu menggambarkan keragaman konteks penelitian, maka dalam pemilihan sampel penelitian ini akan memperhatikan hal-hal yang oleh Maxwell (1996) dianggap sebagai tujuan pemilihan sampel purposif, yaitu: (i) kekhasan individu, latar, dan kegiatan, (ii) demi heterogenitas dalam populasi (situasi sosial), (iii) sampel yang mampu menjadi sumber untuk mengkaji secara kritis terhadap teori-teori yang menjadi landasan awal penelitian maupun yang berkembang selama penelitian, dan (iv) sampel yang mampu menjadi bahan perbandingan-perbandingan agar mampu mencerahkan alasan-alasan perbedaan antara latar, kejadian, atau individu

Kepala Sekolah Pimpro. STEP-2

Guru Pembel. Integrasi S & A

Kiai/Santri

Siswa Guru

Guru Siswa

dst. Sampel dst.

Tambahan

Sampel Tamb. 1

Sample Tamb. 2, dst.


(37)

(Alwasilah, 2008). Berdasarkan pada pertimbangan di atas, maka pemilihan sampel penelitian ini akan mengikuti dinamika penelitian kualitatif, yaitu berurutan, (sequential), berkembang (developmental), dan kontekstual.

D. Pengumpulan Data

1. Instrumen Pengumpulan Data

Penelitian kualitatif menempatkan peneliti sebagai instrumen utama penelitian. Sebagai human instrument, peneliti berperan juga sebagai penentu fokus penelitian, penetap sampel penelitian, pengumpul data, penganalisis data, penafsir data, dan pembuat kesimpulan atas temuannya (Sugiyono, 2008). Oleh karena itu, peneliti sebagai instrumen harus ”divalidasi” sejauhmana peneliti siap melakukan penelitian dan terjun ke lapangan. Kesiapan tersebut dibuktikan dengan penguasaan metodologi penelitian kualitatif dan penguasaan bidang kajian yang akan diteliti. Peneliti melalui metode evaluasi diri menentukan sejauhmana penguasaan metode penelitian kualitatif dan penguasaan bidang kajian yang sedang diteliti.

Setelah peneliti merasa menguasai metode penelitian kualitatif dan bidang kajian yang sedang diteliti, maka peneliti perlu mencari data awal untuk selanjutnya menetapkan fokus penelitian. Setelah fokus penelitian ditetapkan, peneliti perlu mengembangkan instrumen penelitian sederhana yang dapat menjadi alat bantu peneliti untuk mengumpulkan data penelitian (Sugiyono, 2008). Dalam hal ini, wujud instrumen penelitian sederhana tersebut adalah pedoman wawancara, obeservasi, dan analisis dokumen dengan alat bantu


(38)

penelitian adalah tape recorder (perekam) dan catatan diri peneliti. Adapun pedoman dan alat-alat bantu penelitian tersebut sebagai berikut:

a). Pedoman Wawancara - Pedoman wawancara A :

Integrasi sains dan agama dilihat dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran di MA Darul Ulum Jombang. Fokus pada pedoman ini berisi mengenai tujuan, materi, metode, media, dan evaluasi pembelajaran. Bagaimana tujuan, materi, metode, media, dan evaluasi pembelajaran integrasi sains dan agama direncanakan dan dilaksanakan, yaitu (i) tujuan jangka panjang, menengah, dan pendek, (ii) pola dan tema pengembangan materi, (iii) strategi dan cara-cara pembelajaran, (iv) apa saja yang digunakan untuk mendukung pembelajaran, dan (v) bentuk dan pola untuk mengetahui proses dan hasil belajar.

- Pedoman Wawancara B:

Pembelajaran integrasi sains dan agama memiliki dampak sebagaimana yang telah digambarkan dalam tujuan pembelajaran. Pada bagian ini, akan dipilah menjadi dampak utama dan pengiring. Dampak ini menggambarkan pikiran, rasa dan dorongan-dorongan yang dialami peserta didik dan guru setelah pembelajaran integrasi sains dan agama.

b). Catatan-diri kasus

Peneliti akan menggunakan catatan-catatan diri peserta didik atau guru mengenai pembelajaran integrasi sains dan agama dan ideal-ideal atau aspirasi-aspirasi mengenai akibat pembelajaran integrasi sains dan agama sebagai bahan telaah untuk pengumpulan data.


