Hubungan Antara Konflik Peran Ganda Dengan Stres Kerja Pada Wanita Bekerja

(1)

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA

DENGAN STRES KERJA PADA WANITA BEKERJA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

O l e h :

MUCHTI YUDA PRATAMA

041301025

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2010


(2)

SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA WANITA BEKERJA

Dipersiapkan dan disusun oleh :

MUCHTI YUDA PRATAMA 041301025

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal ___________________

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Psikologi

Prof. dr. Chairul Yoel, Sp.A(K) NIP. 140 080 762

Dewan Penguji

1. Dra. Gustiarti Leila, M.Psi, M.Kes, psikolog Penguji I ____________

NIP. 132 255 306 merangkap pembimbing

2. Ferry Novliadi, M.Si. Penguji II ____________

NIP. 132 316 960

3. Eka Danta Jaya Ginting, M.A, psikolog Penguji III ____________ NIP. 132 315 377


(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul:

Hubungan Antara Konflik Peran Ganda Dengan Stres Kerja Pada Wanita Bekerja

adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi pancabutan gelar akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku

Medan, Maret 2010

MUCHTI YUDA PRATAMA NIM: 041301025


(4)

Hubungan Antara Konflik Peran Ganda Dengan Stres Kerja Pada Wanita Bekerja

Muchti Yuda Pratama dan Gustiarti Leila

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang bertujuan mengetahui hubungan konflik peran ganda dengan stres kerja pada wanita bekerja. Berdasarkan fenomena yang ada, bahwa jumlah wanita berperan ganda yang meningkat dari tahun ke tahun dan tidak jarang peran ganda itu sendiri banyak menimbulkan permasalahan bagi wanita yang menjalaninya. Secara konseptual

Konflik peran ganda adalah salah satu bentuk konflik antar peran yang diakibatkan peran dalam pekerjaan dan keluarga saling tidak cocok satu sama lain. Subjek penelitian ini berjumlah 86 orang wanita dewasa dini, berusia 20 sampai 40 tahun, sudah menikah dan memiliki pekerjaan di luar rumah, memiliki anak minimal 1, dan memiliki suami. Tehnik pengambilan sampel dengan menggunakan incidental sampling. Tehnik pengolahan data menggunakan

pearson product moment untuk melihat hubungan antara konflik peran ganda

(independent variable) dengan stres kerja (dependent variable) pada wanita bekerja. Alat ukur yang digunakan adalah skala konflik peran ganda yang disusun sendiri oleh peneliti dengan dimensi-dimensi konflik peran ganda.. Skala tingkat stres kerja dengan gejala-gejala stres kerja yang dikemukakan oleh Rice (1992).

Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang positif dengan nilai korelasi (rxy) rxy = 0.344 dengan p = 0.000 dimana p < 0,05, yang artinya semakin tinggi nilai konflik peran gandanya maka semakin tinggi tingkat konflik peran ganda pada wanita bekerja, sebaliknya semakin rendah konflik peran gandanya maka semakin rendah tingkat stres kerja pada wanita bekerja. Kontribusi konflik peran ganda dengan stres kerja pada wanita bekerja adalah sebesar 12 %. hal ini terlihat dari nilai r square yang diperoleh dari hubungan antara konflik peran ganda sebesar 0,12.


(5)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.

Tulisan kecil ini adalah skripsi yang diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Pembuatan skripsi ini merupakan pengalaman pertama penulis, sehingga penulis mohon maaf jika sekiranya dalam skripsi ini terdapat kejanggalan-kejanggalan, baik isi maupun cara penulisannya, yang masih banyak terdapat kesalahan.

Alhamdulillah. Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T karena

berkat rahmat, hidayah dan anugerah yang diberikanNya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Antara Konflik Peran Ganda Dengan Stres Kerja Pada Wanita Bekerja” ini. Penulis juga bersyukur kepada Allah SWT berkat rahmat, hidayah, anugerah, kesehatan dan rezeki yang telah diberikanNya kepada kedua orangtua penulis, karena berkat itu semua kedua orangtua penulis tetap bisa berdoa, memberikan semangat, motivasi, dan dukungan materil kepada penulis, oleh karena itu penulis sangat berterima kasih kepada kedua orangtua penulis yang tidak pernah menyerah dalam hal apapun demi kehidupan penulis dari dalam kandungan sampai sekarang, tanpa mereka berdua penulis tidak akan bisa seperti sekarang ini.

Selama proses penulisan skripsi ini, tidak sedikit tantangan serta suka dan duka yang dilalui oleh penulis, terlepas dari itu maka penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:


(6)

1. Bapak Prof. Dr. Chairul Yoel, Sp. A(K) selaku Dekan Fakultas Psikologi USU. 2. Ibu Dra. Gustiarti Leila, M.Psi, M.Kes, psikolog selaku dosen pembimbing dalam penelitian ini. Terima kasih ya ibu atas waktu yang ibu berikan, terima kasih atas arahannya, petunjuk dalam penyusunan, dan kesabarannya dalam membimbing saya dalam satu tahun terakhir ini.

3. Bapak Ferry Novliadi, M.Si dan Bapak Eka Danta Jaya Ginting, M.A. psikolog yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menjadi dosen penguji skripsi ini. Terima kasih atas perhatiannya, masukannya, dan bimbingannya. 4. Ibu Prof. Dr. Irmawati, M.Si, psikolog (Pembantu Dekan I) dan Ibu Lili

Garliah, M.Si, psikolog (Pembantu Dekan II) yang telah memberikan masukan dan arahan kepada saya pada saat-saat terkahir akan maju sidang. Terima kasih ya bu, diskusi kita di penghujung hari yang singkat tapi sangat bermanfaat, terima kasih juga atas motivasi dan dukungan yang ibu berikan kepada saya.

5. Ibu Rodiatul Hasanah, M.Si, psikolog selaku dosen pembimbing akademis penulis. Terima kasih ya bu atas bimbingan yang ibu berikan selama ini, dan terima kasih juga atas kepercayaan yang ibu berikan kepada saya.

6. Ibu Filia Dina (trima kasih bu atas motivasi yang ibu berikan), Ibu Lita, Ibu Rika, Ibu Yossi, Kak Cherly, dan Seluruh staf pengajar Fakultas Psikologi, Universitas Sumatera Utara yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang telah membekali penulis dengan berbagai disiplin ilmu. Khusus buat Kak Lisa, Kak Juli, dan Kak Ridoy, maaf kalau becanda kita selama ini berlebihan.


(7)

7. Pak Iskandar dan Pak Aswan (trima kasih pak atas motivasi, canda, dan tawa dari bapak), Pak Anto, Ibu Titi, Kak Sari, Kak Devi, dan Kak Ari yang telah banyak membantu saya dalam memberikan bantuan administrasi.

8. Seluruh pegawai Psikologi USU yang telah mengurus segala administrasi setiap semester.

9. Buat abang Khairul dan kak Dyah serta kakak-kakakku: kak Ita dan bang Herman, kak Rosimah dan bang Husin, kak Yani (trima kasih uga atas pengorbanan waktunya dalam penyebaran skala di TSI) dan as Doni, dan yang terakhir buat adikku Ilmi yang juga telah emberikan motivasi dalam penulisan skripsi ini. Semoga kita tetap isa sama-sama terus dan bisa berbagi di istana ceria yang kita cintai. egalanya sangat berarti dalam menjalani hidup dengan kalian, terima asih atas pelajaran-pelajaran kehidupan yang telah kalian berikan.

13. Debby Oktaria, telah menjadi inspirasi dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih atas waktu dan kebersamaan kita selama ini, terima kasih atas motivasinya, terima kasih sudah membangkitkan motivasi penulis saat sedang berada dalam keterpurukan, you are the best. Semoga ini bisa jadi kado terindah di hari ulang tahunmu, and finally pertanyaan ”kapannya” terjawab juga.

14. Sahabat lamaku Indra, Mila dan Kristo yang rajin menanyakan ”kapan selesai?”, semoga kita akan menjadi orang sukses seperti yang kita cita-citakan dari dulu.


(8)

16. Sahabat di tim Labsosku: Sugi dan Nina (semoga kalian cepat menyusul), Dewi (semoga jadi ibu Bhayangkara yang baik), Yola (jalan hidupmu ada di tanganmu), Reni (semoga jadi PNS yang baik dan loyal), untuk semuanya: semoga kebersamaan kita sampai anak cucu. Teman seperjuangan PIO: mas Yuda, Kakas (sabar ya), Onya, Hadi, Carles dkk. Johan, Kris, Indy, Ikun (trima kasih kebersamaan, canda dan tawa kita selama ini), Bima, Hendra, Rayez, Fani, dan seluruh rekan sebaya di angkatan 2004 yang yang telah memberikan kisah klasik selama berada di Psikologi USU.

17. Fahmi (semoga segera mendapatkan penggantinya), Bang Ronal (ma kasih untuk ngeprint dan internetnya), Bang Ahmad (semoga terus sukses di BTPN), Bang Hamdi (ma kasih atas ilmu yang abang berikan selama ini), terima kasih atas kebersamaan, kekeluargaan, dan tumpangan dalam mengerjakan penelitian.

18. Senior-seniorku di Psikologi, Bang Iseq, Bang Ichsan, Bang Boy, Bang Zizou, Kak Rizka, Bang Prant, Kak Ririn, Kak Nina, Bang Indra dan semua yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah memberikan pelajaran hidup di Psikologi. Buat Junior-Juniorku, Hario, Mitha, Yeni, Stevi, Fahmi, Toni, Uon, Andre, Uje, Geo, Hanan, sarah dan yang lainnya, terima kasih atas bantuan dan dukungannya.

19. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis yang tidak tersebutkan, penulis ucapkan terima kasih sebesarbesarnya telah membantu penulis dalam menyelesaikan skiripsi ini.Tanpa bantuan mereka semua mungkin skripsi ini tidak akan pernah selesai dan semoga


(9)

pengorbanan dan jasa baik yang diberikan kepada penulis mendapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini, semua itu adalah kesalahan dan kekhilafan dari penulis. Semoga, skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, amiinn.

