HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA WANITA BEKERJA Hubungan Antara Konflik Peran Ganda Dengan Stres Kerja Pada Wanita Bekerja.

(1)

i

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA WANITA BEKERJA

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta sebagai persyaratan memperoleh Derajat Sarjana S-1 Psikologi

Diajukan oleh:

RUSLINA

F 100 090 133

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014


(2)

ii

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA WANITA BEKERJA

NASKAH PUBLIKASI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana (S-1) Psikologi

Diajukan oleh:

RUSLINA

F 100 090 133

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA


(3)

(4)

(5)

i

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA WANITA BEKERJA

RUSLINA

Yudhi Satria.R, SE., S.Psi., M.Si

Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Roselinapratama@gmail.com

Stres kerja dipengaruhi oleh konflik peran ganda. Hal tersebut terjadi karena adanya ketidak seimbangan antara kedua peran tersebut, pada saat yang bersamaan ibu dituntut untuk bekerja semaksimal mungkin dan disisi lain ibu dituntut selalu memperhatikan keluarga, sehingga wanita berperan ganda diharapkan dapat membagi waktu dalam bekerja maupun dalam mengurus rumah tangga.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara konflik peran ganda dengan stres kerja pada wanita bekerja. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara konflik peran ganda dengan stres kerja pada wanita bekerja.

Populasi dalam penelitian ini adalah buruh pabrik wanita yang bekerja di PT. Jamu Air Mancur, karanganyar. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive non random sampling. dengan jumlah subjek sebanyak 60 orang. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur variabel-variabel ada 2 macam alat ukur, yaitu: (1) skala stress kerja, dan (2) skala konflik peran ganda. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan korelasi product moment. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara konflik peran ganda dengan stres kerja pada wanita bekerja.

Berdasarkan hasil analisis Product moment diperoleh nilai koefisien kolerasi rxy sebesar = 0,622 dengan p = 0,000; p ≤ 0,01, yang menunjukkan ada kolerasi positif yang sangat signifikan antara konflik peran ganda dengan stres kerja. Sumbangan efektif dari kedua variabel ditunjukkan oleh koefisien determinan (r2) sebesar = 0,387 yang menunjukkan bahwa konflik peran ganda mempengaruhi variabel stres kerja sebesar = 38,7% dan 61,3% sisanya dipengaruhi variabel lainnya. Subjek dalam penelitian ini mempunyai tingkat konflik peran ganda yang sedang dengan rerata empirik sebesar = 87,35 dan rerata hipotetik sebesar = 97,5. Subjek juga mempunyai stres kerja yang sedang dengan rerata empirik sebesar = 101,52 dan rerata hipotetik sebesar = 105.


(6)

1 PENDAHULUAN

Perkembangan ekonomi di Indonesia yang semakin pesat membuat kebutuhan rumah tangga semakin meningkat. Kurangnya pendapatan yang dihasilkan suami sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah membuat sebagian besar wanita ikut serta bekerja guna memenuhi kebutuhan keluarga. dengan latar pendidikan yang minim, membuat sejumlah wanita mencari pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. dalam sektor industri domestik banyak dijumpai wanita bekerja baik sebagai buruh pabrik, pembantu rumah tangga, buruh cuci, dll.

Keputusan untuk mengambil dua peran berbeda yaitu di rumah tangga dan di tempat kerja tentu diikuti dengan tuntutan dari dalam diri sendiri dan pemenuhan kebutuhan ekonomi. Tuntutan dari diri sendiri dan kebutuhan hidup ini menyerukan hal yang sama yaitu keberhasilan dalam dua peranan tersebut. Idealnya memang setiap wanita bisa menjalani semua peran dengan baik dan

sempurna, namun ini bukanlah hal mudah. Banyak wanita berperan ganda mengakui bahwa secara operasional sulit untuk membagi waktu bagi urusan rumah tangga dan urusan pekerjaan. Akibat yang sering dihadapi oleh wanita berperan ganda adalah keberhasilan setengah-setengah pada masing-masing peran atau hanya berhasil di salah satu peran saja dan peran yang lain dinomor duakan kemudian terbengkalai.

Peran ganda menjadi fenomena dalam dunia kerja yang sering kita jumpai, tidak sedikit kaum wanita yang berpartisipasi dalam dunia industri. Sumbangan wanita dalam pembangunan ekonomi terlihat dari kecenderungan partisipasi wanita dalam angkatan kerja. Sebagai salah satu indikator, partisipasi dalam bidang ekonomi ditunjukkan dari laju peningkatan partisipasi wanita dalam angkatan kerja antara tahun 1990-2000 lebih cepat dari peningkatan laju partisipasi pria. di Indonesia jumlah angkatan kerja wanita yang aktif meningkat dari 6.869.357 pada tahun 1990 menjadi 36.871.239 pada tahun


(7)

2 2000 (BPS, Data komposisi angkatan kerja,1990 & 2000).

Partisipasi wanita saat ini bukan sekedar menuntut persamaan hak tetapi juga menyatakan fungsinya mempunyai arti bagi pembangunan dalam masyarakat Indonesia. Partisipasi wanita menyangkut peran tradisi dan transisi. Peran tradisi atau domestik mencakup peran wanita sebagai istri, ibu dan pengelola rumah tangga. Sementara peran transisi meliputi pengertian wanita sebagai tenaga kerja, anggota masyarakat dan manusia pembangunan. Peran transisi wanita sebagai tenaga kerja turut aktif dalam kegiatan ekonomis (mencari nafkah) di berbagai kegiatan sesuai dengan keterampilan dan pendidikan yang dimiliki serta lapangan pekerjaan yang tersedia. Kecenderungan wanita untuk bekerja menimbulkan banyak implikasi, antara lain tidak dapat menyeimbangkan kedua peran tersebut sehingga menimbulkan konflik.

Ihromi (dalam Vitarini, 2009) menyatakan bahwa jumlah wanita pencari kerja akan semakin meningkat di wilayah dunia. Berdasarkan data

Badan Pusat Statistik 2012, partisipasi perempuan dalam lapangan kerja meningkat signifikan. saat ini ada 43 juta pekerja perempuan yang membantu pertumbuhan ekonomi Indonesia. Itu artinya, jumlah pekerja perempuan hampir sama besarnya dengan pekerja laki-laki. Pada saat yang sama perempuan juga menemukan kebebasan untuk tetap menjalankan perannya sebagai ibu., Ihromi menambahkan kemungkinan penyebab terjadinya peningkatan jumlah pekerja perempuan adalah adanya unsur keterpaksaan yang harus dijalani kaum perempuan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya.