(39)

c). Tape recorder

Instrumen ini menjadi pendukung pengumpulan data yang paling otentik, karena data direkam dalam bentuk kaset, sehingga hasil wawancara tergambar sebagaimana aslinya. Wawancara dengan subjek penelitian direkam dalam 10 kaset. Kemudian, hasil wawancara yang terdokumentasi dalam kaset tersebut peneliti deskripsikan secara lengkap dan ada yang sebagaian dalam lampiran penelitian ini.

2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam tradisi kualitatif, pengumpulan data penelitian biasanya dilakukan melalui beberapa metode antara lain (i) observasi, (ii) interviu, (iii) analisis dokumen, dan (iv) transkripsi (Alwasilah, 2008). Penelitian ini, hanya akan menggunakan beberapa metode antara lain observasi, wawancara, dan analisis dokumen. Adapun penjelasan mengenai metode observasi, wawancara, dan analisis dokumen dalam penelitian ini sebagai berikut:

a). Observasi

Observasi penelitian adalah pengamatan sistematis dan terencana untuk memperoleh data yang dikontrol validitas dan reliabilitasnya (Alwasilah, 2008). Menurut Mortis (1973) observasi dalam penelitian kualitatif secara fundamental bersifat naturalistik yang fokus pada gejala-gejala umum, pola-pola, dan tingkah laku. Hasil Observasi terdiri atas kumpulan kesan tentang dunia sekitar berdasarkan semua kemampuan daya cerap pancaindera manusia (Denzin & Lincoln, 2009). Penekanan observasi adalah mengamati objek dan subjek


(40)

penelitian sejauh dapat diindra oleh peneliti. Fungsinya untuk memperoleh data secara apa adanya langsung dari perilaku subjek penelitian ini.

Menurut Alwasilah (2008) metode observasi ini digunakan untuk mengumpulkan informasi dari sudut pandang responden, kejadian, peristiwa, atau proses yang dapat diamati. Peneliti dapat melihat dan menyimpulkan sendiri pemahaman yang tidak terucapkan (tacit understanding), penggunaan teori secara langsung, dan sudut pandang responden yang tidak terkuak melalui wawancara dan survei. Informasi yang dikumpulkan melalui observasi ini adalah proses pembelajaran integrasi sains dan agama serta efeknya terhadap perkembangan psikologis siswa di sekolah dan pesantren. Apa yang dilakukan guru dalam pembelajaran integrasi sains dan agama menjadi fokus penelitian ini. Apa yang dilakukan peserta didik terkait dengan pembelajaran tersebut.

Tahapan observasi bergerak melalui rangkaian aktivitas yang beragam dari awal sampai akhir dan yang sederhana sampai yang kompleks. Merriam (1988) dalam Alwasilah (2008) mendeskrispikan mengenai langkah-langkah observasi dalam sebuah penelitian, yaitu: (i) pertama, peneliti memilih dan menentukan setting untuk mencari jawaban mengenai gambaran lingkungan fisik dan konteks MA Darul Ulum Jombang, (ii) kedua, peneliti melihat dan menentukan partisipan dalam konteks MA Darul Ulum Jombang, (iii) ketiga, peneliti memilih dan menentukan kagiatan (interaksi) pembelajaran yang terjadi dalam konteks MA Darul Ulum Jombang, dan (iv) keempat, peneliti memperhatikan dan menetapkan frekuensi dan durasi kegiatan (interaksi) pembelajaran dalam konteks MA Darul Ulum Jombang, dan (v) kelima, peneliti akan memperhatikan dan menetapkan


(41)

hal-hal lain yang muncul saat kegiatan pembelajaran integrasi sains dan agama berlangsung.

Observasi dilakukan dalam dua area, yaitu (i) saat proses pembelajaran integrasi sains atau agama dan (ii) kehidupan sehari-hari peserta didik, baik di sekolah maupun di pesantren. Aktivitas guru dan peserta didik menjadi perhatian utama peneliti, khususnya terkait dengan upaya implementasi integrasi sains dan agama dalam pembelajaran.

b). Wawancara

Motode ini digunakan untuk mengumpulkan informasi yang tidak dapat diperoleh melalui observasi. Metode wawancara digunakan untuk menggali informasi yang sifatnya psikologis yang tidak tampak sebagai tingkah laku (Alwasilah, 2008). Informasi yang bersifat psikologis dalam penelitian ini adalah proses-proses psikologis, baik kognitif, afektif, dan psikomotorik, individu dalam mengorganisasi keyakinan mereka. Pengorganisasian keyakina/nilai menurut Rokeach berada dalam wilayah mind individu, sehingga tidak dapat dilihat melalui pengamatan. Untuk menggali sesuatu yang berada dalam mind individu ini dibutuhkan sebuah wawancara, sehingga dapat diperoleh informasi yang mendalam.