Medan, Maret 2010


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL DAN GRAFIK ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Karyawan ... 10

1. Definisi Komitmen Karyawan terhadap Organisasi ... 10

2. Aspek Komitmen ... 12

3. Faktor yang Mempengaruhi Komitmen ... 14

4. Menciptakan Komitmen ... 17


(11)

1. Persepsi ... 19

2. Kualitas Kehidupan Bekerja ... 20

3. Definisi Persepsi terhadap Kualitas Kehidupan Bekerja ... 21

4. Kriteria Kualitas Kehidupan Bekerja ... 21

C. PT Tirta Investama (AQUA Group) ... 23

D. Hubungan Kualitas Kehidupan Bekerja dengan Komitmen Karyawan terhadap Organisasi ... 25

D. Hipotesa Penelitian ... 30

BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 31

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 31

1. Komitmen Karyawan Terhadap Organisasi ... 31

2. Persepsi terhadap Kualitas Kehidupan Bekerja ... 32

C. Populasi, Sampel, dan Metode pengambilan Sampel ... 33

1. Populasi dan Sampel ... 33

2. Metode pengambilan Sampel ... 34

3. Jumlah Sampel Penelitian ... 34

D. Metode dan Alat pengumpulan data ... 35

1. Metode skala ... 35

2. Skala Komitmen Karyawan terhadap Organisasi... 36

3. Skala Persepsi terhadap Kualitas Kehidupan Bekerja ... 37

4. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 39


(12)

b. Uji Reliabilitas ... 39

c. Hasil Uji Coba ... 40

E. Prosedur pelaksanaan penelitian ... 43

1. Tahap Persiapan Penelitian ... 44

2. Tahap Pelaksanan ... 46

3. Tahap Pengolahan Data ... 47

F. Metode Analisis Data ... 47

BAB IV ANALISA DAN INTERPRETASI DATA A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 49

1. Penggolongan Subjek Berdasarkan Usia……….. ... 49

2. Penggolongan Subjek Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 50

3. Penggolongan Subjek Berdasarkan Pekerjaan... ... 50

4. Penggolongan Subjek Berdasarkan Masa Kerja... 51

5. Penggolongan Subjek Berdasarkan Jumlah Anak ……….. 52

6. Penggolongan Subjek Berdasarkan Usia Anak Terkecil………. 52

B. Hasil Penelitian ... 52

1. Hasil Uji Asumsi Penelitian ... 52

2. Hasil Utama Penelitian ... 56

3. Hasil Tambahan Penelitian ... 61

C. Pembahasan... 64

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN A. KESIMPULAN ... 69


(13)

1. Saran Praktis ... 70 2.Saran Metodologis ... 71 DAFTAR PUSTAKA ... 72


(14)

DAFTAR TABEL DAN GRAFIK

Halaman

Tabel 1: Distribusi Aitem-aitem Skala Konflik Peran Ganda Sebelum

Uji Coba ...37

Tabel 2: Distribusi Aitem-aitem Skala Stres Kerja Sebelum Uji Coba... 38

Tabel 3: Distribusi Aitem-aitem Skala Konflik Peran Ganda Setelah Uji Coba 41 Tabel 4: Distribusi Aitem-aitem Skala Konflik Peran Ganda Setelah Uji Coba Untuk Penelitian... 41

Tabel 5: Distribusi Aitem-aitem Skala Stres Kerja Setelah Uji Coba ... 42

Tabel 6: Distribusi Aitem-aitem Skala Stres Kerja Setelah Uji Coba untuk Penelitian... 43

Tabel 7: Penyebaran Subjek Berdasarkan Usia... 49

Tabel 8: Penyebaran Subjek Berdasarkan PendidikanTerakhir... 50

Tabel 9: Penyebaran Subjek Berdasarkan Masa Kerja... 51

Tabel 10: Penyebaran Subjek Berdasarkan Usia... 51

Tabel 11: Hasil Uji Normalitas... 53

Tabel 12: Hasil Uji Linearitas Hubungan... 54

Tabel 13: Korelasi antara Kualitas Kehidupan Bekerja dengan Komitmen Karyawan terhadap Organisasi... 56

Tabel 14: Perbandingan Mean Hipotetik dengan Mean Empirik Komitmen Karyawan terhadap Organisasi... 57


(15)

Tabel 15: Kategorisasi Data Pada Variabel Konflik Peran Ganda

terhadap Organisasi... 58

Tabel 16: Perbandingan Mean Hipotetik dengan Mean Empirik Stres Kerja... 59

Tabel 17: Kategorisasi Data Pada Variabel Stres Kerja ... 59

Tabel 19: Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Jenis Kelamin... 61

Tabel 20: Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Pendidikan Terakhir... 62

Tabel 21: Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Masa Kerja... 63

Tabel 22: Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Usia... 64


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Halaman

1. Reliabilitas dan Daya Beda Item Skala Konflik Peran Ganda …...77

2. Reliabilitas dan Daya Beda Item Skala Stres Kerja ……...79

Lampiran B 1. Data Mentah Subjek Penelitian pada Skala Konflik Peran Ganda...83

2. Data Mentah Subjek Penelitian pada Skala Konflik Peran Ganda ...87

3. Data Subjek Penelitian dan Kategorisasi Subjek Penelitian ...90

Lampiran C 1. Uji Normalitas Sebaran...96

2. Uji Linearitas Hubungan ...97

3. Uji Hipotesa ...98

Lampiran D 1. Gambaran Konflik Peran Ganda Berdasarkan Jenis Kelamin ...100

2. Gambaran Konflik Peran Ganda Berdasarkan Pendidikan Terakhir ...101

3. Gambaran Konflik Peran Ganda Berdasarkan Lama Kerja ...102

4. Gambaran Konflik Peran Ganda Berdasarkan usia ...103

Lampiran E 1. Contoh Aitem Skala Konflik Peran Ganda ...105

2. Contoh Aitem Skala Stres Kerja ………...106


(17)

Hubungan Antara Konflik Peran Ganda Dengan Stres Kerja Pada Wanita Bekerja

Muchti Yuda Pratama dan Gustiarti Leila

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang bertujuan mengetahui hubungan konflik peran ganda dengan stres kerja pada wanita bekerja. Berdasarkan fenomena yang ada, bahwa jumlah wanita berperan ganda yang meningkat dari tahun ke tahun dan tidak jarang peran ganda itu sendiri banyak menimbulkan permasalahan bagi wanita yang menjalaninya. Secara konseptual

Konflik peran ganda adalah salah satu bentuk konflik antar peran yang diakibatkan peran dalam pekerjaan dan keluarga saling tidak cocok satu sama lain. Subjek penelitian ini berjumlah 86 orang wanita dewasa dini, berusia 20 sampai 40 tahun, sudah menikah dan memiliki pekerjaan di luar rumah, memiliki anak minimal 1, dan memiliki suami. Tehnik pengambilan sampel dengan menggunakan incidental sampling. Tehnik pengolahan data menggunakan

pearson product moment untuk melihat hubungan antara konflik peran ganda

(independent variable) dengan stres kerja (dependent variable) pada wanita bekerja. Alat ukur yang digunakan adalah skala konflik peran ganda yang disusun sendiri oleh peneliti dengan dimensi-dimensi konflik peran ganda.. Skala tingkat stres kerja dengan gejala-gejala stres kerja yang dikemukakan oleh Rice (1992).

Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang positif dengan nilai korelasi (rxy) rxy = 0.344 dengan p = 0.000 dimana p < 0,05, yang artinya semakin tinggi nilai konflik peran gandanya maka semakin tinggi tingkat konflik peran ganda pada wanita bekerja, sebaliknya semakin rendah konflik peran gandanya maka semakin rendah tingkat stres kerja pada wanita bekerja. Kontribusi konflik peran ganda dengan stres kerja pada wanita bekerja adalah sebesar 12 %. hal ini terlihat dari nilai r square yang diperoleh dari hubungan antara konflik peran ganda sebesar 0,12.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bekerja bagi manusia sudah menjadi suatu kebutuhan, baik bagi pria maupun bagi wanita. Bekerja mengandung arti melaksanakan suatu tugas yang diakhiri dengan buah karya yang dapat dinikmati oleh manusia yang bersangkutan (As’ad, 1990). Menurut Davis (1991) faktor yang mendorong manusia bekerja adalah adanya kebutuhan yang harus dipenuhi. Aktivitas dalam kerja mengandung unsur kegiatan social, menghasilkan sesuatu, dan pada akhirnya bertujuan untuk kebutuhan hidup manusia.

Keterlibatan wanita yang sudah kentara membawa dampak terhadap peran wanita dalam kehidupan keluarga. Fenomena yang terjadi dalam masyarakat adalah semakin banyaknya wanita membantu suami mencari tambahan penghasilan, selain karena didorong oleh kebutuhan ekonomi keluarga, juga wanita semakin dapat mengekspresikan dirinya di tengah-tengah keluarga dan masyarakat. Keadaan ekonomi keluarga mempengaruhi kecenderungan wanita untuk berpartisipasi di luar rumah, agar dapat membantu meningkatkan perekonomian keluarga (Wolfman, 1994).

Motivasi untuk bekerja dengan mendapat penghasilan khususnya untuk wanita golongan menengah tidak lagi hanya untuk ikut memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, melainkan juga untuk menggunakan keterampilan dan


(19)

pengetahuan yang telah mereka peroleh serta untuk mengembangkan dan mengaktulisasikan diri (Ihromi, 1990).

Di kehidupan keluarga, suami dan istri umumnya memegang peranan dalam pembinaan kesejahteraan bersama, secara fisik, materi maupun spiritual, juga dalam meningkatkan kedudukan keluarga dalam masyarakat untuk memperoleh penghasilan yang pada dasarnya dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga (Ihromi, 1990).

Tugas untuk memperoleh penghasilan keluarga secara tradisional terutama dibebankan kepada suami sebagai kepala keluarga, sedangkan peran istri dalam hal ini dianggap sebagai penambah penghasilan keluarga. Dalam golongan berpernghasilan rendah, istri lebih berperan serta dalam memperoleh penghasilan untuk keluarga (Ihromi, 1990).

Seringkali kebutuhan rumah tangga yang begitu besar dan mendesak, membuat suami dan istri harus bekerja untuk bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. Kondisi tersebut membuat sang istri tidak punya pilihan lain kecuali ikut mencari pekerjaan di luar rumah. Ada pula ibu-ibu yang tetap memilih untuk bekerja, karena mempunyai kebutuhan social yang tinggi dan tempat kerja mereka sangat mencukupi kebutuhan mereka tersebut. Dalam diri mereka tersimpan suatu kebutuhan akan penerimaan social, akan adanya identitas social yang diperoleh melalui komunitas kerja. Bergaul dengan rekan-rekan di kantor, menjadi agenda yang lebih menyenangkan dari pada tinggal di rumah. Factor psikologis seseorang serta keadaan internal keluarga, turut mempengaruhi seorang ibu untuk tetap mempertahankan pekerjaannya (Yulia, 2007).


(20)

Hasil survey AC. Nelson (dalam Ubaydillah, 2003) menunjukkan adanya kebangkitan kaum wanita di Asia Tenggara dalam hal jabatan bisnis, politik, budaya, dan lain-lain. Hal tersebut dapat dilihat dalam kehidupan kita sehari-hari pun kita juga bisa membuktikan bahwa jumlah kaum wanita yang keluar dari rumah untuk mengisi jabatan di organisasi tertentu semakin hari semakin meningkat. Bahkan Indonesia dan Philifina mengangkat wanita menduduki jabatan eksekutif tertinggi.

Banyak persoalan yang dialami oleh para wanita ibu rumah tangga yang bekerja di luar rumah, seperti bagaimana mengatur waktu dengan suami dan anak hingga mengurus tugas-tugas rumah tangga dengan baik. Ada yang bisa menikmati peran gandanya, namun ada yang merasa kesulitan hingga akhirnya persoalan-persoalan rumit semakin berkembang dala hidup sehari-hari (Yulia, 2007).

Pada umumnya, wanita banyak menghadapi masalah psikologis karena adanya berbagai perubahan yang dialami saat menikah, antara lain perubahan peran sebagai istri dan ibu rumah tangga, bahkan juga sebagai ibu bekerja. (Pujiastuti dan Retnowati, 2000).

Wanita yang menjadi istri dan yang bekerja sering hidup dalam pertentangan yang tajam antara perannya di dalam dan di luar rumah. Banyak wanita yang bekerja full-time melaporkan bahwa mereka merasa bersalah karena sepanjang hari meninggalkan rumah. Namun, setibanya di rumah mereka merasa tertekan karena tuntutan anak-anak dan suami. Sering sekali timbul perselisihan antara suami-istir yang terus-menerus tentang pekerjaan atau gaji siapa yang lebih


(21)

penting bagi kelangsungan hidup maupun hal lainnya misalnya masalah tanggung jawab dalam mendidik dan merawat anak-anak (Ubaydillah, 2003).

Berdasarkan Penelitian Moen dan McClain (1990) terbukti bahwa dimana wanita yang bekerja full-time lebih ingin mempersingkat jam kerjanya untuk mengurangi ketegangan akibat peran pekerjaan dan keluarga dibandingkan dengan wanita yang bekerja part-time.