Namun menjalani dua peran sekaligus, sebagai seorang pekerja sekaligus sebagai ibu rumah tangga tidaklah mudah. Karyawan wanita yang telah menikah dan mempunyai anak memiliki peran dan tanggung jawab yang lebih berat daripada wanita single. Peran ganda pun dialami oleh buruh pabrik wanita, karena selain berperan di dalam keluarga, wanita tersebut juga berperan di dalam


(8)

3 pekerjaannya. Konflik peran inilah yang menjadi pemicu stres kerja, salah satu profesi yang rentan mengalami stres kerja yaitu profesi sebagai buruh pabrik. Pekerjaan sebagai buruh selain dituntut mencapai target dalam pekerjaannya, buruh juga bekerja selalu dalam pengawasan. Profesi ini pun menuntut adanya ketelitian dan kecermatan serta tanggung jawab yang tinggi, sehingga sering menyebabkan stres atau tekanan mental pada buruh pabrik wanita.

Setiap pekerjaan bisa dikatakan sebagai penyebab munculnya stres, karena didasari adanya beban kerja yang terlalu banyak, konflik peran dan adanya proses penyesuaian hubungan dengan orang lain (Smet,1994). Stres yang terjadi ditempat kerja merupakan hasil reaksi emosi dan fisik akibat kegagalan individu beradaptasi di lingkungan kerja dimana terjadi ketidak sesuaian antara harapan dan kenyataan. Tarupolo (2002) mendefinisikan stres kerja adalah suatu proses yang menyebabkan seseorang merasa sakit, tidak nyaman atau tegang karena pekerjaan, tempat kerja atau

situasi kerja tertentu. Keenan dan Newton (1984) berpendapat bahwa stres kerja perwujudan dari kekaburan peran, konflik peran dan beban kerja yang berlebihan, sehingga kondisi tersebut dapat mengganggu prestasi dan kemampuan individu untuk bekerja.

Dari berbagai pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa pengertian stres kerja adalah suatu reaksi perasaan tertekan atau keadaan terganggu baik fisik, psikologis, maupun perilaku yang dialami oleh karyawan dalam menghadapi pekerjaan.

Menurut Cooper (dalam Rice, 1992) mengidentifikasikan sumber-sumber stres kerja sebagai berikut :

a. Kondisi pekerjaan

Kondisi pekerjaan meliputi:

1) Lingkungan kerja. Kondisi kerja yang buruk berpotensi menjadi penyebab karyawan mudah jatuh sakit, mudah stres, sulit berkonsentrasi dan menurutnya produktivitas kerja.


(9)

4 2) Overload. Dapat dibedakan

secara kuantitatif dan kualititatif. Dikatakan overload secara kuantitatif jika banyaknya pekerjaan yang ditargetkan melebihi kapasitas karyawan tersebut. Akibatnya karyawan tersebut mudah lelah dan berada dalam “tegangan tinggi”. Overload secara kualitatif bila pekerjaan tersebut sangat kompleks dan sulit, sehingga menyita kemampuan teknis dan kognitif karyawan. 3) Deprivational stress, yaitu

kondisi pekerjaan yang tidak lagi menantang, atau tidak lagi menarik bagi karyawan. Biasanya keluhan yang muncul adalah kebosanan, ketidakpuasan, atau pekerjaan tersebut kurang mengandung unsur sosial (kurangnya komunikasi sosial).

4) Pekerjaan beresiko tinggi. Jenis pekerjaan yang beresiko tinggi, atau berbahaya bagi keselamatan, misalnya

pekerjaan di pertambangan minyak lepas pantai, tentara, dan pemadam kebakaran, berpotensi menimbulkan stres kerja karena mereka setiap saat dihadapkan pada kemungkinan terjadinya kecelakaan.

b. Stres karena peran

Sebagian besar karyawan yang bekerja di perusahaan yang sangat besar, khususnya para wanita yang bekerja dikabarkan sebagai pihak yang mengalami stres lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Masalahnya, wanita bekerja ini menghadapi konflik peran sebagai wanita karir sekaligus ibu rumah tangga. Terutama dalam kebudayaan Indonesia, wanita sangat dituntut perannya sebagai ibu rumah tangga yang baik dan benar sehingga banyak wanita karir yang merasa bersalah ketika harus bekerja. Perasaan bersalah ditambah dengan tuntutan dari dua sisi, yaitu pekerjaan dan


(10)

5 ekonomi rumah tangga, sangat berpotensi menyebabkan wanita bekerja mengalami stres.

c. Faktor interpersonal

Hubungan interpersonal di tempat kerja merupakan hal yang sangat penting di tempat kerja. Dukungan dari sesama pekerja, manajemen, keluarga, dan teman-teman diyakini dapat menghambat timbulnya stres. Dengan demikian perlu ada kepedulian pihak manajemen pada karyawannya agar selalu tercipta hubungan yang harmonis.

d. Pengembangan karir

Karyawan biasanya mempunyai berbagai harapan dalam kehidupan karir kerjanya, yang ditujukkan pada pencapaian prestasi dan pemenuhan kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri. Apabila perusahaan tidak dapat memenuhi kebutuhan karyawan untuk berkarir, misalnya promosi yang tidak jelas,

kesempatan untuk

meningkatkan penghasilan tidak ada, karyawan akan merasa kehilangan harapan,

tumbuh perasaan

ketidakpastian yang dapat menimbulkan perilaku stres. e. Struktur Organisasi

Struktur organisasi berpotensi menimbulkan stres apabila diberlakukan secara kaku, pihak manajemen kurang mempedulikan inisiatif karyawan, tidak melibatkan karyawan dalam proses pengambilan keputusan, dan tidak adanya dukungan bagi kreativitas karyawan.

f. Tampilan rumah-pekerjaan Ketika pekerjaan berjalan dengan lancar, tekanan yang ada di rumah cenderung bisa dihilangkan. bagi kebanyakan orang, rumah sebagai tempat

untuk bersantai,

mengumpulkan dan

membangun kembali kekuatan yang hilang. Tetapi, ketika keheningan terganggu, bisa


(11)

6 karena pekerjaan atau konflik di rumah, efek dari stres cenderung meningkat.