Wawancara juga dilakukan untuk memperoleh data mengenai perncanaan dan pelaksanaan pembelajaran integrasi sains dan agama. Perencanaan dan pelaksanaan merupakan bentuk iman dan amal yang merupakan satu rangkaian sistemik yang tidak mungkin dipisahkan. Informasi mengenai perencanaan dan pelakasanaan tujuan, materi, metode, dan media, dan evaluasi pembelajaran


(42)

sangat tepat jika digali bukan hanya dengan melihatnya secara langsung, tetapi juga melalui persepsi-persepsi guru dan peserta didik. Metode ini harus dilakukan, mengingat apa yang terjadi belum tentu merupakan ekspresi ideal yang diinginkan oleh guru atau peserta didik.

Wawancara peneliti lakukan dengan suasana santai, terutama di tempat-tempat yang kondusif untuk pembelajaran. Ini penting agar subjek menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti sesuai yang dia pahami dan laksanakan selama ini. Bukan jawaban rekayasa yang menyesuaikan diri kepada keinginan peneliti. Peneliti tetap menekankan jawaban-jawaban yang kualitatif agar diperoleh data yang mendalam dan objektif. Jawaban-jawaban merupakan kesimpulan kualitatif yang mestinya mengarah pada usaha mencari sesuatu yang baru untuk kepentingannya ke depan. Sebuah usaha untuk memperoleh data agar apa yang dilakukan agar bermanfaat. Berguna bagi kepentingan manusia dalam mencapai derajat iman, Islam, dan Ihsan.

c). Analisis Dokumen

Dalam tradisi kualitatif, dokumen dibedakan dengan bukti catatan (records). Guba dan Lincoln (1981) menjelaskan bahwa bukti catatan tertulis adalah tulisan yang disiapkan seseorang atau lembaga untuk pembuktian sebuah peristiwa, sementara dokumen adalah barang yang tertulis atau terfilmkan, selain records, yang tidak disiapkan secara khusus untuk kepentingan peneliti (Alwasilah, 2008). Dalam penelitian ini, barang yang tertulis merupakan catatan-catatan peserta didik atau guru yang dibuat untuk kepentingan mereka masing-masing, bukan pesanan peneliti. Catatan-catatan itu menggambarkan isi atau substansi dari sebuah


(43)

peristiwa atau proses yang sedang mereka jalani. Catatan-catatan itu bukan untuk pembuktian bahwa sebuah peristiwa atau proses telah terjadi, tetapi lebih untuk menjamin bahwa isi atau subtansi dari sebuah peristiwa atau proses itu tidak terlupakan.

Dokumen yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah (i) catatan peserta didik, antara lain mengenai isi atau materi pembelajaran integrasi sains dan agama, tugas-tugas siswa yang terkait dengan integrasi sains dan agama, dan catatan-catatan lain yang mendukung, (ii) catatan guru, antara lain mengenai isi atau materi pembelajaran integrasi sains dan agama yang telah dibelajarkan bersama peserta didik atau catatan-catatan kritis guru atas tugas-tugas peserta didik, dan catatan-catatan lain yang mendukung, (iii) catatan atau arsip sekolah/madrasah antara lain kurikulum, silabus, poster, gambar, film, soal-soal ujian/tes, artikel, dan catatan-catatan lain yang mendukung. Dokumen siswa, guru, dan madrasah menjadi bagian terpenting dalam usaha mengumpulkan data penelitian ini, karena dokumen mampu menyajikan data secara objektif dan historis.

Dokumen yang paling banyak peneliti gunakan adalah catatan pembelajaran mata pelajaran sains peserta didik. Cacatan ini berisi mengenai materi pembelajaran mata pelajaran yang mengungkap mengenai integrasi sains dan agama. Di samping itu, ada tugas berupa makalah-makalah yang dibuat secara individual maupun kelompok atau sekedar hasil download dari ineternet. Dokumen-dokumen itu dianalisis untuk menyusun dan mempola materi pembelajaran integrasi sains dan agama di MA Darul Ulum Jombang.


(44)

3. Kredibilitas Data

Ada beberapa strategi untuk menjaga kredibilitas data penelitian ini, yaitu: - Melakukan triangulasi.