Meningkatnya peran wanita sebagai pencari nafkah keluarga dan kenyataan bahwa mereka juga berperan untuk meningkatkan kedudukan keluarga, maka bertambahlah pula masalah-masalah yang timbul. Kedua peran tersebut sama-sama membutuhkan waktu, tenaga dan perhatian, sehingga jika peran yang satu dilakukan dengan baik, yang lain terabaikan sehingga timbullah konflik peran. Masalah ini timbul apabila yang bekerja adalah ibu rumah tangga yang mempunyai anak-anak dan masih membutuhkan pengasuhan fisik maupun rohaniah (Ihromi, 1990).

Masalah lain yang timbul adalah akibat perubahan pola hubungan suami istri. Seorang istri yang menjadi ibu rumah tangga dan menjadi pencari nafkah (berperan ganda) harus memenuhi tugas sebagai ibu rumah tangga dan diharapkan dapat menjalankan perannya sebagai seorang istri dan sekaligus pencari nafkah. Dalam hal ini dapat dibayangkan konflik peran dapat terjadi (Ihromi, 1990).

Menurut Munandar (2001) konflik peran muncul jika seorang pekerja mengalami pertentangan antara tangggung jawab yang dia miliki dengan tugas-tugas yang harus dilakukannya.


(22)

House dan Rizzo (dalam Lui & Steven, 2000) mengatakan bahwa konflik peran secara umum didefinisikan kemunculan yang simultan dari dua atau lebih tekanan peran. Kehadiran salah satu peran akan menyebabkan kesulitan dalam memenuhi tuntutan peran yang lain. Kahn dkk. (Hardyastuti, 2001) mengatakan bahwa harapan orang lain terhadap berbagai peran yang harus dilakukan seseorang dapat menimbulkan konflik. Konflik terjadi apabila harapan peran mengakibatkan seseorang sulit membagi waktu dan sulit untuk melaksanakan salah satu peran karena hadirnya peran yang lain.

Penelitian mengenai konflik peran kebanyakan difokuskan pada ketidaksesuaian yang terjadi antara peran pekerjaan dan peran dalam keluarga, terutama pada wanita (Settles, Seller & Robert, 2002). Hal ini dikarenakan wanita yang bekerja akan memegang dua peranan yang penting, yaitu sebagai pekerja dan perannya di rumah tangga.

Hardyastuti (2001) mengatakan bahwa konflik peran lebih dirasakan oleh wanita dari pada laki-laki. Menurut Moen (dalam Hardyastuti, 2001) perbedaan terjadi dikarenakan sifat permintaan peran yang berbeda. Wanita lebih dihadapkan pada permintaan antara peran kerja dan peran keluarga secara serentak yang memerlukan prioritas dalam menjalankan kedua peran tersebut. Hal tersebut dapat menimbulkan konflik apabila wanita tidak dapat membagi waktu antara perannya sebagai ibu rumah tangga dan sebagai pekerja.

Ihromi (1990) juga menyatakan bahwa konflik peran akan lebih dirasakan oleh wanita yang bekerja. Hal ini disebabkan karena wanita yang bekerja akan menghadapi konflik peran sebagai wanita karier sekaligus ibu rumah tangga.


(23)

Terutama dengan alam kebudayaan Indonesia, wanita akan dituntut perannya sebagai ibu rumah tangga yang baik, sehingga banyak wanita karier yang serba salah ketika harus bekerja.

O’Driscoll dan Michael (1997) menyatakan bahwa konflik peran berhubungan dengan ketidakhadiran (absent), kepuasan kerja, keadaan psikologis, kesehatan fisik serta konsekuensi lainnya yang dirasakan seorang pekerja. Mednick (dalam Zatz, 1996) dalam penelitiannya pada agen asuransi menyatakan bahwa konflik peran akan berpengaruh pada keadaan keluarga. Efek yang timbul antara lain adanya kecemasan, konflik keluarga, jumlah anak serta keterlibatan yang rendah pada peran keluarga dan pekerjaan.

Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Settless, dkk (2002) yang menyebutkan bahwa peran ganda yang dijalankan wanita, baik sebagai ibu rumah tangga maupun sebagai wanita yang bekerja, dapat menimbulkan konflik, baik konflik intrapersonal maupun konflik interpersonal. Konflik yang berkepanjangan dapat menyebabkan timbulnya respon fisiologis, psikologis dan tingkah laku sebagai bentuk penyesuaian diri terhdap kondisi yang mengancam yang disebut dengan stres.

Menurut Rice (1992), seseorang dapat dikategorikan mengalami stress kerja jika urusan stres yang dialami melibatkan juga pihak organisasi atau perusahaan tempat individu bekerja. Namun penyebabnya tidak hanya di dalam perusahaan, karena masalah rumah tangga yang terbawa ke pekerjaan dan masalah pekerjaan yang terbawa ke rumah dapat juga menjadi penyebab stres kerja.


(24)

Untuk memahami sumber stres kerja, kita harus melihat stres kerja ini sebagia interaksi dari beberapa factor, yaitu stres di pekerjaan itu sendiri sebagai factor eksternal, dan faktor internal seperti karakter dan persepsi dari karyawan itu sendiri. Dengan kata lain, stres kerja tidak semata-mata disebabkan masalah internal, sebab reaksi terhadap stimulus akan sangat tergantung pada reaksi subjektif individu masing-masing. Beberapa sumber stres dianggap sebagai sumber stres kerja karena kondisi pekerjaan, stres karena peran, hubungan interpersonal, kesempatan pengembangan karir, dan struktur organisasi (Rice, 1992).

Stres kerja yang dialami wanita bekerja tidak hanya berdampak pada perannya sebagai wanita yang bekerja di rumah tetapi juga berdampak besar pada perusahaan tempatnya bekerja sehingga stres kerja telah menjadi salah satu masalah yang paling serius di dunia kerja, tidak hanya di negara-negara berkembang tetapi juga di negara-negara maju (Marhaeni, 2006).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rini (2006) untuk mengurangi tingkat stres kerja pada wanita yang bekerja membutuhkan lingkungan kerja yang menyenangkan dan memberi ruang bagi individu untuk melakukan berbagai permainan. Membentuk lingkungan yang kondusif seperti sangatlah tidak mudah bagi sebuah perusahaan/organisasi.

Berdasarkan pemaparan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa wanita sebagai ibu rumah tangga dan sebagai ibu bekerja (berperan ganda) yang mana peran tersebut sama-sama membutuhkan waktu, tenaga dan perhatian, sehingga apabila peran yang satu dilakukan dengan baik, yang lain terabaikan sehingga


(25)

timbullah konflik. Apabila terjadi ketidaksesuaian antara situasi keluarga dan situasi pekerjaan, maka hal inilah yang menyebabkan terjadinya konflik peran. Peran ganda yang dijalankan wanita, baik sebagai ibu rumah tangga maupun sebagai wanita yang bekerja, dapat menimbulkan konflik yang berkepanjangan dan dapat menyebabkan timbulnya respon fisik, psikologis dan tingkah laku sebagai bentuk adaptasi terhadap kondisi mengancam yang disebut dengan stres. Peneliti menyimpulkan bahwa terdapat kaitan antara konflik peran ganda dengan stres kerja. Maka peneliti ingin melihat hubungan antara konflik peran ganda dengan stres kerja pada wanita bekerja.

B. Batasan Masalah

1. Apakah wanita bekerja yang memiliki tingkat konflik peran ganda yang tinggi memiliki stres kerja yang tinggi?

2. Apakah wanita bekerja yang memiliki tingkat konflik peran ganda yang rendah memiliki stres kerja yang rendah?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara konflik peran ganda dengan stres kerja pada wanita bekerja.


(26)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini :

a) Diharapkan mempunyai manfaat yang bersifat pengembangan ilmu Psikologi, khususnya di bidang Psikologi Industri dan Organisasi.

b) Penelitian ini juga diharapkan memperkaya pengetahuan tentang pengelolaan sumber daya manusia, terutama mengenai hubungan antara konflik peran ganda dengan stress kerja pada wanita bekerja.

2. Manfaat Praktis

a) Karyawan, khususnya wanita yang sudah berumah tangga agar dapat mengendalikan konflik peran ganda yang dialami dan dapat berperan sesuai dengan peran yang dimiliki baik sebagai ibu rumah tangga maupun sebagai karyawan.

b) Perusahaan, untuk mengetahui stres kerja para karyawannya apabila mengalami konflik peran ganda khususnya pada wanita bekerja dan memperhatikan kondisi psikis dari karyawannya, terutama yang telah berumah tangga karena lebih berpeluang mengalami stres kerja.

E. Sistematika Penulisan

BAB I : Pendahuluan

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. BAB II : Landasan Teori


(27)

Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian yang meliputi teori stress kerja, teori konflik peran ganda, teori wanita bekerja, hubungan antara konflik peran ganda dengan stres kerja pada wanita bekerja dan hipotesis penelitian.

BAB III : Metode Penelitian

Bab ini dijelaskan mengenai identiikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi, sample, dan metode pengambilan sampel, metode pengumpulan data, uji coba alat ukur, prosedur pelaksanaan penelitian, dan metode analisis data.


(28)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Stres Kerja

1. Pengertian stres kerja

Dalam hubungannya dengan pekerjaan, setiap orang pernah mengalami stres. Adakalanya stres yang dialami seseorang itu adalah kecil dan hampir tak berarti, namun bagi yang lainnya dianggap sangat mengganggu dan berlanjut dalam waktu yang relatif lama (Efendi, 2001). Pekerjaan dapat menimbulkan stres karena pekerjaan memainkan peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia (Dawis, dkk, 1990). Lingkungan kerja, sebagaimana lingkungan-lingkungan lainnya, menuntut adanya penyesuaian diri dari individu yang menempatinya. Oleh karena itu, individu akan memiliki kemungkinan untuk mengalami suatu keadaan stres dalam lingkungan kerja (Rice, 1992).

Secara sederhana stres dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana individu terganggu keseimbangannya (Dharmawan, dkk, 2005). Sering pula stres diartikan sebagai perasaan khawatir dan takut (Dawis dkk, 1990). Hans Selye (dalam Efendi, 2001) yang dikenal sebagai father of stress theory mendifinisikan stres sebagai respon tubuh non-spesifik terhadap segala tekanan yang menimpanya.

Stres atau ketegangan timbul sebagai suatu hasil ketidakseimbangan antara persepsi orang tersebut mengenai tuntutan yang dihadapinya dan persepsinya mengenai kemampuannya untuk menanggulangi tuntutan tersebut (Rice, 1992).


(29)

Stres dapat disebabkan oleh apapun yang menstimulasi kita, hal itu adalah bagian dari kehidupan. Beberapa tingkatan stres dapat distimulasi, namun bila terlalu banyak akan bisa merusak (Lazarus, dalam Austin, 2004). Stres berhubungan dengan dengan situasi lingkungan yang dipersepsikan sebagai suatu tekanan yang melampaui kemampuan dan keadaan diri seseorang untuk mengatasinya (McGrath, dalam Chandraiah, dkk, 2003). Penghayatan stres ditentukan oleh penafsiran tentang tuntutan apa yang dihadapi dan oleh analisis dari sumber-sumber yang dimiliki untuk mampu menghadapi tuntutan (Munandar, 2001).

Stres yang kemunculannya mengacu pada pekerjaan seseorang disebut stres kerja (Austin, 2004). Stres kerja menurut Kahn, dkk (dalam Cooper, 2003) merupakan suatu proses yang kompleks, bervariasi, dan dinamis dimana stressor, pandangan tentang stres itu sendiri, respon singkat, dampak kesehatan, dan variabel-variabelnya saling berkaitan. Cooper (1998) mengemukakan bahwa stres kerja adalah ketidakmampuan untuk memahami atau menghadapi tekanan, di mana tingkat stres tiap individu dapat berbeda-beda dan bereaksi sesuai perubahan lingkungan atau keadaan.