Aspek- aspek stres kerja

Beehr dan Newman (1978) mengemukakan bahwa aspek-aspek stres kerja adalah :

a. Fisiologis

Merupakan perubahan-perubahan yang terjadi pada metabolisme organ tubuh yang termasuk dalam aspek fisik adalah detak jantung dan tekanan darah meningkat, sekresi adrenalin meningkat, timbulnya gangguan perut, kelelahan fisik,

timbulnya penyakit

kardiovaskuler, timbulnya masalah espirasi, keringat berlebihan, gangguan kulit dan susah tidur. Stres kerja banyak berpengaruh pada sistem pembuluh jantung dan perut serta berperan dalam gangguan tidur dan menimbulkan kelelahan fisik yang berlebihan. b. Psikologis

Aspek ini sering dijumpai dan diprediksi dari terjadinya

ketidakpuasan kerja. Karyawan tidak mempunyai motivasi kuat untuk bekerja dan malas dalam melakukan tugasnya. Termasuk dalam aspek psikologis yaitu kecemasan, ketegangan,

kebingungan, mudah

tersinggung, perasaan frustasi, marah, mudah kesal, emosi menjadi sensitif, perasaan tertekan, kemampuan berkomunikasi menjadi berkurang, menarik diri dan depresi, kebosanan dan kelelahan mental dan menurunnya fungsi intelektual, kurang konsentrasi serta kehilangan spontanitas dan kreativitas.

c. Perilaku

Aspek perilaku yaitu perubahan-perubahan atau situasi dimana produktivitas seseorang menurun. Gangguan perilaku misalnya bermalas-malasan dan menghindari pekerjaan, kinerja dan produktivitas menurun, meningkatnya ketergantungan


(12)

7 pada alkhohol, melakukan sabotase pada pekerjaan, makan berlebihan sebagai pelarian, mengurangi makan sebagai perilaku menarik diri dan mungkin berkombinasi dengan depresi, kehilangan selera makan dan menurunnya berat badan, meningkatnya perilaku beresiko tinggi, agresif serta adanya kecenderungan untuk bunuh diri. Menurut Robbin (1996) konflik adalah suatu proses dimana terjadi pertentangan dari suatu pemikiran yang dirasa akan membawa suatu pengaruh yang negatif. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa konflik secara umum adalah bertemunya dua kepentingan yang berbeda dalam waktu yang bersamaan dan dapat menimbulkan efek yang negatif.

Pengertian peran ganda menurut Kartini (1994) adalah peranan perempuan dalam dua bentuk, yaitu perempuan yang berperan dibidang domestik dan perempuan karir, yang dimaksud dengan tugas domestik adalah

perempuan yang hanya bekerja di rumah saja sebagai istri yang setia. Sedangkan yang dimaksud dengan perempuan karir adalah apabila ia bekerja di luar, maupun bekerja secara profesional karena ilmu yang

didapat atau karena

keterampilannya.

Definisi konflik peran ganda menurut Kahn dkk (dalam Greenhaus & Beutell, 1985) konflik peran ganda adalah bentuk dari konflik antar peran yang mana tekanan peran dari pekerjaan dan keluarga bertentangan.

Berdasarkan dari pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa konflik peran ganda merupakan pertentangan peran yang dijalani oleh ibu rumah tangga yang bertanggung jawab sebagai istri maupun ibu, dan sebagai pekerja diluar rumah yang bertanggung jawab atas pekerjaannya, Sehingga peran keduanya menimbulkan suatu konflik.


(13)

8 Faktor-faktor yang mempengaruhi konflik peran ganda :

Stoner et al. (1990) menyatakan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi konflik peran ganda, yaitu:

a. time pressure, semakin banyak waktu yang digunakan untuk bekerja maka semakin sedikit waktu untuk keluarga.

b. family size dan support, semakin banyak anggota keluarga maka semakin banyak konflik, dan semakin banyak dukungan keluarga maka semakin sedikit konflik.

c. kepuasan kerja, semakin tinggi kepuasan kerja maka konflik yang dirasakan semakin sedikit. d. marital and life satisfaction, ada

asumsi bahwa wanita bekerja memiliki konsekuensi yang negatif terhadap pernikahannya.

Size of firm, yaitu banyaknya pekerja dalam perusahaan mungkin saja mempengaruhi konflik peran ganda seseorang.

Aspek-aspek Konflik Peran Ganda: Menurut Sekaran (1986) aspek yang perlu diperhatikan tersebut meliputi :

a. Pengasuhan anak

Tugas utama seorang istri adalah mengurus suami, anak dan memberikan pendidikan terbaik baginya. Aspek pengasuhan anak ini sangat berkaitan dengan konflik keluarga dan kerja, misalnya ketika ibu harus bersiap-siap untuk bekerja dan anak akan berangkat sekolah, sang ibu tidak bisa menyiapkan kebutuhan anak sedangkan anak sangat butuh perhatian dan kasih sayang dari ibunya.

b. Bantuan pekerjaan rumah tangga Bantuan pekerjaan rumah tangga yang dimaksud adalah istri yang tetap bekerja untuk melayani suami dan anaknya, walaupun pekerjaan rumah tangga telah diserahkan kepada pembantu rumah tangga, sang istri tetap berkewajiban untuk mengetahui segala urusan yang


(14)

9 berhubungan dengan rumah tangga. misalnya ketika menyiapkan makan meskipun ada pembantu, sang ibu harus terlibat dalam menyiapkan makan tersebut padahal ibu tersebut sudah lelah bekerja c. Komunikasi dan interaksi

dengan suami dan anak

Komunikasi dan interaksi dengan suami dan anak merupakan suatu siklus kehidupan yang harus dijalani seorang istri. Misalnya ketika sang ibu sedang sibuk dengan pekerjaanya, sehingga jarang berkomunikasi dengan suami dan anak. bila hal tersebut tidak mampu dijalani maka akan menyebabkan konflik dalam rumah tangga begitupun sebaliknya.

d. Waktu untuk keluarga

Seorang istri harus dapat membagi waktu untuk keluarga (suami dan anak). walaupun memiliki jadwal yang padat, istri semaksimal mungkin harus mampu memberikan waktu

untuk suami dan anak. bila hal itu tidak mampu diberikan seorang istri karena kesibukannya di tempat kerja maka terjadi hal-hal yang negatif seperti anak kurang mendapat perhatian. misalnya ketika sang ibu sedang sibuk atau mempunyai tugas dari kantor sehingga tidak mempunyai waktu untuk bersantai dengan suami dan anak.

e. Menentukan prioritas

Seorang istri harus mampu menentukan prioritas kerja dan keluarga. disini istri dituntut untuk dapat menentukan sikap terhadap dua peran yang harus dijalaninya. upaya yang dapat ditempuh oleh istri untuk mengatasi konflik tersebut adalah memilih kedua peran tersebut dengan tetap mempertimbangkan resiko yang akan dihadapi. misalnya ketika anak sakit, sedangkan ibu harus menghadiri acara penting dari kantor untuk menunjang karirnya.