Kegiatan ini dilaksanakan untuk mengecek kebenaran data yang diperoleh. Pengecekan dilakukan pada sumber-sumber yang sama, tetapi berbeda waktu dan caranya. Triangulasi ini sifatnya dapat untuk mengecek kredibilitas data, tetapi juga sekaligus dapat memperdalam data yang telah diperoleh sebelumnya. Untuk kegiatan triangulasi ini, peneliti menggunakan istilah pendalaman wawancara untuk melakukan pengecekan kebenaran informasi yang telah peneliti peroleh sebelumnya. Pendalaman wawancara diperoleh dua manfaat, yaitu (i) mengetahui kredibilitas data yang telah peneliti peroleh, sekaligus (ii) mendalami permasahan penelitian ini.

- Peer debriefing.

Untuk menjaga kredibilitas data juga dilakukan dengan pengecekan pada teman sebaya (peer) yang dianggap memiliki kecenderungan yang sama dengan responden. Penelitian ini menekankan pada kesesuaian pendapat atau pandangan antara guru dan guru, peserta didik dan peserta diidik, atau guru dan peserta didik. Analisis dilakukan untuk menilai adakah kontradiksi-kontradiksi pendapat antara mereka sendiri. Kontradiksi akan menggambarkan lemahnya kredibilitas data yang peneliti peroleh.

- Menganalisis kasus negatif.

Analisis atas kasus atau situasi yang bertentangan dengan kasus atau situasi utama penelitian ini. Pengembangan dan pendalaman kasus negatif ini dapat


(45)

mempertegas kredibilitas, jika jawaban informan merupakan kebalikan dari respon atau jawaban semula (kasus/situasi penelitian).

- Menggunakan bahan referensi.

Referensi utama penelitian ini adalah al-Qur’an, buku-buku, atau jurnal-jurnal. Ketiga bahan referensi tersebut merupakan alat yang cukup tepat untuk mengetahui validitas data yang diperoleh. Data dapat dikomparasikan dengan temuan-temuan atau konsep-konsep yang telah berkembang yang telah tersaji dalam al-Qur’an, buku, atau jurnal. Kesesuaian data yang peneliti terima apakah berkesesuaian dengan al-Qur’an, buku, atau jurnal yang ada. Jika terjadi kontradiksi, data tidak serta merta dibuang. Tetapi, data itu dapat berfungsi sebagai pembanding atau justru sebagai temuan baru.

E. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif berlangsung sebelum, selama, dan setelah peneliti mamasuki lapangan. Analisis data difokuskan selama di lapangan bersamaan dengan pengumplan data. Dalam penelitian ini, analisis data sudah dimulai sebelum pengumpulan data, yaitu terhadap hasil studi pendahuluan dan data sekunder untuk menentukan fokus penelitian. Namun demikian, fokus penelitian tersebut bersifat tentatif, sehingga banyak terjadi perubahan bergantung pada data baru yang dikumpulkan saat peneliti di lapangan. Miles dan Huberman (1984) menjelaskan bahwa aktivitas dalam penelitian kualitatif dilakukan secara interaktif sampai mencapai data jenuh. Data jenuh yang dimaksud disini adalah data yang diperoleh peneliti pada batas tertentu selalu sama perolehan data berikutnya.


(46)

Adapun langkah-langkah dalam aktivitas analisis data penelitian adalah reduksi data, display data, dan menarik kesimpulan (Sugiyono, 2008). Dalam penelitian ini, ketiga proses tersebut peneliti gunakan untuk menggambarkan dan menjelaskan pada bagian temuan dan pembahasan hasil penelitian. Bagian ini kemudian disebut sebagai tahap analisis pertama. Ketiga rangkaian langkah-langkah analisis data tersebut diuraikan sebagai berikut:

- Reduksi data, usaha untuk mencari hal-hal yang inti dari data yang terkumpul, difokuskan pada permasalahan, dan disusun secara sistematis dalam lembaran-lembaran rangkuman, sehingga lebih mudah dianalisis. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal penting untuk dicari tema atau klasifikasinya agar terlihat bagian-bagiannya secara khusus. - Disply data, merupakan langkah lanjutan setelah peneliti melakukan reduksi

data. Display data adalah untuk menyajikan tema-tema atau klasifikasi-klasifikasi yang telah tersusun saat mereduksi data kedalam pola-pola hubungan. Agar dapat dilihat gambaran hubungan antara keseluruhan dan bagian-bagiannya, maka rangkuman tersebut dituangkan dalam display-kasar. Data yang telah terhimpun direduksi dan dimasukkan dalam display-lembut yang teliti dan dicari pola-pola, tema-tema relasional, persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaannya.