Menurut Handoko (2000) Stres kerja merupakan suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan. Selye (dalam Beehr, 1995) menyatakan bahwa stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang menyebabkan reaksi individu berupa reaksi fisiologis, psikologis, dan perilaku.


(30)

a. Urusan stres yang dialami seseorang melibatkan juga pihak organisasi atau perusahaan tempat individu bekerja. Namun penyebabnya tidak hanya di dalam perusahaan, karena masalah rumah tangga yang terbawa ke pekerjaan dan masalah pekerjaan yang terbawa ke rumah dapat juga menjadi penyebab stres kerja.

b. Mengakibatkan dampak negatif bagi individu dan juga perusahaan. Oleh karena itu diperlukan kerja sama antara kedua belah pihak untuk menyelesaikan persoalan stress tersebut.

Stres kerja juga dapat dirumuskan sebagai suatu kondisi dari pekerjaan yang mengancam indiviu. Ancaman ini dapat berasal dari tuntutan pekerjaan itu atau karena kurang terpenuhinya kebutuhan individu. Stres kerja ini muncul sebagai bentuk ketidakharmonisan individu dengan lingkungan kerjanya (Diahsari, 2001).

Jadi dapat disimpulkan bahwa definisi stres kerja adalah interaksi antara kondisi kerja dengan sifat-sifat karyawan yang bekerja yang merubah fungsi normal secara fisik, psikologis maupun perilaku yang berasal dari tuntutan pekerjaan yang melebihi kemampuan karyawan atau kondisi lingkungan yang menimbulkan stres yang dapat menyebabkan pengaruh negatif bagi karyawan maupun organisasi tempat dia bekerja yang membutuhkan solusi baik itu dari personal maupun perusahaan.


(31)

2. Gejala-gejala stres kerja

Beehr dan Newman (dalam Rice, 1992) telah memeriksa sejumlah penelitian tentang stres kerja dan dirangkumkan ke dalam 3 tipe dari harisl negatif individu terhadap stres kerja yaitu gejala fisik, gejala psikologis, dan gejala perilaku.

a. Gejala fisik dari stres kerja

Yang termasuk dalam gejala-gejala fisik yaitu : 1) Meningkatnya detak jantung dan tekanan darah 2) Meningkatnya sekresi adrenalin dan nonadrenalin 3) Timbulnya gangguan perut

4) Kelelahan fisik 5) Kematian

6) Timbulnya penyakit kardiovaskuler 7) Ketegangan otot

8) Keringat berlebihan 9) Gangguan kulit 10)Sakit kepala 11)Kanker

12)Gangguan tidur

Salah satu masalah yang membuat hubungan antara pekerjaan-stres-kesehatan adalah beberapa wanita yang bekerja membawa masalah pekerjaan-stres-kesehatan fisiknya ke pekerjaan. Hal ini bisa berhubungan dengan perilaku yang berisiko tinggi pada lingkungan sosial. Kondisi tempat kerja bisa memperberat masalah


(32)

kesehatan, walaupun hal ini membuat lebih nyata tetapi pekerjaanlah yang berindikasi besar pada masalah kesehatan.

b. Gejala psikologis dari stres kerja

Yang termasuk dalam gejala-gejala psikologis yaitu :

1) Ketegangan, kecemasan, kebingungan, dan mudah tersinggung 2) Perasaan frustasi, marah, dan kesal

3) Emosi yang menjadi sensitif dan hiperaktif 4) Perasaan tertekan

5) Kemampuan berkounikasi efektif menjadi kurang 6) Menarik diri dan depresi

7) Persaan terisolir dan terasing

8) Kebosanan dan ketidakpuasan dalam bekerja

9) Kelelahan mental dan menurunnya fungsi intelektual 10)Menurunnya harga diri

Kemungkinan besar prediksi efek stres kerja adalah ketidakpuasan pekerjaan. Ketika hal ini muncul, seseorang merasa kurang termotivasi untuk bekerja, tidak bekerja dengan baik, atau tidak melanjutkan pekerjaan. Gejala-gejala ini muncul pada tahapan yang berbeda di dalam perjalanan dari pekerjaan tersebut dan bervariasi antara satu orang dengan yang lainnya.

c. Gejala perilaku dari stres kerja

Yang termasuk dalam gejala-gejala perilaku yaitu : 1) Bermalas-malasan dan menghindari pekerjaan 2) Kinerja dan produktivitas menurun


(33)

3) Meningkatnya penggunaan alcohol dan obat-obat terlarang 4) Melakukan sabotase pada pekerjaan

5) Makan berlebihan sebagai pelarian yang bisa mengakibatkan obesitas 6) Mengurangi makan sebagai perilaku menarik diri dan berkombinasi

dengan depresi.

7) Kehilangan selera makan dan menurunnya berat badan secara tiba-tiba 8) Meningkatnya perilaku yang berisiko tinggi

9) Agresif, brutal, dan mencuri

10)Hubungan yang tidak harmonis dengan keluarga dan teman 11)Kecenderungan melakukan bunuh diri.

Uraian di atas menunjukkan bahwa gejala stres kerja merupakan gejala yang kompleks, yang meliputi kondisi fisik, psikologis, maupun perilaku. Namun demikian gejala tersebut tidak muncul bersamaan waktunya pada seseorang, kemunculannya bersifat kumulatif, yang sebenarnya telah terjadi dalam waktu yang cukup lama, hanya saja tidak terdeteksi jika tidak menunjukkan perilaku tertentu.

3. Sumber-sumber Stres Kerja

Kebanyakan orang menghabiskan waktu untuk bekerja daripada mereka melakukan berbagai aktivitas lainnya. Wajarlah jika kemudian pekerjaan menjadi sumber utama dari stres. Fakta menunjukkan bahwa stres pekerjaan berdampak


(34)

pada kesehatan fisik dan mental dari karyawan. Menurut Cooper (dalam Rice, 1992) mengidentifikasikan sumber-sumber stres kerja sebagai berikut :

a. Kondisi pekerjaan

Kondisi pekerjaan meliputi :

1) Lingkungan kerja. Kondisi kerja yang buruk berpotensi menjadi penyebab karyawan mudah jatuh sakit, mudah stres, sulit berkonsentrasi dan menurutnya produktivitas kerja.

2) Overload. Dapat dibedakan secara kuantitatif dan kualititatif. Dikatakan overload secara kuantitatif jika banyaknya pekerjaan yang ditargetkan

melebihi kapasitas karyawan tersebut. Akibatnya karyawan tersebut mudah lelah dan berada dalam “tegangan tinggi”. Overload secara kualitatif bila pekerjaan tersebut sangat kompleks dan sulit, sehingga menyita kemampuan teknis dan kognitif karyawan.

3) Deprivational stress, yaitu kondisi pekerjaan yang tidak lagi menantang,

atau tidak lagi menarik bagi karyawan. Biasanya keluhan yang muncul adalah kebosanan, ketidakpuasan, atau pekerjaan tersebut kurang mengandung unsur sosial (kurangnya komunikasi sosial).

4) Pekerjaan beresiko tinggi. Jenis pekerjaan yang beresiko tinggi, atau berbahaya bagi keselamatan, misalnya pekerjaan di pertambangan minyak lepas pantai, tentara, dan pemadam kebakaran, berpotensi menimbulkan stres kerja karena mereka setiap saat dihadapkan pada kemungkinan terjadinya kecelakaan.


(35)

b. Stres karena peran

Sebagian besar karyawan yang bekerja di perusahaan yang sangat besar, khususnya para wanita yang bekerja dikabarkan sebagai pihak yang mengalami stres lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Masalahnya, wanita bekerja ini menghadapi konflik peran sebagai wanita karir sekaligus ibu rumah tangga. Terutama dalam alam kebudayaan Indonesia, wanita sangat dituntut perannya sebagai ibu rumah tangga yang baik dan benar sehingga banyak wanita karir yang merasa bersalah ketika harus bekerja. Perasaan bersalah ditambah dengan tuntutan dari dua sisi, yaitu pekerjaan dan ekonomi rumah tangga, sangat berpotensi menyebabkan wanita bekerja mengalami stres.

c. Faktor interpersonal

Hubungan interpersonal di tempat kerja merupakan hal yang sangat penting di tempat kerja. Dukungan dari sesame pekerja, manajemen, keluarga, dan teman-teman diyakini dapat menghambat timbulnya stres. Dengan demikian perlu ada kepedulian pihak manajemen pada karyawannya agar selalu tercipta hubungan yang harmonis.

d. Pengembangan karir

Karyawan biasanya mempunyai berbagai harapan dalam kehidupan karir kerjanya, yang ditujukan pada pencapaian prestasi dan pemenuhan kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri. Apabila perusahaan tidak dapat memenuhi kebutuhan karyawan untuk berkarir, misalnya sistem promosi yang tidak jelas, kesempatan untuk meningkatkan penghasilan tidak ada, karyawan akan


(36)

merasa kehilangan harapan, tumbuh perasaan ketidakpastian ang dapat menimbulkan perilaku stres.

e. Struktur Organisasi

Struktur organisasi berpotensi menimbulkan stres apabila diberlakukan secara kaku, pihak manajemen kurang mempedulikan inisiatif karyawan, tidak melbatkan karyawan dalam proses pengambilan keputusan, dan tidak adanya dukungan bagi kreativitas karyawan.

f. Tampilan rumah-pekerjaan

Ketika pekerjaan berjalan dengan lancer, tekanan yang ada di rumah cenderung bisa dihilangkan. Bagi kebanyakan orang, rumah sebagai tempat untuk bersantai, mengumpulkan dan membangun kembali kekuatan yang hilang. Tetapi, ketika keheningan terganggu, bisa karena pekerjaan atau konflik di rumah, efek dari stres cenderung meningkat.

4. Stres kerja pada wanita

a. Faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja

Menurut Rini (2002), sejak jaman dahulu hingga kini, persoalan yang dihadapi oleh kaum wanita yang bekerja di luar rumah sepertinya tidak jauh berbeda. Berbagai hambatan dan kesulitan yang mereka alami dari masa ke masa, berasal dari sumber-sumber bagi wanita yang bekerja dapat dibedakan sebagai berikut :


(37)

1) Faktor internal

Yang dimaksud dengan faktor internal adalah persoalan yang timbul dalam diri pribadi wanita yang bekerja tersebut. Ada di antara para wanita yang bekerja tersebut lebih senang jika dirinya benar-benar hanya menjadi ibu rumah tangga, yang sehari-harinya di rumah dan mengatur rumah tangga. Namun, keadaan “menuntut”nya untuk bekerja, untuk menyokong keuangan keluarga. Kondisi tersebut mudah menimbulkan stres karena bekerja bukanlah timbul dari keinginan diri namun seakan tidak punya pilihan lain demi membantu ekonomi rumah tangga. Biasanya, para wanita yang bekerja mengalami masalah yang demikian, cenderung merasa sangat lelah (terutama secara psikis), karena seharian “memaksakan diri” untuk bertahan di tempat kerja.

2) Faktor eksternal a. Dukungan suami

Dukungan suami dapat diterjemahkan sebagia sikap penuh pengertian yang ditunjukkan dalam bentuk kerja sama yang positif, ikut membantu menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, membantu mengurus anak-anak serta memberikan dukungan moral dan emosional terhadap karir atau pekerjaan istrinya. Di Indonesia, iklim patrilinial yang sangat kuat, turut menjadi faktor yang membebani peran wanita yang bekerja, karena masih terdapat pemahaman bahwa pria tidak boleh mengerjakan pekerjaan wanita, apalagi ikut mengurus masalah rumah tangga. Masalah rumah tangga adalah kewajiban sepenuhnya seorang istri. Masalah yang kemudian timbul akibat bekerjanya istri, sepenuhnya merupakan


(38)

kesalahan dari istri dan untuk itu ia harus bertanggung jawab menyelesaikannya sendiri.