(15)

10 f. Tekanan karir dan tekanan

kelurga

Setiap peran memiliki konsekuensi masing-masing. disatu sisi karir menuntut agar mampu mencurahakan tenaga, waktu dan pikiran terhadap pekerjaan. disisi lain keluarga terutama anak sangat membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari seorang ibu. Konflik pekerjaan-keluarga menjelaskan terjadinya benturan antara tanggung jawab pekerjaan dirumah atau kehidupan rumah tangga (Frone &Cooper, 1994). Wanita dihadapkan pada banyak pilihan yang ditimbulkan oleh perubahan peran baik didalam lingkungan pekerjaan maupun didalam keluarga. Konflik yang berkepanjangan karena tekanan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kemampuan jika tidak dapat dihadapi secara tepat dan baik maka akan mengakibatkan stres kerja.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rice (1999), wanita yang bekerja mengalami stres kerja lebih tinggi dibandingkan laki-laki.

Perbandingan stres kerja antara wanita dan laki-laki didapatkan hasil rata-rata sebesar 28% wanita mengalami stres ditempat kerja, sedangkan pada laki-laki didapatkan rata-rata sebesar 20%. Hal ini disebabkan karena wanita dihadapkan dengan permasalahan praktik-praktik diskriminatif mengenai kondisi kerja seperti peraturan kerja yang kaku, atasan yang kurang bijaksana, beban kerja yang berat, upah pendapatan rendah, rekan-rekan yang sulit bekerja sama, waktu kerja yang sangat panjang, atau pun ketidak nyamanan psikologis yang dialami akibat dari problem sosial-politis di tempat kerja. Situasi demikian akan membuat wanita mudah merasa kelelelahan sehingga wanita berpotensi mengalami stres kerja.

Penelitian yang dilakukan oleh Triaryati (2003) dengan judul

“Pengaruh Adaptasi Kebijakan

Mengenai Work – Family Conflict terhadap Absen dan TurnOver”, ditemukan bahwa karyawan wanita telah terbukti menderita depresi dan mengalami stres lebih cepat dibandingkan pria, merupakan korban


(16)

11 terbesar dalam work-family conflict. Ketika karyawan wanita tersebut menghadapi situasi kerja yang kurang menyenangkan karena tidak adanya adaptasi yang dibutuhkan oleh mereka, maka dengan mudah akan timbul stres. Tuntutan pekerjaan berhubungan dengan tekanan yang berasal dari beban kerja yang berlebihan dan waktu, seperti; pekerjaan yang harus diselesaikan terburu-buru dan deadline. Tuntutan keluarga berhubungan dengan waktu yang dibutuhkan untuk menangani tugas-tugas rumah tangga dan menjaga anak ditentukan oleh besarnya keluarga, komposisi keluarga dan jumlah anggota keluarga yang memiliki ketergantungan terhadap anggota lain. Konflik pekerjaan-keluarga mempunyai pengaruh menurunnya kehidupan rumah tangga/keluarga dan mengganggu aktifitas bekerja. Penurunan kualitas hubungan dalam keluarga inilah yang menyebabkan kondisi keluarga yang kurang harmonis.

Selain itu, keadaan yang kurang harmonis di keluarga ini juga berasal

dari ketidak mampuan dalam pemenuhan peran sebagai pasangan suami istri dan peran sebagai orang tua akibat terlalu sibuk dan lelah dalam pekerjaannya. Jika ibu yang bekerja tersebut tidak dapat menyeimbangkan antara pekerjaan dan keluarga maka akan menimbulkan suatu tekanan sehingga mengakibatkan ibu tersebut sering marah-marah kepada anak dan suami, kurang memperhatikan anak-anak dan suami, cepat lelah, dan lain-lain.

Penelitian Stewartz (1997) yang dilakukan pada istri bekerja diketahui bahwa istri yang bekerja full time menginginkan mempersingkat jam kerjanya untuk mengurangi ketegangan akibat konflik peran antara peran pekerjaan dan keluarga dibandingkan wanita yang bekerja part time. Sering juga terjadi keletihan pada wanita bekerja karena selain bekerja, wanita juga harus bertanggung jawab pada pengasuhan anak, sehingga ibu kurang waktu untuk beristirahat.

Berdasarkan uraian diatas, pada kenyataannya peran ganda memberikan konsekuensi yang berat


(17)

12 pada wanita yang bekerja. disatu sisi wanita mencari nafkah untuk membantu suami dan kebutuhan ekonomi keluarga, serta disisi lain, wanita harus bisa melaksanakan tanggung jawabnya sebagai istri dan seorang ibu.

Adapun stres kerja yang dialami melibatkan juga pihak organisasi atau perusahaan tempat individu bekerja. Namun penyebabnya tidak hanya didalam perusahaan, karena masalah rumah tangga yang terbawa ke pekerjaan dan masalah pekerjaan yang terbawa ke rumah dapat juga menjadi penyebab stres kerja mengakibatkan dampak negatif bagi perusahaan dan juga individu. Oleh karenanya diperlukan kerja sama antara kedua belah pihak untuk menyelesaikan persoalan stres kerja tersebut. Maka diperlukan suatu kajian yang membahas tentang timbulnya stres kerja pada wanita yang berperan ganda.

Hipotesis penelitian ini menyatakan ada hubungan positif antara konflik peran ganda dengan stress kerja pada wanita bekerja.