- Menarik kesimpulan penelitian ini menyajikan hasil temuan yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan ini merupakan deskripsi mengenai objek yang sebelumnya belum jelas atau terpahami. Awalnya, kesimpulan yang dirumuskan masih kabur atau belum jelas, seiring bertambahnya data didapatkan kesimpulan


(47)

yang lebih jelas. Kesimpulan senantiasa diverifikasi agar diperoleh kesimpulan yang benar-benar menggambarkan objek yang disimpulkan.

Analisis data tahap kedua, rancangan hipotetis, lebih menggambarkan upaya refleksi peneliti. Peneliti merefleksikan temuan dan pembahasan hasil penelitian dengan teori-teori, konsep-konsep, atau wahyu yang telah peneliti jelaskan pada bagian kajian teoretik penelitian ini. Langkah analisis ini, merupakan analogi dengan pola pengembangan ”grounded theory” melalui studi kasus (Berg, 2009). Refleksi ini akan melibatkan aktivitas penalaran yang bersifat deduktif dan induktif. Penalaran ini digunakan untuk mengkonstruksi pengembangan model pendidikan nilai dalam pembelajaran integrasi sains dan agama.


(48)

Bagian ini akan menyajikan kesimpulan umum dan khusus hasil penelitian ini. Adapun kesimpulan umum tersebut sebagai berikut:

1. Sistem Pembelajaran Integrasi Sains dan Agama a) Bagian-Bagian yang Diintegrasikan

Bagian dari sains yang diintegrasikan adalah teori/temuan ilmiah/gambaran empirik dengan ayat-ayat al-Qur’an/Hadits. Integrasi adalah menyandingkan dua perspektif yang berbeda atas satu/lebih fenomena yang sama.

b) Proses Pembelajaran Integrasi Sains dan Agama

Interaksi guru dan peserta didik dengan menyandingkan antara gambaran teoretik dan al-Qur’an dapat diorganisasi melalui komponen pembelajaran, yaitu: - Tujuan Pembelajaran

Tujuan kurikuler pembelajaran adalah ”mencetak” peserta didik menjadi kader ulama yang mampu menerpkan kerja dan temuan sains dalam pemahaman keagamaannya. Tujuan kurikuler pembelajaran integrasi sains dan agama jurusan IPA adalah ”mencetak” peserta didik menjadi calon ilmuwan (saintis) yang mampu menerapkan al-Qur’an dalam pemahaman sains-teknologinya.

- Materi Pembelajaran

Ada dua pola pengembangan materi pembelajaran, yaitu dari teori ke ayat-ayat al-Qur’an dan dari ayat-ayat-ayat-ayat al-Qur’an ke teori dengan prinsip kemanfaatan, aktualitas, perenelitas, dan tidak memaksakan diri dengan pendekatan tematis.


(49)

- Metode Pembelajaran

Metode paling tepat untuk pembelajaran integrasi bergantung pada strategi pembelajaran. Secara umum, metode pembelajaran integrasi sains dan agama adalah ceramah, diskusi, penugasan, observasi, dan laboratorium. Khusus ceramah dilakukan dalam dua bentuk, yaitu secara mandiri dan tim (team teching).

- Media Pembelajaran

Secara umum, media pembelajaran integrasi sains dan agama adalah laboratorium, alam semesta, internet, dan peristiwa yang berkembang di masyarakat. Laboratorium memiliki peranan yang paling strategis, karena tanpa laboratorium percobaan integrasi akan terjebak pada diskusi filosofis.

- Evaluasi Pembelajaran

Evaluasi pembelajaran integrasi sains dan agama adalah evaluasi formal, catatan peserta didik, reviu, dan observasi. Salah satu bentuk evaluasi yang unik adalah cacatan peserta didik dan reviu.

c) Nilai-Nilai dalam Pembelajaran Integrasi Sains dan Agama - Nilai-Nilai Utama

Dampak instruksional pembelajaran integrasi sains dan agama meliputi (i) nilai keimanan dan (ii) berkembangnya sains baru. Keimanan yang lahir karena seseorang menemukan keselarasan dalam memahami ayat/konsep/teori dengan fakta/fenomena yang ada, sehingga mereka meyakini hal itu sebagai sains baru. - Nilai-Nilai Pengiring

Dampak pengiring pembelajaran integrasi sains dan agama adalah (i) anggapan tentang integrasi sains dan agama bagaikan mata pelajaran akhlaq, (ii)


(50)

jugdment tentang hukum ”wajib” belajar sains, (iii) membangkitkan rasa syukur, (iv) motivasi diri, (v) menumbuhkan rasa ingin tahu, dan (vi) meningkatkan rasa percaya diri.