Keadaan itu akan menjadi sumber tekanan yang berat bagi istri, sehingga ia pun akan sulit merasakan kepuasan dalam bekerja. Kurangnya dukungan suami, membuat peran wanita yang bekerja di rumah pun tidak optimal karena terlalu banyak yang masih dikerjakan sementara dirinya juga merasa lelah sesudah bekerja. Akibatnya, timbul rasa bersalah karena merasa diri bukan wanita yang bekerja dan istri yang baik.

b. Kehadiran anak

Masalah pengasuhan terhadap anak, biasanya dialami oleh wanita yang bekerja yang mempunyai anak kecil/balita. Semakin kecil usia anak, maka semakin besar tingkat stres yang dirasakan. Rasa bersalah karena meninggalkan anak untuk seharian bekerja, merupakan persoalan yang sering dipendam oleh para wanita yang bekerja. Apalagi jika pengasuh yang ada tidak dapat dipercaya, sementara tidak ada famili lain yang dapat membantu.

c. Masalah pekerjaan

Pekerjaan bisa menjadi sumber ketegangan dari stres yang besar bagi para wanita bekerja. Mulai dari peraturan kerja yang kaku, bos yang tidak bijaksana, beban kerja yang berat, ketidakadilan yang dirasakan di tempat kerja, rekan-rekan yang sulit bekerja sama, waktu kerja yang sangat panjang, ataupun ketidaknyamanan psikologis yang dialami akibat dari masalah sosial politis di tempat kerja. Situasi demikian akan membuat


(39)

wanita yang bekerja menjadi sangat lelah, sementara kehadirannya masih sangat dinantikan oleh keluarga di rumah. Kelelahan psikis dan fisik itulah yang sering membuat mereka sensitif dan emosional, baik terhadap anak-anak maupun terhadap suami. Keadaan ini biasanya makin intens, jika situasi di rumah tidak mendukung suami dalam keadaan rileks, santai dan hangat merupakan kegiatan penting yang tidak bisa diabaikan, untuk membina, mempertahankan dan menjaga kedekatan relasi serta keterbukaan komunikasi satu dengan yang lain.


(40)

B. Konflik Peran Ganda

1. Pengertian konflik peran ganda

Konflik peran menurut Kahn (dalam Beehr, 1995) adalah adanya ketidakcocokan antara harapan-harapan yang berkaitan dengan suatu peran dimana dalam kondisi yang cukup ekstrim, kehadiran dua atau lebih harapan peran atau tekanan akan sangat bertolak belakang sehingga peran yang lain tidak dapat dijalankan.

Paden dan Buchler (dalam Simon, 2002) mendefinisikan konflik peran ganda merupakan konflik peran yang muncul antara harapan dari dua peran yang berbeda yang dimiliki oleh seseorang. Di pekerjaan, seorang wanita yang profesional diharapkan untuk agresif, kompetitif, dan dapat menjalankan komitmennya pada pekerjaan. Di rumah, wanita sering kali diharapkan untuk merawat anak, menyayangi dan menjaga suaminya.

Netemeyer et al. (dalam Hennessy, 2005) mendefinisikan konflik peran ganda sebagai konflik yang muncul akibat tanggung jawab yang berhubungan dengan pekerjaan mengganggu permintaan, waktu dan ketegangan dalam keluarga. Hennessy (2005) selanjutnya mendefisikan konflik peran ganda ketika konflik yang terjadi sebagai hasil dari kewajiban pekerjaan yang mengganggu kehidupan rumah tangga.

Jadi dari beberapa pengertian di atas konflik peran ganda adalah salah satu bentuk konflik antar peran yang diakibatkan pekerjaan dan keluarga saling tidak cocok satu sama lain, kewajiban pekerjaan yang mengganggu kehidupan rumah


(41)

tangga, permintaan, waktu dan ketegangan dalam keluarga yang disebabkan harapan dari dua peran yang berbeda.

2. Dimensi-dimensi konflik peran ganda

Menurut Greenhause dan Beutell (dalam David, 2003) konflik peran ganda itu bersifat bi-directional dan multidimensi. Bi-directional terdiri dari:

a. work-family conflict yaitu konflik yang muncul dikarenakan tanggung jawab

pekerjaan yang mengganggu tanggung jawab terhadap keluarga.

b. family-work conflict yaitu konflik yang muncul dikarenakan tanggung jawab terhadap keluarga mengganggu tanggung jawab terhadap pekerjaan.

Menurut Greenhause dan Beutell (dalam David, 2003) multidimensi dari konflik peran ganda muncul dari masing-masing direction dimana antara keduanya baik itu work-family conflict maupun family-work conflict masing-masing memiliki 3 dimensi yaitu: time-based conflict, strain-based conflict,

behavior-based conflict. Greenhaus dan Beutell (dalam Hennessy, 2005)

mendefinisikan tiga dimensi dari konflik peran ganda, yaitu:

a. time-based conflict, yaitu konflik yang terjadi karena waktu yang digunakan

untuk memenuhi satu peran tidak dapat digunakan untuk memenuhi peran lainnya artinya pada saat yang bersamaan seorang yang mengalami konflik peran ganda tidak akan bisa melakukan dua atau lebih peran sekaligus.

b. strain-based conflict, yaitu ketegangan yang dihasilkan oleh salah satu peran

membuat seseorang sulit untuk memenuhi tuntutan perannya yang lain. Sebagai contoh, seorang ibu yang seharian bekerja, ia akan merasa lelah, dan hal itu membuatnya sulit untuk duduk dengan nyaman menemani anak


(42)

menyelesaikan pekerjaan rumahnya. Ketegangan peran ini bisa termasuk stres, tekanan darah meningkat, kecemasan, cepat marah dan sakit kepala.

c. behavior-based conflict, yaitu konflik yang muncul ketika pengharapan dari

suatu perilaku yang berbeda dengan pengharapan dari perilaku peran lainnya. Sebagai contoh, seorang wanita yang merupakan manajer eksekutif dari suatu perusahaan mungkin diharapkan untuk agresif dan objektif terhadap pekerjaan, tetapi keluarganya mempunyai pengharapan lain terhadapnya. Dia berperilaku sesuai dengan yang diharapkan ketika berada di kantor dan ketika berinteraksi di rumah dengan keluarganya dia juga harus berperilaku sesuai dengan yang diharapkan juga.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi konflik peran ganda

Stoner et al. (1990) menyatakan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi konflik peran ganda, yaitu:

a. time pressure, semakin banyak waktu yang digunakan untuk bekerja maka

semakin sedikit waktu untuk keluarga.

b. family size dan support, semakin banyak anggota keluarga maka semakin

banyak konflik, dan semakin banyak dukungan keluarga maka semakin sedikit konflik.

c. kepuasan kerja, semakin tinggi kepuasan kerja maka konflik yang dirasakan semakin sedikit.

d. marital and life satisfaction, ada asumsi bahwa wanita bekerja memiliki


(43)

e. size of firm, yaitu banyaknya pekerja dalam perusahaan mungkin saja

mempengaruhi konflik peran ganda seseorang.

4. Konsekuensi dari konflik peran ganda

Konflik ibu bekerja, seringkali mengarah pada simptom klinis seperti depresi, perasaan stres, bersalah, agresi, iri, dan malu (Hammen et al. dalam Simon, 2002). Perasaan depresi ditemukan lebih bersifat kronis dan berulang pada wanita dibanding pria, dengan waktu yang dihabiskan wanita mengalami depresi rata-rata 21 % seumur hidup (Simon, 2002).

Beberapa peneliti menemukan bahwa ada hubungan antara konflik peran ganda dengan psychological distress dan kesejahteraan. Sebagai contoh, Schwartzberg dan Dytell (dalam Hennessy, 2005) mengatakan ada pengaruh pekerjaan dan stres keluarga terhadap kesejateraan psikologis. Selanjutnya penelitian mengarah pada perbedaan gender dan penelitian terbaru menemukan bahwa wanita menunjukkan level distres yang lebih tinggi yang berhubungan dengan peran ganda (Cleary dalam Hennessy, 2005).

C. Wanita Bekerja

1. Pengertian wanita bekerja

Menurut Beneria (dalam Gunn, 1994) wanita yang bekerja adalah wanita yang menjalankan peran produktifnya. Wanita memiliki dua kategori peran, yaitu peranan reproduktif dan peranan produktif. Peranan reproduktif mencakup peranan reproduksi biologis, sedangkan peranan produktif adalah peranan dalam bekerja yang menghasilkan sesuatu yang bernilai ekonomis.


(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Identifikasi variabel penelitian digunakan untuk menguji hipotesis penelitian. Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel tergantung : Stres kerja

2. Variabel bebas : Konflik peran ganda

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Stres kerja

Stres kerja adalah ketidakmampuan untuk memahami atau menghadapi tekanan, di mana tingkat stres tiap individu dapat berbeda-beda dan bereaksi sesuai perubahan lingkungan atau keadaan.

Stres kerja akan diukur dengan menggunakan skala stres kerja. Dalam penelitian ini penulis menggunakan skala stres kerja yang aitem-aitemnya disusun sendiri oleh penulis dan dari beberapa referensi lain berdasarkan sumber-sumber stres kerja menurut Cooper (dalam Rice, 1992) yaitu kondisi pekerjaan, stres karena peran, faktor interpersonal, pengembangan karir, struktur organisasi, dan tampilan rumah-pekerjaan.

Skor total merupakan petunjuk bagi tinggi rendahnya tingkat stres kerja. Semakin tinggi skor skala stres kerja maka semakin tinggi pula tingkat stres kerja


(45)

yang terjadi. Sebaliknya, semakin rendah skor skala stres kerja maka semakin rendah tingkat stres kerja yang terjadi.

2. Konflik peran ganda

Konflik peran ganda adalah ketidakcocokan antara harapan yang berkaitan dengan suatu peran yang dialami wanita bekerja yakni sebagai ibu rumah tangga dan sebagai pekerja dimana dalam kondisi yang demikian, kedua peran tersebut akan menimbulkan konflik sehingga salah satu peran tidak dapat dijalankan dengan baik.

Semakin tinggi skor yang diperoleh seseorang maka semakin tinggi konflik peran ganda yang dialaminya. Sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh seseorang maka semakin rendah konflik peran ganda yang dialaminya.

C. Populasi, Sampel, dan Metode Pengambilan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah semua individu untuk siapa kenyataan-kenyataan yang diperoleh dari sebagian individu yang diselidiki itu henda digeneralisasikan (Hadi, 2000). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah karyawati yang bekerja di PT. Indofood Sukses Makmur Tbk Tanjung Morawa dengan karakteristik populasi sebagai berikut :

a. Wanita yang telah menikah. Hal ini dikarenakan wanita yang bekerja dan telah menikah akan mempunyai dua peranan yang bertolak belakang yaitu peran sebagai ibu rumah tangga dan peran sebagai pekerja.


(46)

b. Bekerja full-time. Alasannya adalah bahwa wanita yang berkerja full-time lebih ingin mempersingkatkan jam kerjanya untuk mengurangi ketegangan akibat konflik peran pekerjaan dan keluarga dibandingkan dengan wanita yang bekerja full-time.

c. Telah bekerja minimal selama satu tahun

Alasannya karena pengalaman sangat menentukan bagaimana stres kerja bisa timbul pada karyawan.

d. Memiliki anak minimal satu orang.

Alasannya adalah bahwa wanita akan merasa bersalah karena meninggalkan anak untuk seharian bekerja, merupakan persoalan yang sering dipendam oleh para wanita yang bekerja.