Semakin tinggi konflik peran ganda terhadap buruh pabrik, semakin tinggi pula stress kerja. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah konflik peran ganda maka rendah pula stres kerja pada buruh pabrik wanita. METODE

Subjek yang diambil dalam penelitian adalah buruh pabrik wanita yang telah mempunyai anak, dan tinggal bersama suami dengan usia ± 20-55 tahun dengan masa kerja minimal 6 bulan sebanyak 60 orang. Dengan menggunakan teknik pengambilan sampel purposive non random sampling. Metode pengumpulan data menggunakan skala konflik peran ganda dan skala stres kerja. Teknik analisis data menggunakan korelasi product moment.

HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil perhitungan analisis product moment diperoleh nilai koefisien korelasi r = 0,622; p = 0,000 (p < 0,01). Hasil ini menunjukkan ada hubungan positif yang sangat signifikan antara konflik peran ganda dengan stres kerja.


(18)

13 Artinya semakin tinggi konflik peran ganda maka semakin tinggi pula stres kerja.

Konflik peran ganda merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi stres kerja, menurut Kahn dkk (dalam Greenhaus & Beutell, 1985) konflik peran ganda adalah bentuk dari konflik antar peran yang mana tekanan peran dari pekerjaan dan keluarga bertentangan. Selain itu Khan (dalam Behr, 1995) menyatakan bahwa konflik peran ganda merupakan adanya ketidakcocokan antara harapan - harapan yang berkaitan dengan suatu peran dimana dalam kondisi yang cukup ekstrim, kehadiran dua atau lebih harapan atau tekanan akan sangat bertolak belakang sehingga peran yang lain tidak dapat dijalankan. Penelitian yang dilakukan oleh Duxburry dan Higgins (2003) sejalan dengan pernyataan sebelumnya, namun ia menambahkan dampak yang ditimbulkan dari konflik peran ganda yaitu partisipasi seseorang pada satu peran

menyulitkan partisipasi pada peran yang lainnya.

Penelitian Amalia (2001) menyebutkan bahwa wanita yang menjalankan peran ganda, sebagai karyawan sekaligus sebagai ibu rumah tangga lebih sering dihinggapi stres daripada pekerja wanita yang lajang. Selain itu disebutkan pula bahwa banyak wanita yang menjalankan peran gandanya tidak mampu mengatasi stres yang dialami terutama tuntutan untuk berprestasi dari perusahaan tempat individu tersebut bekerja atau tuntutan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih banyak.

Pada kenyataannya peran ganda memberikan konsekuensi yang berat. Disatu sisi wanita mencari nafkah untuk membantu suami bahkan pada kasus tertentu wanita lebih bisa diandalkan dalam menafkahi dan disisi lain wanita harus bisa melaksanakan tanggung jawabnya sebagai istri dan ibu. Walaupun demikian peran ganda wanita bukan pilihan yang tidak mungkin diambil dan hal tersebut


(19)

14 sering berdampak kepada kondisi psikologis. Seperti dikemukakan oleh Nurani (1994) bahwa, karena keterbatasan waktunya, tidak mungkin bagi wanita bekerja untuk sekaligus menjadi ibu rumah tangga secara maksimum. Wanita yang aktif bekerja sulit menjalankan tugas sebagai istri dan berfungsi sebagai ibu dalam hal mengasuh, merawat, mendidik dan mencurahkan kasih sayang kepada anak sepanjang waktu. Stres mudah untuk muncul karena adanya konflik peran tersebut. Misalnya saja harus tetap masuk kerja walaupun anak sedang sakit, atau terpaksa mengerjakan pekerjaan kantor ketika sedang bersantai bersama keluarga.

Penelitian di Amerika juga menyebutkan bahwa 65% wanita pekerja mempunyai masa depan lebih suram. Mereka banyak mengalami konflik dalam pekerjaannya akibat stress yang dirasakan. Kebanyakan di antara mereka tidak bisa menyesuaikan diri dalam bekerja, kurang dapat mengambil keputusan dengan tepat, mudah dihasut dan lain

sebagainya. Hanya 35 % lainnya akan memperoleh karir yang gemilang karena para wanita itu bekerja atas dasar ingin mengaktualisasikan dirinya, sehingga secara kreatif mereka bisa memberdayakan diri (Dhammanandi, 2014)

Berdasarkan hasil analisis diketahui konflik peran ganda dan Stres kerja pada subjek penelitian tergolong sedang, ditunjukkan oleh rerata empirik (RE) konflik peran ganda sebesar = 87,35 dan rerata hipotetik (RH) = 97,5. Secara rinci diketahui dari 60 subjek yang diteliti, diketahui ada 8 subjek (13,3%) mengalami konflik peran ganda tinggi, 18 subjek (30%) mengalami peran ganda sedang; 33 subjek (35%) mengalami peran ganda rendah; dan 1 subjek (1,6%) mengalami peran ganda sangat rendah. Hasil kategorisasi tersebut menujukkan bahwa konflik peran ganda yang dialami oleh subjek penelitian cukup variatif, namun secara umum subjek yang diteliti mengalami konflik peran ganda dalam kategori rendah.


(20)

15 Kondisi sedang ini dapat diartikan aspek-aspek yang terdapat dalam konflik peran ganda yaitu pengasuhan anak, bantuan pekerjaan rumah tangga, komunikasi dan interaksi dengan anak & suami, waktu untuk keluarga, menentukan prioritas, tekanan karir dan tekanan keluarga, pandangan suami terhadap peran ganda wanita. Merupakan aspek atau komponen yang perlu dimiliki atau diselaraskan terlebih dahulu oleh wanita yang berperan ganda. Waktu untuk keluarga (anak dan suami) misalnya untuk bercengkrama atau menghabiskan waktu dengan anak dan suami harus diprioritaskan untuk mengurangi terjadinya konflik. Selain itu tuntutan-tuntutan tertentu dalam pekerjaan dan urusan rumah tangga juga harus mampu di atasi oleh wanita yang berperan ganda. Apabila kedua aspek tersebut sudah mampu dimiliki diharapkan aspek-aspek lain yaitu pengasuhan anak, bantuan pekerjaan rumah tangga, komunikasi dan interaksi dengan anak dan suami, pandangan suami tentang peran ganda

wanita akan lebih mudah dimiliki oleh wanita yang berperan ganda.