2. Pengembangan Model Pendidikan Nilai

Berdasarkan pembelajaran integrasi sains dan agama beserta dampaknya, serta ayat 78 Surat an-Nahl (16), maka pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi peserta didik melalui pendengaran, penglihatan, dan hati (fu’ad). Pembelajaran harus memfungsikan ranah pendengaran, penglihatan, dan hati sebagai sumber ilmu pengetahuan, sehingga peserta didik menjadi manusia yang berilmu pengetahuan sekaligus selalu bersyukur. Harapannya adalah melahirkan insan ulul albab, yaitu manusia yang selalu ingat dan memikirkan ciptaan-ciptaan Allah. Insan yang mampu memadukan antara kekuatan pikir dan dzikir.

Adapun kesimpulan khusus penelitian ini adalah:

- Setiap penyajian materi pembelajaran secara teoretik/konseptual dengan al-Qur’an atau objek/fenomena dipahami secara terpadu dengan Sang Penciptanya mampu melahirkan pengalaman pembelajaran bagi peserta didik secara lebih sempurna, yaitu pengalaman ilmiah dan Illahiah.

- Ilmu pengetahuan yang berdimensi ilmiah dan Illahiah akan membantu peserta didik mengembangkan penalarannya, sehingga melahirkan pemahaman bahwa Allah-lah yang menciptakan dan mengatur semua yang ada di alam semesta ini untuk kepentingan manusia.

- Pemahaman bahwa semua yang ada telah diciptkan dan diatur Allah untuk kepentingan manusia mendorong peserta didik untuk berterima kasih (syukur).


(1)

Fadjar, A. Malik. (1998). Madrasah dan Tantangan Modernitas. Bandung: Mizan.

Fakhruddin, Asep Umar. (2006). ”Peran Generasi Muda Islam dalam Keberlangsungan Pendidikan Islam”. Jurnal Insania. 2, (2), 98-114.

Fox, D. & Prilleltensky, I. (2005). Critical Psychology: An Introduction. terj. A. Zaky Mubarok. Psikologi Kritis: Meta Analisis Psikologi Modern. Bandung: Teraju.

Fraenkel, J. R. (1977). How to Teach about Values: An Analytic Approach. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Frondizi, R. (2001). Pengantar Filsafat Nilai. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Gagne, Robert M. and Briggs, Lislie J. (1979). Principles of Instructinal Design.

New York: Holt Rinehart & Winstone.

Gholshani, M. (2003). The Holy Quran and The Sciences of Nature. terj. A. Effendi. “Filsafat Sains menurut al-Qur’an”. Bandung: Mizan.

---, (2004). Issues in Islam and Science. terj. A. Muhammad. “Melacak Jejak Tuhan dalam Sains: Tafsir Islami atas Sains”. Bandung: Mizan.

Gie, The Liang. (1977). Suatu Konsepsi ke Arah Penertiban Bidang Filsafat. Yogyakarta: Karya Kencana.

--- (1999). Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty.

Hadiwijono, Harun. (1980). Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta: Kanisius. Hamalik, Oemar. (2007). Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru

Algensindo.

Handerson, S.V.T. (1966). Introduction to Philoshopy of Education. Chicago: The University of Chicago Press.

Hasan, M. Tholchah. (1987). Islam dalam Perspektif Sosial Budaya. Jakarta: Gulasa Nusantara.

Hayat, Bahrul. (2008). “Mengoptimalkan Seluruh Kecerdasan Siswa”. Tabloid Republika Dialog Jumat (1 Pebruari 2008).

Hidayat, Komarudin. (2009). “Etos Keilmuan dalam Islam”. Tribun Jabar (2 September 2009).


(2)

Hers, R.H., Miller, J.P., & Fielding, G.D. (1980). Model of Moral Education: An Appraisal. New York: Longman Inc.

Ibrahim, R. dan Syaodih, N. (2003). Perencanaan dan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Joyce, B. and Weil, M. (1980). Models of Teaching. New Jersey: Prentice-Hall Inc. Englewood Cliffs.