2. Sampel dan metode pengambilan sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2004). Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik random sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah karyawati bagian produksi pada PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Tanjung Morawa yang berjumlah 200 orang. Jumlah subjek yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah 132 orang. Pengambilan jumlah sampel ini mengacu pada tabel Krecjie yang melakukan perhitungan ukuran sampel didasarkan atas kesalahan 5%, jadi sampel yang diperoleh memiliki kepercayaan 95% terhadap populasi (Sugiyono, 2004).

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik random sampling. Menurut Hadi (2000) dalam random sampling semua


(47)

individu dalam populasi baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama diberi kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel.

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala yang terbentuk skala likert dengan beberapa pilihan, yaitu dengan cara menyebarkan skala yang berisi daftar pernyataan yang telah disiapkan dan disusun sedemikian rupa sehingga subjek penelitian dapat mengisi dengan mudah. Dalam penelitian ini menggunakan dua buah skala yaitu skala stres kerja dan skala konflik peran ganda.

1. Skala Stres Kerja

Skala ini berisikan aitem yang bertujuan untuk mengukur stres kerja subjek penelitian. Skala disusun berdasarkan gejala-gejala stres kerja menurut Beehr dan Newman (dalam Rice, 1992) yaitu gejala fisik, gejala psikologis, dan gejala perilaku.

Skala ini disajikan dalam bentuk pernyataan-pernyataan mendukung dan tidak mendukung. Pemberian skor untuk pernyataan mendukung adalah 4 untuk jawaban sangat sesuai (SS), 3 untuk jawaban sesuai (S), 2 untuk jawaban tidak sesuai (TS), 1 untuk jawaban sangat tidak sesuai (STS).

Sedangkan pemberian skor untuk pernyataan tidak mendukung aalah 1 untuk jawaban sangat sesuai (SS), 2 untuk jawaban sesuai (S), 3 untuk jawaban tidak sesuai (TS), 4 untuk jawaban sangat tidak sesuai (STS).


(48)

Berikut ini disajikan tabel 1 yang berisi cetak biru distribusi aitem-aitem skala stres kerja.

Tabel 1. Cetak biru skala stres kerja Aspek-aspek

Stres Kerja

Nomor aitem

Jumlah Mendukung Tidak Mendukung

Kondisi pekerjaan 2,9,28,37,47 17,24,33,43,65,68 11 Stres karena peran 20,25,44,50,68,83 3,12,29,48,32,35 12 Faktor

interpersonal

4,13,22,26,34,39, 49

1,45,53,56,66,44 13

Pengembangan karir

10,51,54,62,69,66 14,27,30,35,36,42 12

Struktur organisasi 5,7,11,23,31,70 16,18,46,57,61,63 12 Tampilan rumah

pekerjaan

19,32,55,58 8,62,65,28,38,21 10

Total 34 36 70

2. Skala konflik peran ganda

Skala ini berisikan aitem yang bertujuan untuk mengukur konflik peran ganda wanita menikah yang bekerja. Penyusunan skala konflik peran ganda berdasarkan dimensi konflik peran ganda yang dikemukakan oleh Greenhause dan Beutell (dalam O’Driscoll dkk, 1997) yang terdiri dari konflik didasarkan pada waktu, konflik didasarkan pada ketegangan dan konflik didasarkan paa perilaku.


(49)

Skala ini disajikan dalam bentuk pernyataan-pernyataan mendukung dan tidak mendukung. Pemberian skor untuk pernyataan mendukung adalah 4 untuk jawaban sangat sesuai (SS), 3 untuk jawaban sesuai (S), 2 untuk jawaban tidak sesuai (TS), 1 untuk jawaban sangat tidak sesuai (STS).

Sedangkan pemberian skor untuk pernyataan tidak mendukung adalah 1 untuk jawaban sangat sesuai (SS), 2 untuk jawaban sesuai (S), 3 untuk jawaban tidak sesuai (TS), 4 untuk jawaban sangat tidak sesuai (STS).

Berikut ini disajikan tabel 2 yang berisi cetak biru skala konflik peran ganda.

Tabel 2. Cetak biru skala konflik peran ganda Tabel 1. Cetak biru skala stres kerja Aspek-aspek

Konflik Peran Ganda

Nomor aitem

Jumlah Mendukung Tidak Mendukung

Konflik didasarkan pada waktu

1,4,7,8,11,32, 42,45,47,49

6,9,14,30,34,36, 40,46,48,50

20

Konflik didasarkan pada ketegangan

12,20,24,25,29, 31,37,52,54,56

3,15,17,27,28,13, 39,43,51,53

20

Konflik didasarkan pada perilaku

2,5,16,22,38, 41,44,55,57,59

10,18,19,21,23, 26,33,35,56,58

20


(50)

E. Uji Coba Alat Ukur

1. Validitas alat ukur

Menurut Azwar (2000), untuk mengetahui apakah skala psikologi mampu menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan ukurnya, diperlukan suatu pengujian validitas. Suatu alat tes atau instrument pengukuran dapat dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut.

Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi. Validitas ini merupakan validitas yang dietimasi lewat pengujian terhdap isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional judgement (Azwar, 2000).

Validitas isi menunjukkan sejauhmana aitem-aitem dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi yang hendak diukur. Pengertian ini mencakup keseluruhan kawasan ini tidak saja berarti tes itu harus komprehensif akan tetapi isinya harus pula tetap relevan dan tidak keluar dari batasan tujuan pengukuran.

Sebelum melakukan penyusunan alat ukur, peneliti menentukan terlebih dahulu kawasan isi dari stres kerja dan konflik peran ganda. Kemudian peneliti akan membuat aitem-aitem yang bertujuan untuk mengungkap kawasan isi tersebut. Selanjutnya peneliti melakukan pengujian validitas isi dengan melakukan analisis rasional atau professional judgement, dalam hal ini adalah dosen pembimbing peneliti.


(51)

2. Reliabilitas alat ukur

Reliabilitas alat ukur adalah mencari dan mengetahui sejauhmana hasil pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran ini dapat dipercaya apabila dalam pelaksanaan pengukuran terhadap sekelompok subjek sama, diperoleh hasil yang sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah (Azwar, 2000). Uji reliabilitas penelitian ini menggunakan pendekatan konsistensi internal. Formula reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah formula

Alpha Cronbach melalui bantuan SPSS versi 13.0 for Windows. Nantinya,

pengujian reliabilitas ini akan menghasilkan reliabilitas dari skala stres kerja dan skala konflik peran ganda.

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari 3 tahap. Ketiga tahap tersebut adalah tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap pengolahan data.

1. Tahap persiapan

a. Sebelum melaksanakan penelitian, terlebih dahulu peneliti mempersiapkan alat ukur berupa skala stres kerja sebanyak 60 aitem dan skala konflik peran ganda sebanyak 60 aitem yang berupa skala likert. Skala stres kerja dan skala konflik peran ganda dibuat dalam bentuk buku yang terdiri dari empat alternatif pilihan jawaban, dimana disamping pernyataan telah disediakan tempat untuk menjawab sehingga memudahkan subjek dalam memberikan jawaban.


(52)

b. Sebelum melakukan pengujian lapangan, peneliti terlebih dahulu mencari informasi dan koneksi untuk dapat memperoleh izin penelitian dari pihak perusahaan.

c. Setelah mendapatkan perusahaan untuk melakukan penelitian, langkah selanjutnya peneliti mengurus surat izin untuk penelitian dari Fakultas Psikologi USU untuk melakukan penelitian ke perusahaan tersebut.

d. Setelah tiba di perusahaan tersebut, selanjutnya peneliti meminta izin kepada pihak yang berwenanang dari perusahaan tersebut untuk melakukan penelitian dengan menunjukkan surat jalan dari Fakultas Psikologi USU.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Setelah mendapatkan izin dari perusahaan, kemudian peneliti menindaklanjuti dengan menanyakan kepada pihak perusahaan tentang waktu yang tepat untuk melakukan penelitian.

b. Pada tahap awal sebelum menyebarkan skala, peneliti mencari subjek sesuai karakteristik populasi ang telah ditentukan. Setelah memenuhi criteria, kemudian peneliti dengna acak melalui daftar kehadiran membagikan skala kepala subjek dengan terlebih dahulu memberikan petunjuk pengisian skala yang benar. Peneliti memberikan penjelasan mengenai maksud dan tujuan diadakannya penelitian kepada masing-masing karyawan. Agar skala ini dapat diisi dengan tenang, maka skala akan ditinggal untuk diambil kembali keesokan harinya setelah skala diisi.


(53)

c. Setelah tenggang waktu selama 2 hari, skala kemudian dijemput di tempat kerja subjek. Peneliti mengumpulkan semua skala setelah sebagian besar skala tersebut dikumpulkan oleh pihak perusahaan.

3. Tahap pengolahan data

a. Langkah berikutnya sehubungan dengan penelitian ini adalah melakukan penyekoran terhadap kedua skala dengan cara sebagai berikut :

1) Langkah-langkah dalam melakukan penyekoran adalah membuat nilai setiap pernyataan mendukung dan tidak mendukung pada plastik transparan sesuai dengan nomor urut pernyataan.

2) Setelah diketahui nilai subjek setiap pernyataan, selanjutnya nilai-nilai tersebut dijumlahkan sehingga didapat nilai total setiap subjek untuk seluruh pernyataan. Setelah diketahui nilai total subjek untuk kedua variabel, maka data ini menjadi data induk penelitian.

b. Setelah diperoleh hasil skor stres kerja dan konflik peran ganda pada masing-masing subjek, maka untuk pengolahan data selanjutnya, peneliti menggunakan aplikasi computer SPSS versi 13.0 for Windows.

G. Metode Analisis Data

Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara konflik peran ganda dengan stres kerja pada wanita bekerja, maka analisa data yang digunakan adalah korelasi pearson product moment. Teknik ini digunakan karena data yang diperoleh bersifat interval. Skala-skala yang setiap aitemnya diberik skor pada level interval dapat digunakan formula koefisien korelasi product moment.


(54)

Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan analisa statistika. Keseluruhan analisa data dilakukan dengan menggunakan fasilitas komputerisasi SPSS 13.0 for Windows.

Sebelum data-data yang terkumpul dianalisis, maka terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang meliputi :

1. Uji normalitas, adalah pengujian bahwa sampel yang dihadapi adalah berasal dari populasi yang terdistribusi normal. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data dari variabel bebas (konflik peran ganda) dan variabel tergantung (stres kerja) dalam penelitian ini sebarannya telah normal. Uji normalitas ini dilakukan dengan menggunakan uji one sample

kolmogorov-smirnov. Data penelitian dapat dikatakan terdistribusi secara normal jika nilai

p ≥ 0.05.

2. Uji linieritas hubungan digunakan untuk mengetahui apakah data distribusi penelitian yaitu variabel bebas (konflik peran ganda) dan variabel tergantung (stres kerja) memiliki huungna linier. Kaidah yang digunakan untuk mengetahui linier atau tidaknya hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung adalah jika p ≥ 0.05 maka hubungannya antara variabel bebas dengan variabel tergantung dinyatakan linier, sebaliknya jika p < 0.05 berarti hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung dinyatakan tidak linier (Hadi, 2000). Uji linieritas juga dilakukan dengan menggunakan analisis statistik uji F dengan menggunakan fasilitas komputerisasi SPSS 13.0


(55)

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan mengenai keseluruhan hasil penelitian. Pembahasan akan dimulai dengan memberikan gambaran umum subjek penelitian dilanjutkan dengan analisa dan interpretasi data penelitian serta hasil penelitian.

A. Gambaran Umum Subjek Penelitian

Subjek penelitian berjumlah 76 orang wanita bekerja. Berdasarkan hal tersebut didapatkan gambaran umum subjek penelitian menurut usia, pendidikan terakhir, pekerjaan, masa kerja, dan jumlah anak.