Stres kerja pada subjek penelitian ditunjukkan oleh rerata empirik (RE) sebesar = 101,52 dan rerata hipotetik (RH) = 105. Secara rinci diketahui dari 60 subjek yang diteliti, diketahui ada 1 subjek (1,6%) yang mengalami stres kerja sangat tinggi, 20 subjek (33,3%) mengalami stres kerja tinggi; 21 subjek (35%0 mengalami stres kerja sedang; 18 subjek (30%) mengalami stres kerja rendah. Secara umum subjek penelitian mengalami stres kerja tergolong sedang, artinya pada sebagian subjek yang diteliti mengalami gejala-gejala seperti yang terdapat aspek dalam stres kerja yaitu fisiologis, psikologis, dan perilaku. Beberapa indikator seseorang mengalami stres kerja menurut Greenberg dan Baron (1993) antara lain, kebosanan, tidak mengalami kepuasan kerja, hilangnya konsetrasi, gangguan tidur, sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah, ketegangan otot,gangguan pernapasan dan gangguan pada kulit,


(21)

16 meningkatnya agresivitas, dan menurunnya produktifitas.

Sumbangan efektif konflik peran ganda terhadap stres kerja sebesar = 38,7%, maka masih terdapat 61,3% faktor-faktor lain yang mempengaruhi stres kerja selain variabel konflik peran ganda. (Greenberg, 2002) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi stres kerja antara lain adalah: Faktor stres yang bersumber pada pekerjaan yaitu meliputi kondisi kerja yang sangat sedikit menggunakan aktifitas fisik, Peran didalam organisasi, Faktor stres kerja yang bersumber pada karakteristik individu, serta Faktor stres kerja yang bersumber di luar organisasi.

Sebagaimana yang telah dikemukakan pera ahli, bahwa stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang menyebabkan reaksi individu berupa reaksi fisiologis, psikologis, dan perilaku. banyak faktor yang mempengaruhi stres kerja diantaranya konflik peran ganda. Cooper (dalam Rice, 1992) mengemukakan bahwa sebagian besar

karyawan yang bekerja di perusahaan yang sangat besar, khususnya para wanita yang bekerja dikabarkan sebagai pihak yang mengalami stres lebih tinggi dibandingkan dengan pria. dikarenakan, wanita bekerja ini menghadapi konflik peran sebagai wanita karir sekaligus ibu rumah tangga. Terutama dalam kebudayaan Indonesia, wanita sangat dituntut perannya sebagai ibu rumah tangga yang baik dan benar sehingga banyak wanita bekerja yang merasa bersalah ketika harus bekerja. Perasaan bersalah ditambah dengan tuntutan dari dua sisi, yaitu pekerjaan dan ekonomi rumah tangga, sangat berpotensi menyebabkan wanita bekerja mengalami stres.

Berdasar analisis data menunjukkan ada hubungan positif yang sangat signifikan antara konflik peran ganda dengan stres kerja, sesuai dengan hipotesis yaitu semakin tinggi konflik peran ganda pada wanita bekerja maka akan semakin tinggi stres kerja, begitu pula sebaliknya semakin rendah konflik peran ganda pada wanita bekerja maka akan


(22)

17 semakin rendah pula stres kerja. Hal ini terbukti bahwa konflik peran ganda dapat menjadi prediktor variabel stres kerja.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat keterbatasan penelitian yang perlu diperhatikan, antara lain:

1. Generalisasi dari hasil-hasil penelitian ini terbatas pada populasi dimana penelitian dilakukan yaitu di PT. Jamu Air Mancur, sehingga penerapan pada ruang lingkup yang lebih luas dengan karakteristik yang berbeda kiranya perlu dilakukan penelitian ulang dengan menggunakan atau menambah variabel-variabel lain yang belum disertakan dalam penelitian ini atau pun dengan menambah dan memperluas ruang lingkup penelitian.

2. Subjek uji coba dan penelitian memiliki jumlah dan karakteristik penelitian yang relatif sama sehingga akan lebih tepat jika digunakan penelitian dengan tryout terpakai, karena akan lebih praktis, efisien dan hasil penelitian lebih mewakili populasi yang ada

dikarenakan jumlah subjek lebih besar.

KESIMPULAN DAN SARAN a) Kesimpulan

1. Ada hubungan yang positif yang sangat signifikan antara konflik peran ganda dengan stres kerja pada wanita berperan ganda. Artinya semakin tinggi konflik peran ganda yang diperoleh maka semakin tinggi stres kerja yang dialami oleh wanita berperan ganda dan sebaliknya semakin rendah konflik peran ganda yang diperoleh maka semakin rendah stres kerja yang dialami oleh wanita berperan ganda. 2. Peranan atau sumbangan efektif

konflik peran ganda dengan stres kerja sebesar menunjukan bahwa koefisien determinan (r2) sebesar = 0,387. Hal ini menunjukan bahwa variabel konflik peran ganda memberi sumbangan efektif sebesar = 38,7% dalam mempengaruhi stres kerja pada wanita berperan ganda, sedangkan sisanya 61,3% dipengaruhi oleh variabel lain.


(23)

18 3. Tingkat konflik peran ganda

termasuk ke dalam kategori sedang. Hal ini ditunjukan oleh hasil rerata empirik sebesar = 87,35 dengan rerata hipotetik skala konflik peran ganda sebesar = 97,5.

4. Tingkat stres kerja termasuk ke dalam kategori sedang. Hal ini dapat dilihat dari hasil rerata empirik sebesar = 101,52 dengan Rerata hipotetik skala stres kerja sebesar 105.

b) Saran

Diharapkan hasil dari penelitian ini sebagai referensi, untuk bahan masukan, pertimbangan, informasi tambahan bagi peneilti lain yang akan melakukan penelitian sejenis, sehingga dapat menjadi acuan dalam penyempurnaan penelitian yang sejenis.


(24)

19 DAFTAR PUSTAKA

Amalia, M.2005. Konflik Peran Ganda Ibu Bekerja ditinjau dari Dukungan Sosial Skripsi (tidak diterbitkan). Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapratana..

Beehr,T.a. & Newman,J.E.1978.Job stress. EmployeeHealth and Organization Effectiveness : A Facet Analisis Model and Literature Review. Personel Psichology.

Cooper, C. L., & Palmer, S. 2007. How to deal with stress.Unites States: Kogan Page Limited.

Dhammanandi. 2014. Quo Vadis Perempuan Dalam Politik. www.google /search/php/ id Duxbury, L. E., & Higgins, C. A.

(1991). Gender differences in work family conflict. Journal of Applied Psychology, 76, 60-74.

Greenberg, J.,&Baron,R.A. 1993.