Jumsai, Art-Ong. (2008). Model Pembelajaran Nilai-Nilai Kemanusiaan Terpadu (Human Values Integrated Instructional Model) Pendekatan yang Efektif untuk Mengembangkan Nilai-Nilai Kemanusiaan atau Budi Pekerti pada Peserta Didik. Jakarta: Yayasan Pendidikan Sathya Sai Indonesia.

Kartanegara, M. (2005). Integrasi Ilmu: Sebuah Rekonstruksi Holistik. Bandung: Arasy Mizan bekerja sama UIN Jakarta Press.

--- (2008). ”Menguak Kembali Keagungan Tradisi Ilmiah Islam”. Tabloid Republika Dialog Jumat (1 Pebruari 2008).

Kattsoff, L. O. (1996). Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Khomeini, A. (2009). 40 Hadits: Telaah atas Hadits-Hadits Mistik dan Akhlak. Terj. Zainal Abidin, dkk. ”Syarh al-Arba’in Haditsan”. Bandung: Mizan. Kneller, G.F. (1971). Introduction to The Philosophy of Education. New York:

John Wiley & Sons, Inc.

Kniker, R. C. (1977). You and Values Education. Ohio: Charles E. Merrill Publishing Company.

Koesuma, D. (2007). Pendidikan Karakter: Startegi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: Grasindo.

Kohlberg, L., Levine, C., & Hewer, A. (1983). Moral Stage: A Current Formulation and Response to Critics. New York: Karger.

Kuntowijoyo, (1993). Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi. Bandung: Penerbit Mizan.

--- (2008). Islam sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi, dan Etika. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Lang, H.R. & Evans, D.N. (2006). Models, Strategies, and Methods for Effective Teaching. Boston: Pearson.


(3)

Leahy, L. (2006). Jika Sains Mencari Makna. Yogyakarta: Kanisius.

Leaman, O. (2002). A Brief Introduction to Islamic Philoshophy. terj. Musa Kazhim & Arif Mulyadi “Pengantar Filsafat Islam: Sebuah Pendekatan Tematis”. Bandung: Mizan.

Lengeveld, M.J. (1977). Menuju Kepemikiran Filsafat. Jakarta: Pustaka Sarjana. Mahzar, A. (2003). Melawan Ideologi Materialisme Ilmiah: Menuju Dialog Sains

dan Agama. dalam: Ward, Keith ’Dan Tuhan Tidak Bermain Dadu’. Bandung: Mizan.

_________ (2003). Menuju Islamisasi Paradigma Sains Posmodern. dalam: Kertanegara, M. ’Menyibak Terai Kejahilan: Pengantar Epsitemologi Islam’. Bandung: Mizan

_________ (2004). Merumuskan Paradigma Sains dan Teknologi Islami: Revolusi Integralisme Islam. Bandung: Mizan.

Nasution, S. (2009). Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Maslow, A. (2004). The Psychology of Science. terj. Hani’ah “Psikologi Sains: Tinjauan Kritis terhadap Pasikologi Ilmuwan dan Ilmu Pengetahuan Modern. Bandung: Mizan Publika.

McDeviit, T.M. & Ormrod, J.E. (2002). Child Development and Education. New Jersey: Merrill Prentice Hall.

Miller, Ava S. and Anderson, Stoerm E. (2007). Development of A Matrix of Theaching Models Based on Instructional and Nurturant Effect. www.eric.ed.gov./ERICDocs./data/ericdocs2sql.

Mochtar, Affandi. (2008). “Tidak Ada Dikhotomi dalam Islam”. Tabloid Republika Dialog Jumat (1 Pebruari 2008).

Mulyana, R. (2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Al-Fabeta. Muthahhari, M. (2007). Manusia dan Agama: Membumikan Kitab Suci. Bandung:

Mizan.

Natalisa, R.R. (2007). ”Terpadu: Integrated”. Teachers Guide, Majalah Guru Profesional. 1, 40-41.

Partry-Iuc, J. Weyringer, S. and Weinberger, A. (2007). Combining Values and Kenowledge Education. In: Values Education and Lifelong Learning: Priciples, Policies, Programmes. AA Dordrecht: Springer.


(4)

Pasya, A.F. (2004). Rahiq al-’Ilm wa al-Iman. Terjemahan: Arifin, M. ”Menggali Kandungan Ilmu Pengetahuan dari al-Qur-’an”. Solo: Tiga Serangkai. Phenix, Philiph H. (1964). Realms of Meaning (A Philosophy of The Curriculum

for General Education). New York: Mc-Graw Hill Book Company.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005. tentang Standar Nasional Pendidikan. Lembaran Negara RI Tahun 2005 No.42.