1. Penggolongan Subjek Berdasarkan Usia

Berdasarkan usia, penyebaran subjek penelitian dapat dilihat pada tabel 7 berikut ini:

Tabel 7. Penyebaran subjek berdasarkan usia

Usia Jumlah (N) Persentase

23 – 27 tahun 18 23.7 %

28 – 32 tahun 34 44.7 %

33 – 37 tahun 24 31.6 %

Jumlah 76 100 %

Dapat dilihat dari tabel 7 menunjukkan bahwa ternyata subjek terbanyak pada usia 28-32 tahun yang berjumlah 34 orang (44.7%), subjek yang berusia 33-37 tahun sebanyak 24 orang (31.6 %), sedangkan yang paling sedikit adalah subjek yang berusia 23-27 tahun yaitu sebanyak 18 orang (23.7%).


(56)

2. Penggolongan Subjek Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Berdasarkan pendidikan terakhir, subjek penelitian dapat dikelompokkan menjadi tiga tingkatan yaitu: SMU/SMK, Diploma-3 dan Strata-1. Penyebaran subjek dapat dilihat pada tabel 8 berikut ini:

Tabel 8. Penyebaran subjek berdasarkan pendidikan terakhir

Pendidikan Terakhir Jumlah (N) Persentase

SMU/SMK 44 57.9 %

Diploma 3 20 26.3 %

Strata 1 12 15.8 %

Jumlah 76 100 %

Dapat dilihat dari tabel 8 menunjukkan bahwa ternyata sebagian besar subjek penelitian yaitu sebanyak 44 orang (57.9 %) berpendidikan terakhir SMU/SMK, kemudian sebanyak 20 orang (26.3%) berpendidikan terakhir D-3 dan yang paling sedikit adalah subjek yang berpendidikan terakhir S-1 yaitu sebanyak 12 orang (15.8 %).

3. Penggolongan Subjek Berdasarkan Pekerjaan

Berdasarkan pekerjaan, subjek penelitian dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu: Karyawan, Pegawai Negeri, dan Wiraswasta. Penyebaran subjek dapat dilihat pada tabel 9 berikut ini:

Tabel 9. Penyebaran subjek berdasarkan pekerjaan

Pekerjaan Jumlah (N) Persentase

Karyawan 42 55.3 %

Pegawai Negeri 9 11.8 %

Wiraswasta 25 32.9 %


(57)

Dapat dilihat dari tabel 9 menunjukkan bahwa ternyata sebagian besar subjek penelitian yang memiliki pekerjaan sebagai karyawan yaitu sebanyak 42 orang (55.3%), kemudian sebanyak 25 orang (32.9%) adalah subjek yang memiliki pekerjaan sebagai Wiraswasta, dan yang paling sedikit adalah subjek yang memiliki pekerjaan sebagai Pegawai Negeri yaitu sebanyak 9 orang (11.8 %).

4. Penggolongan Subjek Berdasarkan Masa Kerja

Berdasarkan masa kerja, subjek penelitian dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu: 1-5 tahun dan 6-10 tahun. Penyebaran subjek dapat dilihat pada tabel 10 berikut ini:

Tabel 10. Penyebaran subjek berdasarkan usia.

Masa Kerja Jumlah (N) Persentase

1 – 5 tahun 34 44.7 %

6 – 10 tahun 42 55.3 %

Jumlah 76 100 %

Dapat dilihat dari tabel 10 menunjukkan bahwa ternyata sebagian besar subjek penelitian telah bekerja selama 6-10 tahun yaitu sebanyak 42 orang (55.3%) dan yang sedikit adalah subjek yang telah bekerja selama 1-5 tahun yaitu sebanyak 34 orang (44.7%).

5. Penggolongan Subjek Berdasarkan Jumlah Anak

Berdasarkan jumlah anak, subjek penelitian dapat dikelompokkan menjadi empat kategori yaitu: 1 orang, 2 orang, 3 orang, dan 4 orang. Subjek dapat dilihat pada tabel 11 berikut ini:


(58)

Tabel 11. Penyebaran subjek berdasarkan jumlah anak

Jumlah Anak Jumlah (N) Persentase

1 orang 33 43.4 %

2 orang 37 48.7 %

3 orang 5 6.6 %

4 orang 1 1.3 %

Jumlah 76 100 %

Dapat dilihat dari tabel 11 menunjukkan bahwa ternyata sebagian besar subjek terbanyak memiliki jumlah anak 2 orang sebanyak 37 orang (46.7 %), subjek yang memiliki anak 1 orang sebanyak 33 orang (43.4%), subjek yang memiliki anak 3 orang sebanyak 5 orang (6.6%), sementara subjek penelitian yang paling sedikit memiliki anak 4 orang sebanyak 1 orang (1.3%).

6. Penggolongan Subjek Berdasarkan Usia Anak Terkecil

Berdasarkan usia anak terkecil, subjek penelitian dapat dikelompokkan menjadi lima kategori yaitu: 1 tahun, 2 tahun, 3 tahun, 4 tahun, dan 5 tahun. Subjek dapat dilihat pada tabel 12 berikut ini:

Tabel 12. Penyebaran subjek berdasarkan usia anak terkecil

Usia Anak Terkecil Jumlah (N) Persentase

1 tahun 23 30.3 %

2 tahun 20 26.3 %

3 tahun 14 18.4 %

4 tahun 13 17.1 %

5 tahun 6 7.9 %

Jumlah 76 100 %

Dapat dilihat dari tabel 12 menunjukkan bahwa ternyata sebagian besar subjek terbanyak memiliki anak usia 1 tahun sebanyak 23 orang (30.3 %), subjek yang memiliki anak usia 2 tahun sebanyak 20 orang (26.3%), subjek yang memiliki


(59)

anak usia 3 tahun sebanyak 14 orang (18.4%), subjek yang memiliki anak usia 4 tahun sebanyak 13 orang (17.1 %), sementara subjek penelitian yang paling sedikit memiliki anak usia 5 tahun sebanyak 6 orang (7.9 %).

B. Hasil Penelitian

1. Hasil Uji Asumsi Penelitian

Hipotesa dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara konflik peran ganda dengan stres kerja pada wanita bekerja. Oleh karena itu, sebelum analisa data dilakukan, ada beberapa syarat yang harus dilakukan terlebih dahulu, yaitu uji asumsi normalitas sebaran pada dua variabel penelitian. Selain itu juga dilakukan uji linearitas untuk mengetahui bentuk hubungan antara masing-masing variabel.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas sebaran dilakukan untuk mengetahui apakah setiap variabel penelitian telah menyebar secara normal. Uji normalitas sebaran menggunakan

Kolmogorov-Smirnov test. Normalitas variabel komitmen karyawan terhadap

organisasi dan normalitas variabel kualitas kehidupan bekerja dapat dilihat pada tabel 11.

Tabel 11. Hasil Uji Normalitas

Variabel Z p Keterangan

Stres Kerja 1.064 0.208 Sebaran Normal

Konflik Peran Ganda 0.705 0.703 Sebaran Normal

Data dikatakan terdistribusi normal jika harga p > 0.05. Dari hasil tes Kolmogorov


(60)

1) Variabel Stres Kerja menunjukkan sebaran normal dengan nilai Z = 1.064 dengan p = 0.208 atau p > 0.05.

2) Variabel Konflik Peran Ganda juga menunjukkan sebaran normal dengan nilai Z = 0.705 dengan p = 0.703 atau p > 0.05.

b. Uji Linearitas

Uji linearitas digunakan untuk mengetahui apakah distribusi data penelitian, yaitu variabel konflik peran ganda dan variabel stres kerja memiliki hubungan linear. Uji linearitas dilakukan dengan menggunakan uji F (anova) dan

scatterplot.

Variabel Konflik Peran Ganda dan variabel Stres Kerja dikatakan memiliki hubungan linear jika nilai p < 0.05. hasil uji linearitas dapat dilihat pada tabel 12 berikut:

Tabel 12. Hasil Uji Linearitas Hubungan

Stres Kerja

Konflik Peran Ganda

F p Keterangan

141.900 0.000 Linear

Berdasarkan tabel 12 dapat dilihat bahwa variabel konflik peran ganda dan variabel stres kerja memiliki hubungan linear. Hal ini ditunjukkan pada hasil uji anova yang memperoleh nilai F = 141.900 dengan nilai signifikansi (p) yaitu 0.000. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hubungan kedua variabel tesebut linear karena nilai signifikansi p < 0.05.

Selain itu, uji linearitas juga dilakukan dengan menggunakan scatterplot. Variabel konflik peran ganda dan variabel stres kerja dikatakan memiliki


(61)

Linear Regression

100 120 140 160

Konflik_Peran 90 100 110 120 130 140 S tr e s _ K e rj a A A A A AA A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A AA A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A

Stres_Kerj a = 41.70 + 0.53 * Konflik_Peran R-Square = 0.60

hubungan linear jika titik-titik yang terdapat dalam scatterplot membentuk mengikuti garis lurus. Berdasarkan grafik 1 di bawah terlihat bahwa titik-titik membentuk mengikuti sebuah garis yang lurus, maka dapat dikatakan bahwa kedua variabel sudah memiliki hubungan yang linear.

Grafik 1

Scatterplot hubungan antara konflik peran ganda dengan stres kerja

pada wanita bekerja.

SCATTERPLOT

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA WANITA BEKERJA

Sesuai dengan hasil uji asumsi di atas, diperoleh bahwa penelitian ini terdistribusi normal dan linear, sehingga dapat dilakukan pengolahan data parametric. Metode analisa data yang digunakan untuk pengujian hipotesa


(62)

penelitian ini akan menggunakan teknik korelasi Pearson. Karena tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara konflik peran ganda dengan stres kerja pada wanita bekerja.

2. Hasil Utama Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui apakah terdapat hubungan antara konflik peran ganda dengan stres kerja pada wanita bekerja, maka hipotesa dalam penelitian ini adalah “Ada hubungan antara konflik peran ganda dengan stres kerja pada wanita bekerja”.

Untuk pengujian statistik dilakukan perumusan hipotesa statistik, yaitu : 1. Ha (Hipotesa Alternatif) : ρ < 0.05, artinya ada hubungan antara konflik peran

ganda dengan stres kerja pada wanita bekerja.

2. Ho (Hipotesa Nihil) : ρ > 0.05, artinya tidak ada hubungan antara konflik peran ganda dengan stres kerja pada wanita bekerja.

Berdasarkan tujuan penelitian, maka dilakukan analisa statistik dengan menggunakan uji Pearson Corelation, Hasil uji statistik ini dapat dilihat pada tabel 13.

Tabel 13. Korelasi antara konflik peran ganda dengan stres kerja pada wanita

bekerja.

Analisis Pearson Correlation (r) Signifikansi (p)


(1)

bekerja walaupun harus meninggalkan anak-anak. 17. Saya menjadi tidak berkonsentrasi mengerjakan

pekerjaan kantor karena pekerjaan di rumah masih menumpuk.