Behavior In

Organizations:Understanding And Managing The Human Side Of Work.USA:Allyn & Bacon

Nurani. 1994. Kesadaran Beragama Islam Terhadap Wanita Karir. Skripsi Sarjana (Tidak diterbitkan). Surakarta : Fakultas Psikologi

Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Tarupolo, B 2002.Warta Kesehatan Kerja Media Komunikasi Kesehatan Kerja.Edisi 1. Jakarta.

Triaryati, Nyoman. 2002. Pengaruh Adaptasi Kebijakan

Work-Family Issue

TerhadapAbsence dan Turnover. Jurnal Widya Manajemen & Akuntansi, Vol.2, No.3Desember 2002 Badan Pusat Statistik. 2010.

Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Sekaran, U. 1986. Dual career families. San Fransisco: Josey Bass Publishers

Smet. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta : Grasindo Widiasarana Indonesia. Rice, P. L. (1992). Stress and health

(2nd Edition) . Pacific Grove, CA: Brooks/Cole.

Rice,P.L.1999. Stress and Health (2nd ed). Pasific Grove. California: Brooks/ Cole Publishing Company.

Stonner, Charles R. (1990). Work-home role conflict infemale owners of small bussiness: an eploratory study. Journal of


(25)

20 small business management , 28 (1), page 30-38.

Frone, M R; Russell, M; Cooper, M L. (1992). Antecedents and Outcomes of Work-Family Conflict: Testing a Model of The Work-Family Interface . Journal of Applied Psychology, Vol.77, No.1, p:65-78.


(1)

15 Kondisi sedang ini dapat diartikan aspek-aspek yang terdapat dalam konflik peran ganda yaitu pengasuhan anak, bantuan pekerjaan rumah tangga, komunikasi dan interaksi dengan anak & suami, waktu untuk keluarga, menentukan prioritas, tekanan karir dan tekanan keluarga, pandangan suami terhadap peran ganda wanita. Merupakan aspek atau komponen yang perlu dimiliki atau diselaraskan terlebih dahulu oleh wanita yang berperan ganda. Waktu untuk keluarga (anak dan suami) misalnya untuk bercengkrama atau menghabiskan waktu dengan anak dan suami harus diprioritaskan untuk mengurangi terjadinya konflik. Selain itu tuntutan-tuntutan tertentu dalam pekerjaan dan urusan rumah tangga juga harus mampu di atasi oleh wanita yang berperan ganda. Apabila kedua aspek tersebut sudah mampu dimiliki diharapkan aspek-aspek lain yaitu pengasuhan anak, bantuan pekerjaan rumah tangga, komunikasi dan interaksi dengan anak dan suami, pandangan suami tentang peran ganda

wanita akan lebih mudah dimiliki oleh wanita yang berperan ganda.

Stres kerja pada subjek penelitian ditunjukkan oleh rerata empirik (RE) sebesar = 101,52 dan rerata hipotetik (RH) = 105. Secara rinci diketahui dari 60 subjek yang diteliti, diketahui ada 1 subjek (1,6%) yang mengalami stres kerja sangat tinggi, 20 subjek (33,3%) mengalami stres kerja tinggi; 21 subjek (35%0 mengalami stres kerja sedang; 18 subjek (30%) mengalami stres kerja rendah. Secara umum subjek penelitian mengalami stres kerja tergolong sedang, artinya pada sebagian subjek yang diteliti mengalami gejala-gejala seperti yang terdapat aspek dalam stres kerja yaitu fisiologis, psikologis, dan perilaku. Beberapa indikator seseorang mengalami stres kerja menurut Greenberg dan Baron (1993) antara lain, kebosanan, tidak mengalami kepuasan kerja, hilangnya konsetrasi, gangguan tidur, sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah, ketegangan otot,gangguan pernapasan dan gangguan pada kulit,


(2)

16 meningkatnya agresivitas, dan menurunnya produktifitas.

Sumbangan efektif konflik peran ganda terhadap stres kerja sebesar = 38,7%, maka masih terdapat 61,3% faktor-faktor lain yang mempengaruhi stres kerja selain variabel konflik peran ganda. (Greenberg, 2002) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi stres kerja antara lain adalah: Faktor stres yang bersumber pada pekerjaan yaitu meliputi kondisi kerja yang sangat sedikit menggunakan aktifitas fisik, Peran didalam organisasi, Faktor stres kerja yang bersumber pada karakteristik individu, serta Faktor stres kerja yang bersumber di luar organisasi.

Sebagaimana yang telah dikemukakan pera ahli, bahwa stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang menyebabkan reaksi individu berupa reaksi fisiologis, psikologis, dan perilaku. banyak faktor yang mempengaruhi stres kerja diantaranya konflik peran ganda. Cooper (dalam Rice, 1992) mengemukakan bahwa sebagian besar

karyawan yang bekerja di perusahaan yang sangat besar, khususnya para wanita yang bekerja dikabarkan sebagai pihak yang mengalami stres lebih tinggi dibandingkan dengan pria. dikarenakan, wanita bekerja ini menghadapi konflik peran sebagai wanita karir sekaligus ibu rumah tangga. Terutama dalam kebudayaan Indonesia, wanita sangat dituntut perannya sebagai ibu rumah tangga yang baik dan benar sehingga banyak wanita bekerja yang merasa bersalah ketika harus bekerja. Perasaan bersalah ditambah dengan tuntutan dari dua sisi, yaitu pekerjaan dan ekonomi rumah tangga, sangat berpotensi menyebabkan wanita bekerja mengalami stres.

Berdasar analisis data menunjukkan ada hubungan positif yang sangat signifikan antara konflik peran ganda dengan stres kerja, sesuai dengan hipotesis yaitu semakin tinggi konflik peran ganda pada wanita bekerja maka akan semakin tinggi stres kerja, begitu pula sebaliknya semakin rendah konflik peran ganda pada wanita bekerja maka akan


(3)

17 semakin rendah pula stres kerja. Hal ini terbukti bahwa konflik peran ganda dapat menjadi prediktor variabel stres kerja.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat keterbatasan penelitian yang perlu diperhatikan, antara lain:

1. Generalisasi dari hasil-hasil penelitian ini terbatas pada populasi dimana penelitian dilakukan yaitu di PT. Jamu Air Mancur, sehingga penerapan pada ruang lingkup yang lebih luas dengan karakteristik yang berbeda kiranya perlu dilakukan penelitian ulang dengan menggunakan atau menambah variabel-variabel lain yang belum disertakan dalam penelitian ini atau pun dengan menambah dan memperluas ruang lingkup penelitian.