Poedjiadi, A. (2007). Sains Teknologi Masyarakat: Model Pembelajaran Kontekstual Bermuatan Nilai. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Purwanto, A. (2008). Ayat-Ayat Semesta Sisi-Sisi Al-Qur-’an yang Terlupakan. Bandung: Mizan Pustaka.

Purwanto, Y. (2007). Epistemologi Psikologi Islam: Dialektika Pendahuluan Psikologi Barat dan Psikologi Islami. Bandung: Refika Aditama.

Qardhawi, Y. (2003). Ad-Din fi ’Ashr al-’Ilm. Terjemahan: Abdussalam “Ilmu Pengetahuan dalam Perspektif Islam. Yogyakarta: ’Izzan Pustaka.

Rahman, F. (1979). Islam. Chicago: The University of Chicago Press.

Rapar, J. H. (1996). Pengantar Logika: Asas-Asas Penalaran Sistematis. Yogyakarta: Kanisius.

Republika. (2008). MA Plus Darul Ulum dapat Bantuan Rp. 2,7 Milyar. Selasa 17 Juni 2008.

Rokeach, M. (1973). The Nature of Human Values. New York: The Free Press. Said, Z. (2008). Sains Kesyukuran: Teori Evolusi atau Hukum Ahsani Taqwim?

Manusia bukan Mamalia, Hewan, atau Homosapiens. Kuala Lumpur: Percetakan TATT SDN BHD.

Sang, M.S. (2005). Educational Studies for KPLI, Teacher Professionalism Theme 3. Selangor: Multimedia-ES Resources Sdn.Bhd.

--- (2008). Educational Psychology and Pedagogy: Learner and Learning Environment. Selangor: Multimedia-ES Resources Sdn.Bhd.

Sanjaya, W. (2008). Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.


(5)

--- (2008). Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sanusi, A. (1998). Pendidikan Alternatif: Menyentuh Aras Dasar Persoalan Pendidikan dan Kemasyarakatan. Bandung: Program Pascasarjana IKIP Bandung.

Santrock, John W. (2004). Educational Psychology. New York: McGraw-Hill Higher Education.

Sarangi, R. (1996). Moral Education in Schools: Based and Implication. New Delhi: Deep & Deep Publications.

Sardar, Z. (1988). Islamic Future. Selangor: Darul Ehsan.

Satira, S. (tanpa tahun). Fisika: Pembahasan Terpadu. Bandung: ITB. Sa’ud, Udin Saefudin. (2008). Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Setio, R. (2005). Universitas pada Era Pascakolonial. dalam: Integrasi Ilmu dan Agama Interpretasi dan Aksi. Bandung: Mizan.

Shihab, Q. (2009). Tafsir Al-Misbah: Pesan. Kesan, dan Keserasian al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati.

Soewardi, H. (2000). Roda Berputar Dunia Bergulir: Kognisi Baru tentang Timbul Tenggelamnya Sivilasasi. Bandung: Bhakti Mandiri.

Sudibyo, B. (2009). Kata Pengantar. dalam Pendidikan untuk Pembangunan Nasional: Menuju Bangsa Indonesia yang Mandiri dan Berdaya Saing Tinggi. Jakarta: Imperial Bhakti Utama.

Surya, M. (2000). “Integrasi Tauhid Ilmu dalam Sistem Pendidikan Nasional”, dalam Tauhid Ilmu dan implementasinya dalam Pendidikan. Bandung: Penerbit Nuansa kerja sama Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam PW Muhammadiyah Jabar.

Tholkhah, Imam. Barizin, Imam. dan Fadjar, A. Malik. (2004). Membuka Jendela Pendidikan Islam: Mengurai Akar Tradisi dan Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam. Jakarta: Rajawali Press.

Tim, (2007). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jakarta: Sekretaris Jendral MPR RI. 2005.


(6)

Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Lembaran Negara RI Nomor 4301.

Whitehead, A. N. (2005). Science and The Modern World. terj. Komarudin “Sains dan Dunia Modern. Bandung: Nuansa.

Yasin, M. (2009). “Implikasi Pembelajaran Sains Terpadu”. Jurnal Insania. 14, (1), 172-188.

Yudianto, S. A. (2008). “Pembelajaran Biologi Bernuansa Pendidikan Nilai pada Mata Kuliah Botani Cryptogamae di Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI”. Jurnal Mimbar Pendidikan. 32, (3) , 42-54.