STS TS S SS

18. Saya tetap lembur kerja walaupun pekerjaan di rumah

masih menumpuk. STS TS S SS

19. Kinerja saya di kantor menurun karena suami tidak

membolehkan saya bekerja. STS TS S SS

20. Produktivitas kerja saya meningkat karena beban kerja

di rumah sudah saya percayakan kepada pembantu. STS TS S SS 21. Saya merasa frustrasi karena kondisi rumah masih

berantakan dan pekerjaan kantor menumpuk. STS TS S SS 22. Kinerja saya di kantor lebih meningkat karena suami

mengizinkan saya bekerja STS TS S SS

23. Saya tetap bersemangat walaupun beban kerja di kantor

dan di rumah masih menumpuk. STS TS S SS 24. Saya tetap tenang walaupun beban kerja di rumah dan di

kantor masih menumpuk. STS TS S SS

25. Saya frustrasi ketika hari Senin tiba karena harus

kembali bekerja dan meninggalkan anak-anak. STS TS S SS 26. Saya frustrasi apabila beban kerja di kantor dan di

rumah masih menumpuk. STS TS S SS

27. Saya merasa lelah ketika akan berangkat kerja karena

harus mengerjakan pekerjaan rumah. STS TS S SS 28. Saya akan terus bekerja di kantor karena suami

mengizinkan saya bekerja. STS TS S SS

29. Saya memilih untuk tidak lembur kerja karena lebih

baik menyelesaikan pekerjaan rumah yang menumpuk STS TS S SS 30. Walaupun harus mengerjakan pekerjaan rumah sebelum

berangkat bekerja, stamina saya tidak terganggu. STS TS S SS 31. Saya merasa gelisah menghadapi rutinitas pekerjaan di

rumah dan di kantor. STS TS S SS

32. Saya menganggap wajar jika suami saya menanyakan

alasan saya pulang terlambat. STS TS S SS 33. Saya tetap selera makan walaupun beban kerja di rumah

dan di kantor masih menumpuk. STS TS S SS 34. Produktivitas kerja saya menurun karena sudah


(2)

35. Saya merasa cepat lelah menghadapi rutinitas pekerjaan

dan setelah pulang harus mengurus anak. STS TS S SS 36. Saya tetap tenang walaupun pekerjaan rumah

menumpuk karena beban kerja di kantor. STS TS S SS

37. Saya akan tetap bekerja di kantor walaupun suami

melarang saya untuk bekerja. STS TS S SS 38. Tidur saya terganggu karena memikirkan banyak

pekerjaan di kantor dan di rumah. STS TS S SS 39. Meskipun beban kerja di rumah dan di kantor tidak

selesai, maag saya tidak pernah kambuh. STS TS S SS 40. Nafsu makan saya tetap stabil walaupun beban kerja di

kantor dan di rumah masih menumpuk. STS TS S SS 41. Beban kerja yang berat di rumah dan di kantor

menyebabkan maag saya kambuh. STS TS S SS 42. Stamina saya tetap tidak berkurang walaupun

menghadapi rutinitas pekerjaan di kantor dan di rumah. STS TS S SS 43. Beban pekerjaan di kantor dan di rumah yang

menumpuk membuat saya tidak nafsu makan. STS TS S SS 44. Saya tetap senang walaupun pekerjaan di kantor yang

menumpuk ditambah lagi pekerjaan rumah yang terbengkalai.

STS TS S SS

45. Saya merasa bosan menghadapi rutinitas pekerjaan dan

setelah pulang harus mengerjakan pekerjaan rumah. STS TS S SS 46. Karena padatnya jadwal kerja, saya jarang bertemu dan

berkomunikasi dengan anak dan suami saya. STS TS S SS 47. Kondisi rumah yang berantakan dan pekerjaan kantor

yang terbengkalai membuat saya mudah marah. STS TS S SS 48. Saya tidak selera makan jika beban kerja di rumah dan

di kantor menumpuk. STS TS S SS

49. Saya akan fokus bekerja di kantor karena pekerjaan di

rumah sudah saya bereskan. STS TS S SS

50. Walaupun padatnya jadwal kerja, saya sempatkan untuk


(3)

SKALA II

No. PERNYATAAN STS TS S SS

1. Saya kesulitan memperhatikan kebersihan rumah

karena jadwal pekerjaan yang padat. STS TS S SS

2. Perilaku saya di pekerjaan tidak cocok jika saya

lakukan di rumah. STS TS S SS

3. Tindakan yang saya lakukan untuk menyelesaikan pekerjaan di kantor tidak efektif untuk diterapkan di rumah.

STS TS S SS

4. Walaupun sibuk dalam bekerja, saya masih bisa

membereskan rumah dengan rapi. STS TS S SS

5. Saya pusing memikirkan rumah saya yang kotor

karena terlalu sibuk bekerja. STS TS S SS

6. Saya kesulitan untuk membereskan rumah karena

sibuk dalam bekerja. STS TS S SS

7. Saya pikir pekerjaan rumah saya selesai dengan

baik walaupun saya terlalu sibuk bekerja. STS TS S SS

8. Perilaku saya di pekerjaan sangat sesuai saya

terapkan di rumah. STS TS S SS

9. Saya pikir pekerjaan rumah saya terus- menerus

menumpuk karena terlalu sibuk bekerja. STS TS S SS

10. Saya tidak sempat menyiapkan kebutuhan keluarga

sehari-hari karena kecapekan bekerja. STS TS S SS

11. Pekerjaan saya selesai tepat waktu walaupun

memikirkan permasalah keluarga saya. STS TS S SS

12. Pekerjaan yang menumpuk di kantor tidak

mengganggu aktivitas saya untuk membereskan rumah.

STS TS S SS

13. Saya tetap menyiapkan kebutuhan keluarga

sehari-hari meskipun padatnya jadwal kerja. STS TS S SS

14. Tanggung jawab saya yang berbeda di rumah membuat saya bingung dalam bertindak di pekerjaan.

STS TS S SS

15. Menyelesaikan pekerjaan rumah selalu saya


(4)

16. Saya selalu dapat membedakan peran saya di

kantor dengan peran saya di rumah. STS TS S SS

17. Saya dengan tenang dapat memper-lakukan orang lain saat bekerja berbeda denga perlakuan terhadap keluarga di rumah.

STS TS S SS

18. Kelelahan setelah bekerja membuat saya jarang

membereskan rumah. STS TS S SS

19. Cara saya berbicara ketika bekerja berbeda dengan

ketika di rumah terkadang membuat saya bingung STS TS S SS

20. Kebiasaan yang saya lakukan pada pekerjaan

sangat cocok jika saya terapkan di rumah. STS TS S SS

21. Kesulitan berkonsentrasi ketika mengerjakan

pekerjaan rumah karena memikirkan pekerjaan. STS TS S SS

22. Stres memikirkan persoalan pekerjaan membuat

pekerjaan di rumah terus menumpuk. STS TS S SS

23. Kebiasaan saya di rumah sangat tepat jika saya

kerjakan di pekerjaan. STS TS S SS

24. Walaupun memikirkan pekerjaan kantor, saya masih bisa mengerjakan pekerjaan rumah dengan baik.

STS TS S SS

25. Kelelahan bekerja membuat saya malas

menyelesaikan pekerjaan rumah. STS TS S SS

26. Jadwal pekerjaan yang padat tidak mengganggu

perhatian saya untuk tetap membersihkan rumah. STS TS S SS

27. Saya merasa gelisah sewaktu bekerja karena

memikirkan pekerjaan yang menumpuk di rumah STS TS S SS

28. Saya tidak menghadiri kegiatan di pekerjaan karena

urusan keluarga. STS TS S SS

29. Cara saya memperlakukan keluarga sama dengan

saya memperlakukan orang lain di pekerjaan saya. STS TS S SS

30. Saya tetap memikirkan kebersihan rumah saya

walaupun sibuk bekerja. STS TS S SS

31. Tindakan yang saya lakukan untuk menyelesaikan masalah keluarga sangat cocok untuk masalah pekerjaan.


(5)

32. Urusan anak di rumah selalu saya perhatikan

walaupun masih banyak pekerjaan di kantor. STS TS S SS

33. Pikiran saya tidak konsentrasi ketika mengerjakan

pekerjaan karena memikirkan keluarga. STS TS S SS

34. Kebiasaan yang saya lakukan pada pekerjaan tidak

cocok jika saya lakukan di rumah. STS TS S SS

35. Pekerjaan saya selalu selesai sebelum waktu yang ditentukan meskipun letih mengurusi kebutuhan keluarga.

STS TS S SS

36. Meskipun jadwal pekerjaan yang padat, saya dapat

menyelesaikan permasalahan keluarga dengan baik. STS TS S SS

37. Cara saya memperlakukan orang lain ketika bekerja berbeda dengan perlakuan terhadap keluarga

membuat saya bingung.

STS TS S SS

38. Pekerjaan saya tidak selesai tepat waktu karena

mengurusi keluarga. STS TS S SS

39. Konsentrasi saya tetap fokus pada pekerjaan

meskipun memikirkan masalah keluarga. STS TS S SS

40. Kebiasaan saya di rumah tidak cocok jika saya

lakukan di pekerjaan. STS TS S SS

41. Permasalahan keluarga membuat jadwal pekerjaan

saya terganggu. STS TS S SS

42. Meskipun ada urusan keluarga, saya tetap bekerja

sesuai dengan jadwal kerja yang telah ditentukan. STS TS S SS

43. Saya pulang kerja lebih dulu dari pada teman kerja

lainnya karena urusan keluarga. STS TS S SS

44. Saya selalu menghadiri kegiatan di pekerjaan

walaupun ada urusan keluarga. STS TS S SS

45. Saya terlambat masuk kerja karena sibuk

mengurusi keluarga. STS TS S SS

46. Saya tetap bekerja ke kantor walaupun ada urusan

keluarga. STS TS S SS

47. Saya tetap tenang sewaktu bekerja meskipun

memikirkan keadaan anak-anak. STS TS S SS


(6)

saya dalam menyelesaikan pekerjaan.

49. Tindakan yang saya lakukan untuk menyelesaikan masalah keluarga tidak cocok untuk masalah pekerjaan.

STS TS S SS

50. Pekerjaan saya terlambat selesai karena bingung

memikirkan permasalahan keluarga. STS TS S SS

51. Perilaku saya di rumah tidak sesuai untuk

diterapkan pada pekerjaan saya. STS TS S SS

52. Perilaku saya di rumah sangat sesuai untuk

diterapkan pada pekerjaan saya. STS TS S SS

53. Saya bingung bagaimana harus bekerja dengan baik

karena terlalu sibuk dengan urusan keluarga. STS TS S SS

54. Saya selalu dapat membedakan dalam bertindak tentang bagaimana tanggung jawab saya di kantor dan di rumah.


Dokumen yang terkait

Hubungan Antara Konflik Peran Ganda Dengan Life Satisfaction Pada Wanita Bekerja

17 98 136

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA WANITA DI PT PELITA TOMANGMAS Hubungan Antara Konflik Peran Ganda Dengan Stres Kerja Pada Wanita Di Pt Pelita Tomangmas Karanganyar.

0 4 17

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA WANITA DI PT PELITA TOMANGMAS Hubungan Antara Konflik Peran Ganda Dengan Stres Kerja Pada Wanita Di Pt Pelita Tomangmas Karanganyar.

0 3 17

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN KONFLIK PERAN GANDA PADA WANITA BEKERJA Hubungan Antara Dukungan Sosial Keluarga Dengan Konflik Peran Ganda Pada Wanita Bekerja.

0 2 17

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN KONFLIK PERAN GANDA PADA WANITA BEKERJA Hubungan Antara Dukungan Sosial Keluarga Dengan Konflik Peran Ganda Pada Wanita Bekerja.

0 3 18

PENDAHULUAN Hubungan Antara Dukungan Sosial Keluarga Dengan Konflik Peran Ganda Pada Wanita Bekerja.

0 2 8

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA WANITA BEKERJA Hubungan Antara Konflik Peran Ganda Dengan Stres Kerja Pada Wanita Bekerja.

0 3 16

PENDAHULUAN Hubungan Antara Konflik Peran Ganda Dengan Stres Kerja Pada Wanita Bekerja.

0 1 9

DAFTAR PUSTAKA Amalia, M.2005. Konflik Peran Ganda Ibu Bekerja ditinjau dari Dukungan Sosial Hubungan Antara Konflik Peran Ganda Dengan Stres Kerja Pada Wanita Bekerja.

0 1 4

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA WANITA BEKERJA Hubungan Antara Konflik Peran Ganda Dengan Stres Kerja Pada Wanita Bekerja.

0 2 25