2. Subjek uji coba dan penelitian memiliki jumlah dan karakteristik penelitian yang relatif sama sehingga akan lebih tepat jika digunakan penelitian dengan tryout terpakai, karena akan lebih praktis, efisien dan hasil penelitian lebih mewakili populasi yang ada

dikarenakan jumlah subjek lebih besar.

KESIMPULAN DAN SARAN

a) Kesimpulan

1. Ada hubungan yang positif yang sangat signifikan antara konflik peran ganda dengan stres kerja pada wanita berperan ganda. Artinya semakin tinggi konflik peran ganda yang diperoleh maka semakin tinggi stres kerja yang dialami oleh wanita berperan ganda dan sebaliknya semakin rendah konflik peran ganda yang diperoleh maka semakin rendah stres kerja yang dialami oleh wanita berperan ganda. 2. Peranan atau sumbangan efektif

konflik peran ganda dengan stres kerja sebesar menunjukan bahwa koefisien determinan (r2) sebesar = 0,387. Hal ini menunjukan bahwa variabel konflik peran ganda memberi sumbangan efektif sebesar = 38,7% dalam mempengaruhi stres kerja pada wanita berperan ganda, sedangkan sisanya 61,3% dipengaruhi oleh variabel lain.


(4)

18 3. Tingkat konflik peran ganda

termasuk ke dalam kategori sedang. Hal ini ditunjukan oleh hasil rerata empirik sebesar = 87,35 dengan rerata hipotetik skala konflik peran ganda sebesar = 97,5.

4. Tingkat stres kerja termasuk ke dalam kategori sedang. Hal ini dapat dilihat dari hasil rerata empirik sebesar = 101,52 dengan Rerata hipotetik skala stres kerja sebesar 105.

b) Saran

Diharapkan hasil dari penelitian ini sebagai referensi, untuk bahan masukan, pertimbangan, informasi tambahan bagi peneilti lain yang akan melakukan penelitian sejenis, sehingga dapat menjadi acuan dalam penyempurnaan penelitian yang sejenis.


(5)

19

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, M.2005. Konflik Peran Ganda Ibu Bekerja ditinjau dari Dukungan Sosial Skripsi (tidak diterbitkan). Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapratana..

Beehr,T.a. & Newman,J.E.1978.Job stress. EmployeeHealth and Organization Effectiveness : A Facet Analisis Model and Literature Review. Personel Psichology.

Cooper, C. L., & Palmer, S. 2007. How to deal with stress.Unites States: Kogan Page Limited.

Dhammanandi. 2014. Quo Vadis Perempuan Dalam Politik. www.google /search/php/ id Duxbury, L. E., & Higgins, C. A.

(1991). Gender differences in work family conflict. Journal of Applied Psychology, 76, 60-74.

Greenberg, J.,&Baron,R.A. 1993.

Behavior In

Organizations:Understanding And Managing The Human Side Of Work.USA:Allyn & Bacon

Nurani. 1994. Kesadaran Beragama Islam Terhadap Wanita Karir. Skripsi Sarjana (Tidak diterbitkan). Surakarta : Fakultas Psikologi

Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Tarupolo, B 2002.Warta Kesehatan Kerja Media Komunikasi Kesehatan Kerja.Edisi 1. Jakarta.

Triaryati, Nyoman. 2002. Pengaruh Adaptasi Kebijakan

Work-Family Issue

TerhadapAbsence dan Turnover. Jurnal Widya Manajemen & Akuntansi, Vol.2, No.3Desember 2002 Badan Pusat Statistik. 2010.

Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Sekaran, U. 1986. Dual career families. San Fransisco: Josey Bass Publishers

Smet. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta : Grasindo Widiasarana Indonesia. Rice, P. L. (1992). Stress and health

(2nd Edition) . Pacific Grove, CA: Brooks/Cole.

Rice,P.L.1999. Stress and Health (2nd ed). Pasific Grove. California: Brooks/ Cole Publishing Company.

Stonner, Charles R. (1990). Work-home role conflict infemale owners of small bussiness: an eploratory study. Journal of


(6)

20 small business management , 28 (1), page 30-38.

Frone, M R; Russell, M; Cooper, M L. (1992). Antecedents and Outcomes of Work-Family Conflict: Testing a Model of The Work-Family Interface . Journal of Applied Psychology, Vol.77, No.1, p:65-78.


Dokumen yang terkait

Hubungan Antara Konflik Peran Ganda Dengan Stres Kerja Pada Wanita Bekerja

11 127 100

Hubungan Antara Konflik Peran Ganda Dengan Life Satisfaction Pada Wanita Bekerja

17 98 136

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA WANITA DI PT PELITA TOMANGMAS Hubungan Antara Konflik Peran Ganda Dengan Stres Kerja Pada Wanita Di Pt Pelita Tomangmas Karanganyar.

0 4 17

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA WANITA DI PT PELITA TOMANGMAS Hubungan Antara Konflik Peran Ganda Dengan Stres Kerja Pada Wanita Di Pt Pelita Tomangmas Karanganyar.

0 3 17

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN KONFLIK PERAN GANDA PADA WANITA BEKERJA Hubungan Antara Dukungan Sosial Keluarga Dengan Konflik Peran Ganda Pada Wanita Bekerja.

0 2 17

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN KONFLIK PERAN GANDA PADA WANITA BEKERJA Hubungan Antara Dukungan Sosial Keluarga Dengan Konflik Peran Ganda Pada Wanita Bekerja.

0 3 18

PENDAHULUAN Hubungan Antara Dukungan Sosial Keluarga Dengan Konflik Peran Ganda Pada Wanita Bekerja.

0 2 8

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA WANITA BEKERJA Hubungan Antara Konflik Peran Ganda Dengan Stres Kerja Pada Wanita Bekerja.

0 3 16

PENDAHULUAN Hubungan Antara Konflik Peran Ganda Dengan Stres Kerja Pada Wanita Bekerja.

0 1 9

DAFTAR PUSTAKA Amalia, M.2005. Konflik Peran Ganda Ibu Bekerja ditinjau dari Dukungan Sosial Hubungan Antara Konflik Peran Ganda Dengan Stres Kerja Pada Wanita Bekerja.

0 1 4